PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Alasan memilih buku tersebut karena, buku ini membahas tentang: Anak
berkebutuhan khusus dan karakteristiknya, teknik identifikasi, alat, dan pelaksanaa
identifikasi anak berkebutuhan khusus. Dengan membaca buku ini, membantu guru dalam
rangka pelaksanaan identifikasi anak berkebutuhan khusus yang nantinya akan dibutuhkan
ketika kita menjadi seorang guru.
Dalam rangka mengidentifikasi [menemukan] anak berkebutuhan khusus, diperlukan
pengetahuan tentang berbagai jenis dan tingkat kelainan anak, diantaranya adalah kelainan
fisik, mental, intelektual, sosial dan emosi. Selain jenis kelainan digunakan oleh guru untuk
mengidentifikasi anak dengan kebutuhan pendidikan khusus tersebut terdapat anak yang
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa atau sering disebut sebagai anak yang
memiliki kecerdasan dan bakat luar biasa. Masing- masing memiliki ciri dan tanda-tanda
khusus atau karakteristik yang dapat digunakan oleh guru untuk mengidentifikasi anak
dengan kebutuhan pendidikan khusus.Sebagai seorang guru dan sekalipun orang tua
identifikasi anak berkebutuhan khusus diperlukan agar keberadaan mereka dapat diketahui
sedini mungkin.
1.2. Tujuan
Setelah selesai membaca buku diharapkan kepada pembaca terutama guru, kepala
sekolah, dan pembina pendidikan di lapangan identifikasi anak berkebuthan khusus ini, di
lapangan mampu mengidentifikasi apakah seorang anak tergolong anak berkebutuhan khusus
atau bukan, dan mampu merencanakan tindak lanjutnya. Supaya tidak ada lagi kesalahan
dalam pelayanan pendidikan terhadap anak didik, jelas bahwa pelayanan pendidikan pada
anak yang tergolong ABK sudah pasti sangat berbeda dengan anak yang normal.
1.3. Manfaat
Manfaat yang kita dapatkan ketika sudah selesai membaca bukunini antara lain:
1. Kita dapat mengetahui bagaimana anak berkebutuhan khusus dan karakteristiknya
2. Kita dapat memahami teknik dan alat identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
3. Kita dapat memahami pelaksanaa identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
4. Sebagai seorang guru, melalui buku ini kita bisa membedakan peleyanan pendidikan
untuk ABK dan anak yang normal
1
BAB II ISI BUKU
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN KARATERISTIKNYA
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan
yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini
mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan. Oleh sebab itu mereka memerlukan
layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak. Secara
umum rentangan anak berkebutuhan khusus meliputi dua kategori yaitu: anak yang memiliki
kebutuhan khusus yang bersifat permanen, yaitu akibat dari kelainan tertentu, dan anak
berkebutuhan khusus yang
bersifat temporer, yaitu mereka yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan yang
disebabkan kondisi dan situasi lingkungan.
Misalnya, anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat kerusuhan
dan bencana alam, atau tidak bisa membaca karena kekeliruan guru mengajar, anak yang
mengalami kewibahasaan (perbedaan bahasa di rumah dan di sekolah), anak yang mengalami
hambatan belajar dan perkembangan karena isolasi budaya dan karena kemiskinan dsb. Anak
berkebutuhan khusus temporer, apabila tidak mendapatkan intervensi yang tepat dan sesuai
dengan hambatan belajarnya bisa menjadi permanen. Setiap anak berkebutuhan khusus, baik
yang bersifat permanen maupun yang temporer, memiliki perkembangan hambatan belajar
dan kebutuhan belajar yang berbeda-beda. Hambatan belajar yang dialami oleh setiap anak,
disebabkan oleh tiga hal, yaitu:
(1) faktor lingkungan
(2) faktor dalam diri anak sendiri
(3) kombinasi antara faktor lingkungan
(4) faktor dalam diri anak
Sesuai kebutuhan lapangan maka pada buku ini hanya dibahas secara singkat pada
kelompok anak berkebutuhan khusus yang sifatnya permanen.
2
2. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus dikelompokkan menjadi anak berkebutuhan khusus
temporer dan permanen. Anak berkebutuhan khusus permanen meliputi:
a. Anak dengan gangguan penglihatan (Tunanetra)
1). Anak Kurang Awas (low vision)
2). Anak tunanetra total (totally blind)
b. Anak dengan gangguan pendengaran dan bicara (Tunarungu/Wicara)
1). Anak kurang dengar (hard of hearing)
2). Anak tuli (deaf)
c. Anak dengan kelainan Kecerdasan
1) Anak dengan gangguan kecerdasan (intelektual) di bawah rata-rata (tunagrahita)
Anak tunagrahita ringan ( IQ IQ 50 – 70).
Anak tunagrahita sedang (IQ 25 – 49).
Anak tunagrahita berat (IQ 25 – ke bawah).
2) Anak dengan kemampuan intelegensi di atas rata-rata
Giffted dan Genius, yaitu anak yang memiliki kecerdasan di atas rata – rata
d. Talented, yaitu anak yang memiliki keberbakatan khusus
Anak dengan gangguan anggota gerak (Tunadaksa)
Anak layuh anggota gerak tubuh (polio)
Anak dengan gangguan fungsi syaraf otak (cerebral palcy)
e. Anak dengan gangguan perilaku dan emosi (Tunalaras)
1) Anak dengan gangguan prilaku
Anak dengan gangguan perilaku taraf ringan
Anak dengan gangguan perilaku taraf sedang
Anak dengan gangguan perilaku taraf berat
2) Anak dengan gangguan emosi
Anak dengan gangguan emosi taraf ringan
Anak dengan gangguan emosi taraf sedang
Anak dengan gangguan emosi taraf berat
f. Anak gangguan belajar spesifik
g. Anak lamban belajar (slow learner)
h. Anak Autis
i. Anak ADHD
3
3. Karakteristik dan Kebutuhan Pembelajaran ABK
1. Anak dengan Gangguan Penglihatan (Tunanetra)
Anak dengan gangguan penglihatan (Tunanetra) adalah anak yang mengalami
gangguan daya penglihataan sedemikian rupa, sehingga membutuhkaan layanan khusus
dalam pendidikan maupun kehidupannya. Layanan khusus dalam pendidikan bagi mereka,
yaitu dalam membaca menulis dan berhitung diperlukan huruf Braille bagi yang tunanetra
total, dan bagi yang masih memiliki sisa penglihatan diperlukan kaca pembesar atau huruf
cetak yang besar, media yang dapat diraba dan didengar atau diperbesar. Di samping itu
diperlukan latihan orientasi dan mobilitas.
