Anda di halaman 1dari 21

GANGGUAN AUTIS DAN HIPERAKTIF

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pembelajaran ABK
Dosen Pengampu: Iys Nur Handayani, M.Pd.

Disusun Oleh :
1. Tiara Amalia PA51910
2. Laely Afnan Faiqoh PA51913

PENDIDIKAN GURU ANAK USIA DINI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MA’ARIF NAHDLATUL ULAMA KEBUMEN
TAHUN 2021

KATA PENGANTAR

i
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Gangguan
Autis dan Hiperaktif Pada Anak Usia Dini ” ini tepat pada waktunya. Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas ibu Iys Nur
Handayani, M.Pd. selaku dosen mata kuliah Pembelajaran ABK. Selain itu,
makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang Gangguan Autis dan
Hiperaktif bagi para pembaca dan juga penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu Iys Nur Handayani, M.Pd. yang
telah memberikan tugas ini sehingga kami dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai mata kuliah. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari makalah ini saya tulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Kebumen 17 Maret 2021

Penulis

DAFTAR ISI

ii
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
KATA PENGANTAR ...................................................................................ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................1
A. Latar Belakang .....................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan ..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
A. Pengertian Gangguan Autis dan Hiperaktif..........................................3
B. Klasifikasi Gangguan Autis dan Hiperaktif .........................................4
C. Ciri-Ciri Gangguan Autis dan Hiperaktif ............................................8
D. Bentuk Layanan Gangguan Autis dan Hiperaktif.................................10
BAB III PENUTUP.........................................................................................16
Kesimpulan ................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan anak usia dini memiliki peranan yang sangat penting dalam
proses perkembangan anak selanjutnya. Dimana tahap ini dianggap
sebagai periode keemasan bagi anak dalam menstimulasi dan
mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh anak. Permendiknas
no 58 tahun 2009 menyebutkan bahwa pendidikan anak usia dini
merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan pada peletakkan dasar kearah pertumbuhan dan 5
perkembangan, yaitu perkembangan moral dan agama, perkembangan fisik
(koordinasi motorik halus dan kasar), kognitif (daya fikir, daya cipta),
sosio emosional (sikap dan emosi) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan
keunikan dan tahap-tahap perkembangan sesuai kelompok usia dini.
Adanya Anak Berkebutuhan Khusus menjadi hal yang memerlukan
perhatian lebih. Morrisson (Patmonodewo, 2003) mengemukakan bahwa
anak yang berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami keterbatasan
fisik dan mental seperti sulit mendengar, tuli, kelainan bicara, kelainan
dalam penglihatan, gangguan emosi yang serius dan kesulitan belajar.
Keberadaan individu atau anak-anak berkebutuhan khusus, secara nyata di
sekolah tidak hanya ada di sekolah luar biasa.
Dalam kenyataan, begitu banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang
dapat ditemui di sekolah reguler terutama di pendidikan anak usia dini
seperti di taman kanak-kanak. Dengan adanya anak-anak berkebutuhan
khusus di sekolah dasar atau ditaman kanak-kanak tersebut, ada
karakteristik anak berkebutuhan khusus yang tidak begitu mencolok dalam
perbedaan, maka menyebabkan guru mengalami kesulitan untuk
mengenalinya. Klasifikasi anak berkebutuhan khusus yang terjadi pada
masa kanak-kanak dapat berupa gangguan autis, hiperaktif dan masih
banyak lagi.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan
masalah yang akan dibahas yaitu :
1. Bagaimana pengertian dari gangguan autis dan hiperaktif.?
2. Bagaimana klasifikasi gangguan autis dan hiperaktif.?
3. Apa saja ciri-ciri gangguan autis dan hiperaktif.?
4. Bagaimana bentuk layanan gangguan autis dan hiperaktif.?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan yang akan dicapai
yaitu:
1. Mengetahui pengertian dari gangguan autis dan hiperaktif.
2. Mengetahui klasifikasi gangguan autis dan hiperaktif.
3. Mengetahui bagaimana ciri-ciri dari gangguan autis dan hiperaktif.
4. Mengetahui bagaimana bentuk layanan gangguan autis dan hiperaktif.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gangguan Autis dan Hiperaktif


Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami keterbatasan
atau luarbiasaan, baik fisik, mental-intelektual, sosial maupun emosional,
yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan atau
perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia
dengannya. Tidak hanya itu, anak berkebutuhan khusus juga mencakup
anak-anak yang memiliki gangguan pemusatan perhatian, gangguan
spektrum autisme, gangguan kemampuan komunikasi, hiperaktif serta
kesulitan belajar.
1. Gangguan Autis
Peristilah atau penyebutan untuk penyandang autis berbeda-beda
seperti autis, autisme, autism, autist dan masih banyak lagi. Menurut
Leo, Kanner dan Asperger semua istilah tersebut memiliki makna yang
sama yaitu anak yang mengalami gangguan perkembangan
komunikasi, sosial dan perilaku pada anak.
Secara etimologis kata “autisme” berasal dar kata “auto” dan
“isme”. Auto artinya diri sendiri, sedangkan isme berarti suatu aliran
atau paham. Dengan demikian autisme diartikan sebagai suatu paham
yang hanya tertarik pada dunia sendiri. Perilakunya timbul semata-
mata karena dorongan dari dalam dirinya. Penyandang autisme seakan-
akan tidak peduli dengan stimulus-stimulus yang datang dari orang
lain.
Menurut Sutadi autisme adalah gangguan perkembangan
neorobiologis berat yang mempengaruhi cara seseorang untuk
berkomunikasi dan berelasi atau berhubungan dengan orang lain.
Penyandang autisme tidak dapat berhubungan dengan orang lain secara
berarti, serta kemampuannya untuk membangun hubungan dengan
orang lain terganggu karena ketidakmampuannya untuk berkomunikasi

3
dan mengerti perasaan orang lain. Secara garis besar penyandang
autisme memiliki gangguan pada interaksi sosial, komunikasi baik
verbal maupun non verbal, imajinasi, pola perilaku repetitive dan
resistensi terhadap perubahan pada rutinitas.
2. Pengertian Hiperaktif
Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan sifat
tertentu sehingga sulit memusatkan konsentrasi dan cenderung
hiperkinetik (terlalu banyak bergerak). Hiperakitf memang identik
dengan banyaknya gerakan. Cara berfikir anak hiperaktif berbeda
dengan anak normal. Anak normal akan memberikan perhatian dan
menurut dengan kontrol orang lain yang sesuai dengan hatinya,
sedangkan pikiran anak hiperaktif selalu tanpa dapat dikontrol sama
sekali.
Anak yang mengalami gangguan hiperaktivitas cenderung tidak
bisa diam dan sangat aktif bergerak. Gejala hiperaktivitas ini terjadi
pada anak ADHD yaitu Attention Deficit Hyperactivity Disorder, atau
dalam bahasa Indonesia disebut GPPH (Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktivitas). Anak yang memiliki gangguan
konsentrasi dan interaksi berlebihan terkenal dengan istilah medisnya
yaitu ADHD.
B. Klasifikasi Gangguan Autis dan Hiperaktif
1. Klasifikasi Gangguan Autis
Menurut (Widyawati, 2002) penyandang autisme dapat juga
dikelompokkan berdasarkan interaksi sosial, saat muncul kelainannya
dan berdasarkan tingkat kecerdasan, yang penjelasannya sebagai
berikut:
a. Klasifikasi berdasarkan interaksi sosial:
1) Kelompok yang menyendiri (allof) banyak terlihat pada anak-
anak yang menarik diri, acuh tak acuh dan akan kesal bila
diadakan pendekatan sosial serta menunjukkan perilaku dan
perhatian yang terbatas atau tidak hangat.

