Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Alasan memilih buku tersebut karena, buku ini membahas tentang: Anak
berkebutuhan khusus dan karakteristiknya, teknik identifikasi, alat, dan pelaksanaa
identifikasi anak berkebutuhan khusus. Dengan membaca buku ini, membantu guru dalam
rangka pelaksanaan identifikasi anak berkebutuhan khusus yang nantinya akan dibutuhkan
ketika kita menjadi seorang guru.
Dalam rangka mengidentifikasi [menemukan] anak berkebutuhan khusus, diperlukan
pengetahuan tentang berbagai jenis dan tingkat kelainan anak, diantaranya adalah kelainan
fisik, mental, intelektual, sosial dan emosi. Selain jenis kelainan digunakan oleh guru untuk
mengidentifikasi anak dengan kebutuhan pendidikan khusus tersebut terdapat anak yang
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa atau sering disebut sebagai anak yang
memiliki kecerdasan dan bakat luar biasa. Masing- masing memiliki ciri dan tanda-tanda
khusus atau karakteristik yang dapat digunakan oleh guru untuk mengidentifikasi anak
dengan kebutuhan pendidikan khusus.Sebagai seorang guru dan sekalipun orang tua
identifikasi anak berkebutuhan khusus diperlukan agar keberadaan mereka dapat diketahui
sedini mungkin.
1.2. Tujuan
Setelah selesai membaca buku diharapkan kepada pembaca terutama guru, kepala
sekolah, dan pembina pendidikan di lapangan identifikasi anak berkebuthan khusus ini, di
lapangan mampu mengidentifikasi apakah seorang anak tergolong anak berkebutuhan khusus
atau bukan, dan mampu merencanakan tindak lanjutnya. Supaya tidak ada lagi kesalahan
dalam pelayanan pendidikan terhadap anak didik, jelas bahwa pelayanan pendidikan pada
anak yang tergolong ABK sudah pasti sangat berbeda dengan anak yang normal.
1.3. Manfaat
Manfaat yang kita dapatkan ketika sudah selesai membaca bukunini antara lain:
1. Kita dapat mengetahui bagaimana anak berkebutuhan khusus dan karakteristiknya
2. Kita dapat memahami teknik dan alat identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
3. Kita dapat memahami pelaksanaa identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
4. Sebagai seorang guru, melalui buku ini kita bisa membedakan peleyanan pendidikan
untuk ABK dan anak yang normal

1
BAB II ISI BUKU
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN KARATERISTIKNYA

1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan
yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini
mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan. Oleh sebab itu mereka memerlukan
layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak. Secara
umum rentangan anak berkebutuhan khusus meliputi dua kategori yaitu: anak yang memiliki
kebutuhan khusus yang bersifat permanen, yaitu akibat dari kelainan tertentu, dan anak
berkebutuhan khusus yang
bersifat temporer, yaitu mereka yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan yang
disebabkan kondisi dan situasi lingkungan.
Misalnya, anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat kerusuhan
dan bencana alam, atau tidak bisa membaca karena kekeliruan guru mengajar, anak yang
mengalami kewibahasaan (perbedaan bahasa di rumah dan di sekolah), anak yang mengalami
hambatan belajar dan perkembangan karena isolasi budaya dan karena kemiskinan dsb. Anak
berkebutuhan khusus temporer, apabila tidak mendapatkan intervensi yang tepat dan sesuai
dengan hambatan belajarnya bisa menjadi permanen. Setiap anak berkebutuhan khusus, baik
yang bersifat permanen maupun yang temporer, memiliki perkembangan hambatan belajar
dan kebutuhan belajar yang berbeda-beda. Hambatan belajar yang dialami oleh setiap anak,
disebabkan oleh tiga hal, yaitu:
(1) faktor lingkungan
(2) faktor dalam diri anak sendiri
(3) kombinasi antara faktor lingkungan
(4) faktor dalam diri anak
Sesuai kebutuhan lapangan maka pada buku ini hanya dibahas secara singkat pada
kelompok anak berkebutuhan khusus yang sifatnya permanen.

2
2. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus dikelompokkan menjadi anak berkebutuhan khusus
temporer dan permanen. Anak berkebutuhan khusus permanen meliputi:
a. Anak dengan gangguan penglihatan (Tunanetra)
1). Anak Kurang Awas (low vision)
2). Anak tunanetra total (totally blind)
b. Anak dengan gangguan pendengaran dan bicara (Tunarungu/Wicara)
1). Anak kurang dengar (hard of hearing)
2). Anak tuli (deaf)
c. Anak dengan kelainan Kecerdasan
1) Anak dengan gangguan kecerdasan (intelektual) di bawah rata-rata (tunagrahita)
 Anak tunagrahita ringan ( IQ IQ 50 – 70).
 Anak tunagrahita sedang (IQ 25 – 49).
 Anak tunagrahita berat (IQ 25 – ke bawah).
2) Anak dengan kemampuan intelegensi di atas rata-rata
 Giffted dan Genius, yaitu anak yang memiliki kecerdasan di atas rata – rata
d. Talented, yaitu anak yang memiliki keberbakatan khusus
 Anak dengan gangguan anggota gerak (Tunadaksa)
 Anak layuh anggota gerak tubuh (polio)
 Anak dengan gangguan fungsi syaraf otak (cerebral palcy)
e. Anak dengan gangguan perilaku dan emosi (Tunalaras)
1) Anak dengan gangguan prilaku
 Anak dengan gangguan perilaku taraf ringan
 Anak dengan gangguan perilaku taraf sedang
 Anak dengan gangguan perilaku taraf berat
2) Anak dengan gangguan emosi
 Anak dengan gangguan emosi taraf ringan
 Anak dengan gangguan emosi taraf sedang
 Anak dengan gangguan emosi taraf berat
f. Anak gangguan belajar spesifik
g. Anak lamban belajar (slow learner)
h. Anak Autis
i. Anak ADHD

3
3. Karakteristik dan Kebutuhan Pembelajaran ABK
1. Anak dengan Gangguan Penglihatan (Tunanetra)
Anak dengan gangguan penglihatan (Tunanetra) adalah anak yang mengalami
gangguan daya penglihataan sedemikian rupa, sehingga membutuhkaan layanan khusus
dalam pendidikan maupun kehidupannya. Layanan khusus dalam pendidikan bagi mereka,
yaitu dalam membaca menulis dan berhitung diperlukan huruf Braille bagi yang tunanetra
total, dan bagi yang masih memiliki sisa penglihatan diperlukan kaca pembesar atau huruf
cetak yang besar, media yang dapat diraba dan didengar atau diperbesar. Di samping itu
diperlukan latihan orientasi dan mobilitas.
Untuk mengenali mereka, kita dapat melihat ciri-ciri sebagai berikut:
a. Kurang melihat (kabur), tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 m.
b. Kesulitan mengambil benda kecil didekatnya.
c. Tidak dapat menulis mengikuti garis lurus.
d. Sering meraba-raba dan tersandung waktu berjalan,
e. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/bersisik kering.
f. Tidak mampu melihat.
g. Peradangan hebat pada kedua bola mata,
h. Mata bergoyang terus

Anak dengan gangguan penglihatan dapat juga dikelompokkan berdasarkan:


a. Berdasarkan ukuran ketajaman penglihatan, anak tunanetra dapat dibagi menjadi:
1) Mampu melihat dengan ketajaman penglihatan (acuity) 20/70 artinya anak tunanetra
melihat dari jarak 20 feet (6 meter) sedangkan orang normal dari jarak 70 feet (21 meter).
Mereka digolongkan ke dalam low vision (keterbatasan penglihatan)
2) Mampu membaca huruf paling besar di Snellen Chart dari jarak 20 feet [acuity 20/200–
legal blind) dikategorikan tunanetra total. Ini berarti anak tunanetra melihat huruf E dari jarak
6 meter, sedangkan anak normal dari jarak 60 meter.

b. Anak dengan keterbatasan penglihatan (low vision)


Karakteristik anak yang memiliki keterbatasan penglihatan (low vision):
1) Mengenal bentuk atau objek dari berbagai jarak.
2) Menghitung jari dari berbagai jarak.
3) Tidak mengenal tangan yang digerakan.

