Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Kurikulum
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan pembelajaran
Dosen Pembimbing : Ade Apriyanto, M.Pd

Oleh :
Pritiyanto kadira
Andi Faizal

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
NAHDLATUL ULAMA 
INDRAMAYU
2020
Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik hidayahnya
serta nikmat sehat sehingga penyusunan makalah Kurikulum Pendidikan guna memenuhi
tugas sesuai dengan yang di harapkan. Saya mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi khalayak
umum, dan tidak lupa saya memohon maaf apabila dalam penyususnan makalah ini
terdapat kesalahan baik dalam kosa kata ataupun isi dari keseluruhan makalah ini. Saya
sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.

Indramayu, 18 Desember 2020

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurikukulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang di
berikanoleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisikan rancangan
pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode
jenjang pendidikan. Adanya rancangan kurikulum merupakan ciri utama
pendidikan di sekolah. Kurikulum juga merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari pendidikan atau pengajaran . Dapat kita bayangkan, bagaimana bentuk
pelaksanaan suatu pendidikan atau pengajaran di sekolah yang tidak memiliki
kurikulum. Perubahan kurikulum dari waktu ke waktu bukan tanpa alasan dan
landasan yang jelas, sebab perubahan ini disemangati oleh keinginan untuk terus
memperbaiki, mengembangkan, dan meningkatkan kualitas sistem pendidikan
nasional. Persekolahan sebagai ujung tombak dalam implementasi kurikulum
dituntut untuk memahami dan mengaplikasikannya secara optimal dan penuh
kesungguhan, sebab mutu penyelenggaraan proses pendidikan salah satunya
dilihat dari hal tersebut.

