PENDIDIKAN PANCASILA
PANCASILA DALAM KAJIAN BANGSA INDONESIA
DOSEN PENGAMPUH : Jaya Paldi, M.Pd
Disusun Oleh:
Kelompok 2
1. GILBERD JHON PASKAH NABABAN (2307126134)
2. REZA FAHRIYAN (2307126131)
3. M DAFFA AL KHAFIE (2307127032)
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan innayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang Pancasila Dalam Kajian Bangsa Indonesia.
Makalah ini telah kami susun secara maksimal dengan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi isi materi, susunan kalimat, maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah tentang Pancasila Dalam
Kajian Sejarah Bangsa Indonesia ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Lambang Pancasila Dan Artinya....................................................................3
2.2 Makna Dan Arti Lambang Garuda Pancasila.................................................5
2.3 Pancasila Dalam Kajian Sejarah Indonesia....................................................9
2.3.1 Pancasila Era Pra Kemerdekaan..............................................................9
2.3.2 Teori Nilai Budaya................................................................................10
2.3.4 Pancasila Era Orde Lama.......................................................................19
2.3.3 Pancasila Era Kemerdekaan..................................................................21
2.3.5 Pancasila Era Orde Baru........................................................................22
2.3.6 Pancasila Era Reformasi........................................................................23
BAB III PENUTUP..............................................................................................27
3.1 Kesimpulan...................................................................................................27
3.2 Saran.............................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................28
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Kuat dan mengakarnya Pancasila dalam jiwa bangsa menjadikan Pancasila
terus berjaya sepanjang masa. Karena ideologi Pancasila tidak hanya sekedar
“confirm and deepen” identitas bangsa Indonesia semata.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Apa arti dan makna lambang Pancasila dan Garuda Pancasila?
2. Bagaimanakah Pancasila dalam kajian sejarah Indonesia?
1.3 Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penulisan
makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Arti dan makna lambang Pancasila dan Garuda Pancasila.
2. Pancasila dalam kajian sejarah Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Bangsa Indonesia lahir menurut cara dan jalan yang merupakan hasil
antara proses sejarah di masa lampau, tantangan perjuangan dan cita-cita hidup di
masa mendatang, yang secara keseluruhan membentuk kepribadian sendiri.
Sehingga, kepribadian itu ditetapkan sebagai pandangan hidup dan dasar negara,
yakni Pancasila.
3
Gambar Garuda Pancasila beserta Lambangnya
1. Sila Pertama
Simbol bintang yang memiliki lima sudut melambangkan Pancasila, yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa. Bintang melambangkan seperti sebuah cahaya yang
dipancarkan oleh Tuhan kepada setiap manusia. Lambang bintang juga diartikan
sebagai sebuah cahaya untuk menerangi dasar negara yang lima (Pembukaan
UUD 1945 alinea ke-4), sifat negara yang lima (Pembukaan UUD 1945 alinea ke-
2), dan tujuan negara yang lima (Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4). Sedangkan
latar berwarna hitam menunjukan warna alam dan mengandung arti bahwa Tuhan
bukanlah sekedar rekaan manusia, tetapi sumber dari segalanya dan telah ada
sebelum segala sesuatu di dunia ini ada.
2. Sila Kedua
Rantai melambangkan sila kedua Pancasila, yaitu Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab. Rantai tersebut terdiri atas mata rantai yang berbentuk segi
empat dan lingkaran yang saling berkaitan membentuk lingkaran. Mata rantai segi
empat melambangkan laki-laki, sedangkan yang lingkaran melambangkan
perempuan. Mata rantai yang saling berkait pun melambangkan bahwa setiap
manusia, laki-laki dan perempuan, membutuhkan satu sama lain dan perlu bersatu
sehingga menjadi kuat seperti sebuah rantai.
