Anda di halaman 1dari 11

BAB II

A. Batasan - Batasan Kurikulum Secara Umum


1. Kurikulum Sebagai Suatu Program Kegiatan Yang Terencana
Berdasarkan pandangan komprehensif terhadap setiap kegiatan yang
direncanakan untuk dialami seluruh siswa, kurikulum berupaya menggabungkan
ruang lingkup, rangkaian, interpretasi, keseimbangan subject matter, teknik mengajar,
dan hal lain yang dapat direncanakan sebelumnya (Saylor, Alexander, dan Lewis,
1986). Pada hakikatnya, kurikulum sebagai suatu program kegiatan terencana
(program of planned activities) memiliki rentang yang cukup luas, hingga membentuk
suatu pandangan yang menyeluruh. Di suatu pihak, kurikulum dipandang sebagai
suatu dokumen tertulis (Beaucham, 1981) dan di lain pihak, kurikulum dipandang
sebagai rencana yang tidak tertulis yang terdapat dalam pikiran pihak pendidik
(Taylor, 1970).
2. Kurikulum Sebagai Hasil Belajar Yang Diharapkan
Beberapa penulis kurikulum (Johnson, 1977 dan Posner, 1982) menyatakan
bahwa kurikulum seharusnya tidak dipandang sebagai aktivitas, tetapi difokuskan
secara langsung pada berbagai hasil belajar yang diharapkan (intended learning
outcomes). Kajian ini menekankan perubahan cadra pandang kurikulum, dari
kurikulum sebagai alat (means) menjadi kurikulum sebagai tujuan atau akhir yang
akan dicapai (ends). Ssalah satu alasan utama adalah karena hasil belajar yang
diharapkan merupakan dasar bagi perencanaan dan perumusan berbagai tujuan
kegiatan pembelajaran.
Dalam konteks ini, tujuan pembelajaran tidak lagi dirumuskan dalam retorika
global seperti “Siswa memiliki apresiasi terhadap warisan budaya”, tetapi dirumuskan
dalam serangkaian hasil belajar yang terstruktur. Artinya, setiap kegiatan, pengajaran,
desain lingkungan, dan sebagainya, difungsikan sedemikian rupa sehingga saling
mendukung untuk mencapai tujuan akhir yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dalam pandangan ini, hasil belajar yang diharapkan tersebut tidak dapat disamakan
dengan kurikulum itu sendiri, tetapi lebih merupakan dunia kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan akhir (hasil belajar) yang diharapkan.
3. Kurikulum Sebagai Reproduksi Kultural (Cultural Reproduction)
Sebagian ahli pendidikan berpandangan bahwa kurikulum dalam setiap
masyarakat atau budaya seharusnya menjadi refleksi dari budaya masyarakat itu
sendiri. Sekolah bertugas memproduksi pengetahuan dan nilai-nilai yang penting bagi
generasi penerus. Masyarakat, negara atau bangsa bertanggung jawab
mengidentifikasi ketrampilan, pengetahuan, dan berbagai apresiasi yang akan
diajarkan. Sementara itu, pihak pendidik profesional bertanggung jawab untuk
melihat apakah ketrampilan, pengetahuan, dan apresiasi tersebut telah
ditransformasikan ke dalam kurikulum yang dapat disampaikan kepada anak-anak dan
generasi muda.
Beberapa contoh dari pandangan kurikulum sebagai reproduksi kultural ini
adalah berbagai peristiwa partriotik dalam sejarah nasional, sistem ekonomi yang
dominan (komunistik atau kapitalistik), berbagai konvensi kebudayaan, kebiasaan,
dan aturan adat istiadat , serta nilai-nilai agama yang ada di berbagai sekolah yang
bernaung di bawah lembaga keagamaan seperti parochical school dan sekolah-sekolah
umum. Pengembangan kurikulum semacam ini dimaksudkan untuk meneruskan
nilai-nilai kultural kepada generasi penerus melalui lembaga penerus.