4
2) Kelompok yang pasif dapat menerima pendekatan sosial dan
bermain dengan anak lain jika pola permainannya disesuaikan
dengan dirinya.
3) Kelompok yang aktif tapi aneh secara spontan akan mendekati
anak lain, namun interaksi ini sering kali tidak sesuai dan
sering hanya sepihak.
b. Klasifikasi berdasarkan saat kemunculan kelainannya:
1) Autisme infantil; istilah ini digunakan untuk menyebutkan
anak-anak autistik yang kelainanya sudah nampak sejak lahir.
2) Autisme fiksasi; yang disebut autisme fiksasi adalah anak-anak
autistik yang pada waktu lahir kondisinya normal, tanda-tanda
autistiknya muncul kemudian setelah berumur dua atau tiga
tahun.
c. Klasifikasi berdasarkan intelektual.
Sleeuwen (1996) mengklasifikasikan anak autistik ke dalam tiga
kelompok, yaitu:
1) Sekitar 60% anak-anak autistik mengalami keterbelakangan
mental sedang dan berat (IQ di bawah 50).
2) Sekitar 20% anak autistik mengalami keterbelakangan mental
ringan (memiliki IQ 50-70).
3) Sekitar 20% lagi dari anak autistik tidak mengalami
keterbelakangan mental (intelegensi di atas 70).
4) Sleeuwen juga menjelaskan bahwa beberapa anak autistik
memiliki bakat khusus dalam bidang-bidang tertentu. Seperti
music, menggambar menghitung dan sebagainya. Dia
menyebut hal ini dengan istilah “pulau intelegensi”
d. Klasifikasi berdasarkan kemandirian
Klasifikasi penyandang autisme dapat juga berdasarkan prediksi
kemandirian:
1) Pragnosis buruk, sepertiga dari anak autis mempunyai
prognosis yang buruk ataupun tidak dapat mandiri.

5
2) Pragnosis sedang, seperempat anak autis terdapat kemajuan di
bidang sosial dan pendidikan walaupun problem perilaku tetap
ada.
3) Pragnosis baik, sepersepuluh anak autist mempunyai kehidupan
sosial yang normal atau hampir normal dan berfungsi dengan
baik di sekolah maupun di tempat kerja.
2. Klasifikasi Gangguan Hiperaktif
Tin Suharmini (2005:29) menjelaskan anak hiperaktif dapat
digolongkan menjadi empat tipe yaitu:
a. Penggolongan Berdasarkan Gejala-gejala Perilaku
Klasifikasi dari American Psychiatric Association dikemukakan
dalam membagi tipe hiperaktif menjadi 2 tipe, yaitu:
1) Attention Deficit Disorder dengan hiperaktif, yang lebih sering
kita sebut ADD-H. Pada tipe ini anak mengalami gangguan
perkembangan pada aktifitas memperhatikan, kontrol perilaku
(impluisif dan hiperaktif).
2) Attention Deficit Disorder, yang sering disebut dengan ADD.
Pada tipe ini anak hanya mengalami gangguan pada aktifitas
memperhatikan dan impulsif tetapi tidak ada gejala otoritas
pada gerak motoriknya. Anak mengalami gangguan pada
kemampuan untuk memusatkan perhatian. Anak juga sukar
dalam mengorganisasi perilaku, kesulitan dalam menunggu
giliran, berbuat sebelum berfikir, dansering berpindah-pindah
dari aktifitas satu ke aktifitas yang lainnya.
b. Penggolongan Berdasarkan Jenis Kelainan Perilaku
Tin Suharmini, mengemukakan ada tiga tipe yaitu:
1) Hiperaktif Sensoris
Heperaktif sensoris disebabkan adanya kelainan pada otak.
Kelainan ini menyebabkan penderitanya tidak sanggup untuk
merespon segala sesuatu yang tidak ada hubungannya. Anank
yang mengalami gangguan ini setiap mendapatkan rangsangan