4
c. Kelompok yang mengalami keterbatasan penglihatan berat tunanetra total:
1) Mempunyai persepsi cahaya (light perception)
2) Tidak memiliki persepsi cahaya ( no light perception )

d. Dalam perspektif pendidikan, tunanetra dikelompokan menjadi:


1) Mereka yang mampu membaca huruf cetak standar.
2) Mampu membaca huruf cetak standar, tetapi dengan bantuan kaca pembesar.
3) Mampu membaca huruf cetak dalam ukuran besar
4) Mampu membaca huruf cetak secara kombinasi, cetakan reguler, dan cetakan besar.
5) Menggunakan huruf Braille tetapi masih bisa melihat cahaya.

Keterbatasan anak tunanetra:


a. Keterbatasan dalam konsep dan pengalaman baru.
b. Keterbatasan dalam berinteraksi dalam lingkungan.
c. Keterbatasan dalam mobilitas.

Kebutuhan pembelajaran anak tunanetra, karena keterbatasan anak tunanetra seperti tersebut
di atas maka pembelajaran bagi mereka mengacu pada prinsif- prinsif sebagai beikut:
a. Kebutuhan akan pengalaman konkrit.
b. Kebutuhan akan pengalaman yang terintegrasi.
c. Kebutuhan dalam berbuat dan bekerja dalam belajar
Media belajar anak tunanetra dikelompokan menjadi dua yaitu:
a. Kelompok tunanetra total dengan media baca tulis huruf Braille.
b. Kelompok low vision dengan media baca tulis biasa yang diperbesar (misalnya hurup
diperbesar dan menggunakan alat pembesar).

2. Anak dengan Gangguan Pendengaran (Tunarungu)


Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya
sehingga mengalami gangguan berkomunikasi secara verbal. Walaupun telah diberikan
pertolongan dengan alat bantu dengar, mereka masih tetap memerlukan layanan pendidikan
khusus.
a. Ciri-ciri anak tunarungu adalah sebagai berikut:
 Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar.

5
 Banyak perhatian terhadap getaran.
 Terlambat dalam perkembangan bahasa
 tidak ada reaksi terhadap bunyi atau suara
 Terlambat perkembangan bahasa,
 Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,
 Kurang atau tidak tanggap dalam diajak bicara,
 Ucapan kata tidak jelas, kualitas suara aneh/monoton,
b. Kebutuhan pembelajaran anak tunarungu, secara umum tidak berbeda dengan anak pada
umumnya. Tetapi mereka memerlukan perhatian dalam kegiatan pembelajaran antara lain:
 Tidak mengajak anak untuk berbicara dengan cara membelakanginya
 Anak hendaknya didudukkan paling depan, sehingga memiliki peluang untuk mudah
membaca bibir guru.
 Perhatikan postur anak yang sering memiringkan kepala untuk mendengarkan.
 Dorong anak untuk selalu memperhatikan wajah guru, bicaralah dengan anak dengan
posisi berhadapan dan bila memungkinkan kepala guru sejajar dengan kepala anak.
 Guru bicara dengan volume biasa tetapi dengan gerakan bibirnya yang harus jelas.

3. Anak dengan Gangguan Intelektual (Tunagrahita)


Tunarahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan
keterbelakangan perkembangan mentalintelektual di bawah rata-rata, sehingga mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Mereka memerlukan layanan pendidikam
khusus. Ketunagrahitaan mengacu pada intelektual umum yang secara signifikan berada di
bawah rata-rata. Para tunagrahita mengalami hambatan dalam tingkah laku dan penyesuaian
diri. Semua itu berlangsung atau terjadi pada masa perkembangannya. Seseorang dikatakan
tunagrahita apabila memiliki tiga indikator, yaitu:
(1) Keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum atau di bawah ratarata,
(2) Ketidakmampuan dalam prilaku sosial/adaptif,
(3) Hambatan perilaku sosial/adaptif terjadi pada usia perkembangan yaitusampai dengan
usia 18 tahun. Tingkat kecerdasan seseorang diukur melalui tes inteligensi yang hasilnya
disebut dengan IQ (intelligence quotient). Tingkat kecerdasan biasa dikelompokkan ke dalam
tingkatan sebagai berikut:
a. Tunagrahita ringan memiliki IQ 70-55
b. Tunagrahita sedang memiliki IQ 55-40

6
c. Tunagrahita berat memiliki IQ 40-25
d. Tunagrahita berat sekali memiliki IQ <25

Ciri-ciri fisik dan penampilan anak tungrahita:


1) Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar,
2) Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,
3) Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan
4) Kordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali)

Kebutuhan Pembelajaran Anak Tunagrahita:


1) Perbedaan tunagrahita dengan anak normal dalam proses belajar adalah terletak pada
hambatan dan masalah atau karakteristik belajarnya.
2) Perbedaan karakteristik belajar anak tunagrahita dengan anak sebayanya, anak tunagrahita
mengalami masalah dalam hal yaitu:
a. Tingkat kemahirannya dalam memecahkan masalah
b. Melakukan generalisasi dan mentransfer sesuatu yang baru
c. Minat dan perhatian terhadap penyelesaian tugas.

4. Anak dengan Gangguan Gerak Anggota Tubuh (Tunadaksa)


Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada
anggota gerak (tulang, sendi, otot). Mereka mengalami gangguan gerak karena kelayuan otot,
atau gangguan fungsi syaraf otak (disebut Cerebral Palsy/CP]. Pengertian anak Tunadaksa
bisa dilihat dari segi fungsi fisiknya dan dari segi anatominya. Dari segi fungsi fisik,
tunadaksa diartikan sebagai seseorang yang fisik dan kesehatanya terganggu sehingga
mengalami kelainan di dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Untuk meningkatkan
fungsinya diperlukan program dan layanan pendidikan khusus. Peristilahan dalam
kelumpuhan dibagi menurut daerah kelumpuhannya. Kelumpuhan sebelah badan disebut
hemiparalise, kelumpuhan kedua anggota gerak bawah disebut paraparalise.
a. Ciri-ciri anak tunadaksa dapat di lukiskan sebagai berikut:
 Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam
 Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari
biasa,
 Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali, bergetar)

7
 Terdapat cacat pada anggota gerak,
 Anggota gerak layu, kaku, lemah/lumpuh,
b. Kebutuhan Pembelajaran Anak Tunadaksa
Guru sebelum memberikan pelayanan dan pembelajaran bagi anak tundaksa harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
 Segi kesehatan anak
Apakah ia memililki kelainan khusus seperti kencing manis atau pernah dioperasi, kalau
digerakkan sakit sendinya, dan masalah lain seperti harus meminum obat dan sebagainya.
 Kemampuan gerak dan mobilitas
Apakah anak ke sekolah menggunakan transportasi khusus, alat bantu gerak, dan sebagainya.
Hal ini berhubungan dengan lingkungan yang harus dipersiapkan.
 Kemampuan komunikasi
Apakah ada kelainan dalam berkomunikasi, dan alat komunikasi yang akan digunakan (lisan,
tulisan, isyarat) dan sebagainya.
 Kemampuan dalam merawat diri
Apakah anak dapat melakukan perawatan diri dalam aktivitas sehari-hari atau tidak.
Misalnya; dalam berpakaian, makan, mandi dll.
 Posisi
Bagaimana posisi anak tersebut pada waktu menggunakan alat bantu, duduk pada saat
menerima pelajaran, waktu istirahat, di kamar kecil (toilet), saat makan dan sebagainya.
Sehinga physical
therapis sangat diperlukan.

5. Anak dengan gangguan Perilaku dan Emosi (Tunalaras)


Anak dengan gangguan perilaku (Tunalaras) adalah anak yang berperilaku
menyimpang baik pada taraf sedang, berat dan sangat berat, terjadi pada usia anak dan
remaja, sebagai akibat terganggunya perkembangan emosi dan sosial atau keduanya,
sehingga merugikan dirinya sendiri maupun lingkungan, maka dalam mengembangkan
potensinya memerlukan pelayanan dan pendidikan secara khusus. Di dalam dunia PLB
dikenal dengan nama anak tunalaras (behavioral
disorder). Kelainan tingkah laku ditetapkan bila mengandung unsur:
 Tingkah laku anak menyimpang dari standar yang diterima umum.
 Derajat penyimpangan tingkah laku dari standar umum sudah ekstrim.

