Anda di halaman 1dari 5

LKPD 4

Gunung Merapi terlihat dari Umbulharjo, Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, (30/10). Gunung Merapi
meletus lagi pada Sabtu (30/10) dini hari disertai suara ledakan keras dan awan panas. ANTARA/R. Rekotomo

TEMPO Interaktif, Semarang - Kepala Dinas Kehutanan Jawa Tengah, Sri Puryono mengaku belum
bisa mengetahui secara pasti jumlah hutan di Jawa Tengah yang rusak akibat letusan Gunung
Merapi.

"Kami belum berani melakukan pendataan, karena situasi Merapi belum stabil," ujarnya
kepada Tempo, Minggu (31/10). Yang jelas, dibanding kerusakan akibat letusan 2006, diperkirakan
luas areal hutan yang rusak akibat letusan tahun ini lebih luas.
Dinas Kehutana Jawa Tengah baru akan mendata jumlah hutan yang rusak setelah Gunung Merapi
dinyatakan aman. Tidak hanya luas lahan, pendataan juga terkait dengan jenis tanaman yang rusak.

Sebelumnya, Menteri Kehutanan Zulkifli Hassan mengatakan, jumlah areal hutan yang rusak di
kawasan Merapi, baik di Daerah Istimewa Yogyakarta maupun Jawa Tengah tahun ini mencapai
6.420 hektare. Dari jumlah tersebut, paling banyak masuk wilayah Jawa Tengah karena meliputi tiga
Kabupaten: Magelang, Klaten dan Boyolali.

Akibat letusan tahun 2006, awan panas Merapi mengakibatkan 1.246 hektare hutan yang masuk
kawasan taman nasional Merapi Merbabu di Kabupaten Boyolali, Klaten, dan Magelang. Bahkan,
akibat kerusakan yang parah, beberapa kawasan terancam dari fungsinya sebagai hutan lindung.

Kerugian rusaknya hutan akibat letusan saat itu diperkirakan mencapai Rp 6 miliar. Diperlukan
sedikitnya 100 ribu bibit tanaman baru serta membutuhkan sekitar 30 tahun untuk reboisasi.
LKPD 4

Boyolali - Kebakaran hutan di Gunung Merbabu diperkirakan telah menghanguskan sekitar 260
hektare lahan. Kepala Balai Taman Nasional Gunung Merbabu (BTNGMb), Junita Parjanti,
mengungkapkan dampak yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan itu.

"Karena ini adalah kawasan konservasi, keanekaragaman hayati terkait flora dan fauna pasti
terganggu," kata Junita kepada detikcom Sabtu (14/9/2019).

Namun, pihaknya belum bisa mendata satwa-satwa yang terganggu akibat kebakaran di kawasan
Taman Nasional Gunung Merbabu. Pihaknya masih fokus pada upaya pemadaman. Dampak lainnya,
lanjut dia, yakni terkait dengan sumber mata air yang dimanfaatkan oleh warga untuk kebutuhan
sehari-hari. Di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu terdapat 39 mata air yang
dimanfaatkan oleh warga sekitar, baik di wilayah Kabupaten Boyolali, Semarang dan Magelang.

"Pipa-pipa airnya pasti akan mengalami kerusakan (akibat terbakar)," katanya.

Pihaknya masih mendata desa-desa yang distribusi air bersih terancam akibat terbakar. Menurut dia,
ada tiga sumber air yang berpotensi terganggunya distribusi air ke kampung-kampung di bawahnya.

"Yang terdeteksi terganggu itu ada tiga, di kecamatan Pakis itu ada Tuk Teyeng. Kemudian di
kecamatan Kopeng, Tuk Klanting dan di kecamatan Ampel ada Tuk Sipendok," jelas dia.

Desa yang terdampak langsung dari akibat terbakarnya pipa air yaitu Desa Gondangsari (Pakis), Desa
Tajuk (Kopeng) serta Desa Ngagrong dan Desa Candisari (Ampel). Vegetasi yang terbakar berupa
semak belukar dan tumbuhan bawah. Selain itu juga terdapat sejumlah tanaman keras. Pihaknya
mengaku khawatir kebakaran yang di wilayah Ampel, jika sampai merembet turun.

"Karena disana keanekaragamannya tinggi, disitu tempat kita pengamatan Elang Jawa. Pasti
terganggu dia (Elang Jawa) ya, kasihan," ucapnya.

Junita mengatakan, kebakaran tersebut masih jauh dari pemukiman penduduk. Titik api pertama kali
terpantau sekitar pukul 19.30 WIB di wilayah Dusun Malang, Desa Wonolelo, Kecamatan Sawangan,
Kabupaten Magelang.
Isilah tabel berikut berdasarkan teks di atas!

No Pertanyaan Jawaban
Apakah judul berita di atas?
1

Jenis sumber
2 daya alam hayati
apakah yang
menjadi tema
berita di atas?

Tuliskan bentuk kerusakan


3 sumber daya alam pada
berita di atas!

Tuliskan penyebab
4 kerusakan sumber daya
alam hayati pada teks di
atas!

