Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Pelajaran Sejarah


Guru Mata Pelajaran, Yuliarti, S.Pd

Disusun Oleh:
Alya Chintia Panjaitan

TUGAS STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


SEKOLAH MENENGAH ATAS
SMA NEGERI 1LIRIK
Jl. Lintas Timur Jambi – Riau, Lirik Area
Lirik, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau
ABSTRAK

Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Kemudian pada tanggal 1 Juni resmi ditetapkan sebagai
Hari Lahirnya Pancasila. Dalam perjalanan sejarah perumusan Pancasila sebagai dasar
Negara Republik Indonesia banyak mengalami berbagai macam interpretasi, dan penolakan
terhadap sila pertama sebelum diubah menjadi Ketuhanan yang Maha Esa. Ada lima unsur
yang terdapat dalam pancasila yaitu ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang di pimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan dan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh
karena itu, Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik
Indonesia. Pancasila juga merupakan sumber ideologi masyarakat dan negara Republik
Indonesia. Maka seharusnya masyarakat Indonesia menjadikan Pancasila sebagai pedoman
dalam kehidupan bermasyarakat dan kehidupan berkenegaraan.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya,
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sejarah Lahirnya Pancasila”
dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas UTS yang diberikan
oleh dosen pembimbing mata kuliah Pendidikan Pancasila, Rizana, S.H,. M.H.

Dalam penyusunan makalah ini, ditulis berdasarkan buku yang berkaitan dengan
Pancasila, dan informasi dari media massa yang berhubungan dengan Pancasila. Saya
menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna. Untuk itu diharapkan berbagai
masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaannya.

Semoga makalah ini dapat memberi manfaat untuk pembaca, sehingga pembaca dapat
menambah wawasan mengenai Pancasila. Akhir kata, saya ucapkan terimakasih.

Lirik, 7 Februari 2024

Penyusun
DAFTAR ISI

ABSTRAK........................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG.....................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH................................................................................2
1.3 TUJUAN PENULISAN..................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................3
2.1 PENGERTIAN PANCASILA........................................................................3
2.2 SEJARAH PERUMUSAN PANCASILA......................................................4
2.3 ALASAN PANCASILA PERLU DALAM
KAJIAN SEJARAH BANGSA INDONESIA..............................................17
2.4 SUMBER HISTORIS, SOSIOLOGIS, DAN
POLITIS TENTANG PANCASILA.............................................................21
2.5 DINAMIKA DAN TANTANGAN PANCASILA.......................................26
2.6 ESENSI, DAN URGENSI PANCASILA.....................................................27
BAB III PENUTUP.......................................................................................................29
3.1 KESIMPULAN.............................................................................................29
3.2 SARAN.........................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................30
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara historis, bangsa Indonesia telah melewati berbagai peristiwa sejarah yang telah
membentuk karakteristik dan kearifan serta kedewasaan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia
akan menjadi bangsa yang maju ketika mampu menjaga keotentikan sejarah yang
dimilikinya. Keotentikan sejarah dari sebuah bangsa akan sangat membantu keberlangsungan
negara tersebut di masa yang akan datang, karena sejarah telah membentuk suatu bangsa
yang belajar dari peristiwa masa lalu, khususnya sejarah dalam menggali semangat
pembentukan negara Indonesia. Taufik Abdullah dalam sambutan di buku risalah sidang
BPUPKI mengatakan bahwa “dengan memelihara sumber-sumber sejarah bukan saja
bermaksud untuk ‘melestarikan masa lalu’ atau ‘memelihara peninggalan lama’, tetapi, juga
sesungguhnya berjaga-jaga akan kemungkinan terjadinya perdebatan kesejarahan yang
bersifat disintegratif (Bahar, 1998).

Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil perjuangan para pendiri negara
Indonesia. Mereka adalah orang-orang yang berjuang untuk mendirikan bangsa dan negara
Indonesia. Dalam perumusan pancasila tersebut, terdapat lima sila dalam Pancasila, setiap
silanya memiliki nilai-nilai tersendiri. Nilai-nilai tersebut sekaligus sebagai jiwa dan
kepribadian bangsa Indonesia. Nilai Pancasila berkembang sebagai nilai dasar dan puncak
budaya bangsa yang dirumuskan dan ditetapkan melalui pemikiran para tokoh bangsa sebagai
dasar negara dan pandangan hidup.

Hal inilah yang menempatkan Pancasila dalam semua peraturan perundang-undangan


yang berlaku. Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan
mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara Indonesia dibangun
juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu Pancasila. Pancasila, dalam
fungsinya sebagai dasar Negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara
Republik Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah,
wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam kedudukannya merupakan dasar pijakan
penyelenggaraan negara dan seluruh kehidupan negara Republik Indonesia.
Oleh karena itu, untuk memahami Pancasila secara utuh dan kaitannya dengan jati diri
bangsa Indonesia ini. Diperlukan pemahaman sejarah bangsa Indonesia dalam membentuk
suatu negara dan dijadikannya pancasila sebagai dasar negara karena semua itu berhubungan
dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Hal tersebut penting untuk diketahui karena
perumusan Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia mengalami dinamika yang kaya dan
penuh tantangan. Perumusan Pancasila mulai dari sidang BPUPKI sampai pengesahan
Pancasila sebagai dasar negara dalam sidang PPKI, masih mengalami tantangan berupa
“amnesia sejarah” (istilah yang dipergunakan Habibie dalam pidato 1 Juni 2011).

1.2 Rumusan Masalah


Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis
memperoleh hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan beberapa rumusan masalah.
Rumusan masalah itu adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan pancasila?
2. Bagaimana sejarah perumusan pancasila?
3. Mengapa pancasila perlu dalam kajian sejarah bangsa Indonesia?
4. Apa saja sumber historis, sosiologis, politis tentang pancasila dalam kajian sejarah
bangsa Indonesia?
5. Bagaimana dinamika dan tantangan pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia?
6. Bagaimana esensi dan urgensi pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia untuk
masa depan?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Memenuhi tugas mata pelajaran sejarah
2. Mengetahui pengertian Pancasila serta sejarah perumusan Pancasila.
3. Mengetahui perlunya pemahaman Pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia.
4. Dapat mengetahui sumber historis, sosiologis, dan politis tentang Pancasila dalam
kajian sejarah bangsa Indonesia.
5. Dapat membangun argumen tentang dinamika dan tantangan Pancasila dalam
kajian sejarah bangsa Indonesia.
6. Dapat mendeskripsikan esensi dan urgensi pancasila dalam kajian sejarah bangsa
Indonesia untuk masa depan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pancasila

Istilah pancasila pertama kali dikenal dalam pidato Ir. Soekarno sebagai anggota
Dokritzu Tyunbi Tjosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) 1
juni 1945 di Jakarta, badan ini kemudian setelah mengalami penambahan anggota menjadi
panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dari uraian tersebut dinyatakan: Pancasila
adalah Lima, Sila adalah asas atau dasar.

Pancasila merupakan pedoman bagi semua warga bangsa Indonesia untuk berinteraksi
dalam konteks kebersamaan untuk mengokohkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh
karena itu, Pendidikan Kewarganegaraan tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dengan
Pancasila. Pancasila menjadi roh bagi Pendidikan Kewarganegaraan.

Pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia telah dipilih berdasarkan perenungan yang
mendalam oleh the founding futhers bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, keyakinan terhadap
Pancasila sebagai falsafah bangsa merupakan akar kebenaran untuk memahami eksistensi
bangsa Indonesia. Di mana pun berada, dalam arti kendatipun tidak dalam wilayah Indonesia,
namun manakala dirinya adalah warga bangsa Indonesia maka Pancasila menjadi filsafat
hidupnya.

Pengertian Pancasila sebagai dasar negara yang dimaksud sesuai dengan bunyi
pembukaan pada Undang-Undang Dasar 1945 Alinea IV yang menyatakan kemudian dari
pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang dasar Negara Republik
Indonesia yang membentuk dalam suatu susunan negara Indonesia yang berkedaulatan rekyat
dengan berdasarkan kepada ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam
permusyawaratanperwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Norma hukum pokok yang disebut pokok kaidah fundamental dari negara
itu dalam hukum mempunyai hakikat dan juga kedudukan yang kuat, tetap, dan tidak berubah
bagi negara yang terbentuk dengan perkataan lain. Dengan jalan hukum tidak bisa diubah-
ubah. Fungsi dari Pancasila sebagai pokok kaidah yang fundamental. Hal yang paling penting
sekali karena Undang-Undang Dasar harus berasal dan berada di bawah pokok kaidah negara
yang fundamental itu.

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat, memiliki dasar ontologis, dasar epistemologis
dan dasar aksiologis tersendiri, yang membedakannya dengan sistem filsafat lain. Secara
ontologis, kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui
hakekat dasar dari sila- sila Pancasila. Pancasila merupakan sistem ajaran bangsa Indonesia
dalam menjalani kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Bangsa Indonesia meyakini
kebenaran nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai pedoman berpikir dan
bertindak. Kerena itu, setiap manusia yang ingin melakukan tindkan harus bercermin pada
nilai-nilai pancasila terlebih dahulu. Pancasila sebagai norma fundamental berfungsi sebagai
cita-cita atau ide yang harus diwujudkan menjadi suatu kenyataan.

