Anda di halaman 1dari 35

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI KPH SUMEDANG,

PERUM PERHUTANI DIVISI REGIONAL


JAWA BARAT DAN BANTEN

ERIG RYANDA DRAJAT GINTING

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Kebakaran


Hutan di KPH Sumedang Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat dan Banten
adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016

Erig Ryanda Drajat Ginting


NIM E44120052
ABSTRAK
Potensi kebakaran hutan dianalisis berdasarkan kegiatan pengendalian
kebakaran hutan dan sumber penyebab kebakaran hutan (faktor alam dan manusia).
Upaya pengendalian kebakaran hutan saat ini dilakukan dengan melibatkan
masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji faktor penyebab kebakaran
hutan dan upaya pengendalian kebakaran hutan di KPH Sumedang. Penelitian ini
dilakukan dengan pengisian kuisioner berdasarkan hasil wawancara. Hasil
penelitian menunjukan bahwa kebakaran hutan di KPH Sumedang disebabkan
karena faktor kesengajaan oleh sebagian masyarakat disekitar kawasan hutan.
Pembersihan lahan oleh masyarakat dengan cara pembakaran tetap memiliki resiko
yang dapat menimbulkan kebakaran hutan walaupun masyarakat menggunakan
sistem pembakaran terkendali. Upaya pengendalian kebakaran hutan di BKPH
Tomo Utara meliputi pencegahan, pemadaman, dan penanganan pasca terbakar,
namun pelaksanaanya masih belum optimal.

Kata Kunci : kebakaran hutan, pengendalian kebakaran hutan, peran masyarakat

ABSTRACT

Potential of forest fires analyzed based on the activity of forest fires control
and other causes of forest fires (natural and human factors). Forest fires control
efforts currently has done by involving the community. The aims of research to
examine the causes of forest fires and forest fire control efforts in KPH Sumedang.
The research was done by filling questionnaire based on the results of the interview.
The yield showed that the forest fires in KPH Sumedang was caused by factors of
deliberate action of some communities around the forest area. The riddance of lands
by burning still have risks which can cause forest fires even though community
using the restrained burning system. The efforts of forest fires control in BKPH of
North Tomo including a prevention, suppression, and handling of burning, but the
implementation is still not optimal.

Keywords: forest fires, forest fire control, community role


POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI KPH SUMEDANG
PERUM PERHUTANI DIVISI REGIONAL
JAWA BARAT DAN BANTEN

ERIG RYANDA DRAJAT GINTING

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjuduk Potensi Kebakaran
Hutan di KPH Sumedang Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat dan Banten.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Bambang Hero
Saharjo, MAgr selaku pembimbing yang telah banyak memberi arahan, saran dan
waktu luang sehingga skripsi dapat terselesaikan dengan baik. Terwujudnya karya
tulis ini tidak terlepas dari dukungan maupun bantuan dari pihak KPH Sumedang,
untuk itu penulis menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya. Ucapan
terimakasih setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada orangtua tercinta serta
keluarga besar yang selalu mendoakan keberhasilan penulisan skripsi ini.
Terimakasih kepada teman-teman dan kepada seluruh Fahutan 49 yang
memberikan dukungan dan semangat sehingga skripsi dapat terselesaikan dengan
baik.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga
penulis mengharapkan kritik maupun saran dari semua pembaca. Semoga skripsi
ini bermanfaat bagi berbagai pihak.

Bogor, September 2016

Erig Ryanda Drajat Ginting


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE PENELITIAN 2
Lokasi dan Waktu Penelitian 2
Alat dan Bahan 2
Prosedur Penelitian 2
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4
Profil KPH Sumedang 4
Profil Desa Penelitian 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Tingkat Kerawanan Kebakaran Hutan Berdasarkan Curah Hujan 6
Sumber Penyebab Terjadinya Kebakaran Hutan 10
Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Sumedang 14
SIMPULAN DAN SARAN 17
Simpulan 17
Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 17
LAMPIRAN 19
RIWAYAT HIDUP 20
DAFTAR TABEL
1 Kelas kerawanan kebakaran hutan berdasarkan curah hujan 3
2 Klasifikasi tingkat pendidikan desa penelitian 6
3 Klasifikasi mata pencaharian desa penelitian 6
4 Luas lahan garapan masyarakat 10

DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi penelitian 4
2 Kondisi curah hujan periode 2011-2015 di RPH Bugel 7
3 Rata-rata curah hujan bulanan BKPH Tomo Utara 8
4 Frekuensi kebakaran hutan di RPH Bugel tahun 2011-2015 8
5 Luas areal terbakar di RPH Bugel tahun 2011-2015 8
6 Jumlah curah hujan per tahun dalam 5 tahun terakhir (2011-2015) 9
7 Persentase cara pembersihan lahan masyarakat Desa Bugel dan Desa
Tomo 10
8 Persentase kegagalan masyarakat Desa Bugel dan Desa Tomo dalam
proses pembakaran 11
9 Persentase alasan masyarakat Desa Bugel dan Desa Tomo melakukan
pembersihan dengan cara bakar 12
10 Pembersihan lahan dengan cara bakar 12
11 Penyebab kebakaran hutan 13
12 Persentase partisipasi masyarakat dalam penyuluhan 14
13 Bentuk penyuluhan tidak langsung 14
14 Pos gabungan gangguan keamanan hutan 15
15 Mobil polhut yang dimodifikasi (tangki pemadaman api) 15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data kebakaran hutan di RPH Bugel tahun 2011-2015 18
2 Data curah hujan bulanan tahun 2011-2015 18
3 Kuisioner penelitian 19
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebakaran hutan merupakan salah satu gangguan hutan yang sering terjadi.
Kebakaran hutan menurut Saharjo (2003) merupakan kejadian pembakaran yang
penjalarannya bebas pada areal yang tidak direncanakan serta mengkomsumsi
bahan bakar alam dari hutan seperti serasah, rumput, ranting/cabang pohon mati,
pohon mati yang tetap berdiri, logs, tunggak pohon, gulma, semak belukar,
dedaunan dan pohon-pohon. Kebakaran hutan dan lahan Indonesia terbesar terjadi
pada tahun 1997-1998 yang menghanguskan 9.7 juta ha (Applegate dan Suyanto
2001).
Disamping peranan sumber daya hutan yang begitu banyak, gangguan
terhadap hutan sebagai penyedia sumber daya hutan pun tidak kalah besar.
Beberapa tahun terakhir ini hutan di Indonesia mengalami degradasi yang cukup
tinggi. Hal ini disebabkan oleh banyak hal, salah satunya yaitu kebakaran hutan dan
lahan. Kebakaran hutan dan lahan seakan-akan menjadi bencana langganan di
Indonesia yang hingga saat ini belum terselesaikan dengan baik. Setiap tahunnya
kebakaran hutan dan lahan di Indonesia memiliki kecenderungan mengalami
peningkatan. Data Statistik Kementerian Kehutanan Republik Indonesia
memaparkan total taksiran luas kebakaran hutan menurut Kemenhut (2014)
provinsi mengalami penurunan dari 8 268.65 hektar (tahun 2012) menjadi 4 918.75
hektar (tahun 2013). Namun pada beberapa provinsi justru luas kebakaran hutan
dan lahannya mengalami peningkatan, salah satunya adalah Provinsi Riau yang
semula 834.00 hektar (tahun 2012) mengalami peningkatan menjadi 1 077.50
hektar (tahun 2013).
Kebakaran hutan di Indonesia umumya disebabkan oleh aktivitas manusia
dalam menggunakan api dalam aktivitas sehari-hari (sengaja ataupun kelalaian).
Beberapa contoh aktivitas manusia yang menjadi penyebab kebakaran hutan di
Indonesia, yaitu penggunaan api oleh para pencari rotan dan madu di KPH
Banyuwangi, kegiatan perladangan dan usaha dalam mendapatkan rumput untuk
ternak di Sumatra Selatan, kelalaian pendaki gunung dalam penggunaan api di
Gunung Ciremai dan akibat perambatan api pada pembersihan lahan oleh
masyarakat di Kalimantan Selatan (Wibowo 2003). Kondisi kesejahteraan sosial
masyarakat sekitar hutan memegang kunci dalam adanya gangguan pada hutan
seperti terjadinya kebakaran hutan (Pratiwi 2007). Aktivitas manusia tersebut
ditunjang oleh kondisi iklim, yaitu curah hujan. Menurut Syaufina (2008) puncak
kebakaran hutan terjadi pada bulan-bulan dengan curah hujan yang rendah.
Kejadian kebakaran hutan sebagian besar berdampak merugikan. Dampak
yang ditimbulkan meliputi berbagai aspek, yaitu aspek ekologi, ekonomi, sosial dan
kesehatan bahkan psikologis dan politik (Suratmo 2003). Besarnya dampak yang
ditimbulkan dari kebakaran hutan maka dibutuhkan kajian terhadap potensi
kebakaran hutan. Untuk dapat melakukan pencegahan kebakaran hutan perlu
dikembangkan suatu sistem yang dapat menduga tingkat bahaya kebakaran (fire
danger) disuatu daerah hutan pada saat tertentu (terutama pada musim kebakaran).
Untuk itu diperlukan penilaian bahaya kebakaran (fire danger rating) dari berbagai
unsur yang meliputi unsur bahan bakar, cuaca dan sumber api kebakaran. Tingkat
2

