Anda di halaman 1dari 20

Makalah

KELOMPOK LINGKUNGAN AQUATIK DAN JENIS STRUKTUR


SERTA KOMPONEN BIOTIK DAN ABIOTIK
DALAM EKOSISTEM SUNGAI

OLEH:
NABILA SALSABILA UMAR
11214180 08

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah Ekologi yang berjudul “Kelompok Lingkungan Aquatik
Dan Jenis Struktur Serta Komponen Biotik Dan Abiotik Dalam Ekosistem
Sungai”.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu saya menyadari masih banyak kekurangan dalam
pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, saya menerima dengan tangan terbuka
kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun dan meningkatkan
pengetahuan. Akhir kata saya ucapkan terima kasih.

Gorontalo, 14 Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................i
DAFTAR ISI ......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................1
1.3. Tujuan ...................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Ekosistem Sungai ................................................................2
2.2. Komponen Struktur Sungai ...................................................................4
2.3. Komponen Biotik Dan Abiotik Pada Aliran Sungai .............................6
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ...........................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan-hubungan timbal
balik antar organisme hidup dengan lingkungannya. Salah satu kajian dari ekologi
adalah ekosistem tempat organisme itu hidup. Ekosistem (satuan fungsi dasar
dalam ekologi) adalah suatu sistem yang didalamnya terkandung komunitas hayati
dan saling mempengaruhi antara komponen biotik dan abiotik. Berdasarkan
salinitasnya ekosistem perairan dibedakan menjadi tiga yaitu ekosistem perairan
tawar, ekosistem perairan payau, dan ekosistem perairan laut (E.P. Odum,1998)
dalam (Trimulya, 2013).
Ekosistem dapat diartikan sebagai suatu kesatuan dinamis yang terdiri dari
berbagai spesies makhluk hidup yang saling berinteraksi, termasuk di dalamnya
komponen biotik dan abiotik (Asdak,2002) dalam (Arisagy, 2013). Sungai adalah
ekosistem air tawar yang bergerak atau berarus (lotik) yang memberikan pengaruh
besar terhadap berbagai organisme yang ada di dalamnya (Ambarwati,2009)
dalam (Arisagy, dkk., 2013).
Ekosistem sungai merupakan kumpulan dari komponen abiotik (fisika dan
kimia) dan biotik (organisme hidup) yang berhubungan satu sama lain dan saling
berinteraksi membentuk suatu struktur fungsional (Fachrul, 2007) dalam
(Suryanti, dkk., 2013).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini, yaitu:
1. Apa itu ekosistem sungai?
2. Komponen struktur apa yang menyusun sungai?
3. Apa ciri kelompok lingkungan akuatik dari ekosistem sungai?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini, yaitu:
1. Mengetahui apa itu ekosistem sungai.
2. Mengetahui struktur peyusun dari sungai
3. Mengetahui ciri kelompok ligkunga aquatik dari ekosistem sungai.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian ekosistem sungai
Di dalam ekosistem, organisme yang ada selalu berinteraksi secara timbal
balik dengan lingkungannya. Interaksi timbal balik ini membentuk suatu sistem
yang kemudian kita kenal sebagai sistem ekologi atau ekosistem. Dengan kata lain
ekosistem merupakan suatu satuan fungsional dasar yang menyangkut proses
interaksi organisme hidup dengan lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud
dapat berupa lingkungan biotik (makhluk hidup) maupun abiotik (non makhluk
hidup). Sebagai suatu sistem, di dalam suatu ekosistem selalu dijumpai proses
interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya, antara lain dapat berupa
adanya aliran energi, rantai makanan, siklus biogeokimiawi, perkembangan, dan
pengendalian. Ekosistem juga dapat didefinisikan sebagai suatu satuan lingkungan
yang melibatkan unsur-unsur biotik (jenis-jenis makhluk) dan faktor-faktor fisik
(iklim, air, dan tanah) serta kimia (keasaman dan salinitas) yang saling
berinteraksi satu sama lainnya. Gatra yang dapat digunakan sebagai ciri
keseutuhan ekosistem adalah energetika (taraf trofi atau makanan, produsen,
konsumen, dan redusen), pendauran hara (peran pelaksana taraf trofi), dan
produktivitas (hasil keseluruhan sistem). Jika dilihat komponen biotanya, jenis
yang dapat hidup dalam ekosistem ditentukan oleh hubungannya dengan jenis lain
yang tinggal dalam ekosistem tersebut. Selain itu keberadaannya ditentukan juga
oleh keseluruhan jenis dan faktor-faktor fisik serta kimia yang menyusun
ekosistem tersebut (Utomo, dkk., 2015).

