Anda di halaman 1dari 32

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN RI

(KONSTITUSI)

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan

Dosen Pengampu: Eky Fallah Septiani, S.H,.M.H.

Disusun oleh :

1. Arif Rusda Dimaski (10122054)

2. Muhammad Nafi' (10122055)

3. Lailatun Najjah (10122056)

4. Vina Nailul Izza (10122073)

PROGAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

KELAS B

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI K.H. ABDURRAHMAN WAHID


PEKALONGAN

2022/2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Pancasila dan Kewarganegaraan yang diampu oleh Ibu Eky Fallah Septiani, S.H.,
M.H. dengan judul: "Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan RI (Konstitusi)".

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Kami sampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah berperan serta dalam proses penyusunan makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.

Pekalongan, 16 Maret2 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................ii

DAFTAR ISI ..................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................... 3

C. Tujuan Pembahasan .......................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................... 5

A. Sejarah dan Konsep Konstitusi di Indonesia .................................... 5

B. Hierarki Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia .................. 15

C. Kedudukan Pancasila dalam Ketatanegaraan RI ............................ 17

D. Hubungan Pancasila dengan Pembukaan dan Isi UUD 1945 ....... 21

E. Dinamika Pelaksanaan Pancasila dalam Ketatanegaraan RI .......... 24

BAB III PENUTUP ........................................................................... 28

A.Simpulan ......................................................................................... 28

B. Saran ............................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 29

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang becorak multi etnik, agama, ras, dan multi
golongan. Sesanti Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan
kemajemukan budaya bangsa dalam naungan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Wilayah negara yang membentang luas dari Sabang sampai
Merauke selain memiliki sumber daya alam (natural recsources) juga
mempunyai sumber daya budaya (cultural resources) yang beraneka ragam
coraknya.1 Kemajemukan Indonesia juga bertambah dengan diakuinya 6
(enam) agama resmi serta berbagai aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.

Sebagai sebuah negara bangsa yang sangat majemuk, Indonesia haruslah


memiliki perekat yang dapat mempersatukan seluruh keberagaman yang secara
nyata telah ada dan hidup dalam masyarakat. Perekat tersebut adalah konsep
filosofis yang dikenal sebagai Pancasila.

Pancasila adalah common platform dan common denominator bagi bangsa


Indonesia. Din Syamsudin yang meminjam istilah Al-Qur‟an menyampaikan
bahwa Pancasila dapat dipandang sebagai kalimatun sawa‟ atau “kata tunggal
pemersatu” bangsa Indonesia yang majemuk. Dalam hal ini Pancasila lebih
dari sekedar “pernyataan politik” (political statement), tapi juga “pernyataan

1
Multikultural: Perspektif Hukum Progresif, Makalah disampaikan dalam Seminar Hukum
Progresif I, Kerjasama Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Program Doktor Ilmu Hukum
dan Universitas Trisakti Jakarta, Semarang, 15 Desember 2007, 13

1
ideologis” (ideological statement). Sebagai pernyataan politik Pancasila
memang mempersatukan berbagai kepentingan dan aliran politik yang ada. 2

Seiring dengan euporia reformasi yang telah bergaung dalam beberapa


dekade terakhir, beberapa pihak berusaha memertanyakan kembali kedudukan
Pancasila sebagai fondasi berpijak bangsa ini. Dengan berbagai upaya,
berbagai pihak secara nyata mencoba menggoyah Pancasila hanya demi
kepentingan golongan mereka.

Adalah suatu ironi jika bangsa Indonesia mengabaikan Pancasila,


sementara di luar negeri banyak tokoh memuji Pancasila dan Bhinneka
Tunggal Ika sebagai sebuah model alternatif bagi dunia yang multikultural.
Paus Benediktus XVI di Spanyol dalam sambutan resminya pada pembukaan
konferensi Community of Sant‟ Egidio di Barcelona 2010 bahkan menyebut
kedua pilar bangsa Indonesia itu sebagai ideologi relevan untuk masyarakat
global dewasa ini.3 Pengakuan dari masyarakat internasional tersebut semakin
menguatkan kesadaran kita bahwa Pancasila merupakan fondasi yang tepat
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Setelah menyepakati Pancasila sebagai basis fundamental kehidupan


berbangsa, para pendiri negara (the founding fathers) Indonesia kemudian juga
memikirkan konsep negara hukum untuk menjaga agar negara baru Indonesia
berdaulat berdasarkan konstitusi bukan berdasarkan kekuasaan orang per
orang. Ketentuan tersebut kemudian dirumuskan dengan tegas dalam UUD
1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950. Negara hukum Indonesia tersebut
yang kemudian berdiri di atas fondasi falsafah hidup bangsa yaitu Pancasila.

Namun demikian, sebagaimana dalam Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) yang saat ini berlaku,
2
Din Syamsudin, Pidato Kebangsaan Negara Pancasila: Baituna Jannatuna, dalam Historisitas
dan Spiritualitas Pancasila, disampaikan dalam Refleksi Peringatan 67 Tahun Hari Lahir Pancasila,
Fraksi PDIP MPR RI, 88.

3
Ibid, 92.

2
istilah atau nama “Pancasila” tidak terdapat di dalam pembukaan ataupun di
dalam bagian dari konstitusi. Mengenai hal ini, Presiden RI ke-5, bahkan
pernah menyatakan bahwa persoalan sumber rujukan bahwa Pancasila sebagai
dasar negara dan sumber dari segala sumber hukum negara seringkali menjadi
pertanyaan yang sederhana namun sangat menohok. Pertanyaan yang menohok
tersebut adalah, ketika para penyelenggara negara dan pembuat undang-undang
harus mencari dasar rujukan tentang dokumen apakah yang bisa digunakan
oleh mereka sebagai referensi tentang Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum.4 Hal ini juga sering dipertanyakan oleh mahasiswa dalam
perkuliahan-perkuliahan Hukum Tata Negara maupun Ilmu Perundang-
Undangan.

Pancasila seakan-akan menjadi konsep yang setiap hari diperbincangkan,


namun tidak ditemukan penamaan secara tertulisnya dalam konstitusi
Indonesia. Oleh karena itu, dalam tulisan ini penulis bermaksud untuk
menelusuri konsep Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum
sekaligus merumuskan usaha implementasinya dalam bangunan negara hukum
Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah dan konsep konstitusi di Indonesia?

2. Bagaimana hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia?

3. Bagaimana kedudukan panncasila dalam ketatanegaraan RI?

4. Bagaimana hubungan pancasila dengan pembukaan dan isi UUD 1945?

5. Bagaimana dinamika pelaksanaan pancasila dalam ketatanegaraan RI?

4
Megawati Soekarnoputri, Pidato Kebangsaan Memperingati Hari Lahirnya Pancasila 1 Juni 2011
dalam Historisitas dan Spiritualitas Pancasila, disampaikan dalam Refleksi Peringatan 67 Tahun
Hari Lahir Pancasila, Fraksi PDIP MPR RI, 60.