3. Sila Ketiga
4
Pohon beringin di bagian kiri atas perisai berlatar putih melambangkan
sila ketiga, yaitu Persatuan Indonesia. Pohon beringin merupakan sebuah pohon
Indonesia yang berakar tunjang, sebuah akar tunggal panjang yang menunjang
pohon yang besar ini dengan tumbuh sangat dalam ke dalam tanah. Hal ini
mencerminkan kesatuan dan persatuan Indonesia. Pohon beringin juga
mempunyai banyak akar yang menggelantung dari ranting-rantingnya, ini
mencerminkan Indonesia sebagai negara kesatuan namun memiliki berbagai latar
belakang budaya yang bermacam-macam.
4. Sila Keempat
Kepala banteng melambangkan sila keempat Pancasila, yaitu Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.
Kepala banteng melambangkan hewan sosial yang suka berkumpul, seperti halnya
musyawarah di mana orang-orang harus berkumpul untuk mendiskusikan sesuatu.
5. Sila Kelima
Padi dan kapas melambangkan sila kelima Pancasila, yaitu Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Padi dan kapas dapat mewakili sila kelima,
karena padi dan kapas merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, yakni pangan
dan sandang, sebagai syarat utama untuk mencapai kemakmuran tanpa melihat
suku, ras, dan golongan. Ini mencerminkan persamaan sosial di mana tidak
adanya kesenjangan sosial antara satu dan yang lainnya, tapi hal ini (persamaan
sosial) bukan berarti bahwa Indonesia memakai ideologi komunisme.
2.2 Makna Dan Arti Lambang Garuda Pancasila
5
disetujui oleh seluruh anggota. Kemudian dibentuk Panitia Indonesia Raya yang
memiliki tugas untuk menyelidiki lambang yang sesuai untuk bangsa Indonesia.
Panitia tersebut diketuai oleh Ki Hajar Dewantara dan sekretaris umum dijabat
oleh Muhamad Yamin.
Pada tahap pertama rancangan lambang negara yang terbaik diusulkan
oleh Sultan Hamid II dan Muhamad Yamin. Namun usulan Muhamad Yamin
ditolak. Tanggal 10 Februari 1950 Sultan Hamid II mengajukan rancangan
gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan usulan-usulan
yang berkembang. Tanggal 11 Februari 1950 lambang Garuda Pancasila
ditetapkan oleh Pemerintah/Kabinet RIS dan diresmikan pemakaiannya dalam
Sidang Kabinet.
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab”,
untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono
melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu
karya Sultan Hamid II dan karya Muhamad Yamin. Pada proses selanjutnya yang
diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II, sedangkan karya
Muhamad Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan
menampakkan pengaruh Jepang. Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara
perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno, dan Perdana Menteri
Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan
itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga mengganti pita yang dicengkeram
Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan
menambahkan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.
Pada tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara diajukan
kepada Presiden Soekarno. Rancangan final tersebut mendapat masukan dari
Partai Masyumi, karena adanya keberatan terhadap gambar burung Garuda
dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan bersifat mitologis.
AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan
Departemen Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang
negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan dalam Sidang Kabinet RIS.
Ketika itu, gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih gundul dan
6
tidak berjambul seperti sekarang ini. Penyempurnaan kembali lambang negara itu
terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang gundul menjadi
berjambul dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkeram pita dari semula
menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki atas
masukan Presiden Soekarno.
Tanggal 20 Maret 1950, bentuk akhir lambang negara yang telah
diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan
pelukis istana, Dullah untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk
akhir rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara
resmi sampai saat ini.
Untuk terakhir kalinya Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan
bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan
tata warna gambar lambang negara yang dimana lukisan otentiknya diserahkan
kepada H. Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan
lambang negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang
negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih
tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah, Pontianak.
Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974)
sewaktu menyerahkan berkas dokumen proses perancangan lambang negara
disebutkan “Ide Perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang
merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa
hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara
Indonesia, dimana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan
dalam lambang negara.
2. Arti dan Makna Garuda Pancasila sebagai Lambang Negara
Burung garuda berwarna kuning emas mengepakkan sayapnya dengan
gagah menoleh ke kanan. Dalam tubuhnya mengemas kelima dasar dari Pancasila.