Sumber: Seine, Claude Monet, (1897) dalam (Wikipedia, 2019).

2
Sungai merupakan badan air mengalir (perairan lotic) yang membentuk
aliran di daerah daratan dari hulu menuju ke arah hilir dan akhirnya bermuara ke
laut. Air sungai sangat berfungsi untuk memenuhi kebutuhan kehidupan
organisme daratan seperti; tumbuhan, hewan, dan manusia di sekitarnya serta
seluruh biota air di dalamnya (Downes dkk., 2002) dalam (Karno., dkk, 2018).
Biota pada ekosistem sungai terbagi atas biota non akuatik dan biota akuatik.
Biota non akuatik adalah biota yang hidup diluar perairan sungai misalnya adalah
tanaman yang berada di DAS (Daerah Aliran Sungai). Daerah aliran sungai
(DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan sungai
dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami,
yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas laut sampai dengan
daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU No 7 tahun 2004)
dalam (Karno., dkk, 2018).
Sungai memiliki peran secara biologis, ekologis maupun ekonomis sangat
penting bagi manusia. Air sungai digunakan sebagai bahan baku air minum,
mencuci, irigasi, perikanan, peternakan, pembangkit listrik dan pemenuhan
kebutuhan lainnya. Masyarakat memanfaatkan keberadaan sungai sebagai alat
transportasi, olah raga, mencari ikan dan berburu biota (Welcomme, 2001) dalam
(Djumanto, dkk., 2011). Air sungai menjadi tempat hidup bagi ikan, udang dan
biota lain yang sangat dibutuhkan manusia sebagai sumber protein (Djumanto,
dkk., 2011).
Soetjipto, (1999:97) dalam (Sutanto, 2012) menyatakan “Ekosistem air
tawar memiliki kepentingan yang sangat berarti dalam kehidupan manusia karena
ekosistem air tawar merupakan sumber paling praktis dan murah untuk memenuhi
kepentingan domestik dan industri”. Oleh karena itu sungai merupakan salah satu
tipe ekosistem perairan umum yang berperan bagi kehidupan biota dan juga
kebutuhan manusia untuk berbagai macam kegiatan seperti pertanian dan industri
yang dipengaruhi oleh banyak faktor, baik oleh aktifitas alam maupun aktifitas
manusia di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sebagai suatu ekosistem, perairan
sungai mempunyai berbagai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi

3
membentuk suatu jalinan fungsional yang saling mempengaruhi (Setiawan, 2009)
dalam (Mushthofa, dkk., 2014).
2.2 Komponen Struktur Sungai
Menurut waryono (2008) komponen struktur sungai dan lingkungan fisik
sungai adalah sebagai berikut:
a. Struktur sungai
1. Alur dan Tanggul Sungai, Alur sungai adalah bagian dari muka bumi yang
selalu berisi air yang mengalir yang bersumber dari aliran limpasan, aliran
sub surface run-off, mata air dan air bawah tanah (base flow). Lebih jauh
bahwa alur sungai dibatasi oleh bantuan keras, dan berfungsi sebagai
tanggul sungai.
2. Dasar dan Gradien sungai, dasar sungai sangat bervariasi, dan sering
mencerminkan batuan dasar yang keras. Jarang ditemukan bagian yang
rata, kadangkala bentuknya bergelombang, landai atau dari bentuk
keduanya; sering terendapkan matrial yang terbawa oleh aliran sungai
(endapan lumpur). Tebal tipisnya dasar sungai sangat dipengaruhi oleh
batuan dasarnya. Dasar sungai dari hulu ke hilir memperlihatkan
perbedaan tinggi (elevasi), dan pada jarak tertentu atau keseluruhan sering
disebut dengan istilah “gradien sungai” yang memberikan gambaran
berapa presen rataan kelerengan sungai dari bagian hulu kebagian hilir.
Besaran nilai gradien berpengaruh besar terhadap laju aliran air.
3. Bantaran, bantaran sungai merupakan bagian dari struktur sungai yang
sangat rawan. Terletak antara badan sungai dengan tanggul sungai, mulai
dari tebing sungai hingga bagian yang datar. Peranan fungsinya cukup
efektif sebagai penyaring (filter) nutrien, menghambat aliran permukaan
dan pengendali besaran laju erosi. Bantaran sungai merupakan habitat
tetumbuhan yang spesifik (vegetasi riparian), yaitu tetumbuhan yang
komunitasnya tertentu mampu mengendalikan air pada saat musim
penghujan dan kemarau.
4. Tebing sungai Bentang alam yang menghubungkan antara dasar sungai
dengan tanggul sungai disebut dengan “tebing sungai”. Tebing sungai

