Anda di halaman 1dari 57

Laporan

Tumbuhan Dan Hewan Ekosistem Air Tawar/Sungai


Oleh :
Kelompok VI
Nabila salsabila Umar 1121418008
Munira 1121418017
Sukti Nurman Ilham 1121418005
Mohammad Adam Dunggio 1121418045
Jody Reza Syahfitra 1121418009
Fauzan Alfathy 1121418044
Chandra Potabuga 1121418055
Ilham Syahputra Gau 1121418057
Mohamad Deriansyah Puhi 1121418042
Moh. Alsidiq Pakaya 1121418037
Mohamad Sultan Panai 1121418032
Mustaqim Moh. Alzidan Ismail 1121418026

Jurusan Teknologi Hasil Perikanan


Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan
Universitas Negeri Gorontalo
2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi


Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan Biologi Dasar yang berjudul “Tumbuhan dan Hewan
Ekosistem Air Twar/Sungai”.

Laporan Biologi Dasar ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu kami menyadari masih banyak kekurangan dalam
pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, kami menerima dengan tangan terbuka
kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun dan meningkatkan
pengetahuan. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Gorontalo, 7 Desember 2018

Kelompok VI

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................i


BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................ii
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1
1.2 Tujuan Praktikum .....................................................................................1
1.3 Manfaat Praktikum ...................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................3
2.1 Ekosistem Air Sungai/Tawar ...................................................................3
2.2 Habitat dan Ekologi Tumbuhan dan Hewan Ekosistem Air
Sungai/Tawar ...........................................................................................6
2.3 Jenis Hewan/fauna Ekosistem Air/Sungai ..............................................8
2.4 Jenis Tumbuhan/Flora Ekosistem Sungai/Air Tawar ..............................14
BAB III METODE PRKTIKUM ......................................................................24
3.1 Waktu dan Tempat .................................................................................24
3.2 Alat dan Bahan .......................................................................................24
3.3 Metode Praktikum ..................................................................................24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................26
4.1 Hasil .......................................................................................................26
4.2 Pembahasan ............................................................................................27
4.2.1 Filum Chordate ..................................................................................27
4.2.2 Filum Arthropoda ..............................................................................31
4.2.3 Filum Trachaeophyta .........................................................................34
BAB V PENUTUP ..............................................................................................42
5.1 Kesimpulan ..............................................................................................42
5.2 Saran ........................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................42
LAMPIRAN ........................................................................................................45

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem perairan yang menutupi ¾ bagian dari permukaan bumi dibagi
dalam dua katagori utama, yaitu ekosistem air tawar dan ekosistem air laut.
Dari kedua sistem perairan tersebut air laut mempunyai bagian yang paling
besar yaitu lebih dari 97%, sisanya adalah air tawar yang sangat penting
artinya bagi manusia untuk aktivitas hidupnya (Barus, 1996 dalam Yazwar).
Ekosistem perairan tawar secara umum dibagi menjadi 2 yaitu perairan
mengalir (lotic water) dan perairan menggenang (lentic water). Perairan lotik
dicirikan adanya arus yang terus menerus dengan kecepatan bervariasi
sehingga perpindahan massa air berlangsung terus-menerus, contohnya antara
lain: sungai, kali, kanal, parit, dan lain-lain. Perairan menggenang disebut juga
perairan tenang yaitu perairan dimana aliran air lambat atau bahkan tidak ada
dan massa air terakumulasi dalam periode waktu yang lama.
Biota pada ekosistem sungai terbagi atas biota non akuatik dan biota
akuatik. Biota non akuatik adalah biota yang hidup diluar perairan sungai
misalnya adalah tanaman yang berada di DAS (Daerah Aliran Sungai),
serangga yang hidup diarea sekitar sungai seperti semut, capung, kupu-kupu,
dan lain-lain. Biota akuatik merupakan biota yang sebagian atau seluruh
hidupnya berada di perairan. Berdasarkan cara hidupnya biota akuatik dapat
dikelompokkan menjadi neuston, pleuston, nekton, plankton, perifiton, bentos,
dan demersal. neuston 17 merupakan biota akuatik yang hidup dilapisan tipis
permukaan air (Wardhana, 2006).

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini, yaitu:
1. Mengamati habitat dan ekologi tumbuhan dan hewan dari perairan
sungai/tawar.
2. Mengenal jenis hewan perairan tawar/sungai.

1
3. Mengenal jenis tumbuhan perairan tawar/sungai.

1.3 Manfaat Praktikum


Adapun manfaat dari praktikum ini, yaitu:
1. Dapat mengetahui habitat dan ekologi tumbuhan dan hewan dari
ekosistem air tawar/sungai
2. Dapat mengetahui jenis hewan ekosistem air tawar/sungai.
3. Dapat mengetahui jenis tumbuhan ekosistem air tawar/sungai.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem air sungai/tawar


Menurut (Syarifuddin, dkk, 2010) Sungai adalah tempat-tempat dan
wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara
dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis
sempadan1 . Sungai juga bisa diartikan sebagai bagian permukaan bumi yang
letaknya lebih rendah dari tanah disekitarnya dan menjadi tempat
mengalirnya air 16 Phein di Jerman (yang berhulu di Pegunungan Alpen)
dapat dikatakan sebagai contoh jenis sungai ini. c. Sungai Campuran, adalah
sungai yang airnya berasal dari pencairan es (gletser), dari hujan, dan dari
sumber mata air. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Digul dan sungai
Mamberamo di Papua (Irian Jaya). Berdasarkan debit airnya menurut sungai
dibedakan menjadi 4 macam yaitu :
1. Sungai Permanen, adalah sungai yang debit airnya sepanjang tahun
relatif tetap. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kapuas, Kahayan,
Barito dan Mahakam di Kalimantan. Sungai Musi, Batanghari dan
Indragiri di Sumatera.
2. Sungai Periodik, adalah sungai yang pada waktu musim hujan airnya
banyak, sedangkan pada musim kemarau airnya kecil. Contoh sungai
jenis ini banyak terdapat di pulau Jawa misalnya sungai Bengawan
Solo, dan sungai Opak di Jawa Tengah. Sungai Progo dan sungai Code
di Daerah Istimewa Yogyakarta serta sungai Brantas di Jawa Timur.
3. Sungai Episodik, adalah sungai yang pada musim kemarau airnya kering
dan pada musim hujan airnya banyak. Contoh sungai jenis ini adalah
sungai Kalada di pulau Sumba.
4. Sungai Ephemeral, adalah sungai yang ada airnya hanya pada saat
musim hujan. 3 Ibid 17 Pada hakekatnya sungai jenis ini hampir sama
dengan jenis episodik, hanya saja pada musim hujan sungai jenis ini
airnya belum tentu banyak.