B. Rumusan Masalah.
1. Apakah Pengertian kurikulum ?
2. Apa peran kurikulum ?
3. Apa Fungsi dan Tujuan Kurikulum ?
4. Jelaskan Pengembangan Kurikulum ?
5. Jelaskan Manajemen Terhadap Kurikulum ?
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum.
Banyak orang yang menganggap kurikulum berkaitan dengan bahan ajar atau buku-
buku pelajaran yang harus dimiliki anak didik, sehingga perubahan kurikulum
identik dengan perubahan buku pelajaran. Persoalan kurikulum bukan hanya
persoalan buku ajar, akan tetapi banyak persoalan lainnya termasuk persoalan arah
dan tujuan pendidikan, persoalan materi pelajaran, serta persoalan-persoalan lainnya
yang terkait dengan hal itu. Istilah kurikulum digunakan pertama kali pada dunia
olahraga pada zaman Yunani Kuno yang berasal dari kata curir dan curere.
Selanjutnya istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan.
Para ahli pendidikan memiliki penafsiran yang berbeda tentang kurikulum. Namun
demikian, dalam penafsiran yang berbeda itu, ada juga kesamaan . kesamaan tersebut
adalah, bahwa kurikulum berhubungan erat dengan usaha mengembangkan peserta
didik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. (Sanjaya, 2008:3) Secara tminologi,
istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan, yaitu sejumlah pengetahuan
atau kemampuan yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa guna mencapai
tingkatan tertentu secara formal dan dapat dipertanggung jawabkan.
Menurut UU No.20 tahun 2003
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan sebuah pengaturan berkaitan
dengan tujuan, isi, bahan ajar dan cara yang digunakan sebagai pedoman dalam
penyelenggara kegiatan pembelajaran untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan
nasional.
Prof. DR. S. Nasution, M. A. Kurikulum sebagai suatu rencana yang disusun untuk
melancarkan proses kegiatan belajar mengajar di bawah naungan, bimbingan dan
tanggung jawab sekolah/lembaga pendidikan.
George A. Beaucham (1976) Kurikulum diartikan sebagai dokumen tertulis yang
berisikan seluruh mata pelajaran yang akan diajarkan kepada peserta didik melalui
pilihan berbagai disiplin ilmu dan rumusan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
1. Kurikulum Sebagai Suatu Program Kegiatan Yang Terencana.
Berdasarkan pandangan komprehensif terhadap setiap kegiatan yang
direncanakan untuk dialami seluruh siswa, kurikulum berupaya menggabungkan
ruang lingkup, rangkaian, interpretasi, keseimbangan subject matter, teknik
mengajar, dan hal lain yang dapat direncanakan sebelumnya ( Saylor, Alexander,
dan Lewis, 1986 ). (Hamalik, 2007:5)
2. Kurikulum Sebagai Hasil Belajar Yang Diharapkan.
Beberapa penulis kurikulum ( Johnson, 1977 dan Posner, 1982 ) menyatakan
bahwa kurikulum seharusnya tidak dipandang sebagai aktivitas , tetapi
difokuskan secara langsung pada berbagai hasil belajar yang diharapkan
( intended learning outcomes ). Kajian ini menekankan perubahan cara pandang
kurikulum, dari kurikulum sebagai alat (means) menjadi kurikulum srbagai
tujuan atau akhir yang akan dicapai (ends). Salah satu alasan utama adalah
karena hasil belajar yang diharapkan merupakan dasar bagi perencanaan dan
perumusan berbagai tujuan kegiatan pembelajaran. (Hamalik, 2007:6)
3. Kurikulum Sebagai Reproduksi Kultural ( Cultural Reproduction ).
Sekolah bertugas memproduksi pengetahuan dan nilai-nilai yang penting bagi
generasi penerus. Masyarakat, negara atau bangsa bertanggung jawab
mengidentifikasi keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan berbagai
apresiasi yang akan diajarkan. Sementara itu, pihak pendidik profesional
bertanggung jawab untuk melihat apakah skill, knowledge, dan apresiasi tersebut
sudah diinformasikan ke dalam kurikulum yang dapat disampaikan kepada
anakanak dan generasi muda. Beberapa contoh dari pandangan kurikulum
sebagai reproduksi kultural ini adalah berbagai peristiwa patriotik dalam sejarah
nasional, sistem ekonomi yang dominan (komunistik atau kapitalistik), berbagai
konvensi kebudayaan, kebiasaan, dan aturan adat istiadat (lore dan folkways),
serta nilai-nilai agama yang ada di berbagai sekolah yang bernaung di bawah
lembaga keagamaan seperti parochial school dan sekolah-sekolah umumnya.
(Hamalik, 2007:6)
4. Kurikulum Sebagai Kumpulan Tugas dan Konsep Diskrit.
Pandangan ini berpendapat bahwa kurikuum merupakan satu kumpulan tugas
dan konsep (discrete tasks and concept) yang harus dikuasai siswa. Dalam hal
ini, diasumsikan bahwa penguasaan tugas-tugas yang saling bersifat diskrit
(berdiri sendiri) tersebut adalah untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Biasanya, tujuan yang dimaksud memiliki interpretasi
behavioral yang spesifik, misalnya mempelajari suatu tugas baru atau dapat
melakukan sesuatu yang lebih baik. Pendekatan ini berkembang dari
programprogram training dalam bisnis, industri, dan kemiliteran. (Hamalik,
2007:7)
5. Kurikulum Sebagai Agenda Rekonstruksi Sosial.
Sejauh mana keberanian sekolah membangun suatu tatanan sosial yang baru
( Dare the school build a new social order )? Pertanyaan ini merupakan judul
karya George S. Counts (1932) yang dipandang sebagai salah seorang perintis
rekonstruksionisme sosial dalam pendidikan. Ide Counts tersebut banyak
diperjuangkan oleh Theodore Brameld dalam dekade 1940-an dan 1950-an, yang
banyak terispirasi pemikiran Dewey. Pandangan ini berpendapat bahwa sekolah
harus mempersiapkan suatu agenda pengetahuan dan nilai-nilai yang diyakini
dapat menuntun siswa memperbaiki masyarakat dan institusi kebudayaan, serta
berbagai keyakinan dan kegiatan praktik yang mendukungnya. (Hamalik,
2007:8)
6. Kurikulum Sebagai Currere.
Saalah satu pandangan yang paling mutakhir terhadap dimensi kurikulum adalah
yang pandangan yang menekankan pada bentuk kata kerja kurikulum itu sendiri,
yaitu currere. Sebagai pengganti interpretasi dari etimologi arena pacu atau
lomba (race course) kurikulum, currere merunjuk pada jalannya lomba dan
menekankan masing-masing kapasitas individu untuk merekonseptualisasi
otobiografinya sendiri.
Dengan demikian, karakter kurikulum membentuk dan dibentuk oleh berbagai
hubungan eksternal dengan pengetahuan, perspektif, dan prakti-praktik dalam
domain kependidikan lainnya seperti administrasi, supervisi, dasar-dasar
pendidikan (sejarah dan filsafat pendidikan, termasuk sosiologi, politik,
ekonomi, antropologi bahkan perspektif sastra), studi kebijakan, evaluasi,
metodologi penelitian, subject areas, jenjang dan tingkatan pendidikan,
pengajaran, pendidikan khusus, psikologi pendidikan, dan sebagainya. Oleh
karena beberapa di antara bidang diatas memiliki relevansi langsung dengan
kurikulum jika dibandingkan dengan bidang lainnya, maka bidang-bidang yang
lebih relevan tersebut perlu dianalisis secara lebih luas dan mendalam. (Hamalik,
2007:8)

B. Landasan Pengembangan Kurikulum

Kurikulum yang menjadi rancangan pendidikan menjadikannya mempunyai kedudukan


penting dalam dunia pendidikan. Maka dalam penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan
tanpa adanya landasan yang kokoh. Dengan landasan tersebut menghasilkan program
pendidikan yang terarah dalam melaksanakan tujuan pendidikan.