Untuk mengenali mereka, kita dapat melihat ciri-ciri sebagai berikut:
a. Kurang melihat (kabur), tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 m.
b. Kesulitan mengambil benda kecil didekatnya.
c. Tidak dapat menulis mengikuti garis lurus.
d. Sering meraba-raba dan tersandung waktu berjalan,
e. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/bersisik kering.
f. Tidak mampu melihat.
g. Peradangan hebat pada kedua bola mata,
h. Mata bergoyang terus
4
c. Kelompok yang mengalami keterbatasan penglihatan berat tunanetra total:
1) Mempunyai persepsi cahaya (light perception)
2) Tidak memiliki persepsi cahaya ( no light perception )
Kebutuhan pembelajaran anak tunanetra, karena keterbatasan anak tunanetra seperti tersebut
di atas maka pembelajaran bagi mereka mengacu pada prinsif- prinsif sebagai beikut:
a. Kebutuhan akan pengalaman konkrit.
b. Kebutuhan akan pengalaman yang terintegrasi.
c. Kebutuhan dalam berbuat dan bekerja dalam belajar
Media belajar anak tunanetra dikelompokan menjadi dua yaitu:
a. Kelompok tunanetra total dengan media baca tulis huruf Braille.
b. Kelompok low vision dengan media baca tulis biasa yang diperbesar (misalnya hurup
diperbesar dan menggunakan alat pembesar).
5
Banyak perhatian terhadap getaran.
Terlambat dalam perkembangan bahasa
tidak ada reaksi terhadap bunyi atau suara
Terlambat perkembangan bahasa,
Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,
Kurang atau tidak tanggap dalam diajak bicara,
Ucapan kata tidak jelas, kualitas suara aneh/monoton,
b. Kebutuhan pembelajaran anak tunarungu, secara umum tidak berbeda dengan anak pada
umumnya. Tetapi mereka memerlukan perhatian dalam kegiatan pembelajaran antara lain:
Tidak mengajak anak untuk berbicara dengan cara membelakanginya
Anak hendaknya didudukkan paling depan, sehingga memiliki peluang untuk mudah
membaca bibir guru.
Perhatikan postur anak yang sering memiringkan kepala untuk mendengarkan.
Dorong anak untuk selalu memperhatikan wajah guru, bicaralah dengan anak dengan
posisi berhadapan dan bila memungkinkan kepala guru sejajar dengan kepala anak.
Guru bicara dengan volume biasa tetapi dengan gerakan bibirnya yang harus jelas.
6
c. Tunagrahita berat memiliki IQ 40-25
d. Tunagrahita berat sekali memiliki IQ <25
7
Terdapat cacat pada anggota gerak,
Anggota gerak layu, kaku, lemah/lumpuh,
b. Kebutuhan Pembelajaran Anak Tunadaksa
Guru sebelum memberikan pelayanan dan pembelajaran bagi anak tundaksa harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Segi kesehatan anak
Apakah ia memililki kelainan khusus seperti kencing manis atau pernah dioperasi, kalau
digerakkan sakit sendinya, dan masalah lain seperti harus meminum obat dan sebagainya.
Kemampuan gerak dan mobilitas
Apakah anak ke sekolah menggunakan transportasi khusus, alat bantu gerak, dan sebagainya.
Hal ini berhubungan dengan lingkungan yang harus dipersiapkan.
Kemampuan komunikasi
Apakah ada kelainan dalam berkomunikasi, dan alat komunikasi yang akan digunakan (lisan,
tulisan, isyarat) dan sebagainya.
Kemampuan dalam merawat diri
Apakah anak dapat melakukan perawatan diri dalam aktivitas sehari-hari atau tidak.
Misalnya; dalam berpakaian, makan, mandi dll.
Posisi
Bagaimana posisi anak tersebut pada waktu menggunakan alat bantu, duduk pada saat
menerima pelajaran, waktu istirahat, di kamar kecil (toilet), saat makan dan sebagainya.
Sehinga physical
therapis sangat diperlukan.
8
Lamanya waktu pola tingkah laku itu dilakukan.
a. Tunalaras (anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku) memiliki ciri-ciri:
1) Cenderung membangkang
2) Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah
3) Sering melakukan tindakan agresif, merusak, mengganggu
4) Sering bertindak melanggar norma sosial/norma susila/hukum
5) Cenderung prestasi belajar dan motivasi rendah sering bolos jarang masuk sekolah
9
Senang mencoba hal-hal baru,
Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi, Mempunyai
daya imajinasi dan ingatan yang kuat,
Senang terhadap kegiaan intelektual dan pemecahan-pemecahan masalah,
Cepat menangkap hubungan sebab akibat,
Tidak cepat puas atas prestasi yang dicapainya
Lebih senang bergaul dengan anak yang lebih tua usianya.