2.2 Sejarah Perumusan

Pancasila Periode Pengusulan

Pancasila

Cikal bakal munculnya ideologi bangsa itu diawali dengan lahirnya rasa nasionalisme
yang menjadi pembuka ke pintu gerbang kemerdekaan bangsa Indonesia. Ahli sejarah,
Sartono Kartodirdjo, sebagaimana yang dikutip oleh Mochtar Pabottinggi dalam artikelnya
yang berjudul Pancasila sebagai Modal Rasionalitas Politik, menengarai bahwa benih
nasionalisme sudah mulai tertanam kuat dalam gerakan Perhimpoenan Indonesia yang sangat
menekankan solidaritas dan kesatuan bangsa. Perhimpoenan Indonesia menghimbau agar
segenap suku bangsa bersatu teguh menghadapi penjajahan dan keterjajahan. Kemudian,
disusul lahirnya Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928 merupakan momen- momen perumusan
diri bagi bangsa Indonesia. Kesemuanya itu merupakan modal politik awal yang sudah
dimiliki tokoh-tokoh pergerakan sehingga sidang-sidang maraton BPUPKI yang difasilitasi
Laksamana Maeda, tidak sedikitpun ada intervensi dari pihak penjajah Jepang. Para peserta
sidang BPUPKI ditunjuk secara adil, bukan hanya atas dasar konstituensi, melainkan juga
atas dasar integritas
dan rekam jejak di dalam konstituensi masing- masing. Oleh karena itu, Pabottinggi
menegaskan bahwa diktum John Stuart Mill atas Cass R. Sunstein tentang keniscayaan
mengumpulkan the best minds atau the best character yang dimiliki suatu bangsa, terutama di
saat bangsa tersebut hendak membicarakan masalah-masalah kenegaraan tertinggi, sudah
terpenuhi. Dengan demikian, Pancasila tidaklah sakti dalam pengertian mitologis, melainkan
sakti dalam pengertian berhasil memenuhi keabsahan prosedural dan keabsahan esensial
sekaligus. (Pabottinggi, 2006: 158-159).

Selanjutnya, sidang-sidang BPUPKI berlangsung secara bertahap dan penuh dengan


semangat musyawarah untuk melengkapi goresan sejarah bangsa Indonesia hingga sampai
kepada masa sekarang ini. Perumusan Pancasila itu pada awalnya dilakukan dalam sidang
BPUPKI pertama yang dilaksanakan pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945. BPUPKI
dibentuk oleh Pemerintah Pendudukan Jepang pada 29 April 1945 dengan jumlah anggota 60
orang. Badan ini diketuai oleh Dr. Rajiman Wedyodiningrat yang didampingi oleh dua orang
Ketua Muda (Wakil Ketua), yaitu Raden Panji Suroso dan Ichibangase (orang Jepang).
BPUPKI dilantik oleh Letjen Kumakichi Harada, panglima tentara ke-16 Jepang di Jakarta,
pada 28 Mei 1945. Sehari setelah dilantik, 29 Mei 1945, dimulailah sidang yang pertama
dengan materi pokok pembicaraan calon dasar negara.

Menurut catatan sejarah, diketahui bahwa sidang tersebut menampilkan beberapa


pembicara, yaitu Mr. Muh Yamin, Ir. Soekarno, Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Soepomo.
Keempat tokoh tersebut menyampaikan usulan tentang dasar negara menurut pandangannya
masing-masing. Meskipun demikian perbedaan pendapat di antara mereka tidak mengurangi
semangat persatuan dan kesatuan demi mewujudkan Indonesia merdeka. Pengusul calon
dasar negara dalam sidang BPUPKI adalah Ir. Soekarno yang berpidato pada 1 Juni 1945.
Pada hari itu, Ir. Soekarno menyampaikan lima butir gagasan tentang dasar negara sebagai
berikut:
a. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia,
b. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan,
c. Mufakat atau Demokrasi,
d. Kesejahteraan Sosial,
e. Ketuhanan yang berkebudayaan.

Berdasarkan catatan sejarah, kelima butir gagasan itu oleh Soekarno diberi nama
Pancasila. Selanjutnya, Soekarno juga mengusulkan jika seandainya peserta sidang tidak
menyukai angka 5, maka ia menawarkan angka 3, yaitu Trisila yang terdiri atas (1) Sosio-
Nasionalisme, (2) Sosio-Demokrasi, dan (3) Ketuhanan Yang Maha Esa. Soekarno akhirnya
juga menawarkan angka 1, yaitu Ekasila yang berisi asas Gotong-Royong.
Sejarah mencatat bahwa pidato lisan Soekarno inilah yang di kemudian hari diterbitkan oleh
Kementerian Penerangan Republik Indonesia dalam bentuk buku yang berjudul Lahirnya
Pancasila (1947). Perlu Anda ketahui bahwa dari judul buku tersebut menimbulkan
kontroversi seputar lahirnya Pancasila. Di satu pihak, ketika Soekarno masih berkuasa, terjadi
semacam pengultusan terhadap Soekarno sehingga 1 Juni selalu dirayakan sebagai hari
lahirnya Pancasila. Di lain pihak, ketika pemerintahan Soekarno jatuh, muncul upaya- upaya
“de- Soekarnoisasi” oleh penguasa Orde Baru sehingga dikesankan seolah-olah Soekarno
tidak besar jasanya dalam penggalian dan perumusan Pancasila.

Setelah pidato Soekarno, sidang menerima usulan nama Pancasila bagi dasar filsafat
negara (Philosofische grondslag) yang diusulkan oleh Soekarno, dan kemudian dibentuk
panitia kecil 8 orang (Ki Bagus Hadi Kusumo, K.H. Wahid Hasyim, Muh. Yamin, Sutarjo,
A.A. Maramis, Otto Iskandar Dinata, dan Moh. Hatta) yang bertugas menampung usul-usul
seputar calon dasar negara. Kemudian, sidang pertama BPUPKI (29 Mei - 1 Juni 1945) ini
berhenti untuk sementara.

Periode Perumusan Pancasila

Hal terpenting yang mengemuka dalam sidang BPUPKI kedua pada 10 - 16 Juli 1945
adalah disetujuinya naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang kemudian dikenal dengan
nama Piagam Jakarta. Piagam Jakarta itu merupakan naskah awal pernyataan kemerdekaan
Indonesia. Pada alinea ke-empat Piagam Jakarta itulah terdapat rumusan Pancasila sebagai
berikut.
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang dijuluki “Piagam Jakarta” ini di
kemudian hari dijadikan “Pembukaan” UUD 1945, dengan sejumlah perubahan di sana-sini.
Ketika para pemimpin Indonesia sedang sibuk mempersiapkan kemerdekaan menurut skenario
Jepang, secara tiba-tiba terjadi perubahan peta politik dunia. Salah satu penyebab terjadinya
perubahan peta politik dunia itu ialah takluknya Jepang terhadap Sekutu. Peristiwa itu ditandai
dengan jatuhnya bom atom di kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Sehari setelah peristiwa
itu, 7 Agustus 1945, Pemerintah Pendudukan Jepang di Jakarta mengeluarkan maklumat yang
berisi:
(1) pertengahan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan bagi Indonesia
(PPKI).
(2) panitia itu rencananya akan dilantik 18 Agustus 1945 dan mulai bersidang 19
Agustus 1945.
(3) direncanakan 24 Agustus 1945 Indonesia dimerdekakan.

Esok paginya, 8 Agustus 1945, Sukarno, Hatta, dan Rajiman dipanggil Jenderal
Terauchi (Penguasa Militer Jepang di Kawasan Asia Tenggara) yang berkedudukan di
Saigon, Vietnam (sekarang kota itu bernama Ho Chi Minh). Ketiga tokoh tersebut diberi
kewenangan oleh Terauchi untuk segera membentuk suatu Panitia Persiapan Kemerdekaan
bagi Indonesia sesuai dengan maklumat Pemerintah Jepang 7 Agustus 1945 tadi. Sepulang
dari Saigon, ketiga tokoh tadi membentuk PPKI dengan total anggota 21 orang, yaitu:
Soekarno, Moh. Hatta, Radjiman, Ki Bagus Hadikusumo, Otto Iskandar Dinata, Purboyo,
Suryohamijoyo, Sutarjo, Supomo, Abdul Kadir, Yap Cwan Bing, Muh. Amir, Abdul Abbas,
Ratulangi, Andi Pangerang, Latuharhary, I Gde Puja, Hamidan, Panji Suroso, Wahid Hasyim,
T. Moh. Hasan (Sartono Kartodirdjo, dkk., 1975: 16--17).

