Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH BANGSA INDONESIA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila


Dosen: Berkat Persada Lase, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok 1
Santi Trimurni Bu’ulölö
Yoel Sahputra Zebua
Sinar Elsa Zendratö
Supriyadi Zebua
Peringatan Laia

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INFORMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS NIAS
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah yang berjudul
“Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia” bisa kami selesaikan dengan baik dan
tepat pada waktunya.

Tidak lupa kami sebagai penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen


pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila, yang telah memberikan bimbingan serta
masukan dalam proses pembuatan makalah. Rasa terimakasih juga kami haturkan kepada
rekan-rekan yang telah ikut serta membantu, sehingga laporan bacaan ini dapat terselesaikan.

Penulis berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, penulis memahami bahwa makalah ini masih banyak kekurangan
atau jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi
penyempurnaan makalah ini kedepan dan dapat bermanfaat bagi kita semua.

Gunungsitoli, 19 September 2020

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PEGANTAR.................................................................................................. i

DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1

A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................. 3

A. Alur Konsep Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia.............. . 3


1. Periode Pengusulan Pancasila............................................................... 3
2. Periode Perumusan Pancasila............................................................... 5
3. Periode Pengesahan Pancasila.............................................................. 7
B. Asas Diperlukannya Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia... 9
1. Pancasila Sebagai Identitas Bangsa Indonesia..................................... 9
2. Pancasila Sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia............................... 10
3. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia...................... 11
4. Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa Indonesia........................................... 11
5. Pancasila Sebagai Perjanjian Luhur..................................................... 11
BAB III PENUTUP..................................................................................................... 12

A. Kesimpulan................................................................................................ 12
B. Saran.......................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 13
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama dengan bangsa
Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan kumpulan peristiwa yang saling berhubungan.
Peristiwa-peristiwa masa terakhir yang berhubungan dengan kejadian masa sekarang dan
semuanya bermuara pada masa yang akan datang. Hal ini berarti bahwa semua aktivitas
manusia pada masa terakhir berkaitan dengan kehidupan sekarang dan perwujudan masa
depan yang berbeda dengan masa yang sebelumnya. Dasar Negara merupakan alas,
esensial atau fundamental yang menjadi pijakan dan mampu memberikan kekuatan untuk
berdirinya sebuah negara. Negara Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu
landasan atau pijakan yakni Pancasila. Pancasila dalam fungsi sebagai dasar negara
merupakan sumber hukum yang mengatur Negara Republik Indonesia, termasuk di dalam
seluruh unsurnya yakni pemerintah, wilayah dan rakyat Indonesia.
Pancasila dalam kedudukannya merupakan dasar pijakan penyelenggaraan negara dan
seluruh kehidupan Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara
mempunyai arti mengatur penyelenggaraan pemerintahan, yang berarti Pancasila
merupakan sumber dari segala sumber hukum. Hal ini menempatkan Pancasila sebagai
dasar negara yang nilai-nilainya mutlak diambil dalam semua peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Sebagai ideologi yang bersifat terbuka dan dinamis, nilai-nilai yang terkandung di
dalam Pancasila tentu bersifat abadi, namun dalam pengaplikasiannya harus bersifat
dinamis sesuai dengan dinamika masyarakat Indonesia yang dapat menerima dan
mengimplementasikan pemikiran dari luar sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-
nilai dasar Pancasila. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami membahas tentang
"Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia" untuk menelusuri proses sejarah
dalam pembentukan Pancasila hingga menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara serta menjadi jati diri bangsa Indonesia
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana alur Pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia ?
2. Apa saja asas diperlukannya Pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui alur konsep Pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia
2. Untuk mengetahui asas diperlukannya Pancasila dalam kajian sejarah bangsa
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Alur Konsep Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia


Bab kedua membahas alur konsep Pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia.
Bahasan ini berkaitan dengan kedudukan Pancasila sebagai Ideologi Kebangsaan,
sebelum diangkat secara resmi atau dilakukan "penuangan konstitusional" sebagai dasar
filsafat negara oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945.
Pancasila sebagai ideologi kebangsaan adalah status ketika para pendiri bangsa tengah
mencari, memperjuangkan, dan berusaha merumuskan ideologi apa yang kiranya tepat
untuk Indonesia merdeka di kemudian hari. Proses-proses itu berlangsung sejak sidang
BPUPKI pertama, rapat-rapat setelah sidang BPUPKI pertama, termasuk rapat Panitia
Sembilan yang menghasilkan Piagam Jakarta, sidang BPUPKI kedua sampai sidang PPKI
I tanggal 18 Agustus 1945 yang menetapkan Pembukaan dan UUD Negara Republik
Indonesia.