4
umumnya membentuk lereng atau sudut lereng, yang sangat tergantung
dari bentuk medannya. Semakin terjal akan semakin besar sudut lereng
yang terbentuk. Tebing sungai merupakan habitat dari komunitas vegetasi
riparian, kadangkala sangat rawan longsor karena batuan dasarnya sering
berbentuk cadas. apabila ditelusuri secara cermat maka akan dapat
diketahui hubungan antara lereng tebing dengan pola aliran sungai.
b. Lingkungan fisik sungai
1. Kedalam sungai
kedalaman sungai sangat tergantung dari jumlah air yang
tertampung pada alur sungai yang diukur dari penampang dasar sungai
sampai ke permukaan air. Level rataan dasar sungai pengukurannya
dirata-ratakan minimal dari tiga titik yang berbeda yaitu di bagian tengah
dan kanan kirinya.
2. Debit sungai
Debit sungai adalah besaran volume air yang mengalir per satuan
waktu. Volume air dihitung berdasarkan luas penampang dikalikan
dengan tinggi air. Sumber air sungai terbesar berasal dari curah hujan, di
bagian hulu umumnya curah hujannya lebih tinggi, dibanding di daerah
tengah dan hilir. Sumber lainnya berasal dari aliran bawah tanah, yang
dibedakan menjadi air sub surface runof, mata air dan air bawah tanah
(base flow).
Pada musim penghujan, aliran bawah tanah bersumber dari air
hujan., yang masuk melalui peristiwa infiltrasi perkolasi. Air perkolasi
menuju ke lapisan air tanah dalam (ground water), namun sering ada yang
keluar kesamping (sub-surface runof). Air aliran samping ini sering keluar
pada waktu musim hujan dan atau musim kemarau, yang berbeda dengan
aliran bawah tanah yang akan keluar pada waktu musim kemarau.
3. Suhu air
Secara umum, temperatur air sungai secara horizontal dipengaruhi
oleh ketinggian tempat (elevasi. Di daerah-daerah hulu air sungai relatif
dingin, sedangkan di bagian tengah dan hilir semakin tinggi suhunya.

5
suhu air sungai juga sering bersumber dari batuan kapur dan atau panas
bumi. Tinggi rendahnya temperatur air sungai, akan berpengaruh terhadap
kehidupan (biota) perairan sungai.
4. Salinitas
Salinitas air sungai, di bagian hulu dan tengah hampir jarang
dipengaruhi oleh salinitas, berbeda dengan di daerah hilir. Tingginya
salinitas air sungai di daerah hilir, disebabkan oleh pengaruh pasang surut
air laut. salinitas air baik di bagian hulu, tengah dan hilir selain
dipengaruhi oleh pengaruh air laut, juga dipengaruhi oleh kandungan
unsur hara yang bersifat basa.
5. Padatan Tersuspensi Muatan
padatan tersuspensi dan kekeruhan, sangat dipengaruhi oleh
musim. Pada cwaktu musim penghujan kadungan lumpur relatif lebih
tinggi karena besaran laju erosi yang terjadi, sedangkan pada musim
kemarau tingkat kekeruhan air sungai dipengaruhi oleh laju aliran air
yang terbatas menoreh hasil-hasil endapan sungai.
2.3 Komponen Abiotik Dan Biotik Pada Daerah Aliran Sungai
Komponen abiotik:
Menurut (Putri, 2017) Komponen abiotik yang berperan penting dan
memperngaruhi keseimbangan ekosistem sungai diantaranya intensitas cahaya,
kekeruhan, suhu, kadar oksigen terlarut, salinitas dan konduktivitas, nutrient, pH
perairan dan kandungan bahan organic.
1. Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya adalah energy berupa pancaran cahaya yang memasuki
suatu perairan. Peningkatan buangan sedimen pada ekosistem perairan yang
disebabkan oleh berbagai kegiatan pada daerah atas (up land) akan berdampak
pada kehidupan lingkungan pesisir yang dapat menganggu penetrasi cahaya yang
masuk kedalam air.
Cahaya yang terdapat di ekosistem sungai memegang peranan yang sangat
penting. Cahaya ini berperan sebagai penyedia energi untuk melakukan proses
fotosintesis oleh berbagai organisme autotrof yang berperan sebagai prosusen di