Pada mulanya, model kurikulum ini dikembangkan dalam masyarakat industri,
ketika para orang tua tidak sempat lagi memberikan pelatihan pada anak-anak mereka,
sehingga pelatihan tersebut di percayakan kepada lembaga-lembaga pendidikan, baik
yang dikelola lembaga agama tertentu seperti parochial school, maupun yang dikelola
oleh pemerintah dalam bentuk sekolah umum. Model pengembangan kurikulum
semacam ini lebih dikenal sebagai model kurikulum berbasis masyarakat
ataucurriculum-based community (CBC)
4. Kurikulum Sebagai Kumpulan Tugas dan Konsep Diskrit
kurikulum merupakan satu kumpulan tugas dan konsep yang harus dikuasai
siswa. Dalam hal ini, diasumsikan bahwa penguasaan tugas-tugas yang saling bersifat
diskrit (berdiri sendiri) tersebut adalah untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Biasanya, tujuan yang dimaksud memiliki interpretasi
behavioral yang spesifik, misalnya mempelajarai suatu tugas baru atau dapat
melakukan sesuatu yang lebih baik. Pendekatan ini berkembang dari
program-program training dalam bisnis, industry, dan kemiliteran.
5. Kurikulum Sebagai Agenda Rekonstruksi Sosial
Sejauh mana keberanian sekolah membangun suatu tatanan sosial yang baru?
Pertanyaan ini merupakan judul karya George S. Counts (1932) yang dipandang
sebagai salah seorang perintis rekonstruksionisme sosial dalam pendidikan. Ide
Counts tersebut banyak diperjuangkan oleh Theodore Brameld dalam decade 1940-an
dan 1950-an, yang banyak terinspirasi pemikiran Dewey. Pandangan ini berpendapat
bahwa sekolah harus mempersiapkan suatu agenda pengetahuan dan nilai-nilai yang
diyakini dapat menuntun siswa memperbaiki masyarakat dan institusi kebudayaan,
serta berbagai keyakinan dan kegiatan praktik yang mendukungnya.
6. Kurikulum sebagai Currere
Salah satu pandangan yang paling mutakhir terhadap dimensi kurikulum
adalah pandangan yang menekankan pada bentuk kata kerja kurikulum itu sendiri,
yaitu currere. Sebagai pengganti interpretasi dari etimologi arena pacu atau lomba
(race course) kurikulum, currere merujuk pada jalannya lomba dan menekankan
masing-masing kapasitas individu untuk merekonseptualisasi otobiografinya sendiri.
Hal ini ditegaskan oleh Scubert (1986) sebagaimana dalam kutipan berikut:
“Instead of taking to the interpretation from the race course etymology of curriculum,
currere refers to the running of the race and emphasis the individual’s own capacity
to reconceptualize his or her autobiography”​.
Pemikiran Schubert tersebut didukung oleh Pinar dan Grummet (1976) yang
mengilustrasikan bahwa masing-masing individu berusaha menemukan pengertian
(meaning) di tengah-tengah berbagai peristiwa terakhir yang dialaminya, kemudian
bergerak secara historis ke dalam pengalamannya sendiri di masa lampau untuk
memulihkan dan membentuk kembali pengalaman semula (to recover and reconstitute
the origins), serta membayangkan dan menciptakan berbagai arah yang saling
bergantung dengan subdivis-subdivisi pendidikan lainnya.
Dalam konteks ini, perlu dipertimbangkan perspektif ekologis, yaitu makna
dari segala sesuatu harus dipandang secara kontinyu berikut interdependensinya
dengan kekuatan-kekuatan yang mempengaruhinya. Dengan demikian, karakter
kurikulum membentuk dan dibentuk oleh berbagai hubungan eksternal dengan
pengetahuan, perspektif dan praktik-praktik dalam domain kependidikan lainnya
seperti administrasi, supervisi, dasar-dasar pendidikan (sejarah dan filsafat
pendidikan, termasuk sosiologi, politik, ekonomi, antropologi, bahkan perspektif
sastra), studi kebijakan, evaluasi, metodologi penelitian, subject areas, jenjang dan
tingkatan pendidikan, pengajaran, pendidikan khusus, psikologi pendidikan, dan
sebagainya. Oleh karena beberapa di antara bidang di atas memiliki relevansi
langsung dengan kurikulum jika dibandingkan dengan bidang lainnya, maka
bidang-bidang yang lebih relevan tersebut perlu dianalisis secara lebih luas dan
mendalam.
