Kurikulum
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan pembelajaran
Dosen Pembimbing : Ade Apriyanto, M.Pd
Oleh :
Pritiyanto kadira
Andi Faizal
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik hidayahnya
serta nikmat sehat sehingga penyusunan makalah Kurikulum Pendidikan guna memenuhi
tugas sesuai dengan yang di harapkan. Saya mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi khalayak
umum, dan tidak lupa saya memohon maaf apabila dalam penyususnan makalah ini
terdapat kesalahan baik dalam kosa kata ataupun isi dari keseluruhan makalah ini. Saya
sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikukulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang di
berikanoleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisikan rancangan
pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode
jenjang pendidikan. Adanya rancangan kurikulum merupakan ciri utama
pendidikan di sekolah. Kurikulum juga merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari pendidikan atau pengajaran . Dapat kita bayangkan, bagaimana bentuk
pelaksanaan suatu pendidikan atau pengajaran di sekolah yang tidak memiliki
kurikulum. Perubahan kurikulum dari waktu ke waktu bukan tanpa alasan dan
landasan yang jelas, sebab perubahan ini disemangati oleh keinginan untuk terus
memperbaiki, mengembangkan, dan meningkatkan kualitas sistem pendidikan
nasional. Persekolahan sebagai ujung tombak dalam implementasi kurikulum
dituntut untuk memahami dan mengaplikasikannya secara optimal dan penuh
kesungguhan, sebab mutu penyelenggaraan proses pendidikan salah satunya
dilihat dari hal tersebut.
B. Rumusan Masalah.
1. Apakah Pengertian kurikulum ?
2. Apa peran kurikulum ?
3. Apa Fungsi dan Tujuan Kurikulum ?
4. Jelaskan Pengembangan Kurikulum ?
5. Jelaskan Manajemen Terhadap Kurikulum ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum.
Banyak orang yang menganggap kurikulum berkaitan dengan bahan ajar atau buku-
buku pelajaran yang harus dimiliki anak didik, sehingga perubahan kurikulum
identik dengan perubahan buku pelajaran. Persoalan kurikulum bukan hanya
persoalan buku ajar, akan tetapi banyak persoalan lainnya termasuk persoalan arah
dan tujuan pendidikan, persoalan materi pelajaran, serta persoalan-persoalan lainnya
yang terkait dengan hal itu. Istilah kurikulum digunakan pertama kali pada dunia
olahraga pada zaman Yunani Kuno yang berasal dari kata curir dan curere.
Selanjutnya istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan.
Para ahli pendidikan memiliki penafsiran yang berbeda tentang kurikulum. Namun
demikian, dalam penafsiran yang berbeda itu, ada juga kesamaan . kesamaan tersebut
adalah, bahwa kurikulum berhubungan erat dengan usaha mengembangkan peserta
didik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. (Sanjaya, 2008:3) Secara tminologi,
istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan, yaitu sejumlah pengetahuan
atau kemampuan yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa guna mencapai
tingkatan tertentu secara formal dan dapat dipertanggung jawabkan.
Menurut UU No.20 tahun 2003
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan sebuah pengaturan berkaitan
dengan tujuan, isi, bahan ajar dan cara yang digunakan sebagai pedoman dalam
penyelenggara kegiatan pembelajaran untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan
nasional.
Prof. DR. S. Nasution, M. A. Kurikulum sebagai suatu rencana yang disusun untuk
melancarkan proses kegiatan belajar mengajar di bawah naungan, bimbingan dan
tanggung jawab sekolah/lembaga pendidikan.
George A. Beaucham (1976) Kurikulum diartikan sebagai dokumen tertulis yang
berisikan seluruh mata pelajaran yang akan diajarkan kepada peserta didik melalui
pilihan berbagai disiplin ilmu dan rumusan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
1. Kurikulum Sebagai Suatu Program Kegiatan Yang Terencana.
Berdasarkan pandangan komprehensif terhadap setiap kegiatan yang
direncanakan untuk dialami seluruh siswa, kurikulum berupaya menggabungkan
ruang lingkup, rangkaian, interpretasi, keseimbangan subject matter, teknik
mengajar, dan hal lain yang dapat direncanakan sebelumnya ( Saylor, Alexander,
dan Lewis, 1986 ). (Hamalik, 2007:5)