Anak talented adalah anak yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam bidang tertentu,
misalnya hanya dalam bidang matematik, ilmu pengetahuan alam, bahasa, kepemimpinan,
kemampuan psikomotor, penampilan seni.
b. Kebutuhan pembelajaran anak cerdas istimewa dan bakat istimewa
1. Program pengayaan horisontal, yaitu:
mengembangkan kemampuan eksplorasi.
mengembangkan pengayaan dalam arti memperdalam dan memperluas hal-hal yang
ada di luar kurikulum biasa
excekutif intensive dalam arti memberikan kesempatan untuk mengikuti program
intensif bidang tertentu yang diminati secara tuntas dan mendalam dalam waktu
tertentu
2. Program pengayaan vertikal, yaitu:
Acceleration, percepatan/maju berkelanjutan dalam mengikuti program yang sesuai
dengan kemampuannya, dan jangan dibatasi oleh jumlah waktu, atau tingkatan kelas.
Independent study, memberikan seluas-luasnya kepada anak untuk belajar dan
menjelajahi sendiri bidang yang diminati.
Mentorship, memadukan antara yang diminati anak gifted dan tallented dengan para
ahli yang ada di masyarakat.
10
a. Ciri-ciri yang dapat diamati pada anak lamban belajar:
Rata-rata prestasi belajarnya rendah (kurang dari 6),
Menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-teman
seusianya,
Daya tangkap terhadap pelajaran lambat,
Pernah tidak naik kelas.
b. Anak lamban belajar membutuhkan pembelajaran khusus antara lain:
Waktu yang lebih lama dibanding anak pada umumnya
Ketelatenan dan kesabaran guru untuk tidak terlalu cepat dalam memberikan
penjelasan
Memperbanyak latihan dari pada hapalan dan pemahaman
Menuntut digunakannya media pembelajaran yang variatif oleh guru
Diperlukan adanya pengajaran remedial
11
Kesulitan belajar dapat dialami oleh siapa saja, mulai dari siswa yang berkecerdasan
rata-rata, sampai yang berinteligensi tinggi. Kesulitan belajar dapat berdampak negatif tidak
saja dalam penguasaan prestasi akademik, tetapi juga perkembangan kepribadiannya.
Kesulitan belajar yang dialaminya bukanlah sesuatu yang menetap, sebab intervensi dini dan
pendekatan profesional secara terpadu dapat menangani kesulitan belajar yang mereka
hadapi. Sesuai dengan fungsi, peran dan tanggung jawabnya, guru di sekolah reguler
memiliki posisi strategis dalam turut membantu siswanya yang berkesulitan belajar. Guru
merupakan ujung tombak dalam membantu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi para
siswanya, termasuk permasalahan yang dihadapi anak kesulitan belajar. Untuk itu, sejalan
dengan bervariasinya jenis dan tingkat kesulitan belajar yang dihadapi anak, langkah pertama
yang harus dilakukan guru adalah mampu melakukan identifikasi atau penjaringan terhadap
mereka melalui pengenalan ciri-ciri atau karakteristik yang ditampilkannya.
Kedua, mampu melakukan assesmen, merumuskan dan melaksanakan program
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik, permasalahan, dan kebutuhannya. Dan,
kemampuan melakukan kerja sama secara terpadu dengan propesi lain yang terkait dengan
kondisi anak.
Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca (disleksia),
kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia), sedangkan
dalam mata pelajaran lain, mereka tidak mengalami kesulitan yang berarti.
a. Ciri-ciri anak berkesulitan belajar spesifik:
Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)
Kesulitan membedakan bentuk,
Kemampuan memahami isi bacaan rendah,
Sering melakukan kesalahan dalam membaca
Anak yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia)
Sangat lamban dalam menyalin tulisan
Sering salah menulis hurup b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan
9, dan sebagainya,
Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,
Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
Menulis huruf dengan posisi terbalik (p ditulis q atau b)
12
Anak yang mengalami kesulitan berhitung (diskalkulia)
Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =
Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan,
Sering salah membilang secara berurutan
Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8,
dan sebagainya,
Sulit membedakan bangun-bangun geometri.
9. Anak Autis
Autis dari kata auto, yang berarti sendiri, dengan demikian dapat diartikan seorang
anak yang hidup dalam dunianya. Anak autis cenderung mengalami hambatan dalam
interaksi, komunikasi, perilaku sosial.
a. Anak autis memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Mengalami hambatan di dalam bahasa
Kesulitan dalam mengenal dan merespon emosi dengan isyarat sosial
Kekakuan dan miskin dalam mengekspresikan perasaan
Kurang memiliki perasaan dan empati
Sering berperilaku diluar kontrol dan meledak-ledak
Secara menyeluruh mengalami masalah dalam perilaku
Kurang memahami akan keberadaan dirinya sendiri
Keterbatasan dalam mengekspresikan diri
13
Berperilaku monoton dan mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan
c. Kebutuhan Pembelajaran Anak Autis:
Anak autis membutuhkan pembelajaran khusus antara lain sebagai berikut:
Diperlukan adanya pengembangan strategi untuk belajar dalam seting kelompok
Perlu menggunakan beberapa teknik di dalam menghilangkan perilaku-perilaku
negatif yang muncul dan mengganggu kelangsungan proses belajar secara
keseluruhan (stereotip)
Guru perlu mengembangkan ekspresi dirinya secara verbal dengan berbagai bantuan
Guru terampil mengubah lingkungan belajar yang nyaman dan menyenangkan bagi
anak, sehingga tingkah laku anak dapat dikendalikan pada hal yang diharapkan.
14
BAB III
15
Jenis-jenis bakat antara lain sebagai berikut:
Bakat umum, merupakan kemampuan yang berupa potensi dasar yang bersifat umum,
artinya setiap orang memiliki.
Bakat khusus, merupakan kemampuan yang berupa potensi khusus, artinya tidak semua
orang memiliki misalnya bakat seni, pemimpin, penceramah, olahraga.
Selain itu bakat khusus yang lain, yaitu :
1. Bakat Verbal, Bakat tentang konsep – konsep yang diungkapkan dalam bentuk kata –
kata.
