Anda di halaman 1dari 9

A.

Pandangan Tentang Kurikulum


Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni curriculae, yaitu curir (pelari)
dan curere (tempat berpacu,) artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari.
Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus
ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah
merupakan satu bukti bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana
pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu
tempat ke tempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu
kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir
dari suatu pelajaran yang ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.
Nana Syaodih Sukmadinata mengemukakan pengertian kurikulum ditinjau dari
tiga dimensi, yaitu sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai rencana. Kurikulum sebagai
ilmu mengkaji konsep, asumsi, teori – teori dan prinsip- prinsip dasar tentang kurikulum.
Kurikulum sebagai sistem menjelaskan kedudukan kurikulum dalam hubungannya
dengan sistem –sistem lain, komponen – komponen kurikulum, kurikulum dalam
berbagai jalur, jenjang, jenis pendidikan, manajemen kurikulum dan sebagainya.
Kurikulum sebagai rencana diungkap beragam rencana dan rancangan atau desain
kurikulum. Rencana bersifat menyeluruh untuk semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan
atau khusus untuk jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. demikian pula dengan
rancangan atau desain, terdapat desain berdasarkan konsep, tujuan, isi, proses, masalah,
dan kebutuhan siswa
J. Galen Taylor dan William M. Alexander dalam buku curriculum planning for
better teaching and learning (1956). Menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut “segala
usaha untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruang kelas, di halaman sekolah
atau diluar sekolah termasuk kurikulum.
Seperti halnya dengan definisi saylor dan Alexander, kurikulum tidak terbatas
pada mata pelajaran akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan lain, di dalam dan diluar
kelas, yang berada dibawah tanggung jawab sekolah.
Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi popular sejak
tahun lima puluhan yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di
America serikat. Sebelumnya yang lazim digunakan ialah “rencana pelajaran” pada
hakikatnya kurikulum sama artinya dengan rencana pelajaran.
Dalam teori praktik, pengertian kurikulum yang lama sudah banyak ditinggalkan.
Para ahli-ahli pendidikan kebanyakan memberi arti atau istilah yang lebih luas.
Perubahan ini terjadi karena ketidakpuasan dengan hasil pendidikan di sekolah dan ingin
selalu memperbaiki.
Selain itu, yang mempengaruhi perubahan dari makna atau arti kurikulum adalah
perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang dapat mengubah perkembangan dan
kebutuhan masyarakat.

B. Kurikulum Sebagai Rencana Pelajaran dan Pengalaman Belajar


1. Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran
Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh
siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dipandang
sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lampau, yang telah disusun
secara sistematis dan logis. Misalnya, berkat pengalaman dan penemuan-penemuan masa
lampau, maka diadakan pemilihan dan selanjutnya disusun secara sistematis, artinya
menurut aturan tertentu; dan logis; artinya dapat diterima oleh akal dan pikiran. Mata
ajaran mengisi materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh
sejumlah ilmu pengetahuan yang berguna baginya. Semakin banyak pengalaman dan
penemuan-penemuan, maka semakin banyak pula mata ajaran yang harus disusun dalam
kurikulum dan harus dipelajari oleh siswa di sekolah.

2. Kurikulum sebagai rencana pembelajaran


Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk
membelajarkan siswa. Dengan program itu para siswa melakukan berbagai kegiatan
belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan
tujuan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain sekolah menyediakan lingkungan
bagi siswa yang memberikan kesempatan belajar. itu sebabnya, suatu kurikulum harus
disusun sedemikian rupa agar maksud tersebut dapat tercapai. Kurikulum tidak terbatas
pada sejumlah mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala sesuatu yang dapat
mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: bangunan sekolah, alat pelajaran,
perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah dan lain-lain; yang pada
gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif. Semua kesempatan dan
kegiatan yang akan dan perlu dilakukan oleh siswa direncanakan dalam suatu kurikulum.
Hal ini berarti, semua hal dan semua orang yang terlibat dalam memberikan bantuan
kepada siswa termasuk kedalam kurikulum.