3
C. Tujuan Pembuatan Makalah

1. Untuk mengetahui sejarah dan konsep konstitusi di Indonesia

2. Untuk mengetahui hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia

3. Untuk mengetahui kedudukan pancasila dalam ketatanegaraan RI

4. Untuk mengetahui hubungan pancasila dengan pembukaan dan isi UUD


1945

5. Untuk mengetahui dinamika pelaksanaan pancasila dalam ketatanegaraan RI

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Konsep Konstitusi di Indonesia


Konstitusi merupakan suatu fundamen atau arah dari suatu roda
kenegaraan yang akan dijalankan, dengan tujuan untuk membatasi kekuasaan
dalam negara, karena dalam suatu negara terdapat banyak pusat-pusat
kekuasaan. Oleh karena itu para pendiri negara sepakat untuk membatasi
kekuasaan tersebut dalam suatu aturan. Menurut Chairul Anwar, konstitusi
adalah fundamental laws tentang pemerintahan negara dan nilai-nilai
fundamentalnya, mempunyai fungsi khas untuk membatasi kekuasaan-
kekuasaan, mencegah kesewenang-wenangan serta gagasan konstitusional.5
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim mengatakan, bahwa sejak zaman
Yunani Purba istilah konstitusi telah dikenal, hanya konstitusi itu masih
diartikan materiil karena konstitusi itu belum diletakkan dalam suatu naskah
yang tertulis. Hal ini dapat dibuktikan pada paham Aristoteles yang
membedakan istilah politeia dan nomoi. Politeia diartikan sebagai konstitusi,
sedangkan nomoi adalah Undang-Undang biasa. Di antara kedua istilah
tersebut terdapat perbedaan yaitu bahwa politeia mengandung kekuasaan yang
lebih tinggi dari pada nomoi, karena politeia mempunyai kekuasaan
membentuk sedangkan pada nomoi kekuasaan itu tidak ada, karena ia hanya
merupakan materi yang harus dibentuk agar supaya tidak bercerai-berai.6
Dalam abad pertengahan timbul ajaran dari kaum monarchomachen
(monarkomaken), yaitu suatu ajaran yang membenci atau tidak senang
terhadap ekses kekuasaan raja yang bersifat absolut, sebagai akibat

5
Chairul Anwar, Konstitusi dan Kelembagaan Negara, (Jakarta: CV. Novindo Pustaka Mandiri,
1999), h.3-5
6
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,
(Jakarta: PSH Tata Negara Fak. Hukum UI, 1983), h.62

5
berkembangnya teori theokrasi pada waktu itu. Usaha untuk mencegah agar
raja tidak berbuat sewenang-wenang maka golongan ini menghendaki suatu
perjanjian yang membatasi kekuasaan raja. Perjanjian antara rakyat dan raja
dalam kedudukan sama tinggi dan sama rendah menghasilkan suatu naskah
yang disebut Leges Fundamental. Di dalamnya diatur dan ditetapkan hak dan
kewajiban masing-masing pihak. Dalam perkembangan sejarah sejak saat itu,
maka setiap kali diadakan perjanjian antara rakyat dan raja dibuatkan atau
dituangkan dalam naskah, yang di dalamnya terdapat hak dan kewajiban yang
berkaitan dengan hubungan pemerintahan (antara yang memerintah dan yang
diperintah)7
Konstitusi sebagai Undang-Undang Dasar dan hukum dasar yang
mempunyai arti penting atau sering disebut dengan “Konstitusi Modern”, baru
muncul bersamaan dengan semakin berkembangnya “Sistem Demokrasi
Perwakilan dan Konsep Nasionalisme”. Demokrasi Perwakilan muncul sebagai
pemenuhan kebutuhan rakyat akan kehadiran Lembaga Legislatif. Lembaga ini
diharapkan dapat membuat undang-undang untuk mengurangi serta membatasi
dominasi hak-hak raja. Alasan inilah yang mendudukkan konstitusi (yang
tertulis) itu sebagai hukum dasar yang lebih tinggi dari pada raja, sekaligus
terkandung maksud memperkokoh Lembaga Perwakilan Rakyat.
Kemudian Wirjono Prodjodikoro mengatakan, bahwa konstitusi
mengandung permulaan dari segala peraturan mengenai suatu Negara. Dengan
demikian suatu konstitusi memuat suatu peraturan pokok (fundamental)
mengenai soko guru-soko guru atau sendi-sendi pertama untuk menegakkan
bangunan besar yang bernama “Negara”.8
Dalam bahasa Latin, kata konstitusi merupakan gabungan dari dua kata,
yaitu cume dan statuere. Cume adalah sebuah preposisi yang berarti “bersama
dengan….”, sedangkan statuere berasal dari kata sta yang membentuk kata
kerja pokok stare yang berarti berdiri. Atas dasar itu, kata statuere mempunyai
arti “membuat sesuatu agar berdiri atau mendirikan/menetapkan”. Dengan
7
Rozikin Daman, Hukum…., Op Cit., h.87
8
Dahlan Thaib dkk, Teori Hukum dan Konstitusi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h.1

6
demikian bentuk tunggal (constitutio) berarti menetapkan sesuatu secara
bersama-sama dan bentuk jamak (constitusiones) berarti segala sesuatu yang
telah ditetapkan.9
Undang-Undang Dasar 1945 adalah merupakan salah satu konstitusi yang
paling singkat dan sederhana di dunia. UUD 1945 hanya terdiri dari 16 Bab, 37
Pasal, 4 Pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan. UUD 1945
memuat lima unsur antara laian kekuasaan negara, hak rakyat, kekusaan
ekskutif, legislatif dan yudikatif. Sedangkan untuk mengatur hal-hal pokok
yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan negara diserahkan
pengaturannya pada undang-undang yang lebih rendah.
Sejarah mencatat bahwa waktu dalam pembuatan UUD 1945 sangat
singkat, karena itu Soekarno pada waktu menyatakan berlakunya UUD 1945
tanggal 18 Agustus 1945 mengatakan bahwa UUD 1945 ini bersifat sementara,
nanti setelah kondisi kita bernegara sudah stabil kita dapat membuat UUD
yang lebih lengkap dan lebih sempurna.
Hal yang sangat menarik untuk diuraikan bahwa betapa para penyusun
konstitusi negara ini begitu percaya diri dengan semangat dan iktikad baik
penyelenggara negara. Meskipun UUD 1945 tidak lengkap dan tidak sempurna
tetap dapat menjalankan praktik pemerintahan yang baik. Pandangan semacam
ini tertulis secara eksplisit dalam bagian Penjelasan UUD 1945 sebagai berikut:
“ Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hal kehidupan negara
adalah semangat yaitu semangat para penyelenggara negara, semangat para
pemimpin pemerintahan. Meskipun UUD dibuat menurut kata-kata yang
bersifat kekeluargaan, apabila semangat penyelenggara negara, para pemimpin
pemerintahan bersifat perorangan, UUD tadi tidak ada artinya dalam praktik.
Sebaliknya meskipun UUD itu tidak sempurna, jika semangat para
penyelenggara negara dan pemerintahan itu baik, maka tentu UUD itu tidak
akan merintangi jalannya roda pemerintahan negara “.10