Jatuhnya Bom di Hiroshima belum membuat Jepang takluk, Amerika dan sekutu
akhirnya menjatuhkan bom lagi di Nagasaki pada 9 Agustus 1945 yang meluluhlantakkan
kota tersebut sehingga menjadikan kekuatan Jepang semakin lemah. Kekuatan yang semakin
melemah, memaksa Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada 14 Agustus
1945. Konsekuensi dari menyerahnya Jepang kepada sekutu, menjadikan daerah bekas
pendudukan Jepang beralih kepada wilayah perwalian sekutu, termasuk Indonesia. Sebelum
tentara sekutu dapat menjangkau wilayah-wilayah itu, untuk sementara bala tentara Jepang
masih ditugasi sebagai sekadar penjaga kekosongan kekuasaan. Kekosongan kekuasaan ini
tidak disia-siakan oleh para tokoh nasional. PPKI yang semula dibentuk Jepang karena
Jepang
sudah kalah dan tidak berkuasa lagi, maka para pemimpin nasional pada waktu itu segera
mengambil keputusan politis yang penting. Keputusan politis penting itu berupa melepaskan
diri dari bayang-bayang kekuasaan Jepang dan mempercepat rencana kemerdekaan bangsa
Indonesia.

Periode Pengesahan Pancasila

Peristiwa penting lainnya terjadi pada 12 Agustus 1945, ketika itu Soekarno, Hatta,
dan Rajiman Wedyodiningrat dipanggil oleh penguasa militer Jepang di Asia Selatan ke
Saigon untuk membahas tentang hari kemerdekaan Indonesia sebagaimana yang pernah
dijanjikan. Namun, di luar dugaan ternyata pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah
kepada Sekutu tanpa syarat.

Pada 15 Agustus 1945 Soekarno, Hatta, dan Rajiman kembali ke Indonesia.


Kedatangan mereka disambut oleh para pemuda yang mendesak agar kemerdekaan bangsa
Indonesia diproklamasikan secepatnya karena mereka tanggap terhadap perubahan situasi
politik dunia pada masa itu. Para pemuda sudah mengetahui bahwa Jepang menyerah kepada
sekutu sehingga Jepang tidak memiliki kekuasaan secara politis di wilayah pendudukan,
termasuk Indonesia. Perubahan situasi yang cepat itu menimbulkan kesalahpahaman antara
kelompok pemuda dengan Soekarno dan kawan-kawan sehingga terjadilah penculikan atas
diri Soekarno dan M. Hatta ke Rengas Dengklok (dalam istilah pemuda pada waktu itu
“mengamankan”), tindakan pemuda itu berdasarkan keputusan rapat yang diadakan pada
pukul
24.00 WIB menjelang 16 Agustus 1945 di Cikini no. 71 Jakarta (Kartodirdjo, dkk., 1975:
26). Melalui jalan berliku, akhirnya dicetuskanlah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada
17 Agustus 1945.

Teks kemerdekaan itu didiktekan oleh Moh. Hatta dan ditulis oleh Soekarno pada dini
hari. Dengan demikian, naskah bersejarah teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia ini
digagas dan ditulis oleh dua tokoh proklamator tersebut sehingga wajar jika mereka
dinamakan Dwitunggal. Selanjutnya, naskah tersebut diketik oleh Sayuti Melik. Rancangan
pernyataan kemerdekaan yang telah dipersiapkan oleh BPUPKI yang diberi nama Piagam
Jakarta, akhirnya tidak dibacakan pada 17 Agustus 1945 karena situasi politik yang berubah
(Lihat Pemahaman Sejarah Indonesia: Sebelum dan Sesudah Revolusi, William Frederick
dan Soeri Soeroto, 2002: hal. 308 –- 311).
Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yakni 18 Agustus 1945, PPKI
bersidang untuk menentukan dan menegaskan posisi bangsa Indonesia dari semula bangsa
terjajah menjadi bangsa yang merdeka. PPKI yang semula merupakan badan buatan
pemerintah Jepang, sejak saat itu dianggap mandiri sebagai badan nasional. Atas prakarsa
Soekarno, anggota PPKI ditambah 6 orang lagi, dengan maksud agar lebih mewakili seluruh
komponen bangsa Indonesia. Mereka adalah Wiranatakusumah, Ki Hajar Dewantara,
Kasman Singodimejo, Sayuti Melik, Iwa Koesoema Soemantri, dan Ahmad Subarjo.
Indonesia sebagai bangsa yang merdeka memerlukan perangkat dan kelengkapan kehidupan
bernegara, seperti:

Dasar Negara, Undang-Undang Dasar, Pemimpin negara, dan perangkat pendukung


lainnya. Putusan- putusan penting yang dihasilkan mencakup hal-hal berikut:
1. Mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara (UUD ‘45) yang terdiri atas Pembukaan dan
Batang Tubuh. Naskah Pembukaan berasal dari Piagam Jakarta dengan sejumlah perubahan.
Batang Tubuh juga berasal dari rancangan BPUPKI dengan sejumlah perubahan pula.
2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama (Soekarno dan Hatta).
3. Membentuk KNIP yang anggota intinya adalah mantan anggota PPKI ditambah tokoh-
tokoh masyarakat dari banyak golongan.

Komite inidilantik 29 Agustus 1945 dengan ketua Mr. Kasman Singodimejo.


Rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sejarah bangsa Indonesia juga mencatat bahwa rumusan Pancasila yang disahkan
PPKI ternyata berbeda dengan rumusan Pancasila yang termaktub dalam Piagam Jakarta. Hal
ini terjadi karena adanya tuntutan dari wakil yang mengatasnamakan masyarakat Indonesia
Bagian Timur yang menemui Bung Hatta yang mempertanyakan 7 kata di belakang kata
“Ketuhanan”, yaitu “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya”. Tuntutan ini
ditanggapi secara arif oleh para pendiri negara sehingga terjadi perubahan yang disepakati,
yaitu dihapusnya 7 kata yang dianggap menjadi hambatan di kemudian hari dan diganti
dengan istilah “Yang Maha Esa”. Kemudian pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno
mengeluarkan dekrit yang dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dekrit Presiden 5 Juli
1959 mencerminkan suasana kembali ke UUD 1945 sehingga rumusan Pancasila yang
terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 berlaku sebagai dasar negara sampai sekarang.
Adapun sejarah perjuangan bangsa Indonesia bisa dibagi ke dalam beberapa masa.

Masa Sebelum Kebangkitan Nasional

Pembagian masa ini mewakili bagaimana kita melihat masyarakat yang dulu dikenal
dengan masyarakat Nusantara bertranformasi menjadi bangsa Indonesia. Proses ini menjadi
sebuah proses panjang dalam pembentukan karakteristik bangsa Indonesia. Rumusan
Pancasila baru terbentuk pasca kemerdekaan Indonesia. Sebelum kemerdekaan bahkan
sebelum era kebangkitan nasional belum ada rumusan dan nama Pancasila, tetapi nilai
Pancasila telah tumbuh dan hidup ditengah-tengah masyarakat pada masa sebelum masa
kebangkitan nasional. Pada masa ini nilai-nilai Pancasila telah tumbuh subur dan diakui
kebenarannya oleh masyarakat Nusantara.

Bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang lahir di era poskolonial. Sebelum
lahirnya bangsa Indonesia dikenal dengan masyarakat Nusantara. Jika kita lihat kondisi alam
dari masyarakat Nusantara yang di himpit oleh dua benua (Benua Asia dan Australia) dan dua
samudera (Samudera Hindia dan Samudera Pasifik), maka masyarakat nusantara berada di
jalur perdagangan internasional. Kondisi ini yang menyebabkan beberapa daerah telah
menjadi pusat perdagangan dan terbiasa bersentuhan dengan berbagai budaya yang ikut
terbawa oleh para pedagang yang datang. Pancasila adalah warisan jenius Nusantara, Sesuai
dengan karakteristik lingkungan alamnya, sebagai negari lautan yang ditaburi pulau-pulau
(archipelago), jenius Nusantara juga merefleksikan sifat lautan. Sifat lautan adalah menyerap
dan membersihkan, menyerap tanpa mengotori lingkungannya. Sifat lautan juga dalam
keluasannya mampu menampung segala kearagaman jenis dan ukuran. (Latif 2012). Kondisi
alam seperti ini juga yang telah membentuk masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang
terbuka karena dalam kesehariannya masyarakat Nusantara telah tersentuh nilai-nilai global
yang dibawa oleh para pedagang asing yang singgah atau datang ke kepulauan Nusantara.
Kondisi alam yang dianugerahkan Tuhan YME telah membentuk keterbukaan
masyarakat Nusantara terhadap berbagai kebudayaan yang hadir pada kawasan pusat
perdagangan di Nusantara. Disadari atau tidak masyarakat Nusantara telah menjadi
perpaduan berbagai budaya yang lahir dari peradaban besar di dunia. Dalam hal ini penulis
tidak ingin menyebutnya dengan budaya dunia ketiga. Tetapi kita bisa sebut sebagai hasil
buah karya masyarakat Nusantara untuk memahami nilai sehingga nilai-nilai yang hadir akan
diserap dan dipadukan dengan budaya yang telah tumbuh. Apapun budaya dan ideologi yang
masuk, sejauh dapat dicerna oleh sistem sosial dan tata nilai setempat, dapat berkembang
secara berkelanjutan (Latif, 2012). Proses pencernaan nilai itu juga harus dilandasi nilai dasar
yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Nilai dasar seperti enzim yang mampu memilah hal
yang baik dan tidak baik dari berbagai nilai yang hadir. Nilai dasar yang hidup dalam diri
masyarakat Nusantara kelak ketika dikritalisasi menjadi rumusan Pancasila.