Landasan yang tepat dan kuat dalam mengembangkan kurikulum tidak hanya diperlukan oleh
para penyusun kurikulum ditingkat pusat (makro),  tetapi juga  harus dipahami dan dijadikan
dasar pertimbangan oleh para pengembang kurikulum ditingkat operasional (satuan
pendidikan), yaitu para guru, kepala sekolah, pengawas pendidikan (supervisor) dewan
sekolah atau komite pendidikan dan pihak-pihak lain yang terkait (stacke holder).

Landasan dalam pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut:

Landasan Filosofis

Landasan ini dalam pengembangan kurikulum mencakup tentang landasan filsafat,


mengidentifikasi dan mengimplitasikannya. Dengan filsafat metodologi praktik pendidikan
terarah, timbal baliknya Pratik pendidikan itus endiri menjadi bahan bagi pertimbangan
filosofis pendidikan. Sehingga landasan filosofis menjadi landasan penting dalam
pengembangan kurikulum. Filsafat pendidikan menjadi dasar dan arah pendidikan, sedangkan
pelaksanaannya melalui proses pendidikan.

Landasan Psikologis

Landasan ini dalam pengembangan kurikulum mencakup tentang perilaku dan fungsi mental
manusia sebagai objek pendidikan secara ilmiah dan mengidentifikasinya. Dalam
pengembangan kurikulum paling tidak ada 2 (dua) cabang psikologis, yakni psikologis
perkembangan dan psikologis belajar. Ada 9 (Sembilan) aspek psikologis yang dikembangkan
dengan perantara berbagai mata pelajaran dalam kurikulum.

1. Aspek Ketakwaan
2. Aspek Cipta
3. Aspek Rasa
4. Aspek Karsa
5. Aspek Karya (Kreatif)
6. Aspek Karya (Keprigelan)
7. Aspek Kesehatan
8. Aspek Sosial
9. Aspek Individu

Landasan Sosial Budaya

Landasan ini tentang nilai, tata sosial, dan tata laku manusia di masyarakatdan
mengidentifikasinya. Dengan landasan Sosial Budaya diharapkan lahirnya manusia yang
bermutu, mengerti dan mampu membangun masyarakat. Maka dari itu, kurikulum dengan
segala perangkatnya tujuan, isi bahkan proses disesuaikan dengan kondisi, karakteristik,
kekayaan dan perkembangan masyarakat.

Landasan Yuridis

Kurikulum pada dasaranya adalah produk yuridis yang ditetapkan melalui keputusan menteri
Pendidikan Nasional RI. Sebagai pengejawantahan dari kebijakan pendidikan yang ditetapkan
oleh lembaga legislatif yang mestinya mendasarkan pada konstitusi/UUD. Dengan demikian
landasan yuridis pengembangan kurikulum di NKRI ini adalah UUD 1945 (pembukaan alinia
IV dan pasal 31), peraturan-peraturan perundangan seperti: UU tentang pendidikan (UU
No.20 Tahun 2003), UU Otonomi Daerah, Surat Keputusan dari Menteri Pendidikan, Surat
Keputusan dari Dirjen Dikti, peraturan-peraturan daerah dan sebagainya.

C. Prinsip Pengembangan Kurikulum


Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya
mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah
awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil
tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta
didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha
mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi
kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan
seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah
direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak
hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di
dalamnya melibatkan banyak orang, seperti : politikus, pengusaha, orang tua peserta didik,
serta unsur – unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada
dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum.
Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah
berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru.
Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin
terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di
lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang
digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum.
Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip – prinsip
umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip
khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi
pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan
dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan
penilaian. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam
pengembangan kurikulum, yaitu :
1. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara
komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi).
Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi
dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan
dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan
perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
2. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang
dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya,
memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi
tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang
peserta didik.
3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara
vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan
kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas,
antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat
mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal,
cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum
mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun
kuantitas.
D. PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti

langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik.

Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses

tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya

masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak

atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum.Di dalam teori kurikulum

setidak-tidaknya terdapat empat pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum,

yaitu: pendekatan subjek akademis; pendekatan humanistis; pendekatan teknologis/kompetensi; dan

pendekatan rekontruksi sosial.