Di tengah tameng yang bermakna benteng ketahanan filosofis, terbentang garis
tebal yang bermakna garis khatulistiwa, yang merupakan lambang geografis
lokasi Indonesia. Kedua kakinya yang kokoh kekar mencengkeram kuat
7
semboyan bangsa Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “berbeda-beda,
namun tetap satu“.
Secara tegas bangsa Indonesia telah memilih burung garuda sebagai
lambang kebangsaannya yang besar, karena garuda adalah burung yang penuh
percaya diri, enerjik, dan dinamis. Ia terbang menguasai angkasa dan memantau
keadaan sendiri, tak suka bergantung pada yang lain. Garuda yang merupakan
lambang pemberani dalam mempertahankan wilayah, tetapi dia pun akan
menghormati wilayah milik yang lain sekalipun wilayah itu milik burung yang
lebih kecil. Warna kuning emas melambangkan bangsa yang besar dan berjiwa
priyagung sejati.
Burung garuda yang juga punya sifat sangat setia pada kewajiban sesuai
dengan budaya bangsa yang dihayati secara turun temurun. Burung garuda
pantang mundur dan pantang menyerah. Legenda semacam ini juga diabadikan
sangat indah oleh nenek moyang bangsa Indonesia pada candi dan di berbagai
prasasti sejak abad ke-15.
Keberhasilan bangsa Indonesia dalam meraih cita-citanya menjadi negara
yang merdeka bersatu dan berdaulat pada tanggal 17 Agustus 1945 tertera lengkap
dalam lambang garuda. 17 helai bulu pada sayapnya yang membentang gagah
melambangkan tanggal 17 hari kemerdekaan Indonesia, 8 helai bulu pada ekornya
melambangkan bulan Agustus, dan 45 helai bulu pada lehernya melambangkan
tahun 1945, tahun kemerdekaan Indonesia. Semua itu memuat kemasan historis
bangsa Indonesia sebagai titik puncak dari segala perjuangan bangsa Indonesia
untuk mendapatkan kemerdekaannya yang panjang. Dengan demikian lambang
burung garuda itu semakin gagah mengemas lengkap empat arti visual sekaligus,
yaitu makna filosofis, geografis, sosiologis, dan historis.
Burung garuda merupakan mitos dalam mitologi Hindu dan Budha.
Garuda dalam mitos digambarkan sebagai makhluk separuh burung (sayap, paruh,
cakar) dan separuh manusia (tangan dan kaki). Lambang garuda diambil dari
penggambaran kendaraan Batara Wisnu yakni Garudeya. Garudeya sendiri dapat
kita temui pada salah satu pahatan di Candi Kidal yang terletak di Kabupaten
Malang tepatnya Desa Rejokidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa
8
Timur. Garuda sebagai lambang negara menggambarkan kekuatan dan kekuasaan
dan warna emas melambangkan kejayaan, karena peran garuda dalam cerita
pewayangan Mahabharata dan Ramayana. Posisi kepala garuda menengok lurus
ke kanan.
a. Ketuhanan Yang Maha Esa: bahwa di Indonesia tidak pernah ada putus-
putusnya orang percaya kepada Tuhan.
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab: bahwa bangsa Indonesia terkenal
ramah tamah, sopan santun, lemah lembut dengan sesama manusia.
c. Persatuan Indonesia: bahwa bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya guyub,
rukun, bersatu, dan kekeluargaan.
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan: bahwa unsur-unsur demokrasi sudah ada
dalam masyarakat kita.
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia: bahwa bangsa Indonesia
dalam menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat sosial dan
berlaku adil terhadap sesama.
9
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, ditetapkan pada
tanggal 18 Agustus 1945 sebagai dasar negara, maka nilai-nilai kehidupan
berbangsa, bernegara, dan berpemerintahan sejak saat itu haruslah berdasarkan
pada Pancasila, namun pada kenyataannya, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila
telah dipraktikkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia dan kita praktikkan
hingga sekarang. Hal ini berarti bahwa semua nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila telah ada dalam kehidupan rakyat Indonesia sejak zaman nenek
moyang.