Selain itu kondisi alam Nusantara sering juga disebut dengan cincin api (ring of fire),
sehingga masyarakat Nusantara dari dahulu telah hidup berdampingan dengan berbagai
gunung berapi yang aktif dalam kehidupan sehari-hari. Laut dan gunung telah membentuk
karakteristik masyarakat Nusantara menjadi masyarakat yang religius yang memiliki nilai
spiritual. Masyarakat Nusantara dengan kepercayaan awal (belum tepengaruh oleh
peradaban-peradaban lain) percaya bahwa di laut dan gunung memiliki penguasa yang
kekuatannya melebihi kekuatan dirinya. Hal ini telah membentuk kebutuhan spiritual dalam
diri masyarakat Nusantara.

Pernyataan Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius dapat menjadi sebuah
fakta dari kondisi masyarakat Indonesia. Jika kita lihat dari aspek sejarah maka akan kita
temukan berbagai bentuk ritual-ritual kuno dari masyarakat Nusantara. Ritual-ritual ini dapat
kita temukan jejaknya saat ini yaitu seperti ”Menhir” atau tugu (pilar) yang terbuat dari batu,
komplek pekuburan di berbagai wilayah di Indonesia.

Kepuluan Nusantara merupakan kepulauan yang rawan bencana alam, baik itu letusan
gunung, gempa bumi, banjir, ombak besar kondisi ini telah menyadarkan masyarakat
Nusantara bahwa ada kekuatan yang lebih besar dari diri mereka, sehingga, ini yang telah
membentuk kebutuhan mereka akan perlindungan dari yang memiliki kekuatan yang besar
itu. Pada fase berikutnya akan muncul ritual-ritual yang mengekspresikan nilai spiritual
yang
dimiliki masyarakat Nusantara baik penyembahan kepada leluhur, sesaji, penghormatan
kepada penjaga laut yag pada muaranya meminta perlindugan diri kepada yang memiliki
kekuatan yang lebih besar dari diri manusia.

Masa Kebangkitan Nasional sampai Kemerdekaan Indonesia

Pelopor pergerakan Kebangkitan Nasional ialah sebuah organisasi yang berbasis


kebudayaan yaitu Budi Utomo yang didirikan oleh beberapa tokoh antara lain dr. Wahidin
Sudirohusodo pada 20 Mei 1908. Hal inilah selanjutnya yang kita peringati sebagai hari
Kebangkitan Nasional. Tonggak kebangkitan nasional ini selanjutnya melahirkan berbagai
gerakan yang membentuk suatu kesadaran nasional (Budi Utomo, pen) yang merupakan awal
gerakan nasional untuk mewujudkan suatu bangsa yang merdeka, yang memiliki kehormatan
dan martabat dengan kekuatannya sendiri (Latif, 2013).

Era kebangkitan nasional awal ini merupakan sebuah rasa kerinduan serta kebutuhan
dari pemuda-pemuda Indonesia yang melihat keprihatinan dari tertinggalnya masyarakat di
sekitar mereka akibat dari penjajahan Belanda. Setelah berdirinya Budi Utomo pada 20 Mei
1908 maka lahir berbagai organisasi yang didirikan oleh putra-putri Nusantara, seperti Serikat
Dagang Islam (SDI) pada tahun 1909, yang dipelopori oleh H.O.S. Cokroaminoto, yang
selanjutnya bertranformasi menjadi gerakan yang lebih politis yaitu Sarekat Islam (SI).

Pada fase selanjutnya kita akan mengenal kemunculan tokoh yang kita kenal sebagai
tiga serangkai, Douwes Dekker, Ciptomangunkusumo, Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar
Dewantara). Hal yang menarik, adalah adanya tokoh keturunan Belanda yaitu Douwes
Dekker yang malah terlibat aktif dalam pergerakan nasional di Hindia Belanda. Bahkan Tiga
Serangkai ini mendirikan Indische Partij yang merupakan salah satu organisasi pergerakan
nasional yang cukup radikal pada era tersebut, hingga Pemerintah Belanda mengasingkan
tokoh-tokoh tersebut keluar negeri untuk meredam pergerakan organisasi ini.

Selanjutnya, ada generasi kedua dari pergerakan nasional seperti Soekarno, Hatta,
Sartono, Ciptomangunkusumo, dan tokoh-tokoh lainnya. Pada tahun 1927 lahirnya Partai
Nasional Indonesia. Estafet selanjutnya yang menjadi tonggak penting dalam perjuangan
kebangkitan nasional Indonesia adalah peristiwa Sumpah Pemuda yang merupakan suatu
peristiwa yang menjadi landasan berpijak bersama bagi putra-putri Nusantara pada saat itu
dalam perjuangan pergerakan nasional. Dari sumpah pemuda lahirlah pernyataan putra-puti
Indonesia untuk berjuang dalam Satu Bahasa, Satu Bangsa, Satu Tanah Air Indonesia. Hal ini
juga semakin mendarahdagingkan serta menanamkan secara mendalam istilah Indonesia ke
dalam hati sanubari pemuda Nusantara yang pada berikutnya akan menyebar ke berbagai
pelosok negeri. Pada peristiwa Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928) Lagu Kebangsaan
Indonesia Raya dikumandangkan pertama kali yang semakin menambah hikmat perjuangan
pergerakan nasional Indonesia yang dipelopori oleh pemuda Indonesia yang berasal dari
berbagai daerah di Nusantara.

Sampai akhir masa penjajahan Belanda ketika Belanda menyerah tanpa syarat kepada
Jepang. Akhirnya Jepang hadir diawal dengan menjanjikan kemerdekaan bagi Indonesia dan
dibentuklah sebuah Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
atau Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai yang diisi oleh berbagai tokoh Indonesia, sebagai ketua Dr.
K.R.T. Radjiman Wediodiningrat, Ketua Muda: R.P. Soeroso, serta tokoh dari berbagai
daerah di Indonesia.

Pada Sidang pertama BPUKI beberapa tokoh yang menyampai-kan pidatonya sebagai berikut:
a) Tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muh. Yamin.
b) Tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Prof. Soepomo.
c) Tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno.

Pada Sidang Kedua BPUPKI (10-16 Juli 1945) ada beberapa hal penting yang
diputuskan yaitu pertama, bentuk negara Indonesia adalah Republik (10 Juli 1945), kedua
luas wilayah yang disepakati adalah wilayah Hindia Belanda ditambah dengan Malaya,
Borneo Utara (Borneo Inggris), Irian Timur, Timor Portugis. Jadi waktu itu angan-angan
sebagian besar anggota Badan Penyelidik adalah menghendaki Indonesia Raya yang
sesungguhnya mempersatukan semua kepulauan Indonesia yang pada bulan Juli 1945 itu
sebagian besar wilayah Indonesia kecuali Irian, Tarakan, dan Morotai yang masih dikuasai
Jepang (Kaelan, 2013).

Selain itu ada keputusan dalam sidang kedua BPUPKI yakni membentuk tiga panitia
kecil yang membahas tiga hal yaitu:
1) Panitia Perancang Undang-undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno.
2) Panitia Ekonomi dan Keuangan yang diketuai oleh Drs. Moh. Hatta.
3) Panitia Pembelaan Tanah Air yang diketuai oleh Abikusno
Tjokrosoejoso (Kaelan, 2013).
Pada fase selanjutnya dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesi (PPKI) atau Dokuritsu Zyunbi Iinkai pada pertengahan bulan Agustus 1945 untuk
mengesahkan berbagai keputusan dalam Sidang BPUPKI, dengan kata lain PPKI merupakan
eksekutor dari keputusan dalam sidang BPUPKI. PPKI diketuai oleh Ir. Soekarno dan Wakil
Ketua Moh. Hatta.