Ditinjau dari tipologi-tipologi filsafat pendidikan Islam sebagaimana uraian sebelumnya, maka tipologi

perennial-esensialis salafi dan perennial-esensialis mazhabi lebih cenderung kepada pendekatan subjek
akademis dan dalam beberapa hal juga pendekatan teknologis. Demikian pula, tipologi perennial-esensialis

kontektual falsitikatif juga cenderung menggunakan pendekaran subjek akademis dan dalam beberapa hal

lebih berorientasi pada pendekatan teknologis dan pendekatan humanistis. Tipologi modernis lebih

berorientasi pada pendekatan humanistis. Sedangkan tipologi rekonstruksi sosial lebih berorientasi pada

pendekatan rekonstruksi sosial.

1.      Pendekatan Subjek Akademis

Kurikulum disajikan dalam bagian-bagian ilmu pengetahuan, mata pelajaran yang di intregasikan. Ciri-

ciri ini berhubungan dengan maksud, metode, organisasi dan evaluasi. Pendekatan subjek akademis

dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu

masing-masing. Para ahli akademis terus mencoba mengembangkan sebuah kurikulum yang akan

melengkapi peserta didik untuk masuk ke dunia pengetahuan, dengan  konsep dasar dan metode untuk

mengamati, hubungan antara sesama, analisis data, dan penarikan kesimpulan. Pengembangan

kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah

apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu.

Pendidikan agama Islam di sekolah meliputi aspek Al-quran/Hadist, keimanan, akhlak,

ibadah/muamalah, dan tarih/ sejarah umat Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sub-sub

mata pelajaran PAI meliputi : Al-quran Hadits, Fiqih, Aqidah Akhlaq, dan sejarah. Kelemahan

pendekatan ini adalah kegagalan dalam memberikan perhatian kepada yang lainnya, dan melihat

bagaimana isi dan disiplin dapat membawa mereka pada permasalahan kehidupan modern yang

kompleks, yang tidak dapat dijawab oleh hanya satu ilmu saja.

2.      Pendekatan Humanistik

Pendekatan Humanistik dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide “memanusiakan manusia”.

Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk

memprtinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar

pengembangan program pendidikan.

Kurikulum Humanistis dikembangkan oleh para ahli pendidikan Humanistis. Kurikulum ini berdasarkan

konsep aliran pendidikan pribadi yaitu John Dewey. Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada

siswa. Kurikulum Humanistis ini, guru diharapkan dapat membangun hubungan emosional yang baik dengan

peserta didiknya. Oleh karena itu, peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:

·         Mendengar pandangan realitas peserta didik secara komprehensif.

·         Menghormati individu peserta didik.

·         Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat.


Dalam pendekatan Humanistis ini, peserta didik diajar untuk membedakan hasil berdasarkan maknanya.

Kurikulum ini melihat kegiatan sebagai sebuah manfaat untuk peserta dimasa depan. Sesuai dengan

prinsip yang dianut, kurikulum ini menekankan integritas, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang

bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindakan. Beberapa acuan dalam kurikulum ini antara lain:

·         Integrasi semua domain afeksi peserta didik, yaitu emosi, sikap, nilai-nilai, dan domain kognisi,

yaitu kemampuan dan pengetahuan.

·         Kesadaran dan kepentingan.

·         Respon terhadap ukuran tertentu, seperti kedalaman suatu keterampilan.

Kurikulum Humanistis memiliki kelemahan, antara lain:

·         Keterlibatan emosional tidak selamanya berdampak positif bagi perkembangan individual peserta

didik.

·         Meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu tapi kenyataannya terdapat keseragaman

peserta didik.

·         Kurikulum ini kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.

·         Dalam kurikulum ini prisip-prinsip psikologis yang ada kurang terhubungkan.

3.        Pendekatan Rekrontruksi Sosial

Kurikulum ini sangat memperhatikan hubungan kurikulum dengan sosial masyarakat dan politik

perkembangan ekonomi. Kurikulum ini bertujuan untuk menghadapkan peserta didik pada berbagai

permasalahan manusia dan kemanusian. Permasalahan yang muncul tidak harus pengetahuan sosial saja,

tetapi di setiap disiplin ilmu termasuk ekonomi, kimia, matematika dan lain-lain. Kurikulum ini

bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri,

melainkan kegiatan bersama. Melalui interaksi ini siswa berusaha memecahkan problema-problema

yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyrakat yang lebih baik.

Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial antara lain melibatkan:

1.      Survey kritis terhadap suatu masyarakat.

2.      Studi yang melihat hubungan antara ekonomi lokal dengan ekonomi nasional atau internasional.

3.      Study pengaruh sejarah dan kecenderungan situasi ekonomi lokal.

4.      Uji coba kaitan praktek politik dengan perekonomian.

5.      Berbagai pertimbangan perubahan politik.

6.      Pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya.

Pembelajaran yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial harus memenuhi 3 kriteria berikut, yaitu:

nyata, membutuhkan tindakan dan harus mengajarkan nilai. Evaluasi dalam kurikulum rekontruksi sosial
mencakup spektrum luas, yaitu kemampuan peserta didik dalam menyampaikan permasalahan, kemungkinan

pemecahan masalah, pendefinisian kembali pandangan mereka dan kemauan mengambil tindakan.

4.        Pendekatan Berbasis Kompetensi

Kurikulum berbasis kompetisi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu kurikulum yang menekankan pada

pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu,

sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat

kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan pemahaman, kemampuan,

nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan,

dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.

KBK memfokuskan pada perolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu

kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan

sedemikian rupa, sehingga pencapainnya dapat dinikmati dalam bentuk perilaku atau ketrampilan

peserta didik sebagai suatu kriteria keberhasilan. Kegiatan pembelajaran perlu diarahkan untuk

membentuk peserta didik menguasai sekurang-kurangnya tingkat kompetensi minimal, agar mereka

dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan konsep belajar tuntas dan

pengembangan bakat, setiap peserta didik harus diberi kesempatan untuk mencapai suatu tujuan sesuai

dengan kemampuan dan kecepatan belajar masing-masing.

KBK menurut guru yang berkualitas dan profesional untuk melakukan kerjasama dalam rangka

meningkatkan kualitas pendidikan. Meskipun demikian konsep ini tentu saja tidak dapat digunakan

sebagai resep untuk memecahkan semua masalah pendidikan, namun dapat memberi sumbangan yang

cukup signifikan terhadap perbaikan pendidikan.

Kurikulum adalah subsistem dalam dunia pendidikan yang tidak dapat dipisahkan dari proses dinamika

yang terjadi dalam masyarakat. Sedangkan kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai

yang diwujudkan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Jadi, Kurikulum Berbasis Kompentensi

adalah kurikulum yang secara dominan menekankan pada kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa

dalam setiap mata pelajaran pada setiap jenjang sekolah. Sebagai implikasinya akan terjadi pergeseran

dari dominasi penguasaan kongnitif menuju penguasaan kompetensi tertentu. Kompetensi yang dituntut

terbagi atas tiga jenis, yaitu:

1.      Kompetensi tamatan yaitu, kompetensi minimal yang harus dicapai oleh siswa setelah menamatkan

sesuatu jenjang paendidikan tertentu.

2.      Kompetensi mata pelajaran, yaitu kompetensi minimal yang harus dicapai pada saat siswa

menyelesaikan mata pelajaran tertentu.


3.      Kompetensi dasar, yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai oleh siswa dalam setiap bahasan

atau materi tertentu dalam satu bidang tertentu. 

Kurikulum berbasis kompetensi merupakan kerangka inti yang memiliki empat komponen sebagai

framework, yaitu:

1.       Kurikulum dan hasil belajar. Memuat perencanaan pembangunan kompetensi peserta didik yang

perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai 18 tahun dan juga memuat hasil belajar, indikator,

dan materi.

2.       Penilaian berbasis kelas. Memuat prinsip sasaran dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang

lebih akurat dan konsistensebagai akuntabilitas public melalui identifikasi kompetensi dari indikator

belajar yang telah dicapai, pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai serta peta

kemajuan belajar siswa dan pelaporan.

3.       Kegiatan belajar mengajar. Memuat gagasan pokok tentang pembelajaran dan pengajaran untuk

mencapai kompetensi yang ditetapkan serta gagasan pedagogis dan adragogis yang mengelola

pembelajaran agar tidak mekanistik.

4.       Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah. Memuat berbagai pola pemberdayaan tenaga pendidikan

dan sumber daya lain untuk meningkatkan mutu hasil belajar, pola ini dilengkapi dengan gagasan

pembentukan kurrikulum (curriculum council), pengambangan perangkat kurikulum.