3
Berdasarkan asal kejadiannya (genetikanya) sungai dibedakan menjadi 5 jenis
yaitu:
a. Sungai Konsekuen, adalah sungai yang airnya mengalir mengikuti arah
lereng awal.
b. Sungai Subsekuen atau strike valley adalah sungai yang aliran airnya
mengikuti strike batuan.
c. Sungai Obsekuen, adalah sungai yang aliran airnya berlawanan arah
dengan sungai konsekuen atau berlawanan arah dengan kemiringan
lapisan batuan serta bermuara di sungai subsekuen.
d. Sungai Resekuen, adalah sungai yang airnya mengalir mengikuti arah
kemiringan lapisan batuan dan bermuara di sungai subsekuen.
e. Sungai Insekuen, adalah sungai yang mengalir tanpa dikontrol oleh
litologi maupun struktur geologi.
Berdasarkan struktur geologinya sungai dibedakan menjadi dua yaitu
a. Sungai Anteseden adalah sungai yang tetap mempertahankan arah aliran
airnya walaupun ada struktur geologi (batuan) yang melintang. Hal ini
terjadi karena kekuatan arusnya, sehingga mampu menembus batuan
yang merintanginya.
b. Sungai Superposed, adalah sungai yang melintang, struktur dan
prosesnya dibimbing oleh lapisan batuan yang menutupinya.
c. Berdasarkan pola alirannya sungai dibedakan menjadi 6 macam yaitu:
a. Radial atau menjari, jenis ini dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Radial sentrifugal, adalah pola aliran yang menyebar
meninggalkan pusatnya. Pola aliran ini terdapat di daerah
gunung yang berbentuk kerucut.
2. Radial sentripetal, adalah pola aliran yang mengumpul
menuju ke pusat. Pola ini terdapat di daerah basin
(cekungan).
3. Dendritik, adalah pola aliran yang tidak teratur. Pola
alirannya seperti pohon, di mana sungai induk memperoleh

4
aliran dari anak sungainya. Jenis ini biasanya terdapat di
daerah datar atau daerah dataran pantai.
4. Trellis, adalah pola aliran yang menyirip seperti daun.
5. Rektangular, adalah pola aliran yang membentuk sudut siku-
siku atau hampir siku-siku 90°.
6. Pinate, adalah pola aliran di mana muara-muara anak
sungainya membentuk sudut lancip.
7. Anular, adalah pola aliran sungai yang membentuk lingkaran.
Bagian-bagian dari sungai bisa dikategorikan menjadi tiga, yaitu bagian
hulu, bagian tengah dan bagian hilir.
a. Bagian Hulu Bagian hulu memiliki ciri-ciri: arusnya deras, daya
erosinya besar, arah erosinya (terutama bagian dasar sungai) vertikal.
Palung sungai berbentuk V dan lerengnya cembung (convecs), kadang-
kadang terdapat air terjun atau jeram dan tidak terjadi pengendapan. 19
b. Bagian Tengah Bagian tengah mempunyai ciri-ciri: arusnya tidak begitu
deras, daya erosinya mulai berkurang, arah erosi ke bagian dasar dan
samping (vertikal dan horizontal), palung sungai berbentuk U (konkaf),
mulai terjadi pengendapan (sedimentasi) dan sering terjadi meander
yaitu kelokan sungai yang mencapai 180° atau lebih.
c. Bagian Hilir Bagian hilir memiliki ciri-ciri: arusnya tenang, daya erosi
kecil dengan arah ke samping (horizontal), banyak terjadi pengendapan,
di bagian muara kadang-kadang terjadi delta serta palungnya lebar.
Daerah Aliran Sungai Daerah aliran sungai (DAS) dapat diartikan sebagai
kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung,
menyimpan dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya ke sungai yang
akhirnya bermuara ke danau/laut (Manan, 1979)
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ekosistem yang terdiri dari unsur
utama vegetasi, tanah, air dan manusia dengan segala upaya yang dilakukan
di dalamnya (Soeryono, 1979). Sebagai suatu ekosistem, di DAS terjadi
interaksi antara faktor biotik dan fisik yang menggambarkan keseimbangan

5
masukan dan keluran berupa erosi dan sedimentasi. Secara singkat dapat
disimpulkan bahwa pengertian DAS adalah sebagai berikut :
1. Suatu wilayah daratan yang menampung, menyimpan kemudian
mengalirkan air hujan ke laut atau danau melalui satu sungai utama.
2. Suatu daerah aliran sungai yang dipisahkan dengan daerah lain oleh
pemisah topografis sehingga dapat dikatakan seluruh wilayah daratan
terbagi atas beberapa DAS.
3. Unsur-unsur utama di dalam suatu DAS adalah sumberdaya alam
(tanah, vegetasi dan air) yang merupakan sasaran dan manusia yang
merupakan pengguna sumberdaya yang ada.
4. Unsur utama (sumberdaya alam dan manusia) di DAS membentuk
suatu ekosistem dimana peristiwa yang terjadi pada suatu unsur akan
mempengaruhi unsur lainnya.

2.2 habitat dan ekologi tumbuhan dan hewan ekosistem air sungai/tawar
ekologi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara
makhluk hidup dengan lingkungannya. Hubungan timbal balik tersebut sangat
erat, sehingga sebenarnya makhluk hidup dan lingkungannya tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Keduanya merupakan suatu kesatuan sistem yang
disebut ekosistem. Jadi tidak lain suatu ekosistem adalah sistem ekologi. Suatu
sistem terdiri atas komponen-komponen yang bekerjasama dan membentuk satu
kesatuan dan setiap sistem mempunyai sifat-sifat yang khas.
Daerah aliran sungai (DAS) dapatlah dianggap sebagai suatu ekosistem
dengan batas-batas alam. Suatu DAS dibatasi oleh DAS yang lain oleh punggung-
punggung gunung. Batas tersebut itu dapat dengan mudah dilihat. Semua air pada
lereng sebelah pada punggung gunung akan mempengaruhi sungai yang pertama,
sedangkan aktivitasnya pada lereng sebelah akan mempengaruhi sungai yang
kedua. Kedua DAS tersebut akan dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang ada di
sekitarnya. Di samping itu ekosistem DAS yang satu akan mempengaruhi DAS
yang lain di sekitarnya. Adanya ekosistem buatan manusia dengan batasan
wilayah ekonomi dan wilayah administratif menjadikan ekosistem DAS menjadi

6
terpecah dengan luasan yang lebih sempit. Ekosistem DAS seharusnya dibatasi
oleh batas ekologis dan bukan batas wilayah administratif, sehingga
pengelolaannya harus secara terpadu. Misalnya pengelolaan DAS Ciliwung,
pengelolaan yang tidak menyeluruh dan terpadu oleh komponen yang terlibat
menjadikan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh banjir di bagian hilir.
Kerusakan-kerusakan yang terjadi di daerah hulu akan dirasakan dampaknya di
daerah hilir. Sungai, waduk, ataupun danau merupakan suatu ekosistem tersendiri,
tetapi metabolismenya (proses-proses yang berlangsung di dalamnya) serta
kestabilannya dalam jangka panjang sangat dipengaruhi oleh masukan energi
cahaya matahari serta masukan materi dari daerah sekelilingnya. Daerah
sekeliling inilah disebut sebagai Daerah Aliran Sungai (DAS). Laju masukan air
maupun materi dari DAS akan menentukan proses metabolisme dalam waduk atau
danau, dan bahkan menentukan umur ekosistem tersebut. Masukan bahan-bahan
organik atau limbah dengan laju atau kuantitas yang besar tentunya akan
mengganggu stabilitas ekosistem tersebut. Demikian juga masukan materi yang
lain misalnya partikel tanah yang akan menyebabkan sedimentasi dengan cepat,
yang pada gilirannya pendangkalan yang terjadi. Konsep ekosistem menempati
kedudukan yang sentral dalam ekologi, sebagaimana sistem yang lain, di mana
ekosistem terdiri atas komponenkomponen yang saling berinteraksi merupakan
suatu kesatuan. Oleh karena sifat ekosistem yang merupakan satu kesatuan itu,
maka setiap unsur alam seperti danau, hutan, atau sebuah bukit maupun unsur
buatan manusia misalnya sawah atau kolam dalam DAS termasuk dalam
ekosistem DAS. Hal tersebut mempunyai implikasi bahwa setiap aktivitas kita di
daerah itu harus direncanakan dan harus mempertimbangkan unsur-unsur dalam
ekosistem itu, karena aktivitas kita mempengaruhi dan dipengaruhi oleh unsur-
unsur yang ada dalam ekosistem tersebut.
Pada dasarnya aktivitas manusia banyak mempengaruhi ekosistem DAS,
dan pada saat ini mempunyai dampak negatif terhadap ekosistem DAS. Contoh
sebuah bendungan yang dibangun dengan tujuan utama untuk mengendalikan
banjir dan dipergunakan pula untuk membangkitkan tenaga listrik, mengatur
pengairan, pengembangan perikanan, dan pariwisata. Air sungai yang dibendung