bahaya kebakaran ini digunakan sebagai dasar dalam melakukan peringatan dini,
baik untuk pencegahan, persiapan pemadaman, maupun pemadamannya.
Potensi kebakaran hutan di KPH Sumedang dapat dikaji berdasarkan upaya
pengendalian dan sumber penyebab terjadinya kebakaran hutan serta faktor yang
mempengaruhinya, yaitu curah hujan. Sumber penyebab terjadinya kebakaran
hutan dikaji berdasarkan aktivitas masyarakat meliputi kegiatan pembersihan lahan
dan konflik sosial masyarakat. Kajian potensi kebakaran hutan di sekitar KPH
penting dilakukan guna mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji faktor penyebab kebakaran
hutan dan upaya pengendalian yang dilakukan di KPH Sumedang.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang


faktor penyebab kebakaran hutan, sehingga dapat membantu mengoptimalkan
upaya pengendalian yang dilakukan KPH Sumedang.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Bugel dan Desa Tomo yang termasuk dalam
BKPH Tomo Utara, KPH Sumedang Perum Perhutani Divisi Regional III Jawa
Barat dan Banten. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2016 sampai dengan
bulan Juni 2016.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah perangkat, laptop, lembar


kuesioner, alat tulis, kamera dan alat perekam. Bahan yang digunakan adalah : (a)
Data kondisi umum KPH Sumedang, Desa Bugel dan Desa Tomo, (b) Data curah
hujan KPH Sumedang 5 tahun terakhir 2011-2015, (c) Data kebakaran hutan BKPH
Tomo Utara 5 tahun terakhir 2011-2015, (d) Daftar kuesioner untuk hasil
wawancara dari masyarakat Desa Bugel dan Desa Tomo.

Prosedur Pengumpulan Data

Sumber-sumber data yang digunakan dalam penelitian dibagi menjadi dua


jenis, yakni :
1. Data primer : hasil wawancara dengan pihak Perhutani, data hasil pengisian
kuesioner masyarakat Desa Bugel dan Desa Tomo.
3

2. Data sekunder : data kebakaran hutan 5 tahun terakhir tahun 2011-2015 di


BKPH Tomo Utara, data tentang kondisi kawasan KPH Sumedang, Desa
Bugel, Desa Tomo, serta data curah hujan KPH Sumedang tahun 2011-
2015, serta data pendukung lainnya.

Penetapan responden dilakukan dengan metode snowball sampling technique


yaitu pada yaitu pada awalnya peneliti mengenal beberapa responden kunci (key
person interviews) yang kemudian responden kunci akan memperkenalkannya
kepada responden-responden lain. Responden kunci dalam penelitian ini adalah
personil BKPH Tomo Utara yang meliputi KBKPH, KRPH serta mandor.
Responden lain dari masyarakat sekitar hutan yang termasuk anggota Kelompok
Tani Hutan BKPH Tomo Utara sebanyak 60 orang responden yang terbagi di Desa
Bugel dan Desa Tomo, ditentukan secara purposive sampling yaitu memilih
responden secara sengaja terfokus pada responden yang sering berinteraksi dalam
kawasan hutan yaitu anggota LMDH. Wawancara dilakukan langsung di lapangan
dengan bantuan kuisioner mengenai upaya pengendalian kebakaran hutan.
Wawancara dilakukan dengan metode Muhadjir (1992) yaitu subjek mendatangi
langsung responden dan mengambil kesempatan yang memudahkan untuk
wawancara.

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data penelitian ini bersifat deskriptif dengan menarasikan semua


fakta yang diperoleh di lapangan. Analisis tingkat kerawanan kebakaran hutan
dilihat dari rata-rata curah hujan per tahun dalam 5 tahun terakhir. Selanjutnya,
diklasifikasikan pada kelas kerawanan kebakarnn hutan berdasarkan curah hujan
(Septicorini 2006).

Tabel 1 Kelas kerawanan kebakaran hutan berdasarkan curah hujan


Kelas Kerawanan Curah Hujan (mm/tahun)
Sangat Tinggi <500
Tinggi 501 - 1000
Sedang 1001 - 1500
Rendah 1501 - 2000
Sumber: Septicorini 2006

Analisis sumber penyebab terjadinya kebakaran hutan dilakukan dengan


mengidentifikasi data hasil wawancara mendalam dan observasi di lapangan terkait
dengan pembersihan lahan dan konflik sosial masyarakat sekitar kawasan hutan
KPH Sumedang. Data disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan gambar. Analisis
upaya pengendalian kebakaran hutan di KPH dengan mengidentifikasi data hasil
wawancara mendalam dan observasi di lapangan mengenai pencegahan,
pemadaman dan penanganan pasca kebakaran. Data disajikan dalam bentuk narasi,
tabel dan gambar.
4

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Profil KPH Sumedang

Letak dan luas wilayah


Wilayah KPH Sumedang secara geografis terletak pada koordinat 6º 44’-70º
83’ Lintang Selatan dan 107º 21’-108º 21’ Bujur Timur. KPH Sumedang termasuk
wilayah administratif Kabupaten Sumedang dengan luas 37 579.45 ha (KPH
Sumedang 2015).

Gambar 1 Peta wilayah kerja KPH Sumedang

Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Tomo Utara secara


administratif pemerintahan berada pada 4 kecamatan,yaitu kecamatan Tomo, Bugel,
Conggeang dan Ujung Jaya dengan batas administratif sebagai berikut :
Sebelah Utara : KPH Indramayu
Sebelah Timur : KPH Majalengka
Sebelah Selatan : KPH Garut
Sebelah Barat : KPH Bandung
(Sumber Perum Perhutani KPH Sumedang)
Kawasan hutan BKPH Tomo Utara ditetapkan sebagai Kelas Perusahaan (KP) Jati
dan Karet yang terdiri dari 3 Resort Pemangkuan Hutan (RPH) seluas 3 214.22
hektar, yaitu RPH Nyalindung 1 081.81 hektar, RPH Bugel seluas 1 108.96 hektar
dan RPH Taman seluas 1 025.75 hektar (Perum Perhutani KPH Sumedang 2015).