7. Perbedaan antara Kurikulum Lama dan Kurikulum Baru
Di antara kedua pola kurikulum baru dan lama terdapat perbedaan yang cukup
fundamental, antara lain sebagai berikut.
a. Kurikulum lama berorientasi pada masa lampau, karena berisikan
pengalaman-pengalaman masa lampau. Guru mengajarkan berbagai hal yang
telah dialami sebelumnya. Di lain pihak, kurikulum baru berorientasi pada
masa sekarang, sebagai persiapan untuk masa yang akan datang. Pengajaran
berdasarkan unit atau topik dari kehidupan masyarakat serta sesuai dengan
minat dan kebutuhan para siswa.
b. Kurikulum lama tidak berdasarkan filsafat pendidikan yang jelas, sulit
dipahami, dan tidak ada kesatuan pendapat di antara kalangan guru tentang
filsafat pendidikan yang dianut tersebut. Akibatnya, setiap guru memiliki
tafsiran sendiri tentang berbagai hal yang akan diajaran kepada siswa, sehingga
pengajaran tidak konsisten dengan pengalaman yang diperlukan siswa. Di lain
pihak, kurikulum baru berdasarkan pada filsafat pendidikan yang jelas, yang
dapat diajarkan ke dalam serangkaian tindakan yang nyata dalam kehidupan
sehari-hari.
c. Kurikulum lama berdasarkan pada tujuan pendidikan yang mengutamakan
perkembangan segi pengetahuan akademik dan ketrampilan, dengan
mengabaikan perkembangan sikap, cita-cita, kebiasaan, dan sebagainya.
‘Belajar’ lebih ditekankan pada unsur mengingat dan latihan-latihan belaka.
Adapun penguasaan pengetahuan dan keterampilan tersebut dimaksudkan
untuk memperoleh ijazah atau kenaikan kelas. Sebailknya, kurikulum baru
bertujuan untuk mengembangkan keseluruhan pribadi siswa. ‘Belajar’ bukan
untuk memperoleh ijazah, melainkan agar mampu hidup di dalam masyarakat.
d. Kurikulum lama berpusat pada mata pelajaran, yang diajarkan secara terpisah.
Terkadang memang diadakan semacam korelasi, tetapi korelasi tersebut hanya
dilakukan di antara unsur-unsur tertentu saja dalam beberapa mata pelajaran.
Gagasan untuk memadukan beberapa mata pelajaran telah ada, namun masih
merupakan suatu broadfield (bidang studi) yang sempit. Dalam kurikulum
lama, mata pelajaran hanya berfungsi sebagai alat. Sebaliknya kurikulum baru
disusun berdasarkan masalah atau topik tertentu. Siswa belajar dengan
mengalami sendiri, sehingga terjadi proses modifikasi dan penguatan tingkah
laku melalui pengalaman dengan menggunakan mata pelajaran. Oleh karena
itu, kurikulum disusun dalam bentuk bidang studi yang luas atau dalam bentuk
integrasi dari semua mata pelajaran.
e. Kurikulum lama hanya didasarkan pada buku pelajaran (textbook) sebagai
sumber bahan dalam mengajarkan mata pelajaran. Meskipun buku-buku
sumber tersebut sering diperbaiki, namun seringkali bahan yang terkandung di
dalamnya sudah tidak up to date lagi, bahkan seringkali pemilihan bahan tidak
selaras dengan filsafat dan tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Berbagai
permasalahan dalam masyarakat yang sesuai dengan minat dan kebutuhan
siswa pun tidak pernah disinggung. Sebaliknya, kurikulum baru bertitik tolak
dari masyarakat dalam kehidupan keseharian, yang disesuaikan dengan tingkat
perkembangan, minat, dan kebutuhan individu. Bahkan, sumber yang paling
luas adalah masyarakat itu sendiri, sedangkan buku hanya menjadi sumber
pelengkap.
f. Kurikulum lama dikembangkan oleh masing-masing guru secara perorangan.
Gurulah yang menentukan mata pelajaran dalam kurikulum, mereka yang
menentukan bahan dan pengalaman yang akan diajarkan, dan mereka pula yang
menentukan sumber bahan. Pendek kata, berhasil atau tidaknya kurikulum
bergantung pada guru secara perorangan. Di lain pihak, kurikulum baru
g. dikembangkan oleh sekelompok guru secara bersama-sama atau oleh
departemen tertentu. Setiap guru terikat pada konsep yang telah disusun oleh
kelompok atau departemen tersebut, dengan tidak mengurangi kebebasan guru
untuk mengadakan beberapa penyesuaian dalam batas-batas tertentu.