E.    KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)


Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan
tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai oleh siswa, penilaian,
kegiatan belajar mengajar, dan pemeberdayaan sumber daya
pendidikan( Depdiknas 2002).  KBK merupakan sebuah konsep kurikulum yang
menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-
tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh
siswa, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau  Kurikulum 2004, adalah 
kurikulum  dalam dunia  pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak
tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum ini
sejak sebelum diterapkannya. Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tak
berbeda dari Kurikulum 1994, perbedaannya hanya pada cara para murid belajar
di kelas.
Dalam kurikulum terdahulu, para murid dikondisikan dengan sistem caturwulan.
Sedangkan dalam kurikulum baru ini, para siswa dikondisikan dalam sistem
semester. Dahulu pun, para murid hanya belajar pada isi  materi pelajaran belaka,
yakni menerima materi dari guru saja. Dalam kurikulum 2004 ini, para murid
dituntut aktif mengembangkan keterampilan untuk menerapkan IPTek tanpa
meninggalkan kerja sama dan solidaritas, meski sesungguhnya antar siswa saling
berkompetisi. Jadi di sini, guru hanya bertindak sebagai fasilitator, namun meski
begitu pendidikan yang ada ialah pendidikan untuk semua. Dalam kegiatan di
kelas, para siswa bukan lagi objek, namun subjek. Dan setiap kegiatan siswa ada
nilainya.

  Kelebihan dan Kelemahan Kurikulum

a.       KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)


Kelebihannya adalah :
1.      Mengembangkan kompetensi-kompetensi peserta didk pada setiap aspek mata
pelajaran dan bukan pada penekanan penguasaan konten mata pelajaran itu
sendiri.
2.      KBK bersifat alamiah (konstekstual), karena berangkat berfokus dan bermuara
pada hakekat peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai
dengan potensinya masing-masing. Dalam hal ini peserta didik merupakan subjek
belajar dan proses belajar berlangsung secara alamiah dalam bentuk bekerja dan
mengalami berdasarkan standar kompetensi tertentu, bukan transfer pengetahuan
(transfer of knowledge).
3.      Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) boleh jadi mendasari pengembangan
kemampuan-kemampuan lain. Penguasaan ilmu pengetahuan dan keahlian
tertentu dalam suatu pekerjaan, kemampuan memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari, serta aspek-aspek kepribadian dapat dilakukan secara
optimal berdasarkan standar kompetensi tertentu.
4.      Mengembangakan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik /siswa
(student oriented). Peserta didik dapat bergerak aktif secara fisik ketika belajar
dengan memanfaatkan indra seoptimal mungkin dan membuat seluruh tubuh serta
pikiran terlibat dalam proses belajar. Dengan demikian, peserta dapat belajar
dengan bergerak dan berbuat, belajar dengan berbicara dan mendengar, belajar
dengan mengamati dan menggambarkan, serta belajar dengan memecahkan
masalah dan berpikir. Pengalaman-pengalaman itu dapat diperoleh melalui
kegiatan mengindra, mengingat, berpikir, merasa, berimajinasi, menyimpulkan,
dan menguraikan sesuatu. Kegiatan tersebut dijabarkan melalui kegiatan
mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Kekurangannya adalah :
1.      Dalam kurikulum dan hasil belajar indikator sudah disusun, padahal indikator
sebaiknya disusun oleh guru, karena guru yang paling mengetahui tentang kondisi
peserta didik dan lingkungan.
2.      Konsep KBK sering mengalami perubahan termasuk pada urutan standar
kompetensi dan kompetensi dasar sehingga menyulitkan guru untuk merancang
pembelajaran secara berkelanjutan.
3.      Paradigma guru dalam pembelajaran KBK masih seperti kurikulum-kurikulum
sebelumnya yang lebih pada teacher oriented.
4.      Memandang  kompetensi  sebagai sebuah entitas yang bersifat tunggal, padahal
kompetensi merupakan ” a complex  combination of knowledge,attitudes, skills
and values displayed in the context of task performance “. ( Gonczi,1997), sistem
pengukuran perilaku yang menggunakan paradigma behaviorisme ditengarai tidak
mampu mengukur sesuatu perilaku yang dihasilkan dari pembelajaran bermakna
(significant learning) (Barrie dan Pace,1997), dan kendala yang dihadapi dalam
mengimplementasikan KBK adalah waktu,biaya dan tenaga yang banyak.
 KTSP(Kompetensi Tingkat Satuan Pendidikan)