7
tergantung dalam waduk. Ke dalam waduk ini mengalir bersama air sungai
bermacam zat pupuk yang tercuci dari sawah dan kebun sayur, pestisida, limbah
pabrik, kotoran kota dan desa, dan lumpur. Masukan materi-materi tersebut
menyebabkan pengayaan ekosistem dan materi-materi tersebut diperlukan untuk
proses metabolisme. Kejadiankejadian tersebut akan menyebabkan penyuburan
waduk. Air waduk yang subur kaya akan hara akan memacu pertumbuhan
plankton. Karena bertambahnya plankton yang menjadi makanan ikan, jumlah
ikan akan bertambah sehingga hasil ikan meningkat. Namun lama kelamaan
terjadi penyuburan air berlebihan sehingga plankton mengalami pertumbuhan
yang eksplosi. Pertumbuhan eksplosi akan berdampak pada kematian massal dari
plankton tersebut dan kemudian akan menyebabkan terjadinya pembusukan.
Proses tersebut membutuhkan banyak oksigen dalam air sehingga menyebabkan
kematian banyak ikan. Pembusukan juga menyebabkan bau busuk yang merusak
pariwisata. Penyuburan perairan yang berlebihan disebut eutrofikasi. Berdasarkan
pada uraian contoh tersebut, untuk dapat mengelola badan-badan air (danau,
waduk, sungai, dan lainnya) dengan baik, harus mempertimbangkan daerah aliran
sungainya. Tanpa pengelolaan daerah aliran sungai, akan sia-sia usaha dalam
mengelola badan air yang bersangkutan.

2.3 Jenis Hewan/fauna Ekosistem Air/Sungai


Menurut Odum (1994), diantara binatang konsumen 4 kelompok yang
menyusun sebagian besar biomasa dari kebanyakan ekosistem air tawar adalah
moluska, serangga air, udang-udangan, dan ikan yang disebut dengan biota
akuatik. Berdasarkan cara hidupnya, biota akuatik dapat dikelompokkan menjadi
neuston, pleuston, nekton, plan 23 Berdasarkan ukuran tubuhnya, fauna sungai
dibagi menjadi dua yaitu makrofauna dan mikrofauna.
Mikrofauna adalah hewan dengan ukuran kurang dari 10mm dan tidak
dapat dapat terlihat langsung oleh mata sehingga harus menggunakan alat
pembesar (lup atau mikroskop).
Makrofauna adalah fauna atau hewan dengan ukuran lebih dari 10 mm dan
dapat terlihat langsung oleh mata tanpa harus menggunakan alat pembesar (lup

8
atau mikroskop). Beberapa organisme yang termasuk kedalam makrofauna sungai
adalah kelas Pisces untuk hewan vertebrata sedangkan untuk hewan invertebrata
terdapat Mollusca, Crustaceae, dan Annelida.
Berikut adalah uraian dari masing-masing makrofauna tersebut.
a) Makrovertebrata Perairan Sungai Hewan yang tergolong kedalam
makrovertebrata perairan sungai adalah kelas Pisces atau ikan. Ikan
termasuk vertebrata akuatis dan bernafas dengan insang (beberapa jenis
bernafas melalui alat tambahan berupa modifikasi gelembung
renang/gelembung udara). Mempunyai otak yang terbagi menjadi region-
region. Otak dibungkus dalam tulang kranium (tulang kepala) yang berupa
kartilago (tulang rawan) atau tulang sejati. Memiliki sepasang mata.
Kecuali ikan-ikan siklostomata, mulut ikan disokong oleh rahang. Telinga
hanya terdiri dari telinga dalam, berupa saluran - saluran sirkular, sebagai
organ keseimbangan (equilibrium).

Gambar ikan sungai

Sirkulasi mengangkut aliran seluruh darah dan jantung melalui insang


lalu keseluruh bagian lain. Tipe ginjal adalah pronefros dan mesonefros
(Brotowidjojo, 1993). 24 Ikan termasuk hewan yang bersifat poikiloterm,
serta selalu membutuhkan air untuk hidupnya, karena ikan merupakan
hewan air yang mengalami kehidupan sejak lahir atau menetas dari telurnya
sampai akhir hidupnya di air (Achjar, 1986). Selanjutnya dijelaskan bahwa
air merupakan habitat ikan yang erat kaitannya dengan pembentukan

9
struktur tubuh ikan, proses pernapasan, cara pergerakan, cara memperoleh
makanan, reproduksi dan segala hal yang diperlukan bagi ikan. Menurut
Rifai, dkk (1983) penyebaran ikan diperairan sangat dipengaruhi oleh
faktor - faktor lingkungan yang dapat digolongkan menjadi empat macam,
yaitu, faktor biotik, abiotik, faktor teknologi dan kegiatan manusia. Faktor
biotik yaitu faktor alam yang hidup atau jasad hidup, baik tumbuh -
tumbuhan maupun hewan. Dan faktor abiotik mencakup faktor fisik dan
kimia, yaitu cahaya, suhu, arus, garam - garam organik, angin, pH, oksigen
terlarut, salinitas dan BOD.
b) Makroinvertebrata Perairan Sungai Makroinvertebrata merupakan
invertebrata dasar perairan dengan pergerakan relatif lambat dan
keberadaannya bergantung pada keadaan substrat dasar, kecepatan arus,
dan kualitas perairan (Yunitawati, 2012). Makroinvertebrata atau lebih
dikenal sebagai siput air ini merupakan salah satu makroinvertebrata yang
terdapat di berbagai perairan. Kelas ini memiliki variasi yang sangat
beeragam pada perairan tawar dengan cangkangnya yang beragam dari
bentuk yang spiral sampai bentuk yang piringan (Susanto, 2012).

Gambar Macroinvertebrata

10
Makroinvertebrata biasanya mengkonsumsi algae serta debris
tumbuhan maupun hewan pada permukaan batu atau tumbuhan tempat
tinggalnya (Putri, 2007). Kondisi habitat yang disukai oleh
makroinvertebrata adalah berada pada Ph 25 dengan kisaran antara 6,7-9,0,
serta kadar oksigen terlarut 0,5-14 ppm (Minggawati, 2013).
Makroinvertebrata sungai biasanya merupakan bentos (Yuniar,
2012). Berdasarkan tempat hidupnya, bentos dapat dibedakan menjadi
epifauna yaitu bentos yang hidupnya di atas substrat dasar perairan dan
infauna,yaitu bentos yang hidupnya tertanam di dalam substrat dasar
perairan. Berdasarkan siklus hidupnya bentos dapat dibagi menjadi
holobentos, yaitu kelompok bentos yang seluruh hidupnya bersifat bentos
dan merobentos, yaitu kelompok bentos yang hanya bersifat bentos pada
fase-fase tertentu dari siklus hidupnya (Barus, 2004). Menurut Lalli dan
Pearsons (1993), hewan bentos dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran
tubuh yang bisa melewati lubang saring yang dipakai untuk memisahkan
hewan dari sedimennya. Berdasarkan kategori tersebut bentos dibagi atas :
a. Makrozoobentos, kelompok hewan yang lebih besar dari 1,0 mm.
Kelompok ini adalah hewan bentos yang terbesar, jenis hewan
yang termasuk kelompok ini adalah molusca, annelida,
crustaceae, beberapa insekta air dan larva dari diptera, odonata
dan lain sebagainya.

molusca Annelida

11
Crustacea

b. Mesobentos, kelompok bentos yang berukuran antara 0,1 mm


-1,0 mm. Kelompok ini adalah hewan kecil yang dapat
ditemukan di pasir atau lumpur. Hewan yang termasuk kelompok
ini adalah molusca kecil, cacing kecil, dan crustaceae kecil.