Topografi dan iklim


Suhu harian tertinggi pada kawasan hutan BKPH Tomo Utara yaitu 30° C
dan suhu terendah 24°C. Serta Topografi RPH Bugel berupa dataran miring sampai
5

dengan landai. BKPH Tomo Utara berada pada ketinggian tempat antara 25-500
mdpl berdasarkan ketinggian tempat dari permukaan laut dan dengan curah hujan
rata-rata 2 014 mm per tahun (Perum Perhutani KPH Sumedang 2015).

Profil Desa Penelitian


Keadaan wilayah penelitian
Desa Bugel merupakan salah satu desa yang terletak tepat di ujung barat
Kecamatan Tomo Kabupaten Sumedang dan mempunyai luas wilayah 1 045 ha
yang berada diketinggian 450 mdpl. Batas-batas wilayah Desa Bugel adalah sebelah
barat berbatasan dengan Desa Padanaan Kecamatan Paseh, sebelah timur
berbatasan dengan Desa Cipeles dan Desa Karyamukti Kecamatan Tomo, sebelah
selatan berbatasan dengan Desa Cicarimanah Kecamatan Situraja dan sebelah utara
berbatasan dengan Desa Babakan Asem Kecamatan Conggeang (Bugel 2015).
Desa Tomo adalah salah satu Desa di Kecamatan Tomo yang mempunyai
luas wilayah 745.732 ha yang berasa diketinggian antara 371 mdpl. Batas-batas
wilayah Desa Conggeang adalah sebelah utara berbatasan dengan Desa Ungkal,
sebelah timur berbatasan dengan Desa Cipelang Kecamatan Ujung Jaya, sebelah
selatan berbatasan dengan Desa Bugel Kecamatan Tomo dan sebelah barat
berbatasan dengan Desa Cacaban dan Desa Padaasih (Tomo 2015).

Kondisi sosial dan ekonomi


Desa Bugel memiliki penduduk berjumlah 2 400 jiwa dan jumlah penduduk
Desa Tomo 4 458 jiwa. Tingkat pendidikan di Desa Bugel mayoritas pada tingkat
pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 979 orang dan hal serupa terjadi pada
Desa Tomo mayoritas pada tingkat Sekolah Dasar (SD) sebanyak 1 514 orang, yang
disajikan pada Tabel 2
Sumber : Laporan kinerja Desa Bugel 2016 dan Desa Tomo 2016

Tabel 2 Klasifikasi tingkat pendidikan desa penelitian


Jenis pendidikan Desa Bugel (orang) Desa Tomo (orang)
Tidak tamat SD 207 366
SD 979 1514
SMP 394 862
SMA 366 800
D1 4 10
D2 3 8
D3 20 45
S1 65 116
S2 1 7
S3 1 0
Sumber: Laporan kinerja Desa Bugel 2016 dan Desa Tomo 2016

Mata pencaharian penduduk Desa Bugel umumnya adalah sebagai buruh


sebanyak 246 orang, kemudian disusul dengan wiraswasta sebanyak 283 orang dan
pekerja petani sebanyak 158 orang. Pada Desa Tomo mayoritas penduduk adalah
6

sebagai wiraswasta sebanyak 622 orang, kemudian disusul dengan buruh sebanyak
298 orang, pegawai swasta sebanyak 270 orang dan petani sebanyak 213 orang,
yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Klasifikasi mata pencaharian desa penelitian


Mata pencaharian Desa Bugel (orang) Desa Tomo (orang)
Wiraswasta 207 366
Pegawai swasta 979 1 514
Buruh 394 862
Petani 366 800
TNI/POLRI 4 10
PNS 3 8
Pensiunan 20 45
Sumber: Laporan kinerja Desa Bugel 2016 dan Desa Tomo 2016

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Kerawanan Kebakaran Hutan Berdasarkan Curah Hujan


Iklim dan curah hujan merupakan salah satu komponen dari segitiga
lingkungan api yang memegang peran penting dalam terjadinya kebakaran hutan
dan lahan. Cuaca atau iklim tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi
kebakaran hutan dengan cara berbeda, yaitu dengan seringnya musim kebakaran
yang panjang, menentukan jumlah bahan bakar yang tersedia, mengatur flamibilitas
dan kadar air dari bahan bakar mati, mempengaruhi proses penyalaan dan
penjalaran bahan bakar hutan (Syaufina 2008). Curah hujan berperan penting dalam
terjadinya kebakaran hutan karena menentukan akumulasi bahan bakar rerumputan.
Musim kebakaran hutan biasanya berhubungan dengan pola curah hujan.
Hasil penelitian Syaufina (1998) dalam Syaufina (2008) menunjukan bahwa
peningkatan kebakaran hutan terjadi pada bulan-bulan dengan curah hujan yang
rendah (kurang dari 60 mm). Curah hujan kurang dari 60 mm berdasarkan
klasifikasi Schimidt dan Ferguson termasuk dalam bulan kering, sedangkan curah
hujan lebih dari 60 mm termasuk dalam bulan basah (Handoko 1994).
500
450
400 2011
Curah Hujan (mm)/Tahun

350 2012
300
250 2013

200 2014
150
2015
100
50
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des

Gambar 2 Kondisi curah hujan periode 2011-2015 di RPH Bugel


7

Gambar 2 menunjukkan bahwa curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni,
Juli, Agustus, September dan Desember, Januari dan Desember 2012, Januari, April,
Juli, Agustus, September dan Oktober 2013, Agustus, September, dan Oktober
2014, Juni, Juli, Agustus dan September 2015. Kejadian kebakaran hutan di RPH
Bugel terjadi hampir setiap tahun selama 5 tahun terakhir, kecuali pada tahun 2012.
Kejadian kebakaran hutan tertinggi terjadi pada tahun 2013 dengan frekuensi 4 kali
(Gambar 4) dengan total areal terbakar seluas 21.51 hektar (Gambar 5) yang terjadi
pada bulan Agustus. Pada bulan tersebut curah hujan di KPH Sumedang rendah
yaitu sebesar 8.7 mm. Menurut Syaufina (2008) frekuensi dan luas kebakaran
tertinggi terjadi pada bulan dengan curah hujan rendah (kurang dari 60 mm). Curah
hujan berpengaruh terhadap kelembaban regional hutan, khususnya terhadap bahan
bakar. Curah hujan yang rendah maka kelembaban bahan bakar rendah dan kadar
air pun rendah, sehingga potensi kebakaran tinggi. Kerugian akibat kebakaran hutan
pada tahun 2013 sebesar Rp 43 020 000. Jenis tanaman yang mengalami kerusakan
adalah Jati, tumbuhan dan habitat hutan lainnya.
Kejadian kebakaran yang terjadi di BKPH Tomo Utara juga didukung dengan
keadaan curah hujan di KPH Sumedang. Curah terendah terdapat pada bulan Juli,
Agustus, dan September dimana pada bulan-bulan tersebut jarang terjadi hujan
maka besar kemungkinannya terjadi kebakaran hutan. Dengan demikian pada
bulan-bulan tersebut harus waspada terhadap kejadian kebakaran hutan. Rata-rata
curah hujan bulanan BKPH Tomo Utara tahun 2011-2015 dapat dilihat pada
Gambar 3.
Kebakaran hutan tahun 2011 terjadi pada bulan Agustus dengan total areal
yang terbakar seluas 3.5 hektar dengan curah hujan 4.5 mm. Kebakaran hutan pada
tahun 2014 terjadi pada bulan September dengan total areal yang terbakar seluas
8.5 hektar dengan curah hujan 5 mm. Kebakaran hutan pada tahun 2015 terjadi pada
bulan Juni dengan luas areal yang terbakar 5.22 hektar.
200

180
Curah Hujan (mm)

160

140

120

100

80

60

40

20 4.2 5.44 8.9

0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des

Bulan
Gambar 3 Rata-rata curah hujan bulanan BKPH Tomo Utara tahun 2011-2015
8

Pada tahun 2012 tidak terjadi kebakaran hutan pada areal RPH Bugel. Tidak
terjadinya kebakaran hutan pada tahun 2012 tidak sepenuhnya disebabkan oleh
curah hujan. Jumlah curah hujan pada tahun 2012 justru termasuk paling rendah
yaitu 213.4 mm dan hujan terjadi sepanjang tahun.
4,5
4
Frekuensi Kebakaran

4
3,5
3
2,5
2
2
1,5
1 1
1
0,5
0
0
2011 2012 2013 2014 2015

Tahun
Gambar 4 Frekuensi kebakaran hutan di RPH Bugel tahun 2011-2015

Kebakaran hutan tidak terjadi pada tahun 2012 dikarenakan adanya tindakan
pencegahan, yaitu adanya mengoptimalkan kegiatan patroli pada kawasan hutan
RPH Bugel. Kejadian kebakaran hutan di RPH Bugel dalam 5 tahun terakhir (2011-
2015) rata-rata terjadi pada bulan Agustus dan September.