9
Dahlan Thaib dkk, OP Cit., h.7
10
Ismail MZ, Sejarah Perkembangan Konstitusi Ditinjau dari Perspektif Ketatanegaraan
Indonesia Sejak Zaman Kemerdeka , Orda Lama, Orda baru dan Era Reformasi Hingga Saat Ini,

7
Berdasarkan catatan ketatanegaraan Indonesia ada empat macam UUD
yang pernah perlaku di Indonesia yaitu :
a. UUD 1945 yang berlaku 18 Agustus 1945 sampai dengan tanggal 27
Desember 1949;
b. Konstitusi Republik Indonesia Serikat ( R I S ) berlaku 27 Desember
1949 sampai tanggal 17 Agustus 1950;
c. UUD Sementara Tahun 1950 berlaku 17 Agustus 1950 sampai dengan 5
Juli 1959;
d. UUD 1945 yang berlaku lagi sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5
Juli 1959.
Dalam masa keempat priode berlakunya UUD itu, UUD 1945 berlaku
dalam dua kurun waktu. Dalam waktu pertama telah berlaku UUD 1945
sebagaimana diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun II
Nomor 7. Kemudian kurun waktu kedua berlaku sejak Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 sampai sekarang. Dengan Dekrit itu UUD
1945 dinyatakan berlaku kembali. Kenapa kembali ke UUD 1945, karena
Mejelis Konstituante tidak berhasil menyelesaikan tugasnya untuk menyusun
UUD baru. Oleh karena itu perkembangan politik pada suatu negara akan
mempengaruhi perkembangan ketatanegaraan suatu bangsa, demikian juga
dengan bangsa Indonesia yang sudah mengalami dinamika politik pada setiap
periode pergantian rezim penguasa selalu memberikan pengaruh terhadap
perkembangan ketatanegaraan Indonesia. Perkembangan ketatanegaraan
Indonesia sejalan dengan tuntutan perubahan konstitusi di Indonesia seperti
yang akan diuraikan dalam pembahasan selanjutnya.
1. Periode Masa Berlakunya UUD 1945 Tanggal 18 Agustus 1945 sampai
dengan 27 Desember 1949.
Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal
17 Agustus 1945, Konstitusi Indonesia sebagai suatu revolusi groundwet untuk
pertama kalinya disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Pesiapan

http://journal.unmasmataram.ac.id/index.php/GARA, Vol. 14, No. 2, September 2020, hal. 617.

8
Kemerdekaan Indonesia ( PPKI ) dalam sebuah naskah yang dinamakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Berdasarkan Pasal III
Aturan Peralihan UUD 1945 memilih Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh
PPKI yang seharusnya dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR ).
Hal ini dapat dimaklumi karena sesuatu yang pertama kali dilakukan dan diatur
dalam kita bernegara, dan ketika itu MPR belum terbentuk.11
Menurut UUD 1945, Pemerintah Republik Indonesia dipimpin oleh
Presiden dan dibantu oleh seorang Wakil Presiden. Presiden selain sebagai
Kepala Negara, juga sebagai Kepala Pemerintahan. Presiden selain dibantu
oleh Wakil Presiden, juga dibantu oleh para menteri yang memimpin
departemen. Para Menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden ( Pasal 17
ayat (1 ), (2) dan (3). Wakil Presiden dan para Menteri sama-sama menjadi
pembantu Presiden, tapi sifat pembantuan diantara keduanya ada perbedaan.
Pertama : Wakil Presiden dipilih oleh MPR, sedangkan Menteri diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden;
Kedua : Wakil Presiden bukan pebantu Kepala Pemerintahan, tapi sebagai
pembantu Kepala Negara; Semnetara para Menteri adalah pembantu Kepala
Pemerintahan ( Pasal 17 ayat (3);
Ketiga : Wakil Presiden dapat mengganti posisi Presiden bila berhalangan
( Pasal 8 UUD 1945 ).
Sedangkan Menteri tidak dapat menggantikan Presiden, Kecuali dalam
waktu yang bersamaan Presiden dan Wakil Presiden juga berhalangan. Oleh
karena itu, tidak salah kalau dimata internasional Indonesia memproleh
tuduhan tidak melaksanakan pemerintahan yang demokratis. Secara formal
memang didukung secara konstitusional meskipun tuduhan itu tidak
mengandung kebenaran materiil. Namun demikian tuduhan dunia internasional
itu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan
politik yang dilakukan oleh seorang Presiden. Perjalanan sejarah telah
membuktikan bahwa UUD 1945 telah mengalami perkembangan pesat sejak

11
Ibid, 618.

9
ditetapkan sebagai konstitusi negara. Dalam kurung waktu kurang lebih dua
bulan perjalanan UUD 1945 terjadi perubahan ketatanegaraan Indonesia,
khususnya perubahan terhadap Pasal IV Aturan Peralihan yaitu dengan
dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945
yang menetapkan sebagai berikut :
“ Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan
Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat diserahi tugas Legislatif dan ikut serta
menetapkan garis-garis besar haluan negara.”
“ Bahwa pekerjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari berhubung dengan
gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah badan Pekerja yang dipilih antara
mereka serta bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat”.
Untuk menghindari adanya kesalah fahaman terhadap status dan fungsi
Badan Pekerja KNIP tersebut, pada tanggal 20 Oktober 1945 dikeluarkan
penjelasan yang intinya sebagai berikut :
1. Turut menetapkan garis-garis besar haluan negara. Ini mengandung arti
bahwa Badan Pekerja bersama-sama dengan Presiden menetapkan garis-
garis besar haluan negara, akan tetapi kebijakan peemerintahan tetap
ditangan Presiden;
2. Menetapkan undang-undang bersama-sama dengan Presiden, mengenai
segala urusan pemerintah.12
2. Priode Masa Belakunya Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Serikat ( RIS ) Tanggal 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950.
Perkembangan ketatanegaraan Republik Indonesia, mengalami perjalanan
pahit ketika Belanda memaksakan diri menunjukkan kepada dunia bahwa
republik yang telah diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945 sudah runtuh,
sudah tidak memiliki kedaulatan lagi. Belanda tiada henti-hentinya
menggunakan berbagai siasat unutk merongrong dan menguasai Republik
Indonesia kembali. BelQanda berusaha terus menerus membuat negara dalam
wilayah Republik Indonesia meskipun telah disetujui dan diakui secara de facto