6
baik berupa gerak, bau warna atau bunyi akan teranggsang dan
mengalihkan perhatiannya. Karena lemahnya neorologis
membuat mereka tidak sanggup menahan diri terhadap
terhadap rangsangan. Hal ini sangat berpengaruh pada prestasi
di sekolah.
2) Hiperaktif Motoris
Hiperaktif motoris juga terjadi akibat adanya gangguan
pada neorologis.Kelainan ini menyebabkan ketidakmampuan
anak untuk bertahan pada rangsangan yang menimbulkan
respon motorik. Hiperaktif motoris ini kebalikan dengan
hiperaktif sensoris, mereka mengalami “katastoris” yaitu
keseluruhan tubuh yang mungkin mereaksi dengan cara yang
tidak dikendalikan.
3) Hiperaktif Campuran
Hiperakatif campuran merupakan tipe hiperaktif motoris
diikuti dengan gejala hiperaktif sensoris.Anak yang mengalami
hiperaktif campuran dapat memiliki ciri-ciri yang ada pada
hiperaktif motoris dan hiperaktif sensoris.
c. Penggolongan Berdasarkan Penyebab
Penggolongan berdasarkan penyebabnya maka hiperaktif dapat
digolongkan menjadi tiga tipe, yaitu:
1) Tipe hiperaktif yang disebabkan oleh gangguan neurologis.
Penyebab gangguan neurologis itu dapat digolongkan menjadi
dua tipe hiperaktif yang disebabkan karena kerusakan otak dan
ketidakmasakan. Tipe hiperaktif yang disebabkan karena
kerusakan otak ini apabila gejala hiperaktifnya telah hilang oleh
pengobatan, tetapi tidak bisa sepenuhnya hilang. Hal ini terjadi
karena pada tipe ini terdapat gangguan pada neurologis.
2) Tipe hiperaktif yang disebabkan karena faktor perkembangan.
Termasuk faktor perkembangan yaitu faktor genetik dan faktor
biologis.

7
3) Tipe hiperaktif yang disebabkan oleh psikogen. Tipe ini
disebabkan oleh faktor lingkungan misalnya pola asuh orang
tua.
d. Penggolongan Berdasarkan Berat Ringannya Penyimpangan
Berdasarkan berat ringannya penyimpangan perilaku hiperraktif
dapat digolongkan menjadi dua tipe, yaitu:
1) Tipe Hiperaktif yang berat. Tipe ini ditandai dengan perhatian
rendah, Perilaku kacau, dan aktifitas gerak yang sangat tinggi.
2) Tipe hiperaktif ringan. Penyimpangan pada perilaku ini
termasuk ringan dan masih bisa dikontrol
C. Ciri-Ciri Gangguan Autis dan Hiperaktif
1. Ciri Gangguan Autis
Menurut Powers karakteristik atau ciri anak autis ada enam gejala
atau gangguan yaitu:
a. Masalah atau gangguan di bidang komunikasi, dengan karakteristik
yang nampak pada anak autistic berupa perkembangan bahasa anak
autistik lambat atau sama sekali tidak ada (anak tampak seperti tuli,
sulit berbicara, atau pernah berbicara lalu kemudian hilang
kemampuan bicara), kadang-kadang kata-kata yang digunakan tidak
sesuai artinya, mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang, dengan
bahasa yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain, bicara tidak
dipakai untuk alat berkomunikasi, senang meniru atau membeo
(echolalia). Bila senang meniru, dan dapat menghafal kata-kata atau
nyanyian yang didengar tanpa mengerti artinya.
b. Masalah atau gangguan di bidang interaksi sosial, dengan
karakteristik berupa anak autistic lebih suka menyendiri, anak tidak
melakukan kontak mata dengan orang lain atau menghindari tatapan
muka atau mata dengan orang lain, tidak tertarik untuk bermain
bersama dengan teman, baik yang sebaya maupun yang lebih tua
dari umurnya, bila diajak bermain, anak autistik itu tidak mau dan
menjauh.

