Anda di halaman 1dari 7

PENERAPAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA DI DESA SUMBER BENDO KECAMATAN SARADAN

KABUPATEN MADIUN: MODEL PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN BERSAMA


MASYARAKAT

Bambang Susilo dan Rini Yulianingsih


Fakultas Teknologi Pertanian, Univ. Brawijaya Malang


ABSTRAK

Masyarakat pinggir hutan pada umumnya memiliki ciri-ciri terisolasi, miskin, pendidikan rendah, dan angka
pengangguran yang tinggi. Kondisi ini menimbulkan permasalahan sosial seperti pencurian kayu dan penguasaan
ilegal lahan-lahan hutan yang berkaitan erat dengan proses kerusakan hutan. Kondisi ini berkorelasi negatif dengan
konservasi hutan seperti : hilangnya plasma nutfah, erosi tanah, kerusakan fungsi hidrologi hutan, kekacauan iklim,
dan permasalahan keamanan pangan baik regional maupun nasional. Dalam rangka menangani permasalahan ini
proyek IMHERE (Indonesia Managing Higher Education for Relevance and Efficiency) Universitas Brawijaya
bekerjasama dengan Pemerintah daerah Kabupaten Madiun melibatkan masyarakat sekitar hutan (Desa Sumber
Bendo, Kecamatan Saradan) menerapkan teknologi tepat guna untuk pemberdayaan masyarakat sebagai model
pengelolaan hutan berkelanjutan. Dua teknologi tepat guna yang diterapkan meliputi pertama adalah pengembangan
agroindustri tanaman porang (Amorphollus onchophillus) terdiri dari perluasan budidaya tanaman dan yang ke dua
adalah penerapan teknologi biogas untuk bahan bakar pengganti kayu bakar. Program pengembangan budi daya
tanaman porang dimaksudkan untuk meningkatkan rasa memiliki lahan hutan karena tanaman tersebut akan tumbuh
baik bila ada naungan sehingga masyarakat merasa membutuhkan tanaman hutan sebagai naungan, sedangkan
penerapan mesin-mesin pengolahan tanaman porang adalah untuk meningkatkan nilai tambah dari tanaman porang
yang dikembangkan. Mesin-mesin yang diterapkan meliputi mesin pencuci umbi porang, mesin perajang (slicer),
mesin pengering, mesin penepung, dan mesin pemisah (siklon). Penerapan mesin tersebut meningkatkan
pendapatan dan menciptakan lapangan kerja baru yang berdampak pada penurunan pencurian kayu hutan. Program
ke dua adalah penerapan instalasi biogas, di mana bisa menurunkan pencurian kayu bakar. Dua jenis reaktor biogas
dikembangkan di desa Sumber Bendo yaitu bentuk kubah yang terbuat dari pasangan cor dan batu bata, dan yang
lain adalah bentuk reaktor yang terbuat dari plastik. Karena harga yang lebih murah dan teknologi sangat sederhana,
maka bentuk yang ke dua inilah yang berkembang di masyarakat. Satu instalasi biogas dengan input kotoran dua
ekor sapi, mampu menggantikan kebutuhan kayu bakar sebanyak 10 kg per hari.

Kata kunci : Teknologi tepat guna, porang, reaktor biogas.