2. Kurikulum Sebagai Hasil Belajar Yang Diharapkan.
Beberapa penulis kurikulum ( Johnson, 1977 dan Posner, 1982 ) menyatakan
bahwa kurikulum seharusnya tidak dipandang sebagai aktivitas , tetapi
difokuskan secara langsung pada berbagai hasil belajar yang diharapkan
( intended learning outcomes ). Kajian ini menekankan perubahan cara pandang
kurikulum, dari kurikulum sebagai alat (means) menjadi kurikulum srbagai
tujuan atau akhir yang akan dicapai (ends). Salah satu alasan utama adalah
karena hasil belajar yang diharapkan merupakan dasar bagi perencanaan dan
perumusan berbagai tujuan kegiatan pembelajaran. (Hamalik, 2007:6)
3. Kurikulum Sebagai Reproduksi Kultural ( Cultural Reproduction ).
Sekolah bertugas memproduksi pengetahuan dan nilai-nilai yang penting bagi
generasi penerus. Masyarakat, negara atau bangsa bertanggung jawab
mengidentifikasi keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan berbagai
apresiasi yang akan diajarkan. Sementara itu, pihak pendidik profesional
bertanggung jawab untuk melihat apakah skill, knowledge, dan apresiasi tersebut
sudah diinformasikan ke dalam kurikulum yang dapat disampaikan kepada
anakanak dan generasi muda. Beberapa contoh dari pandangan kurikulum
sebagai reproduksi kultural ini adalah berbagai peristiwa patriotik dalam sejarah
nasional, sistem ekonomi yang dominan (komunistik atau kapitalistik), berbagai
konvensi kebudayaan, kebiasaan, dan aturan adat istiadat (lore dan folkways),
serta nilai-nilai agama yang ada di berbagai sekolah yang bernaung di bawah
lembaga keagamaan seperti parochial school dan sekolah-sekolah umumnya.
(Hamalik, 2007:6)
4. Kurikulum Sebagai Kumpulan Tugas dan Konsep Diskrit.
Pandangan ini berpendapat bahwa kurikuum merupakan satu kumpulan tugas
dan konsep (discrete tasks and concept) yang harus dikuasai siswa. Dalam hal
ini, diasumsikan bahwa penguasaan tugas-tugas yang saling bersifat diskrit
(berdiri sendiri) tersebut adalah untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Biasanya, tujuan yang dimaksud memiliki interpretasi
behavioral yang spesifik, misalnya mempelajari suatu tugas baru atau dapat
melakukan sesuatu yang lebih baik. Pendekatan ini berkembang dari
programprogram training dalam bisnis, industri, dan kemiliteran. (Hamalik,
2007:7)
5. Kurikulum Sebagai Agenda Rekonstruksi Sosial.
Sejauh mana keberanian sekolah membangun suatu tatanan sosial yang baru
( Dare the school build a new social order )? Pertanyaan ini merupakan judul
karya George S. Counts (1932) yang dipandang sebagai salah seorang perintis
rekonstruksionisme sosial dalam pendidikan. Ide Counts tersebut banyak
diperjuangkan oleh Theodore Brameld dalam dekade 1940-an dan 1950-an, yang
banyak terispirasi pemikiran Dewey. Pandangan ini berpendapat bahwa sekolah
harus mempersiapkan suatu agenda pengetahuan dan nilai-nilai yang diyakini
dapat menuntun siswa memperbaiki masyarakat dan institusi kebudayaan, serta
berbagai keyakinan dan kegiatan praktik yang mendukungnya. (Hamalik,
2007:8)
6. Kurikulum Sebagai Currere.
Saalah satu pandangan yang paling mutakhir terhadap dimensi kurikulum adalah
yang pandangan yang menekankan pada bentuk kata kerja kurikulum itu sendiri,
yaitu currere. Sebagai pengganti interpretasi dari etimologi arena pacu atau
lomba (race course) kurikulum, currere merunjuk pada jalannya lomba dan
menekankan masing-masing kapasitas individu untuk merekonseptualisasi
otobiografinya sendiri.
Dengan demikian, karakter kurikulum membentuk dan dibentuk oleh berbagai
hubungan eksternal dengan pengetahuan, perspektif, dan prakti-praktik dalam
domain kependidikan lainnya seperti administrasi, supervisi, dasar-dasar
pendidikan (sejarah dan filsafat pendidikan, termasuk sosiologi, politik,
ekonomi, antropologi bahkan perspektif sastra), studi kebijakan, evaluasi,
metodologi penelitian, subject areas, jenjang dan tingkatan pendidikan,
pengajaran, pendidikan khusus, psikologi pendidikan, dan sebagainya. Oleh
karena beberapa di antara bidang diatas memiliki relevansi langsung dengan
kurikulum jika dibandingkan dengan bidang lainnya, maka bidang-bidang yang
lebih relevan tersebut perlu dianalisis secara lebih luas dan mendalam. (Hamalik,
2007:8)
Landasan yang tepat dan kuat dalam mengembangkan kurikulum tidak hanya diperlukan oleh
para penyusun kurikulum ditingkat pusat (makro), tetapi juga harus dipahami dan dijadikan
dasar pertimbangan oleh para pengembang kurikulum ditingkat operasional (satuan
pendidikan), yaitu para guru, kepala sekolah, pengawas pendidikan (supervisor) dewan
sekolah atau komite pendidikan dan pihak-pihak lain yang terkait (stacke holder).
