Anda di halaman 1dari 45

Proposal Penelitian

PENGARUH AKTIVITAS EKONOMI PENDUDUK


TERHADAP KERUSAKAN EKOSISTEM HUTAN
MANGROVE DI KELURAHAN BAGAN DELI
KECAMATAN MEDAN BELAWAN

Diajukan Untuk Diseminarkan


Pada Jurusan Pendidikan Geografi

Oleh:
MUHAMMAD FADHLAN
NIM. 061233310038

FAKULTAS ILMU SOSIAL


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2010

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi Masalah. 5
C. Pembatasan Masalah.... 5
D. Rumusan Masalah.... 5
E. Tujuan Penelitian..... 6
F. Manfaat Penelitian 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA


A. Kerangka Teori..... 7
B. Kerangka Berpikir 22
C. Hipotesis.. 23

BAB III METODE PENELITIAN


A. Lokasi Penelitian.. 24
B. Populasi dan Sampel. 24
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 26
D. Teknik Pengumpulan Data 28
E. Teknik Analisa Data. 29

DAFTAR PUSTAKA.. 30

Lampiran

Peta

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara
kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari
81.000 km, serta letaknya yang sangat startegis di antara dua benua dan dua
samudra yang dilalui garis khatulistiwa (ekuator). Selain itu, Indonesia memiliki
sumberdaya laut dan pesisir yang melimpah di seluruh wilayah sekitar garis pantai
Indonesia, baik hayati maupun nonhayati. Salah satu sumberdaya laut dan pesisir
yang terdapat di Indonesia adalah ekosistem hutan mangrove yang berada hampir
di setiap wilayah pesisir dan garis pantai Indonesia.
Ekosistem hutan mangrove adalah suatu sistem ekologi yang terdiri dari
komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon
mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai
berlumpur (Bengen, 2000). Kerusakan ekosistem hutan mangrove adalah
perubahan fisik biotik maupun abiotik di dalam ekosistem hutan mangrove
menjadi tidak utuh lagi atau rusak yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor
manusia (Tirtakusumah, 1994). Pada umumnya kerusakan ekosistem hutan
mangrove disebabkan oleh aktivitas manusia dalam pendayagunaan sumberdaya
alam wilayah pantai tidak memperhatikan kelestarian, seperti; penebangan untuk
keperluan kayu bakar yang berlebihan, tambak, permukiman, industri dan
pertambangan (Permenhut, 2004).

Luas ekosistem hutan mangrove yang ada di Indonesia sekitar 4.251.011


Ha yang tersebar di beberapa pulau, seperti Sumatera, Jawa dan Bali, Nusa
Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua/Irian yang dimana
persebaran ekosistem hutan mangrove terbesar terdapat di Papua/Irian ( 65%) dan
Sumatera ( 15%) (WCMC World Conservation Monitoring Centre, 1992).
Tetapi, lebih dari setengah luas ekosistem hutan mangrove yang ada di Indonesia
ternyata dalam kondisi rusak parah, diantaranya 1,6 juta Ha dalam kawasan hutan
dan 3,7 juta Ha di luar kawasan hutan (Ginting, 2006).
Ginting (2006) menyatakan bahwa:
Kerusakan ekosistem hutan mangrove Sumatera Utara yang
paling tinggi berada di wilayah Pantai Timur Sumatera Utara, yaitu
Kota Tanjung Balai (Kabupaten Asahan) yang mencapai 12.900
Ha (89,6%) dari 14.400 Ha. Kemudian Kecamatan Medan
Belawan (Kota Medan) sebesar 150 Ha (71,8%) dari 250 Ha,
Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai 12.400
Ha (62%) dari 20.000 Ha, dan Kabupaten Langkat 25.300 Ha
(60%) dari 35.300 Ha. Tetapi kerusakan hutan mangrove di
Kabupaten Labuhan Batu hanya 500 Ha (29,4%) dari 1.700 Ha.
Sedangkan di wilayah Pantai Barat Sumatera Utara, kerusakan
ekosistem hutan mangrove masih sangat kecil. Seperti di
Kabupaten Tapanuli Tengah hanya 250 Ha (13,9%) dari 1.800 Ha,
Kabupaten Mandailing Natal dan Kabupaten Tapanuli Tengah
sebesar 200 Ha (6,9%) dari 2.900 Ha, dan Kabupaten Nias dan
Kabupaten Nias Selatan hanya 650 Ha (9,1%) dari 7.200 Ha.
Ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan di
Kecamatan Medan Belawan seluas 150 Ha (71,8%) dari 250 Ha.

Pada awalnya hampir seluruh daerah Kelurahan Bagan Deli terdiri dari
kawasan ekosistem hutan mangrove. Akan tetapi seiring dengan pertambahan
jumlah penduduk, maka banyak penduduk dari berbagai daerah bermigrasi ke
Kelurahan Bagan Deli sehingga jumlah penduduk di Kelurahan Bagan Deli
semakin bertambah. Ditambah lagi Kelurahan Bagan Deli termasuk wilayah jalur

lalu lintas laut internasional Selat Malaka dan memiliki Pelabuhan Belawan
sebagai pelabuhan internasional sehingga semakin banyak penduduk bermigrasi
dan

bertempat

tinggal

di

Kelurahan

Bagan

Deli.

Akibatnya

terjadi

pengalihfungsian lahan hutan mangrove dan pemanfaatan sumberdaya hutan


mangrove secara besar-besaran untuk kepentingan penduduk sehingga kawasan
ekosistem hutan mangrove semakin berkurang. Oleh sebab itu, kawasan
eksosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli mengalami kerusakan
seluas 18 Ha (78,26%) dari luas keseluruhan 23 Ha (Kantor Kelurahan Bagan
Deli 2010).
Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis suatu
negara (Republik Indonesia) selama enam bulan atau lebih, atau mereka yang
berdomisili kurang dari enam bulan tetapi dengan tujuan menetap (Badan Pusat
Statistik, 2000:31). Aktivitas penduduk merupakan suatu wujud kegiatan atau
tindakan yang memiliki pola tertentu dari manusia di dalam penduduk yang dapat
menimbulkan wujud kebudayaan. Aktivitas penduduk terdiri dari berbagai macam
bidang, yaitu bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Untuk aktivitas ekonomi
penduduk terdiri dari pangan dan sandang, tempat

tinggal/perumahan,

pendapatan/penghasilan dan pekerjaan/mata pencaharian (Melly, 1989).


Ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan dapat disebabkan
oleh dua faktor, yaitu faktor alam dan faktor manusia. Kerusakan ekosistem hutan
mangrove disebabkan oleh faktor manusia berupa aktivitas ekonomi penduduk
yang memanfaatkan sumberdaya alam yang terdapat di dalam ekosistem hutan
mangrove tersebut. Aktivitas ekonomi penduduk yang menyebabkan kerusakan

ekosistem hutan mangrove, yaitu pengalihfungsian kawasan ekosistem hutan


mangrove menjadi lahan pertambakan, pertanian, perumahan, permukiman, dan
raklamasi pantai untuk kawasan rekreasi atau pariwisata. Selain itu, pohon
mangrove dimanfaatkan sebagai bahan bakar (kayu bakar, arang dan alkohol),
bahan bangunan (balok perancah, atap rumah, tonggak, dan badan kapal) dan
bahan baku industri (makanan, minuman, pupuk, obat-obatan dan kertas)
(Saenger, 1983).
Ekosistem hutan mangrove yang sudah dieksploitasi oleh aktivitas
ekonomi penduduk biasanya tidak dilakukan upaya pelestariannya sehingga
ekosistem hutan mangrove akan terus-menerus mengalami kerusakan dan
akhirnya menjadi punah. Untuk ekosistem hutan mangrove yang mengalami
kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas ekonomi penduduk perlu dilakukan
upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove oleh pemerintah dan masyarakat
dengan konservasi, reboisasi, dan rehabilitasi hutan mangrove. Upaya pelestarian
ekosistem hutan mangrove yang dilakukan oleh pemerintah biasanya dilakukan
oleh Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan maupun
dari Pemerintah daerah setempat kemudian dibantu oleh masyarakat yang ikut
berpartisipasi dalam menjaga kelestarian lingkungan alam.
Terkait dengan permasalahan-permasalahan diatas, maka penulis merasa
tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh aktivitas ekonomi penduduk
terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli
Kecamatan Medan Belawan.

B. Identifikasi Masalah
Beberapa permasalahan yang terkait dengan pengaruh aktivitas penduduk
terhadap ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan
Belawan, yaitu: (1). Kondisi fisik ekosistem hutan mangrove; (2). Fungsi dan
manfaat ekosistem hutan mangrove; (3). Kondisi fisik kerusakan ekosistem hutan
mangrove; (4). Pengaruh yang signifikan aktivitas ekonomi penduduk terhadap
kerusakan ekosistem hutan mangrove; dan (5). Upaya pelestarian kerusakan
ekosistem hutan mangrove akibat aktivitas ekonomi penduduk.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, maka masalah dalam penelitian ini
dibatasi pada kondisi fisik kerusakan ekosistem hutan mangrove, pengaruh yang
signifikan aktivitas ekonomi penduduk terhadap kerusakan ekosistem hutan
mangrove, dan upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove akibat
aktivitas ekonomi penduduk di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dalam penelitian ini yang
menjadi perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi fisik kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan
Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan?

2. Bagaimana pengaruh yang signifikan aktivitas ekonomi penduduk terhadap


kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan
Medan Belawan?
3. Bagaimana upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove akibat
aktivitas ekonomi penduduk di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan
Belawan?

E. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kondisi fisik kerusakan ekosistem hutan mangrove di
Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.
2. Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan aktivitas ekonomi penduduk
terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli
Kecamatan Medan Belawan.
3. Untuk mengetahui upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove
akibat aktivitas ekonomi penduduk di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan
Medan Belawan.

F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Sebagai bahan masukan bagi instansi pemerintah dan swasta di Kecamatan
Medan Belawan, Kota Medan khususnya di Kelurahan Bagan Deli dalam
mengambil kebijakan tentang pelestarian kerusakan ekosistem hutan

mangrove.
2. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi penduduk yang berdomisili
di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan.
3. Untuk menambah wawasan bagi penulis dalam menulis karya ilmiah
berbentuk skripsi.
4. Sebagai bahan pembanding bagi penulis lain untuk meneliti masalah yang
sama pada waktu dan daerah yang berbeda.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori
1. Hutan Mangrove
Menurut etimologi (asal kata), kata mangrove berasal berasal dari kata
Mangue (Bahasa Prancis) dan kata at Grove (Bahasa Inggris) yang artinya
komunitas tanaman yang tumbuh di daerah berlumpur dan pada umumnya
ditumbuhi oleh sejenis pohon bakau (Rhizophera sp) (Davis, 1940). Hutan
mangrove merupakan hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara
teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak
terpengaruh oleh iklim sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di
bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih
dipengaruhi oleh pasang surut dengan kelerengan kurang dari 8% (Departemen
Kehutanan, 1994 dalam Santoso, 2000). Noor (1999) memberikan batasan tentang
hutan mangrove bahwa hutan mangrove sebagai hutan yang tumbuh pada tanah
alluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang dipengaruhi pasang surut
air laut serta ciri dari hutan ini terdiri dari tegakan pohon Rhizhophor, Bruguiera,
Sonneratia, Nypa, Avicennia, Ceriops, Lumnitzera, Aegiceras, Xylocarpus dan
Scyphyphora.

Menurut Bengen (2000), Indonesia memiliki vegetasi hutan mangrove


yang keragaman jenis yang tinggi. Jumlah jenis yang tercatat mencapai 202 jenis
yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit, dan 1
jenis sikas yang dimana dalam hutan mangrove, paling tidak terdapat salah satu
jenis tumbuhan mangrove sejati, yang termasuk ke dalam empat famili:
Rhizoporaceae

(Rhizophora,

Bruguiera,

dan

Ceriops),

Sonneratiaceae

(Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia), dan Meliaceae (Xylocarpus). Sugiarto


(1996) menyatakan bahwa di dalam ekosistem hutan mangrove terdapat berbagai
macam jenis tumbuhan mangrove, yaitu Bakau (Rhizophora mucronata), Tanjang
(Bruguiera gymnorrizha), Tenngar (Ceriops tagal), Perapat/Bogem/Pedada
(Sonneratia alba),

Api-Api (Avicennia marina),

Niri/Nyiri (Xylocarpus

moluccensis), Bayur Laut/Cerlang Laut (Heritiera littoralis), Kayu Kuda


(Dolichaudrone

spathacea),

Kecil/Gedangan/Tanggung

Terutum

(Aegiceras

(Lumnitzera
cornoculatum),

littorea),
Jeruju

Perepat
(Acanthus

ilicifolius), Kayu Buta-Buta (Excoecaria agallocha), Paku Laut (Acrostichum


aureum), Gelang Laut/Gelang Pasir (Sasuvium portulacastrum), Alur (Sueda
maritima), Tuba Laut (Derris heterophylla), Gambir Laut (Chlerodendron
inerme), Triantheum portulacastrum dan Phyla nodiflora.
Menurut Chapman (1984) bahwa flora yang terdapat dalam ekosistem
hutan mangrove dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu; (1). Flora
mangrove inti, yakni flora mangrove yang mempunyai peran ekologi utama dalam
formasi hutan mangrove, contoh: Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia,
Sonneratia, Avicennia, Nypa, Xylocarpus, Derris, Acanthus, Lumnitzera,