PENDAHULUAN

Masyarakat pinggir hutan di Indonesia terutama di Pulau Jawa, pada umumnya hidup terisolasi,
miskin, tingkat pendidikan rendah, tingkat pengangguran tinggi dan kehidupan mereka tergantung pada
hutan. Ketergantungan pada hutan menyebabkan masalah sosial seperti pencurian kayu dan hunian
ilegal dalam lahan hutan yang memiliki korelasi tinggi dengan deforestasi. Korelasi yang ditimbulkan
berupa korelasi negatif dengan konservasi hutan yaitu hilangnya biodiversivitas, menyebabkan erosi
tanah, kerusakan fungsi hidrologi hutan, gangguan iklim, masalah ketahanan pangan nasional dan
regional.
Untuk mengurangi laju deforestasi, pemerintah dengan perusahaan kehutanan negara
(PERHUTANI) menerapkan Pengelolaan Hutan Lestari. Salah satu kondisi pengelolaan kelestarian hutan
adalah pelibatan masyarakat pinggir hutan untuk mengelola hutan. Perusahaan negara memiliki program
bernama pengelolaan hutan bersama dengan masyarakat sebagai sistem pengelolaan hutan
berkelanjutan dan mendirikan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Dalam program ini masyarakat
LMDH terlibat dalam penanaman, budidaya, dan pemanenan. Pusat komunitas ini aktif melakukan
beberapa kegiatan bersama dengan masyarakat lokal yang bertujuan untuk mendukung peningkatan
pendapatan masyarakat setempat. Pusat komunitas ini mencari keuntungan finansial dari partisipasi
mereka. Mereka juga diperbolehkan untuk mengolah tanah hutan dengan menanam tanaman
perkebunan non-kayu.
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan, IMHERE-Project (Indonesia Managing
Higher Education for Relevance dan Efisiensi) Universitas Brawijaya bekerja sama dengan pemerintah
daerah membuat proyek yang melibatkan masyarakat pinggir hutan. Terdapat dua kegiatan utama yaitu
budidaya tanaman porang (Amorphopallus onchophillus) dan pengolahan umbi porang untuk
glukomanan serta pengembangan digester biogas untuk mendukung kebutuhan energi sehari-hari di
Desa Sumber Bendo Kabupaten Madiun Propinsi Jawa Timur.
Porang merupakan tanaman non-kayu yang paling penting di daerah Madiun. Tanaman ini
dikembangkan untuk menjadikan Madiun sebagai pemroduksi porang terbesar di Indonesia. Pengolahan
porang dipilih karena memiliki fungsi ekonomi, sosial, dan ekologi. Porang memiliki fungsi ekonomis
karena tanaman ini merupakan salah satu komoditas ekspor utama yang memiliki potensi untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya pendapatan masyarakat pinggir hutan. Perdagangan
porang secara tidak langsung akan mengurangi pencurian kayu di hutan. Tanaman porang juga memiliki
fungsi ekologis karena tanaman menutupi permukaan tanah sehingga mampu mengurangi erosi. Selain
itu, porang tumbuh dengan baik bila dibudidayakan di bawah pohon rindang, sehingga pohon hutan tetap
diperlukan dan kelestarian hutan tetap terjaga.
Masalah sosial kedua dari masyarakat pinggir hutan adalah kebutuhan energi untuk memasak,
yang memiliki korelasi dengan deforestasi. Biasanya mereka menggunakan kayu bakar yang mereka
temukan di hutan untuk memasak. Rata-rata kebutuhan kayu bakar per rumah tangga adalah 10 kg /
hari atau setara dengan 3.650 kg per tahun. Dalam keterkaitan dengan krisis energi global dan
pengurangan subsidi minyak tanah, maka penggunaan kayu bakar meningkat secara drastis sehingga
penebangan kayu juga meningkat.

METODE KEGIATAN

Proyek Indonesia Managing Higher Education for Relevance dan Efisiency (I-MHERE) Universitas
Brawijaya bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Madiun memberdayakan masyarakat
pinggir hutan di Desa Sumber Bendo. Dua kegiatan utama adalah pengembangan agroindustri porang
dan pengembangan reaktor biogas. Program ini dibagi dalam beberapa kegiatan:
1. Ekstensifikasi budidaya tanaman porang di kawasan hutan produksi.
2. Mendirikan pabrik mini untuk pengolahan umbi porang.
3. Desain dan penerapan mesin pasca panen untuk pengolahan umbi porang
4. Desain dan aplikasi reaktor biogas untuk mendukung kebutuhan energi sehari-hari masyarakat.
Dalam rangka sosialisasi teknologi tepat guna, telah dilakukan pelatihan : teknologi proses
pengolahan porang, perencanaan bisnis, dan operasi teknis pengolahan biogas.
Selama program berlangsung, masyarakat didampingi oleh ahli dari Universitas Brawijaya


HASIL DAN PEMBAHASAN

Perluasan Lahan Porang

Hutan produksi di Kabupaten Madiun terbagi atas 2 perusahaan kehutanan nengara yaitu KPH
Madiun dan KPH Saradan dengan luas total tanaman porang 1.350 Ha. Perhutani Saradan memiliki
1000 Ha dan Perhutani Madiun memiliki 350 Ha. Luas areal porang di Madiun merupakan yang terbesar
dibandingkan dengan daerah lain, sehingga Madiun merupakan pusat porang di Provinsi Jawa Timur.
Tanaman porang di Madiun terpusat di Saradan khususnya di Desa Sumberbendo. Sekitar 425 Ha dari
1000 Ha lahan porang di KPH tersebut dibudidayakan di Desa Sumberbendo.
Lebih dari 90% warga di Desa Sumberbendo kehidupannya tergantung pada hasil hutan. Mereka
mengolah lahan hutan hampir 1.919 Ha terutama untuk tanaman tahunan seperti jagung, singkong, dan
kacang tanah. Setelah mendapatkan informasi nilai ekonomi porang, kebanyakan masyarakat tidak
hanya membudidayakan tanaman setahun seperti biasanya, tetapi juga membudidayakan tanaman
porang. Selanjutnya mereka hanya mengolah porang setelah tanaman pohon hutan tumbuh besar. Tidak
seperti tanaman setahun yang biasanya, tanaman porang yang berada di bawah naungan pohon rindang
akan tumbuh lebih baik daripada yang berada di tempat terbuka dengan penyinaran cahaya matahari
lebih banyak. Jadi semakin baik naungan pohon, semakin baik pula tanaman porang tumbuh.

