12
Ibid, 618.

10
dalam persetujuan linggar jati. Pada tanggal 2 Nopember 1945 bertempat di
Den Haag, Belanda telah menyetujui hasil Konfrensi Meja Bundar ( KMB ).
Tanggal 27 Desember 1949 ditanda tangani naskah penyerahan kedaulatan dari
pemerintah Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat. Dalam
Konfrensi Meja Bundar para pihak menyepakati tiga hal yaitu :13
a. Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat;
b. Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat yang berisi 3
hal yaitu:
(1) Piagam penyerahan kedaulatan dari Pemerintah Kerajaan Belanda
kepada Pemerinrak RIS; Istilah penyerahan kedaulatan, Belanda
mengatakannya penyerahan kedaulatan kepada Indonesia, sedngkan kita
bangsa Indonesia menamakannya pengembalian kedaulatan atau
pemulihan kedaulatan, karena kitalah bangsa Indonesia yang memiliki
kedaulatan atas Indonesia yang telah diambil atau dirampas oleh
kolialisme Belanda. Istilah penyelarahan kita terima sebagai siasat atau
taktik agar Belanda lepas dari Indonesia.
(2) Statusnya Uni
(3) Persetujuan perpindahan;
c. Mendirikan uni antara Republik Indonesia Serikat dengan Kerajaan
Belanda.
Pada tahun 1949 tepatnya tanggal 27 Desember 1949 berubahlah
konstitusi Indonesia dari UUD 1945 menjadi UUD Republik Indonesia
Serikat. Berdasarkan UUD RIS ini bentuk negara kesatuan berubah
menjadi negara federal atau serikat. Indonesia yang semula berasal dari
satu negara berubah menjadi beberapa negara bagian. Sistim pemeritahan
juga ikut berubah dari sistim Presidensiil menjadi sistim Perlementer.
Kekuasaan Republik Indonesia Serikat dijalankan oleh Pemerintah
bersama-sama dengan DPR dan Senat. Tanggung jawab pelaksanaan
kebijakan pemerintah berada ditangan para Menteri baik secara bersama-

13
Ibid, 619.

11
sama maupun sendiri-sendiri bertanggung jawab Perdana Menteri. Selaku
Presiden pada Republik Indonesia Serikat tetap Soekarno, sedangkan Drs.
Moh. Hatta diangkat sebagai perdana Menteri pertama pada Republik
Indonesia Serikat. Pembentukan negara federal tidak memiliki landasan
konsepsional dan menurut kenyataannya negara federal merupakan upaya
kolonial Belanda untuk bagaimana menghancurkan Republik Indonesia
hasil Proklamasi 17 Agustus tahun 1945 dan pembentukannya pun
ditentang oleh sebagian besar rakyat Indonesia.

3. Periode Masa Belakunya UUD Sementara 1950 mulai tanggal 17 Agustus


1950 sampai dengan 5 Juli 1959.

Berdasarkan fakta periode belakunya konstitusi RIS tidak berumur


panjang, karena secara sosiologis dan filosofis isinya tidak bersumber dari
kehendak rakyat, dan juga tidak berdasarkan kehendak politik para politisi
Indonesia, melainkan rekayasa pihak kolonial Belanda agar tetap terus
bercokol menguasai Indonesia yang sudah dikuasai sejak ratusan tahun yang
lalu. Satu persatu negara bagian menggabungkan diri dan mengajukan tuntutan
utuk kembali kepada bentuk negara ksatuan Republik Indonesia.14

Dalam rangka kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia,


maka perlu menyiapkan satu naskah Undang-Undang Dasar. Untuk itu maka
dibentuklah suatu Panitia Bersama yang akan menyusun rancangannya. Segera
setelah rancangan itu selesai dibuat kemudian disahkan oleh Badan Pekerja
Komite Nasional Pusat pada tanggal 12 Agustus 1050, dan oleh DPR dan Senat
Republik Indonesia Serikat pada tanggal 14 Agustus 1950. Untuk selanjutnya
naskah Undang-Undang Dasar baru ini diberlakukan pada tanggal 17 Agustus
1950 yaitu dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950.
Undang-Undang Dasar Sementara 1950 ini bersifat mengganti, sehingga isinya
tidak mencerminkan perubahan terhadap konstutusi RIS 1949, karena ini hanya
menggatikan naskah Konstitusi Republik Indonesia Serikat dengan naskah

14
Ibid, 620.

12
yang baru dengan nama Udang-undang Dasar Sementara Tahun 1950. Seperti
halnya Konstitusi RIS, UUDS 1950 juga bersifat sementara. Hal ini terlihat
jelas dalam ketentuan Pasal 134, yang mengharuskan Konstituante bersama-
saama dengan pemerintah segera menyusun Undang-undang Negara Republik
Indonesia yang akan menggatikan UUDS 1950 itu. Berbeda dengan Konstitusi
RIS yang tidak sempat membentuk Konstituante seperti yang diamanatkan di
dalamnya. Amanat UUDS 1950 telah dilaksanakan sedemikian rupa sehingga
pemilihan umum pertama berhasil diselenggarakan pada bulan Desember tahun
1955 untuk memilih anggota Konstutuante. Pemilihan umum dilaksanaakan
berdasarkan Undang-Undang Nonor 7 Tahun 1953. Undang-undang Nomor 7
tahun 1953 berisi dua pasal yaitu :

Pertama : Mengatur ketentuan perubahan Konstitusi RIS menjadi UUDS


1950;

Kedua : Ketentuan mengenai tanggal mulai berlakunya UUDS 1950


menggantikan Konstitusi RIS yaitu tanggal 17 Agustus 1950. 15

Pasal 1 ayat ( 1 ) UUDS 1950 berbunyi “ Republik Indonesia yang


merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan
berbentuk kesatuan. Sedangkan ayat ( 2 ) berbunyi “ Kedaulatan Republik
Indonesia adalah ditangan Rakyat dan dilakukan oleh Pemerintah bersama-
sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Sistim pemerintahan adalah sistim
Perlementer,Karena tugas-tugas ekskutif dijalankan dan
dipertanggungjawabkan oleh Menteri-Menteri baik secara bersama-sama
maupun sendiri-sendiri kepada DPR. Presiden selaku Kepala Negara tidak
dapat diganggu gugat, karena kepala negara dianggap tidak pernah melakukan
kesalahan, tapi apabila DPR dianggap atau dinilai tidak refresentatif, maka
Presiden dapat membubarkan DPR ( Dasril Radjab, 2005 : 202 ).
Majelis Konstituante yang dipilih pada Pemilu tahun 1955 tidak berhasil
menyelesaikan tugasnya untuk menyusun UUD baru, sehingga Presiden

15
Ibid, 620.

13
Soekarno berkesimpulan bahwa Konstituante telah gagal dalam melaksanakan
tugas yang sesuai dengan amanat konstitusi. Keputusan kembali ke UUD 1945
dan pembubaran Konstituante adalah titik awal perakhirnya proses demokrasi
di Indonesia, karena Indonesia akan memasuki era Demokrasi terpimpin untuk
memenuhi ambisi politik Soekarno dan tentara yang watak kekuasaannya
otoriter. Tindakan Soekarno mengeluarkan Dekrit dan membubarkan
Konstituante menurut Buyung Nasution itu merupakan kudeta konstitusional
dan merupakan suatu kesalahan besar yang menjauhkan bangsa Indonesia dari
cita-cita pembentukan negara demokrasi yang konstitusional.