Gambar Cacing

c. Mikrobentos, kelompok bentos yang berukuran lebih kecil dari


0,1 mm. Kelompok ini merupakan hewan yang terkecil. Hewan
yang termasuk ke dalamnya adalah protozooa khususnya cilliata.

Gambar ciliata

12
2.4 Jenis Tumbuhan/Flora Ekosistem Sungai/Air Tawar
Tanaman air atau disebut juga dengan hidrofit merupakan tumbuhan yang
telah menyesuaikan diri untuk hidup pada lingkungan perairan, baik tumbuhan
tersebut terendam sebagian atau seluruh bagian terendam. Tumbuhan air sangat
bergantung pada air (Anonym, 2016)
Beberapa jenis tanaman air yang biasa kita kenal merupakan jenis
tumbuhan air yang tumbuh liar di air tawar, yaitu disungai, di kolam, maupun di
danau. Namun pada perkembangannya tumbuhan air juga banyak dijadikan
sebagai tanaman hias kolam ikan yang mampu menambah kesan hidup dan alami.
Selain mempercantik kolam, bebrapa jenis tumbuhan air dapat bermanfaat sebagai
pembersih air kolam (Anonym, 2016).

Berikut ini adalah beberapa karakteristik yang dimiliki oleh tumbuhan air:
 Kutikula tipis. cuticles terutama mencegah kehilangan air, sehingga
sebagian besar hydrophytes tidak perlu untuk cuticles.
 Stomata yang terbuka kebanyakan waktu karena air yang melimpah dan
karena itu tidak perlu untuk terlebih dahulu disimpan dalam tanaman. Ini
berarti bahwa sel penjaga stomata pada umumnya tidak aktif.
 Peningkatan jumlah stomata, yang dapat di salah satu sisi daun.
 Kurang kaku struktur: tekanan air mendukung mereka.
 Flat daun pada permukaan tanaman untuk pengapungan.
 Udara sacs untuk pengapungan.
 Kecil akar: air dapat tersebar langsung ke daun.
 Akar ringan: tidak perlu untuk mendukung tanaman.
 Khusus akar dapat mengambil oksigen dalam.

Macam-macam Tumbuhan Air:

1. Lidi air (Typha angustifolia)


Dinamakan lidi air karena tanaman ini dari kejauhan memiliki rumpun
yang mirip dengan lidi terbalik, karena batang-batangnya gepeng berwarna
hijau bergaris kuning dan memiliki ujung yang runcing. Sehingga tanaman

13
ini disebut lidi air. Tanaman ini tahan diterpa oleh sinar matahari sehari
penuh, tanaman lidi air memiliki pertumbuhan yang cepat sehingga
tumbuhan ini mampu memikat hati pecinta tanaman air.

Gambar Lidi air


2. Cyperus
Tanaman ini lebih populer dengan nama siperus. Tanaman ini memiliki
daun yang berada diujung batang berukuran kecil halus dan pendek.
Memiliki tinggi tangkai hanya 1m, dan bunga bertangkai seolah tumbuh
menyebar dari pusat susunan daun. Tanaman ini mampu lumpu dialam air
yang berlumpur.

14
Gambar Cyperus

3. Cat Tail / stok (Typha latifolia)


Tanaman air ini termasuk tanaman air berbentuk rumput dari keluarga
Typhaceae. Bunga betina berbentuk silindris berwarna coklat mirip ekor
kucing, sedangkan bunga jantannya memiliki bentuk yang sama namun
dengan ukuran yang lebih kecil yang tumbuh diatas bunga betina.
Tanaman ini tumbuh dengan genangan air yang berlumpur dan mampu
tumbuh dengan sinar matahari penuh.

15
Gambar Cat Tail

4. Eceng Gondok (Eichhornia crassipes)


Eceng gondok merupakan tanaman yang populer di Indonesia. Tanaman
ini berasal dari brasil, awal munculnya eceng gondok dibawa oleh orang
orang Brasil yang digunakan sebagai tanaman hias. Tanaman ini mampu
berkembang biak dengan cepat sehingga tanaman ini dianggap sebagai
gulma. Namun, sekarang ini banyak masyarakat yang memanfaatkan
eceng gondok sebagai bahan kerajinan dan pakan ternak. Tanaman eceng
gondok memiliki bunga dengan tampilan yang eksotis dengan warna ungu
muda dan tersusun malai dan hanya mekar satu hari saja. Tanaman ini
tumbuh mengapung pada genangan air, dan dapat banyak kita temukan di
perairan seperti sungai, danau maupun rawa-rawa.

16
Eceng Gondok

5. Lotus (Nelumbo nucifera)
Tanaman lotus membutuhkan media air dan tanah untuk tumbuh, biasanya
tanaman ini dijadikan sebagai tanaman hias dan diletakkan dalam pot
tanah liat yang tinggi. Tanaman lotus memiliki bunga yang tumbuh sangat
besar cantik dengan warna putih dan merah. Lotus memiliki ukuran daun
besar, dan ada juga yang berukuran kecil. Tangkai tanaman lotus mampu
mencapai 1 meter lebih. Biasanya bunga lous muncul dan mekar
bersamaan dengan hari raya keagaman.

Gambar Lotus
6. Kapu-kapu (Pistia stratiotes)

17
Tanaman ini sering disebut dengan tanaman apu-apu. Tanaman ini tumbuh
di perairan dengan mengapung, memiliki daun hijau dengan ditumbuhi
bulu-bulu halus yang bertekstur seperti beludru, akar serabut berwarna
putih. Meskipun tanaman ini sering kita jumpai di kolam dan rawa-rawa,
jika terkena sinar matahari langsung daunnya akan cepat kuning dan
hancur. Tanaman ini biasanya digunakan untuk tempat hias ikan bertelur.

Gambar Kapu-Kapu

7. Melati Air (Echinodorus paleafolius)


Tanaman melati air memiliki bunga warna putih yang tumbuh berderet
pada tangkainya yang panjang dalam jumlah beberapa kuntuk. Bunga
melati kan muncul dipagi hari secara bergantian. Dari bekas-bekas bunga
yang muncul biasanya kan tumbuh tunas tunas baru. Melati air memiliki
daun yang kaku, dan ditumbuhi bulu bulu kasar pada bagian atas dan
bawah daunnya. Terdapat 3 macam bentuk daun yang dimiliki tanaman
melati air, yaitu bulat besar, lonjong besar dan lonjong kecil berbercak.
Tanaman ini tubuh dalam air yang berlumpur.

18
Gambar Melati Air

8. Teratai (Nyamphaea)
Teratai merupakan tanaman air yang paling dikenal dan paling sering
digunakan. Alasannya karena teratai memiliki bunga cantik berwarna
warni dengan daun yang mengambang dala permukaan air. Ukuran bunga
teratai berkisar antara 45-90 cm. Teratai juga memiliki berbagai macam
varietas yang dibedakan dari jenis bunganya.

Gambar Teratai

9. Pisang air (Typhonodorum lindyeyanum)

Tanaman air jenis ini dinamakan dengan pisang air karena memiliki
kemiripan dengan pohon pisang, namun bedanya pisang air memiliki daun

19
talas. Pisang air mampu tinggi hingga setinggi 4 meter dengan daun
bergelombang dan berbentuk oval yang dapat mencapai ukuran 1,5 meter.

Gambar Pisang Air

10. Kala lili (Zantedeschia aethiopica)

Kala lili merupakan tanaman air yang memiliki bentuk seperti terbuat dari
lili. Dengan bentuk seperti corong berwarna putih dan putik dengan warna
kuning cerah. Tanaman ini mampu tumbuh tinggi jika kurang mendapat
cahaya matahari, bunga yang muncul memiliki aroma yang lembut.