8
c. Masalah atau gangguan di bidang sensoris, dengan karakteristik
berupa anak autistik tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka
dipeluk, anak autistik bila mendengar suara keras langsung menutup
telinga, senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda
yang ada di sekitarnya dan tidak peka terhadap rasa sakit atau takut.
d. Masalah atau gangguan di bidang pola bermain, dengan
karakteristik berupa anak autistik tidak bermain seperti anak-anak
pada umumnya,
tidak suka bermain dengan anak atau teman sebayanya, tidak
memiliki kreatifitas dan tidak memiliki imajinasi, tidak bermain
sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar-
putar, dan senang terhadap benda-benda yang berputar.
e. Masalah atau gangguan di bidang pola bermain, dengan
karakteristik
berupa:Anak autistik dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif
dan berperilaku berkurangan, anak autistik memperlihatkan perilaku
stimulasi diri atau merangsang diri sendiri seperti bergoyang-
goyang mengepakkan tangan seperti burung. Anak autistik tidak
suka kepada perubahan dan anak autistik duduk benggong, dengan
tatapan kosong.
f. Masalah atau gangguan di bidang emosi, dengan karakteristik
berupa anak autistik sering marah-marah tanpa alasan yang jelas,
tertawa-tawa dan menangis tanpa alasan, dapat mengamuk, kadang
agresif dan merusak dan anak autistik kadang-kadang menyakiti
dirinya sendiri.
2. Ciri-Ciri Gangguan Hiperaktif
Tin Suharmini mengemukakan karakteristik anak hiperaktif
adalah sebagai berikut:
a. Daya konsentrasi rendah
b. Mudah beralih perhatian
c. Sering gagal dalam pemusatan perhatian

9
d. Kesulitan dalam memperhatikan tugas
e. Sering tidak mendengarkan ketika orang lain bicara
f. Tdak menyukai pekerjaan rumah maupun sekolah
g. Sering memukuli benda-benda disekitarnya dengan tangan dan
kaki,
h. Tidak sabar menunggu giliran
i. Terjadi ketika anak berusia sebelum 7 tahun
D. Bentuk Layanan Gangguan Autis dan Hiperaktif
1. Bentuk Layanan Gangguan Autis
Menurut Sri Utami Sudarsono salah satu bentuk pelayanan untuk
anak autisme adalah melalui pendidikan yang disesuaikan dengan
kondisi dan kemampuan anak. Model layanan pendidikan anak
autisme pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu :
a. layanan pendidikan awal, yang terdiri dari program terapi
intervensi dini dan program terapi penunjang
1) Terapi Intervensi
Intervensi anak usia dini adalah dukungan dan sistem
pendidikan untuk anak usia lahir sampai enam tahun yang telah
menjadi korban, atau yang berisiko tinggi mengalami
pelecehan atau penelantaran serta anak-anak yang mengalami
keterlambatan perkembangan atau cacat. Contoh upaya
intervensi dini bisa berupa pendekatan melalui terapi
perkembangan dan terapi perilaku. Pada terapi perkembangan
anak autis diberikan aktivitas latihan fisik untuk
mengembangkan keseimbangan tubuh, kooerdinasi dan
keterampilan motoris. Sedangkan terapi perilaku yang selama
ini dikembangan yaitu Metoda Lovaas atau anak diberikan
perintah dan senantiasa mendapat hadiah.
2) Terapi Penunjang

10
Beberapa jenis terapi penunjang bagi anak autistic dapat
diberikan yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan
anak, antara lain:
a) Terapi Wicara: membantu anak melancarkan otot-otot mulu
sehingga membantu anak berbicara lebih baik.
b) Terapi Okupasi: untuk melatuh motorik halus anak.
c) Terapi Bermain: mengajarkan anak melalui belajar sambil
bermain.
d) Terapi medikamentosa atau obat-obatan (drug terapi)
dengan pemberian obat-obatan oleh dokter yang
berwenang.
e) Terapi melalui makanan (diet therapy) untuk anak-anak
yang mengalami gangguan pada sensorinya.
f) Sensory Integration Terapy untuk anak-anak yang
mengalami gangguan pada sensorinya.
g) Auditory Integration Therapy agar pendengaran anak lebih
sempurna.
h) Biomedical Treatment atau Therapy penanganan biomedis
yang lebih sempurna mutakhir, melalui perbaikan kondisi
tubuh agar terlepas dari factor-faktor yang merusak,
misalnya keracunan logam berat, efek casomorphine dan
gliadorphin, alergen.
i) Terapi music
Pemilihan jenis terapi tambahan yang diperlukan untuk
masing-masing anak tentu harus dipertimbangkan dengan
seksama melihat dari gejala klinis yang menonjol serta target
yang ingin dicapai.
b. layanan pendidikan lanjutan terdiri dari beberapa tahap kelas
transisi, program pendidikan inklusi, program pendidikan terpadu,
sekolah khusus autism, program sekolah di rumah dan panti
rehabilitasi autisme.