10
itu, nilai sejarah terletak pada kenyataan bahwa ia mengajarkan apa yang telah
dilakukan oleh manusia dan dengan demikian apa sesungguhnya manusia. Tanpa
mengetahui sejarah, seseorang tidak dapat memperoleh pengertian kualitatif dari
gejala-gejala sosial yang ada. Secara rinci, Sartono Kartodirdjo menjelaskan
bahwa fungsi pengajaran sejarah nasional Indonesia meliputi :
1. Membangkitkan perhatian serta minat kepada sejarah tanah air.
2. Mendapatkan inspirasi dari cerita sejarah.
3. Memupuk alam pikiran ke arah kesadaran sejarah.
4. Memberi pola pikiran ke arah kesadaran sejarah.
5. Mengembangkan pikiran penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
11
7. Maka penafsiran sila-sila pancasila harus bersumber, berpedoman dan
berdasar kepada Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. (Dardji
Darmodihardjo, 1978:40).
12
Badan penyelidik ini mengadakan sidang hanya dua kali. Sidang pertama
pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, sedangkan sidang kedua pada
tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945.
Masa Sidang Pertama BPUPKI
Pada sidang pertama tanggal 29 Mei 1945 M. Yamin mengemukakan usul
yang disampaikan dalam pidatonya yang berjudul asas dan dasar negara
Kebangsaan Indonesia di hadapan sidang lengkap BPUPKI. Beliau mengusulkan
dasar negara bagi Indonesia Merdeka yang akan dibentuk meliputi peri
kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan
rakyat.
Selain usulan dalam bentuk pidato, usulan M. Yamin juga disampaikan
dalam bentuk tertulis tentang lima asas dasar negara dalam rancangan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang berbeda rumusan kata-kata dan
sistematikanya dengan isi pidatonya. Rumusannya yang tertulis adalah sebagai
berikut:
13
Syarat mutlak bagi adanya negara menurut Soepomo adalah adanya
daerah, rakyat, dan pemerintahan. Mengenai dasar dari negara Indonesia yang
akan didirikan, ada tiga persoalan yaitu:
1. Persatuan negara, negara serikat, persekutuan negara.
2. Hubungan antara negara dan agama.
3. Republik atau monarchie.
Pada hari berikutnya, tanggal 1 juni 1945 Ir. Soekarno juga mengusulkan
lima dasar bagi negara Indonesia yang disampaikan melalui pidatonya mengenai
Dasar Indonesia merdeka. Lima dasar itu atas petunjuk seseorang ahli bahasa
yaitu Mr. M. Yamin. Lima dasar yang diajukan Bung Karno ialah Kebangsaan
Indonesia, Internasionalisme atau Perikemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi,
Kesejahteraan Sosial, Ketuhanan yang Berkebudayaan.
Lima rumusan tersebut menurutnya dapat diringkas menjadi tiga rumusan
yang diberi nama Tri-Sila yaitu dasar pertama, kebangsaan dan perikemanusiaan
(nasionalisme dan internasionalisme) diringkas menjadi satu diberi nama sosio-
nasionalisme. Dasar kedua, demokrasi dan kesejahteraan diringkas menjadi
menjadi satu dan biberi nama sosio-demokrasi. Sedangkan dasar yang ketiga,
ketuhanan yang berkebudayaan yang menghormati satu sama lain disingkat
menjadi ketuhanan.
Setelah selesai masa sidang pertama, dengan usulan dasar negara baik dari
M. Yamin dan Soekarno, dan paham negara integralistik dari Soepomo maka
untuk menampung perumusan-perumusan yang bersifat perorangan, dibentuklah
panitia kecil penyelidik usul-usul yang terdiri atas Sembilan orang yang diketuai
oleh Soekarno, yang kemudian disebut dengan Panitia Sembilan.
Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil merumuskan
Rancangan pembukaan Hukum Dasar, yang oleh Mr. M. Yamin dinamakan
Jakarta Charter atau Piagam Jakarta. Di dalam rancangan pembukaan alinea
keempat terdapat rumusan Pancasila yang tata urutannya tersusun secara
sistematis:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-
pemeluknya.
14
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selain itu, dalam piagam Jakarta pada alenia ketiga juga memuat rumusan
teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang pertama berbunyi “Atas berkat
rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur,
supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini
menyatakan kemerdekaannya”. Kalimat ini merupakan cetusan hati nurani bangsa
Indonesia yang diungkapkan sebelum Proklamasi kemerdekaan, sehingga dapat
disebut sebagai Declaration of Indonesian Independence.
15
dalam rapatnya tanggal 11 dan 13 Juli 1945 telah menyelesaikan tugasnya
menyusun Rancangan Hukum Dasar. Selanjutnya pada tanggal 14 Juli 1945
sidang BPUPKI mengesahkan naskah rumusan panitia Sembilan yang dinamakan
Piagam Jakarta sebagai Rancangan Pembukaan Hukum Dasar, dan pada tanggal
16 Juli 1945 menerima seluruh Rancangan Hukum Dasar yang sudah selesai
dirumuskan dan di dalamnya juga memuat Piagam Jakarta sebagai pembukaan.
Hari terakhir sidang BPUPKI tanggal 17 Juli 1945, hanya merupakan
sidang penutupan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia secara resmi. Dengan berakhirnya sidang ini maka selesailah tugas
badan tersebut, yang hasilnya akan dijadikan dasar bagi negara Indonesia yang
akan dibentuk sesuai dengan janji Jepang. Sampai akhir sidang BPUPKI ini
rumusan Pancasila dalam sejarah perumusannya ada empat macam:
1. Rumusan pertama Pancasila adalah usul dari Muh. Yamin pada tanggal
29 Mei 1945, yaitu usul pribadi dalam bentuk pidato,
2. Rumusan kedua Pancasila adalah usul Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945,
yakni usul pribadi dalam bentuk tertulis,
3. Rumusan ketiga Pancasila usul bung Karno tanggal 1 Juni 1945, usul
pribadi dengan nama Pancasila,
4. Rumusan keempat Pancasila dalam piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945,
hasil kesepakatan bersama pertama kali.
16
PPKI semula hanya memeriksa hasil sidang BPUPKI, kemudian anggotanya
disempurnakan. Penambahan keanggotaan ini menyempurnakan kedudukan dan
fungsi yang sangat penting sebagai wakil bangsa Indonesia dalam membentuk
negara Republik Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Dalam sidang pertama PPKI tanggal 18 Agustus 1945 berhasil mengesahkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dengan menetapkan (Kaelan,
1993: 43-45):
a. Piagam Jakarta yang telah diterima sebagai rancangan Mukaddimah
Hukum Dasar oleh BPUPKI pada tanggal 14 Juli 1945 dengan beberapa
perubahan, disahkan sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia.
b. Rancangan Hukum Dasar yang telah diterima oleh BPUPKI pada tanggal
16 Juli 1945 setelah mengalami berbagai perubahan, disahkan sebagai
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
c. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama, yaitu Ir. Soekarno
sebagai Presiden dan Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden.
d. Menetapkan berdirinya Komite Nasional sebagai Badan Musyawarah
darurat.
17
negara ini memiliki kekuatan yang mengikat secara hukum. Seluruh bangsa
Indonesia tak terkecuali dengan demikian wajib mengamalkan Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari.
Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum Indonesia, ia tercantum
dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945 yang diwujudkan lebih
lanjut di dalam pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945,
yang pada akhirnya dikonkrietisasikan dalam pasal-pasal UUD 1945 maupun
dalam hukum positif lainnya.
Konsekuensi kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini lebih lanjut
dapat dirinci sebagai berikut:
1. Pertama: Pancasila sebagai dasar negara merupakan sumber dari segala
sumber hukum atau sumber tertib hukum Indonesia.