4. Priode Berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945 yang mulai


berlaku 5 Juli 1959 sampai dengan Oktober 1999.

Pada priode ini UUD 1945 berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dasar
hukum Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit dituangkan dalam bentuk
Keputusan Presiden Nomor 150 Tahun 1959 . Dekrit itu berisi membubarkan
Konstituante, berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlaku lagi UUDS
1950, membentuk MPRS dan DPAS. Apabila kita baca konsideran Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 yang dimuat dalam Keppres Nomor 150 Tahun 1959,
Dekrit dikeluarkan dengan alaasan :16

1. Bahwa anjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali ke UUD 1945 yang
disampaikan kepada seluruh Rakyat Indonesia dengan amanat Presiden tanggal
22 April 1959, tidak memproleh keputusan dari Konstituante sebagaimana
yang ditentukan dalam UUD Sementara;

2. Bahwa dengan pernyataan sebagian besar anggota Sidang Pembuat UUD


untuk tidak menghadiri sidang lagi, dan Konstituante tidak mungkin
menyelesaikan yang dipercayakan oleh rakyat Indonesia;

3. Bahwa hal demikian itu akan menimbulkan keadaan ketatanegaraan yang


membahayakan persatuan dan keselamatan negara serta merintangi
pembangunan semesta untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.
16
Ibid, 620.

14
4. Bahwa dengan dukungan sebagian besar rakyat Indonesia serta didorong
oleh keyakinan kami sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunya jalan
untuk menyelamatkan negara Proklamasi 17 Agustus 1945;
5. Bahwa kami berkeyakinan bahwa piagam jakarta tanggal 22 Juni 1945
menjiwai UUD 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan
konstitusi tersebut.

B. Hierarki Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia

Mengenai tata urutan peraturan perundang-undangan diatur dalam UU No.


10 Tahun 2004 dan sekaligus merupakan koreksi terhadap pengaturan hirarki
peraturan perundang-undangan yang selama ini pernah berlaku yaitu TAP
MPR No. XX Tahun 1966 dan TAP MPR No. III Tahun 2000. Untuk lebih
jelasnya Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan tersebut adalah :17
1. TAP MPR No. XX Tahun 1966
1.1 UUD RI 1945
1.2 TAP MPR
1.3 UU/Perpu
1.4 Peraturan Pemerintah
1.5 Keputusan Presiden
1.6 Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya, seperti : Peraturan
Menteri dan Instruksi Menteri
2. TAP MPR No. III Tahun 2000

2.1 UUD RI 1945

2.2. TAP MPR RI

2.3 UU 2.1.4 Perpu

2.4. Peraturan Pemerintah

2.5. Keputusan Presiden

17
Hasanuddin Hasim, Hierarki Peraturan Perundang-undangan Negara Republik Indonesia
Sebagai Suatu Sistem, Madani Legal Review, Vol 1. No. 2 Desember 2017, hal. 125

15
2.6. Peraturan Daerah

3. Undang-Undang No. 10 Tahun 2004

3.1 UUD RI 1945

3.2 UU/Perpu

3.3 Peraturan Pemerintah

3.4 Peraturan Presiden

3.5 Peraturan Daerah, seperti :

pertama, Perda Provinsi dibuat DPRD Provinsi dengan


Gubernur, kedua, Perda Kabupaten/ Kota dibuat oleh DPRD
Kabupaten/ Kota bersama Bupati/Walikota dan Peraturan
Desa/ Peraturan yang setingkat dibuat oleh BPD atau nama
lainnyabersama dengan Kepala Desa atau nama lainnya.

4. Undang-undang No. 12 Tahun 201118

4.1. UUD RI 1945

4.2. TAP MPR 2.4.3 UU/Perpu

4.3. Peraturan Pemerintah

4.4. Peraturan Presiden

4.5. Peraturan Daerah Dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011


ini, maka TAP MPR Nomor XX Tahun 1966 dan TAP MPR No. III Tahun
2000 dicabut dan tidak berlaku lagi, karena tidak sesuai dengan prinsip
demokrasi dan prinsip-prinsip negara hukum yang antara lain : Pertama,
Soal Ketetapan MPR/ MPRS, karena Ketetapan MPR/ MPRS tidak tepat
dikatagorikan sebagai peraturan perundang-undangan. Kedua, Soal Perpu,
karena kedudukannya dibawah Undang Undang, menurut TAP MPR No.

18
Ibid, 126.

16
III Tahun 2000, soal ini tidak tepat dan menempatkan kedudukannya sama
dengan Undang-Undang dalam UU No. 10 Tahun 2004. Ketiga,
Keputusan Menteri yang diatur dalam TAP MPRS No. XX Tahun 1966.
Keputusan Menteri tersebut tidak mempunyai dasar yuridis. keempat, Kata
“dan lain-lain“ yang tersebut dalam dalam TAP MPRS No. XX Tahun
1966 sempat membingungkan karena dapat menimbulkan berbagai
penafsiran. Kelima, Soal “Instruksi“ yang dimasukkan dalam golongan
peraturan perundang-undangan adalah soal yang tidak tepat. Dan kelima,
Menempatkan UUD 1945 sebagai peraturan perundang undangan adalah
suatu hal yang tidak tepat, karena UUD 1945 merupakan norma dasar atau
kaidah-kaidah dasar bagi pengaturan Negara dan merupakan landasan
filosofis dari Negara yang memuat aturan-aturan pokok Negara,
sedangkan yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adaalah
dimulai dari Undang-Undang ke bawah sampai dengan Perda yang
merupakan peraturan-peraturan pelaksanaan.

C. Kedudukan Pancasila dalam Ketatanegaraan RI

1. Kedudukan Pancasila sebagai Sumber dari Segala Hukum

Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri
dari dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan sila berarti prinsip atau
asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan
bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila sebagai sumber dari
segala hukum atau sebagai sumber tertib hukum Indonesia maka setiap produk
hukum harus bersumber dan tidak boleh bertentangan dengan
Pancasila.19
Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD
1945, kemudian dijelmakan atau dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok
pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD1945, yang pada akhirnya
19
Citra Anugrah Lifany, dkk. Pancasila Dalam Konteks Ketatanegaraan Republik Indonesia, hal.
6. https://www.studocu.com/id/document/institut-agama-islam-negeri-bukittinggi/sosial-
media/pancasila-dalam-konteks-ketatanegaraan-r/34998418, (2022).