11
1) Kelas Transisi
Kelas ini ditujukan untuk anak dengan kebutuhan khusus
termasuk anak autistic yang telah diterapi secara terpadu dan
terstruktur. Program kelas trasnsisi bertujuan membantu anak
autistic dalam mepersiapkan transisi ke benruk layanan
pendidikan lanjutan. Dalam kelas transisi akan digali dan
dikembangkan kemampuan, potensi dan minat anak, sehingga
akan terlihat gambaran yang jelas mengenai tingkat keparahan
serta keunggulan anak yang merupakan karakteristik spesifik
dari tiap-tiap individu.
2) Program Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua
peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan
atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara
bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
3) Program Pendidikan Terpadu
Pembelajaran terpadu adalah pendidikan yang
mempersiapkan anak-anak untuk menjadi pelajar sepanjang
hayat. Pembelajaran terpadu dilaksanakan bertolak dari tema
dan subtema yang ada didalam kurikulum TK atau PAUD.
Dalam program pendidikan terpadu tidak semua anak
berkebutuhan khusus seperti autis dapat mengikutinya dengan
bai maka dalam hal ini secara teknis pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar dalam pendidikan terpadu memerlukan kelas
khusus yang hanya akan digunakan oleh anak autistic jika anak
tersebut memerlukan bantuan dari guru pembimbing khusus
(GPK) atau guru pendamping (shadow), untuk pelajaran
tertentu yang tidak dimengertinya. Jadi tidak selamanya anak

12
tersebut berada dikelas khusus. Anak masih dapat ikut serta
dalam kegiatan sekolah
4) Sekolah Khusus Autistik
Sekolah ini diperuntukkan bagi anak autis yang tidak
memungkinkan mengikuti pendidikan dan pengajaran di
sekolah regular (terpadu dan inklusi).
5) Program Sekolah di Rumah atau Homeschooling Program
Program pendidikan dimana anak-anak yang tidak mau ikut
dalam sekolah khusus karena keterbatasannya yang memiliki
autisme berat seperti anak non verbal, retardasi, mental,
masalah motorik dan auditory. Anak ini sebaiknya diberi
kesempatan ikut serta dalam Program Sekolah Dirumah.
Penanganannya melalui suatu tim yang terdiri dari orang tua,
tim medis, psikolog, ortopedagog, guru, para terapis dan
pekerja social untuk merancang program pelayanan anak
tersebut dirumah, sehingga hasil yang dicapai dapat optimal.
6) Panti Rehabilitasi Autistik
Anak autistic dengan karakteristik mempunyai
kemampuannya sangat terbatas, tidak dapat mengikuti
pendidikan di sekolah khusus dan banyak memerlukan
perawatan, sebaiknya mereka dilayani di Panti (Griya)
Rehabilitas Autistik
2. Bentuk Layanan Anak Hiperaktif
Pembelajaran di dalam kelas harus bisa memberikan layanan
pendidikan
sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa. Siswa hiperaktif
mempunyai kebutuhan yang sama dengan siswa lainnya, akan tetapi
pada hal-hal tertentu mereka membutuhkan layanan pendidikan khusus
yang berbeda dengan siswa lain pada umumnya. Mohamad Sugiarmin
(2007: 14) menyebutkan dua kebutuhan siswa hiperaktif yaitu:
a. Kebutuhan pengendalian diri