Masa Setelah Kemerdekaan

Pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pengangsaan Timur 56 Jakarta, tepat pada hari
Jumat Legi jam 10 pagi, Bung Karno dan Bung Hatta atas nama Bangsa Indonesia
memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Melalui Sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus
dipilihlah Ir. Soekarno dan M. Hatta sebagai Presiden dan wakil Presiden Indonesia.
Setelah proklamasi kemerdedkaan ini jalan bangsa Indonesia tidak mudah, Belanda sebagai
negara bekas penjajah Indonesia tidak mengakui kedaulatan Indonesia. Sehingga Bangsa
Indonesia berjuang dari dua bidang, melalui gerakan perlawan fisik dengan bergerilya
(perjuangan fisik) dan perjuangan diplomasi agar kemerdekaan Indonesia diakui oleh bangsa-
bangsa lain di dunia. Secara umum fase waktu setelah kemerdekaan di bagi atas 3 fase utama
yaitu: masa pemerintahan Presiden Soekarno, masa pemerintahan Presiden Soeharto, dan
masa pemerintahan Reformasi (Presiden B.J. Habibie).

a. Masa Konstitusi RIS dan UUDS

Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno Bangsa Indonesia mengalami fase


perjuangan penting yaitu perjuangan mempertahankan Kemerdekaan Indonesia yang
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada masa ini kondisi kehidupan kebangsaan
Indonesia belum stabil.

Pada Masa Presiden Soekarno bangsa Indonesia bahkan berganti Undang-undang Dasar, yaitu:
1) UUD 1945.
2) Konstitusi RIS.
3) UUDS.
Pergantian hukum dasar ini telah menjadi salah satu tonggak sejarah
yang penting bagi perjuangan kebangsaan Indonesia. Pembukaan UUD 1945 memuat seperti
ini: “... maka disusunlah kemerdekaan, kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-
Undang Dasar Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat, yang berdasarkan kepada:
Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia...”.
Dalam rumusan pembukaan UUD 1945 memang tidak termaktub dengan jelas adanya kata
Pancasila tetapi jika kita perhatikan Pancasila, khsususnya sila kelima, merupakan sebuah
cita- cita yang termaktub dengan jelas, sehingga dapat disimpulkan bahwa rumusan Pancasila
dalam alinea keempat sangat jelas memposisikan Pancasila benar-benar menjadi cita-cita dan
ideologi yang ingin dicapai. Jadi Pancasila bukan sebagai instrumen saja, tetapi juga cita-cita
bagi berdirinya negara Indonesia.

Sekarang akan kita bandingkan rumusan Pancasila dalam Konstitusi RIS, yaitu
“...Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam negara yang
berbentuk Republik Federasi berdasarkan Pengakuan Ketuhanan Yang Maha Esa,
Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan, dan Keadilan untuk mewujudkan kebahagiaan,
kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia merdeka
yang berdaulat sempurna...”

Selanjutnya rumusan Pembukaan dari UUDS (1950) menjelaskan bahwa “... Maka
demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam negara yang berbentuk
Republik Kesatuan berdasarkan Pengakuan Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanu-siaan,
Kebangsaan, Kerakyatan, dan Keadilan untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, dan
kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia merdeka yang berdaulat
sempurna...”

Dari kedua rumusan ini jelas rumusan Pancasila tepisahkan dari cita- cita. Pancasila
pada rumusan ini terpisah dari cita-cita negara Indonesia. Padahal konteks yang kita pahami
Pancasila merupakan ideologi dan cita-cita. Hal ini yang dapat menimbulkan multitafsir
sehingga berkembang berbagai ajaran. Kedudukan Pancasila yang tercantum di dalam
Pembukaan UUD 1945 telah ditinggalkan. Selanjutnya dengan menyebutkan Pancasila
sebagai alat pemersatu, maka diundangkanlah penafsiran negatif atas istilah itu (Darmadi,
2010).
b. Era Orde Baru

Setelah berakhirnya era Orde Lama melalui peristiwa Pemberontakan G 30 S PKI,


maka bangsa Indonesia telah melewati masa krisis karena usaha penggantian dasar filosofis
negara menjadi paham komunis. Akhirnya lahir sebuah kebutuhan bahwa Pancasila harus
dikembalikan kepada fungsi semula menjadi dasar filosofi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Bangsa Indonesia semakin banyak belajar betapa pentingnya tetap menjaga
landasan dan nilai dasar Pancasila di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena
Pancasila sebagai ideologi dan sebagai pijakan bagi bangsa Indonesia dalam melangkah.
Di masa Orde Baru atau yang dikenal dengan kembali ke UUD 1945, dan Pancasila
dikembalikan fungsinya sebagai dasar negara. Masa Orde Baru Pancasila ditempatkan pada
kedudukannya semula sebagai norma dasar dalam kehidupan kenegaraan sesuai dengan
Pembukaan UUD 1945 (Darmadi, 2010). Hal ini sesuai dengan analisis di atas bahwa
Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 telihat jelas sebagai sebuah dasar negara sekaligus
cita-cita bangsa dan negara Indonesia.

Pada masa Orde Baru juga diberlakukan TAP MPRS No XX/MPRS/1966 yang
menjadikan Pancasila sumber dari segala sumber hukum. Oleh karena itu Pancasila kembali
menjadi sesuatu nilai dasar yang menjadi sumber dari hukum positif di Indonesia. Sehingga,
Pancasila menjadi pijakan nilai dan norma bagi seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara.
Selain itu pada tahun 1978 MPR mengeluarkan TAP MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang merupakan sebuah program untuk
mengajarkan nilai-nilai Pancasila kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

c. Era Reformasi

Era Reformasi ditandai dengan bergantinya tampuk kepepimpinan nasional dari


Presiden Soeharto kepada Presiden B.J Habibie dan selanjutnya pada tahun 1999, 2004, 2009,
2014, Indonesia telah berhasil mengganti kepemimpinan nasional secara damai. Pada era
Reformasi ada banyak hal yang perlu direformasi, terutama masalah kebebasan dari warga
negara yang dipandang sangat dibatasi pada era Orde Baru.

Tetapi semangat kebebasan pada masa awal era Reformasi, akhirnya berdampak pada
krisis moral yang terjadi di Indonesia. Masyarakat Indonesia seakan menghirup kebebasan
yang luar biasa dan menyebabkan kehilangan kontrol terhadap kebebasan yang dimilikinya.
Akhirnya, beberapa tahun belakangan ini muncul gerakan-gerakan moral yang berjuang
untuk kembali menggali nilai-nilai Pancasila dan mengimplementasikan sebagai sebuah nilai
dasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hal ini sangat terasa, ketika dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi pada pasal 35 mengamanatkan bahwa setiap program studi pendidikan
tinggi wajib mengajarkan Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan menjadi
Mata Kuliah Umum yang wajib ada. Hal ini merupakan momentum untuk mengajarkan
Pancasila secara ilmiah pada jenjang pendidikan tinggi. Bahwa Ideologi Pancasila harus
diyakini kebenarannya bukan hanya melalui doktrin, tetapi dikaji secara rasional dan ilmiah
sehingga generasi penerus bangsa dapat memahami Pancasila dengan landasan berpikir yang
ilmiah. Pengkajian Pancasila masuk dalam program pendidikan tinggi menjadi momentum
agar setiap warga negara melalui pendidikan tinggi dapat memahami Pancasila secara
rasional dan ilmiah. Bahkan Pancasila siap untuk diuji kebenarannya secara ilmiah dan
rasional.

2.3 Alasan Pancasila Perlu Dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia

Pancasila sebagai Identitas Bangsa Indonesia

Sebagaimana diketahui bahwa setiap bangsa mana pun di dunia ini pasti memiliki
identitas yang sesuai dengan latar belakang budaya masing-masing. Budaya merupakan
proses cipta, rasa, dan karsa yang perlu dikelola dan dikembangkan secara terus-menerus.
Budaya dapat membentuk identitas suatu bangsa melalui proses inkulturasi dan akulturasi.
Pancasila sebagai identitas bangsa Indonesia merupakan konsekuensi dari proses inkulturasi
dan akulturasi tersebut.

Kebudayaan itu sendiri mengandung banyak pengertian dan definisi. Salah satu
defisini kebudayaan adalah sebagai berikut: ”suatu desain untuk hidup yang merupakan suatu
perencanaan dan sesuai dengan perencanaan itu masyarakat mengadaptasikan dirinya pada
lingkungan fisik, sosial, dan gagasan” (Sastrapratedja, 1991: 144). Apabila definisi
kebudayaan ini ditarik ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka negara Indonesia
memerlukan suatu rancangan masa depan bagi bangsa agar masyarakat dapat
menyesuaikan diri dengan
situasi dan lingkungan baru, yakni kehidupan berbangsa yang mengatasi kepentingan individu
atau kelompok.