Tuliskan kalimat yang


5 mendukung terjadinya
penyebab kerusakan
sumber daya alam hayati
tersebut!

KESIMPULAN

Kerusakan sumber daya alam dapat disebabkan karena ….faktor, yaitu …


LKPD 4

Kayu merupakan sumber energi utama bagi masyarakat yang tinggal di lereng Gunung Merapi dan
Merbabu tidak terkecuali masyarakat yang tinggal di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Program
konversi minyak tanah ke bahan bakar gas pun belum mampu mengalihkan pilihan masyarakat dari
kayu sebagai sumber energi utama. Kayu masih menjadi pilihan utama masyarakat di Selo karena dirasa
murah (gratis) oleh masyarakat walaupun sebenarnya untuk mendapatkannya juga tidak mudah.
Masyarakat harus menebang di kawasan hutan yang cukup jauh jaraknya serta medan yang terjal.
Kegiatan penebangan kayu yang dilakukan oleh masyarakat ternyata mengancam kelestarian kawasan
Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) dan Merbabu (TNGMb).

Penebangan kayu itu telah menyebabkan degradasi dan deforestasi yang cukup signifikan
mengancam flora maupun fauna endemik kawasan itu. Perpaduan kondisi biofisik kawasan yang
curam semakin memperparah dampak penebangan kayu bagi kedua kawasan yang berfungsi sebagai
sistem penyangga daerah tangkapan air ini. Beberapa yang sudah dirasakan oleh masyarakat disekitar
lereng kedua gunung adalah erosi, longsor, sampai dengan matinya beberapa sumber mata air.

Masyarakat yang tinggal di Kec. Selo bermatapencaharian mayoritas (80%) sebagai petani dan
peternak sapi. Sampai dengan saat ini terdapat tidak kurang dari 4000 populasi sapi di Selo
(Monografi, 2017). Jumlah populasi sapi di Selo sangat besar dan bisa menjadi potensi solusi atas
permasalahan tingginya ketergantungan kayu bakar. Pemanfaatan kotoran sapi untuk mengurangi
ketergantungan kayu bakar sudah dimulai oleh Kelompok Tani Karya Manunggal di Desa Samiran,
Kec. Selo. Mereka memanfaatkan kotoran sapi menjadi energi sebagai pengganti kayu bakar melalui
biogas.

Biogas pertama Kelompok Tani Karya Manunggal di bangun tahun 2011. Pada awalnya masih
banyak anggota petani yang meragukan teknologi biogas ini. Seiring dengan waktu, pemilik biogas
merasakan manfaat langsung dari penggunaan biogas tersebut. Pemakaian kayu bakar berkurang
menjadi 40%, mengurangi pemakaian gas elpiji sampai 100%, masak menjadi lebih nyaman dan
tidak terganggu oleh asap kayu bakar, kendang sapi menjadi lebih bersih dan manfaat langsung
lainnya. Akhirnya selang 3 tahun (2014) seluruh anggota kelompok Karya Manunggal yang
berjumlah 43 orang sudah memiliki instalasi biogas dengan berbagai kapasitas mulai dari 4m 3 –
12m3 .

Sumber : https://relungindonesia.org/2021/03/menyelamatkan-hutan-merapi-merbabu-dengan-
pengembangan-biogas/
Proses Pembangunan Kubah Instalasi Biogas

Instalasi biogas yang dibangun oleh anggota kelompok tani Karya Manunggal merupakan hasil
pembelajaran dari berbagai referensi. Sampai pada akhirnya mereka menemukan teknologi instalasi
yang sesuai dengan kebutuhan dan berbiaya murah. Untuk biogas kapasitas 4m3 mereka hanya
membutuhkan biaya sebesar 3 juta rupiah, sedangkan untuk membangun instalasi biogas kapasitas
12m3 hanya mmbutuhkan biaya 6 juta. Biaya instalasi biogas mereka menjadi lebih murah karena
menggunakan system gotong royong. Pembangunan dilakukan Bersama-sama dan secara sukarela.
Sampai saat ini kampung mereka terkenal dengan kampung biogas. Dari hasil studi yang dilakukan
tahun 2014, untuk setiap unit biogas kapasitas 4m3 ternyata mampu mengurangi pemakaian kayu
bakar setara dengan 1 pohon akasia dekuren dalam 1 bulan. Artinya, untuk setiap unit biogas telah
mencegah pemiliknya untuk melakukan penebangan satu pohon selama sebulan atau setara dengan
12 pohon/tahun. Jika dikalkulasi lebih jauh, dalam satu kelompok Karya Manunggal telah
berkontribusi dalam pelestarian kawasan taman nasional Gunung Merapi dan Gunung Merbabu
dengan tidak menebang pohon disekitar kawasan kedua taman nasional sebanyak 516 pohon/tahun.
Atas keberhasilan ini, kampung biogas Karya Manunggal menjadi percontohan banyak pihak dalam
pembangunan biogas. Bahkan beberapa dari anggota kelompok menjadi fasilitator dan trainer bagi
warga lain disekitar lereng Gunung Merapi dan Merbabu.

Anda mungkin juga menyukai