8
 Lamanya waktu pola tingkah laku itu dilakukan.
a. Tunalaras (anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku) memiliki ciri-ciri:
1) Cenderung membangkang
2) Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah
3) Sering melakukan tindakan agresif, merusak, mengganggu
4) Sering bertindak melanggar norma sosial/norma susila/hukum
5) Cenderung prestasi belajar dan motivasi rendah sering bolos jarang masuk sekolah

b. Kebutuhan pembelajaran anak Tunalaras.


Kebutuhan pembelajaran bagi anak tunalaras yang harus diperhatikan guru antara lain adalah:
 Perlu adanya penataan lingkungan yang kondusif (menyenangkan) bagi setiap anak.
 Kurikulum hendaknya disesuaikan dengan hambatan dan masalah yang dihadapi oleh
setiap anak.
 Adanya kegiatan yang bersifat kompensatoris sesuai dengan bakat dan minat anak.
 Perlu adanya pengembangan akhlak atau mental melalui kegiatan sehari-hari, dan
contoh dari lingkungan.

6. Anak Cerdas Istimewa dan Bakat Istimewa (gifted dan talented)


Anak yang memiliki potensi kecerdasan istimewa (gifted) dan anak yang memiliki
bakat istimewa (talented) adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi),
kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) di atas anak-anak
seusianya (anak normal), sehingga untuk mengoptimalkan potensinya, diperlukan pelayanan
pendidikan khusus. Anak cerdas dan berbakat istimewa disebut sebagai ”gifted & talented
children”.
a. Anak cerdas istimewa memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Membaca pada usia lebih muda, lebih cepat, dan memiliki perbendaharaan kata yang
luas
 Memiliki rasa ingin tahu yang kuat, minat yang cukup tinggi
 Mempunyai inisiatif, kreatif dan original dalam menunjukkan gagasan
 Mampu memberikan jawaban-jawaban atau alasan yang logis, sistimatis dan kritis
 Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan
 Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu yang panjang, terutama terhadap tugas atau
bidang yang diminati,

9
 Senang mencoba hal-hal baru,
 Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi, Mempunyai
daya imajinasi dan ingatan yang kuat,
 Senang terhadap kegiaan intelektual dan pemecahan-pemecahan masalah,
 Cepat menangkap hubungan sebab akibat,
 Tidak cepat puas atas prestasi yang dicapainya
 Lebih senang bergaul dengan anak yang lebih tua usianya.
Anak talented adalah anak yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam bidang tertentu,
misalnya hanya dalam bidang matematik, ilmu pengetahuan alam, bahasa, kepemimpinan,
kemampuan psikomotor, penampilan seni.
b. Kebutuhan pembelajaran anak cerdas istimewa dan bakat istimewa
1. Program pengayaan horisontal, yaitu:
 mengembangkan kemampuan eksplorasi.
 mengembangkan pengayaan dalam arti memperdalam dan memperluas hal-hal yang
ada di luar kurikulum biasa
 excekutif intensive dalam arti memberikan kesempatan untuk mengikuti program
intensif bidang tertentu yang diminati secara tuntas dan mendalam dalam waktu
tertentu
2. Program pengayaan vertikal, yaitu:
 Acceleration, percepatan/maju berkelanjutan dalam mengikuti program yang sesuai
dengan kemampuannya, dan jangan dibatasi oleh jumlah waktu, atau tingkatan kelas.
 Independent study, memberikan seluas-luasnya kepada anak untuk belajar dan
menjelajahi sendiri bidang yang diminati.
 Mentorship, memadukan antara yang diminati anak gifted dan tallented dengan para
ahli yang ada di masyarakat.

7. Anak Lamban Belajar ( Slow Learner)


Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit
di bawah anak normal, tetapi tidak termasuk anak tunagrahita (biasanya memiliki IQ sekitar
80-85). Dalam beberapa hal anak ini mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir,
merespon rangsangan dan kemampuan untuk beradaptasi, tetapi lebih baik dibanding dengan
yang tunagrahita. Mereka membutuhkan waktu belajar lebih lama dibanding dengan
sebayanya. Sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan khusus.

10
a. Ciri-ciri yang dapat diamati pada anak lamban belajar:
 Rata-rata prestasi belajarnya rendah (kurang dari 6),
 Menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-teman
seusianya,
 Daya tangkap terhadap pelajaran lambat,
 Pernah tidak naik kelas.
b. Anak lamban belajar membutuhkan pembelajaran khusus antara lain:
 Waktu yang lebih lama dibanding anak pada umumnya
 Ketelatenan dan kesabaran guru untuk tidak terlalu cepat dalam memberikan
penjelasan
 Memperbanyak latihan dari pada hapalan dan pemahaman
 Menuntut digunakannya media pembelajaran yang variatif oleh guru
 Diperlukan adanya pengajaran remedial

8. Anak Berkesulitan Belajar Spesifik


Dalam pelayanan pendidikan di sekolah reguler, sering kali guru dihadapkan pada
siswa yang mengalami problem belajar atau kesulitan belajar salah satu kelompok kecil siswa
yang termasuk dalam klasifikasi tersebut adalah kelompok anak yang berkesulitan belajar
spesifik atau disebut specific learning disabilities.
Anak berkesulitan belajar adalah individu yang mengalami gangguan dalam suatu
proses psikologis dasar, disfungsi sistem syaraf pusat, atau gangguan neurologis yang
dimanifestasikan dalam kegagalan-kegagalan nyata dalam: pemahaman, gangguan
mendengarkan, berbicara, membaca, mengeja, berpikir, menulis, berhitung, atau
keterampilan sosial. Kesulitan tersebut bukan bersumber pada sebab-sebab keterbelakangan
mental, gangguan emosi, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau karena
kemiskinan, lingkungan, budaya, ekonomi, ataupun kesalahan metode mengajar yang
dilakukan oleh guru. Secara garis besar kelompok siswa berkesulitan belajar dapat dibagi
dua. Pertama, yang berkaitan dengan perkembangan (developmental learning disabilities),
mencakup gangguan motorik dan persepsi, bahasa dan komunikasi, memori, dan perilaku
sosial. Kedua yang berkaitan dengan akademik (membaca, menulis, dan berhitung) sesuai
dengan kapasitas yang dimiliki, tetapi kedua kelompok ini tidak dapat dipisahkan secara
tegas karena ada keterkaitan di antara keduanya (Kirk dan Gallagher, 1986: Mulyono
Abdurahman, 1996: Hidayat, 1996).

11
Kesulitan belajar dapat dialami oleh siapa saja, mulai dari siswa yang berkecerdasan
rata-rata, sampai yang berinteligensi tinggi. Kesulitan belajar dapat berdampak negatif tidak
saja dalam penguasaan prestasi akademik, tetapi juga perkembangan kepribadiannya.
Kesulitan belajar yang dialaminya bukanlah sesuatu yang menetap, sebab intervensi dini dan
pendekatan profesional secara terpadu dapat menangani kesulitan belajar yang mereka
hadapi. Sesuai dengan fungsi, peran dan tanggung jawabnya, guru di sekolah reguler
memiliki posisi strategis dalam turut membantu siswanya yang berkesulitan belajar. Guru
merupakan ujung tombak dalam membantu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi para
siswanya, termasuk permasalahan yang dihadapi anak kesulitan belajar. Untuk itu, sejalan
dengan bervariasinya jenis dan tingkat kesulitan belajar yang dihadapi anak, langkah pertama
yang harus dilakukan guru adalah mampu melakukan identifikasi atau penjaringan terhadap
mereka melalui pengenalan ciri-ciri atau karakteristik yang ditampilkannya.
Kedua, mampu melakukan assesmen, merumuskan dan melaksanakan program
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik, permasalahan, dan kebutuhannya. Dan,
kemampuan melakukan kerja sama secara terpadu dengan propesi lain yang terkait dengan
kondisi anak.
Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca (disleksia),
kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia), sedangkan
dalam mata pelajaran lain, mereka tidak mengalami kesulitan yang berarti.
a. Ciri-ciri anak berkesulitan belajar spesifik:
Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)
 Kesulitan membedakan bentuk,
 Kemampuan memahami isi bacaan rendah,
 Sering melakukan kesalahan dalam membaca
Anak yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia)
 Sangat lamban dalam menyalin tulisan
 Sering salah menulis hurup b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan
9, dan sebagainya,
 Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,
 Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
 Menulis huruf dengan posisi terbalik (p ditulis q atau b)

12
Anak yang mengalami kesulitan berhitung (diskalkulia)
 Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =
 Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan,
 Sering salah membilang secara berurutan
 Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8,
dan sebagainya,
 Sulit membedakan bangun-bangun geometri.

b. Kebutuhan Pembelajaran Anak Berkesulitan belajar khusus


Anak berkesulitan belajar khusus memiliki dimensi kelainan dalam beberapa aspek yang
perlu diperhatikan dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran, diantaranya:
 Materi pembelajaran hendaknya disesuikan dengan hambatan dan masalah yang
dihadapi anak
 Memerlukan uratan belajar yang sistimatis yaitu dari pemahaman yang konkrit ke
yang abstrak
 Menggunakan berbagai media pembelajaran yang sesuai dengan hambatannya.
 Pembelajaran sesuai dengan urutan dan tingkatan pemahaman anak
 Pembelajaran remedial.