17
dikongkritisasikan atau dijabarkan dari UUD 1945, serta hukum positif
lainnya. Pancasila sebagai dasar filsafat negara, pandangan hidup bangsa serta
idiologi bangsa dan negara, bukanlah hanya untuk sebuah rangkaian kata- kata
yang indah namun semua itu harus kita wujudkan dan diaktualisasikan di
dalam berbagai bidang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Konsep negara yang digunakan di Indonesia popular dengan nama
rechtsstaat, sementara itu untuk memberikan ciri “ke Indonesiaanya”,
jugadikenal dengan istilah Negara Hukum dengan menambah atribut
“pancasila‟ sehingga menjadi “Negara Hukum Pancasila”.
Pancasila sebagai dasar negara menunjukkan bahwa Pancasila itu sebagai
sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari seluruh tertib hukum yang
ada di negara RI. Berarti semua sumber hukum atau peraturan-peraturan mulai
dari UUD`45, Tap MPR, Undang-Undang, Perpu (Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang), PP (Peraturan Pemerintah), Keppres(Keputusan
Presiden), dan seluruh peraturan pelaksanaan yang lainnya, harus berpijak pada
Pancasila sebagai landasan hukumnya.
Semua produk hukum harus sesuai dengan Pancasila dan tidak
boleh bertentangan dengannya. Oleh sebab itu, bila Pancasila diubah, maka
seluruh produk hukum yang ada dinegara RI sejak tahun 1945 sampai
sekarang, secara otomatis produk hukum itu tidak berlaku lagi. Atau dengan
kata lain, semua produk hukum sejak awal sampai akhir, semuanya, „Batal
Demi Hukum karena sumber dari segala sumber hukum yaitu Pancasila, telah
dianulir. Oleh sebab itu Pancasila tidak bisa diubah dan tidak boleh diubah.
Nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi atau falsafah terlahir dan
telah membudaya didalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Nilai-nilai
itu tertanam dalam hati, tercermin dalam sikap dan perilaku serta kegiatan
lembaga-lembaga masyarakat. Dengan perkataan lain, Pancasila telah
menjadi cita-cita moral bangsa Indonesia, yang mengikat seluruh warga
masyarakat baik sebagai perorangan maupun sebagai kesatuan bangsa. Namun
demikian, nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara harus diimplementasikan

18
sebagai sumber dari semua sumber hukum dalam negara dan menjadi
landasan bagi penyelenggaraan negara.
Upaya mengurai nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara memiliki
cakupan yang luas sekaligus dinamis. Luas dalam arti mencakup seluruh
aspek kehidupan sosial, ekonomi dan lingkungan. Dinamik mengandung arti
memberi ruang reaksi terhadap perubahan lingkungan strategis. Dengan kata
lain, upaya mengurai nilai-nilai Pancasila adalah hal yang tidak pernah selesai
sejalan dengan perjalanan bangsa Indonesia mencapai tujuan nasional.
Keluasan dan kedinamikan tersebut dapat ditarik melalui pancaran nilai
dari kelima sila Pancasila. Implementasi nilai-nilai tersebut ditunjukkan
dengan perilaku dan kualitas SDM di dalammenjalankan kehidupan
nasional menuju tercapainya tujuan negara.

2. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup

Nilai-nilai Pancasila yang telah diwariskan oleh pendiri bangsa Indonesia


merupakan intisari dan puncak dari sosolal budaya yang senantiasa melandasi
tata kehidupan sehari-hari. Tata nilai budaya yang telah berkembang dan
dianggap baik, serta diyakini kebenarannya ini dijadikan sebagai pandangan
hidup dan sumber nilai bagi bangsa Indonesia. Sumber nilai tersebut antara lain
adalah:20

1. Ketuhanan yang Maha Esa

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

3. Persatuan Indonesia

4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan perwakilan

5. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

3. Pancasila Sebagai Dasar Negara

20
Ibid, 7.

19
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang tercantum pada alinea IV
pembukaan UUD 1945 yang merupakan landasan yuridis konstitusional dan
dapat disebut sebagai ideologi negara.21
Sebagai dasar negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara
hukum sehingga semua peraturan hukum / ketatanegaraan yang bertentangan
dengan pancasila harus dicabut Perwujudan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar
negara, dalam bentuk peraturan perundang undangan bersifat imperative
(mengikat) bagi:

a) Penyelenggaraan Negara

b) Lembaga kenegaraani

c) Lembaga kemasyarakatan

d) Warga negara Indonesia dimana pun berada, dan

e) Penduduk di seluruh wilayah negara kesatuan republik Indonesia

Dalam tinjauan yuridis konstituisi, Pancasila sebagai dasar negara


berkedudukan sebagai norma objektif dan norma tertinggi dalam negara,
ketetapan MPRS No.XX/MPRS/ 1966. Tap MPR No. V/MPR/ 1973. Tap.
MPR No.IX/ MPR / 1978. Penegasan kembali Pancasila sebagai dasar negara,
tercantum dalam Tap MPR No XVIII/MPR/1998,
Sebagai dasar negara Pancasila dipergunakan untuk mengatur seluruh
tatanan kehidupan bangsa dan negara Indonesia, artinya segala sesuatu yang
berhubungan dengan pelaksanaan sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) harus berdasarkan Pancasila. Hal ini berarti juga
bahwa semua peraturan yang berlaku di negara Republik Indonesia harus
bersumberkan kepada Pancasila.
Hal ini tidak serta-merta memutuskan pancasila sebagai dasar negara.
Pemilihan pancasila didapati oleh pendiri negara dengan cara yang istimewa
dan dengan perjuangan yang luar biasa. Ada beberapa aspek yang mendasari

21
Ibid, 8.

20
pendiri bangsa menetapkan Pancasila sebagai dasar negara. Aspek yang
mendasari dipilihnya pancasila adalah sebagai berikut:
1 Aspek pluralisme kehidupan masyarakat Indonesia.
2 Aspek alamiah ketahanan nasional
3. Aspek budaya
4. Aspek agama
5. Aspek persamaan nasib22
Maka Pancasila merupakan intelligent choice karena mengatasi
keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap
adanya perbedaan. Penetapan Pancasila sebagai dasar negara tak hendak
menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi merangkum semuanya dalam
satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam seloka
"Bhinneka Tunggal Ika".

D. Hubungan Pancasila dengan Pembukaan dan Isi UUD 1945

1. Pancasila dan Pembukaan UUD 1945

Pembukaan Undang-Undang dasar 1945 yang terdiri dari 4 alenia berisi


nilanilai luhur bangsa yang didalamnya terdapat Pancasila dasar negara.
Rangkain alenia dalam pembukaan UUD 1945 menggambarkan proses
berbangsa dan bernegara.

Proses tersebut adalah:

1) Terjadinya negara tidak sekedar dimulai dari proklamasi tetapi adanya


pengakuan akan hak setiap bangsa untuk memerdekakan dirinya.

2) Adanya perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan.

3) Terjadinya negara Indonesia adalah kehendak bersama seluruh bangsa


Indonesia, sebagai suatu keinginan luhur bersama.