Scyphiphora, Smythea dan Dolichandrone; dan (2). Flora mangrove peripheral


(pinggiran), yaitu flora mangrove yang secara ekologi berperan dalam formasi
hutan mangrove, tetapi juga flora tersebut berperan penting dalam formasi hutan
lain, contoh: Excoecaria agallocha, Acrostichum aureum, Cerbera manghas,
Heritiera littorelis, Hibiscus tiliaceus, dan lain-lain. Flora mangrove umumnya di
dalam ekosistem hutan mangrove tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir
pantai sampai pedalaman daratan yang terbentuk bisa berupa zonasi yang
sederhana (satu zonasi, zonasi campuran) dan zonasi yang kompleks (beberapa
zonasi) tergantung pada kondisi lingkungan mangrove yang bersangkutan yang
mencerminkan tanggapan ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap gradasi
lingkungan (Saenger, 1983).
Saenger (1983); Salim (1986); dan Naamin (1990) menyatakan bahwa
fungsi ekosistem mangrove mencakup: (1) Fungsi fisik; menjaga garis pantai agar
tetap stabil, melindungi pantai dari erosi laut (abrasi) dan intrusi air laut; dan
mengolah bahan limbah, (2) Fungsi biologis ; tempat pembenihan ikan, udang,
tempat pemijahan beberapa biota air; tempat bersarangnya burung; habitat alami
bagi berbagai jenis biota, dan (3) Fungsi ekonomi sebagai sumber bahan bakar
(arang kayu bakar), pertambakan, tempat pembuatan garam, dan bahan bangunan.
Saenger, (1983) juga merinci hasil-hasil produk dari ekosistem hutan mangrove,
antara lain; bahan bakar (kayu bakar, arang dan alkohol), bahan bangunan (balok
perancah, bangunan, jembatan, balok rel kereta api, pembuatan kapal, tonggak dan
atap rumah), pertanian (makanan ternak, pupuk dan sebagainya), perikanan (tiangtiang untuk perangkap ikan, pelampung jaring, pengeringan ikan, bahan

penyamak jaring dan lantai), dan bahan baku industri (makanan, minuman, obatobatan, kertas, dan sebagainya). Berdasarkan pada KMNL (1995/1996) bahwa
potensi ekosistem hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat, yaitu (1).
Membantu mencegah terjadinya abrasi laut; (2). Mengatur keseimbangan antara
ketersediaan garam dan air tawar dalam memelihara ekosistem; (3). Akar pohon
mangrove dapat menahan gerakan pasang surut air laut; (3). Sebagai sumber
makanan, tempat berlindung dan tempat bereproduksi bagi hewan laut dan satwa
liar darat; dan (4). Sebagai sumber bahan bakar, bahan bangunan dan bahan baku
industri kimia. Dilihat dari segi ekonomi, ekosistem hutan mangrove sangat
berfungsi dan bermanfaat bagi kehidupan manusia terutama penduduk setempat
yang berdomisili di dekat ekosistem hutan mangrove, misalnya sebagai sumber
pendapatan/penghasilan

tambahan

atau

sebagai

sumber

mata

pencaharian/pekerjaan sampingan penduduk setempat (Anwar dan Gunawan,


2007).

2. Kondisi Fisik Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove


Sumberdaya alam ekosistem mangrove termasuk dalam sumber daya
wilayah

pesisir, merupakan sumber daya yang bersifat alami dan dapat

diperbaharui (renewable resources) yang harus dijaga keutuhan fungsi dan


kelestariannya,

supaya

dapat

menunjang pembangunan

dan

dapat

dimanfaatkan seoptimal mungkin dengan pengelolaan yang lestari. Menurut


Dahuri (2003), ada tiga parameter lingkungan utama yang menentukan
kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove, yaitu suplai air tawar dan

salinitas, pasokan nutrien, dan stabilitas substrat.


Kerusakan ekosistem hutan mangrove adalah perubahan kondisi fisik
biotik maupun abiotik di dalam ekosistem hutan mangrove menjadi tidak utuh lagi
(rusak) yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia (Tirtakusumah,
1994). Pada umumnya kerusakan ekosistem hutan mangrove disebabkan oleh
aktivitas manusia dalam pendayagunaan sumberdaya alam wilayah pantai tidak
memperhatikan kelestarian, seperti; penebangan untuk keperluan kayu bakar yang
berlebihan, tambak, permukiman, industri dan pertambangan (Permenhut, 2004).
Bengen (2001) menjelaskan bahwa kerusakan ekosistem hutan mangrove
dikarenakan adanya fakta bahwa sebagian manusia dalam memenuhi keperluan
hidupnya dengan mengintervensi ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari
adanya alih fungsi lahan ekosistem hutan mangrove menjadi tambak, pemukiman,
industri, dan sebagainya maupun penebangan oleh masyarakat untuk berbagai
keperluan. Hal itu dikarenakan memang pada dasarnya hutan mangrove memiliki
fungsi ekonomi antara lain sebagai penghasil keperluan rumah tangga, penghasil
keperluan industri, dan penghasil bibit.
Khomsin (2005: 190) menyatakan bahwa:
Kerusakan alamiah ekosistem hutan mangrove timbul
karena peristiwa alam seperti adanya gelombang besar pada musim
angin timur dan musim kemarau yang berkepanjangan sehingga
dapat menyebabkan akumulasi garam dalam tanaman. Selain itu,
Gelombang besar dapat menyebabkan tercabutnya tanaman
muda atau tumbangnya pohon, serta menyebabkan erosi tanah
tempat bakau tumbuh. Kekeringan yang berkepanjangan bisa
menyebabkan kematian pada vegetasi mangrove dan menghambat
pertumbuhannya.

Konversi hutan mangrove terus meningkat untuk dijadikan lahan pertanian


atau tambak ikan/udang, sehingga menyebabkan penurunan produktivitas
ekosistem tersebut (Dave, 2006; Prima-vera, 2005). Menurut Irwanto (2008)
bahwa banyak kegiatan manusia di sekitar kawasan ekosistem hutan mangrove
yang berakibat perubahan karakteristik fisik dan kimiawi di sekitar habitat hutan
mangrove sehingga tempat tersebut tidak lagi sesuai bagi kehidupan dan
perkembangan flora dan fauna di dalam ekosistem hutan mangrove. Menurut
Soesanto (1994) bahwa dalam usaha pengembangan ekonomi kawasan mangrove
seperti pembangkit tenaga listrik,

lokasi rekreasi, pemukiman dan sarana

perhubungan serta pengembangan pertanian pangan, perkebunan, perikanan dan


kehutanan harus mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan kelestarian
sumber daya wilayah pesisir. Pertumbuhan penduduk yang pesat menyebabkan
tuntutan untuk mendayagunakan sumberdaya mangrove terus meningkat.
Berdasarkan pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan
Mangrove, maka kondisi ekosistem hutan mangrove dibagi menjadi tiga kriteria
yang dapat dilihat pada tabel 1 berikut.