9. Anak Autis
Autis dari kata auto, yang berarti sendiri, dengan demikian dapat diartikan seorang
anak yang hidup dalam dunianya. Anak autis cenderung mengalami hambatan dalam
interaksi, komunikasi, perilaku sosial.
a. Anak autis memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Mengalami hambatan di dalam bahasa
 Kesulitan dalam mengenal dan merespon emosi dengan isyarat sosial
 Kekakuan dan miskin dalam mengekspresikan perasaan
 Kurang memiliki perasaan dan empati
 Sering berperilaku diluar kontrol dan meledak-ledak
 Secara menyeluruh mengalami masalah dalam perilaku
 Kurang memahami akan keberadaan dirinya sendiri
 Keterbatasan dalam mengekspresikan diri

13
 Berperilaku monoton dan mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan
c. Kebutuhan Pembelajaran Anak Autis:
Anak autis membutuhkan pembelajaran khusus antara lain sebagai berikut:
 Diperlukan adanya pengembangan strategi untuk belajar dalam seting kelompok
 Perlu menggunakan beberapa teknik di dalam menghilangkan perilaku-perilaku
negatif yang muncul dan mengganggu kelangsungan proses belajar secara
keseluruhan (stereotip)
 Guru perlu mengembangkan ekspresi dirinya secara verbal dengan berbagai bantuan
 Guru terampil mengubah lingkungan belajar yang nyaman dan menyenangkan bagi
anak, sehingga tingkah laku anak dapat dikendalikan pada hal yang diharapkan.

14
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Karakteristik belajar individu khususnya ABK


a. Kecerdasan Intelektual (IQ)
Inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkanharus disimpulkan dari berbagai tindakan
nyata yang merupakan manifestasi dari prosesberpikir rasional itu. sedangkan IQ atau singkatan dari
Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ
hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan
kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
Intelligence Quotient atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan istilah dari pengelompokan
kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh AlferdBinet, ahli psikologi dari Perancis pada awal
abad ke-20.. Kemudian Lewis Ternmandari Universitas Stanford berusaha membakukan test IQ yang
dikembangkan oleh Binetdengan mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut
dikenalsebagai test Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan intelektual (IQ) merupakan kecerdasan tunggal
dari setiap individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing
individu tersebut. Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan (genetic) yang dibawanya dari
keluarga ayah dan ibu disamping faktor gizi makanan yang cukup.IQ atau daya tangkap ini dianggap takkan
berubah sampai seseorang dewasa,kecuali bila ada sebab kemunduran fungsi otak seperti penuaan dan
kecelakaan. IQ yang tinggi memudahkan seorang murid belajar dan memahami berbagai ilmu. Daya tangkap
yang kurang merupakan penyebab kesulitan belajar pada seorang murid, disamping faktor lain, seperti
gangguan fisik (demam, lemah, sakit-sakitan) dan gangguan emosional. Awal untuk melihat IQ seorang anak
adalah pada saat ia mulai berkata-kata.Ada hubungan langsung antara kemampuan bahasa si anak dengan IQ-
nya. Apabila seorang anak dengan IQ tinggi masuk sekolah, penguasaan bahasanya akan cepat dan
banyak.Rumus kecerdasan umum, atau IQ yang ditetapkan oleh para ilmuwan adalah :
Usia Mental Anak x 100
= IQ
Usia sesungguhnya
b. Bakat
Bakat adalah kemampuan dasar seseorang untuk belajar dalam tempo yang relatif pendek
dibandingkan orang lain, namun hasilnya justru lebih baik. Bakat merupakan potensi yang
dimiliki oleh seseorang sebagai bawaan sejak lahir.  Contoh seorang yang berbakat melukis
akan lebih cepat mengerjakan pekerjaan lukisnya dibandingkan seseorang yang kurang
berbakat.

15
Jenis-jenis bakat antara lain sebagai berikut:
 Bakat umum, merupakan kemampuan yang berupa potensi dasar yang bersifat umum,
artinya setiap orang memiliki.
 Bakat khusus, merupakan kemampuan yang berupa potensi khusus, artinya tidak semua
orang memiliki misalnya bakat seni, pemimpin, penceramah, olahraga.
Selain itu bakat khusus yang lain, yaitu :
1. Bakat Verbal, Bakat tentang konsep – konsep yang diungkapkan dalam bentuk kata –
kata.
2. Bakat Numerikal, Bakat tentang konsep – konsep dalam bentuk angka.
 Bakat Skolastik, Kombinasi kata – kata (logika) dan angka – angka.
Kemampuan dalam penalaran, mengurutkan, berpikir dalam pola sebab-akibat,
menciptakan hipotesis, mencari keteraturan konseptual atau pola numerik, pandangan
hidupnya umumnya bersifat rasional. Ini merupakan kecerdasan para ilmuwan, akuntan, dan
pemprogram komputer.(Newton, Einstein, dsb.)
 Bakat Abstrak, Bakat yang bukan kata maupun angka tetapi berbentuk pola, rancangan,
diagram, ukuran – ukuran, bentuk – bentuk dan posisi-posisinya.
 Bakat mekanik, Bakat tentang prinsip – prinsip umum IPA, tata kerja mesin, perkakas dan
alat – alat lainnya.
 Bakat Relasi Ruang (spasial),
 Bakat kecepatan ketelitian klerikal, Bakat tentang tugas tulis menulis, ramu-meramu
untuk laboratorium, kantor dan lain -lainnya.
 Bakat bahasa (linguistik), Bakat tentang penalaran analistis bahasa (ahli sastra) misalnya
untuk jurnalistik, stenografi, penyiaran, editing, hukum, pramuniaga dan lain – lainnya.
b. Minat
Minat adalah suatu proses yang tetap untuk memperhatikan dan menfokuskan diri pada
sesuatu yang diminatinya dengan perasaan senang dan rasa puas ( Hilgar & Slameto ; 1988 ;
59).Minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu campuran dari perasaan,
harapan, pendirian, prasangka, rasa takut atau kecenderungan lain yang mengarahkan
individu kepada suatu pikiran tertentu. (Maprare dan Slameto; 1988; 62).
 Jenis – jenis minat (Guilford, 1956) :
1. Minat vokasional merujuk pada bidang – bidang pekerjaan.

16
a. Minat profesional : minat keilmuan, seni dan kesejahteraan sosial.
b. Minat komersial : minat pada pekerjaan dunia usaha, jual beli, periklanan,
akuntansi, kesekretariatan dan lain – lain.
c. Minat kegiatan fisik, mekanik, kegiatan luar, dan lain – lain.
2. Minat avokasional, yaitu minat untuk memperoleh kepuasan atau hobi. Misalnya
petualang, hiburan, apresiasi, ketelitian dan lain – lain.
 Faktor-Faktor Yang Mendukung Pengembangan Bakat dan Minat
1. Faktor Intern
a. Faktor Bawaan (Genetik)
Faktor ini merupakan faktor yang mendukung perkembangan individu dalam minat dan
bakat sebagai totalitas karakteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak dalam
segala potensi melalui fisik maupun psikis yang dimiliki individu sebagai pewarisan dari
orang tuanya. Faktor hereditas sebagai faktor pertama munculnya bakat (Yusuf ; 2004 ; 31).
Dari segi biologi, bakat sangat berhubungan dengan fungsi otak. Bila otak kiri dominan,
segala tindakan dan verbal, intelektual, sequensial, teratur rapi, dan logis. Sedangkan otak
kanan berhubungan dengan masalah spasial, non verbal, estetik dan artistic serta atletis.
b. Faktor kepribadian
Faktor kepribadian yaitu keadaan psikologis dimana perkembangan potensi anak
tergantung pada diri dan emosi anak itu sendiri. Hal ini akan membantu anak dalam
membentuk konsep serta optimis dan percaya diri dalam mengembangkan minat dan
bakatnya (Asror ; 1999 ; 93).
2. Faktor Ekstern
a. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan merupakan olahan dari berbagai hal untuk mendukung pengembangan
minat dan bakat anak. Faktor lingkungan terbagi atas :
 Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga merupakan tempat latihan atau belajar dan tempat anak memperoleh
pengalaman, karena keluarga merupakan lingkungan pertama dan paling penting bagi anak.
(Sutiono ; 1998 ; 171).
 Lingkungan sekolah
Suatu lingkungan yang dapat mempengaruhi proses belajar mengajar kondusif yang bersifat
formal.Lingkungan ini sangat berpengaruh bagi pengembangan minat dan bakat karena di
lingkungan ini minat dan bakat anak dikembangkan secara intensif.