20
Gambar Kala Lili
11. Papyrus payung (Cyperus alternifolus)
Tanaman ini tumbuh secara berkelompok dengan pertumbuhan yang
cepat. Papyrus memiliki batang bentuk segitiga sengan mencapai
ketinggian hingga 1 meter lebih, dan bunga akan muncul di ujung batang
menyerupai daun.

Gambar Papyrus Payung

12. Bambu air (Equisetum hyemale)


Tanaman bambu air merupakan tanaman air yang mirip dengan bambu
yang hidup di daratan. Tumbuhan ini berukuran kecil, dengan tinggi
sekitar 25 cm sampai 100cm saja dan diameter tidak lebih dari 3cm.
Biasanya tanaman ini dapat dijadikan sebagai tanaman hias yang letakkan
pada sebuah pot besar berisi lumpur dan genanagan air.

21
Gambar Bambu Air

Tanaman air sebenarnya dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu tanaman


dalam air, tanaman mengambang dan tanaman tepian. Dari setiap jenisnya
memiliki bentuk daun dan bunga yang memiliki ciri khas masing-masing. Aneka
jenis tanaman air mulai dikenal dan digemari masyarakat pada awal 90-an dan
dari tahun ke tahun tanaman air berkembang dengan cukup pesat.

Jenis tanaman air :

1. Tanamanndalamnair
Tanaman dalam air adalah jenis tanaman yang keseluruhan hidupnya
berada terendam dalam air. Tanaman jenis ini biasanya banyak digunakan
pada aquascape/ aquarium air tawar. Contoh jenis tanaman dalam air
antara lain.

 Hygrophila polysperma
 Bacopa sp
 Rotala machandra
 Ludwigia sp
 Cryptocorine
 Anubias
 Wallisneria spiralis
 Ganggang air

2. TanamannMengapung
Tanaman mengapung merupakan jenis tanaman air yang mengapung di
permukaan air yang bergerak maupun tenang. Tanaman jenis ini
mempunyai pertumbuhan yang sangat pesat sehingga mampu menutupi
permukaan air. Contoh jenis tanaman mengapung antara lain:

 Eceng gondok
 Selada air

22
 Lotus
 Papyrus / Cyperus papyrus
 Cyperus / Cyperus alternifolius
 Typha / Typha angustifollia
 Melati air / Echinodorus palaefolius
 Thalia geniculata
 Pontederia
 Sagitaria
 Water poppy
 Giant arum
 Ilalang air

3. Tanamanntepian
Tanaman tepian merupakan jenis tanaman air yang tumbuh ditepian
cekungan air. Contoh tanaman tepian antara lain.

 Brojo Lintang
 Choenoplectus lacustris
 Darmera pellata

23
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum dillaksanakan pada hari Sabtu Tanggal 1 desember 2018, pada
pukul 15:00 WITA sampai dengan selesai. Bertempat di sungai dan kolam
ikan Desa Poso, Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara.

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Ekosistem Air
Tawar/Sungai dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.2.1. Alat dan bahan yang diperlukan selama praktikum


No. Alat Bahan
1. Mata pancing kamera
2. Kayu pancing ember
3. Jaring ikan

3.3 Prosedur kerja


Prosedur kerja pada praktikum ekosistem perairan sungai/tawar sebagai
berikut :
1. Mengamati lokasi sungai atau lokasi praktikum
2. Menyiapkan alat dan bahan
3. Menentukan lokasi amatan organisme dan tumbuhan ekosistem
suungai/tawar.
4. Mengamati setiap organisme hewan maupun tumbuhan air yang terdapat
dalam zona amatan.
5. Alat pancing yang sudah disediakan di gunakan untuk memancing hewan
yang berada di sekitar sungai/kolam ikan.
6. Hasil tangkapan di simpan di dalam ember lalu amati organisme tersebut
7. hasil amatan ditulis pada lembar kerja mahasiswa

24
8. Mendokumentasikan hasil amatan dan kegiatan praktikum

25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Adapun organisme hewan dan tumbuhan yang kami dapatkan pada saat
praktikum berlangsung, adalah sebagai berikut:
Te
m
pa
t
ta
Nama ng
filu
(nama ka gambar
m
latin) pa
n/
di
a
m
ati
Ikan
mujair
(Oreoc Ch su
hromis ord ng
mossa ate ai
mbicus
)
K
ol
Ch
Ikan a
ord
patin m
ate
ik
an
Kepitin
g yuyu Art
sawah su
hro
(Parath ng
po
elphusa ai
da
convex
a)

26
K
Tumbu Tra
ol
han cha
a
teratai eop
m
(Nymp hyt
ik
haea) a
an
Tumbu
han
K
eceng Tra
ol
goondo cha
a
k eop
m
(Eichh hyt
ik
ornia a
an
crassip
es)

4.2 Pembahasan
4.2.1 Filum Chordate
a. Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus)
Ikan Mujair adalah sejenis ikan air tawar yang biasa dikonsumsi.
Penyebaran alami ikan ini adalah perairan Afrika dan di Indonesia pertama
kali ditemukan oleh Pak Mujair di muara  Sungai Serang pantai selatan 
Blitar, Jawa Timur pada tahun 1939. Nama ilmiahnya adalah Oreochromis
mossambicus, dan dalam  bahasa Inggris  dikenal sebagai Mozambique
tilapia, atau kadang-kadang secara tidak tepat disebut "Java tilapia".
(wikipedia, 2018).

Ciri-cirinya Ikan berukuran sedang, panjang total maksimum yang


dapat dicapai ikan mujair adalah sekitar 40 cm. Bentuk badannya pipih
dengan warna hitam, keabu-abuan, kecoklatan atau kuning.

Sirip punggungnya (dorsal) memiliki 15-17 duri (tajam) dan 10-13 jari-jari
(duri berujung lunak), dan sirip dubur (anal) dengan 3 duri dan 9-12 jari-
jari.

27
Gambar ikan Mujair

Klasifikasi ilmiah

K Animal
i ia
n
g
d
o
m
:

F Chorda
i ta
l
u
m
:

K Actino
e pterygi

28
l i
a
s
:

O Percifo
r rmes
d
o
:

F Cichlid
a ae
m
i
l
i
:

G Oreoch
e romis
n
u
s
:

S O.
p mossa
e mbicus
s
i
e
s
:

29
Ikan mujair sangat mudah di temukan di kehidupan kita, ikan yang
tergolong family Cichlidae berasal dari afrika namun dengan
perkembangan jaman dan teknologi ikan ini sudah menyebar di banyak
Negara termasuk Indonesia. Ikan mujair dapat hidup di air tawar dan air
payau (dengan banyak kandungan kadar garam). Masyarakat sering
memeliharanya di kolam ataupun tambak dengan memilih tanah yang
bagus dengan kemiringan 3-5%. Ikan jenis ini dapat tumbuh pada
ketinggian sekitar 150-1000 meter di atas permukaan laut, pada suhu air
berkisar antara 20-25 derajat selsius serta keasamaan 7-8 Ph. (Anonym,
2015).