B. Batasan Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini
Mengacu pada UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, PAUD jalur formal adalah
pendidikan yang terstruktur sebagai upaya pembinaan dan pengembangan anak berusia 4-6
tahun yang dilaksanakan melalui Taman Kanak-kanak, Raudhatul Atfal, dan bentuk lain yang
sederajat. Bentuk PAUD formal secara umum berfungsi untuk; mengenalkan peraturan dan
menanamkan disiplin pada anak sejak dini,mengenalkan anak dengan dunia sekitarnya sejak
dini,menumbuhkan sikap dan perilaku yang baik sejak dini, mengembangkan kemampuan
berkomunikasi dan bersosialisasi sejak dini, mengembangkan keterampilan, kreativitas, dan
kemampuan yang dimiliki anak secara optimal, serta menyiapkan anak untuk memasuki
pendidikan dasar dengan lebih matang.
Kurikulum dilaksanakan dalam rangka membantu anak didik mengembangkan
berbagai potensi baik psikis dan fisik yang meliputi :
● Moral dan nilai – nilai agama
● Sosial dan emosional
● Kognitif
● Bahasa
● Fisik/motorik
● Kemandirian dan seni
Pendekatan pembelajaran pada pendidikan TK adalah sebagai berikut: Pembelajaran
berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak, berorientasi pada kebutuhan anak
bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain, menggunakan pendekatan tematik,
kreatif dan inovatif,lingkungan kondusif, mengembangkan kecakapan hidup.
C. Kedudukan Kurikulum Dalam SISDIKNAS
Pendidikan merupakan salah satu aspek fundamental kehidupan manusia.Sebagai
suatu aspek fundamental maka mendapatkan pendidikan yang layak adalah salah satu bentuk
perwujudan hak asasi manusia.Karena fundamentalnya makna pendidikan bagi manusia maka
pendidikan perlu dikelola, dikembangakan dan diselenggarakan secara nasional sehingga
menjangkau setiap warga Negara tanpa kecuali. Visi dasar pendidikan nasional Indonesia
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 yang menyatakan bahwa
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”.
Visi dasar ini memperlihatkan bahwa pendidikan nasional berorientasi pada
pengembangan potensi manusia Indonesia secara komprehensif dan utuh.
Untuk mencapai visi dasar pendidikan nasional itu maka perlu dibentuk suatu sistem
pendidikan nasional. Pasal 1 UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 menyatakan bahwa sistem
pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara
terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Sistem pendidikan ini akan memberikan
gambaran dan pedoman bagi penyelenggaraan pendidikan nasional.
Pendidikan sebagai sistem itu terdiri dari beberapa komponen yang saling terkait
satu sama lain yaitu komponen input, proses, output, dan outcomes. Sebagai suatu bagian dari
sistem pendidikan, masing-masing komponen itu tidak terpisahkan satu sama lain dan
berperan penting dalam keberhasilan suatu proses pendidikan.
a. komponen input
Input adalah masukan yang akan diproses dalam sebuah sistem sehingga
menghasilkan output dan outcome. Input pada sistem pendidikan dibedakan dalam
tiga jenis, yaitu input mentah (​raw input)​ , input alat (​instrumental input)​ , dan input
lingkungan (​environmental input​). Raw input dalam sistem pendidikan adalah siswa.
Instrumental input meliputi guru, tenaga administratif, sarana dan prasarana, metode
atau kurikulum, keuangan. Environmental input meliputi lingkungan alam dan social,
budaya, ekonomi, politik, religi, dsb.
b. Komponen proses
Proses pendidikan merupakan interaksi fungsional antara komponen input pendidikan.
interaksi itu bersifat transformative yang hakikatnya mengubah raw input (peserta
didik) agar menjadi out put (manusia terdidik sesuai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan). Didalam proses pendidikan, pendidik memobilisasi segenap komponen
pendidikan kepada pencapaian tujuan pendidikan. Kualitas proses pendidikan
mencakup dua hal sekaligus yaitu, kualitas komponen dan kualitas pengelolaannya.