25
21.51
Luas areal terbakar (Ha)

20

15

10 8.5

5.22
5 3.5

0
0
2011 2012 2013 2014 2015
Tahun
Gambar 5 Luas areal terbakar di RPH Bugel tahun 2011-2015

Tipe kebakaran yang terjadi pada RPH Bugel yaitu kebakaran permukaan,
karena api membakar semak-semak, serasah dan anakan pohon. Kebakaran tipe ini
menyebabkan kebakaran tajuk jika kebakaran tipe ini tidak cepat dipadamkan dapat
berpeluang menjalar ke arah tajuk dengan bantuan angin. Menurut pihak RPH
Bugel, Kebakaran tersebut disebabkan oleh aktivitas manusia dan penyebab dari
luas kebakaran yang terjadi pada tahun 2013 seluas 21.51 ha adalah kejadian
kebakaran hutan terlambat diketahui dan lokasi kejadian kebakaran hutan yang jauh
dan sulit dijangkau oleh petugas pemadam.
9

2500
2259

2000
Jumlah Curah Hujan (mm)/Tahun

1500

1000
732.8

500 350.8
203.2 213.4

0
2011 2012 2013 2014 2015
Tahun

Gambar 6 Jumlah curah hujan per tahun dalam 5 tahun terakhir (2011-2015)

Gambar 6 menunjukkan bahwa curah hujan terendah terdapat pada tahun


2011, sedangkan curah hujan tertinggi pada tahun 2015. Rata rata curah hujan 5
tahun terakhir (2011-2015) di RPH Bugel sebesar 751.85 mm. Berdasarkan
klasifikasi kelas kerawanan kebakaran hutan Septicorini (2006), termasuk dalam
tingkat rawan terhadap kebakaran hutan, karena memiliki curah hujan kurang dari
2 000 yang merupakan bukan daerah iklim basah.

Sumber Penyebab Terjadinya Kebakaran Hutan


Pembersihan lahan oleh masyarakat sekitar hutan KPH Bogor
Masyarakat Desa Bugel dan Desa Tomo adalah masyarakat sekitar kawasan
hutan RPH Bugel. Pada umumnya, masyarakat desa Bugel dan Desa Tomo
menggarap lahan milik pribadi dengan luas garapan berkisar antara 0.5 hingga 3
hektar biasanya ditanami dengan jenis jati dan jenis tanaman palawija.

Tabel 4 Luas lahan garapan masyarakat Desa Bugel dan Desa Tomo
Luas lahan Desa Bugel Desa Tomo
(hektar) Jumlah Persentase Jumlah Persentase
responden % responden %
0.5-1 21 70 19 63.33
1-3 7 23.33 10 33.33
3 2 6.67 1 3.33

Kegiatan pembersihan lahan dilakukan setiap tahun yang biasanya pada


bulan Mei dan Juni setelah panen oleh masyarakat Desa Bugel dan Desa Tomo.
Pembersihan yang umumnya dilakukan dibagi menjadi 2, yaitu pembersihan lahan
dengan tanpa bakar (no burning) dan pembersihan lahan dengan cara bakar
(burning). Pelaksanaan pembersihan lahan dengan cara bakar (burning) atau tanpa
bakar (no burning) didasarkan pada tingkat kemudahan, efisiensi waktu dan serta
pupuk yang dihasilkan.
10

100%
86.67%
76.67%
80%

60%

40%
22.33%
20% 13.33%

0%
Bakar Tanpa Bakar
Desa Bugel Desa Tomo
Gambar 7 Persentase cara pembesihan lahan oleh masyarakat Desa Bugel
dan Desa Tomo

Gambar 7 menunjukkan bahwa masyarakat Desa Bugel yang menggunakan


cara bakar (burning) dalam pembersihan lahan sebesar 23.33% sedangkan yang
memilih dengan cara tanpa bakar (no burning) sebesar 76.67%. Pada masyarakat
Desa Tomo yang memilih pembersihan lahan dengan cara bakar (burning) yaitu
sebesar 13.33% sedangkan yang memilih dengan cara tanpa bakar (no burning)
yaitu sebesar 86.67%. Masyarakat sekitar kawasan hutan (Desa Tomo dan Desa
Bugel) pada dasarnya lebih memilih cara pembersihan lahan dengan cara tanpa
membakar dibandingkan dengan cara bakar.
Pembersihan lahan dengan cara bakar oleh masyarakat Desa Bugel dan Desa
Tomo dilaksanakan pada saat musim kemarau tiba, yaitu pada bulan September.
Pembersihan lahan cara bakar (burning) yang dilakukan pada luasan lahan 0.5
hektar dilakukan oleh 1 orang, sedangkan pada luasan 1 hingga 3 hektar
pembersihan lahan dilakukan oleh 2 orang atau lebih.
Teknik pembakaran yang diterapkan oleh masyarakat Desa Bugel dan Desa
Tomo hampir sama. Hal tersebut terjadi akibat mereka mengetahui teknik
pembakaran secara turun-temurun. Beberapa tahapan pembersihan lahan yang
dilakukan oleh masyarakat Desa Bugel dan Desa Tomo yaitu :
1. Pembersihan lahan
Pembersihan dilakukan dari rerumputan, tumbuhan dan sisa hasil panen
(cabang dan ranting) dengan arit, parang atau golok. Kegiatan tersebut dilakukan
pada pagi hari.
2. Pengeringan bahan bakar
Sampah hasil pembersihan lahan (rerumputan, tumbuhan bawah dan sisa
hasil panen) merupakan bahan bakar yang digunakan untuk kebutuhan
pembakaran. Pengeringan bahan bakar dilakukan di bawah sinar matahari.
Lamanya kegiatan pengeringan tersebut tergantung pada cuaca. Semakin kering
keadaan cuaca maka akan mempercepat proses pengeringan bahan bakar.
3. Pembuatan sekat bakar
Kegiatan pembuatan sekat bakar dilakukan sebelum melakukan
pembakaran. Pembuatan sekat bakar dengan cara membersihkan sisi ladang dari
rumput, serasah, dan vegetasi lainnya yang berpotensi terbakar dengan parang
atau cangkul. Masyarakat membuat sekat bakar dengan lebar sekitar 1 meter.
Sekat bakar dibuat agar mencegah api merembet ke areal lain.
11