6
ekosistem sungai tersebut. Cahaya yang dimaksudkan tentu saja cahaya yang
berasal dari matahari atau sinar sinar matahari. Cahaya matahari yang diterima
oleh ekosistem sungai ini sangat dipengaruhi oleh berbagai macam variabel,
diantaranya jumlah pepohonan yang menaungi sungai, lebat atau tidaknya
pepohonan tersebut, dan juga tingkat kedalaman sungai itu sendiri.
Intensitas cahaya yang sampai kedasar perairan itu dipengaruhi oleh
ketinggian dasar. Sedangkan ketinggian dasar juga dipengaruhi oleh topografi
tanah. Imtensitas cahaya ini akan mempengaruhi kondisi dan tingkah laku biota
didalamnya. Bagi biota didalamnya yang memiliki respon positif terhadap cahaya
maka akan hidup dekat dengan permukaan, sedangkan bagi biota yang merespon
negative terhadap cahya akan hidup jauh dari permukaan.
2. Kekeruhan (Turbidit)
Kekeruhan (turbidit) adalah jumlah dari butir-butir zat yang tergenang
dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh bahan organic dan anoranik yang
tersuspensi dan terlarut dalam air.
Banyaknya jumlah partikel tersuspensi di dalam air akan mempengaruhi
kekeruhan atau turbiditas perairan. Turbiditas pada ekositem perairan juga sangat
berhubungan dengan kedalaman, kecepatan arus, tipe substrat dasar, dan suhu
perairan. Pengaruh ekologis kekeruhan adalah menurunnya daya penetrasi cahaya
matahari ke dalam perairan juga akan berakibat terhadap mekanisme pernafasan
organisme perairan
Kekeruhan tinggi disebabkan konsentrasi tinggi sedimen tersuspensi yang
didorong oleh oleh 3 mekanisme yang bekerja pada lokasi yang berbeda: (1) arus
pasang surut atau angin mengakibatkan resuspensi sedimen bawah dimuka
dangkal, (2) akumulasi local dari materi tersuspensi disebut kekeruhan maximal,
(3) input sungai dalam jumlah besar sedimen tersuspensi asal darat kemuara.
3. Suhu
Suhu merupakan derajat panas dinginnya suatu perairan. Suhu suatu
perairan dipengaruhi oleh factor seperti musim, lintang, penutupan awan, waktu,
sirkulasi udara, ketinggian permukaan laut, intensitas matahari, curah hujan, dan
penguapan.

7
Suhu air sungai merupakan factor pembatas bagi organism akuatik. Hal ini
berpengaruh pada distribusi organism akuatik.
Suhu atau temperatur di suatu sungai akan berfluktuasi mengikuti aliran air
mulai dari hulu menuju hilir/muara. Daerah hulu (rhithal) mempunyai fluktuasi
tahunan yang paling kecil, sepanjang aliran sungai fluktuasi tahunan akan
semakin besar dan mencapai maksimum di daerah hilir (potamal). Suhu perairan
mengalami fluktuasi setiap hari, terutama mengikuti pola suhu udara lingkungan,
intensitas cahaya matahari, letak geografis, penaungan, dan kondisi internal
perairan seperti kekeruhan, kedalaman, kecepatan arus, dan timbunan bahan
organik di dasar perairan. Meningkatnya suhu sebesar 10°C akan meningkatkan
laju metabolisme sebesar 2–3 kali lipat. Naiknya suhu menyebabkan kelarutan
oksigen dalam air menurun, sehingga organisme air sulit untuk respirasi. Suhu
udara yang baik untuk perkembangan organisme akuatik dan tidak menimbulkan
tekanan yang berbahaya berkisar antara 240C-270C.
Ikan memiliki derajat toleransi terhadap suhu dengan kisaran tertentu yang
sangat berperan bagi pertumbuhan, inkubasi telur, konversi pakan dan resistensi
terhadap penyakit. Ikan akan mengalami stres manakala terpapar pada suhu di luar
kisaran yang dapat ditoleransi.
Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan
gangguan status kesehatan untuk jangka panjang. Misalnya stres yang ditandai
tubuh lemah, kurus, dan tingkah laku abnormal, sedangkan suhu rendah
mengakibatkan ikan menjadi rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen
akibat melemahnya sistem imun.
Suhu merupakan indicator penting untuk mengetahui kualitas habitat
terhadap spesies sungai. Suhu air juga menginformasikan jenis tanaman dan
hewan yang mampu hidup di Sungai.
4. Kadar Oksigen Terlarut
Jumlah oksigen terlarut dalam perairan adalah factor utama yang
menentukan jenis dan kelimpahan organism yang hidup disana. Oksigen
memasuki air melalui dua prose salami yaitu (1) difusi dari atmosfir dan (2)
fotosintesis oleh tanaman air.