Kedua segi tersebut satu sama lain saling bergantung.

Adapun komponen - komponen yang saling berkesinambungan pada proses pendidikan


adalah sebagai berikut:
(1) ​Pendidik dan Non Pendidik Pendidik​ ialah orang yang memikul tanggung jawab
untuk membimbing. Pendidik berbeda dengan pengajar sebab pengajar berkewajiban
untuk menyampaikan materi pelajaran kepada murid, sedangkan pendidik tidak hanya
bertanggung jawab menyampaikan materi pengajaran, tetapi juga membentuk
kepribadian anak didik. Non pendidik yang sering disebut sebagai tenaga
kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk
menunjang penyelenggaraan pendidikan (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1, BAB 1
Ketentuan Umum). Atau juga bisa diartikan merupakan tenaga yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan,
pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan
pendidikan(UU No.20THN 2003, PSL 39(1)).
(2) ​Kurikulum​ yaitu suatu pedoman yang berisi rencana, tujuan, konten, metode, dan
evaluasi suatu program pembelajaran.
(3) ​Prasarana dan Sarana Prasarana pendidikan ​adalah segala macam alat yang
tidak secara langsung digunakan dalam proses pendidikan sedangkan sarana
pendidikan adalah segala macam alat yang digunakan secara langsung dalam proses
pendidikan. Prasarana pendidikan dapat juga diartikan segala macam peralatan,
kelengkapan, dan benda-benda yang digunakan guru dan murid untuk memudahkan
penyelenggaraan pendidikan dan sarana pendidikan dapat juga diartikan segala
macam peralatan yang digunakan guru untuk memudahkan penyampaian materi
pelajaran.

(4).​ Administrasi​ Administrasi pendidikan adalah segenap kegiatan yang berkenaan


dengan penataan sumber, penggunaan, dan pertanggungjawaban dana pendidikan di
sekolah atau lembaga pendidikan. Kegiatan yang ada dalam administrasi pembiayaan
meliputi tiga hal, yaitu: penyusunan anggaran, pembukuan, dan pemeriksaan.
(5). ​Anggaran​ Anggaran adalah biaya yang dipersiapkan dengan suatu rencana
terperinci. Secara lebih khusus dapat dikatakan bahwa anggaran adalah rencana yang
disusun secara terorganisasikan untuk menerima dan mengeluarkan dana bagi suatu
periode tertentu.
c.Output​
Output pendidikan adalah hasil belajar atau prestasi belajar yang dicapai siswa
output ini mencerminkan sejauhmana efektivitas proses pembelajaran yang telah
diselenggarakan. Artinya, prestasi belajar ditentukan oleh tingkat efektivitas dan
efisiensi proses pembelajaran. Prestasi belajar merupakan penguassaan kemampuan
dasar dan kemampuan fungsional yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik.

d.Outcome​
Outcome adalah dampak jangka panjang dari output atau hasil belajar, baik
dampak bagi individu tamatan maupun bagi masyarakat. Outcome memiliki dua
dimensi yaitu: (1) kesempatan melanjutkan pendidikan dan kesempatan kerja, dan
(2) pengembangan diri tamatan.
D. Hubungan Antara Kurikulum dan Pembelajaran
Kurikulum dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, meski
berada pada posisi yang berbeda. Saylor menyatakan bahwa kurikulum dan
pembelajaran bagaikan romeo dan juliet. Jika kita berbicara mengenai Romeo, maka
kita juga akan berbicara masalah Juliet. Romeo tidak akan lengkap terasa tanpa juliet,
demikian pula sebaliknya. Artinya, pembelajaran tanpa kurikulum sebagai rencana tidak
akan efektif, atau bahkan bisa keluar dari tujuan yang telah dirumuskan. Kurikulum
tanpa pembelajaran, maka kurikulum tersebut tidak akan berguna.
Selain itu, Olivia menyatakan bahwa kurikulum berkaitan dengan apa yang harus
diajarkan, sedangkan pengajaran mengacu pada bagaimana cara
mengajarkannya. Walaupun antara pembelajaran dengan pengajaran dalam hal ini
memiliki perbedaan, namun keduanya memiliki kesamaan tolak ukur dalam kasus ini,
yaitu bagaimana mengajarkan. Hanya saja pengajaran lebih terpusat pada guru sebagai
pengajar, sedangkan pembelarajaran menekankan pada penciptaan proses belajar antara
pengajar dengan pelajar agar terjadi aktivitas belajar dalam diri pelajar.