Kebudayaan bangsa Indonesia merupakan hasil inkulturasi, yaitu proses perpaduan


berbagai elemen budaya dalam kehidupan masyarakat sehingga menjadikan masyarakat
berkembang secara dinamis. (J.W.M. Bakker, 1984: 22) menyebutkan adanya beberapa
saluran inkulturasi, yang meliputi: jaringan pendidikan, kontrol, dan bimbingan keluarga,
struktur kepribadian dasar, dan self expression. Kebudayaan bangsa Indonesia juga
merupakan hasil akulturasi sebagaimana yang ditengarai Eka Dharmaputera dalam bukunya
Pancasila: Identitas dan Modernitas. Haviland menegaskan bahwa akulturasi adalah
perubahan besar yang terjadi sebagai akibat dari kontak antarkebudayaan yang berlangsung
lama. Hal-hal yang terjadi dalam akulturasi meliputi: 1) Substitusi; penggantian unsur atau
kompleks yang ada oleh yang lain yang mengambil alih fungsinya dengan perubahan
struktural yang minimal; 2) Sinkretisme; percampuran unsur-unsur lama untuk membentuk
sistem baru; 3) Adisi; tambahan unsur atau kompleks-kompleks baru; 4) Orijinasi;
tumbuhnya unsur-unsur baru untuk memenuhi kebutuhan situasi yang berubah; 5) Rejeksi;
perubahan yang berlangsung cepat dapat membuat sejumlah besar orang tidak dapat
menerimanya sehingga menyebabkan penolakan total atau timbulnya pemberontakan atau
gerakan kebangkitan (Haviland, 1985: 263).

Pemaparan tentang Pancasila sebagai identitas bangsa atau juga disebut sebagai jati
diri bangsa Indonesia dapat ditemukan dalam berbagai literatur, baik dalam bentuk bahasan
sejarah bangsa Indonesia maupun dalam bentuk bahasan tentang pemerintahan di Indonesia.
As’ad Ali dalam buku Negara Pancasila; Jalan Kemashlahatan Berbangsa mengatakan bahwa
Pancasila sebagai identitas kultural dapat ditelusuri dari kehidupan agama yang berlaku
dalam masyarakat Indonesia. Karena tradisi dan kultur bangsa Indonesia dapat diitelusuri
melalui peran agama-agama besar, seperti: peradaban Hindu, Buddha, Islam, dan Kristen.
Agama- agama tersebut menyumbang dan menyempurnakan konstruksi nilai, norma, tradisi,
dan kebiasaan-kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat. Misalnya, konstruksi tradisi
dan kultur masyarakat Melayu, Minangkabau, dan Aceh tidak bisa dilepaskan dari peran
peradaban Islam. Sementara konstruksi budaya Toraja dan Papua tidak terlepas dari
peradaban Kristen. Demikian pula halnya dengan konstruksi budaya masyarakat Bali yang
sepenuhnya dibentuk oleh peradaban Hindu (Ali, 2010: 75).
Pancasila sebagai Falsafah Hidup Bangsa Indonesia

Pancasila oleh bangsa Indonesia diyakini benar-benar memiliki kebenaran. Falsafah


berarti pula pandangan hidup, sikap hidup, pegangan hidup, atau tuntunan hidup. Pancasila
juga merupakan hasil proses berpikir yang menyeluruh dan mendalam dalam mengenal
hakikat diri bangsa Indonesia, sehingga merupakan pilihan yang tepat dan satu-satunya untuk
bertingkah laku sebagai manusia Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia

Pancasila disebut juga sebagai kepribadian bangsa Indonesia, artinya nilai-nilai


ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan diwujudkan dalam sikap
mental dan tingkah laku serta amal perbuatan. Sikap mental, tingkah laku dan perbuatan
bangsa Indonesia mempunyai ciri khas, artinya dapat dibedakan dengan bangsa lain.
Kepribadian itu mengacu pada sesuatu yang unik dan khas karena tidak ada pribadi yang
benar-benar sama. Setiap pribadi mencerminkan keadaan atau halnya sendiri, demikian pula
halnya dengan ideologi bangsa (Bakry, 1994: 157). Meskipun nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan juga terdapat dalam ideologi bangsa-bangsa lain, tetapi
bagi bangsa Indonesia kelima sila tersebut mencerminkan kepribadian bangsa karena
diangkat dari nilai- nilai kehidupan masyarakat Indonesia sendiri dan dilaksanakan secara
simultan. Di samping itu, proses akulturasi dan inkulturasi ikut memengaruhi kepribadian
bangsa Indonesia dengan berbagai variasi yang sangat beragam. Kendatipun demikian,
kepribadian bangsa Indonesia sendiri sudah terbentuk sejak lama sehingga sejarah mencatat
kejayaan di zaman Majapahit, Sriwijaya, Mataram, dan lain-lain yang memperlihatkan
keunggulan peradaban di masa itu. Nilai- nilai spiritual, sistem perekonomian, politik, budaya
merupakan contoh keunggulan yang berakar dari kepribadian masyarakat Indonesia sendiri.

Pancasila sebagai Pandangan Hidup bangsa Indonesia

Pancasila dikatakan sebagai pandangan hidup bangsa, artinya nilai-nilai ketuhanan,


kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan diyakini kebenarannya, kebaikannya,
keindahannya, dan kegunaannya oleh bangsa Indonesia yang dijadikan sebagai pedoman
kehidupan bermasyarakat dan berbangsa dan menimbulkan tekad yang kuat untuk
mengamalkannya dalam kehidupan nyata (Bakry, 1994: 158). Pancasila sebagai pandangan
hidup berarti nilai-nilai Pancasila melekat dalam kehidupan masyarakat dan dijadikan norma
dalam bersikap dan bertindak. Ketika Pancasila berfungsi sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia, maka seluruh nilai Pancasila dimanifestasi ke dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.

Pancasila sebagai Jiwa Bangsa

Sebagaimana dikatakan von Savigny bahwa setiap bangsa mempunyai jiwanya


masing- masing, yang dinamakan volkgeist (jiwa rakyat atau jiwa bangsa). Pancasila sebagai
jiwa bangsa lahir bersamaan dengan lahirnya bangsa Indonesia. Pancasila telah ada sejak
dahulu kala bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia (Bakry, 1994: 157).

Pancasila sebagai Perjanjian Luhur

Perjanjian luhur, artinya nilai-nilai Pancasila sebagai jiwa bangsa dan kepribadian
bangsa disepakati oleh para pendiri negara (political consensus) sebagai dasar negara
Indonesia (Bakry, 1994: 161). Kesepakatan para pendiri negara tentang Pancasila sebagai
dasar negara merupakan bukti bahwa pilihan yang diambil pada waktu itu merupakan sesuatu
yang tepat.

Pancasila sebagai Sumber Hukum Nasional Pancasila merupakan sumber dari segala
sumber hukum. Pancasila merupakan sumber kaidah hukum negara yang secara
konstitusional mengatur negara Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu
rakyat, wilayah, serta pemerintahan negara. Sebagai sumber dari segala sumber hukum atau
sebagai sumber tertib hukum Indonesia maka Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi
yaitu Pembukaan Undang-Undang Negara Kesatuan RI tahun 1945, kemudian dijelmakan
atau dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokokpikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari
Undang-Undang Negara Kesatuan RI tahun 1945. Pada akhirnya dijabarkan dalam pasal-
pasal Undang-Undang Negara Kesatuan RI tahun 1945, serta hukum positif lainnya.
2.4 Sumber Historis, Sosiologis, Dan Politis Tentang Pancasila Dalam Kajian Sejarah
Bangsa Indonesia

Sumber Historis Pancasila

Nilai-nilai Pancasila sudah ada dalam adat istiadat, kebudayaan, dan agama yang
berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak zaman kerajaan dahulu. Misalnya, sila
Ketuhanan sudah ada pada zaman dahulu, meskipun dalam praktik pemujaan yang
beranekaragam, tetapi pengakuan tentang adanya Tuhan sudah diakui. Dalam Encyclopedia
of Philosophy disebutkan beberapa unsur yang ada dalam agama, seperti kepercayaan kepada
kekuatan supranatural, perbedaan antara yang sakral dan yang profan, tindakan ritual pada
objek sakral, sembahyang atau doa sebagai bentuk komunikasi kepada Tuhan, takjub sebagai
perasaan khas keagamaan, tuntunan moral diyakini dari Tuhan, konsep hidup di dunia
dihubungkan dengan Tuhan, kelompok sosial seagama dan seiman.
Dilihat dari sejarahnya Pancasila dapat dikelompokkan ke dalam dua periode yaitu periode
sebelum dirumuskan dan periode setelah dirumuskan

a. Periode sebelum dirumuskan

Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia sebelum disahkan pada tanggal 18
Agustus 1945 oleh PPKI nilai-nilainya telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dahulu
kala sebelum bangsa Indonesia mendirikan negara.
Nilai-nilai esensial yang terkandung dalam Pancasila tersebut yaitu nilai-nilai: ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan yang telah menjadi pandangan hidup
sehari- hari rakyat sebelum Indonesia merdeka. Nilai-nilai tersebut diperjuangkan oleh para
pejuang bangsa Indonesia dalam sidang I BPUPKI. Sebenarnya cikal bakal munculnya
ideologi bangsa Indonesia telah ada pada tanggal 20 Mei 1908 seiring dengan lahirnya Budi
Utomo yang dipelopori oleh dr.Wahidin Sudirohusodo yang merupakan awal gerakan
nasional yang disusul oleh Serikat Dagang Islam (SDI) tahun 1909 yang kemudian mengubah
bentuknya menjadi gerakan politik dengan mengganti nama menjadi Serikat Islam (SI) Tahun
1911 dibawah HOS Cokroaminoto.