4. Pembakaran
Pembakaran dilakukan dengan cara teknik tumpuk (pile burning). Sampah
hasil pembersihan lahan (bahan bakar) yang telah kering dikumpulkan dalam
beberapa tumpukan, jarak antar tumpukan tidak ditentukan secara pasti.
Tumpukan tersebut bertujuan agar mempersingkat waktu pengerjaan dan
mempermudah pengerjaan. Api akan bergerak di tengah membakar habis bahan
bakar pada pembakaran dengan cara tumpuk, sehingga mencegah penjalaran api
bergerak ke arah luar (Tatra 2009). Masyarakat selalu melakukan pengawasan
saat pembakaran berlangsung. Pembakaran dilakukan pada pukul 13.00 selama
6 jam. Pembakaran yang dilakukan oleh masyarakat Desa Bugel dan Desa Tomo
dilakukan seperti membakar sampah rumah tangga, yaitu menggunakan minyak
tanah atau bensin sebagai alat bantu pemicu api (korek api).
5. Penanaman
Penanaman yang dilakukan oleh masyarakat Desa Bugel dan Desa Tomo
yaitu dengan menggunakan alat-alat sederhana seperti cangkul dan arit.
Penanaman pada lahan garapan seluas 0.5 hektar biasanya dilakukan 2 orang,
sedangkan luas lahan garapan berkisar 1 hektar sampai 3 hektar penanaman
lahannya dilakukan 4 orang atau lebih. Penanaman dilakukan pada saat
memasuki musim penghujan, yaitu bulan November.
Sebagian masyarakat mengaku mengalami kegagalan saat melakukan
pembersihan lahan dengan cara membakar. Masyarakat Desa Bugel yang gagal
melakukan pembakaran sebanyak 36.66% dan masyarakat Desa Tomo
mengalami kegagalan sebanyak 30%, sedangkan masyarakat Desa Bugel yang
tidak mengalami kegagalan sebanyak 63.33% dan masyarakat Desa Tomo
sebesar 70%. Kegagalan terjadi dikarenakan perubahan kondisi cuaca, yaitu
turunnya hujan. Persentase kegagalan masyarakat Desa Bugel dan Desa Tomo
dalam proses pembakaran dapat dilihat pada Gambar 8.
80%
70%
70% 63.33%
60%
50%
36.66%
40%
30%
30%
20%
10%
0%
Berhasil Gagal
Bugel Tomo

Gambar 8 Persentase kegagalan masyarakat Desa Bugel dan Desa Tomo


dalam proses pembakaran

Menurut masyarakat Desa Bugel dan Desa Tomo, pembersihan lahan


dengan cara membakar memiliki beberapa manfaat yaitu selain mudah dengan
relatif waktu yang cepat untuk pembersihan lahan, dan menurut masyarakat Desa
Bugel dan Desa Tomo pembersihan lahan dengan cara bakar dapat membantu
pertumbuhan tanaman dari hasil bekas pembakaran yang berfungsi sebagai pupuk.
Pada gambar 9, sebanyak 60% masyarakat Desa Bugel dan masyarakat Desa Tomo
12

sebanyak 93.33% menyukai pembersihan lahan dengan cara membakar karena


kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan cepat, lebih mudah dan murah,
sedangkan sekitar 40% masyarakat Desa Bugel dan sebanyak 6.67% masyarakat
Desa Tomo menyukai pembersihan lahan dengan cara bakar karena abu dari
pembakaran dapat bermanfaat sebagai pupuk dan bermanfaat bagi pertumbuhan
tanaman. Masyarakat Desa Bugel dan Desa Tomo mengetahui pembersihan lahan
dengan cara bakar dari turun temurun. Teknik pembakaran yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Bugel dan Desa Tomo dilakukan dari sisa panen (ranting dan
cabang), tumbuhan bawah, dan rerumputan dengan menggunakan golok, parang
dan arit. Pembuatan sekat bakar dilakukan masyarakat biasanya sebelum
melakukan pembakaran, untuk mengantisipasi penyebaran api yang terlalu luas.
Persentase alasan masyarakat Desa Bugel dan Desa Tomo melakukan pembersihan
lahan dengan cara membakar dapat dilihat pada Gambar 9.
100% 93.33%

80%
60%
60%
40%
40%

20%
6.67%
0%
Cepat Abu untuk pupuk
Bugel Tomo
Gambar 9 Persentase alasan masyarakat Desa Bugel dan Desa Tomo
melakukan pembersihan lahan dengan cara bakar

Penggunaan api pada rerumputan, tumbuhan bawah dan sisa panen dapat
menghasilkan abu yang mengandung zat hara yang diperlukan bagi pertumbuhan
tanaman (Syaufina 2008). Tipe pembakaran yang dilakukan oleh masyarakat Desa
Bugel dan Desa Tomo yaitu pembakaran terkendali. Pembakaran terkendali
merupakan penggunaan api dengan teknik tertentu secara bijaksana berdasarkan
pengetahuan tentang perilaku api pada suatu daerah yang ditentukan dengan kondisi
cuaca yang cocok.
Pembersihan lahan tanpa bakar masyarakat Desa Bugel dan Desa Tomo
dilakukan dengan membersihkan rerumputan, tumbuhan bawah dan sisa hasil panen
dengan golok, arit dan mesin babad. Sampah pembersihan lahan (rerumputan,
tumbuhan bawah, dan sisa hasil panen) lalu ditimbun di sekeliling sisi ladang.
Kedalaman lubang penimbunan yang dibuat sekitar 15 cm. Pembersihan lahan tanpa
bakar yang dilakukan dapat bermanfaat sebagai pupuk alami karena merupakan hasil
dekomposisi sampah organik dan tidak beresiko merusak areal lain. Selain itu
rerumputan bisa dimanfaatkan oleh petani untuk pakan ternak.

Konflik sosial masyarakat sekitar Hutan KPH Sumedang


Pada umumnya, sumber penyebab kebakaran hutan terjadi karena
kurangnya kesadaran akan bahaya yang ditimbulkan oleh pembakaran tidak
terkendali dan erat kaitannya dengan aktivitas manusia dalam penggunaan api.
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat sekitar hutan, kebakaran hutan
13

disebabkan oleh unsur sakit hati (37%) yaitu masyarakat masih belum bisa menerima
sistem upah yang telah ditetapkan oleh pihak KPH Sumedang untuk para pekerja,
khususnya buruh tani yang menggarap lahan KPH Sumedang. Pengembala ternak
yang sengaja membakar rerumputan untuk menumbuhkan tunas rumput untuk pakan
ternak (53.33%) dan iseng (10%), yaitu adanya ulah beberapa oknum (Supir,
pemburu) yang iseng membakar kawasan sekitar hutan. Penyebab kebakaran hutan
di KPH Sumedang tahun 2011-2015 dapat dilihat pada Gambar 10.
Iseng
10%

Rasa sakit hati


37%

Pengembala
ternak
53%

Gambar 10 Penyebab kebakaran hutan di KPH Sumedang tahun 2011-2015


Kurangnya komunikasi yang baik antara pihak RPH Bugel dengan
masyarakat yang dapat menimbulkan rasa sakit hati pada masyarakat. Masyarakat
mengaku masih belum bisa menerima sistem upah yang telah ditetapkan oleh pihak
KPH Sumedang khususnya di RPH Bugel dan adanya perubahan tanaman pokok
antara jati dengan karet yang membuat masyarakat kesal dengan berdampak iklim
sekitar kawasan hutan semakin panas dan masyarakat sekitar hutan tidak dapat
mengambil rumput dan kayu bakar. Perlu adanya tindakan pendekatan yang baik
antara RPH Bugel dengan masyarakat dan juga perubahan sistem upah yang lebih
baik pada KPH Sumedang.
Hingga saat ini pihak RPH Bugel kesulitan menangkap pelaku pembakaran
hutan, sehingga kebakaran hutan berpeluang terjadi kembali. Kebakaran hutan juga
berpeluang terjadi kembali akibat kurangnya penegakan secara hukum.

Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Sumedang


Pengendalian kebakaran hutan merupakan kegiatan yang mencakup 3
komponen kegiatan yaitu pencegahan, pemadaman dan penanganan pasca
kebakaran untuk melindungi hutan dari kebakaran hutan (PP No. 45 tahun 2004).
Pengendalian di KPH Sumedang melibatkan masyarakat dalam upaya
penanggulangan kebakaran hutan secara partisipatif.