8
Organisme memerlukan oksigen relative bervariasi tergantung pada jenis,
stadium, dan aktivitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam
relative lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak. Selain
itu, oksigen juga berfungsi sebagai pengoksidasi dan pereduksi bahan kimia
beracun menjadi senyawa lain yang lebih sederhana dan tidak beracun.
DO di dalam air merupakan indikator kualitas air karena kadar oksigen yang
terdapat di dalam air sangat dibutuhkan oleh organisme air dalam kelangsungan
hidupnya. Kelarutan O berada dalam keseimbangan atau dikenal dengan pH = 7.
Organisme perairan dapat hidup ideal dalam kisaran pH antara asam lemah
sampai dengan basa lemah. Perairan yang bersifat asam kuat atau basa kuat akan
membahayakan kelangsungan hidup biota, karena akan menggangu metabolisme
dan respirasi. Kelarutan oksigen/Dissolved Oksygen (DO)2 di dalam air terutama
sangat dipengaruhi oleh suhu dan mineral terlarut dalam air. Kelarutan maksimum
oksigen dalam air terdapat pada suhu 0 C°, yaitu sebesar 14,16 mg/l. Konsentrasi
ini akan menurun seiring peningkatan ataupun
penurunan suhu. Sumber utama DO dalam perairan adalah dari proses
fotosintesis tumbuhan dan penyerapan/pengikatan secara langsung oksigen dari
udara bebas melalui kontak antara permukaan air dengan udara. Pengaruh DO
terhadap biota perairan hanya sebatas pada kebutuhan untuk respirasi. Beberapa
organisme perairan bahkan memiliki mekanisme yang memungkinkan dapat
hidup pada kondisi oksigen terlarut yang sangat rendah. Beberapa contoh spesies
yang memiliki kemampuan ini adalah larva dari Diptera dan Coleoptera serta
larva dan pupa dari Culex sp. Organisme ini mempunyai sistem trachea terbuka
seperti yang dimiliki oleh insekta terrestrial. Organisme ini apabila dalam perairan
oksigen terlarut sangat rendah maka akan menurunkan konsumsi oksigen untuk
respirasi, selanjutnya kekurangan oksigen tersebut akan dikompensasi pada proses
respirasi selanjutnya dengan meningkatkan konsumsi oksigen.
5. Kecepatan Arus
Kecepatan arus penting diamati karena factor pembatas kehadiran organism
didalam sungai. Kecepatan arus sungai berfluktuasi (0,09-1,40 m/detik) yang
semakin melambat kehilir. Factor gravitasi, lebar sungai dan material yang dibawa

9
oleh air sungai membuat kecepatan arus di hulu paling besar. Kecepatan arus
sungai dihulu, tengah dan hilir berturut-turut yaitu 0,58-1,40 m/detik. 0,13
m/detik-1,0 m/detik dan 0,09-0,27 m/detik.
6. Salinitas
Salinitas merupakan jumlah kadar garam pada suatu perairan. Kadar
salinitas akan senantiasa berubah sesuai jumlah peningkatan air tawar. Jika air
tawar meningkat maka kadar silinitas akan menjadi berkurang. Salinitas telah
dilihat sebagai salah satu yang paling variabel penting yang mempengaruhi
pemanfaatan organisme di muara.
7. pH
pH perairan adalah ukuran dari seberapa asam basa suatu perairan. Rentang
skala pH 0-14. pH kurang dari 7 bersifat asam, dan pH besar dari 7 bersifat basa.
Derjata keasaman wilayah muara memiliki perbedaan daerah sesuai kondisi yang
terjadi perbedaan daerah sesuai kondisi yang terjadi pada sungai tersebut.
pH air sungai berkisar antara 4-9. Kisaran pH yang cocok buat organism
akuatik tidak sama terantung pada jenis oranisme tersebut. Perubahan pH menjadi
hal yang peka bagi sebagian besar biota akuatik. Organism akuatik lebih
menyukai pH mendekati pH netral. Pada musim hujan, nilai pH cendrung lebih
tinggi mungkin akibat akumulasi senyawa karbonat dan bikarbonat sehingga air
sungai lebih basa.
pH sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup biota aquatic.
Kabanyakan organism tidak dapat bertahan hidup dibawah pH 5 atau diatas pH 9.
pH juga digunakan sebagian untuk memantau kondisi keamanan suatu perairan.
Misalnya kebanyakan loam lebih mudah larut dan serin lebih beracun pada pH
rendah.
Air dipermukaan bumi biasanya memiliki derajat keasaman yang rendah.
Melalui proses fotosintesis, tanaman mengambil karbondioksida (CO2) dari air
dan melepaskan oksigen. CO2 ketika larut dalam air menjadi asam karbonat,
pengikatan CO2 oleh tumbuhan akan menyebabkan air menjadi basa.
Tingkat keasaman atau kekuatan asam (pH) termasuk parameter untuk
menentukan kualitas air. air yang belum terpolusi berada pada skala pH 6,0-8,0.