Berikutnya muncul Indische Party pada tahun 1913 yang dipimpin oleh tiga serangkai
yaitu Douwes Dekker, Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat yang lebih dikenal
dengan nama Ki Hajar Dewantara. Kemudian muncul pula Partai Nasional Indonesia (PNI)
pada tahun 1927 yang dipelopori oleh Soekarno, Tjipto Mangunkusumo, Sartono dan lain-
lain. Mulai saat itu perjuangan nasional dititikberatkan pada Kesatuan Nasional dengan
tujuan Indonesia Merdeka. Perjuangan kesatuan nasional kemudian diikuti dengan Sumpah
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.

Kemudian PNI oleh para pengikutnya dibubarkan dan diganti bentuknya dengan
Partai Indonesia dengan singkatan Partindo pada tahun 1931. Disamping itu golongan
Demokrat, antara lain Moh. Hatta dan St. Syahrir, mendirikan PNI Baru tahun 1933 dengan
semboyan “Kemerdekaan Indonesia harus dicapai dengan kekuatan sendiri”

Pada tanggal 9 Maret 1942 Jepang secara resmi menduduki wilayah Indonesia.
Pasukan Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda atau semboyan antara lain “Jepang
pemimpin Indonesia dan Jepang adalah saudara tua Indonesia“. Pada saat perang melawan
sekutu Barat yaitu Amerika, Inggris, Rusia, Perancis, Belanda dan negara sekutu lainnya,
Jepang semakin terdesak dan oleh karena itu agar mendapat dukungan dari Bangsa Indonesia,
Jepang menjanjikan Indonesia akan diberikan kemerdekaan di kemudian hari.
Untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari Bangsa Indonesia, maka sebagai realisasi
janji tersebut, maka pada tanggal 29 April 1945 dibentuklah suatu badan yang bertugas untuk
menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu Badan Penyelidik Usaha-
usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokoritsu Zyunbi Tyoosakai.

Dalam sejarahnya BPUPKI hanya melakukan dua kali masa atau periode persidangan.
Persidangan pertama berlangsung tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945 membahas tentang Dasar
Negara. Persidangan kedua berlangsung Tanggal 10 – 17 Juli membahas tentang Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam masa kedua sidang BPUPKI itu para
pejuang kemerdekaan Indonesia mulai merumuskan Pancasila yang akhirnya pada tanggal 18
Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) berhasil menetapkan atau
mensahkan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.

b. Periode setelah perumusan

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa Pancasila mulai dirumuskan pada masa
sidang pertama BPUPKI tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945. Pada hari pertama sidang pertama
BPUPKI Moh. Yamin mendapat kesempatan menyampaikan pikiran-pikiran mengenai dasar
Negara Republik Indonesia disusul oleh Soepomo hari ketiga Tanggal 31 Mei 1941 dan
Soekarno hari keempat tanggal 1 Juni 1945.

Setelah Soekarno menyampaikan pokok pikirannya mengenai dasar negara beliau


mengusulkan agar dasar Negara Indonesia diberi nama “Pancasila” setelah disempurnakan
oleh temannya, Moh. Yamin, yang semula diusulkannya dengan “Panca Dharma”. Pada
tanggal 22 Juni 1945 Panitia 9 membentuk Piagam Jakarta yang di dalamnya tercantum
rumusan Pancasila. Pada masa Sidang II BPUPKI Ir. Soekarno selaku ketua panitia 9
mengusulkan agar Piagam Jakarta ditetapkan menjadi dasar negara. Setelah dibahas secara
alot akhirnya disetujui rumusan Pancasila yang tercantum dalam Piagam Jakarta secara
aklamasi diterima Piagam Jakarta akan dijadikan dasar Negara Republik Indonesia yang
pengesahannya dilakukan dalam sidang pleno BPUPKI tanggal 14 Juli 1945.

Pada tanggal 18 Agustus 1945 rumusan Pancasila yang terdapat dalam Piagam Jakarta
itu tidak jadi ditetapkan oleh PPKI menjadi dasar Negara Republik Indonesia karena terjadi
perubahan sila pertama Piagam Jakarta yang berbunyi Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha
Esa. Setelah mengalami perubahan maka rumusan yang dihasilkan atau disahkan oleh PPKI
tanggal 18 Agustus 1945 resmi menjadi dasar Negara Republik Indonesia. Selanjutnya
diperkuat lagi sejak pemberlakuannya sampai sekarang setelah dikeluarkannya Dekrit
Presiden Soekarno tanggal 5 Juli 1959 sebagai dasar berlakunya kembali UUD 1945.

Ketika proses perumusan Pancasila para pendiri bangsa berpikir mendalam dan jauh
ke depan untuk merumuskan sebuah ideologi yang mampu bertahan ditengah arus perubahan
di masa depan. Secara historis Pancasila adalah merupakan suatu pandangan hidup bangsa
yang nilai- nilainya sudah ada sebelum secara yuridis bangsa Indonesia membentuk negara
(Kaelan 2013).

Jika kita tilik dari sejarah pernyataan bahwa Bangsa Indonesia merupakan bangsa
yang religius dapat menjadi sebuah fakta dari kondisi masyarakat Indonesia. Jika kita lihat
dari aspek sejarah maka akan kita temukan berbagai bentuk ritual-ritual kuno dari masyarakat
Nusantara. Ritual-ritual ini dapat kita temukan jejaknya saat ini yaitu seperti ”Menhir” atau
tugu (pilar) yang terbuat dari batu, komplek perkuburan di berbagai wilayah di Indonesia.
Bahkan ketika
ada orang yang meninggal masyarakat Nusantara sebelum hadirnya agama langit meyakini
bahwa orang yang meninggal dunia itu menghadap kepada Sang Pencipta. Oleh karena itu,
roh-roh mereka lebih dekat kepada Tuhan (Zat yang Maha Kuasa) sehingga mereka bisa
menjadi perantara bagi yang masih hidup.

Kondisi alam Indonesia yang dikelilingi lautan telah membentuk karakteristik


masyarakat Nusantara yang bersentuhan dengan berbagai nilai yang hadir dari pergaulan
internasional pada masa itu. Bangsa Indonesia secara historis ditakdirkan oleh Tuhan YME,
berkembang melalui proses dan menemukan bentuknya sebagai suatu bangsa dengan
jatidirinya sendiri (Kaelan 2013).

Sumber Sosiologis Pancasila

Nilai-nilai Pancasila (ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, keadilan)


secara sosiologis telah ada dalam masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. Salah
satu nilai yang dapat ditemukan dalam masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu hingga
sekarang adalah nilai gotong royong. Misalnya dapat dilihat, bahwa kebiasaan
bergotongroyong, baik berupa saling membantu antar tetangga maupun bekerjasama untuk
keperluan umum di desa-desa. Kegiatan gotong royong itu dilakukan dengan semangat
kekeluargaan sebagai cerminan dari sila Keadilan Sosial.

Sumber Politis Pancasila

Sebagaimana diketahui bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila


bersumber dan digali dari local wisdom, budaya, dan pengalaman bangsa Indonesia, termasuk
pengalaman dalam berhubungan dengan bangsa-bangsa lain. Nilai-nilai Pancasila, misalnya
nilai kerakyatan dapat ditemukan dalam suasana kehidupan pedesaan yang pola kehidupan
bersama yang bersatu dan demokratis yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan sebagaimana
tercermin dalam sila keempat Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan. Semangat seperti ini diperlukan dalam mengambil keputusan
yang mencerminkan musyawarah.

Dalam Sejarah bangsa Indonesia sejak dirumuskannya Pancasila pada tanggal 18


Agustus 1945 semua kegiatan di wilayah Indonesia harus sesuai dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Pancasila menjadi dasar dalam kehidupan bermasyarakat
berbangsa dan bernegara. UUD 1945 merupakan penjabaran dari Pancasila telah dijadikan
dasar operasional kegiatan ketatanegaraan Republik Indonesia.

Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia Pancasila yang tercantum dalam pembukaan


UUD 1945 pada tanggal 27 Desember 1949 terjadi perubahan konstitusi dari UUD 1945
menjadi Konstitusi RIS 1949 sehingga yang menjadi dasar kegiatan politik adalah Pancasila
yang termuat dalam Pembukaan Konstitusi RIS 1949 yaitu :
1) Ketuhanan yang Maha Esa
2) Peri kemanusiaan
3) Kebangsaan
4) Kerakyatan
5) Keadilan sosial

Konstitusi RIS 1949 tidak berlaku lama, hanya beberapa bulan saja, karena pada
tanggal 17 Agustus 1950 Konstitusi Indonesia kembali mengalami perubahan dengan UUDS
1950 sehingga kegiatan politik sampai 5 Juli 1959 diatur dengan Pancasila yang terdapat
dalam Pembukaan UUDS 1950 yang rumusannya sama dengan rumusan Pancasila dalam
Pembukaan Konstitusi RIS 1949. Baru setelah Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli
1959 yang memerintahkan kembali ke UUD 1945 maka dasar kegiatan politik di Indonesia
ialah Pancasila yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.