Gambar 1. Tanaman Porang




Tabel 1. Perkembangan luas area porang di Desa Sumberbendo

Tahun
Luas lahan
porang
2007 45 Ha
2008 120 Ha
2009 300 Ha
2010 425 Ha

Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Madiun telah memperluas wilayah lahan porang di
Desa Sumberbendo. Luas areal porang di desa Sumberbendo ditunjukkan pada Tabel 1 yang
menunjukkan secara jelas perkembangan luas area tanaman porang. Produksi umbi porang adalah 8
sampai 10 ton / Ha. Harga umbi porang sebesar Rp 2000, - / kg sehingga harga potensial per Ha sebesar
Rp 16.000.000, hingga Rp 20.000.000,

Proses Pengolahan Porang

Porang merupakan bahan baku glucomanan, yang merupakan salah satu polisakarida hidrokoloid
yang penting dalam teknologi makanan. Glocomanan terdiri dari rantai D-glukosa (67%) dan D-mannosa
(33%) yang memiliki ikatan -1, 4. Fungsi glucomanan adalah sebagai aditif makanan alami.
Glukomanan memiliki viskositas tinggi pada konsentrasi larutan 1% dan stabil sebagai larutan,
namun viskositas akan menurun setelah 24 jam (Anonymous, 2006). Ini dapat digunakan sebagai
substitusi gums kacang lokus (Chan dan Albert, 2008). Glukomanan juga mampu mencegah obesitas,
diabetes millitus, dan kolesterol karena kandungan serat yang tinggi










Gambar 2. Struktur glucomanan (Anonimous, 2005)


Pengolahan umbi porang untuk glucomanan terdiri dari serangkaian satuan pengolahan
sebagaimana terlihat pada Gambar 3. Harga glukomanan lebih mahal daripada harga umbi porang,
sehingga penerapan teknologi tepat guna terutama teknologi pasca panen akan meningkatkan
pendapatan masyarakat. Harga glukomanan lebih dari Rp 100.000 per kg dan tergantung pada kualitas
produk. Harga ini lima puluh kali lipat harga umbi porang, meskipun dalam proses pengolahan terjadi
kehilangan massa.
Pengolahan porang yang dilakukan di desa Sumberbendo hanya sampai pada proses perajangan
dan pengeringan yang dilakukan secara manual. Kapasitas perajangan secara manual adalah 10 kg /
jam.
Selanjutnya porang hasil perajangan dikeringkan dengan sinar matahari karena masyarakat tidak
mengenal pengering mekanis. Proses pengeringan memerlukan waktu 2 sampai 3 hari untuk mencapai
kadar air 6%. Hal ini menimbulkan masalah ketika panen porang terjadi pada musim hujan.
Harga chip porang adalah Rp 18.000/kg. Namun karena proses pengolahan dilakukan secara
manual maka kapasitas produksi menjadi terbatas, sehingga proses pengolahan yang dilakukan tidak
memberikan kontribusi secara signifikan untuk peningkatan ekonomi. Untuk meningkatkan kapasitas
produksi, maka dibutuhkan teknologi tepat guna khususnya mesin pasca panen untuk meningkatkan
kapasitas produksi
















Gambar 3. Proses pengolahan umbi porang menjadi glucomanan
Desain dan Aplikasi Mesin Pengolahan Umbi Porang

Ada dua jenis mesin yang telah dirancang dan diaplikasikan untuk meningkatkan produksi chip
porang pada tahun 2008 dari program IMHERE, yaitu mesin pencuci dan mesin perajang. Mesin-mesin
dirancang untuk meningkatkan produksi pasca panen porang. Kapasitas mesin ditunjukkan pada Tabel 2.
Mesin-mesin mampu menangani semua produksi umbi porang di Kelurahan Sumberbendo