Belajar sebagai kegiatan inti dari pembelajaran memiliki arti modifikasi atau
memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Yang perlu digaris bawahi pada kalimat
tersebut adalah memperteguh kelakuan melalui pengalaman, ini membuktikan bahwa
belajar sebagai kegiatan inti pembelajaran dipengaruhi oleh kurikulum yang
notabenenya merupakan rancangan pengalaman belajar.
Persoalan yang timbul selanjutnya adalah bagaimana menyusun kurikulum untuk
kepentingan pembelajaran agar dapat dilaksanakan dengan optimal. Hal ini berbenturan
dengan fakta bahwa kurikulum telah dirancang secara standar.Ini berarti bahwa
kurikulum yang sama digunakan digunakan pada setiap sekolah yang notabenenya
masing-masing sekolah tersebut memiliki masalah pelaksanaan pembelajaran yang
berbeda. Maka dari itu diperlukan pengembangan seperlunya yang disesuaikan dengan
kondisi disekolah. Hal ini bisa kita lihat pada perincian RPP.
Peter F. Olivia menggambarkan kemungkinan hubungan antara kurikulum dengan
pembelajaran sebagai berikut.
1. Model dualistis, pada model ini, kurikulum dan pembelajaran berdiri sendiri.
Kurikulum yang seharusnya memjadi pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran tidak
tampak. Begitu juga dengan pembelajaran yang seharusnya dapat dijadikan tolak ukur
pencapaian tujuan kurikulum tidak terjadi.
2. Model berkaitan, dalam model ini, kurikulum dengan pembelajaran saling barkaitan.
Pada model ini, ada bagian kurikulum yang menjadi bagian dari pembelajaran, begitu
juga sebaliknya.
3. Model konsentris, pada model ini, keduanya memiliki hubungan dengan kemungkinan
bahwa kurikulum adalah bagian dari pembelajaran atau pembelajaran adalah bagian dari
kurikulum.
4. Model siklus, pada model ini, antara kurikulum dan pembelajaran di anggap dua hal
yang terpisah namun memiliki hubungan timbal balik.
5. Di satu sisi, kurikulum merupakan rencana tertulis sebagai panduan pelaksanaan
pembelajaran, di sisi lain pembelajaran mempengaruhi pada perancangan kurikulum
selanjutnya.
Sehingga dapat disimpulkan untuk mendapatkan proses pembelajaran yang baik dan
berimbas pada hasil yang diperoleh peserta didik pun baik maka penyusunan kurikulumnya
pun harus lah diperhatikan dengan baik pula, karena kurikulum sebagai pedoman di dalam
proses pembelajaran di sekolah, kurikulumlah yang mengatur guru, siswa dan juga kepala
sekolah. Sehigga jalannya proses pembelajaran tersebut sudah ada yang mengatur supaya
mengarah pada suatu pencapaian yang maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

http://ilmuhayat.blogspot.co.id/2011/09/batasan-batasan-kurikulum.html
http://arripple.blogspot.co.id/2016/04/perbedaan-antara-kurikulum-lama-dan.html
Abu-Duhou, I. 2002. School-based management. Jakarta: Logo
Mulyasa, E. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Olive, P.F. 1992. Developing the curriculum (3th edition). New York:Harper Collins
Publishers
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
Idi, Abdullah. 2011. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktik.Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
Ali, Mohammad. 1992. Pengembangan Kurikulum Di Sekolah.Jakarta : CV. Sinar Baru.
Hamalik, Oemar. 2011. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.
Nasution, S. 2012. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta : Bumi Aksara.
Salim, Hubungan Antara Kurikulum Dengan Pembelajaran : 2010, 09-04-2012 (Online)
Available
: ​http://ktp09015.blogspot.com/2010/04/hubungan-kurikulum-dengan-pembelajaran.html​.
Ziddan, Kurikulum Dan Pembelajaran : 2012-04-11 (Online)
Available​http://willzen.blogspot.com/2011/12/kurikulum-dan-pembelajaran-kurikulum.htm
l

Anda mungkin juga menyukai