Pancasila merupakan sintesis dari berbagai pemikiran besar tentang politik yang
sedang berkembang di masa itu. Tetapi proses sintetis tersebut tidak menghilangkan unsur
kelokalan dan kekhasan dari masyarakat nusantara yang dari dahulu bersifat religius.
Pancasila merupakan karya jenius dari para pendiri bangsa Indonesia yang mampu
merumuskan sebagai dasar yang mampu mengikat berbagai kemajemukan yang ada di
Indonesia.

Proses terjadinya Pancasila tidak seperti ideologi-ideologi lainnya yang hanya


merupakan hasil pemikiran seseorang saja namun melalui suatu proses kausalitas, yaitu
sebelum disahkan menjadi dasar negara nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari
sebagai pandangan hidup bangsa, dan sekaligus sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia
(Kaelan, 2013). Proses kausalitas yaitu nilai-nilai yang dianut dan hidup dalam masyarakat
Indonesia yang menyebabkan munculnya Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila itu merupakan
sebuah kristalisasi nilai-nilai yang hidup, tetapi belum ditulis (tertulis), dalam masyarakat
Indonesia.

2.5 Dinamika Dan Tantangan Pancasila Dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia

Dinamika Pancasila dalam Sejarah Bangsa

Dinamika Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia memperlihatkan adanya pasang


surut dalam pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila. Misalnya pada masa
pemerintahan presiden Soekarno, terutama pada 1960- an NASAKOM lebih populer daripada
Pancasila. Pada zaman pemerintahan presiden Soeharto, Pancasila dijadikan pembenar
kekuasaan melalui penataran P-4 sehingga pasca turunnya Soeharto ada kalangan yang
mengidentikkan Pancasila dengan P-4. Pada masa pemerintahan erareformasi, ada
kecenderungan para penguasa tidak respek terhadap Pancasila, seolah-olah Pancasila
ditinggalkan.

Tantangan terhadap Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Salah satu tantangan terhadap Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
adalah meletakkan nilai-nilai Pancasila tidak dalam posisi sebenarnya sehingga nilai-nilai
Pancasila menyimpang dari kenyataan hidup berbangsa dan bernegara. Salah satu contohnya,
pengangkatan presiden seumur hidup oleh MPRS dalam TAP No.III/MPRS/1960 Tentang
Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup. Hal tersebut bertentangan dengan
pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa, ”Presiden dan wakil presiden
memangku jabatan selama lima (5) tahun, sesudahnya dapat dipilih kembali”. Pasal ini
menunjukkan bahwa pengangkatan presiden seharusnya dilakukan secara periodik dan ada
batas waktu lima tahun.
2.6 Esensi Dan Urgensi Pancasila Dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia Untuk Masa
Depan

Essensi Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa

Setiap peristiwa memiliki hikmah dan nilai yang dapat diambil sebagai pijakan dan
landasan agar peristiwa yang buruk tidak terulang lagi dan peristiwa yang baik harus tetap
dijaga dan dilestarikan. Sejarah kebangsaan Indonesia telah melewati berbagai peritiswa
genting yang mengancam kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia.

Pancasila merupakan nilai dasar yang menjadi pijakan bagi seluruh warga negara
Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila menjadi nilai perekat dari keberagaman
yang dimiliki oleh bangsa Indonesia agar Negara Kesatauan Republik Indonesia tetap
bertahan di tengah arus globalisasi yang menurut beberapa ahli sangat mempengaruhi
eksistensi negara bangsa (nation state).

Pancasila merupakan cita-cita bangsa Indonesia yang harus tetap dipertahankan di


masa yang akan datang. Nilai-nilai Pancasila harus tetap dapat diwariskan sebagai langkah
estafet mewariskan negara kebangsaan Indonesia. Kegagalan mewariskan Pancasila
merupakan kegagalan mempertahankan keutuhan NKRI. Oleh karena itu, sistem pendidikan
di Indonesia harus mampu menghasilkan warga negara yang Pancasilais, yang meyakini
kebenaran nilai- nilai Pancasila.

Pancasila pada hakikatnya merupakan Philosofische Grondslag dan Weltanschauung.


Pancasila dikatakan sebagai dasar filsafat negara (Philosofische Grondslag) karena
mengandung unsur-unsur sebagai berikut: alasan filosofis berdirinya suatu negara; setiap
produk hukum di Indonesia harus berdasarkan nilai Pancasila. Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa (Weltanschauung) mengandung unsur-unsur sebagai berikut: nilai-nilai agama,
budaya, dan adat istiadat.

Urgensi Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa

Mengingat kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat sekarang terhadap


nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, maka di masa yang akan datang perlu ditingkatkan
pembelajaran mata kuliah Pancasila mulai dari tingkat pendidikan dasar sampai ke perguruan
tinggi. Menurut hasil survei yang dilakukan KOMPAS yang dirilis pada 1 Juni 2008
menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang Pancasila merosot secara tajam, yaitu
48,4% responden berusia 17 sampai 29 tahun tidak mampu menyebutkan silai-sila Pancasila
secara benar dan lengkap. 42,7% salah menyebut sila-sila Pancasila, lebih parah lagi, 60%
responden berusia 46 tahun ke atas salah menyebutkan sila-sila Pancasila. Fenomena tersebut
sangat memprihatinkan karena menunjukkan bahwa pengetahuan tentang Pancasila yang ada
dalam masyarakat tidak sebanding dengan semangat penerimaan masyarakat terhadap
Pancasila (Ali, 2009: 2). Selain data tersebut, pentingnya Pancasila dalam sejarah bangsa
Indonesia dikarenakan hal-hal berikut: pengidentikan Pancasila dengan ideologi lain,
penyalahgunaan Pancasila sebagai alat justifikasi kekuasaan rezim tertentu, melemahnya
pemahaman dan pelaksanaan nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pengertian Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia menunjukkan bahwa Pancasila


merupakan produk otentik pendiri negara Indonesia (The Founding fathers). Adapun dengan
nilai-nilai Pancasila bersumber dan digali dari nilai agama, kebudayaan, dan adat istiadat.
Pancasila juga merupakan pandangan hidup bangsa dan dasar filsafat kenegaraan. Pentingnya
Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia menunjukkan Beberapa hal-hal yaitu, betapapun
lemahnya pemerintahan suatu rezim, tetapi Pancasila tetap bertahan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Betapapun ada upaya untuk mengganti Pancasila sebagai ideologi
bangsa, tetapi terbukti Pancasila merupakan pilihan yang terbaik bagi bangsa Indonesia. Dan
Pancasila juga merupakan pilihan terbaik bagi bangsa Indonesia karena bersumber dan digali
dari nilai-nilai agama, kebudayaan, dan adat istiadat yang hidup dan berkembang di negara
Indonesia.

3.2 Saran

Semoga dengan adanya makalah Sejarah Perumusan Pancasila ini pembaca dapat
mengerti serta memahami perjalanan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan, dan
sejarah bagaimana adanya Pancasila serta lahirnya Pancasila tersebut.
Daftar Pustaka

Ali, A. 2009. Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Berbangsa. Jakarta: Pustaka LP3ES.
Brata, I & Wartha, I. 2017. Lahirnya Pancasila Sebagai Pemersatu Bangsa Indonesia. Jurnal
Santiaji Pendidika, 7 (1): 120-132.

Direktorat Jendral Pembelajaran Dan Kemahasiswaan. 2016. Pendidikan Pancasila. Jakarta:


Direktorat Jendral Pembelajaran Dan Kemahasiswaan.

Hadiwijono, A. 2016. Pendidikan Pancasila, Eksitensinya Bagi Mahasiswa. Jurnal Cakrawala


Hukum, 7 (1): 82-97.
Kalean. 2013. Negara Kebangsaan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan. 2014. Sejarah Indonesia. Jakarta: Kementrian
Pendidikan Dan Kebudayaan.

Muchji, A. Dkk. 2006. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Universitas Gunadarma.

Nasrawati, A & Kamil, R. 2016. Sejarah Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara.
https://www.academia.edu/28560934/MAKALAH_SEJARAH_PERUMUSAN_PAN
CASILA_SEBAGAI_DASAR_NEGARA. Diakses pada 4 November 2021 pukul
18.00.

Pranatha, w. 2011. Sejarah Lahirnya Pancasila. Makalah.

Putri, R. 2014. Sejarah Perumusan Pancasila dan Perkembangannya.


https://www.academia.edu/9136405/makalah_sejarah_pancasila. Diakses pada 4
November 2021 pukul 15.50.

Rindjin, K. 2017. Pendidikan Pancasila. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sulaiman, A. 2015. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Bandung: Arfino Raya.


Syamsir. dkk. 2017. Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Palembang: BKS-PTN
Barat.

Anda mungkin juga menyukai