Ikan mujair tergolong dalam omnivore yang mampu memakan segala yang
ada disekitarnya, saat ikan mujair kecil, mereka akan memakan lumut
fitoplankton, zooplankton, nabati dan binatang air yang berukuran kecil.
Sedangkan ikan mujair dewasa akan memakan cacing, serangga air,
tumbuha air ataupun ikan kecil lainnya. Apabila mereka dipelihara  di
kolam atau tambak, mereka akan diberi makan berupa dedak atau sisa-sisa
makanan dari dapur. (Anonym, 2015)

Ikan mujair berkembangbiak dengan cara kawin dan menghasilkan telur,


ikan ini mempunyai keistimewaan dalam perkembangbiakannya. Ikan
jenis ini tergolong dalam mouth breeder atau ikan yang mengerami
telurnya di dalam mulutnya dan mengasuhnya anaknya yang baru menetas
di dalam mulut untuk melindunginya dari bahaya. Ikan mujair sangat
mudah berkembangbiak dengan cepat tanpa mengenal musim. Ikan mujair
yang telah melakukan perkawinan, telur-telur hasil pemijahan segera
dikumpulkan oleh ikan betina. Setelah induk ikan betina akan mengerami
telur di dalam mulut hingga telur-telur menetas (berkisar 3-5 hari dengan
suhu sekitar 20-27 derajat selsius). Namun, selama pengerami telurnya,
induk ikan mujair tidak makan sehingga akan terlihat kurus, hal tersebut
berlangsung selama 2-3 minggu. (Anonym, 2015)

30
Ikan mujair dimanfaatkan oleh masyarakat menjadi berbagai olahan
makanan yang menggugah selera, ikan mujair goreng, sambel ikan mujair,
sop ikan mujair dan masih banyak lagi.

b. Ikan patin (Pangasius sp)


Ikan patin (Pangasius sp.) adalah salah satu ikan asli perairan
Indonesia yang telah berhasil didomestikasi. Jenis–jenis ikan patin di
Indonesia sangat banyak, antara lain Pangasius pangasius atau Pangasius
jambal, Pangasius humeralis, Pangasius lithostoma, Pangasius nasutus,
pangasius polyuranodon, Pangasius niewenhuisii. Sedangkan Pangasius
sutchi dan Pangasius hypophtalmus yang dikenal sebagai jambal siam atau
lele bangkok merupakan ikan introduksi dari Thailand (Kordi, 2005).
Ikan patin mempunyai bentuk tubuh memanjang, berwarna putih
perak dengan punggung berwarna kebiruan. Ikan patin tidak memiliki
sisik, kepala ikan patin relatif kecil dengan mulut terletak diujung kepala
agak ke bawah. Hal ini merupakan ciri khas golongan catfish. Panjang
tubuhnya dapat mencapai 120 cm. Sudut mulutnya terdapat dua pasang
kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba. Sirip punggung memiliki
sebuah jari–jari keras yang berubah menjadi patil yang besar dan bergerigi
di belakangnya, sedangkan jari–jari lunak pada sirip punggungnya terdapat
6 – 7 buah (Kordi, 2005).
Pada permukaan punggung terdapat sirip lemak yang ukurannya
sangat kecil dan sirip ekornya membentuk cagak dengan bentuk simetris.
Sirip duburnya agak panjang dan mempunyai 30 – 33 jari-jari lunak, sirip
perutnya terdapat 6 jari-jari lunak. Sedangkan sirip dada terdapat sebuah
jari-jari keras yang berubah menjadi 6 senjata yang dikenal sebagai patil
dan memiliki 12 – 13 jari-jari lunak (Susanto Heru dan Khairul Amri,
1996).

31
Gambar Ikan Patin

Menurut Santoso (1996), kedudukan taksonomi ikan patin


(Pangasius hypophtalmus) adalah sebagai berikut :
Ordo : Ostariophysi
Sub-ordo : Siluroidea
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius hypophtalmus
Nama Inggris : catfish
Nama lokal : ikan patin

Habitat ikan patin adalah di tepi sungai – sungai besar dan di


muara – muara sungai serta danau. Dilihat dari bentuk mulut ikan patin
yang letaknya sedikit agak ke bawah, maka ikan patin termasuk ikan yang
hidup di dasar perairan. Ikan patin sangat terkenal dan digemari oleh
masyarakat karena daging ikan patin sangat gurih dan lezat untuk
dikonsumsi (Susanto Heru dan Khairul Amri, 1996).
Patin dikenal sebagai hewan yang bersifat nokturnal, yakni
melakukan aktivitas atau yang aktif pada malam hari. Ikan ini suka
bersembunyi di liang – liang 7 tepi sungai. Benih patin di alam biasanya
bergerombol dan sesekali muncul di permukaan air untuk menghirup
oksigen langsung dari udara pada menjelang fajar. Untuk budidaya ikan
patin, media atau lingkungan yang dibutuhkan tidaklah rumit, karena patin

32
termasuk golongan ikan yang mampu bertahan pada lingkungan perairan
yang jelek. Walaupun patin dikenal ikan yang mampu hidup pada
lingkungan perairan yang jelek, namun ikan ini lebih menyukai perairan
dengan kondisi perairan baik (Kordi, 2005).
Kelangsungan hidup ikan sangat dipengaruhi oleh kualitas air.
Karena air sebagai media tumbuh sehingga harus memenuhi syarat dan
harus diperhatikan kualitas airnya, seperti: suhu, kandungan oksigen
terlarut (DO) dan keasaman (pH). Air yang digunakan dapat membuat
ikan melangsungkan hidupnya (Effendi, 2003).

4.2.2 Filum Arthropoda


a. Kepiting Yuyu Sawah (Parathelphusa convexa)

Yuyu sawah  (Parathelphusa convexa) adalah


sejenis yuyu dari suku Gecarcinucidae. Menyebar terbatas di Jawa dan 
Bali, yuyu ini biasa ditemukan di sawah-sawah, parit dan tanah bencah
pada umumnya. Kepiting bertubuh kecil spesimen jantan terbesar dengan
panjang dan lebar karapas berturut-turut 30 dan 40 mm. Sebagaimana
namanya, tubuh spesies ini relatif tebal, lk. ½ lebar karapas, dan
menggembung (convex) di bagian punggung. Tepi anterolateral bergigi
tiga: satu di sisi luar ceruk mata, dan dua lagi merupakan
duri epibranchial yang runcing, yang mengarah ke depan dan ke dalam. Di
punggung bagian depan, melintang gigir memanjang dari sisi ke sisi yang
disebut 'gigir tengkuk' (post-frontal crest, post-orbital cristae); gigir mana
berujung kira-kira pada tengah-tengah dasar duri epibranchial yang
pertama. (Wikipedia, 2017)

33
Kepiting
Yuyu Sawah

Klasifikasi ilmiah

K Ani
i mali
n a
g
d
o
m
:

F Arth
i rop
l oda
u
m
:

S Cru
u stac
b ea
f
i
l

34
u
m
:

K Mal
e aco
l stra
a ca
s
:

O Dec
r apo
d da
o
:

F Gec
a arci
m nuci
i dae
l
i
:

G Par
e athe
n lphu
u sa
s
:

S P.
p con
e vex
s a

35
i
e
s
:

Yuyu sawah memiliki tanda yang  sangat khas dan mudah dikenali.
Tanda ini dapat dipakai untuk  membedakannya dengan yuyu-yuyu
lainnya. Yuyu sawah berukuran 5—7 cm panjang karapaksnya. Karapaks
yuyu atau cangkang yuyu memiliki tanda garis berubang yang cukup jelas
yang terdapat di tengah-tengah karapaknya di antara mata yuyu (tanda
sentring). Karapak yuyu bagian bawah terdapat cetakan berupa trapezium
(tanda trapesium). Kedua tanda ini adalah khas miliki yuyu sawah.
Karapaks yuyu sawah berwarna cokelat tua atau cokelat-kekuningan atau
abu-abu muda terkadang di air yang agak keruh warna kerapaknya ada
yang berwarna abu-abu pucat atau di tempat yang berair kotor karapaksnya
berwarna kehitaman. Seperti umumnya kepiting air tawar, yuyu sawah
tidak memiliki kali renang pada kaki terakhirnya. Kepiting air asin atau air
laut memiliki kaki renang pada kaki terakhirnya. Yuyu jantan memiliki
satu capit yang lebih besar daripada capit lainnya. Sedangkan pada yuyu
betina ukuran capitnya relatif hampir sama besar. Penutup dubur pada
yuyu jantan bentuknya kecil dan runcing, sedangkan pada yuyu betina
penutup duburnya ukurannya besar dan melebar. Penutup dubur yang
besar pada betina digunakan untuk menyimpang telur-telurnya. (Nurul,
2014).
Yuyu sawah berkembang biak dengan bertelur. Jantan menaiki
betinanya dari depan  ketika sang betina sedang bertelur sehingga sperma
sang jantan disemprotkan yang kemudian membuahi telur-telur yang
terdapat di dalam tempat penyimpanan telur sang betina. Setelah beberapa
hari telur menetas dan tetap berkumpul di dalam lubang tempat telur betina
sampai anak-anak yuyu sawah sudah akan besar, baru sang induk

36
mengusir anak-anaknya itu untuk menjauhinya agar pergi mencari makan
sendiri-sendiri. (Nurul, 2014).