1. Periode Pengusulan Pancasila


Pancasila, bukan sesuatu yang ahistoris, yang kemunculannya di-katakan sudah ada
sejak zaman dahulu kala jauh sebelum Indonesia merdeka. Akan tetapi. Pancasila
adalah produk sejarah ketika bangsa Indonesia berproses mendirikan negara
Indonesia. Proses sejarah itu dimulai ketika bangsa Indonesia hendak menyiapkan
kemerdekaan yang diawali dengan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan (BPUPK), sidang pertama BPUPK, masa reses, sidang kedua
BPUPK, serta pembentukan dan sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI).
Indonesia merupakan jajahan Jepang yang menguasai wilayah Indonesia
antara tahun 1942-1945. Mendekati akhir tahun 1944, Jepang semakin menderita
kekalahan dalam melawan Sekutu. Menghadapi situasi tersebut dan untuk
mendapatkan simpati dan dukungan dari bangsa Indonesia, pada tanggal 7 September
1944, Perdana Menteri Koiso mengumumkan di muka sidang ke-85 Parlemen Jepang
bahwa Indonesia akan diberi kemerdekaan. Kemerdekaan itu dijanjikan akan
diberikan pada akhir Agustus 1945.
Sebagai realisasi janji tersebut, pada tanggal I Maret 1945 diumumkanlah
pembentukan suatu badan yang bertugas untuk menyelidiki usaha-usaha kemerdekaan
untuk Indonesia, yaitu Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai yang selanjutnya dikenal dengan
nama Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Kata
"lndonesia" Saat itu memang belum atau tidak dicantumkan sehingga cukup disingkat
BPUPK.
Pada tanggal 29 April 1945, dibentuklah BPUPK dan diumumkan nama-nama
ketua, wakil ketua serta para anggota sebagai berikut.
Ketua (Kaicoo) : dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat
Ketua Muda : Ichibangase Yosio (seorang anggota luar biasa)
Ketua Muda : RP Soeroso (merangkap kepala)
Anggota BPUPK sebanyak 60 (enam puluh) orang anggota biasa (Iin) bangsa
Indonesia, tidak termasuk 3 orang, yakni ketua dan ketua muda, yang sebagian besar
berasal dari Pulau Jawa, tetapi terdapat juga dari Sumatra, Maluku, Sulawesi dan
beberapa orang peranakan Eropa, Tiongkok, dan Arab. Di antara anggota tersebut ada
2 orang perempuan, yakni NY. Maria Ulfa Santoso dan NY. RSS Soenarjo
Mangoenpoespito. Dalam perkembangannya anggota BPUPK bertambah menjadi 69
orang.
Antara tanggal 29 Mei 1945 hingga I Juni 1945 diadakan sidang pertama
BPUPK. Pada hari pertama sidang, Ketua BPUPK dr. KRT Radjiman
Wedyodiningrat mengawali sidang dengan mengajukan pertanyaan kepada anggota
sidang: "Apa dasar Negara Indonesia yang akan kita bentuk ini?” Pertanyaan ini
menjadi persoalan yang paling dominan sepanjang 29 Mei-l Juni 1945, meskipun
ditanggapi secara berbeda oleh masing-masing pembicara. Berdasarkan pertanyaan
tersebut dapat disimpulkan bahwa sidang pertama BPUPK membahas tentang
rancangan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk.
Guna menanggapi dan menjawab pertanyaan itu, dalam rentang waktu tersebut
tampil beberapa pembicara yang mengajukan sejumlah gagasannya mengenai dasar
negara Indonesia yang hendak dibentuk. Mereka adalah Muh. Yamin, Supomo, Ir.
Soekarno, Moh. Hatta, Agus Salim, Wongsonegoro, Sanusi, Soekiman, Rachim
Pratalykrama, Soerjo, Margono, Abdul Kadir, dan Ki Bagus Hadikusumo. Menurut
catatan dalam buku Lahirnya Undang-undang Dasar 1945, di hari pertama (29 Mei
1945) ada 12 pembicara, di hari kedua (30 Mei 1945) ada 9 pembicara , di hari ketiga
(31 Mei 1945) ada 13 pembicara, dan di hari keempat (l Juni 1945) ada 6 pembicara.
Mereka secara argumentatif mengemukakan pendapat-pendapatnya tentang
dasar negara. Dari banyak pembicara tersebut, ada beberapa naskah pidato yang
berhasil ditemukan dan dihimpun sebagai dokumen sejarah antara lain: pidato Muh.
Yamin, Soepomo, Ki Bagus Hadikusumo, Abdul Kadir, dan Ir. Soekarno. Ada catatan
pidato yang belum ditemukan, namun dari sumber sejarah dinyatakan bahwa para
anggota ini berpidato, misal pidato Moll. Hatta, KH Agus Salim, dan KH Sanoesi.
Banyak anggota BPUPK yang mengemukakan prinsip, pandangan atau
gagasannya tentang dasar negara. Namun demikian, prinsip-pnnsip yang diajukan
masih bersifat serabutan, belum ada yang merumuskannya secara sistematis dan
holistis sebagai suatu dasar negara yang koheren. Selama sidang ditemukan beberapa
prinsip atau gagasan dari para anggota BPUPK sebagai fundamen kenegaraan. Prinsip
tersebut adalah ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi permusyawaratan, dan
prmsip keadilan/kesejahteraan.