17
 Lingkungan sosial
Suatu lingkungan yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat. Di lingkungan ini anak
akan mengaktualisasikan minat dan bakatnya kepada masyarakat.

c. Kepribadian
MecDougal dan kawan-kawannya berpendapat, bahwa kepribadian adalah “tingkatan
sifat-sifat dimana biasanya sifat yang tinggi tingkatannya mempunyai pengaruh yang
menentukan”. Sigmund Freud memandang kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri
dari tiga sistem yaitu Id, Ego dan Superego. Dan tingkah laku, menurut Freud, tidak lain
merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kerpibadian tersebut.Kepribadian
adalah sesuatu dalam melakukan sesuatu. Kepribadian terletak dibelakang perbuatan-
perbuatan khusus dan di dalam individu. Dalam arti kepribadian itu bukan hanya ada selama
ada orang lain bereaksi terhadapnya, tetapi lebih jauh dari itu mempunyai eksetensi real
(keadan nayata), yang termasuk di dalamnya segi-segi neural dan fisiologis.
 Aspek-AspekKeperibadian
Para ahli psikologi memberikan penekanan bahwa yang dipelajari oleh psikologi
bukanlah jiwa, tetapi tingkah laku manusia, baik perilaku yang kelihatan (overt) maupun
yang tidak kelihatan (covert). Tingkah laku manusia dianalisis ke dalam tiga aspek atau
fungsi, yaitu:
1. Aspek Kognitif (pengetahuan), yaitu pemikiran, ingatan, hayalan, daya bayang,
inisiatif, kreativitas, pengamatan, dan pengindraan. Fungsi aspek kognitif adalah
menunjukkan jalan, mengarahkan, dan mengendalikan tingkah laku.
2. Aspek Afektif, yaitu kejiwaan yang berhubungan dengan kehidupan alam perasaan
atau emosi, sedangkan hasrat, kehendak, kemauan, keinginan, kebutuhan, dorongan,
dan element motivasi lainnya disebut aspek konatif atau psiko-motorik
(kecenderungan atau niat tindak) yang tidak dapat dipisahkan dengan aspek afektif.
Kedua aspek tersebut sering disebut aspek finalis yang berfungsi sebagai energi atau
tenaga mental yang menyebabkan manusia bertingkah laku.
3. Aspek Motorik, yaitu berfungsi sebagai pelaksana tingkah laku manusia seperti
perbuatan dan gerakan jasmani lainnya.
 Perkembangan Kepribadian

18
Erikson mengemukakan tahapan perkembangan kepribadian dengan kecenderungan yang
bipolar:
1. Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku bayi
didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di
sekitarnya..
2. Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya kecenderungan autonomy
– shame, doubt.
3. Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative – guilty.
Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan
tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan.
4. Masa Sekolah (School Age) ditandai adanya kecenderungan industry–inferiority.
Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat
aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya.
5. Masa Remaja (adolescence) ditandai adanya kecenderungan identity – Identity
Confusion.
6. Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya kecenderungan intimacy –
isolation.
7. Masa Dewasa (Adulthood) ditandai adanya kecenderungan generativity-stagnation.
8. Masa hari tua (Senescence) ditandai adanya kecenderungan ego integrity – despair..

d. Gaya Belajar
Menurut Fleming dan Mills (1992), gaya belajar merupakan kecenderungan siswa untuk
mengadaptasi strategi tertentu dalam belajarnya sebagai bentuk tanggung jawabnya untuk
mendapatkan satu pendekatan belajar yang sesuai dengan tuntutan belajar di kelas/sekolah
maupun tuntutan dari mata pelajaran.
 Drummond (1998:186) mendefinisikan gaya belajar sebagai, “an individual’s
preferred mode and desired conditions of learning.” Maksudnya, gaya belajar
dianggap sebagai cara belajar atau kondisi belajar yang disukai oleh pembelajar. 
 Willing (1988) mendefinisikan gaya belajar sebagai kebiasaan belajar yang disenangi
oleh pembelajar. Keefe (1979) memandang gaya belajar sebagai cara seseorang dalam
menerima, berinteraksi, dan memandang lingkungannya. Dunn dan Griggs (1988)
memandang gaya belajar sebagai karakter biologis bawaan.
e. Gaya Berpikir
 Pengertian Gaya Berpikir

19
Gaya berpikir merupakan cara yang dipilih seseorang untuk menggunakan
kemampuannya (Sternberg, 1997 dalam Santrock, 2004). Sementara Taylor dkk (1977:55)
mendefinisikan berpikir sebagai proses penarikan kesimpulan (Thinking is an inferring
process). Berpikir sebagai proses penarikan kesimpulan dari persoalan yang dipahami yang
kemudian mampu menemukan pemecahan persoalan itu sehingga menghasilkan kesimpulan
dan temuan baru. Tentunya, penarikan kesimpulan dalam proses berpikir ini dipengaruhi
rekayasa dan manipulasi data-data dan atau pengertian-pengertian yang tersimpan dalam long
term memori seseorang.
 Macam – Macam Gaya Berfikir
Terdapat beberapa jenis gaya berfikir, yaitu:
1. Gaya impulsif ataukah reflektif
Gaya impulsif/reflektif juga disebut sebagai tempo konseptual, yakni siswa cenderung
gaya belajar dan berpikirbertindak cepat dan impulsif ataukah menggunakan lebih banyak
waktu untuk merespons dan merenungkan akurasi dari suatu jawaban (Kagan, 1965 dalam
Santrock ,2004:156). Siswa yang impulsif seringkali lebih banyak melakukan kesalahan
daripada siswa bergaya reflektif. Riset tentang gaya ini telah memberi pengaruh besar
terhadap kegiatan pendidikan (Jonassen dan Grabowski, 1993 dalam Santrock, 2004:156).
Dibandingkan siswa yang impulsif, siswa yang reflektif lebih banyak melakukan hal-hal
berikut:
a. Mengingat informasi yang terstruktur
b. membaca dengan memhami dan mengiterpretasi teks
c. memecahkan problem dan membuat keputusan
d. lebih mungkin menentukan sendiri tujuan belajar
e. lebih mungkin berkosentrasi terhadap informasi yang relefan 
2. Gaya mendalam ataukah dangkal
Gaya belajar mendalam adalah sejauh mana siswa mempelajari materi pelajaran
dengan satu cara untuk membantu mereka memahami makna materi tersebut (gaya
mendalam). Gaya belajar dangkal adalah sekadar mencari apa-apa yang perlu untuk dipelajari
(gaya dangkal).
f. Keberagaman Peserta Didik
Keragaman adalah beragam, banyak jenis, rupa-rupa dan sebagainya. Sedangkan yang
dimaksud dengan siswa yaitu peserta didik pada suatu lembaga yang disebut dengan sekolah.
Maka dapat disimpulkan bahwa keragaman siswa merupakan rupa-rupa siswa yang dibentuk