10
Dalam air yang bersih, jumlah konsentrasi ion H+ dan OH‫־‬. DO di dalam air
merupakan indikator kualitas air karena kadar oksigen yang terdapat di dalam air
sangat dibutuhkan oleh organisme air dalam kelangsungan hidupnya. Kelarutan O
berada dalam keseimbangan atau dikenal dengan pH = 7. Organisme perairan
dapat hidup ideal dalam kisaran pH antara asam lemah sampai dengan basa lemah.
Perairan yang bersifat asam kuat atau basa kuat akan membahayakan
kelangsungan hidup biota, karena akan menggangu metabolisme dan respirasi.
Derajat keasaman (pH) air merupakan faktor pembatas pada pertumbuhan
ikan. Nilai keasaman yang sangat rendah (sangat asam) dapat menyebabkan
kematian pada ikan dengan gejala-gejala seperti gerakan ikan tidak teratur, tutup
insang bergerak sangat aktif, dan ikan berenang sangat cepat di permukaan air.
Demikian pula nilai keasaman yang tinggi menyebabkan pertumbuhan ikan
menjadi terganggu
Derajat keasaman (pH) air merupakan faktor pembatas pada pertumbuhan
ikan. Nilai keasaman yang sangat rendah (sangat asam) dapat menyebabkan
kematian pada ikan dengan gejala-gejala seperti gerakan ikan tidak teratur, tutup
insang bergerak sangat aktif, dan ikan berenang sangat cepat di permukaan air.
Demikian pula nilai keasaman yang tinggi menyebabkan pertumbuhan ikan
menjadi terganggu. Tinggi rendahnya pH suatu perairan ditentukan oleh kadar
CO2 yang terlarut dalam perairan tersebut. Biasanya pagi-pagi sekali pada waktu
kadar CO2 terlarut tinggi karena pernafasan hewan pada malam hari, pH air akan
rendah. Tetapi pada sore hari, di kala air kekurangan CO2 karena diasimilasi oleh
tumbuh-tumbuhan hijau pada siang hari, pH akan tinggi.
Kelarutan O berada dalam keseimbangan atau dikenal dengan pH = 7.
Organisme perairan dapat hidup ideal dalam kisaran pH antara asam lemah
sampai dengan basa lemah. Perairan yang bersifat asam kuat atau basa kuat akan
membahayakan kelangsungan hidup, karena akan menggangu metabolisme dan
respirasi. Kelarutan oksigen/Dissolved Oksygen (DO).
8. Kecerahan dan TSS
Kemampuan cahaya matahari untuk menembus sampai ke dasar perairan
dipengaruhi oleh kekeruhan air. kekeruhan air sangat dipengaruhi oleh : 1) benda-

11
benda halus yang disuspensikan (seperti lumpur), 2) jasad-jasad renik yang
merupakan plankton, dan 3) warna air. Dengan mengetahui kecerahan suatu
perairan, kita dapat mengetahui sampai di mana ada kemungkinan terjadi proses
asimilasi dalam air, lapisan-lapisan manakah yang tidak keruh,yang agak keruh
dan yang paling keruh. Air yang tidak terlampau keruh dan tidak pula terlau jernih
baik untuk kehidupan ikan, kekeruhan yang baik adalah kekeruhan yang
disebabkan oleh jasad-jasad renik atau plankton. Nilai kecerahan yang baik untuk
kelangsungan hidup ikan adalah lebih besar dari 45 cm (maksudnya kita masih
dapat melihat ke dalam air sejauh 45 cm atau lebih), karena kalau lebih kecil dari
nilai tersebut, batas pandangan ikan akan berkurang.
kecerahan air sungai semakin kehilir semakin rendah. Kecerahan air sungai
dipengaruhi oleh banyaknya materi tersuspensi yang ada didalam air. Materi ini
akan mengurangi masuknya sinar matahari ke air sungai. Semakin kehilir
semakin banyak material yang ada dalam air sungai yang semakin menurunkan
kecerhana air sungai yang berakibat pada penurunan kecerahan air sungai.
Kekeruhan air sungai ditunjukan oleh banyaknya material yang tersuspensi
didalam air sungai. Sedimen tersuspensi dari daratan dibawa oleh aliran
permukaan saat hujan turun. Semakin kehilir nilai TSS semakin tinggi. Nilai TSS
dihulu, tengah dan hulir pada musim kemarau berurutan yaitu 8-15 mg/L, 20-114
m/L dan 22-52 mg/L.
Pada musim hujan, kekeruhan semakin meningkat dengan nilai TSS yang
semakin besar. Air sungai berwarna cokelat keruh.
Ikan memiliki derajat toleransi terhadap suhu dengan kisaran tertentu yang
sangat berperan bagi pertumbuhan, inkubasi telur, konversi pakan dan resistensi
terhadap penyakit. Ikan akan mengalami stres manakala terpapar pada suhu di luar
kisaran yang dapat ditoleransi.
9. Bahan Organik
Sungai memiliki persediaan besar karbondioksida karena hubungannya
dengan tanah yang memberikan bahan organic dari limpasan dan nutrisi yang
mendukung tingginya tingkat produksi primer.