2. Periode Perumusan Pancasila


Tanggal 1 Juni 1945, yakni hari keempat sidang BPUPK, Ir. Soekarno berpidato yang
di kemudian hari dikenal dengan pidato "Lahirnya Pancasila". Dalam pidatonya
tersebut Ir. Soekarno secara eksplisit menyebutkan istilah Pantja Sila (ejaan lama
dengan 2 kata terpisah) sebagai nama dasar negara yang hendak didirikan. Pantja Sila
berisi lima gagasan, prinsip, dan ide bersifat filosofis, yang menurut Ir. Soekarno
sebagai philosophische grondslag atau weltanschauung daripada bangunan negara
Indonesia merdeka. Kelima prinsip tersebut adalah kebangsaan Indonesia atau
nasionalisme, perikemanusiaan atau internasionalisme, mufakat atau demokrasi,
kesejahteraan sosial, dan ketuhanan yang berkebudayaan.
Sidang pertama BPUPK selesai dan terjadi masa reses. Pada masa reses
tersebut, Ir. Soekarno memanfaatkan waktu dengan mengajak sebagian anggota
BPUPK yang masih ada di Jakarta untuk berapat merumuskan hasil-hasil Sidang I
BPUPK. Anggota yang rapat di luar agenda resmi BPUPK tersebut berjumlah 38
anggota.
Rapat semula mengusulkan prosedur yang dilalui agar bangsa Indonesia
secepat mungkin merdeka, namun menghadapi masalah ketika membicarakan perihal
hubungan antara negara dan agama sebagaimana yang telah dikemukakan para
anggota pada saat Sidang I BPUPK. Akhirnya, rapat membentuk panitia kecil
berjumlah 9 orang, yakni KH Wahid Hasyim, Muh. Yarnin, Maramis, Moh. Hatta,
Agusalim, Subardjo, Abdul Kahar Muzakir, Abikusno Tjokrosujoso dan Ir.Soekarno.
Pertemuan ini dimaksudkan untuk menjembatani perbedaan pendapat antara golongan
nasionalis dan Islam perihal hubungan negara dengan agama. Dalam pertemuan itu,
diupayakan kompromi antara kedua belah pihak mengenai rumusan dasar negara bagi
negara Indonesia.
Dalam rapatnya tanggal 22 Juni 1945, pertemuan panitia kecil ini berhasil
merumuskan suatu bentuk persetujuan atau modus antara pihak kebangsaan dan
Islam. Kesepakatan bersama ini dicantumkan dalam suatu naskah mengenai
rancangan pembukaan (preambule) hukum dasar negara. Hasil rumusan tersebut
selanjutnya dikenal dengan nama Piagam Jakarta atau Jakarta Charter (istilah dari
Muh. Yamin). Piagam Jakarta sebagai rancangan pembukaan hukum dasar negara
terdiri atas 4 alinea. Adapun rumusan dasar negara terdapat pada alinea IV, yang
berbunyi sebagai berikut.
“maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu hukum
dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik
Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada: ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam hagi pemeluk-pemeluknya,
menurut dasar kemanusiaan yang adil dun beradab, persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyaratan
penvakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia."
Dengan rumusan itu, panitia kecil beranggotakan 9 orang yang kemudian
dikenal "Panitia Sembilan" berhasil menawarkan gagasan dasar negara Indonesia
merdeka yang merupakan modus kompromi antara pihak yang mengusulkan Islam
sebagai dasar negara dan pihak yang mengusulkan paham kebangsaan sebagai dasar
negara. Modus kompromi itu terutama pada rumusan kalimat "ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.Dapat dikatakan
Piagam Jakarta merupakan "gentlement agrement" pertama para The Founding
Fathers perihal dasar negara.
Rumusan Piagam Jakarta hasil Panitia Sembilan ini dibawa ke Sidang BPUPK
kedua yang berlangsung tanggal 10-17 Juli 1945. Rancangan pembukaan hukum dasar
negara hasil karya Panitia Sembilan disetujui oleh peserta sidang untuk menjadi
rancangan pembukaan hukum dasar negara/UUD negara Indonesia. Selain menyetujui
Piagam Jakarta, Sidang BPUPK kedua menghasilkan hukum dasar negara/UUD yang
memuat pasal-pasal mengenai ketentuan bernegara yang disusun oleh Panitia Perumus
UUD dan rancangan pernyataan Indonesia Merdeka. Akhirnya, Sidang BPUPK kedua
selesai dengan mengasilkan 3 (tiga) putusan penting, yaitu
a. rancangan pembukaan hukum dasar negara yang terdiri atas 4 alinea yang di
dalamnya memuat dasar negara,
b. rancangan hukum dasar negara yang berisi pasal-pasal mengenal aturan
bernegara, terdiri atas 16 bab, 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan, dan 2 ayat
aturan tambahan, dan
c. rumusan tentang pernyataan Indonesia merdeka terdirl atas 14 alinea, berisikan
tinjauan sejarah dan posisi Indonesia dalam Perang Asia Timur Raya yang
dimaksudkan untuk dibacakan pada saat proklamasi kemerdekaan.