Pencegahan
Menurut Suratmo et al. (2003), pencegahan kebakaran hutan adalah cara
yang lebih ekonomis untuk mengurangi kebakaran hutan dan kerugian yang
disebabkan aleh kebakaran hutan. Upaya pencegahan yang dilakukan oleh RPH
Bugel adalah penyuluhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyuluhan
14

secara langsung diberikan kepada masyarakat dalam berbagai kesempatan seperti


kumpul RT, rapat desa dan lain-lain dengan waktu yang tidak ditentukan. Materi
yang diberikan diantaranya penggunaan api yang baik pada kawasan hutan,
informasi tentang bahaya kebakaran hutan dan upaya jika terjadi kebakaran hutan.
Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat yang tidak pernah mengikuti
penyuluhan 18.33% dan masyarakat yang pernah mengikuti penyuluhan 81.67%.
Hal ini menunjukan bahwa adanya peluang terjadinya kebakaran hutan di KPH
Sumedang yang diduga karena kurangnya informasi saat penyuluhan sehingga
masyarakat sebagian tidak mengikuti penyuluhan.

Tidak pernah
18%

Pernah
mengikuti
82%

Gambar 11 Persentase partisipasi masyarakat dalam penyuluhan

Penyuluhan tidak langsung yaitu berupa papan peringatan dan larangan


(Gambar 11). Fungsi papan peringatan tersebut adalah untuk menyampaikan pesan
kepada masyarakat agar berhati-hati dalam penggunaan api saat memasuki kawasan
hutan. Papan peringatan dan papan larangan dipasang di setiap jalan masuk hutan
yang mudah terlihat oleh masyarakat, namun kondisi papan larangan sangat
memprihatinkan karena tidak dirawat dengan baik.

Gambar 12 Papan larangan membakar hutan di KPH Sumedang

Pencegahan kebakaran merupakan kegiatan persiapan sebelum terjadinya


kebakaran hutan. Kegiatan ini diawali dengan patroli rutin oleh petugas KPH
15

Sumedang dan bekerjasama dengan LMDH maupun masyarakat dan termasuk pada
upaya deteksi dini. Patroli dilakukan dengan cara menyisir hutan atau berkeliling
hutan dengan kendaraan dan patroli dilaksanakan 20 hari dalam satu bulan. Saat ini
tidak ada pasukan khusus untuk pemadaman kebakaran hutan di KPH Sumedang,
semua masuk dalam satu cakupan gangguan hutan yang akan dikoordinir oleh
petugas gangguan keamanan hutan (Gukamhut) yang ada dalam setiap BKPH.
Masyarakat segera melaporkan kepada petugas ketika mengetahui titik kejadian
kebakaran hutan. Handphone digunakan sebagai sarana pelaporan secara cepat
kepada petugas.
Laporan dari masyarakat akan ditindaklanjuti, apabila petugas mengalami
kesulitan menangani kejadian tersebut maka petugas akan meminta bantuan dari
masyarakat. Kegiatan patroli dilakukan secara lebih intensif pada saat memasuki
musim kemarau, yaitu agustus hingga september. Selain patroli, dibangun pos jaga
untuk mempermudah pemantauan keamanan hutan, dan koordinasi dengan pihak
terkait seperti kepolisian dan masyarakat sekitar (Gambar 13).

Gambar 13 Pos gabungan keamanan hutan

Pemadaman kebakaran hutan


Ketika mengetahui adanya kebakaran seperti asap yang berasal dari kawasan
hutan, petugas BKPH Tomo Utara segera meminta bantuan dengan menghubungi
Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) untuk bersama-sama memadamkan api.
Kegiatan pemadaman dilakukan agar kebakaran hutan tidak menyebar lebih besar.
Metode pemadaman yang digunakan ialah pemadaman secara langsung yang
berkesinambungan untuk mengibas, mendinginkan, memukul, memadamkan api,
dengan syarat api kecil, bahan bakar sedikit dan kebakaran bawah (Purbowaseso
2004).
Prinsip dasar memadamkan seluruh api dapat dilakukan dengan metode
jalur pembuatan ilaran, metode pemadaman api secara langsung, dan pembakaran
balik. Metode jalur yaitu membuat jalur mekanik dengan membersihkan bahan-
bahan yang mudah terbakar. Jalur dibuat melintang atau memotong arah
menjalarnya api sehingga penjalaran api akan terhenti. Metode pembakaran balik
yaitu membuat jalur mekanik yang tidak lebar terlebih dahulu kemudian dilebarkan
dengan pembakaran ke arah berlawanan datangnya api, lebar jalur mekanis ini
adalah satu sampai dua meter. Metode pemadaman api secara langsung yaitu
16

dengan memadamkan bahan bakar yang terbakar dengan air, tanah, atau alat
pemadam seperti kepyok, metode ini digunakan pada kebakaran hutan skala kecil.
Dalam memadamkan api, masyarakat cenderung melakukan metode
pemadaman api secara langsung yaitu menggunakan alat sederhana seperti
menggunakan tanah dan gepyok (alat pemukul api). Gepyok yang terbuat dari daun
pisang dan ranting-ranting dengan panjang sekitar 1.5 sampai 2 meter yang berasal
dari pohon berdaun lebar dengan kondisi basah berasal dari sekitar areal kebakaran
Selain itu, alat-alat penunjang untuk mempermudah pemadaman kebakaran
juga dapat memakai alat-alat yang biasa digunakan masyarakat untuk bertani
seperti cangkul dan golok untuk membuat ilaran dan menggali tanah, dan semua
alat tersebut merupakan milik pribadi masyarakat. Pemadaman api secara langsung
dilakukan pada kebakaran skala kecil. Penggunaan air sebagai pemadam juga dapat
dilakukan pada kebakaran yang dekat dengan jalan umum sehingga air akan dibawa
oleh mobil polisi hutan dengan dilengkapi selang 100 meter.
Pemadaman dilakukan oleh petugas yang sedang berpatroli, apabila kapasitas
tenaga petugas kurang memadai maka petugas akan menghubungi LMDH maupun
masyarakat sekitar. Jumlah tenaga yang dibutuhkan tergantung pada besarnya
keadaan kebakaran yang dipengaruhi oleh kecepatan angin dan keadaan api.

Gambar 14 Mobil polhut yang dimodifikasi (Tangki untuk pemadaman api)

Penanganan pasca kebakaran hutan


Kegiatan penanganan pasca kebakaran merupakan bagian dalam rangkain
aktivitas pengendalian kebakaran hutan yang diterapkan oleh BKPH Tomo Utara.
Penanganan pasca kebakaran hutan dilakukan dengan cara membuat laporan tertulis,
penanaman kembali jenis pohon asli setempat dan penegakan hukum. Laporan
tertulis dibuat setelah terjadinya kebakaran hutan dalam waktu 1x24 jam. Laporan
tertulis berisi tentang informasi lokasi kebakaran, luas areal yang terbakar,
penyebab terjadinya kebakaran hutan dan perhitungan kerugian ekonomi akibat
kebakaran hutan.
Penanaman kembali dilakukan untuk mengembalikan kondisi lahan yang
terbakar seperti sebelum terbakar di RPH Bugel. Penegakan hukum dilakukan agar
menindak pelaku kebakaran. Penyelidikan dilakukan untuk mengetahui penyebab
kebakaran hutan. Sejauh ini kendala pihak RPH Bugel adalah sulit mengetahui
modus pembakaran dan menangkap pelaku pembakaran. Sanksi pelaku
17

pembakaran adalah tindak pidana dari kepolisian sesuai Undang-undang yang


berlaku.
Sejauh ini masyarakat yang ada di BKPH Tomo Utara ikut berkontribusi
dalam pemadaman kebakaran hutan, namun adapula sebagian kecil masyarakat
yang masih acuh terhadap hal tersebut. Wadah LMDH sangat bermanfaat untuk
merangkul masyarakat sehingga masyarakat banyak berkontribusi baik dalam
mencegah maupun ikut serta dalam memadamkan kebakaran hutan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Rata-rata curah hujan per tahun dalam 5 tahun sebesar 751.85 mm yang termasuk
dalam tingkat rawan terhadap kemungkinan kebakaran hutan.
2. Potensi kebakaran hutan akibat pembersihan lahan oleh masyarakat Desa Bugel
dan Desa Tomo tergolong rendah karena sudah diterapkannya sistem
pembakaran terkendali, sedangkan akibat konflik cukup tinggi karena kurang
terjalin hubungan baik antara pihak KPH Sumedang dengan masyarakat dan
kurang layaknya sistem upah pada penggarap lahan KPH Sumedang.
3. Kurangnya informasi mengenai penyuluhan kepada masyarakat dan kurang
diperhatikannya keberadaan papan peringatan adalah bentuk kurang optimalnya
upaya pengendalian di KPH Sumedang.