2. Bakat Numerikal, Bakat tentang konsep – konsep dalam bentuk angka.
Bakat Skolastik, Kombinasi kata – kata (logika) dan angka – angka.
Kemampuan dalam penalaran, mengurutkan, berpikir dalam pola sebab-akibat,
menciptakan hipotesis, mencari keteraturan konseptual atau pola numerik, pandangan
hidupnya umumnya bersifat rasional. Ini merupakan kecerdasan para ilmuwan, akuntan, dan
pemprogram komputer.(Newton, Einstein, dsb.)
Bakat Abstrak, Bakat yang bukan kata maupun angka tetapi berbentuk pola, rancangan,
diagram, ukuran – ukuran, bentuk – bentuk dan posisi-posisinya.
Bakat mekanik, Bakat tentang prinsip – prinsip umum IPA, tata kerja mesin, perkakas dan
alat – alat lainnya.
Bakat Relasi Ruang (spasial),
Bakat kecepatan ketelitian klerikal, Bakat tentang tugas tulis menulis, ramu-meramu
untuk laboratorium, kantor dan lain -lainnya.
Bakat bahasa (linguistik), Bakat tentang penalaran analistis bahasa (ahli sastra) misalnya
untuk jurnalistik, stenografi, penyiaran, editing, hukum, pramuniaga dan lain – lainnya.
b. Minat
Minat adalah suatu proses yang tetap untuk memperhatikan dan menfokuskan diri pada
sesuatu yang diminatinya dengan perasaan senang dan rasa puas ( Hilgar & Slameto ; 1988 ;
59).Minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu campuran dari perasaan,
harapan, pendirian, prasangka, rasa takut atau kecenderungan lain yang mengarahkan
individu kepada suatu pikiran tertentu. (Maprare dan Slameto; 1988; 62).
Jenis – jenis minat (Guilford, 1956) :
1. Minat vokasional merujuk pada bidang – bidang pekerjaan.
16
a. Minat profesional : minat keilmuan, seni dan kesejahteraan sosial.
b. Minat komersial : minat pada pekerjaan dunia usaha, jual beli, periklanan,
akuntansi, kesekretariatan dan lain – lain.
c. Minat kegiatan fisik, mekanik, kegiatan luar, dan lain – lain.
2. Minat avokasional, yaitu minat untuk memperoleh kepuasan atau hobi. Misalnya
petualang, hiburan, apresiasi, ketelitian dan lain – lain.
Faktor-Faktor Yang Mendukung Pengembangan Bakat dan Minat
1. Faktor Intern
a. Faktor Bawaan (Genetik)
Faktor ini merupakan faktor yang mendukung perkembangan individu dalam minat dan
bakat sebagai totalitas karakteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak dalam
segala potensi melalui fisik maupun psikis yang dimiliki individu sebagai pewarisan dari
orang tuanya. Faktor hereditas sebagai faktor pertama munculnya bakat (Yusuf ; 2004 ; 31).
Dari segi biologi, bakat sangat berhubungan dengan fungsi otak. Bila otak kiri dominan,
segala tindakan dan verbal, intelektual, sequensial, teratur rapi, dan logis. Sedangkan otak
kanan berhubungan dengan masalah spasial, non verbal, estetik dan artistic serta atletis.
b. Faktor kepribadian
Faktor kepribadian yaitu keadaan psikologis dimana perkembangan potensi anak
tergantung pada diri dan emosi anak itu sendiri. Hal ini akan membantu anak dalam
membentuk konsep serta optimis dan percaya diri dalam mengembangkan minat dan
bakatnya (Asror ; 1999 ; 93).
2. Faktor Ekstern
a. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan merupakan olahan dari berbagai hal untuk mendukung pengembangan
minat dan bakat anak. Faktor lingkungan terbagi atas :
Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga merupakan tempat latihan atau belajar dan tempat anak memperoleh
pengalaman, karena keluarga merupakan lingkungan pertama dan paling penting bagi anak.
(Sutiono ; 1998 ; 171).
Lingkungan sekolah
Suatu lingkungan yang dapat mempengaruhi proses belajar mengajar kondusif yang bersifat
formal.Lingkungan ini sangat berpengaruh bagi pengembangan minat dan bakat karena di
lingkungan ini minat dan bakat anak dikembangkan secara intensif.
17
Lingkungan sosial
Suatu lingkungan yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat. Di lingkungan ini anak
akan mengaktualisasikan minat dan bakatnya kepada masyarakat.
c. Kepribadian
MecDougal dan kawan-kawannya berpendapat, bahwa kepribadian adalah “tingkatan
sifat-sifat dimana biasanya sifat yang tinggi tingkatannya mempunyai pengaruh yang
menentukan”. Sigmund Freud memandang kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri
dari tiga sistem yaitu Id, Ego dan Superego. Dan tingkah laku, menurut Freud, tidak lain
merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kerpibadian tersebut.Kepribadian
adalah sesuatu dalam melakukan sesuatu. Kepribadian terletak dibelakang perbuatan-
perbuatan khusus dan di dalam individu. Dalam arti kepribadian itu bukan hanya ada selama
ada orang lain bereaksi terhadapnya, tetapi lebih jauh dari itu mempunyai eksetensi real
(keadan nayata), yang termasuk di dalamnya segi-segi neural dan fisiologis.
Aspek-AspekKeperibadian
Para ahli psikologi memberikan penekanan bahwa yang dipelajari oleh psikologi
bukanlah jiwa, tetapi tingkah laku manusia, baik perilaku yang kelihatan (overt) maupun
yang tidak kelihatan (covert). Tingkah laku manusia dianalisis ke dalam tiga aspek atau
fungsi, yaitu:
1. Aspek Kognitif (pengetahuan), yaitu pemikiran, ingatan, hayalan, daya bayang,
inisiatif, kreativitas, pengamatan, dan pengindraan. Fungsi aspek kognitif adalah
menunjukkan jalan, mengarahkan, dan mengendalikan tingkah laku.