2. Kedua: Pancasila sebagai dasar negara meliputi suasana kebatinan dari
UUD 1945.
3. Ketiga: Pancasila sebagai dasar negara mewujudkan cita-cita hukum bagi
hukum dasar negara Indonesia.
4. Keempat: Pancasila sebagai dasar negara mengandung norma yang
mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan pemerintah
maupun para penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti yang
luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
18
Majelis (baca: konstituante) ini menemui jalan buntu pada bulan Juni 1959.
Kejadian ini menyebabkan Presiden Soekarno turun tangan dengan sebuah Dekrit
Presiden yang disetujui oleh kabinet tanggal 3 Juli 1959, yang kemudian
dirumuskan di Istana Bogor pada tanggal 4 Juli 1959 dan diumumkan secara
resmi oleh presiden pada tanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00 di depan Istana Merdeka
(Anshari, 1981: 99-100). Dekrit Presiden tersebut berisi:
1. Pembubaran konstituante;
2. Undang-Undang Dasar 1945 kembali berlaku; dan
3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
19
Manipol/USDEK), sementara golongan antikomunis mengkonsolidasi diri sebagai
kekuatan berpaham Pancasila yang lebih “murni” dengan menyingkirkan paham
komunisme yang tidak ber-Tuhan (ateisme) (Ali, 2009: 34). Dengan adanya
pertentangan yang sangat kuat ditambah carut marutnya perpolitikan saat itu,
maka Ir. Soekarno pun dilengserkan sebagai Presiden Indonesia, Melalui sidang
MPRS.
20
pembentukan UUD 1945, setelah terlebih dahulu dihapus 7 (tujuh) kata dari
kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya”, diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pada tahun 1950-an muncul inisiatif dari sejumlah tokoh yang hendak
melakukan interpretasi ulang terhadap Pancasila. Saat itu muncul perbedaan
perspektif yang dikelompokkan dalam dua kubu. Pertama, beberapa tokoh
berusaha menempatkan Pancasila lebih dari sekedar kompromi politik atau
kontrak sosial. Mereka memandang Pancasila tidak hanya kompromi politik
melainkan sebuah filsafat sosial atau weltanschauung bangsa. Kedua, mereka
yang menempatkan Pancasila sebagai sebuah kompromi politik. Dasar
argumentasinya adalah fakta yang muncul dalam sidang-sidang BPUPKI dan
PPKI. Pancasila pada saat itu benar-benar merupakan kompromi politik di antara
golongan nasionalis netral agama (Sidik Djojosukarto dan Sutan Takdir
Alisyahbana dkk) dan nasionalis Islam (Hamka, Syaifuddin Zuhri sampai
Muhammad Natsir dkk) mengenai dasar negara.
21
pluralisme tidak mendapat tempat untuk didiskusikan secara intensif. Sebagai
puncaknya, pada tahun 1985 seluruh organisasi sosial politik digiring oleh hukum
untuk menerima Pancasila sebagai satu-satunya dasar filosofis, sebagai asas
tunggal dan setiap warga negara yang mengabaikan Pancasila atau setiap
organisasi sosial yang menolak Pancasila sebagai asas tunggal akan dicap sebagai
pengkhianat atau penghasut. Dengan demikian, jelaslah bahwa orde baru tidak
hanya monopoli kekuasaan, tetapi juga memonopoli kebenaran.
Pada era orde baru, selain dengan melakukan pengkultusan terhadap
Pancasila, pemerintah secara formal juga mensosialisasikan nilai-nilai Pancasila
melalui TAP MPR NO. II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan
pengamalan Pancasila (P4) disekolah dan masyarakat. Tujuan dari P4 antara lain
adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila
sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan kesatuan
nasional akan terbentuk dan terpelihara. Selain sosialisasi nilai Pancasila dan
menerapkan nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa, dalam kegiatan penataran
juga disampaikan pemahaman terhadap UUD 1945 dan Garis Besar Haluan
Negara (GBHN).