Saran

1. Pengadaan papan larangan yang lebih menarik dan jelas bagi masyarakat.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai konflik sosial di masyarakat
untuk mengetahui penyebab kebakaran hutan.
3. Kegiatan patroli perlu dilakukan secara lebih intensif dan konsisten.

DAFTAR PUSTAKA

Applegate GU. Chokkalingam dan Suyanto S. 2001. The Undering causes and im
pacts of fires in South-east Asia. CIFOR/ICRAF final Report.
Desa Bugel. 2015. Laporan Kinerja Desa Bugel. Sumedang (ID): Desa Bugel.
Desa Tomo. 2015. Laporan Kinerja Desa Tomo. Sumedang (ID): Desa Tomo.
[Kemenhut]. 2014. Statistik Kementerian Kehutanan Tahun 2013. Jakarta(ID):
Kementerian Kehutanan.
Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. Jakarta (ID): Pustaka Jaya.
Muhadjir N. 1992. Metodelogi Penelitian Kualitatif: Telaah Positivtik, rasionalitik,
Phenomenologik, Realisme Metaphisik. Yogyakarta (ID): Rake Sarasin.
Perum Perhutani KPH Sumedang. 2015. Buku Public Summary. Sumedang (ID):
KPH Sumedang.
18

Purbowaseso B. 2004. Pengendalian Kebakaran Hutan Suatu Pengantar. Jakarta


(ID): Rineka Cipta.
Pratiwi MR. 2007. Peranan pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat
(PHBM) dalam upaya pengendalian kebakaran hutan di KPH Cepu, Perum
Perhutani Unit I Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Saharjo BH. 2003. Pengertian kebakaran hutan. Di dalam: Suratmo FG, Surati NJ,
editor. Pengetahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan IPB. 119–121.
Septicorini EP. 2006. Studi penentuan tingkat kerawanan kebakaran hutan di
Kabupaten Ogan Komering Ilir Propinsi Sumatera Selatan [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Suratmo FG, Endang AH dan Nengah SJ. 2003. Pengetahuan Dasar Pengendalian
Kebakaran Hutan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Syaufina L, Supriyanto, Kasno, Purwowidodo. 2005. Formulasi sistem penilaian
pada areal bekas terbakar untuk pengelolaan hutan berkelanjutan [laporan
akhir]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Syaufina L. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia. Perilaku Api,
Penyebab, dan dampak Kebakaran. Malang (ID): Bayumedia Publishing.
Tatra GJ. 2009. Penggunaan api pada masyarakat adat dalam pembukaan lahan
studi kasus di Desa Lapodi Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton Sulawesi
Tenggara [srikripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wibowo. 2003. Review hasil penelitian dan pengembangan kebakaran hutan di
Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan
Konservasi Alam.
19

Lampiran 1 Data kebakaran hutan RPH Bugel tahun 2011-2015

No dan bulan LA Petak Luas terbakar Kerugian (Rp)


(hektar)
01/Bgl/Tmu/2011 63 e 3.5 7 000 000
Agustus 2011
02/Bgl/Tmu/2013 82 c 3.75 7 500 000
Oktober 2013
04/Bgl/Tmu/2013 81 b 5 10 000 000
Oktober 2013
05/Bgl/Tmu/2013 81 a 10 20 000 000
Oktober 2013
06/Bgl/Tmu/2013 77 c 2.76 5 520 000
Oktober 2013
05/Bgl/Tmu/2014 82 d 4.5 9 000 000
September 2014
06/Bgl/Tmu/2014 86 c 4 8 000 000
September 2014
07/Bgl/Tmu/2015 82 d 5.22 10 440 000
Juni 2015
Sumber : Dokumen KPH Sumedang 2015

Lampiran 2 Data curah hujan bulanan tahun 2011-2015

Curah hujan (mm)


Bulan
2011 2012 2013 2014 2015 Rata-rata
Jan 8.88 15.50 9.50 64.50 426.50 104.97
Feb 12.65 12.65 12.50 37 221.50 59.26
Mar 36.67 36.65 30.50 47.70 336.50 97.60
Apr 24.48 20 5 46.6 426 104.41
Mei 26.60 21 14.5 17 15 18.82
Jun 9.90 23 166.50 9.1 2.5 42.20
Jul 2.30 12 0.50 4.7 1.5 4.20
Agust 4.50 8.70 8 2 4 5.44
Sep 18 15 3 5 3.5 8.90
Okt 33 19 0.50 4 233 57.90
Nov 19.70 22 10.10 27.70 233 62.50
Des 6.60 7.90 90.20 467.50 356 185.64
Jumlah 203.28 213.40 350.80 732.80 2259 751.85
Sumber : Dokumen KPH Sumedang 2015
20

Lampiran 3 Kuesioner

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


FAKULTAS KEHUTANAN
DEPATEMEN SILVIKULTUR
Jl. Lingkar Akademik Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680

No : …………… Tanggal : ……………


Nama : …………… Alamat : ……………

KUESIONER PENELITIAN

Kusioner ini digunakan sebagai bahan skripsi mengenai Potensi


Kebakaran Hutan Berdasarkan Curah Hujan dan Sumber Api oleh Erig
Ryanda Drajat Ginting mahasiswa Departemen Silvikultur, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Kami mohon partisipasi
Bapak/Ibu/Saudara/I untuk mengisi kusioner ini dengan teliti dan lengkap
sehingga dapat menjadi data yang objektif. Informasi ini dijamin kerahasiannya,
tidak untuk dipublikasikan, serta tidak untuk kepentingan politis. Atas perhatian
dan kerjasamanya saya ucapkan Terimakasih.

Petunjuk : Isi dan pilihlah salah satu jawaban dengan memberikan tanda (√) pada
tempat yang telah disediakan.

1. Karakteristik Responden

1. Jenis Kelamin :
[ ] Laki-laki [ ] Perempuan
2. Usia : ………. Tahun
3. Status :
[ ] Menikah [ ] Belum Menikah
Jumlah Anggota Keluarga :

4. Pendidikan formal terakhir :


[ ] Tidak Sekolah [ ] SMA / sederajat
[ ] SD / sederajat [ ] Perguruan Tinggi
[ ] SMP /sederajat
5. Mata Pencaharian Pokok :
[ ] Petani [ ] Ibu Rumah Tangga
[ ] Peladang Berpindah [ ] Wiraswasta
[ ] Lainnya ………. [ ] Pegawai Negeri
Mata Pencaharian Tambahan :
[ ] Berburu [ ] Mencari Kayu
[ ] Mengembala Ternak [ ] Hasil Hutan Non Kayu
[ ] Lainnya ………. [ ] Mencari Ikan
21

[ ] Tidak [ ] Ya (jika ya lanjut no


berikutnya)

6. Pendapatan :

[ ] < Rp. 400.000 [ ] > Rp. 800.000


[ ] < Rp. 400.000-Rp 800.000

7. Akses Menuju Hutan :

[ ] Sulit [ ] Mudah
8. Luas Kepemilikan Lahan :

a. Sawah : ....................... m2/ha


b. Kebun/Pekarangan : ....................... m2/ha
Status Lahan : ....................... (Sewa,Milik)
Penduduk : ....................... (Asli,Pendatang)

2. Persepsi Masyarakat Tentang PERHUTANI

1. Menurut anda apakah yang dimaksud dengan PERHUTANI (KPH) ?


[ ] Hutan yang berisi pohon yang sengaja ditanam
[ ] Hutan Belantara
[ ] Hutan Alam
[ ] Lainnya : .........................................................
Jelaskan : ..................................................................
2. Menurut anda apakah keberadaan PERHUTANI membantu kehidupan
anda?
[ ] Setuju,Jika setuju jelaskan [ ] Tidak Setuju
Jelaskan : ....................................................
3. Menurut anda bagaimana keadaan hutan setelah kehadiran PERHUTANI ?
[ ] Semakin Baik [ ] Tidak Berpengaruh apapun
[ ] Semakin Buruk [ ] Lainnya : ….......................