2. Aspek Afektif, yaitu kejiwaan yang berhubungan dengan kehidupan alam perasaan
atau emosi, sedangkan hasrat, kehendak, kemauan, keinginan, kebutuhan, dorongan,
dan element motivasi lainnya disebut aspek konatif atau psiko-motorik
(kecenderungan atau niat tindak) yang tidak dapat dipisahkan dengan aspek afektif.
Kedua aspek tersebut sering disebut aspek finalis yang berfungsi sebagai energi atau
tenaga mental yang menyebabkan manusia bertingkah laku.
3. Aspek Motorik, yaitu berfungsi sebagai pelaksana tingkah laku manusia seperti
perbuatan dan gerakan jasmani lainnya.
Perkembangan Kepribadian
18
Erikson mengemukakan tahapan perkembangan kepribadian dengan kecenderungan yang
bipolar:
1. Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku bayi
didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di
sekitarnya..
2. Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya kecenderungan autonomy
– shame, doubt.
3. Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative – guilty.
Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan
tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan.
4. Masa Sekolah (School Age) ditandai adanya kecenderungan industry–inferiority.
Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat
aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya.
5. Masa Remaja (adolescence) ditandai adanya kecenderungan identity – Identity
Confusion.
6. Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya kecenderungan intimacy –
isolation.
7. Masa Dewasa (Adulthood) ditandai adanya kecenderungan generativity-stagnation.
8. Masa hari tua (Senescence) ditandai adanya kecenderungan ego integrity – despair..
d. Gaya Belajar
Menurut Fleming dan Mills (1992), gaya belajar merupakan kecenderungan siswa untuk
mengadaptasi strategi tertentu dalam belajarnya sebagai bentuk tanggung jawabnya untuk
mendapatkan satu pendekatan belajar yang sesuai dengan tuntutan belajar di kelas/sekolah
maupun tuntutan dari mata pelajaran.
Drummond (1998:186) mendefinisikan gaya belajar sebagai, “an individual’s
preferred mode and desired conditions of learning.” Maksudnya, gaya belajar
dianggap sebagai cara belajar atau kondisi belajar yang disukai oleh pembelajar.
Willing (1988) mendefinisikan gaya belajar sebagai kebiasaan belajar yang disenangi
oleh pembelajar. Keefe (1979) memandang gaya belajar sebagai cara seseorang dalam
menerima, berinteraksi, dan memandang lingkungannya. Dunn dan Griggs (1988)
memandang gaya belajar sebagai karakter biologis bawaan.
e. Gaya Berpikir
Pengertian Gaya Berpikir
19
Gaya berpikir merupakan cara yang dipilih seseorang untuk menggunakan
kemampuannya (Sternberg, 1997 dalam Santrock, 2004). Sementara Taylor dkk (1977:55)
mendefinisikan berpikir sebagai proses penarikan kesimpulan (Thinking is an inferring
process). Berpikir sebagai proses penarikan kesimpulan dari persoalan yang dipahami yang
kemudian mampu menemukan pemecahan persoalan itu sehingga menghasilkan kesimpulan
dan temuan baru. Tentunya, penarikan kesimpulan dalam proses berpikir ini dipengaruhi
rekayasa dan manipulasi data-data dan atau pengertian-pengertian yang tersimpan dalam long
term memori seseorang.
Macam – Macam Gaya Berfikir
Terdapat beberapa jenis gaya berfikir, yaitu:
1. Gaya impulsif ataukah reflektif
Gaya impulsif/reflektif juga disebut sebagai tempo konseptual, yakni siswa cenderung
gaya belajar dan berpikirbertindak cepat dan impulsif ataukah menggunakan lebih banyak
waktu untuk merespons dan merenungkan akurasi dari suatu jawaban (Kagan, 1965 dalam
Santrock ,2004:156). Siswa yang impulsif seringkali lebih banyak melakukan kesalahan
daripada siswa bergaya reflektif. Riset tentang gaya ini telah memberi pengaruh besar
terhadap kegiatan pendidikan (Jonassen dan Grabowski, 1993 dalam Santrock, 2004:156).
Dibandingkan siswa yang impulsif, siswa yang reflektif lebih banyak melakukan hal-hal
berikut:
a. Mengingat informasi yang terstruktur
b. membaca dengan memhami dan mengiterpretasi teks
c. memecahkan problem dan membuat keputusan
d. lebih mungkin menentukan sendiri tujuan belajar
e. lebih mungkin berkosentrasi terhadap informasi yang relefan
2. Gaya mendalam ataukah dangkal
Gaya belajar mendalam adalah sejauh mana siswa mempelajari materi pelajaran
dengan satu cara untuk membantu mereka memahami makna materi tersebut (gaya
mendalam). Gaya belajar dangkal adalah sekadar mencari apa-apa yang perlu untuk dipelajari
(gaya dangkal).
f. Keberagaman Peserta Didik
Keragaman adalah beragam, banyak jenis, rupa-rupa dan sebagainya. Sedangkan yang
dimaksud dengan siswa yaitu peserta didik pada suatu lembaga yang disebut dengan sekolah.
Maka dapat disimpulkan bahwa keragaman siswa merupakan rupa-rupa siswa yang dibentuk
20
oleh pribadi dan lingkungan. Keragaman budaya dan identitas individu dapat dilihat dari
kelas sosial, kebangsaan, ras, kelompok etnis, kemampuan dan kecerdasan, agama, wilayah
geografis, dan gender.
Keberagaman Status Sosial
Sekolah merupakan lembaga kelas menengah yang berfungsi sebagai pelebur komunitas
kaya dan miskin sehingga tidak terlihat adanya kesenjangan status sosial. Sebagai seorang
pendidik, guru harus mampu berdiri di tengah, dan memdidik seluruh siswa untuk saling
menghargai satu sama lainnya.