Landasan Filosofis
Landasan Psikologis
Landasan ini dalam pengembangan kurikulum mencakup tentang perilaku dan fungsi mental
manusia sebagai objek pendidikan secara ilmiah dan mengidentifikasinya. Dalam
pengembangan kurikulum paling tidak ada 2 (dua) cabang psikologis, yakni psikologis
perkembangan dan psikologis belajar. Ada 9 (Sembilan) aspek psikologis yang dikembangkan
dengan perantara berbagai mata pelajaran dalam kurikulum.
1. Aspek Ketakwaan
2. Aspek Cipta
3. Aspek Rasa
4. Aspek Karsa
5. Aspek Karya (Kreatif)
6. Aspek Karya (Keprigelan)
7. Aspek Kesehatan
8. Aspek Sosial
9. Aspek Individu
Landasan ini tentang nilai, tata sosial, dan tata laku manusia di masyarakatdan
mengidentifikasinya. Dengan landasan Sosial Budaya diharapkan lahirnya manusia yang
bermutu, mengerti dan mampu membangun masyarakat. Maka dari itu, kurikulum dengan
segala perangkatnya tujuan, isi bahkan proses disesuaikan dengan kondisi, karakteristik,
kekayaan dan perkembangan masyarakat.
Landasan Yuridis
Kurikulum pada dasaranya adalah produk yuridis yang ditetapkan melalui keputusan menteri
Pendidikan Nasional RI. Sebagai pengejawantahan dari kebijakan pendidikan yang ditetapkan
oleh lembaga legislatif yang mestinya mendasarkan pada konstitusi/UUD. Dengan demikian
landasan yuridis pengembangan kurikulum di NKRI ini adalah UUD 1945 (pembukaan alinia
IV dan pasal 31), peraturan-peraturan perundangan seperti: UU tentang pendidikan (UU
No.20 Tahun 2003), UU Otonomi Daerah, Surat Keputusan dari Menteri Pendidikan, Surat
Keputusan dari Dirjen Dikti, peraturan-peraturan daerah dan sebagainya.
langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik.
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses
tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya
masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak
atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum.Di dalam teori kurikulum
setidak-tidaknya terdapat empat pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum,
Ditinjau dari tipologi-tipologi filsafat pendidikan Islam sebagaimana uraian sebelumnya, maka tipologi
perennial-esensialis salafi dan perennial-esensialis mazhabi lebih cenderung kepada pendekatan subjek
akademis dan dalam beberapa hal juga pendekatan teknologis. Demikian pula, tipologi perennial-esensialis
kontektual falsitikatif juga cenderung menggunakan pendekaran subjek akademis dan dalam beberapa hal
lebih berorientasi pada pendekatan teknologis dan pendekatan humanistis. Tipologi modernis lebih
berorientasi pada pendekatan humanistis. Sedangkan tipologi rekonstruksi sosial lebih berorientasi pada
Kurikulum disajikan dalam bagian-bagian ilmu pengetahuan, mata pelajaran yang di intregasikan. Ciri-
ciri ini berhubungan dengan maksud, metode, organisasi dan evaluasi. Pendekatan subjek akademis
dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu
masing-masing. Para ahli akademis terus mencoba mengembangkan sebuah kurikulum yang akan
melengkapi peserta didik untuk masuk ke dunia pengetahuan, dengan konsep dasar dan metode untuk
mengamati, hubungan antara sesama, analisis data, dan penarikan kesimpulan. Pengembangan
kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah
apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu.
ibadah/muamalah, dan tarih/ sejarah umat Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sub-sub
mata pelajaran PAI meliputi : Al-quran Hadits, Fiqih, Aqidah Akhlaq, dan sejarah. Kelemahan
pendekatan ini adalah kegagalan dalam memberikan perhatian kepada yang lainnya, dan melihat
bagaimana isi dan disiplin dapat membawa mereka pada permasalahan kehidupan modern yang
kompleks, yang tidak dapat dijawab oleh hanya satu ilmu saja.
2. Pendekatan Humanistik
Pendekatan Humanistik dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide “memanusiakan manusia”.
Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk
memprtinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar
Kurikulum Humanistis dikembangkan oleh para ahli pendidikan Humanistis. Kurikulum ini berdasarkan
konsep aliran pendidikan pribadi yaitu John Dewey. Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada
siswa. Kurikulum Humanistis ini, guru diharapkan dapat membangun hubungan emosional yang baik dengan
peserta didiknya. Oleh karena itu, peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:
Kurikulum ini melihat kegiatan sebagai sebuah manfaat untuk peserta dimasa depan. Sesuai dengan
prinsip yang dianut, kurikulum ini menekankan integritas, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang
bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindakan. Beberapa acuan dalam kurikulum ini antara lain:
· Integrasi semua domain afeksi peserta didik, yaitu emosi, sikap, nilai-nilai, dan domain kognisi,
· Keterlibatan emosional tidak selamanya berdampak positif bagi perkembangan individual peserta
didik.
· Meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu tapi kenyataannya terdapat keseragaman
peserta didik.
Kurikulum ini sangat memperhatikan hubungan kurikulum dengan sosial masyarakat dan politik
perkembangan ekonomi. Kurikulum ini bertujuan untuk menghadapkan peserta didik pada berbagai
permasalahan manusia dan kemanusian. Permasalahan yang muncul tidak harus pengetahuan sosial saja,
tetapi di setiap disiplin ilmu termasuk ekonomi, kimia, matematika dan lain-lain. Kurikulum ini
bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri,
melainkan kegiatan bersama. Melalui interaksi ini siswa berusaha memecahkan problema-problema
yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyrakat yang lebih baik.
Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial antara lain melibatkan:
2. Studi yang melihat hubungan antara ekonomi lokal dengan ekonomi nasional atau internasional.
Pembelajaran yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial harus memenuhi 3 kriteria berikut, yaitu:
nyata, membutuhkan tindakan dan harus mengajarkan nilai. Evaluasi dalam kurikulum rekontruksi sosial
mencakup spektrum luas, yaitu kemampuan peserta didik dalam menyampaikan permasalahan, kemungkinan
pemecahan masalah, pendefinisian kembali pandangan mereka dan kemauan mengambil tindakan.
Kurikulum berbasis kompetisi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu kurikulum yang menekankan pada
sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat
nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan,
KBK memfokuskan pada perolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu
kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan
sedemikian rupa, sehingga pencapainnya dapat dinikmati dalam bentuk perilaku atau ketrampilan
peserta didik sebagai suatu kriteria keberhasilan. Kegiatan pembelajaran perlu diarahkan untuk
membentuk peserta didik menguasai sekurang-kurangnya tingkat kompetensi minimal, agar mereka
dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan konsep belajar tuntas dan
pengembangan bakat, setiap peserta didik harus diberi kesempatan untuk mencapai suatu tujuan sesuai
KBK menurut guru yang berkualitas dan profesional untuk melakukan kerjasama dalam rangka
meningkatkan kualitas pendidikan. Meskipun demikian konsep ini tentu saja tidak dapat digunakan
sebagai resep untuk memecahkan semua masalah pendidikan, namun dapat memberi sumbangan yang
Kurikulum adalah subsistem dalam dunia pendidikan yang tidak dapat dipisahkan dari proses dinamika
yang terjadi dalam masyarakat. Sedangkan kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai
yang diwujudkan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Jadi, Kurikulum Berbasis Kompentensi
adalah kurikulum yang secara dominan menekankan pada kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa
dalam setiap mata pelajaran pada setiap jenjang sekolah. Sebagai implikasinya akan terjadi pergeseran
dari dominasi penguasaan kongnitif menuju penguasaan kompetensi tertentu. Kompetensi yang dituntut
1. Kompetensi tamatan yaitu, kompetensi minimal yang harus dicapai oleh siswa setelah menamatkan
2. Kompetensi mata pelajaran, yaitu kompetensi minimal yang harus dicapai pada saat siswa
Kurikulum berbasis kompetensi merupakan kerangka inti yang memiliki empat komponen sebagai
framework, yaitu:
1. Kurikulum dan hasil belajar. Memuat perencanaan pembangunan kompetensi peserta didik yang
perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai 18 tahun dan juga memuat hasil belajar, indikator,
dan materi.
2. Penilaian berbasis kelas. Memuat prinsip sasaran dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang
lebih akurat dan konsistensebagai akuntabilitas public melalui identifikasi kompetensi dari indikator
belajar yang telah dicapai, pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai serta peta
3. Kegiatan belajar mengajar. Memuat gagasan pokok tentang pembelajaran dan pengajaran untuk
mencapai kompetensi yang ditetapkan serta gagasan pedagogis dan adragogis yang mengelola
4. Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah. Memuat berbagai pola pemberdayaan tenaga pendidikan
dan sumber daya lain untuk meningkatkan mutu hasil belajar, pola ini dilengkapi dengan gagasan
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama
dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan
kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir
dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga
peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.