4. Menurut anda,apakah masyarakat harus turut serta dalam upaya


melestarikan hutan ?
22

5. Menurut anda,peran masyarakat dalam melestarikan hutan dalam bentuk


seperti apa ?
[ ] Ikut serta dalam mengelola hutan yang mendatangkan manfaat
ekonomi
[ ] Turut mengawasi pengelolaan hutan agar tidak disalah gunakan pihak
tertentu.
[ ] Lainnya, Sebutkan : .......................................................................

3. Persepsi Masyarakat Tentang Kebakaran Hutan dan Sumber Penyebab


Kebakaran Hutan.

1. Apakah anda mengenal istilah kebakaran Hutan ?


[ ] Ya ( Jika ya,jelaskan) [ ] Tidak

Jelaskan : ...................................................................................................

2. Apakah pernah terjadi kebakaran hutan diwilayah anda ?


[ ] Ya ( Jika ya,jelaskan) [ ] Tidak

Jelaskan,kapan,dimana : .............................................................................

3. Apa penyebab kebakaran tersebut ?

Jelaskan : ....................................................................................................

4. Apakah anda ikut berpartisipasi dalam memadamkan kebakaran tersebut ?


[ ] Ya ( Jika ya,jelaskan) [ ] Tidak

Jelaskan, bentuk partisipasinya : ................................................................

5. Apakah anda pernah membakar untuk membuka lahan (misalnya untuk


membuka ladang atau lahan untuk menamam) ? ........................................

6. Berapa luas lahan yang anda bersihkan dengan cara membakar ?


[ ] < 1 ha [ ] 2 ha
[ ] 1 ha [ ] > 2 ha

7. Apakah anda menggunakan api untuk membersihkan lahan untuk semua


jenis tanaman ?
[ ] Ya [ ] Tidak( Jika tidak,jelaskan)

Jelaskan : ....................................................................................................

8. Apa alasan anda membuka suatu lahan dengan cara membakar ?


[ ] Mudah dan Murah [ ]Lainnya : ….............................
23

9. Teknik seperti apa yang anda lakukan untuk membakar ?

Jelaskan : ....................................................................................................

10. Dari siapa anda mengetahui cara membakar untuk teknik pembersihan
lahan?
[ ] Tutun temurun [ ] Lainnya : …...........................

11. Berapa kali dalam setahun anda melakukan kegiatan pembersihan lahan ?
[ ] 1 Kali [ ] >2 Kali (Jika lebih dari 2)
Jelaskan pada bulan apa : ...........

12. Apa saja faktor yang mendasari anda dalam melakukan kegiatan
pembersihan lahan ? Jelaskan : .................................................................

13. Kapan anda melakukan pembakaran untuk pembersihan lahan ?


[ ] Pagi-Siang hari [ ] Sore-malam hari

Jelaskan berapa lama waktu yang digunakan : ............................................

14. Tindakan seperti apa yang anda lakukan supaya pembakaran berhasil ?

Jelaskan : ......................................................................................................

15. Upaya apa saja yang di lakukan agar api tidak mudah menyebar ke areal
lain?

Jelaskan : ......................................................................................................

16. Apakah pernah ada tindakan untuk melakukan pembakaran hutan atau
lahan?
[ ] Pernah [ ] Tidak pernah

Jika pernah,kapan ( ...........) oleh siapa ( ............) dan berapa kali ( ............)

17. Apakah pembakaran yang dilakukan gagal ? ...............................................

18. Jika pembakaran yang dilakukan gagal,apa saja faktor penyebabnya ?

Jelaskan : ........................................................................................................

19. Apakah ada jarak waktu antara penanaman dan pembakaran ?

Jelaskan : .......................................................................................................

20. Kerugian apa saja yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan,menurut anda ?

Jelaskan : .......................................................................................................

21. Apakah anda mengetahui bahwa masyarakat memilki kewajiban dalam


pencegahan kebakaran hutan ?
24

[ ] Tahu [ ] Tidak Tahu

22. Alat apa saja yang digunakan untuk memadamkan api setelah dilakukan
pembakaran ?
[ ] Kepyok [ ] Parang
[ ] Arit [ ] Cangkul
[ ] Cengkong [ ] Lainnya (sebutkan : ............ )

23. Apakah anda pernah melakukan pembersihan lahan tanpa menggunakan api?
[ ] Tidak pernah [ ] Pernah

Jika pernah, Jelaskan : ....................................................................................

24. Teknik seperti yang anda lakukan pada saat melakukan pembersihan lahan
tanpa menggunakan api ?

Jelaskan : ........................................................................................................

25. Alat apa yang digunakan anda pada saat melakukan pembersihan lahan
tanpa menggunakan api untuk masing-masing teknik yang anda gunakan ?

Sebutkan : ......................................................................................................

26. Apakah anda mengetahui sanksi mengenai pembersihan lahan dengan


menggunakan api ?
[ ] Tidak Tahu [ ] Ya

Jika ya,jelaskan bentuk sanksinya : ................................................................

27. Apakah di wilayah sekitar anda pernah ada sosialisasi/penyeluhan mengenai


pembersihan lahan tanpa menggunakan api ?
[ ] Pernah [ ] Tidak Tahu
[ ] Tidak Pernah

Jika pernah,berapa kali (...........................), oleh siapa ( ............................ )

28. Apakah anda pernah menemukan rambu-rambu peringatan atau poster


terkait dengan pencegahan kebakaran hutan ?
[ ] Ya [ ] Tidak Tahu
[ ] Tidak

Jika ya,dimana ( ......................... ),oleh siapa ( ............................. )

...Terimakasih...
25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 juni 1994. Penulis merupakan


anak pertama dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak Bebas Ginting dan Ibu Lenny
Simanungkalit. Penulis memulai pendidikan formal di Taman Kanak kanak-kanak
(TK) Pertiwi Bekasi (1998-1999), lalu SDN Abdi Negara Bekasi (2000-2006),
kumudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMP St Maria Tarutung (2006) dan
SMA HKBP Tarutung (2009). Pada tahun 2012, penulis lulus seleksi penerimaan
mahasiswa baru Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan pada
mayor Silvikultur Fakultas Kehutanan.
Kegiatan lapang yang telah diikuti penulis, yaitu Praktek Pengelolaan
Ekosistem Hutan (PPEH) di Pangandaran - Syawal (2014), Praktek Pengelolaan
Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (2015) dan Praktek Kerja Profesi
(PKP) di PT. Mandiri Intiperkasa Kalimantan Utara (2016).
Penulis melakukan penelitian berjudul Potensi Kebakaran Hutan di KPH
Sumedang Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat dan Banten sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, dibawah bimbingan Prof Dr Ir
Bambang Hero Saharjo, MAgr.

Anda mungkin juga menyukai