12
Perairan dicirikan adanya fluktuasi bahan oranik dan aktivitas luar. Bahan
organic yang terlalu besar berpotensi dapat menurunkan kualitas lingkungan
perairan. Bahan organic selanjutnya bersama dengan parameter kimia dan fisika
khususnya seperti pasang surut arus, pengadukan akan masuk kedalam ekosistem
laut. Pencampuran baik air tawar dengan air laut yan membawa bahan organic
apabila keduanya bertemu dan tingkat pencampurannya tergantung pada factor
lingkungan pada satu sisi akan dapat memasok nutrient penting yang mendukung
produktivitas perairan N total dan P Total
Kegiatan pertanian dan perternakan menjadi penyebab masuknya unsure N
dan P kedalam sungai dan rumah tangga. Pada penelitian Ratna disungai S.
Cisadane yaitu kadar N Total/Nt air sungai Cisadane masih jauh dari ambang
batas tertinggi, kadar Nt semakin kehilir semakin meningkat yaitu hulu (0,044-
0435 mg/L), tengah (0,115-0,622 mg/L) dan hilir (0,26-0,806 mg/L).
10. BOD dan COD
Kebutuhan oksigen Biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen
yang diperlukan oleh organism pada saat pemecahan bahan organic, pada kondisi
aerobic. Pemecahan bahan oranik diartika bahwa bahan organic ini digunakan
organism sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi.
Parameter BOD dan COD diasosiasikan dengan dekomposisi material
organic yang terkandung dalam badan air. Pada periode musim kering, debit
limpasan yang minimum menyebabkan lamanya waktu tinggal material organic.
Sementara itu, ketika parameter BOD dan COD tinggi maka kandungan oksigen
terlarut dibadan air akan turun. Kandungan oksigen terlarut rendah berpotensi
dapat meningkatkan temperature badan air. nilai BOD dan COD air sungai dapat
menunjukkan banyaknya pencermar organic yang ada didalam air sungai.
Komponen Biotik:
Menurut (Gumilar, 2005) Jika dilihat dari segi penyusunannya, komponen
biotik ini dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Produsen, yaitu organisme yang autotropik yang umumnya tumbuhan
berklorofil yang memiliki kemampuan untuk melakukan sintesa makanan dari
bahan anorganik yang sederhana, misalnya tumbuh-tumbuhan hijau.

13
b. Makro dan mikro konsumen, yaitu organisme heterotropik, misalnya ikan atau
binatang lain yang makan organisme lainnya.
c. Pengurai (decomposer), yaitu organisme heterotropik yang menguraikan
bahan organik yang berasal dari organisme mati (bahan organik kompleks)
menjadi bahan-bahan sederhana (organik dan anorganik), menyerap sebagain
hasil penguraian untuk kelangsungan hidupnya dan melepas bahan-bahan
sederhana tersebut untuk digunakan oleh produsen.
Menurut (mudatsir, 2007) beberapa komponen biotik yang dapat
mempengaruhi kehidupan mikro zoobenthos seperti bakteri adalah sebagai
berikut:
a. kompetisi makanan
untuk mendapatkan Kompetisi adalah interaksi antara mikroorganisme
yang merupakan persaingan akibat keterbatasan makanan yang tersedia. Di
samping itu ada pula mikroorganisme yang menghasilkan berbagai substansi yang
dapat menghambat organisme lain. Kompetisi nutrient antar mikroba memainkan
peran dan mempengaruhi mikroflora dalam suatu habitat. Mikroba yang berhasil
dalam interaksi dengan lingkungannya adalah mikroba yang lebih cepat
mendapatkan nutrient-nutrien untuk makanannya.
Beberapa mikroba di air memiliki pertumbuhan yang berbeda, beberapa
lairmya memiliki kecepatan yang lebih dalam pembelahan sel dibandingkan yang
lain. Hasil metabolism dari mikroba di dalam suatu perairan dapat menghambat
pertumbuhan kompetitornya. Misalnya terjadinya perubahan pH, atau ketika
menghasilkan substansi zat aktif. Jika akumulasi dari sejumlah produk
metabolism terlalu banyak maka dapat mengganggu mikroba lain sebagai
konrpetitornya. Pada kondisi lingkungan yang ekstrim, kompetisi nutrient di
bawah kondisi normal, misalnya dalam air dengan temperature tinggi, salinitas
atau pH yang ekstrim, dalam kondisi ini hanya beberapa mikroba yang dapat
menggunakan nutrient yang ada.
b. Interaksi antara organisme
Terdapat tiga jenis interaksi antar organisme, komensalisme yaitu
mutualisme, dan parasitisme. Mutualisme adalah bentuk hubungan yang saling

