1. Landasan Filosofis
Pandangan-pandangan filsafat sangat dibutuhkan dalam pendidikan, terutama
dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Filsafat akan menentukan arah ke
mana peserta didik akan dibawa. Untuk itu harus ada kejelasan tentang pandangan
hidup manusia atau tentang hidup dan eksistensinya.
Filsafat atau pandangan hidup yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok
masyarakat tertentu atau bahkan yang dianut oleh perorangan akan sangat
mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Sedangkan tujuan pendidikan
sendiri pada dasarnya merupakan rumusan yang komprehensif mengenai apa yang
seharusnya dicapai.
Tujuan pendidikan memuat pernyataan-pernyataan mengenai berbagai
kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik selaras dengan
sistem nilai dan falsafah yang dianutnya. Dengan demikian, sistem nilai atau
filsafat yang dianut oleh suatu komunitas akan memiliki keterkaitan yang sangat
erat dengan rumusan tujuan pendidikan yang dihasilkannya. Dengan kata lain,
filsafat suatu negara tidak bisa dipungkiri akan mempengaruhi tujuan pendidikan
di negara tersebut. Oleh karena itu, tujuan pendidikan di suatu negara akan
berbeda dengan tujuan pendidikan di negara lainnya, sebagai implikasi dari
adanya perbedaan filsafat yang dianutnya.
Pengembangan kurikulum membutuhkan filsafat sebagai acuan atau landasan
berpikir. Kajian-kajian filosofis tentang kurikulum akan berupaya menjawab
permasalahan-permasalahan sekitar: (1) bagaimana seharusnya tujuan
pendididikan itu dirumuskan, (2) isi atau materi pendidikan yang bagaimana yang
seharusnya disajikan kepada siswa, (3) metode pendidikan apa yang seharusnya
digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan,
dan (4) bagaimana peranan yang seharusnya dilakukan pendidik dan peserta
didik.
Jawaban atas permasalahan tersebut akan sangat bergantung pada landasan
filsafat mana yang digunakan sebagai asumsi atau sebagai titik tolak pengembangan
kurikulum. Landasan filsafat tertentu beserta konsep-konsepnya yang meliputi
konsep metafisika, epistemologi, logika dan aksiologi berimplikasi terhadap konsep-
konsep pendidikan yang meliputi rumusan tujuan pendidikan, isi pendidikan,
metode pendidikan, peranan pendidik dan peserta didik.
2. Landasan Psikologis
Pendidikan senantiasa berkaitan dengan perilaku manusia. Dalam setiap proses
pendidikan terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, baik
lingkungan yang bersifat fisik maupun lingkungan sosial. Melalui pendidikan
diharapkan adanya perubahan perilaku peserta didik menuju kedewasaan, baik
dewasa dari segi fisik, mental, emosional, moral, intelektual, maupun sosial. Harus
diingat bahwa walaupun pendidikan dan pembelajaran adalah upaya untuk
mengubah perilaku manusia, akan tetapi tidak semua perubahan perilaku
manusia/peserta didik mutlak sebagai akibat dari intervensi program pendidikan.
Perubahan perilaku peserta didik dipengaruhi oleh faktor kematangan dan
faktor dari luar program pendidikan atau lingkungan. Kurikulum sebagai alat
untuk mencapai tujuan/program pendidikan, sudah pasti berhubungan dengan proses
perubahan perilaku peserta didik. Kurikulum diharapkan dapat menjadi alat untuk
mengembangkan kemampuan potensial menjadi kemampuan aktual peserta didik
serta kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang relatif lama.
Pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang berasal
dari psikologi yang meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta
didik, serta bagaimana peserta didik belajar. Kondisi Psikologis adalah kondisi
karakteristik psikofisik manusia sebagai individu yang dinyatakan dalam berbagai
bentuk prilaku dalam interaksinya dalam lingkungan. Prilakunya merupakan cirri dari
kehidupannya yang tampak maupun yang tidak tampak, yakni prilaku kognitif, afektif
maupun psikomotorik.
Minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum
yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan
merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu pribadi anak didik
berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan yang dalam
term tertentu disamakan dengan ilmu Jiwa Perkembangan, di dalamnya dikaji tentang
hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan anak, aspek-aspek perkembangan,
tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan
perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dan mendasari pengembangan kurikulum.
Untuk dijadikan landasan dalam mempertimbangkan bobot belajar pada masing-
masing tingkatan dan jenjang serta beban belajar yang mesti diselaraskan dengan
tingkat perkembangan psikologi dan kejiwaan peserta didik.
3. Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu
rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi
bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke
lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun
memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja
dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Peserta didik berasal dari
masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam
lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula.
Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya
menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan. Dengan pendidikan, kita
mengharapkan melalui pendidikan dapat lebih mengerti dan mampu membangun
kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan
yang ada di masyakarakat. Karena setiap lingkungan masyarakat masing-masing
memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola
hubungan antar anggota masyarakat.
Ada dua pertimbangan sosial budaya yang dijadikan landasan dalam
pengembangan kurikulum: pertama,Setiap orang dalam masyarakat selalu
berhadapan dengan masalah anggota masyarakat yang belum dewasa dalam
kebudayaan. Maksunya manusia belum mampu menyesuaikan dengan cara
kelompoknya. Kedua, Kurikulum dalam setiap masyarakat merupakan refleksi dari
cara orang perfikir, berasa, bercita-cita atau kebiasaan. Karena itu untuk membina
struktur dan fungsi kurikulum, perlu memahami kebudayaan.
Karena itu, para pengembang kurikulum harus:
Mempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat.
Menganalisis budaya masyarakat tempat sekolah berada.
Menganalisis kekuatan serta potensi daerah.
Menganalisis syarat dan tuntunan tenaga kerja.
Menginterpretasi kebutuhan individu dalam kerangka kepentingan
masyarakat.
Dari penjelasan tersebut dapat diungkapkan bahwa melalui pendidikan manusia
mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat
peradaban masa yang akan datang. Penerapan teori, prinsip, hukum, dan konsep-
konsep yang terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam
kurikulum, harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat,
sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa lebih bermakna dalam hidupnya.
Pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan kebutuhan masyarakat dan
perkembangan masyarakat.
Disinilah tuntutan masyarakat adalah salah satu dasar dalam pengembangan
kurikulum. Tujuh fungsi sosial pendidikan, yaitu:
1) Mengajar keterampilan, 2) Mentransmisikan budaya, 3) Mendorong adaptasi
lingkungan, 4) Membentuk kedisiplinan, 5) Mendorong bekerja berkelompok,
6) Meningkatkan perilaku etik, dan 7) Memilih bakat dan memberi penghargaan
prestasi.
Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan
kurikulum dengan pertimbangan: Pertama, Individu lahir tidak berbudaya, baik
dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya.
Semua itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan budaya,
keluarga, masyarakat sekitar, dan sekolah/lembaga pendidikan. Oleh karena itu,
sekolah/lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan
pengalaman kepada para peserta didik dengan salah satu alat yang disebut kurikulum.
Kedua Kurikulum pada dasarnya harus mengakomodasi aspek-aspek sosial dan
budaya. Aspek sosiologis adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat
yang sangat beragam, seperti masyarakat industri, pertanian, nelayan, dan
sebagainya. Pendidikan di sekolah pada dasarnya bertujuan mendidik anggota
masyarakat agar dapat hidup berintegrasi , berinteraksi dan beradaptasi dengan
anggota masyarakat lainnya serta meningkatkan kualitas hidupnya sebagai mahluk
berbudaya. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat
untuk mencapai tujuan pendidikan bermuatan kebudayaan yang bersifat umum
seperti: nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan, dan kecakapan.
DAFTAR PUSTAKA