3. Periode Pengesahan Pancasila


Dengan selesainya sidang kedua dan dihasilkannya rumusan-rumusan tersebut maka
berakhirlah BPUPK sebagai badan penyelidik persiapan kemerdekaan Indonesia.
Badan ini kemudian dibubarkan dan sebagai kelanjutannya dibentuklah badan baru
yang bertugas menyiapkan kemerdekaan Indonesia, yakni Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
PPKI didirikan pada tanggal 12 Agustus 1945, yakni ketika Marsekal Terauchi
Hisaichi secara resmi menyatakan bahwa pemerintah Jepang menyetujui berdirinya
badan tersebut (AB Kusuma, 2006). Ketua PPKI adalah Ir. Soekarno dan wakilnya
Drs. Mohammad Hatta. Anggota PPKI bentukan Jepang ini semula berjumlah 21
orang (12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, I orang dari
Kalimantan, I orang dari Nusa Tenggara, I orang dari Maluku, I orang dari golongan
Tionghoa). Akan tetapi, atas inisiatif Ir. Soekarno sendiri, keanggotaan ditambah 6
orang menjadi 27 orang.
Sehari setelah proklamasi, pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI bersidang dan
menghasilkan keputusan penting sebagai berikut.
a. Pengesahan pembukaan dan hukum dasar negara sebagai konstitusi Republik
Indonesia. Selanjutnya, dikenal dengan nama UUD 1945 yang di dalamnya
memuat dasar negara.
b. Penetapan presiden dan wakil presiden Republik Indonesia, yaitu Ir. Soekarno
dan Drs. Mohammad Hatta.
c. Pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Pembukaan [JUD dan hukum dasar negara Indonesia hasil ketetapan PPKI
tersebut dimuat dalam Berita Republik Indonesia No. 7 tahun Il, 15 Februari 1946.
Dasar negara yang termuat dalam Pembukaan UUD tersebut terdapat pada alinea IV
sebagai berikut.
“...maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan
Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. “
Dengan ditetapkannya Pembukaan UUD Negara Indonesia oleh PPKI ini,
maka dasar negara juga ikut "tertetapkan" atau mengalami penuangan konstitusional.
Dasar negara Indonesia adalah 5 dasar atau prinsip, yang melalui interpretasi historis,
kelima prinsip dasar tersebut dinamakan Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara
secara resmi dan konstitusional terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV
sebagai hasil putusan PPKI yang pada waktu itu dianggap lembaga yang mewakili
bangsa Indonesia.
Berdasar sejarah perumusan dan penetapan Pancasila tersebut maka dapat
dikatakan Pancasila merupakan bagian tidak terpisahkan dari proses berbangsa dan
bernegara Indonesia. Pancasila, berdasar rumusan konstitusional merupakan dan
berkedudukan sebagai "dasar negara" Indonesia. Pernyataan demikian berdasar pada
anak kalimat "maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan
Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada...”
Darji Darmodiharjo (1981), mengatakan Pancasila sebagai dasar negara yang
sering disebut dasar falsafah negara, philosophische grondslag darl negara. Dalam hal
ini, Pancasila digunakan sebagal dasar mengatur pemerintahan negara atau dengan
kata lain Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara sekaligus merupakan fungsi pokok dan
utama daripada Pancasila. Kedudukan dan fungsi pokok Pancasila sebagai dasar
negara adalah pengertian Pancasila yang bersifat yuridis-ketatanegaraan. Notonagoro
(1 981), juga berpendapat bahwa apabila orang memikirkan tentang Pancasila maka
yang dimaksudkan ialah Pancasila yang sungguh-sungguh merupakan dasar negara
Indonesia. Pancasila sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan
asas kerohanian negara yang mempunyai kedudukan istimewa di antara unsur-unsur
pokok kaidah fundamental negara.