13
Pegendalian diri pada siswa hiperaktif berkaitan dengan
pengurangan perilaku hiperaktif, peningkatan rentang perhatian,
dan pengendalian impulsivitas. Beberapa kebutuhan pengendalian
diri tersebut ialah:
1) Rutinitas, struktur, dan konsistensi
2) Fokus pada hal-hal positif
3) Penjelasan sederhana dan singkat
4) Hindarkan argumentasi
5) Abaikan hal-hal yang tidak penting.

b. Kebutuhan belajar
Keberhasilan siswa hiperaktif dalam belajar dipengaruhi oleh
pengendalian dirinya. Siswa hiperaktif perlu adanya pengaturan
kegiatan yang terjadwal tidak hanya dalam pengendalian diri, tapi
juga pada pengelolaan kelas. Siswa hiperaktif membutuhkan
suasana kelas yang tenang, kondusif, dan terkendali. Pengelolaan
kelas dalam hal ini termasuk juga pengaturan pembelajaran dan
pemberian tugas. Berbagai kebutuhan tersebut ialah:
1) Lingkungan kerja, tugas, dan bahan-bahan yang terstruktur
2) Dukungan eksternal yang membantu pemusatan perhatian,
3) Kesempatan merespon yang tinggi
4) Bantuan di bidang keterampilan belajar dan belajar aktif
5) Pengajaran yang multisensory
6) Menyesuaikan dengan gaya belajar anak dan modifikasi
tulisan,
7) Jadwal dan rutinitas yang mampu diprediksi
8) Waktu yang ekstra untuk memproses informasi
9) Modifikasi kurikulum yang kreatif
10) Bantuan jika siswa frustasi
11) Modeling dan pengajaran yang terpusat pada guru
12) Pengalaman belajar yang bermakna

14
13) Strategi pengajaran yang membangun kekuatan dengan
memperhatikan kelemahan siswa.
Kebutuhan-kebutuhan di atas merupakan beberapa hal yang
harus menjadi perhatian guru dalam mengajar siswa hiperaktif di
dalam kelas. Pembelajaran di dalam kelas akan berjalan dengan
baik jika guru mempersiapkan strategi pengajaran yang baik
dengan segala kebutuhan dan kemampuan siswa. Berdasarakan
beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa
kebutuhan siswa hiperaktif yaitu:
1) pengelolaan kelas yang kondusif
2) penjelasan sederhana dan singkat
3) pengabaian hal yang tidak penting
4) modifikasi kurikulum
5) waktu yang ekstra.

15
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

16
DAFTAR PUSTAKA

Nurhastusi. Iswari Biran, Mega. (2018). Pendidikan Anak Autisme.Kuningan:


Goresan Pena.
file:///C:/Users/acer/Downloads/Documents/BAB%20II.pdf. Diakses Tanggal 18
Maret 2021 Jam 14.35 WIB.
http://repository.radenintan.ac.id/5499/1/SKRIPSI%20FIX%20OKE.pdf.
Diakses Tanggal 18 Maret 2021 Jam 15.00 WIB.
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jpk/article/download/5680/4229/. Diakses
Tanggal 19 Maret 2021 Jam 08.27 WIB.
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/197511182005012
-RIKSMA_NURAHMI_RINALTI_A/Perkenalan_layanan_Pendidikanx.pdf.
Diakses Tanggal 19 Maret 2021 Jam 08.07 WIB.
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/07/kemendikbud-ajak-daerah
tingkatkan-pendidikaninklusif#:~:text=Pendidikan%20inklusif%20adalah%20
sistem%20penyelenggaraan,dengan%20peserta%20didik%20pada%20umumnya.
Diakses Tanggal 19 Maret 2021 Jam 21.29 WIB.
http://eprints.uny.ac.id/16581/1/NURUL%20KHIKMAH_11108241122.pdf.
Diakses Tanggal 19 Maret 2021 Jam 21.27 WIB.
file:///C:/Users/acer/Downloads/Documents/4-nugraheni.pdf. Diakses Tanggal 19
Maret 2021 Jam 20.49 WIB

17
18

Anda mungkin juga menyukai