20
oleh pribadi dan lingkungan. Keragaman budaya dan identitas individu dapat dilihat dari
kelas sosial, kebangsaan, ras, kelompok etnis, kemampuan dan kecerdasan, agama, wilayah
geografis, dan gender.                                                         
 Keberagaman Status Sosial
Sekolah merupakan lembaga kelas menengah yang berfungsi sebagai pelebur komunitas
kaya dan miskin sehingga tidak terlihat adanya kesenjangan status sosial. Sebagai seorang
pendidik, guru harus mampu berdiri di tengah, dan memdidik seluruh siswa untuk saling
menghargai satu sama lainnya.
1. Suku dan Ras
Suku dan ras dalam suatu bangsa dapat berpengaruh terhadap pengalaman sekolah siswa.
Suku bangsa adalah sejarah, budaya, dan rasa identitas yang dimiliki bersama oleh
sekelompok orang, sedangkan yang dimaksud dengan ras itu sendiri adalah karakteristik
genetik individu yang terlihat jelas yang mengakibatkan mereka dipandang sebagai anggota
kelompok besar yang sama. Faktorpenentu utama budaya yang dimana siswa akan dibesarkan
adalah asal-usul etnis mereka. Maka karakter yang terbentuk beragam pula.
2. Kemampuan dan kecerdasan
Manusia diciptakan dan dilengkapi dengan kecerdasan yang memiliki kemampuan luar
biasa, yang tidak dimiliki oleh makhluk lain dan kecerdasan sebagai suatu kemampuan ini
pulalah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya dimuka bumi ini. Intelegensi
berasal dari bahasa Inggris “Intelligence” yang juga berasal dari bahasa Latin yaitu
“Intellectus dan Intelligentia atau Intellegere”.
 Bahasa
Kecerdasan bahasa, menunjukkan kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan
kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan, dalam berbagai bentuk yang berbeda untuk
mengekspresikan gagasan-gagasannya.

 Logika-Matematika
Kecerdasan matematika-logika, menunjukkan kemampuan seseorang dalam berpikir
secara induktif dan deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisis
pola angka-angka, serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir.
 Music
Kecerdasan musikal, menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap suara-
suara nonverbal yang berada di sekelilingnya, termasuk dalam hal ini adalah nada dan irama.
 Tubuh-Kinestetika
21
Kecerdasan kinestetik, menunjukkan kemampuan seseorang untuk secara aktif
menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan
berbagai masalah
 Alam (naturalis)
Kecerdasan naturalis, menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap
lingkungan alam.
 Antar Pribadi(Interpersonal)
Kecerdasan interpersonal, menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan
orang lain.
 Intra Pribadi
Kecerdasan intrapersonal, Kecerdasan intrapersonal menunjukkan kemampuan seseorang
untuk peka terhadap perasaan dirinya sendiri.

2. Ciri dan Jenis Kesulitan Belajar Serta Penanganannya


1. Gangguan Konsentrasi
Ciri-ciri :
 Ceroboh mengerjakan tugas
 Gagal mempertahankan konsenyrasi pada tugas
 Gagal mengikuti instruksi atau tugas tidak selesai
 Terlihat seolah tidak mendengar saat diajak bicara
 Kesulitan mengelola tugas dan kegiatan pribadi
 Mudah lupa
 Mudah terganggu

Penanganan :
 Mencari tahu penyebab kesulitan anak berkonsentrasi.
Misal, ketika mengikuti lomba mewarnai, anak bisa melihat pekerjaan teman
sehingga  ia tidak mengerjakan gambarnya. Hal ini bisa disebabkan oleh kesempatan 
bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya kurang, sehingga ketika berada diluar rumah ia
begitu senangnya sampai lupa dengan tugasnya. Orangtua harus cerdik mencari solusi yang
tepat, seperti membuka kesempatan anak bergaul seluas-luasnya dengan teman sebaya atau
menyediakan berbagai aktifitas  menarik yang tidak membutuhkan waktu lama untuk
dikerjakan, terutama di usia balita yang memang rentang perhatiannya masih pendek.

22
 Mencari strategi yang sesuai 
Masuk usia 4-5 tahun anak mulai paham dan bisa diajak kerja sama. Katakan, saat
mengikuti lomba mewarnai anak diminta menyelesaikan tugasnya terlebih dahulu. Jika ia
cepat menyelesaikan tugasnya, ia akan diajak  berjalan-jalan dan bermain. Jika anak terlalu
lama, ia tidak jadi diajak jalan. Harapannya anak lebih berkonsentrasi untuk menyelesaikan
tugasnya. Prinsipnya, orangtua bisa menentukan target dan waktu pencapaian sesuai dengan
kemampuan anak. Begitu juga dalam penerapannya, orangtua bisa menggunakan pemberian
hadiah, pujian atu pemberian yang ia suka sehingga anak termotivasi untuk menyelesaikan
apa yang sedang ia lakukan.
 Melakukan aktifitas yang dapat melatih konsentrasi anak
Membuat tanda waktu sehingga anak sadar bahwa dalam mengerjakan tugas ada time
limitnya. Stimulasi layaknya belajar disekolah. Usahakan setting tempat belajarnya juga
seperti di kelas. Saat mengajar, usahakan seperti gurunya di sekolah, jadi tidak selalu duduk
disamping anak. Memecah waktu belajarnya menjadi beberapa kali. Contoh, waktu belajar
yang satu jam, kita pecah menjadi tiga kali dalam satu jam (per 20 menit) selingi dengan
istirahat selama lima menit. Bila anak sudah konsisten dengan waktu 20 menit bisa kita
tambah waktu belajarnya menjadi 30 menit dan seterusnya.
2. Diskalkulia, Kesulitan dalam Berhitung
Menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi serta proses matematis.Kesulitan
ini dapat ditinjau secara kuantitatif,yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung
(counting) dan mengkalkulasi (calculating).
Penanganan :
a. Cobalah memvisualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti, dengan menggunakan
gambar ataupun cara lain untuk menjembatani langkah-langkah atau urutan dari  proses
keseluruhannya. Misal : menggunakan alat bantu benda : 2 apel ditambahkan 2 apel, jadinya
4 apel.
b. Tuangkan konsep matematis atupun angka-angka secara tertulis  di atas kertas agar anak
mudah melihatnya dan tidak sekedar abstrak. Bila perlu, tuliskan urutan angka-angka itu
untuk membantu anak memahami konsep setiap angka sesuai dengan urutannya.
c. Terapkan konsep matematis dalam aktifitas sederhana sehari-hari. Umpama, beberapa
sepatu yang harus dipakainya jika berpergian, berapa potong pakaian seragam sekolahnya
dalam seminggu, berapa jumlah kursi makan yang diperlukan jika disesuaikan dengan
anggota keluarga yang ada dan sebagainya.

23
d. Sesering mungkin mendorong anak melatih ingatan secara kreatif, entah dengan cara
menyanyikan angka-angka ataupun cara lain yang mempermudah menampilkan ingatannya
tentang angka.
e. Harus ada kerjasama terpadu antara guru dan orangtua untuk menentukan strategi belajar di
kelas, memonitor kesulitan dan perkembangan anak, serta melakukan tindakan-tindakan yang
perlu  untuk memfasilitasi kemajuan anak. Misal, guru memberi saran tertentu pada orangtua
dalam menentukan tugas di rumah, buku-buku bacaan, serta latihan yang disarankan.

f .Buat pelajaran matematika menjadi sesuatu yang menarik. Lakukan pendekatan


multisensoris (dapat berupa gambar, audiotape, dan sebagainya) mengajari anak
menggunakan logikanya, bukan menghafal mati, berikan materi bertahap satu persatu dan
berikan materi dalam unit-unit kecil.

3. Disleksia, Gangguan dalam Membaca

Ciri-ciri :

 Sulit mengeja
 Sulit mengenali simbol dan huruf
 Sulit mengenal kata
 Sulit mengode simbol di dalam otak untuk diterjemahkan

Penanganan :
Salah satu metode yang diterapkan dalam mengatasi disleksia adalah metode multi-
sensory. Lewat metode yang sudah terintegrasi ini, anak akan diajarkan mengeja. Tekniknya
bisa dengan mendengar dan mengulang ejaan,  memanfaatkan kekuatan memori  visual
(penglihatan) serta taktil (sentuhan). Merekapun diminta menuliskan huruf dengan berbagai
cara, di buku, di lantai, di udara menggunakan pensil spidol bahkan membentuk huruf dengan
lilin. Tujuan utamanya adalah anak bisa mengasosiasikan antara pendengaran, penglihatan
dan sentuhan sehingga otak lebih mudah mengingat kembali huruf-huruf. Selain itu kita perlu
membangun rasa percaya diri anak karena biasanya anak disleksia sering mengalami
gangguan kepercayaan diri, akibat dari lingkungan yang kerap mengolok, mengejek dan
mencap negatif, memarahi dan lainnya. Jika kepercayaan diri rendah, anak akan semakin sulit
keluar dari masalahnya. Biasanya anak disleksia memiliki kelebihan lain, carilah kelebihan
itu dan kembangkan sehingga  rasa percaya diri anak bisa tumbuh lebih kuat.