Tabel 2. Kapasitas Mesin

No Item Kapasitas
1 Mesin Pencuci 1,500 kg/jam
2 Mesin Perajang 500 kg/jam

Umbi porang dipanen pada bulan Mei sampai September setiap tahunnya. Total produksi porang di
desa pada tahun 2008 adalah 450,000 kg dan meningkat pada 2010 menjadi 1,000,000 kg dan harus
diproses dalam 5 bulan. Jika dalam dua bulan ada 26 hari efektif, jumlah hari efektif setiap tahun adalah
130 hari atau 910 jam. Mesin pemotong dapat memproses 455.000 kg, dan ini menangani 50% dari
produksi total porang di desa tersebut. Aplikasi mesin porang secara ekonomi dan teknis layak. Internal
Rate of Return (IRR) dari mesin lebih dari suku bunga di Indonesia, sehingga proyek itu bermanfaat bagi
anggota LMDH. Harga chip porang juga lebih baik daripada harga dari umbi porang. Selain harga yang
lebih tinggi, chip porang dapat disimpan lebih lama dari umbi porang. Biasanya produk pertanian mudah
rusak, sehingga penurunan kualitas terjadi secara cepat. Dengan pengolahan porang maka lama
penyimpanan dapat diperpanjang, sehingga produsen dapat melakukan pengaturan pemasaran dengan
lebih baik.
Aplikasi mesin tidak hanya meningkatkan kualitas produk, tetapi juga meningkatkan kenyamanan
dan keselamatan pekerja. Sebelum aplikasi mesin, pekerja memotong satu porang per satu dengan
pisau. Penggunaan mesin perajang telah meningkatkan kapasitas pekerja. Gambar 4 menunjukkan
mesin pencuci dan mesin perajang porang.






Pencucian
Penepungan
Pemoto ngan
Pengeringan
Umbi porang
Glucomanan
Tepung
porang
Pemisahan

















Gambar 4. Mesin pencuci dan perajang umbi porang


Desain dan Aplikasi Reaktor Biogas untuk Kebutuhan energi Rumah Tangga

Kenaikan harga karosen mempengaruhi pola penggunaan energi. Sumber daya energi utama
rumah tangga di Indonesia adalah minyak tanah. Sejak 2008 tidak ada subsidi untuk karosen, sehingga
harga tergantung pada mekanisme pasar. Kecenderungan ini menyebabkan peningkatan harga.
Konsekuensi dari kondisi ini adalah bahwa masyarakat mengubah sumber energi rumah tangga dari
minyak tanah ke kayu bakar. Warga sekitar hutan menggunakan kayu bakar dari hutan.
Kebutuhan kayu bakar per rumah tangga adalah 10 kg / hari tergantung pada anggota rumah
tangga. Ini berarti bahwa kebutuhan rumah tangga 3,6 ton kayu bakar per tahun didapatkan dari hutan.
Tanpa tindakan untuk menggali sumber energi lain, deforestasi akan meningkat secara terus menerus.
Biogas merupakan salah satu energi alternatif yang mempunyai potensi untuk dikembangkan di Desa
Sumberbendo. 40% penduduk di Sumberbendo memiliki 2-7 sapi, dan setiap sapi menghasilkan kotoran
20 kg per hari. Dua sapi menghasilkan biogas yang cukup untuk menutupi kebutuhan energi rumah
tangga.













Gambar . 3. Reaktor Biogas dan aplikasi dalam rumah tangga











KESIMPULAN

Deforestasi dapat diturunkan dengan memberdayakan masyarakat pinggir hutan melalui
pengembangan agro-industri tanaman porang dan pengembangan biogas. Tanaman Porang mempunyai
potensi untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi, sosial dan lingkungan, yang dapat
meningkatkan rasa memiliki dari masyarakat terhadap hutan. Penerapan teknologi tepat guna mampu
meningkatkan nilai tambah umbi porang yang mempunyai pengaruh yang besar terhadap pendapatan
masyarakat. Pengembangan biogas di masyarakat pinggir hutan akan mengurangi konsumsi kayu
bakar. Program ini dapat dikembangkan tidak hanya untuk mengurangi deforestasi, tetapi juga berkaitan
dengan pengembangan program desa mandiri energi.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Budidaya-Porang (Amorphophallus onchophyllus). Info Guano Phospat.
http://infoguano.blogspot.com/2010/07/budi-daya-porang-iles-iles.html.

Anonym. 2009. Laporan Program IMHERE. Universitas Brawijaya Malang.

Lahiya, A.A. 1993. Budidaya Tanaman Iles-Iles dan Penerapannya untuk Sasaran Konsumsi serta
Industri. Seri Himpunan Peninggalan Penulisan yang Berserakan. (terjemahan dari Scheer, J.V.,
G.H.W.D. Dekker, and E.R.E. Helewijn. 1937/1938/1940. De Fabrikasi Van Iles-iles mannaanmeel
uit Amorphophallusknollen en enige toepassingmogelijkheden Bergcultures). Bandung.

Kriswidarti, T. 1980. Suweg (Amorphophallus campanulatus Bl) Kerabat Bunga Bangkai yang Berpotensi
sebagai Sumber Karbohidrat. Buletin Kebun Raya 4 (5): 171-173

Anda mungkin juga menyukai