1. Suku dan Ras
Suku dan ras dalam suatu bangsa dapat berpengaruh terhadap pengalaman sekolah siswa.
Suku bangsa adalah sejarah, budaya, dan rasa identitas yang dimiliki bersama oleh
sekelompok orang, sedangkan yang dimaksud dengan ras itu sendiri adalah karakteristik
genetik individu yang terlihat jelas yang mengakibatkan mereka dipandang sebagai anggota
kelompok besar yang sama. Faktorpenentu utama budaya yang dimana siswa akan dibesarkan
adalah asal-usul etnis mereka. Maka karakter yang terbentuk beragam pula.
2. Kemampuan dan kecerdasan
Manusia diciptakan dan dilengkapi dengan kecerdasan yang memiliki kemampuan luar
biasa, yang tidak dimiliki oleh makhluk lain dan kecerdasan sebagai suatu kemampuan ini
pulalah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya dimuka bumi ini. Intelegensi
berasal dari bahasa Inggris “Intelligence” yang juga berasal dari bahasa Latin yaitu
“Intellectus dan Intelligentia atau Intellegere”.
Bahasa
Kecerdasan bahasa, menunjukkan kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan
kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan, dalam berbagai bentuk yang berbeda untuk
mengekspresikan gagasan-gagasannya.
Logika-Matematika
Kecerdasan matematika-logika, menunjukkan kemampuan seseorang dalam berpikir
secara induktif dan deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisis
pola angka-angka, serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir.
Music
Kecerdasan musikal, menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap suara-
suara nonverbal yang berada di sekelilingnya, termasuk dalam hal ini adalah nada dan irama.
Tubuh-Kinestetika
21
Kecerdasan kinestetik, menunjukkan kemampuan seseorang untuk secara aktif
menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan
berbagai masalah
Alam (naturalis)
Kecerdasan naturalis, menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap
lingkungan alam.
Antar Pribadi(Interpersonal)
Kecerdasan interpersonal, menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan
orang lain.
Intra Pribadi
Kecerdasan intrapersonal, Kecerdasan intrapersonal menunjukkan kemampuan seseorang
untuk peka terhadap perasaan dirinya sendiri.
Penanganan :
Mencari tahu penyebab kesulitan anak berkonsentrasi.
Misal, ketika mengikuti lomba mewarnai, anak bisa melihat pekerjaan teman
sehingga ia tidak mengerjakan gambarnya. Hal ini bisa disebabkan oleh kesempatan
bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya kurang, sehingga ketika berada diluar rumah ia
begitu senangnya sampai lupa dengan tugasnya. Orangtua harus cerdik mencari solusi yang
tepat, seperti membuka kesempatan anak bergaul seluas-luasnya dengan teman sebaya atau
menyediakan berbagai aktifitas menarik yang tidak membutuhkan waktu lama untuk
dikerjakan, terutama di usia balita yang memang rentang perhatiannya masih pendek.
22
Mencari strategi yang sesuai
Masuk usia 4-5 tahun anak mulai paham dan bisa diajak kerja sama. Katakan, saat
mengikuti lomba mewarnai anak diminta menyelesaikan tugasnya terlebih dahulu. Jika ia
cepat menyelesaikan tugasnya, ia akan diajak berjalan-jalan dan bermain. Jika anak terlalu
lama, ia tidak jadi diajak jalan. Harapannya anak lebih berkonsentrasi untuk menyelesaikan
tugasnya. Prinsipnya, orangtua bisa menentukan target dan waktu pencapaian sesuai dengan
kemampuan anak. Begitu juga dalam penerapannya, orangtua bisa menggunakan pemberian
hadiah, pujian atu pemberian yang ia suka sehingga anak termotivasi untuk menyelesaikan
apa yang sedang ia lakukan.
Melakukan aktifitas yang dapat melatih konsentrasi anak
Membuat tanda waktu sehingga anak sadar bahwa dalam mengerjakan tugas ada time
limitnya. Stimulasi layaknya belajar disekolah. Usahakan setting tempat belajarnya juga
seperti di kelas. Saat mengajar, usahakan seperti gurunya di sekolah, jadi tidak selalu duduk
disamping anak. Memecah waktu belajarnya menjadi beberapa kali. Contoh, waktu belajar
yang satu jam, kita pecah menjadi tiga kali dalam satu jam (per 20 menit) selingi dengan
istirahat selama lima menit. Bila anak sudah konsisten dengan waktu 20 menit bisa kita
tambah waktu belajarnya menjadi 30 menit dan seterusnya.
2. Diskalkulia, Kesulitan dalam Berhitung
Menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi serta proses matematis.Kesulitan
ini dapat ditinjau secara kuantitatif,yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung
(counting) dan mengkalkulasi (calculating).
Penanganan :
a. Cobalah memvisualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti, dengan menggunakan
gambar ataupun cara lain untuk menjembatani langkah-langkah atau urutan dari proses
keseluruhannya. Misal : menggunakan alat bantu benda : 2 apel ditambahkan 2 apel, jadinya
4 apel.
b. Tuangkan konsep matematis atupun angka-angka secara tertulis di atas kertas agar anak
mudah melihatnya dan tidak sekedar abstrak. Bila perlu, tuliskan urutan angka-angka itu
untuk membantu anak memahami konsep setiap angka sesuai dengan urutannya.
c. Terapkan konsep matematis dalam aktifitas sederhana sehari-hari. Umpama, beberapa
sepatu yang harus dipakainya jika berpergian, berapa potong pakaian seragam sekolahnya
dalam seminggu, berapa jumlah kursi makan yang diperlukan jika disesuaikan dengan
anggota keluarga yang ada dan sebagainya.