Tabel 1: Kriteria Ekosistem Hutan Mangrove


No
1
2
3

Kriteria
Penutupan
Kerapatan Pohon/Ha
Baik
75%
1500 Pohon/Ha
Sedang
50% - < 75%
1000 - < 1500 Pohon/Ha
Rusak
< 50%
< 1000 Pohon/Ha
Sumber : Dahuri,1996 dalam Sunarto, 2008, hal. 26

Selain itu, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004
bahwa ekosistem menyatakan bahwa ekosistem hutan mangrove yang mengalami
kerusakan dapat dibedakan menjadi tiga bagian (Dahuri,1996), yaitu:
a. Kerusakan Kecil
Kerusakan ekosistem hutan mangrove yang tergolong kecil apabila jumlah
populasi pohon mangrove yang menutupi ekosistem hutan mangrove kurang dari
50% dan jumlah kerapatan pohon mangrove kurang dari 1000 pohon/Ha. Untuk
kerusakan kecil ekosistem hutan mangrove hanya berpengaruh kecil terhadap
kelangsungan hidup fauna yang berhabitat disana maupun aktivitas ekonomi
penduduk yang tinggal di daerah tersebut.
b. Kerusakan Sedang
Kerusakan ekosistem hutan mangrove yang tergolong sedang apabila
jumlah populasi pohon mangrove yang menutupi ekosistem hutan mangrove
kurang dari 30% dan jumlah kerapatan pohon mangrove kurang dari 600
pohon/Ha.

Untuk

kerusakan sedang

ekosistem

hutan

mangrove

dapat

mengakibatkan sebagian besar fauna kehilangan sumber makanan dan tempat


tinggal, serta sebagian besar aktivitas ekonomi penduduk dalam memanfaatkan
sumberdaya alam hutan mangrove akan berkurang.
c. Kerusakan Besar
Kerusakan ekosistem hutan mangrove yang tergolong besar apabila jumlah
populasi pohon mangrove yang menutupi ekosistem hutan mangrove kurang dari
10% dan jumlah kerapatan pohon mangrove kurang dari 200 pohon/Ha. Untuk
kerusakan besar ekosistem hutan mangrove dapat mengakibatkan kehidupan fauna

yang berhabitat disana terancam bahaya bahkan kepunahan dan aktivitas ekonomi
penduduk yang memanfaatkan sumberdaya alam hutan mangrove akan terhenti,
selain itu daerah tersebut akan terancam dari bencana alam tsunami, gelombang
laut besar dan abrasi yang membahayakan kehidupan manusia.

3. Pengaruh Yang Signifikan Aktivitas Ekonomi Penduduk Terhadap


Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove
Menurut Soesanto dan Sudomo (1994), kerusakan ekosistem hutan
mangrove dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain: (1). Kurang dipahami
kegunaan ekosistem hutan mangrove; dan (2). Meskipun hutan mangrove terus
terancam kelestariannya, namun berbagai aktivitas penyebab kerusakan hutan
mangrove terus terjadi dan adakalanya dalam skala dan intensitas yang terus
meningkat (Kusmana, 2002). Perubahan dari hutan mangrove primer dan
sekunder menjadi areal non hutan mangrove diakibatkan oleh konversi, terutama
pembukaan areal untuk pertambakan, pertanian maupun pembangunan (Rudianto,
2009).
Bengen (2004: 4) menyatakan bahwa:
Dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya
kegiatan pembangunan di pesisir bagi berbagai peruntukan
(pemukiman, perikanan, pelabuhan, dll), tekanan ekologis terhadap
ekosistem pesisir, khususnya ekosistem hutan mangrove, semakin
meningkat pula. Meningkatnya tekanan ini tentunya berdampak
terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove itu sendiri baik
secara langsung (misalnya kegiatan penebangan atau konversi
lahan) maupun tak langsung (misalnya pencemaran oleh limbah
berbagai kegiatan pembangunan ).

Menurut Ibrahim (2006) bahwa penyebab ancaman dan kerusakan


ekosistem hutan mangrove antara lain: (1). Meningkatnya jumlah penduduk
yang bermukim di lingkungan sekitar ekosistem hutan mangrove, sehingga
pemanfaatan

sumberdaya

alam

hutan

mangrove

semakin

meningkat;

(2). Pemanfaatan sumberdaya alam hutan mangrove yang semula dilakukan secara
tradisional berubah menjadi secara komersial; (3). Ekosistem hutan mangrove
peka terhadap perubahan dan tekanan dari luar yang melampaui kemampuan dan
daya dukungnya, misalnya pencemaran lingkungan berupa limbah industri dan
sampah di dalam ekosistem hutan mangrove; (4). Semakin meningkatnya jumlah
penduduk mengakibatkan kawasan ekosistem hutan mangrove diubah menjadi
perumahan, permukiman, perkantoran, industri, pelabuhan, tempat rekreasi (objek
wisata), dan lain-lain; serta (5). Kawasan ekosistem hutan mangrove menjadi
berkurang karena adanya perubahan pemanfaatan lahan hutan mangrove menjadi
lahan pertambakan, baik tambak ikan maupun tambak udang.
Faktor-faktor yang mendorong aktivitas manusia untuk memanfaatkan
hutan mangrove dalam rangka mencukupi kebutuhannya sehingga berakibat
rusaknya hutan, antara lain: (1). Keinginan untuk membuat pertambakan dengan
lahan yang terbuka dengan harapan ekonomis dan menguntungkan, karena mudah
dan murah; (2). Kebutuhan kayu bakar yang sangat mendesak untuk rumah
tangga, karena tidak ada pohon lain di sekitarnya yang bisa ditebang; dan (3).
Rendahnya pengetahuan masyarakat akan berbagai fungsi hutan mangrove,
adanya kesenjangan sosial antara petani tambak tradisional dengan pengusaha
tambak modern, sehingga terjadi proses jual beli lahan yang sudah tidak rasional

(Perum Perhutani 1994).


Menurut Dahuri (1996) bahwa dampak potensial yang dapat timbul akibat
aktivitas ekonomi penduduk terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove yang
dapat dilihat pada tabel 2 berikut.

Tabel 2: Beberapa Aktivitas Ekonomi Penduduk Terhadap Dampak


Potensial Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove

No

Aktivitas Penduduk

Tebang Habis

Pengalihan aliran air


tawar misalnya pada
pembangunan irigasi

Konversi menjadi lahan


pertanian, perikanan,
pemukiman

Pembuangan sampah
cair

Pembuangan sampah
padat

Pencemaran tumpahan
minyak
Penambangan dan
ekstraksi mineral, baik
dalam hutan maupun
daerah sekitar hutan

Dampak Potensial
Berubahnya komposisi tumbuhan, pohon -pohon
mangrove akan digantikan oleh spesies-spesies
yang nilai komersialnya rendah dan terjadinya
penurunan fungsi sebagai feeding, nursery dan
spawning ground.
Terjadinya peningkatan salinitas dan penurunan
kesuburan mangrove.
Mengancam regenerasi stok ikan dan udang
diperairan lepas pantai, terjadi pencemaran laut
oleh pencemar yang sebelumnya diikat oleh
substrat mengrove. Terjadi pendangkalan pantai,
abrasi dan intrusi air laut.
Penurunan kandungan oksigen, munculnya gas
H2S.
Memungkinkan tertutupnya pneumatopor yang
berakibat kematian mangrove dan perembasan
bahan-bahan pencemar dalam sampah padat.
Mengakibatkan kematian mangrove.
Kerusakan total ekosistem mangrove sehingga
menghancurkan fungsibio ekologis mangrove
dan terjadinya pengendapan sedimen yang
berlebihan yang dapat mematikan mangrove.