B. Asas Diperlukannya Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia


1. Pancasila Sebagai Identitas Bangsa Indonesia
Sebagaimana diketahui bahwa setiap bangsa mana pun di dunia ini pasti memiliki
identitas yang sesuai dengan latar belakang budaya masing-masing. Budaya
merupakan proses cipta, rasa, dan karsa yang perlu dikelola dan dikembangkan secara
terus-menerus. Budaya dapat membentuk identitas suatu bangsa melalui proses
inkulturasi dan akulturasi. Pancasila sebagai identitas bangsa Indonesia merupakan
konsekuensi dari proses inkulturasi dan akulturasi tersebut.
Kebudayaan itu sendiri mengandung banyak pengertian dan definisi. Salah
satu defisini kebudayaan adalah sebagai berikut: ”suatu desain untuk hidup yang
merupakan suatu perencanaan dan sesuai dengan perencanaan itu masyarakat
mengadaptasikan dirinya pada lingkungan fisik, sosial, dan gagasan” (Sastrapratedja,
1991: 144). Apabila definisi kebudayaan ini ditarik ke dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, maka negara Indonesia memerlukan suatu rancangan masa depan bagi
bangsa agar masyarakat dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan lingkungan baru,
yakni kehidupan berbangsa yang mengatasi kepentingan individu atau kelompok.
Kebudayaan bangsa Indonesia merupakan hasil inkulturasi, yaitu proses
perpaduan berbagai elemen budaya dalam kehidupan masyarakat sehingga
menjadikan masyarakat berkembang secara dinamis. (J.W.M. Bakker, 1984: 22)
menyebutnya adanya beberapa saluran inkulturasi, yang meliputi: jaringan
pendidikan, kontrol, dan bimbingan keluarga, struktur kepribadian dasar, dan self
expression. Kebudayaan bangsa Indonesia juga merupakan hasil akulturasi
sebagaimana yang ditengarai Eka Dharmaputera dalam bukunya Pancasila: Identitas
dan Modernitas. Haviland menegaskan bahwa akulturasi adalah perubahan besar yang
terjadi sebagai akibat dari kontak antarkebudayaan yang berlangsung lama. Hal-hal
yang terjadi dalam akulturasi meliputi:
a. Substitusi; penggantian unsur atau kompleks yang ada oleh yang lain yang
mengambil alih fungsinya dengan perubahan struktural yang minimal;
b. Sinkretisme; percampuran unsur-unsur lama untuk membentuk sistem baru;
c. Adisi; tambahan unsur atau kompleks-kompleks baru;
d. Orijinasi; tumbuhnya unsur-unsur baru untuk memenuhi kebutuhan situasi yang
berubah;
e. Rejeksi; perubahan yang berlangsung cepat dapat membuat sejumlah besar
orang tidak dapat menerimanya sehingga menyebabkan penolakan total atau
timbulnya pemberontakan atau gerakan kebangkitan (Haviland, 1985: 263).