24
4. Disgrafia, Gangguan dalam Menulis

Penanganan :
 Pahami kondisi anak
Terimalah keadaannya dan tidak membandingkannya dengan anak lain. Jangan
pernah beranggapan anak disgrafia adalah anak bodoh, pemalas, dan label negatif lainnya.
Ingat, kesulitan ini tidak berkaitan dengan tingkat inteligensi yang rendah, kemalasan, asal-
asalan menulis, dan tidak mau belajar. Kesabaran dan pengertian orangtua serta guru sangat
diperlukan supaya anak keluar dari masalahnya. Ketidaksabaran apalagi disertai cemoohan
malah akan membuat anak semakin berkutat dengan masalahnya bahkan membuatnya
semakin rendah diri.
 Gunakan alat bantu
Alat bantu seperti komputer atau laptop, biasanya dapat membuat anak lebih mudah
menuangkan ide atau apapun  yang ingin ia tulis. Dengan alat bantu ini kita bisa menjelaskan
lebih detail kesalahan-kesalahan yang anak lakukan. Umpama, dengan tombol korektor untuk
memperbaikinya sehingga anak lebih mudah memahami kesalahannya.
 Minta terus menulis
Terus menulis merupakan terapi untuk mengatasi masalah ini. Lakukan secara bertahap,
mulai tullisan pendek hingga panjang; mulai didampingi secara penuh hingga secara perlahan
dilepas. Jangan lupa, supaya anak tertarik menulis, minta ia menulis hal-hal yang disukainya
seperti menulis surat kepada teman, menulis pengalaman pergi tamasya, menulis cerita
tentang teman yang menyenangkan, dan lainnya. Tak hanya menulis, kitapun bisa meminta
anak untuk menggambar apa pun yang ia suka yang dapat membantu anak keluar dari
masalah disgrafia. (Berbagai Sumber)
3. Pendidikan pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Dalam konsteks Pendidikan Kebutuhan Kebutuhan Khusus sangat dihindari cara


menggambarkan kondisi individu bedasarkan label atau stigma yang didasarkan atas
pengelompokkan kecacatan (disability). Oleh karena itu cara yang digunakan adalah dengan
berpatokan pada prinsip melihat individu sebagai manusia, baru kemudian melihat
kecacatannya.
a. Sasaran :
1.Anak dengan hambatan komunikasi,interaksi dan bahasa (HKIB)
2.Anak dengan hambatan persepsi,motorik dan mobilitas (HPMM)

25
3.Anak dengan hambatan emosi dan perilaku (HEP)

4.Anak dengan hambatan kecerdasan dan akademik (HKA) (tunarungu,tunarungu-


wicara,tunagrahita,tunalaras,tunadaksa,berbakat,berkesulitan belajar,spesisfik dan autis)

b. Konsep Dasar Anak Berkebutuhan Khusus


Konsep anak berkebutuhan khusus (children with special needs) memiliki makna dan
spektrum yang lebih luas dibandingkan dengan konsep anak luar biasa (exceptional children).
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan memerlukan layanan yang
spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini
memiliki apa yang disebut dengan hambatan belajar dan hambatan perkembangan (barier to
learning and development). Ilustrasi: Andika adalah seorang anak yang berusia 7 tahun dan
duduk di kelas 1 Sekolah Dasar. Andika memiliki kelainan fisik yaitu jari-jari tangan kirinya
hanya 4 buah. Sebuah kecelakaan menyebabkan ibu jarinya harus dipotong (amputasi),
sehingga Andika termasuk anak yang memiliki kecacatan yaitu jari. Andika tidak
memerlukan bantuan khusus dalam proses pembelajaran di sekolah dan sosialisasi di
lingkungannya. Di lain pihak ada seorang anak bernama Amanda usia 7 tahun, dia secara
fisik (kesan lahiriah) terlihat tidak berbeda dengan anak-anak lain sebayanya, tetapi setelah
masuk kelas mengikuti proses pembelajaran, Amanda terlihat bingung dan selalu ketinggalan
dalam prestasi belajar dengan teman-temannya, bahkan tidak mampu mengikuti proses
pembelajaran di kelas. Ternyata Amanda memang tidak mampu mengikuti proses
pembelajran seperti teman-temannya, Amanda memerlukan cara atau metode tersendiri
(khusus) dalam mengikuti proses pembelajarannya. Setelah mendapatkan layanan
pembelajaran tersendiri sesuai dengan keadaannya, Amanda dapat mencapai prestasi belajar
rata-rata kelas. Dari dua ilustrasi tersebut yaitu Andika dan Amanda maka untuk memahami
anak berkebutuhan khusus berarti kita mesti melihat adanya berbagai perbedaa bila
dibandingkan dengan keadaan normal, mulai dari keadaan fisik sampai mental, dari anak
cacat sampai anak berbakat intelektual. Perbedaan untuk memahami anak berkebutuhan
khusus dikenal ada 2 hal yaitu interindividual dan intraindividual.
1.Perbedaan Interindividual, Berarti membandingkan keadaan individu dengan orang lain
dalam berbagai hal, diantaranya perbedaan keadaan mental (kapasitas kemampuan
intelektual), kemampuan panca indera (sendory), kemampuan gerak motorik, kemampuan
komunikasi, perilaku sosial, dan keadaan fisik. Perkembangan akhir-akhir ini adanya
perbedaan dalam pencapaian prestasi belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran. Hal ini
dimungkinkan dengan adanya standar kompetensi yang harus dimiliki siswa untuk setiap
26
tingkat atau level kelas yang telah dirumuskan secara nasional. Standardisasi alat ukur untuk
setiap mata pelajaran pada setiap tingkat kelas memang harus segera diadakan sesuai dengan
kurikulum yang telah disusun (curriculum-based asssesment). Jika memang prestasi anak
berada jauh di bawah standar kelulusan, maka dimungkinkan anak ini masuk kelompok anak
berkebutuhan khusus.
    Selain perbedaan dalam prestasi akademik, juga perbedaan kemampuan akademik. Untuk
mengetahui kemampuan akademik ini biasanyadigunakan tes kecerdasan yang dapat
mengukur potensi kemampuan intelektual yang dinyatakan dengan satuan IQ. Secara teoritis
keadaan populasi IQ anak akan mengikuti kurve normal, dimana anak yang memiliki IQ pada
posisi ekstrim -2 dan +2 standar deviasi kurve normal, maka perlu diperhatikan sebagai anak
berkebutuhan khusus. Perbedaan ini tidak sekedar berbeda dengan rerata normal, tetapi
perbedaan yangsignifikan, sehingga anak tersebut memang memerlukan praktek pendidikan
dan pengajaran khusus untuk mengembangkan potensinya secara optimal.
2. Perbedaan Intraindividual,
Adalah suatu perbandingan antar potensi yang ada dalam diri individu itu sendiri,
perbedaan ini dapat muncul dari berbagai aspek meliputi inte;ektual, fisik, psikologis, dan
sosial. Sebagai ilustrasi, ada seorang siswa yang memiliki prestasi belajar sangat cemerlang
tetapi dia sangat tidak disenangi oleh teman-temannya karena dia bersifat tertutup dan
individualis, dan sulit diajak kerja sama. Dari gambaran tersebut maka dapat dibandingkan
antara kemampuan intelektual dan kemampuan sosial bahwa siswa tersebut cukup signifikan,
sehingga siswa tersebut memerlukan treatment atau perlakuan khusus agar peotensinya dapat
berkembang optimal. Selain masalah perbedaan, ada beberapa terminologi yang dapat
digunakan untuk memahami anak berkebutuhan khusus antara lain:
1. Impairment,
Merupakan suatu keadaan atau kondisi di mana individu mengalami kehilangan atau
abnormalitas psikologis, fisiologis atau fungsi struktur anatomis secara umum pada tingkat
organ tubuh. Contoh seseorang yang mengalami amputasi satu kakinya, maka dia mengalami
kecacatan kaki.
2.    Disability, Merupakan suatu keadaan di mana individu mengalami
kekurangmampuan yang dimungkinkan karena adanya keadaan impairment seperti kecacatan
pada organ tubuh. Contoh pada orang yang cacat kakinya, maka dia akan merasakan
berkurangnya fungsi kaki untuk melakukan mobilitas.