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah  kurikulum  


operasional  pendidikan  yang disusun oleh  dan dilaksanakan di masing-masing
satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan  oleh Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang system Pendidikan nasional dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008
dengan mengacu pada Standar Isi (SI) danStandar Kompetensi Lulusan (SKL)
untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006
dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang
dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan
memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi)
kepada lembaga pendidikan.  Secara khusus diterapkannya KTSP adalah untuk :
1.      Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
menge,bangkan kurikulum, mengelola, dan memberdayakan sumber daya yang
tersedia;
2.      Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan
kurikulum melalui pengambilan keputuasan bersama;
3.      Meningkatkan kompetensi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas
pendidikan yang akan dicapai.
  KTSP(Kompetensi Tingkat Satuan Pendidikan)
Kelebihannya adalah :
1.      KTSP sangat memungkinkan bagisetiap sekolah untuk menitikberatkan dan
mengembangkan mata pelajaran tertentu yang dianggap paling dibutuhkan
siswanya. Sebagai contoh daerah kawasan wisata dapat mengembangkan
kepariwisataan dan bahasa inggris, sebagai keterampilan hidup.
2.      KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat. Karena beban
belajar yang berat dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak.
3.      KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk
mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan.
4.      Guru sebagai pengajar, pembimbing, pelatih, dan pengembang kurikulum.
5.      Kurikulum sangat humanis, yaitu memberikan kesempatan kepada guru untuk
mengembangkan isi/konten kurikulum sesuai dengan kondisi sekolah,
kemampuan siswa, dan kondisi daerahnya masing-masing.
Kelemahannya adalah :
1.       Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada
kebanyakan satuan pendidikan yang ada serta minimnya kualitas guru dan
sekolah.
2.       Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan
dari pelaksanaan KTSP.
3.       Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik
konsep, penyusunannya, maupun prakteknya di lapangan.
4.       Penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan
berdampak berkurangnya pendapatan guru. Sulit untuk memenuhi kewajiban
mengajar 24 jam, sebagai syarat sertifikasi guru untuk mendapatkan tunjangan
profesi.

   Kurikulum 2013 (K 13)


Kurikulum terbaru saat ini yang digunakan di Indonesia yaitu Kurikulum
Tahun 2013, di mana kurikulum ini lebih mirip dengan Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Model kurikulum berbasis kompetensi ini ditandai oleh
pengembangan kompetensi berupa sikap, pengetahuan, keterampilan berpikir, dan
keterampilan psikomotorik yang dikemas dalam berbagai mata pelajaran.
Walaupun hampir mirip dengan model Kurikulum Berbasis Kompetensi, akan
tetapi masih ada juga perbedaan-perbedaannya. Kurikulum dikembangkan dengan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan
kemampuan yang mereka miliki. Di dalam kurikulum ini memandang bahwa
setiap peserta didik itu memiliki potensinya masing-masing yang perlu digali dan
dikembangkan, sehingga kelak potensinya tersebut dapat bermanfaat di dalam
kehidupan si peserta didik nantinya dalam bermasyarakat. Kurikulum ini
dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa setiap peserta didik berada pada posisi
sentral dan aktif dalam belajar, sehingga dapat dikatakan bahwa guru hanya
sebagai fasilitator saja.
Peran peserta didik di dalam kegiatan pembelajaran itu lebih diutamakan,
sehingga potensi-potensi yang ada di dalam diri peserta didik menjadi lebih
tersalurkan dan dapat berkembang. Penyelenggaraan pendidikan seperti yang
disampaikan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses berkembangnya
kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di masa depan.
Kurikulum 2013 (K 13)
Kelebihannya adalah :
1.      Lebih menekankan pada pendidikan karakter. Selain kreatif dan inovatif,
pendidikan karakter juga penting yang nantinya terintegrasi menjadi satu.
Misalnya, pendidikan budi pekerti luhur dan karakter harus diintegrasikan
kesemua program studi.
2.      Asumsi dari kurikulum 2013 adalah tidak ada perbedaan antara anak desa atau
kota. Seringkali anak di desa cenderung tidak diberi kesempatan untuk
memaksimalkan potensi mereka.
3.      Merangsang pendidikan siswa dari awal, misalnya melalui jenjang  pendidikan
anak usia dini.
4.      Kesiapan terletak pada guru. Guru juga harus terus dipacu kemampuannya 
melalui pelatihan-pelatihan dan pendidikan calon guru untuk meningkatkan
kecakapan profesionalisme secara terus menerus.
Kekurangannya adalah :
1.         Pemerintah seolah melihat semua guru dan siswa memiliki kapasitas yang
sama dalam kurikulum 2013. Guru juga tidak pernah dilibatkan langsung dalam
proses pengembangan kurikulum 2013.
2.         Tidak ada keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil dalam
kurikulum 2013. Keseimbangan sulit dicapai karena kebijakan ujian nasional
(UN) masih diberlakukan.
3.         Pengintegrasian mata pelajaran IPA dan IPS dalam mata pelajaran Bahasa
Indonesia untuk jenjang pendidikan dasar tidak tepat, karena rumpun ilmu
pelajaran-pelajaran tersebut berbeda.