3. Kurikulum sebagai pengalaman belajar


Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yang agak berbeda dengan pengertian-
pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan serangkaian
pengalaman belajar. kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja,
melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan diluar kelas. Tak ada pemisahan yang tegas
antara intra dan ekstra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman
belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah kurikulum.

C. Kurikulum Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003


Jenjang Pendidikan Dasar terdiri atas pendidikan Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah (SD/MI) dan Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs)
atau program Paket A dan Paket B. Setiap lembaga pendidikan ini memiliki tujuan yang
berbeda. SD/MI memiliki tujuan yang tidak sama dengan SMP/MTs baik dalam
pengertian ruang lingkup kualitas mau pun dalam pengertian jenjang kualitas. Oleh
karena itu maka kurikulum untuk SD/MI berbeda dari kurikulum untuk SMP/MTs baik
dalam pengertian dimensi kualitas mau pun dalam pengertian jenjang kualitas yang harus
dikembangkan pada diri peserta didik.
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal
36 ayat (3) menyatakan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis
pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
memperhatikan:

1. Peningkatan iman dan takwa


2. Peningkatan akhlak mulia
3. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik
4. Keragaman potensi daerah dan lingkungan
5. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
6. Tuntutan dunia kerja
7. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
8. Agama
9. Dinamika perkembangan global
10. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Pasal ini jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian peserta


didik yang menyeluruh dan pengembangan pembangunan masyarakat dan bangsa, ilmu,
kehidupan agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi dan tantangan kehidupan global.
Artinya, kurikulum haruslah memperhatikan permasalahan ini dengan serius dan
menjawab permasalahan ini dengan menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang
diharapkan dihasilkan pada setiap jenjang pendidikan (pasal 36 ayat (2).
Secara formal, tuntutan masyarakat terhadap pendidikan juga diterjemahkan dalam
bentuk rencana pembangunan pemerintah. Rencana besar pemerintah untuk kehidupan
bangsa di masa depan seperti transformasi dari masyarakat agraris ke masyarakat
industri, reformasi dari system pemerintahan sentralistis ke system pemerintahan
disentralisasi, pengembangan berbagai kualitas bangsa seperti sikap dan tindakan
demokratis, produktif, toleran, cinta damai, semangat kebangsaan tinggi, memiliki daya
saing, memiliki kebiasaan membaca, sikap senang dan kemampuan mengembangkan
ilmu, teknologi dan seni, hidup sehat dan fisik sehat, dan sebagainya. Tuntutan formal
seperti ini harus dapat diterjemahkan menjadi tujuan setiap jenjang pendidikan, lembaga
pendidikan, dan pada gilirannya menjadi tujuan kurikulum.
D. Landasan Pengembangan Kurikulum

Dalam pengembangan kurikulum, diperlukan landasan-landasan sebagai asas


dalam melakukan kerja pengembangan kurikulum pendidikan. Ini harus dijadikan acuan
bagi seorang perumus kurikulum, jika tidak maka hasil kerja pengembangan tidak akan
memiliki nilai efektifitas terhadap terwujudnya tujuan – tujuan pendidikan.
Hal diatas dirumuskan dari definisi landasan itu sendiri yang mengandung arti
sebagai suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang
mendasari, Contohnya seperti landasan kepercayaan agama, dasar atau titik tolak
untuk munculnya ketaatan dalam bentuk lahir yakni ibadah. Dengan demikian landasan
pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan, suatu asumsi, atau
prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam melakukam kegiatan
mengembangkan kurikulum. Landasan dimaksud yaitu: (1) landasan filosofis; (2)
psikologis; (3) Sosiologis; (4) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