Sumber: Dahuri,1996 dalam Sunarto, 2008, hal. 31

4. Upaya Pelestarian Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Akibat


Aktivitas Ekonomi Penduduk
Upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove di beberapa
daerah, baik di pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, maupun Papua telah dilakukan
berkali-kali (Rimbawan, 1995; Sumarhani, 1995; Fauziah, 1999). Upaya ini
biasanya dilakukan oleh pemerintah berupa proyek yang berasal dari Departemen
Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan maupun dari Pemerintah
daerah setempat, namun hasil yang dipeorleh relatif tidak sesuai dengan
biaya dan tenaga yang dikeluarkan oleh pemerintah (Saparinto, 2007).
Upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove tidak hanya
dilakukan oleh pemerintah saja, tetapi juga dilakukan oleh masyarakat yang ikut
berpertisipasi membantu pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup
khususnya ekosistem hutan mangrove dengan metode, yaitu konservasi, reboisasi
dan rehabilitasi (Rahmawaty, 2006).
Kusmana (2005: 8) menyatakan bahwa:
Secara umum, semua habitat pohon mangrove di dalam
ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan dapat
memperbaiki kondisinya seperti semula secara alami dalam waktu
15 20 tahun apabila (1). Kondisi normal hidrologi tidak
terganggul; dan (2). Ketersediaan biji dan bibit serta jaraknya tidak
terganggu atau terhalangi. Jika kondisi hidrologi normal atau
mendekati normal tetapi biji pohon mangrove tidak dapat
mendekati daerah rehabilitasi, maka dapat direhabilitasi dengan
cara penanaman. Oleh karena itu, habitat pohon mangrove dapat
diperbaiki tanpa penanaman, maka rencana rehabilitasi harus
terlebih dahulu melihat potensi aliran air laut yang terhalangi atau
tekanan-tekanan lain yang mungkin menghambat perkembangan
pohon mangrove.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 43 tentang


kehutanan bahwa dalam kaitan kondisi hutan mangrove yang rusak pada setiap
orang yang memiliki, mengelola atau memanfaatkan hutan mangrove wajib
melaksanakan rehabilitas untuk tujuan perlindungan konservasi. Rudianto (2007)
menyatakan bahwa salah satu cara melindungi hutan mangrove adalah dengan
menunjuk suatu kawasan hutan mangrove sebagai kawasan konservasi, dan
sebagai bentuk sabuk hijau di sepanjang pantai dan tepi sungai.
Menurut Sugandhy (1994) bahwa ada beberapa permasalahan yang
terdapat dalam kawasan ekosistem hutan mangrove yang dengan upaya
pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove, yaitu; (1). Pemanfaatan ganda
yang tidak terkendali; (2). Permasalahan tanah timbul akibat sedimentasi yang
berkelanjutan; (3). Konversi kawasan hutan mangrove menjadi kawasan lain; (4).
Permasalahan sosial ekonomi; (5). Permasalahan kelembagaan dan pengaturan
hukum kawasan pesisir dan lautan; dan (6). Permasalahan informasi kawasan
pesisir. Menurut Anita (2002) bahwa usaha-usaha yang harus dikembangkan
dalam upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove, antara lain; (1).
Perlindungan kawasan hutan mangrove yang bernilai konservasi
Peremajaan perlu dilakukan pada hutan

mangrove

tinggi; (2).

yang telah rusak untuk

memulihkan fungsi ekosistem dan untuk meningkatkan nilai


langsungnya; dan (3). Pencagaran ekosistem hutan mangrove
berdasarkan kriteria yang jelas dan pertimbangan yang rasional.

manfaat
hendaknya

Sugiarto (1996) menyatakan bahwa kawasan ekosistem hutan mangrove


banyak dikonservasi dalam kawasan terpisah maupun kawasan tergabung dalam
cagar alam, suaka margasatwa dan taman nasional berdasarkan pada empat
strategi pokok konservasi, yaitu pelindung proses ekologis dan penyangga
kehidupan kawasan, pengawet keragaman sumberdaya plasma nutfah, pelestarian
pemanfaatan jenis dan ekosistem, serta tata guna dan tata ruang kawasan hutan
mangrove.
Menurut Perum Perhutani (1994) dalam pelaksanaan reboisasi (penghijauan)
kawasan ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan dapat dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengadaan Bibit
Pada umunya bibit tanaman mangrove masih diambil langsung dari alam
yaitu induk pohon mangrove karena saat ini belum ada pengusaha yang khusus
memperbanyak bibit tanaman mangrove kemudian bibit dikelompokkan
berdasarkan jenis dan besar tanaman mangrove.
2. Seleksi Bibit
Untuk melakukan seleksi bibit tanaman mangrove harus diperhatikan
beberapa hal, diantaranya pertumbuhan batang, cabang, daun dan akarnya serta
memperhatikan kesehatan bibit apakah cacat, terkena penyakit atau hama
tanaman.
3. Persemaian Bibit
Lokasi persemaian bibit sebaiknya tidak jauh dari daerah yang akan
direboisasi tetapi sebaiknya pada daerah yang agak terlindung dari gempuran

ombak laut dan memiliki cukup lumpur sebagai media tanam. Selain itu, lokasi
persemaian perlu dibuat pagar pembatas sebagai pelindung untuk menghindari
gangguan kepiting bakau (Neosarmatrium meinerti).
4. Media Semai
Untuk media semai bibit tanaman mangrove harus berupa lumpur hutan
mangrove yang diambil langsung di sekitar kawasan ekosistem hutan mangrove.
5. Pengangkutan Bibit
Setelah bibit cukup umur untuk ditanam, maka bibit tanaman mangrove
diangkut ke lokasi penanaman pohon mangrove dengan menggunakan wadah
angkut sebaiknya berupa kayu atau palstik kontainer berdasarkan jenis dan
ketinggian bibit.
6. Penanaman Bibit
Penanaman bibit tanaman mangrove di lokasi penanaman sebaiknya
dilakukan pada sore hari karena cahaya matahari sudah tidak terlalu panas.
Penanaman bibit dilakukan dengan jarak tanam 5 x 5 m atau disesuaikan dengan
kanopi pohon induk dan lubang tanam berukuran 50 x 50 x 50 cm setelah itu bibit
sebaiknya diberi tongkat kayu yang diikat kuat dengan tali agar tidak perpindah
apabila terkena ombak laut.
7. Pemeliharaan dan Perlindungan
Setelah melakukan penanaman, perlu dilakukan pemeliharaan tanaman
agar pertumbuhan tanaman terkontrol apabila kemungkinan terjadi kerusakan
tanaman akibat serangan hama tanaman dan ombak laut, sehingga apabila hal
tersebut terjadi maka tanaman harus segera diganti dengan bibit yang baru.