22
Ibid, 9-10.

21
4) Negara Indonesia perlu menyusun alat-alat kelengkapan negara yang
meliputi tujuan negara, bentuk negara, sistem pemerintahan negara, UUD
negara dan dasar negara.

Hubungan antara Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 adalah secara


formal maupun material. Secara formal bahwa Pancasila dasar negara terdapat
dalam pembukaan UUD 1945 tepatnya pada alenia IV. Secara material bahwa
Pancasila merupakan norma dasar bernegara yang nantinya menentukan
pembertukan tertib hukum di Indonesia. Pancasila menjadi inti dari Pembukaan
UUD 1945.

Pada awalnaya sidang BPUPKI I berkehendak untuk merumuskan dasar


negara. Rumus dasar negara selanjutnya banyak dikemukakan oleh para pendiri
negara, termasuk Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 dengan nama
Pancasila.23

2. Pancasila dan (Batang Tubuh) UUD 1945

Hubungan antara norma fundamental negara yaitu Pancasila dengan aturan


dasar negara (UUD 1945) dapat dilihat pada penjelasan UUD 1945 yaitu
penjelasan umum angka II sebagai berikut : “Undang Undang Dasar
menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan di
dalam pasal-pasalnya.

Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan Undang Undang


Dasarnegara Republik Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-
cita hokum (rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara baik hukum dasar
yang tertulis (Undang Undang Dasar) maupun hukum dasar yang tidak tertulis.
Undang Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini di dalam pasal-
pasalnya”. Dalam penjelasan umum UUD 1945 ditegaskan bahwa Pancasila
adalah cita hokum (Rechidise) yang menguasai hukum dasar negara baik
tertulis maupun tidak tertulis.

23
Wulan Rahmadani, "Sumber Yuridis Pancasila Sebagai Dasar Negara". (2021)

22
Pancasila sebagai landasan filosofi untuk pedoman dalam menemukan
muatan-muatan hukum. Peranan Pancasila memimbing pemikiran para
pembentuk hukum sekaligus memberikan landasan yang kuat terhadap produk
hukum. Landasan norma dasar sangat diperlukan dalam pembentukan hukum,
tanpa landasan norma dasar sulit untuk dibentuk bahkan akan kehilangan
kekuatan spritualnya.

Dalam ketetapan MPR RI No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum Dan


Tata Urutan Peraturan Perundang undangan disebutkan bahwa Pancasila
merupakan sumber hukum dasar nasional Indonesia. Sumber hukum adalah
sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan peraturan perundang-
undangan.

Adapun jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan negara Indonesia


menurut MPR adalah sebagai berikut:

1) Undang Undang Dasar 1945

2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

3) Undang-Undang

4) Peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang (Perpu)

5) Peraturan pemerintah

6) Keputusan Presiden

7) Peraturan Daerah

Dengan demikian jelas bahwa pancasila desar negara merupakan sumber


hukum dasar bagi penyusunanan perundangan negara. UUD 1945 adalah
peraturan perundangan tertinggi negara Indonesia yang bersumberkan pada
Pancasila.24

24
Wulan Rahmadani, "Sumber Yuridis Pancasila Sebagai Dasar Negara". (2021)

23
E. Dinamika Pelaksanaan Pancasila dalam Ketatanegaraan RI

1. Dinamika Pancasila Era Orde Lama

Periode orde lama dimulai di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno


berlangsung anara tahun 1959-1966. Pada masa ini, penerapan Pancasila pada
bisa dikatakan masih berada pada keadaan kacau karena kondisi sosial
budayanya berada dalam suasana peralihan dari rakyat terjajah menjadi rakyat
yang merdeka. Pada masa orde lama Pancasila mengalami ideologisasi, yang
dapat diartikan bahwa Pancasila sedang berusaha dibangun dan ditanamkan
sebagai keyakinan dan kepribadian bangsa Indonesia.25

Pengimplementasian Pancasila pada masa orde lama terutama dalam


sistem ketatanegaraan belum sepenuhnya diterapkan. Demokrasi tidak berada
pada kekuasaan rakyat yang dipimpin dengan nilai-nilai Pancasila, melainkan
kekuasaan tertinggi berada di tangan Presiden Soekarno melalui Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 sehingga dijuluki sebagai masa Demokrasi Terpimpin. Ir.
Soekarno menjadikan Pancasila sebagai bagian dari revolusi Indonesiaa dan
melakukan pemahaman Pancasila dengan paradigma USDEK.

Pada saat ini pula, timbul penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila


dalam konstitusi. Akibat yang ada Presiden Soekarno menjadi Presiden yang
otoriter, yang mengangkat dirinya menjadi Presiden dengan jabatan seumur
hidup, bahkan menggabungkan paham nasionalisme, komunis dan agama yang
sangat bertolak belakang dengan NKRl.

Artinya, di era orde lama Pancasila telah dimanfaatkan sebagai senjata


politis dan ideologis. Akibatnya, banyak terjadi pemberontakan akibat
singgungan dan perbedaan kepentingan antara Presiden Soekarno, militer,

25
Badriyatus Salma, Syavina Damar Rosi, Zhafirah Khatir, Riska Andi Fitriono, Studi Tentang
dinamika pancasila dari Masa ke Masa, Intelektiva Vol. 4 No.3 November 2022, hal. 133.

24
partai komunis, dan kelompok Islam. Puncak kerusuhan terjadi saat meletusnya
pemberontakan komunis yang dikenal dengan Gerakan G30S/PKI. 26

2. Dinamika Pancasila Era Orde Baru

Peristiwa G-30S/PKI mewarnai berakhirnya pemerintahan orde lama.


Kondisi Indonesia yang semakin parah dan tak kunjung ada penyelesaian yang
berarti dari pemerintah membuat masyarakat menganggap presiden tidak
mampu lagi menangani kericuhan akibat pemberontakan partai komunis
tersebut. Atas tuntutan rakyat, Presiden Soekarno akhirnya menunjuk Letjen
Soeharto untuk mengambil tindakan dalam rangka menjamin keamanan,
ketenangan, dan stabilitas pemerintahan melalui Surat Perintah Sebelas Maret
1966 (Supersemar). Hal inilah yang menjadi awal berakhirnya pemerintahan
orde lama, hingga demokrasi terpimpin resmi berakhir dengan turunnya Ir.
Soekarno sebagai presiden digantikan oleh Presiden Soeharto.27

Pemerintahan orde baru berupaya menjalankan Pancasila secara murni


dan konsekuen sebagai perbaikan dari masa sebelumnya yang dianggap telah
menyimpang dari Pancasila. Pemerintah orde baru dianggap mampu
mempertahankan Pancasila setelah berhasil menumpas pergerakan komunis
dan menjalankan program P4 (Pedoman dan Penghayatan Pancasila). Namun
hal ini tidak berlangsung lama, dalam pelaksanaannya kebijakan-kebijakan
yang dikeluarkan pemerintah justru menyeleweng dari nilai-nilai luhur
Pancasila. Pancasila ditfsirkan demi kepentingan kekuasaan dan dimanfaatkan
oleh pihak-pihak tertentu yang sangat merugikan kepentingan rakyat.28