4.2.3 Filum Trachaeophyta


a. Tumbuhan teratai (Nymphaea)
Teratai adalah salah satu submerged plants yang hidup dirawa atau
sungai yang tidak begitu dalam. Akar teratai berada di dasar perairan
sedangkan daun teratai biasanya berada dipermukaan. Menurut Steenis
(2006) daun teratai berbentuk bulat lebar seperti perisai dan mengapung di
permukaan air. Teratai memiliki manfaat, diantaranya adalah biki teratai
bisa dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat. Tepung biji teratai dapat
dimanfaatkan sebgai bahan untuk membuat kue.
Menurut Khairiah , Novariana, Nurhidayah, Kurniawan &
Nooryantini (2012) kandungan unsur gizi yang terdapat pada biji teratai
yaitu protein, lemak, karbohidrat, serat, abu, air, dan energi. Selain itu biji
teratai juga berpotensi sebagai antimikroba. Berdasarkan hasil penelitian
Widya, Suryanto & Desrita (2014) ekstrak biji teratai mengandung
senyawa alkaloid, fenolik, glikosida, dan terpenoid. Hasil penelitian
aktivitas antimikroba biji teratai dengan pelarut n-heksana terhadap bakteri
Aeromonas hydrophila menunjukkan adanya zona hambat bakteri yang
terbentuk. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Sari, Wardenaar, &
Yusro (2013) menunjukkan ekstrak methanol bonggol teratai mampu
menghambat pertumbuhan cendawan pelapuk kayu Schizopyllum
commune Fries.
Potensi lain yang dimiliki oleh teratai adalah potensi di bidang
kesehatan. Hasil penelitian Fitrial, Astawan, Soekarto, Wiryawan &
Wrisdiyati (2012) menunjukkan pemberian ekstrak biji teratai pada tikus
percobaan dapat mencegah kerusakan vili usus halus akibat serangan
E.coli enteropatogenik. Hasil penelitian ini didukuang oleh hasil penelitian

37
Yuspihana, Khairina, & Oktaviyanti (2012) yang menyimpulkan bahwa
Substitusi tepung biji teratai pra-masak sebelum, selama dan sesudah
intervensi EPEC dapat mencegah diare yang berkepanjangan pada tikus
dan dapat melindungi kerusakan epitel usus halus akibat intervensi EPEC
Hasil lain yang menunjukkan adanya potensi teratai dalam bidang
kesehatan adalah hasil penelitian Aprilina, Nastiti, Putriandani &
Hestiningsih (2012) dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
pemanfaatan kandungan quercetin yang terdapat pada bunga teratai yang
dapat membantu pengobatan luka radang bernanah atau biasa disebut
dengan impetigo.

Gambar Teratai

Klasifikasi ilmiah

K Planta
i e
n
g
d
o
m

38
:

D Magn
i olioph
v yta
i
s
i
:

K Magn
e oliopsi
l da
a
s
:

O Nymp
r haeale
d s
o
:

F Nymp
a haeac
m eae
i
l
i
:

G Nymp
e haea
n
u
s

39
:

Peran lain dari tumbuhan teratai adalah dari segi pengelolaan limbah
di lingkungan. Hasil penelitian & tentang efektivitas tanaman teratai dan
eceng gondola dalam menurunkan kadar BOD pada limbah cair industry
tahu menunjukkan adanya penurunan kadar BOD pada limbah cair
industry tahu di hari ke 18 setelah diberikan perlakuan dengan teratai.
Penurunan BOD yaitu dari 1280 mg/l menjadi 63,51 mg/l. Manfaat lain
dari teratai adalah sebagai tanaman yang digunakan dalam upacara adat
di daerah tertentu dan berpotensi sebagai tanaman hias. Hasil penelitian
Budiwati & Kriswiyanti (2014) menunjukkan bahwa di Desa Adat
Sumampan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar Bali masyarakat
memanfaatkan teratai sebagai sarana upakara/banten dan sebagai
tanaman hias.

b. Tumbuhan eceng gondok (Eichhornia crassipes).


Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan tumbuhan air
mengapung karena memiliki daun yang tebal dan gelembung (Rorong &
Suryanto 2010) yang berkembangbiak sangat cepat sehingga dianggap
sebagai tanaman yang dapat merusak lingkungan perairan (Gerbono &
Djarijah 2005; Stefhani et al. 2013).
Anggapan negatif lainnya tentang eceng gondok adalah 39
AgrokreatifVol 3 (1): 34 35 bahwa tanaman tersebut dapat menjadi
salah satu penyebab datangnya banjir. Eceng gondok juga sering
dianggap merupakan tumbuhan pengganggu, merusak pemandangan dan
tidak mempunyai nilai ekonomis atau tidak berfungsi (Mirawati 2007).
Padahal, pemanfaatan eceng gondok dapat menghasilkan jenis kerajinan
yang bernilai ekonomis, baik, layak dan dapat memenuhi kebutuhan
hidup (Hidayatullah 2011).

40
Klasifikasi
ilmiah

K Plant
i ae
n
Bagi g masyarakat yang
tinggal di sekitar d danau, eceng gondok
dianggap o sebagai tanaman
m
pengganggu yang menghalangi
:
transportasi dan menyebabkan danau
menjadi kotor D Mag (Kaleka & Hartono).
Bagi sebagian i nolio kalangan yang jeli
v phyt
melihat peluang usaha, eceng gondok
i a
justru merupakan peluang
s
usaha yang dapat dimanfaatkan
i
sebagai bahan : dasar untuk
pembuatan kerajinan (Sittadewi
K Lilio
2007), salah satunya adalah untuk
e psid
pembuatan tas yang dapat
l a
menghasilkan a keuntungan yang
cukup besar s (Nuryanto 2006).
:

O Com Gambar Eceng


Gondok (masih r meli kecil)
d nales
o
:

F Pont
Menurut Tosepu a ederi (2012), syarat
pertumbuhan yang m acea optimum bagi eceng
gondok adalah air yang i e dangkal, ruang
l
tumbuh luas, air tenang, cukup cahaya
i
matahari, suhu antara 20- 30◦C. Eceng gondok
:
memanfaatkan kedalaman air secara
terbatas yakni antara 2-3 G Eich meter. Namun di
e horn
daerah tropis ada kemungkinan
n ia
u Kunt
41
s h
:
sampai sedalam 5 meter. Hal ini disebabkan penetrasi cahaya matahari
hanya akan terjadi pada kedalaman 2-3 meter atau paling banyak 5 meter di
bawah permukaan air. Kedalaman air tidak mempengaruhi produksi biji
eceng gondok tetapi mempengaruhi perkecambahan biji. Prosentase
perkecambahan biji eceng gondok yang dibenamkan beberapa sentimeter di
dalam lumpur menjadi menurun jika dibandingkan dengan yang diletakkan
di permukaan lumpur.
Menurut Rosiana et al (2007), Ketenangan air merupakan faktor yang
sangat penting untuk memungkinkan pertumbuhan massal dari eceng
gondok. Keadaan air yang bergolak karena mengalir atau bergelombang
karena angin dapat menghambat pertumbuhan eceng gondok. Eceng gondok
sangat memerlukan cahaya matahari yang cukup dan suhu optimum 25-30
derajat celcius. Hal ini dapat dipenuhi dengan baik oleh iklim tropis, kecuali
di rawa-rawa yang terlindung oleh hutan. Perkecambahan biji eceng gondok
sangat dipengaruhi oleh cahaya. Dalam keadaan gelap, biji eceng gondok
tidak dapat berkecambah.