27
3.    Handicaped
Merupakan suatu keadaan di mana individu mengalami ketidakmampuan dalam
bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini dimungkinkan karena adanya
kelainan dan berkurangnya fungsi organ individu. Contoh orang yang mengalami amputasi
kaki sehingga untuk aktivitas mobilitas atau berinteraksi dengan lingkungannya dia
memerlukan kursi roda.Termasuk anak-anak berkebutuhan khusus yang sifatnya temporer di
antaranya adalah anak-anak penyandang post traumatic syndrome disorder (PTSD) akibat
bencana alam, perang, atau kerusuhan, anak-anak yang kurang gizi, lahir premature, anak
yang lahir dari keluarga miskin, anak-anak yang mengalami depresi karena perlakukan kasar,
anak-anak korban kekerasan, anak yang kesulitan konsentrasi karena sering diperlakukan
dengan kasar, anak yang tidak bisa membaca karena kekeliruan guru mengajar, anak
berpenyakit kronis, dsb.

c. Pengelolaan Kelas Inklusif

Jumlah siswa dalam satu kelas adalah 30 siswa yang terdiri dari:
-    29 siswa anak normal
-    1 siswa berebutuhan khusus dengan gangguan pendengaran, yang mana telinga yang
masih peka terhadap suara adalah telinga bagian kiri.
Pengelolaan Kelas:
1.    Bentuk Ruang Belajar
-    Ruangan berbentuk persegi panjang
-    Tembok terbuat dari triplek atau kayu karena dapat menyimpan suara
-    Terdiri dari 2 buah jendela berventilasi dengan korden dan 1 pintu.
Jendela dibuat hanya berventilasi agar ruangan bisa menerima udara dan tidak pengap
2.    Penggunaan Warna
Warna yang dipilih hendaknya warna yang kontras:
a.    Dinding bawah berwarna coklat
b.    Dinding atas berwarna hijau muda
c.    Diantara dinding atas dan dinding bawah terdapat hiasan bunga
d.    Korden berwarna kuning
e.    Karpet berwarna merah
f.    Atap kelas berwarna biru muda
3.    Sistem Akustik

28
-    Sistem akustik dari ruang kelas ini adalah tembok yang terbuat dari triplek atau kayu.
Triplek atau kayu dapat menyimpan suara. Hal ini dibutuhkan karena dalam kelas tersebut
terdapat anak berkebutuhan khusus dengan gangguan pendengaran.
-    Selain itu, jendela dibuat berkaca, hanya ada ventilasi di atasnya, juga dibuat berkorden.
Hal ini agar udara masih bisa masuk, dengan adanya korden juga bisa meminimalisir suara
dari luar.
Dengan adanya sistem akustik tersebut, dapat meminimalisir suara berisik dari luar ruang
kelas sehingga tidak mengganggu siswa dengan gangguan pendengaran, proses belajar
mengajar pun dapat berjalan dengan efektif.
4.    Aksesibilitas
-    Aksesibilitas untuk anak gangguan pendengaran adalah alat bantu pendengaran
5.    Perabot Kelas
-    Siswa duduk di karpet jadi tidak ada kursi atau bangku. Hal ini agar ruang gerak siswa itu
tidak dibatasi dan siswa dapat mudah berpindah-pindah
-    Ada sound untuk memperkeras suara. Hal ini untuk membantu siswa dengan gangguan
pendengaran
-    Pintu diusahakan ada di beakang siswa agar siswa bisa lebih konsentrasi
-    Terdapat papan tulis di depan
-    Dinding ruangan dihiasi dengan:
a.    Hasil karya siswa
b.    Grafik asesmen perilaku
c.    Jadwal piket siswa
d.    Pencapaian/prestasi siswa
e.    Jam dinding
f.    Foto presiden dan wakilnya
g.    Garuda
6. Posisi Tempat Duduk
-    Berkelompok
Satu kelas dibagi menjadi 6 kelompok, dalam satu kelompok terdiri dari 5 siswa
-    Siswa duduk di karpet, melingkar
-    Kelompok yang beranggotakan anak berkebutuhan khusus diusahakan ditempatkan di
dekat sound
7. Illumination  atau Pencahayaan

29
    Kelas yang bagus adalah kelas yang terang, jadi dalam ruang kelas tersebut
pencahayaannya harus bagus, lampu yang dipakai harus terang.

KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan, maka kesimpulan yang dapat diperoleh, antara lain:
1. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan
pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan
khusus ini mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan. Oleh sebab itu
mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan belajar
masing-masing anak.
2. Setiap anak berkebutuhan khusus, baik yang bersifat permanen maupun yang
temporer, memiliki perkembangan hambatan belajar dan kebutuhan belajar yang
berbeda-beda. Hambatan belajar yang dialami oleh setiap anak, disebabkan oleh tiga
hal, yaitu: (1) faktor lingkungan (2) faktor dalam diri anak sendiri, dan (3) kombinasi
antara faktor lingkungan dan faktor dalam diri anak.
3. Anak berkebutuhan khusus dibagi menjadi dua, yaitu anak berkebutuhan khusus
temporer dan permanen.
4. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus yaitu :
a. Anak dengan Gangguan Penglihatan (Tunanetra)
b. Anak dengan Gangguan Pendengaran (Tunarungu)
c. Anak dengan Gangguan Intelektual (Tunagrahita)
d. Anak dengan Gangguan Gerak Anggota Tubuh (Tunadaksa)
e. Anak dengan gangguan Perilaku dan Emosi (Tunalaras)
f. Anak Cerdas Istimewa dan Bakat Istimewa (gifted dan talented)
g. Anak Lamban Belajar ( Slow Learner)
h. Anak Berkesulitan Belajar Spesifik
i. Anak Autis
Setiap karakteristik anak tersebut memiliki ciri-ciri yang berbeda dan penanggulangan
yang berbeda pula.
5. Istilah identifikasi ABK dimaksudkan sebagai usaha seseorang (orang tua, guru,
maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk mengetahui apakah seorang anak
mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, sosial, emosional, dan atau
sensoris neurologis) dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan
dengan anak-anak lain seusianya (anak-anak normal).

30
6. Setelah dilakukan identifikasi dapat diketahui kondisi seseorang, apakah pertumbuhan
dan perkembangannya mengalami kelainan/penyimpangan atau tidak. Bila mengalami
kelainan/penyimpangan, dapat diketahui pula apakah anak tergolong: (1)Tunanetra,
(2), Tunarungu, (3) Tunagrahita, (4) Tunadaksa (5) Anak Tunalaras, (6) Anak lamban
belajar, (7) Anak yang mengalami kesulitanbelajar spesifik, (8) Anak Autis (9) Anak
Berbakat, (10). Anak ADHD (gangguan perhatian dan hiperaktif).
7. Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, kegiatan identifikasi anak berkebutuhan
khusus dilakukan untuk lima keperluan,yaitu: Penjaringan (screening),
Pengalihtanganan (referal), Klasifikasi, Perencanaan pembelajaran, dan Pemantauan
kemajuan belajar.
8. Langkah-langkah untuk melakukan identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus yaitu:
1. Menghimpun Data Anak
2. Menganalisis Data dan Mengklasifikasikan Anak
3. Menginformasikan Hasil Analisis dan Klasifikasi
4. Menyelenggarakan Pembahasan Kasus (case conference)
5. Menyusun Laporan Hasil Pembahasan Kasus
9. Tindak lanjut dari kegiatan indentifikasi anak berkelaian untuk dapat memberikan
pelayanan pendidikan yang sesuai, maka dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:
1. Pelaksanaan
2. Pelaksanaan Asesmen
3. Perencanaan Pembelajaran
4. Pelaksanaan Pembelajaran
5. Pemantauan Kemajuan Belajar dan Evaluasi

31
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan. 1977.


Mengidentifikasi Siswa Berkesulitan Belajar. Jakarta: Pusat Pengembangan Kurikulum dan
Sarana Pendidikan.

32

Anda mungkin juga menyukai