B. Kerangka Berpikir
Kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli,
Kecamatan Medan Belawan dapat disebabkan oleh dua faktor penyebab, yaitu
penyebab alami dan penyebab manusia. Kerusakan ekosistem hutan mangrove
yang berasal dari faktor penyebab alami pada umumnya disebabkan oleh gempa
bumi, badai angin, kekeringan dan hama penyakit, yang merupakan faktor
penyebab yang relatif kecil, sedangkan, kerusakan ekosistem hutan mangrove
yang berasal dari faktor penyebab manusia merupakan faktor dominan penyebab
kerusakan hutan mangrove, seperti penebangan pohon mangrove (sebagai bahan
bakar dan bahan baku industri kimia), membuat areal pertambakan (tambak ikan
atau udang), dan pembangunan (permukiman, industri, pelabuhan dan tempat
rekreasi) (Tirtakusumah, 1994).
Faktor kerusakan ekosistem hutan mangrove yang disebabkan oleh
manusia pada umumnya terjadi karena manusia memanfaatkan sumberdaya alam
yang terdapat di dalam ekosistem hutan mangrove untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi sehari-hari, seperti sebagai sumber pendapatan/penghasilan tambahan
ataupun sebagai sumber pekerjaan/mata pencaharian sampingan pada para
nelayan yang tinggal di daerah sekitar tersebut (Melly, 1989). Oleh sebab itu,
diperlukan upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove yang
dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat yang ikut berpartisipasi menjaga
kelestarian lingkungan hidup dengan metode konservasi, reboisasi dan rehabilitasi
(Rahmawaty, 2006).

Ekosistem

Aktivitas Ekonomi

Hutan Mangrove

Penduduk

Proses

Kerusakan Ekosistem

Alamiah

Hutan Mangrove

Eksploitasi

Konservasi
Pemerintah
Rehabilitasi

Upaya Pelestarian
Ekosistem Hutan Mangrove

Masyarakat

Reboisasi

Gambar 1: Skema Kerangka Berpikir

C. Hipotesis
Di dalam penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Terdapat pengaruh yang signifikan aktivitas ekonomi penduduk terhadap
kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan
Medan Belawan

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan
Belawan. Adapun alasan penulis mengambil daerah ini sebagai lokasi penelitian
adalah:
1. Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan yang terletak di daerah
pesisir dengan tepi pantai yang berlumpur sehingga banyak pohon mangrove
yang tumbuh disana membentuk ekosistem hutan mangrove seluas 163 Ha.
2. Sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan penelitian yang sama
di daerah ini.

B. Populasi dan Sampel


1.

Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk yang berdomisili

di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan dengan jumlah penduduk


13.618 jiwa atau 3.144 kepala keluarga (KK) (BPS Kota Medan Tahun 2008).

2.

Sampel
Untuk menentukan jumlah sampel dari populasi penelitian yang berjumlah

3.144 kepala keluarga (KK) di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan


Belawan. Apabila sampel tersebut sudah lebih dari 1000 kepala keluarga (KK),
maka diperlukan perhitungan sampel dengan menggunakan rumus-rumus sebagai
berikut:
a. Menghitung variabilitas (V) terlebih dahulu untuk mengambil jumlah sampel
sebagai berikut.
Rumus 1:
V p100 p

Keterangan :
V Variabilitas
p persentase karakteristik sampel yang dianggap benar

b. Selanjutnya menghitung jumlah sampel (n) dari Variabilitas (V) yang sudah
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Rumus 2:
Z V
n

Keterangan :
n Jumlah sampel
Z Tingkat kepercayaan (Confidence Level )
V Variabilit as
C Batas kepercayaan (Confidence Limit )

c. Kemudian menghitung jumlah sampel yang sebenarnya (n) digunakan rumus


jumlah sampel yang dikoreksi sebagai berikut.
Rumus 3:

n'

n
1

n
N

Keterangan :
n' Jumlah sampel yang telah dikoreksi
n Jumlah sampel yang dihitung berdasarkan rumus 2
N Jumlah populasi ( Kepala Kelu arg a )

Untuk perhitungan yang menentukan jumlah sampel dari populasi di Kelurahan


Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan dapat dilihat pada lampiran III. Jadi,
jumlah sampel yang sebenarnya dalam penelitian ini adalah 93 kepala keluarga
(KK) untuk populasi 3.144 kepala keluarga (KK) di Kelurahan Bagan Deli
Kecamatan Medan Belawan sebagai lokasi penelitian.

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


1. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini berupa variabel bebas (X), yaitu kerusakan
ekosistem hutan mangrove dan variabel terikat (Y), yaitu pengaruh aktivitas
ekonomi penduduk.
Variabel Bebas (X)
Kerusakan Ekosistem
Hutan Mangrove

Variabel Terikat (Y)


Pengaruh Aktivitas
Ekonomi Penduduk

Gambar 2: Variabel Penelitian

2. Definisi Operasional
Untuk memahami variabel penelitian dari penelitian ini, maka perlu
penjelasan berupa definisi operasional sebagai berikut:
a. Kerusakan ekosistem hutan mangrove adalah perubahan kondisi fisik biotik
maupun abiotik di dalam ekosistem hutan mangrove menjadi tidak utuh lagi
(rusak) yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia.
b. Ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan lebih dominan
disebabkan oleh faktor manusia berupa aktivitas penduduk.
c. Aktivitas penduduk adalah suatu wujud kegiatan atau tindakan yang memiliki
pola tertentu dari manusia di dalam penduduk yang dapat menimbulkan wujud
kebudayaan yang terdiri dari bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya.
d. Aktivitas penduduk di bidang ekonomi yang dapat mengakibatkan kerusakan
ekosistem hutan mangrove karena pemanfaatan sumberdaya alam hutan
mangrove sebagai sumber pendapatan/penghasilan tambahan atau sebagai
sumber pekerjaan/mata pencaharian sampingan.
e. Untuk variabel kerusakan ekosistem hutan mangrove diperlukan data
kuantitatif berupa jumlah pendapat sampel terhadap tingkat kerusakan lahan
ekosistem hutan mangrove, yaitu kerusakan kecil, sedang dan besar.
f. Untuk variabel aktivitas ekonomi penduduk diperlukan data kuantitatif berupa
jumlah pendapatan/penghasilan penduduk dan jumlah penduduk berdasarkan
jenis pekerjaan/mata pencaharian.

D. Teknik Pengumpulan Data


Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
1. Data Primer
Observasi
Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data tentang gambaran umum
aktivitas yang dilakukan oleh penduduk yang berpotensi menyebabkan kerusakan
ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan
dengan mengamati secara langsung ke lokasi penelitian menggunakan lembar
observasi.
1.2. Angket
Angket digunakan untuk menjaring data tentang aktivitas penduduk yang
dapat mempengaruhi kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan
Deli, Kecamatan Medan Belawan yang dimana penduduk yang berdomisili di
lokasi penelitian dijadikan sebagai responden penelitian. Untuk memilih
responden yang akan dipilih pada jumlah sampel untuk mengisi angket dilakukan
teknik sampel keseluruhan (Total Sampling) yang berjumlah 93 kepala keluarga
(KK) di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan.