14
menguntungkan kedua belah pihak. Komensalisme adalah bentuk interaksi antara
satu organisme mendapat keuntungan, sedangkan yang lain iidak dirugikan
ataupun mendapatkan keuntungan. Sedangkan parasitisme adalah interaksi bila
salah satu pihak mendapat keuntungan sedang pihak lain dirugikan. Beberapa
mikroorganisme parasitit menyerang menyerang bakteri dan fungi dan
mengahncurkannya. Bakteriofaga juga dapat berpengaruh dalam interaksi
terhadap mikroflora di dalam air. Faktor bioiogi lebih sulit dipelajari
dibandingkan faktor abiotik. salinitas, temperatur dan faktor-faktor abiotik lainnya
dapat diukur dengan akurat. Hal ini berbeda faktor biotik dimana interaksi mikoba
dengan mikroba lainnya atau organisme lainnya tidak dapat diukur dengan akurat,
biasanya hanya berdasarkan prediksi dari interaksi mikroba tersebut dengan
lingkungan biotik lainnya.

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ekosistem sungai merupakan kumpulan dari komponen abiotik (fisika dan
kimia) dan biotik (organisme hidup) yang berhubungan satu sama lain dan saling
berinteraksi membentuk suatu struktur fungsional (Fachrul, 2007) dalam
(Suryanti, dkk., 2013). Sungai memiliki komponen struktur sungai, komponen
biotik dan abiotik yang saling berinteraksi satu sama lain yang membentuk
ekosistem sungai.

16
DAFTAR PUSTAKA
Arisagy, Carissa Paresky. 2013. Ekosistem Sungai. Jurnal Manajemen
Sumberdaya Perikanan. 12/334991/PN/12981.
Djumanto., Namastra Probosunu., Rudy Ifriansyah. 2011. Indek Biotik Famili
Sebagai Indikator Kualitas Air Sungai Gajahwong Yogyakarta. Jurnal
Perikanan (J. Fish. Sci.) XV (1): 26-34 ISSN: 0853-6384.
Gumilar, Iwang.2005. Pengelolaan Ekosistem Air Tawar Di Danau. Jurnal.
Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pasca Sarjana / S3 Institut
Pertanian Bogor.
Karno, Ria., Jismi Mubarrak. 2018. Analisis Spasial (Ekologi) Pemanfaatan
Daerah Aliran Sungai (Das) Di Sungai Batang Lubuh Kecamatan Rambah
Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal Ilmiah. Edu Research Vol. 7 No. 1 Juli 2018
Mushthofa, Aqil., Max Rudolf Muskananfola., Siti Rudiyanti. 2014. Analisis
Struktur Komunitas Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas
Perairan Sungai Wedung Kabupaten Demak. Journal Of Maquares. Volume
3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 81-88.
Mudatsir. 2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kehidupan Mikroba Dalam
Air. Jurnal Kedokteran .Universitas Syiah Kuala Volume 7 Nontor I April
2007.
Putri, Niken Permata. 2017. Komponen Abiotik Air Tawar (Sungai). Jurnal.
Program Studi Pendidikan Biologi, Program Pascasarjana Universitas
Negeri Padang.
Suryanti., Siti Rudiyanti., Susi Sumartini. 2013. Kualitas Perairan Sungai Seketak
Semarang Berdasarkan Komposisi Dan Kelimpahan Fitoplankton. Journal
Of Management Of Aquatic Resources. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013,
Halaman 38-45.
Trimulya, Dedi.2013. Ekologi Perairan Tergenang Di Wilayah Waduk Ciwaka
Walantaka Serang-Banten. Jurnal ekologi perairan. Jurusan Perikanan,
Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Tahun 2013 no.
1:1-9.
Utomo, Dr. Suyud Warno., ir. Sutriyono, M.S., Drs. Reda Rizal, M.Si. 2015.
Pengertian, Ruang Lingkup Ekologi dan Ekosistem. Jurnal.
http://repository.ut.ac.id/4305/1/BIOL4215-M1.pdf.
Waryono, Tarsoen. 2008. Bentuk Struktur Dan Lingkungan Bio-Fisik Sungai.
Jurnal. Tarsoen.Waryono/Files/2009/12/24-Sturtur-Sungai.Pdf.
Wikipedia. 2019. Sungai. https://id.wikipedia.org/wiki/Sungai.

iii

Anda mungkin juga menyukai