23
d. Sesering mungkin mendorong anak melatih ingatan secara kreatif, entah dengan cara
menyanyikan angka-angka ataupun cara lain yang mempermudah menampilkan ingatannya
tentang angka.
e. Harus ada kerjasama terpadu antara guru dan orangtua untuk menentukan strategi belajar di
kelas, memonitor kesulitan dan perkembangan anak, serta melakukan tindakan-tindakan yang
perlu untuk memfasilitasi kemajuan anak. Misal, guru memberi saran tertentu pada orangtua
dalam menentukan tugas di rumah, buku-buku bacaan, serta latihan yang disarankan.
Ciri-ciri :
Sulit mengeja
Sulit mengenali simbol dan huruf
Sulit mengenal kata
Sulit mengode simbol di dalam otak untuk diterjemahkan
Penanganan :
Salah satu metode yang diterapkan dalam mengatasi disleksia adalah metode multi-
sensory. Lewat metode yang sudah terintegrasi ini, anak akan diajarkan mengeja. Tekniknya
bisa dengan mendengar dan mengulang ejaan, memanfaatkan kekuatan memori visual
(penglihatan) serta taktil (sentuhan). Merekapun diminta menuliskan huruf dengan berbagai
cara, di buku, di lantai, di udara menggunakan pensil spidol bahkan membentuk huruf dengan
lilin. Tujuan utamanya adalah anak bisa mengasosiasikan antara pendengaran, penglihatan
dan sentuhan sehingga otak lebih mudah mengingat kembali huruf-huruf. Selain itu kita perlu
membangun rasa percaya diri anak karena biasanya anak disleksia sering mengalami
gangguan kepercayaan diri, akibat dari lingkungan yang kerap mengolok, mengejek dan
mencap negatif, memarahi dan lainnya. Jika kepercayaan diri rendah, anak akan semakin sulit
keluar dari masalahnya. Biasanya anak disleksia memiliki kelebihan lain, carilah kelebihan
itu dan kembangkan sehingga rasa percaya diri anak bisa tumbuh lebih kuat.
24
4. Disgrafia, Gangguan dalam Menulis
Penanganan :
Pahami kondisi anak
Terimalah keadaannya dan tidak membandingkannya dengan anak lain. Jangan
pernah beranggapan anak disgrafia adalah anak bodoh, pemalas, dan label negatif lainnya.
Ingat, kesulitan ini tidak berkaitan dengan tingkat inteligensi yang rendah, kemalasan, asal-
asalan menulis, dan tidak mau belajar. Kesabaran dan pengertian orangtua serta guru sangat
diperlukan supaya anak keluar dari masalahnya. Ketidaksabaran apalagi disertai cemoohan
malah akan membuat anak semakin berkutat dengan masalahnya bahkan membuatnya
semakin rendah diri.
Gunakan alat bantu
Alat bantu seperti komputer atau laptop, biasanya dapat membuat anak lebih mudah
menuangkan ide atau apapun yang ingin ia tulis. Dengan alat bantu ini kita bisa menjelaskan
lebih detail kesalahan-kesalahan yang anak lakukan. Umpama, dengan tombol korektor untuk
memperbaikinya sehingga anak lebih mudah memahami kesalahannya.
Minta terus menulis
Terus menulis merupakan terapi untuk mengatasi masalah ini. Lakukan secara bertahap,
mulai tullisan pendek hingga panjang; mulai didampingi secara penuh hingga secara perlahan
dilepas. Jangan lupa, supaya anak tertarik menulis, minta ia menulis hal-hal yang disukainya
seperti menulis surat kepada teman, menulis pengalaman pergi tamasya, menulis cerita
tentang teman yang menyenangkan, dan lainnya. Tak hanya menulis, kitapun bisa meminta
anak untuk menggambar apa pun yang ia suka yang dapat membantu anak keluar dari
masalah disgrafia. (Berbagai Sumber)
3. Pendidikan pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
25
3.Anak dengan hambatan emosi dan perilaku (HEP)
27
3. Handicaped
Merupakan suatu keadaan di mana individu mengalami ketidakmampuan dalam
bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini dimungkinkan karena adanya
kelainan dan berkurangnya fungsi organ individu. Contoh orang yang mengalami amputasi
kaki sehingga untuk aktivitas mobilitas atau berinteraksi dengan lingkungannya dia
memerlukan kursi roda.Termasuk anak-anak berkebutuhan khusus yang sifatnya temporer di
antaranya adalah anak-anak penyandang post traumatic syndrome disorder (PTSD) akibat
bencana alam, perang, atau kerusuhan, anak-anak yang kurang gizi, lahir premature, anak
yang lahir dari keluarga miskin, anak-anak yang mengalami depresi karena perlakukan kasar,
anak-anak korban kekerasan, anak yang kesulitan konsentrasi karena sering diperlakukan
dengan kasar, anak yang tidak bisa membaca karena kekeliruan guru mengajar, anak
berpenyakit kronis, dsb.
Jumlah siswa dalam satu kelas adalah 30 siswa yang terdiri dari:
- 29 siswa anak normal
- 1 siswa berebutuhan khusus dengan gangguan pendengaran, yang mana telinga yang
masih peka terhadap suara adalah telinga bagian kiri.
Pengelolaan Kelas:
1. Bentuk Ruang Belajar
- Ruangan berbentuk persegi panjang
- Tembok terbuat dari triplek atau kayu karena dapat menyimpan suara
- Terdiri dari 2 buah jendela berventilasi dengan korden dan 1 pintu.
Jendela dibuat hanya berventilasi agar ruangan bisa menerima udara dan tidak pengap
2. Penggunaan Warna
Warna yang dipilih hendaknya warna yang kontras:
a. Dinding bawah berwarna coklat
b. Dinding atas berwarna hijau muda
c. Diantara dinding atas dan dinding bawah terdapat hiasan bunga
d. Korden berwarna kuning
e. Karpet berwarna merah
f. Atap kelas berwarna biru muda
3. Sistem Akustik
28
- Sistem akustik dari ruang kelas ini adalah tembok yang terbuat dari triplek atau kayu.