2. Data Sekunder
2.1. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan dengan mempelajari referensi-referensi dari
para ahli yang relevan sesuai dengan msalah yang diteliti.

2.2. Studi Dokumentasi


Studi dokumentasi dilakukan di kantor Kelurahan Bagan Deli dan kantor
Kecamatan Medan Belawan. Selain itu, instansi yang terkait dalam penelitian ini
adalah Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara untuk melihat peta persebaran
ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli dan

Kecamatan Medan

Belawan.

E. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
hipotesis deskriptif satu sampel dengan menggunakan tes Chi Square ( X2 ) satu
sampel untuk menguji hipotesis yang dirumuskan pada penelitian ini. Tes Chi
Square ( X2 ) satu sampel digunakan untuk mengetes perbedaan frekuensi yang
variabelnya berbentuk variabel tunggal atau mandiri yang bersifat asosiatif.
Untuk menguji hipotesisi yang dirumuskan pada penelitian ini digunakan rumus
tes Chi Square ( X2 ) satu sampel sebagai berikut:
Rumus 4:
h

x2
i 1

f0 fh
fh

Keterangan :
x 2 Chi Square (Chi Kuadrat )
f 0 Frekuensi Observasi ( Kenyataan )
f h Frekuensi Ekspektasi ( Harapan )

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2003. Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat. Hutan Mangrove


Indonesia, Kondisi, Manfaat dan Pengelolaannya. , (Online),
(http://www.google.com/jurnalmangrove/, diakses 13 Juli 2010).
Arief, Arifin. 2003. Hutan Mangrove Fungsi & Manfaatnya.Yogyakarta
: Kanisius.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Ghostrecon. 2008. Jurnal Indoskripsi. Kerusakan dan Usaha Rehabilitasi
Hutan Mangrove di Indonesia, (Online), (http//www.indoskripsi.com,
diakses 28 September 2010).
Hasan, TWN. 2007. Harian Sinar Indonesia Baru (SIB). Kerusakan Hutan Bakau
di Sumut Mencapai 62,7 Persen dari Luas 83.550 Ha, (Online),
(http://www.hariansib.com/?p=10858, diakses 5 Agustus 2010).
Irwanto. 2008. Irwantoshut.com. Hutan Mangrove dan Manfaatnya, (Online),
(http://www.irwantoshut.com/penelitian/hutan_mangrove/, diakses 7
September 2010).
Isma. 2009. Upaya Pelestarian Ekosistem Mangrove di Desa Secanggang
Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Skripsi (tidak diterbitkan).
Medan: Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Medan.
Onrizal. 2010. Perubahan Tutupan Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera
Utara Periode 1977-2006. Jurnal Biologi Indonesia. Bogor: DIPA
Puslit Biologi-LIPI Bogor (2): hlm 163-170.
Rizka, Meika. 2010. Upaya Pelestarian Hutan Mangrove Berdasarkan Pendekatan
Masyarakat. Karya Ilmiah. Bengkulu: Jurusan Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu (1):
hlm. 3-13.
S, Nasib. 2008. Kecamatan Medan Belawan Dalam Angka. Medan: Katalog BPS
(Badan Pusat Statistik) Kota Medan.
Saparinto, C. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Semarang: Dahara
Prize.
Sugiarto (dkk). 1996. Penghijauan Pantai. Jakarta: Penebar Ilmu.

Suhendang, E. dan Kusuma C. 1993. Kelestarian Hasil Dalam Pengelolaan


Hutan Mangrove. Jakarta: Lestari.
Sulastri. 2005. Partisipasi Masyarakat Dalam Konservasi Hutan Mangrove di
Desa Lubuk Kasih Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat.
Skripsi (tidak diterbitkan). Medan: Jurusan Pendidikan Geografi
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah
Pesisir Tropis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wahyuni, Sri. 2009. Pengelolaan Hutan Mangrove di Kelurahan Belawan
Sicanang Kecamatan Medan Belawan. Skripsi (tidak diterbitkan).
Medan: Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Medan.
Tambunan, Patiar. 2009. Kajian Potensi Ekonomi Mangrove (Studi Kasus di Desa
Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai).
Skripsi (tidak diterbitkan). Medan: Departemen Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Tika, Moh. Pandu. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: Bumi Aksara.
Umairoh. 2010. Kajian Kelembagaan
dan Persepsi Masyarakat Dalam
Pengelolaan Hutan Mangrove (Studi Kasus di Desa Kayu Besar
Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai). Skripsi (tidak
diterbitkan). Medan: Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara.

Lampiran I

LEMBAR OBSERVASI

A. Biodata
Nama

: Muhammad Fadhlan

NIM

: 061233310038

Jurusan

: Pendidikan Geografi

Fakultas

: Fakultas Ilmu Sosial

Universitas

: Universitas Negeri Medan (UNIMED)

Judul Skripsi

: Pengaruh Aktivitas Ekonomi Penduduk Terhadap Kerusakan Ekosistem Hutan


Mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

Lokasi Penelitian
Kelurahan

: Kelurahan Bagan Deli

Kecamatan

: Kecamatan Medan Belawan

Waktu Penelitian :........................................................................................................................

B. Data Observasi

1. Pengalihan fungsi kawasan ekosistem hutan mangrove dijadikan lahan pertambakan

Jenis
Nama Pemilik

Tambak

Tambak
1
Ikan

Tambak
2
Udang

Tambak
3

Kepiting

Jumlah

Nama Budidaya

Hasil Poduksi

Ke

(ton/tahun)

Luas (Ha)

2. Pengalihan fungsi kawasan ekosistem hutan mangrove dijadikan lahan untuk pembangunan

No

Jenis
Pembangunan

Perumahan

Permukiman

Pendidikan

Industri

Nama Bangunan

Sarana &
Prasarana

Jumlah

Nama Pemilik

Luas (Ha)

Lokasi

Ket

Lampiran II

ANGKET PENELITIAN
A. Pendahuluan
Sudilah kiranya Bapak/Ibu menjawab daftar pertanyaan di bawah ini, diisi dengan sejujurnya
sesuai dengan keadaan sebenarnya. Adapun tujuan pengisian angket ini adalah untuk memperoleh data
tentang Pengaruh Aktivitas Ekonomi Penduduk Terhadap Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove di
Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. Jawaban Bapak/Ibu sangat dibutuhkan dalam
penyusunan skripsi dan dijamin kerahasiaannya serta tidak mempengaruhi kehidupan pribadi Bapak/Ibu.
Akhir kata, atas bantuannya diucapkan terima kasih.