1. Landasan Filosofis
Pandangan-pandangan filsafat sangat dibutuhkan dalam pendidikan, terutama
dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Filsafat akan menentukan arah ke
mana peserta didik akan dibawa. Untuk itu harus ada kejelasan tentang pandangan
hidup manusia atau tentang hidup dan eksistensinya.
Filsafat atau pandangan hidup yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok
masyarakat tertentu atau bahkan yang dianut oleh perorangan akan sangat
mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Sedangkan tujuan pendidikan
sendiri pada dasarnya merupakan rumusan yang komprehensif mengenai apa yang
seharusnya dicapai.
Tujuan pendidikan memuat pernyataan-pernyataan mengenai berbagai
kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik selaras dengan
sistem nilai dan falsafah yang dianutnya. Dengan demikian, sistem nilai atau
filsafat yang dianut oleh suatu komunitas akan memiliki keterkaitan yang sangat
erat dengan rumusan tujuan pendidikan yang dihasilkannya. Dengan kata lain,
filsafat suatu negara tidak bisa dipungkiri akan mempengaruhi tujuan pendidikan
di negara tersebut. Oleh karena itu, tujuan pendidikan di suatu negara akan
berbeda dengan tujuan pendidikan di negara lainnya, sebagai implikasi dari
adanya perbedaan filsafat yang dianutnya.
Pengembangan kurikulum membutuhkan filsafat sebagai acuan atau landasan
berpikir. Kajian-kajian filosofis tentang kurikulum akan berupaya menjawab
permasalahan-permasalahan sekitar: (1) bagaimana seharusnya tujuan
pendididikan itu dirumuskan, (2) isi atau materi pendidikan yang bagaimana yang
seharusnya disajikan kepada siswa, (3) metode pendidikan apa yang seharusnya
digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan,
dan (4) bagaimana peranan yang seharusnya dilakukan pendidik dan peserta
didik.
Jawaban atas permasalahan tersebut akan sangat bergantung pada landasan
filsafat mana yang digunakan sebagai asumsi atau sebagai titik tolak pengembangan
kurikulum. Landasan filsafat tertentu beserta konsep-konsepnya yang meliputi
konsep metafisika, epistemologi, logika dan aksiologi berimplikasi terhadap konsep-
konsep pendidikan yang meliputi rumusan tujuan pendidikan, isi pendidikan,
metode pendidikan, peranan pendidik dan peserta didik.

2. Landasan Psikologis
Pendidikan senantiasa berkaitan dengan perilaku manusia. Dalam setiap proses
pendidikan terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, baik
lingkungan yang bersifat fisik maupun lingkungan sosial. Melalui pendidikan
diharapkan adanya perubahan perilaku peserta didik menuju kedewasaan, baik
dewasa dari segi fisik, mental, emosional, moral, intelektual, maupun sosial. Harus
diingat bahwa walaupun pendidikan dan pembelajaran adalah upaya untuk
mengubah perilaku manusia, akan tetapi tidak semua perubahan perilaku
manusia/peserta didik mutlak sebagai akibat dari intervensi program pendidikan.
Perubahan perilaku peserta didik dipengaruhi oleh faktor kematangan dan
faktor dari luar program pendidikan atau lingkungan. Kurikulum sebagai alat
untuk mencapai tujuan/program pendidikan, sudah pasti berhubungan dengan proses
perubahan perilaku peserta didik. Kurikulum diharapkan dapat menjadi alat untuk
mengembangkan kemampuan potensial menjadi kemampuan aktual peserta didik
serta kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang relatif lama.
Pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang berasal
dari psikologi yang meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta
didik, serta bagaimana peserta didik belajar. Kondisi Psikologis adalah kondisi
karakteristik psikofisik manusia sebagai individu yang dinyatakan dalam berbagai
bentuk prilaku dalam interaksinya dalam lingkungan. Prilakunya merupakan cirri dari
kehidupannya yang tampak maupun yang tidak tampak, yakni prilaku kognitif, afektif
maupun psikomotorik.
Minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum
yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan
merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu pribadi anak didik
berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan yang dalam
term tertentu disamakan dengan ilmu Jiwa Perkembangan, di dalamnya dikaji tentang
hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan anak, aspek-aspek perkembangan,
tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan
perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dan mendasari pengembangan kurikulum.
Untuk dijadikan landasan dalam mempertimbangkan bobot belajar pada masing-
masing tingkatan dan jenjang serta beban belajar yang mesti diselaraskan dengan
tingkat perkembangan psikologi dan kejiwaan peserta didik.

3. Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu
rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi
bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke
lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun
memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja
dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Peserta didik berasal dari
masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam
lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula.
Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya
menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan. Dengan pendidikan, kita
mengharapkan melalui pendidikan dapat lebih mengerti dan mampu membangun
kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan
yang ada di masyakarakat. Karena setiap lingkungan masyarakat masing-masing
memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola
hubungan antar anggota masyarakat.
Ada dua pertimbangan sosial budaya yang dijadikan landasan dalam
pengembangan kurikulum: pertama,Setiap orang dalam masyarakat selalu
berhadapan dengan masalah anggota masyarakat yang belum dewasa dalam
kebudayaan. Maksunya manusia belum mampu menyesuaikan dengan cara
kelompoknya. Kedua, Kurikulum dalam setiap masyarakat merupakan refleksi dari
cara orang perfikir, berasa, bercita-cita atau kebiasaan. Karena itu untuk membina
struktur dan fungsi kurikulum, perlu memahami kebudayaan.
Karena itu, para pengembang kurikulum harus:
 Mempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat.
 Menganalisis budaya masyarakat tempat sekolah berada.
 Menganalisis kekuatan serta potensi daerah.
 Menganalisis syarat dan tuntunan tenaga kerja.
 Menginterpretasi kebutuhan individu dalam kerangka kepentingan
masyarakat.
Dari penjelasan tersebut dapat diungkapkan bahwa melalui pendidikan manusia
mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat
peradaban masa yang akan datang. Penerapan teori, prinsip, hukum, dan konsep-
konsep yang terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam
kurikulum, harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat,
sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa lebih bermakna dalam hidupnya.
Pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan kebutuhan masyarakat dan
perkembangan masyarakat.
Disinilah tuntutan masyarakat adalah salah satu dasar dalam pengembangan
kurikulum. Tujuh fungsi sosial pendidikan, yaitu:
1) Mengajar keterampilan, 2) Mentransmisikan budaya, 3) Mendorong adaptasi
lingkungan, 4) Membentuk kedisiplinan, 5) Mendorong bekerja berkelompok,
6) Meningkatkan perilaku etik, dan 7) Memilih bakat dan memberi penghargaan
prestasi.
Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan
kurikulum dengan pertimbangan: Pertama, Individu lahir tidak berbudaya, baik
dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya.
Semua itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan budaya,
keluarga, masyarakat sekitar, dan sekolah/lembaga pendidikan. Oleh karena itu,
sekolah/lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan
pengalaman kepada para peserta didik dengan salah satu alat yang disebut kurikulum.
Kedua Kurikulum pada dasarnya harus mengakomodasi aspek-aspek sosial dan
budaya. Aspek sosiologis adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat
yang sangat beragam, seperti masyarakat industri, pertanian, nelayan, dan
sebagainya. Pendidikan di sekolah pada dasarnya bertujuan mendidik anggota
masyarakat agar dapat hidup berintegrasi , berinteraksi dan beradaptasi dengan
anggota masyarakat lainnya serta meningkatkan kualitas hidupnya sebagai mahluk
berbudaya. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat
untuk mencapai tujuan pendidikan bermuatan kebudayaan yang bersifat umum
seperti: nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan, dan kecakapan.

4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Sejak abad pertengahan ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami
perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung
hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang. Dalam
abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan dengan
standar mutu yang tinggi.
Terlebih berkaitan dengan teknologi komunikasi dan jaringan. Sifat pengetahuan
dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan sangat
canggih, maka disinilah diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan
meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning
to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi situasi
yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian karena berbagai penemuan
teknologi baru terus berkembang.
Ilmu pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang disusun secara
sistematis yang dihasilkan melalui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi
adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah
praktis dalam kehidupan.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam
bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan
manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan
mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta
didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk kepentingan bersama, kepentingan sendiri dan kelangsungan hidup
manusia.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi
terhadap pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup pengembangan
isi/materi pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta
penggunaan sistem evaluasi. Secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan untuk
dapat membekali peserta didik agar memiliki kemampuan memecahkan masalah
yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga
dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009).


Muslam, Pengembangan Kurikulum PAI, (Semarang: PKPI2,2003).

Nana Syaudih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung:


Rosdakarya, 2007).

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007).

Anda mungkin juga menyukai