Pada masa pemerintahannya Presiden Soeharto juga melarang segala


bentuk kritikan terhadap pemerintah karena dinggap mampu mengganggu
stabilitas nasional. Hal ini jelas-jelas bentuk pertentangan terhadap nilai
kerakyatan dalam sila ke-4 Pancasila, dimana seharusnya pemerintah

26
Ibid, 133.
27
Ibid, 133.
28
Ibid, 134.

25
menjujung tinggi asas demokrasi. Melalui kebijakan ini, kebebasan rakyat dan
media masa sangat dibatasi sehingga rakyat kehilanggan peranannya untuk
mengontrol jalannya pemerintahan. Beberapa tindakan lain di era orde baru,
yang dianggap tidak sesuai dengan ideologi Pancasila antara lain yaitu :

1.) Pancasila ditafsirkan secara sepihak melalui program P4 yang dijalankan


pemerintah.

2.) Marak terjadi Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) di kalangan pejabat
tinggi negara.

3.) Pembatasan pers dan pembentukan Departemen Penerangan sebagai


lembaga sensor agar setiap media yang di muat media tidak ada yang
menjatuhkan pemerintah.

4.) Diskriminasi terhadap masyarakat non pribumi dan golongan minoritas.

5.) Pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia seperti pembunuhan yang terjadi
di Timor Timur, Aceh, Irian Jaya, dan Tanjung Priok.

Puncak kegagalan era orde lama terjadi pada tahun 1997, dimana terjadi
krisis ekonomi dan moneter yang cukup parah. Peristiwa tersebut kemudian
memicu aksi demonstrasi besar-besaran yang menuntut turunnya presiden
Soeharto setelah berkuasa selama 32 tahun. 29

3. Dinamika Pancasila Era Reformasi

Reformasi lahir dengan tujuan untuk meciptakan pembaruan atau sebuah


sistem baru yang mampu menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara ke ranah yang lebih baik. Berikut beberapa peran Pancasila di Era
Reformasi:
1) Pancasila berperan sebagai paradigma ketatanegaraan. Di sini pancasila
memiliki arti sebagai dasar negara yang berperan besar dalam melaksanakan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai- nilai yang tercantum dalam teks

29
Ibid, 134.

26
pancasila harus sesuai dengan sistem ketatanegaraan Indonesia yang menganut
sistem pemerintahan demokrasi. Dikutip dari Ekatjahjana tahun 2015 bahwa
konsep pancasila dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, yaitu:30

a. Terjalinnya hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-


kekusaan negara.

b. Penyelesaian sengketa secara musyawarah, sedangkan peradilan merupakan


sarana terakhir.

c. Hak-hak asasi manusia yang tidak hannya menekankan hak atau kewajiban,
terjalinnya suatu keseimbangan antara hak dan kewajiban.

2) Pancasila berperan sebagai paradigma pembangunan:


Pancasila sebagai dasar negara Indonesia memiliki peran dalam aspek
pembangunannasional dengan berlandasan nilai-nilai Pancasila yang berfungsi
untuk mengembangkan dan membangun sebuah visi dan menjadi referansi
kritik terhadap pelaksanaan pembangunan nasional. Pancasila berperan sebagai
paradigma pembangunan mempunyai berbagai bidang pembangunan, seperti:

a. Bidang politik: dengan tujuan membentuk sebuah pemerintahan dengan


sistem demokratis, dimana didalam pemerintahannya menjunjung
kebebasan pendapat, terbuka, adil dan akuntabel.

b. Bidang ekonomi: menjunjung agar kebijakan ekonomi berjalan secara


adil dan ditunjukkan sebesar besarnnya untuk kemakmuran rakyat.

c. Bidang sosial budaya: Indonesia memiliki keragaman budaya disetiap


daerahnya, maka dari itu tujuan dari bidang ini adalah mampu
meningkatkan harkat dan martabak manusia. d. Bidang hukum: bertujuan
untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.31

30
Ibid, 134-135.
31
Ibid, 135.

27
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Kedudukan Pancasila dalam ketatanegaraan Republik Indonesia sebagai


sumber hukum berarti segala sesuatu yang menunjang kehidupan berbangsa dan
bernegara harus sesuai dan selaras dengan Pancasila. Pancasila bukan hanya dasar
negara, tetapi juga pandangan hidup dan dasar negara. Masing-masing
menganggap Pancasila sebagai filter yang menyaring semua pandangan ke depan
terhadap pandangan Pancasila dan Pancasila landasan fundamental dari bangunan
bangsa Indonesia yang menopang kehidupan dan keberlanjutan bangsa Indonesia.

Pelaksanaan dinamika Pancasila dalam menegakkan ketatanegaraan bukan


semata-mata dilihat dengan mata awam pancasila, tetapi pancasila diuraikan
menjadi undang-undang yang terperinci yang sesuai dengan aspek dan tujuan
bangsa.

B. Saran

Kita sebagai bangsa Indonesia, supaya mampu mencermati nilai-nilai yang


terkandung dalam Pancasila. Dalam konteks berbangsa dan bernegara, sebagai
masyarakat kita harus menjalankan dan melaksanakan ketatanegaraan sesuai
dengan Pancasila.

Penyimpangan-penyimpangan terhadap nilai-nilai hukum, baik yang sudah


tertulis dan tertuang dalam kitab perundang-undangan maupun yang sudah
mengalir dalam konvensi, perlu adanya suatu evaluasi untuk menciptakan suasana
masyarakat yang kondusif.

28
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, C. (1999). Konstitusi dan Kelembagaan Negara. Jakarta: CV. Novindo


Pustaka Mandiri.
Hasim, H. (2017). Hierarki Peraturan Perundang-undangan. Madani Legal Review
Vol 1. No. 2.

Moh. Kusnardi, H. I. (1983). Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta:


PSH Tata Negara Fak. Hukum UI.

MZ, I. (2020). Sejarah Perkembangan Konstitusi Ditinjau dari Perspektif


Ketatanegaraan Indonesia Sejak kapan Kemerdekan , Orda Lama, Orda
baru dan Era Reformasi Hingga Saat Ini. Jurnal Unmas Mataram Vol. 14,
No. 2.

Rahmadani, W. (2021). Sumber Yuridis Pancasila Sebagai Dasar Negara. STIE


AKBP Padang.

Salma, B., Rosi, SD, Khatir, Z., & Fitriono, RA (2022). Studi Tentang Dinamika
Pancasila dari Masan ke Masa. Jurnal Ekonomi, Sosial & Humaniora , 4
(03).

Thaib, D. (1999). Teori Hukum dan Konstitusi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

29

Anda mungkin juga menyukai