22
Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik
mengandung arti bahwa Pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia merdeka
diimplementasikan sebagai berikut:
23
yang terkandung di dalamnya dijadikan metode berpikir, dalam arti dijadikan
dasar dan arah dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Aksiologis, yaitu bahwa
dengan epistimologis tersebut, pemanfaatan dan efek pengembangan ilmu
pengetahuan seacar negatif tidak bertentangan dengan Pancasila dan secara positif
mendukung atau mewujudkan nilai-nilai Pancasila.
Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18 Agustus 1945),
Pancasila telah mengalami perkembangan sesuai dengan pasang naiknya sejarah
bangsa Indonesia (Koento Wibisono, 2001) memberikan tahapan perkembangan
Pancasila sebagai dasar negara dalam tiga tahap yaitu:
a. Tahap 1945 – 1968 sebagai Tahap Politis
Dimana orientasi pengembangan Pancasila diarahkan kepada Nation and
Character Building. Hal ini sebagai perwujudan keinginan bangsa Indonesia
untuk survival dari berbagai tantangan yang muncul baik dari dalam maupun luar
negeri, sehingga atmosfir politik sebagai panglima sangat dominan. Pancasila
sebagai dasar Negara, menurut Notonagoro dan Driarkara, bahwa Pancasila
mampu dijadikan pangkal sudut pandangan dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan bahkan Pancasila merupakan suatu paham atau aliran filsafat
Indonesia, sehingga Pancasila tidak lahi djadikan alternatuf melainkan menjadi
suatu imperative dan suatu philosophical concensus dengan komitmen transenden
sebagai tali pengikat persatuan dan keatuan dalam menyongsong kehidupan masa
depan yang Bhineka Tunggal Ika.
24
melanda seluruh penjuru dunia, khususnya di abad XXI sekarang ini, bersamaan
arus reformasi yang sedang dilakukan oleh bangsa Indonesia. Reformasi telah
merombak semua segi kehidupan secara mendasar, maka semakin terasa
urgensinya untuk menjadi Pancasila sebagai dasar negara dalam kerangka
mempertahankan jati diri bangsa dan persatuan dan kesatuan nasional.
Berdasarkan hal tersebut diatas perlunya reposisi Pancasila yaitu reposisi
Pancasila sebagai dasar negara yang mengandung makna Pancasila harus
diletakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan
pada dimensi-dimensi yang melekat padanya.
Realitasnya bahwa nilai-nilai yang terkandung didalamnya
dikonkritisasikan sebagai ceminan kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat, suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat “sein im sollen dan
sollen im sein”.
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama
dengan bangsa Indonesia sejak dulu. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar
negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur negara Republik
Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yaitu pemerintah,
wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam kedudukannya merupakan dasar pijakan
penyelenggaraan negara dan seluruh kehidupan negara Republik Indonesia.
Pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia terbagi menjadi beberapa
tahap, yaitu Pancasila era pra kemerdekaan, Pancasila era kemerdekaan, Pancasila
era orde lama, Pancasila era orde baru, dan Pancasila era reformasi.
3.2 Saran
Pancasila yang merupakan ideologi dan jati diri bangsa Indonesia, saat
ini nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sudah mulai dilupakan dan
ditinggalkan oleh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, para generasi muda
harus dapat bersatu dan damai walau berbeda suku, budaya, dan agama. Dapat
berpikir rasional, demokratis, dan kritis dalam menuntaskan berbagai persoalan
26
yang terjadi. Memiliki semangat jiwa muda yang membangun Negara Indonesia,
dengan cara cinta tanah air dan rela berkorban, serta menjunjung tinggi nilai
nasionalisme anatara agama, budaya, dan suku bangsa agar tidak terjadi
perpecahan antar sesama bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
27
Wahid, A. (1995). Masa Depan Demokrasi di Indonesia: KumpulaN Pidato
Tentang Moral Politik sebagai Panduan Bagi Partai Kebangkitan Bangsa
dan Sekutunya . Jakarta: PKB Press.
28