F. Faktor-faktor penyebab perubahan kurikulum

1. Adanya perkembangan dan perubahan bangsa yang satu


dengan yang lain.

Perubahan perhatian dan perluasan bentuk pembelajaran harus


mendapat perhatian. Perubahan praktek pendidikan di suatu
Negara harus mendapan perhatian serius, agar pendidikan di
Negara kita tidak ketinggalan zaman. Tetapi tentu perubahan
kurikulum harus disesuaikan denga kondisi setempat, kurikulum
Negara lain tidak sepenuhnya diadopsi karena adanya perbedaan-
perbedaan baik ideologi, agama, ekonomi, sosial, maupun
budaya.

2. Berkembangnya industri dan produksi atau teknologi. 

Pesatnya perubahan di bidang teknologi harus disikapi dengan


cepat, karena kalau tidak demikian maka output dari lembaga
pendidikan akan menjadi makhluk terasing yang akanhidup di
dunianya. Kurikulum harus mampu menciptakan manusia-
manusia yang siap pakai di segala bidang yang diminatinya,
bahkan mampu menciptakan dunia sendiri yang baru bukan
hanya mampu mengikuti dunia itu.
3. Orientasi politik dan praktek kenegaraan. 

Praktek politik kenegaraan memegang peranan penting dalam


perubahan kurikulum. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa
pendidikan termasuk kurikulum itu tidak dapat terlepas dari
perpolitikan suatu bangsa. Oleh karena itulah orientasi politik
Negara harus diarahkan pada pemantapan demokrasi yang sejati,
sehingga sistem pendidikan akan berjalan dengan baik tanpa
dibayangi ketakutan terhadap kekuasaan atau penguasa.

4. Pandangan intelektual yang berubah. 

Selama ini pendidikan di Indonesia lebih diarahkan pada


pencapaian materi sebanyak-banyaknya daripada mencapai suatu
kemampuan tau kompetensi tertentu. Sehingga outputnya kurang
berkualitas di bandingkan dengan Negara lain. Untuk
meningkatkan kualitas itulah maka pemerintah mengupayakan
dilaksanakannya kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang
dirintis seja tanggal 26 Juni 2002, kemudian pada tahun 2006
diberlakukan kurikulum baru yaitu KTSP dan sekarang mulai
dirintis kurikulum terbaru yaitu Kurikulum 2013 dengan basis
yang sanma dengan perubahan dan penekanan pada aspek
tertentu.

5. Pemikiran baru mengenai proses belajar-mengajar. 

Banyak sekali pemikiran, konsep atau teori baru dalam proses


pembelajaran, walaupun pemikiran itu kadang hanyalah
perubahan pada titik tekannya saja. Misalnya mengenai active
learningatau (CBSA),contextual learning, quntum teaching-
learning dan lain-lain, untuk dapat mengaktifkan seorang individu
siswa dan mengaktifkan kelompok. 
6. Perubahan dalam masyarakat.

Masyarakat adalah suatu komunitas yang dinamis dan akan selalu


berubah, baik perubahan kearah positif maupun negatif
perubahan positif antara lainadalah kesadaran masyarakat
terhadap kebutuhan pendidikan anak, terutama lagi kalangan
menengah ke atas, dengan menyediakan fasilitas yang memadai
seperti alat komunikasi, transportasi, komputer dan internet.
Perubahan kearah negatif sesungguhnya lebih banyak terjadi
akibat efek tidak baik karena kemudahan-kemudahan yang
dialami oleh manusia modern, seperti mudahnya berkomunikasi
antar individu yang kemudian disalahgunakan untuk kejahatan.

7. Eksploitasi ilmu pengetahuan. 

Dengan pesatnya kemajuan di berbagai bidang kehidupan, tentu


ilmu pengetahuan mendapat porsi dalam kehidupan manusia.
Banyak sekali disiplin ilmu pengetahuan baru yang pada dekade
sebelumnya belum dikenal. Oleh karena itu kurikulum paling
tidak harus disesuaikan dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan, agar anak memiliki bekal yang cukup untuk
menghadapi kehidupan di masa depan.

Perbaikan kurikulum biasanya mengenai satu atau beberapa


aspek dari kurikulum. Sedangkan perubahan kurikulum mengenai
perubahan-perubahan dasarnya, baik mengenai tujuan maupun
alat-alat atau cara-cara untuk mencapai tujuan itu.sebelum
merubah kurikulum hendaknya diadakan penilaian tentang
kirikulum yang sedang di jalankan

BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama
dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan
kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir
dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga
peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.

Anda mungkin juga menyukai