Pemaparan tentang Pancasila sebagai identitas bangsa atau juga disebut
sebagai jati diri bangsa Indonesia dapat ditemukan dalam berbagai literatur, baik dalam
bentuk bahasan sejarah bangsa Indonesia maupun dalam bentuk bahasan tentang
pemerintahan di Indonesia. As’ad Ali dalam buku Negara Pancasila; Jalan
Kemashlahatan Berbangsa mengatakan bahwa Pancasila sebagai identitas kultural
dapat ditelusuri dari kehidupan agama yang berlaku dalam masyarakat Indonesia.
Karena tradisi dan kultur bangsa Indonesia dapat diitelusuri melalui peran agama-
agama besar, seperti: peradaban Hindu, Buddha, Islam, dan Kristen. Agama-agama
tersebut menyumbang dan menyempurnakan konstruksi nilai, norma, tradisi, dan
kebiasaan-kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat. Misalnya, konstruksi tradisi
dan kultur masyarakat Melayu, Minangkabau, dan Aceh tidak bisa dilepaskan dari
peran peradaban Islam. Sementara konstruksi budaya Toraja dan Papua tidak terlepas
dari peradaban Kristen. Demikian pula halnya dengan konstruksi budaya masyarakat
Bali yang sepenuhnya dibentuk oleh peradaban Hindu (Ali, 2010: 75).

2. Pancasila Sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia


Pancasila disebut juga sebagai kepribadian bangsa Indonesia, artinya nilai- nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan diwujudkan dalam
sikap mental dan tingkah laku serta amal perbuatan. Sikap mental, tingkah laku dan
perbuatan bangsa Indonesia mempunyai ciri khas, artinya dapat dibedakan dengan
bangsa lain. Kepribadian itu mengacu pada sesuatu yang unik dan khas karena tidak
ada pribadi yang benar-benar sama. Setiap pribadi mencerminkan keadaan atau
halnya sendiri, demikian pula halnya dengan ideologi bangsa (Bakry, 1994: 157).
Meskipun nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan juga
terdapat dalam ideologi bangsa-bangsa lain, tetapi bagi bangsa Indonesia kelima sila
tersebut mencerminkan kepribadian bangsa karena diangkat dari nilai-nilai kehidupan
masyarakat Indonesia sendiri dan dilaksanakan secara simultan. Di samping itu,
proses akulturasi dan inkulturasi ikut memengaruhi kepribadian bangsa Indonesia
dengan berbagai variasi yang sangat beragam. Kendatipun demikian, kepribadian
bangsa Indonesia sendiri sudah terbentuk sejak lama sehingga sejarah mencatat
kejayaan di zaman Majapahit, Sriwijaya, Mataram, dan lain-lain yang
memperlihatkan keunggulan peradaban di masa itu. Nilainilai spiritual, sistem
perekonomian, politik, budaya merupakan contoh keunggulan yang berakar dari
kepribadian masyarakat Indonesia sendiri.

3. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia


Pancasila dikatakan sebagai pandangan hidup bangsa, artinya nilai-nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan diyakini kebenarannya,
kebaikannya, keindahannya, dan kegunaannya oleh bangsa Indonesia yang dijadikan
sebagai pedoman kehidupan bermasyarakat dan berbangsa dan menimbulkan tekad
yang kuat untuk mengamalkannya dalam kehidupan nyata (Bakry, 1994: 158).
Pancasila sebagai pandangan hidup berarti nilai-nilai Pancasila melekat dalam
kehidupan masyarakat dan dijadikan norma dalam bersikap dan bertindak. Ketika
Pancasila berfungsi sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, maka seluruh nilai
Pancasila dimanifestasi ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.

4. Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa Indonesia


Sebagaimana dikatakan von Savigny bahwa setiap bangsa mempunyai jiwanya
masing-masing, yang dinamakan volkgeist (jiwa rakyat atau jiwa bangsa). Pancasila
sebagai jiwa bangsa lahir bersamaan dengan lahirnya bangsa Indonesia. Pancasila
telah ada sejak dahulu kala bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia (Bakry,
1994: 157).

5. Pancasila Sebagai Perjanjian Luhur


Perjanjian luhur, artinya nilai-nilai Pancasila sebagai jiwa bangsa dan kepribadian
bangsa disepakati oleh para pendiri negara (political consensus) sebagai dasar negara
Indonesia (Bakry, 1994: 161). Kesepakatan para pendiri negara tentang Pancasila
sebagai dasar negara merupakan bukti bahwa pilihan yang diambil pada waktu itu
merupakan sesuatu yang tepat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pancasila merupakan nilai-nilai luhur yang menjadi dasar negara Indonesia sekaligus
menjadi pedoman hidup dan identitas diri bangsa Indonesia, yang mana kedudukan
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia telah dilegalkan oleh Instruksi Presiden Nomor
12/1968. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia memiliki arti bahwa
segala peraturan negara harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila.
Pancasila terbentuk melalui proses sejarah yang panjang dan bertahap, mulai dari proses
pengumpulan sila-sila Pancasila, proses perumusan Pancasila, hingga proses pengesahan
Pancasila. Pancasila merupakan buah pikiran, musyawarah, dan mufakat yang dilakukan
para tokoh penting pada masa perjuangan kemerdekaan yang dirumuskan melalui sidang
BPUPKI, pada tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945. Adapun alasan diperlukannya Pancasila
dalam kajian sejarah bangsa Indonesia adalah karena Pancasila merupakan identitas dan
jiwa bangsa, serta mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila juga
merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia, yang artinya semua nilai-nilai Pancasila
tersebut dijadikan pedoman hidup yang melekat dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.

B. SARAN
Proses sejarah pembentukan Pancasila sebagai dasar negara serta identitas bangsa
Indonesia melalui berbagai tahapan yang panjang dan tidak instan. Oleh karenanya,
kami penulis berpesan kepada generasi muda penerus bangsa supaya senantiasa
memahami, mengimplementasikan, dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam
berbagai aspek kehidupan, sehingga Pancasila akan selalu hidup dan melekat sebagai jati
diri bangsa Indonesia dimasa sekarang maupun nanti di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA

Julian, Restu D. 2021. “Urgensi Pancasila Dalam Kajian Sejarah Bangsa.” Pracetak OSF. 30
doi:10.31219/osf.io/dwu2q, diakses pada 19 September 2022.
Kompasiana. 2019. ”Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia.”
https://www.kompasiana.com/pancasila-dalam-kajian-sejarah-bangsa-indonesia, diakses pada
19 September 2022.
Pandji Setijo 2006 “Pendidikan Pancasila Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa:
Dilengkapi Dengan Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen.” N.p.: Grasindo, (n.d.).
https://www.google.co.id/books/edition/Pendidikan_Pancasila_Perspektif_Sejarah/r02ixHDv
V5QC?hl=id&gbpv=0, diakses pada 20 September 2021
Winarno 2016. “Paradigma Baru Pendidikan Pancasila”. N.p.: Bumi Aksara
https://www.google.co.id/books/edition/Paradigma_Baru_Pendidikan_Pancasila/Pq_xDwAA
QBAJ?hl=id&gbpv=0, diakses pada 20 September 2022

Anda mungkin juga menyukai