B. Petunjuk:
Isilah titik-titik dari data-data di bawah ini yang disediakan atau beri tanda silang ( X ) atau
lingkaran (O) pada data responden berikut sesuai dengan data diri dan pilihan Bapak/Ibu dan pada pilihan
jawaban yang telah disediakan sesuai dengan kondisi nyata atau fakta di lapangan!

C. Data Responden:
Nama Lengkap

:..................................................................................................................

Nama Panggilan

:..................................................................................................................

Jenis Kelamin

: a. Laki-Laki

Alamat

:..................................................................................................................

Agama

:..................................................................................................................

Suku

:..................................................................................................................

Daerah Asal

:..................................................................................................................

Usia/Umur

:..................................................................................................................

Tempat & Tanggal Lahir

:..................................................................................................................

Pendidikan Terakhir

:..................................................................................................................

Status Perkawinan

: a. Kawin

b. Perempuan

b. Tidak Kawin

Jumlah Anggota Keluarga :......................................Orang


Pekerjaan Utama

:..................................................................................................................

Pekerjaan Sampingan

:..................................................................................................................

Pendapatan/Penghasilan

:..................................................................................................................

1. Apakah Bapak/Ibu mengetahui tentang hutan mangrove?


a. Ya
b. Tidak

2. Apakah Bapak/Ibu mengetahui tentang fungsi dan manfaat dari hutan mangrove?
a. Ya
b. Tidak

3. Berapa jarak lokasi ekosistem hutan mangrove dari tempat tinggal Bapak/Ibu?
a. Dekat (0 500 m)
b. Jauh (500 1000 m)

4. Bagaimana kondisi/keadaan hutan mangrove di daerah tempat tinggal Bapak/Ibu dilihat dari kerapatan
pohon mangrove dalam ekosistem hutan mangrove?
a. Baik

( 1500 Pohon/Ha)

b. Sedang ( 1000 - < 1500 Pohon/Ha)


c. Rusak

(< 1000 Pohon/Ha)

5. Apabila kondisi/keadaan hutan mangrove di daerah tempat tinggal Bapak/Ibu yang mengalami
kerusakan, seberapa besar tingkat kerusakannya dilihat dari kerapatan pohon mangrove dalam
ekosistem hutan mangrove?
a. Kecil

(< 1000 Pohon/Ha)

b. Sedang (< 600 Pohon/Ha)


c. Besar

(< 200 Pohon/Ha)

6. Apakah Bapak/Ibu memanfaatkan sumberdaya hutan mangrove di tempat tinggal?


a. Ya
b. Tidak

7. Bagian apa yang dimanfaatkan dari sumberdaya hutan mangrove?


a. Pohon (kayu, buah, biji dan akar)
b. Biota Laut
c. Lainnya (sebutkan!):.................................................................

8. Digunakan untuk apa bagian dari hutan mangrove tersebut yang dimanfaatkan?
a. Kebutuhan Sendiri
b. Langsung Dijual
c. Diolah Lagi Menjadi Bahan Lain

9. Apakah penduduk di sekitar tempat tinggal Bapak/Ibu terdapat pengalihfungsian kawasan ekosistem
hutan mangrove dijadikan lahan pertambakan?
a. Ya
b. Tidak

10 Apakah penduduk di sekitar tempat tinggal Bapak/Ibu terdapat pengalihfungsian kawasan ekosistem
hutan mangrove dijadikan lahan untuk pembangunan?
a. Ya
b. Tidak

11. Apakah kerusakan ekosistem hutan mangrove di daerah tempat tinggal dapat mempengaruhi aktivitas
ekonomi keluarga Bapak/Ibu?
a. Ya
b. Tidak

12. Seberapa besar tingkat pengaruh aktivitas ekonomi penduduk terhadap kerusakan ekosistem hutan
mangrove di daerah tempat tinggal?
a. Kecil
b. Sedang
c. Besar

13. Apakah Bapak/Ibu berencana akan melakukan upaya menjaga kelestarian ekosistem hutan mangrove
di daerah tempat tinggal?
a. Ya
b. Tidak

14. Apakah ada upaya dari pemerintah daerah/setempat yang melakukan upaya pelestarian ekosistem
hutan mangrove di daerah tempat tinggal?
a. Ada
b. Tidak Ada

15. Upaya apa yang dilakukan oleh pemerintah daerah/setempat dalam menjaga kelestarian ekosistem
hutan mangrove di daerah tempat tinggal?
a. Konservasi
b. Rehabilitasi
c. Reboisasi
d. Ketiga-tiganya

Lampiran III

PERHITUNGAN JUMLAH SAMPEL DARI POPULASI

Pada populasi penelitian berupa jumlah seluruh di Kelurahan Bagan Deli


Kecamatan Medan Belawan yang berjumlah 3.144 kepala keluarga (KK). Apabila
sampel tersebut sudah lebih dari 1000 kepala keluarga (KK), maka perhitungan
untuk menetukan jumlah sampel dengan rumus-rumus sebagai berikut:
d. Menghitung variabilitas (V) terlebih dahulu untuk mengambil jumlah sampel
sebagai berikut:
Rumus 1:
V p100 p

Keterangan :
V Variabilitas
p persentase karakteristik sampel yang dianggap benar

Apabila jumlah populasi aktivitas penduduk yang mempengaruhi kerusakan


ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan
diperkirakan sebesar 50%, maka variabilitas (V) jumlah sampel yang akan diambil
adalah sebagai berikut.
V 50 100 50
V 50 50

V 2500

V 50

e. Selanjutnya menghitung jumlah sampel (n) dari variabilitas (V) yang sudah
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Rumus 2:
Z V
n

Keterangan :
n Jumlah sampel
Z Tingkat kepercayaan (Confidence Level )
V Variabilit as
C Batas kepercayaan (Confidence Limit )

Jika ditentukan batas kepercayaan (C) sebesar 10% dan tingkat kepercayaan (Z)
sebesar 95%, maka jumlah sampel (n) dari variabilitas (V) sebesar 50 adalah
sebagai berikut.
1,96 50
n

10
98
n
10
n 9,8

n 96

f. Kemudian menghitung jumlah sampel yang sebenarnya (n) digunakan rumus


jumlah sampel yang dikoreksi sebagai berikut.
Rumus 3:

n'

n
N

Keterangan :
n' Jumlah sampel yang telah dikoreksi
n Jumlah sampel yang dihitung berdasarkan rumus 2
N Jumlah populasi ( Kepala Kelu arg a )

Apabila jumlah sampel (n) sebesar 96 dan jumlah populasi (N) di Kelurahan
Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan sebesar 3.144 kepala keluarga (KK),
maka jumlah sampel yang sebenarnya (n) adalah sebagai berikut.

n'

96
96
1
3.144

n'

96
1 0,030

n'

96
1,030

n' 93,20
n' 93

Jadi jumlah sampel yang sebenarnya dalam penelitian ini adalah 93 kepala
keluarga (KK) dari populasi 3.144 kepala keluarga (KK) di Kelurahan Bagan Deli
Kecamatan Medan Belawan sebagai lokasi penelitian.

Anda mungkin juga menyukai