Triplek atau kayu dapat menyimpan suara. Hal ini dibutuhkan karena dalam kelas tersebut
terdapat anak berkebutuhan khusus dengan gangguan pendengaran.
- Selain itu, jendela dibuat berkaca, hanya ada ventilasi di atasnya, juga dibuat berkorden.
Hal ini agar udara masih bisa masuk, dengan adanya korden juga bisa meminimalisir suara
dari luar.
Dengan adanya sistem akustik tersebut, dapat meminimalisir suara berisik dari luar ruang
kelas sehingga tidak mengganggu siswa dengan gangguan pendengaran, proses belajar
mengajar pun dapat berjalan dengan efektif.
4. Aksesibilitas
- Aksesibilitas untuk anak gangguan pendengaran adalah alat bantu pendengaran
5. Perabot Kelas
- Siswa duduk di karpet jadi tidak ada kursi atau bangku. Hal ini agar ruang gerak siswa itu
tidak dibatasi dan siswa dapat mudah berpindah-pindah
- Ada sound untuk memperkeras suara. Hal ini untuk membantu siswa dengan gangguan
pendengaran
- Pintu diusahakan ada di beakang siswa agar siswa bisa lebih konsentrasi
- Terdapat papan tulis di depan
- Dinding ruangan dihiasi dengan:
a. Hasil karya siswa
b. Grafik asesmen perilaku
c. Jadwal piket siswa
d. Pencapaian/prestasi siswa
e. Jam dinding
f. Foto presiden dan wakilnya
g. Garuda
6. Posisi Tempat Duduk
- Berkelompok
Satu kelas dibagi menjadi 6 kelompok, dalam satu kelompok terdiri dari 5 siswa
- Siswa duduk di karpet, melingkar
- Kelompok yang beranggotakan anak berkebutuhan khusus diusahakan ditempatkan di
dekat sound
7. Illumination atau Pencahayaan
29
Kelas yang bagus adalah kelas yang terang, jadi dalam ruang kelas tersebut
pencahayaannya harus bagus, lampu yang dipakai harus terang.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan, maka kesimpulan yang dapat diperoleh, antara lain:
1. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan
pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan
khusus ini mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan. Oleh sebab itu
mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan belajar
masing-masing anak.
2. Setiap anak berkebutuhan khusus, baik yang bersifat permanen maupun yang
temporer, memiliki perkembangan hambatan belajar dan kebutuhan belajar yang
berbeda-beda. Hambatan belajar yang dialami oleh setiap anak, disebabkan oleh tiga
hal, yaitu: (1) faktor lingkungan (2) faktor dalam diri anak sendiri, dan (3) kombinasi
antara faktor lingkungan dan faktor dalam diri anak.
3. Anak berkebutuhan khusus dibagi menjadi dua, yaitu anak berkebutuhan khusus
temporer dan permanen.
4. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus yaitu :
a. Anak dengan Gangguan Penglihatan (Tunanetra)
b. Anak dengan Gangguan Pendengaran (Tunarungu)
c. Anak dengan Gangguan Intelektual (Tunagrahita)
d. Anak dengan Gangguan Gerak Anggota Tubuh (Tunadaksa)
e. Anak dengan gangguan Perilaku dan Emosi (Tunalaras)
f. Anak Cerdas Istimewa dan Bakat Istimewa (gifted dan talented)
g. Anak Lamban Belajar ( Slow Learner)
h. Anak Berkesulitan Belajar Spesifik
i. Anak Autis
Setiap karakteristik anak tersebut memiliki ciri-ciri yang berbeda dan penanggulangan
yang berbeda pula.
5. Istilah identifikasi ABK dimaksudkan sebagai usaha seseorang (orang tua, guru,
maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk mengetahui apakah seorang anak
mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, sosial, emosional, dan atau
sensoris neurologis) dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan
dengan anak-anak lain seusianya (anak-anak normal).
30
6. Setelah dilakukan identifikasi dapat diketahui kondisi seseorang, apakah pertumbuhan
dan perkembangannya mengalami kelainan/penyimpangan atau tidak. Bila mengalami
kelainan/penyimpangan, dapat diketahui pula apakah anak tergolong: (1)Tunanetra,
(2), Tunarungu, (3) Tunagrahita, (4) Tunadaksa (5) Anak Tunalaras, (6) Anak lamban
belajar, (7) Anak yang mengalami kesulitanbelajar spesifik, (8) Anak Autis (9) Anak
Berbakat, (10). Anak ADHD (gangguan perhatian dan hiperaktif).
7. Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, kegiatan identifikasi anak berkebutuhan
khusus dilakukan untuk lima keperluan,yaitu: Penjaringan (screening),
Pengalihtanganan (referal), Klasifikasi, Perencanaan pembelajaran, dan Pemantauan
kemajuan belajar.
8. Langkah-langkah untuk melakukan identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus yaitu:
1. Menghimpun Data Anak
2. Menganalisis Data dan Mengklasifikasikan Anak
3. Menginformasikan Hasil Analisis dan Klasifikasi
4. Menyelenggarakan Pembahasan Kasus (case conference)
5. Menyusun Laporan Hasil Pembahasan Kasus
9. Tindak lanjut dari kegiatan indentifikasi anak berkelaian untuk dapat memberikan
pelayanan pendidikan yang sesuai, maka dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:
1. Pelaksanaan
2. Pelaksanaan Asesmen
3. Perencanaan Pembelajaran
4. Pelaksanaan Pembelajaran
5. Pemantauan Kemajuan Belajar dan Evaluasi
31
DAFTAR PUSTAKA
32