Pemanfaatan eceng gondok :


a. Penyerapan Logam Berat Cd
Penurunan kadar Cd disebabkan karena eceng gondok mampu
menyerap dan mengakumulasi logam berat dalam jaringan akar dan daun.
Proses absorpsi Cd pada eceng gondok dapat dikategorikan sebagai
fitoremidiasi. Menurut Khiji and Bareen (2008) dalam Lestari et al (2011),
salah satu proses penting dalam fitoremidiasi adalah rhizofiltrasi.
Rhizofiltrasi merupakan pengendapan zat kontaminan seperti logam berat
oleh akar dengan bantuan zat pengkhelat. Penyerapan logam berat oleh
tanaman dilakukan jika konsentrasi logam dalam media cukup tinggi.
Semakin tinggi konsentrasi polutan maka proses rhizofiltrasi semakin
meningkat.
Tanaman mempunyai mekanisme tertentu untuk mencegah keracunan
logam terhadap sel salah satunya dengan menimbun logam dalam organ

42
tertentu seperti akar. Salisbury dan Ross (1995) dalam Lestari et al (2011),
menyatakan bahwa spesies tanaman yang tumbuh dilingkungan tercemar
logam akan mengalami stres metal dengan membentuk zat fitokhelatin
khususnya dibagian akar sebagai mekanisme toleransi yang penting.
Fitokhelatin merupakan peptida kecil yang kaya asam amino sistein yang
mengandung belerang. Atom belerang dalam sistein ini yang akan mengikat
logam berat dari media tumbuh.

b. Penghasil Biogas
Salah satu tanaman air yang sering digunakan dalam pengolahan
air limbah greywater adalah eceng gondok. Hal ini dikarenakan eceng
gondok mempunyai laju pertumbuhan yang sangat cepat, terlebih lagi pada
kondisi lingkungan yang tinggi nutrien seperti limbah domestik/ greywater.
Eceng gondok juga mempunyai sistem perakaran yang luas, hal ini sangat
bagus untuk media pendukung pertumbuhan mikroorganisme (Zimmels,
Kirzhner, dan Malkovskaja, 2006 dalam Winarni et al., 2011).
Penambahan 1,25 g kotoran sapi pada substrat eceng gondok sebagai
biostarter dapat meningkatkan produksi biogas hingga 5 kali lipat yaitu 45
L biogas/kg Total Solids (TS) dibandingkan kontrol.. Sedangkan biostarter.
dengan usus bekicot tidak menghasilkan biogas sama sekali. Penambahan
jumlah biostarter menjadi 50 g kotoran sapi hanya meningkatkan 6,3 kali
lipat yaitu 57 L biogas/kg TS. Adanya perlakuan hidrolisis asam terhadap
substrat eceng gondok dan tanpa biostarter hanya menghasilkan 0,1 kali
yaitu 9 L biogas/kg TS. Sedanngkan dengan adanya perlakuan hidrolisis
asam dan penambahan biostarter 1,25 g kotoran sapi, menghasilkan biogas
5,3 kali lipat yaitu 48 L biogas/kg TS. Oleh karena itu, perlakuan hidrolisis
asam terhadap substrat eceng gondok dinilai kurang menguntungkan
(Winarni et al., 2011).

c. Eceng Gondok Terfermentasi Aspergilus niger sebagai Alternatif Pakan

43
Peningkatan kadar protein kasar eceng gondok hasil fermentasi
dengan Aspergilus niger kemungkinana juga disebabkan karena proses
fermentasi tersebut menggunakan mikrobia Aspergilus niger dimana
mikrobia tersebut berkembang biak dan dapat digunakan sebagai sumber sel
protein tunggal. Menurut Fardiaz (1988) dalam Mangisah et al (2003),
selama proses fermentasi mikrobia akan mengeluarkan enzim – enzim yang
tersusun dari protein dan mikrobianya sendiri merupakan sumber protein sel
tunggal.
Fermentasi eceng gondok dengan Aspergilus niger mampu
meningkatkan nilai nutritive eceng gondok, yaitu meningkatkan kadar
protein kasar dan menurunkan kadar serat kasar. Lama pemeraman terbaik
adalah 3 minggu dengan kadar protein kasar 13,55% dan serat kasar 19,67%
(Mangisah et al., 2003).

d. Pemanfaatan Eceng Gondok untuk Menurunkan Kandungan COD


(Chemical Oxygen Demond) , pH, Bau dan Warna pada Limbah Cair Tahu
Mekanisme Penyerapan Limbah Organik. Metode penurunan atau
penghilangan substansi toksis dalam air limbah dengan media tanaman lebih
dikenal dengan istilah fitoremediasi. Fitoremediasi adalah pemanfaatan
tanaman untuk mengekstraksi, menghilangkan, dan mendetoksifikasi
polutan dari lingkungan. Eceng gondok dapat menyerap zat organik melalui
ujung akar. Zat–zat organik yang terserap akan masuk ke dalam batang
melalui pembuluh pengangkut kemudian menyebar ke seluruh bagian
tanaman eceng gondok. Pada proses ini zat organik akan mengalami reaksi
biologi dan terakumulasi di dalam batang tanaman, kemudian diteruskan ke
daun (Sriyana, 2006 dalam Ratnani et al., 2010).
Konsentrasi COD dalam limbah cair tahu yang diolah dengan cara
ditanami eceng gondok mengalami penurunan sampai di bawah baku mutu
limbah cair sampai 2 kali ulangan, yaitu kurang dari 275 ppm dan pada
pengamatan ulangan konsentrasi dapat berkurang hingga 160 ppm.
Konsentrasi COD turun artinya kualitas air menjadi lebih baik. Pada Tabel

44
3. Dapat dilihat data hasil pengamatan COD pada limbah cair tahu selama
14 hari. Konsentrasi COD dapat turun kemungkinan terjadi karena adanya
proses absorbsi oleh eceng gondok (Ratnani et al., 2010).

45
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Menurut (Syarifuddin, dkk, 2010) Sungai adalah tempat-tempat dan
wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara
dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis
sempadan. Menurut Odum (1994), diantara binatang konsumen 4 kelompok yang
menyusun sebagian besar biomasa dari kebanyakan ekosistem air tawar adalah
moluska, serangga air, udang-udangan, dan ikan yang disebut dengan biota
akuatik. Berdasarkan cara hidupnya, biota akuatik dapat dikelompokkan menjadi
neuston, pleuston, nekton, plan 23 Berdasarkan ukuran tubuhnya, fauna sungai
dibagi menjadi dua yaitu makrofauna dan mikrofauna.

5.2 Saran
Saran kami, agar pada saat praktikum semua mengikuti prosedur kerja dan
tidak bermain-main pada saat praktikum berlangsung.

46
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2016. Macam Tanaman Hias dan Liar yang Hidup di Sungai.
(https://www.faunadanflora.com/36-macam-tanaman-hias-dan-liar-
yang-hidup-di-air/ di akses pada tanggal 6 desember 2018)
Arsyad, Muhammad. 2016. Kerapatan Dan Pola Disribusi Teratai
(Nymphaea Sp.) Di Padang Penggembalaan Kerbau Rawa Desa
Pandak Daun Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Prosiding Seminar
Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 1: 74-79 ISBN: 978-602-
6483-33-1. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Lambung Mangkurat.
Asep Samsudin , Hendra Husnussalam. 2017. IbM Pemanfaatan Tanaman
Eceng Gondok (Eichornia crassipes) untuk Kerajinan Tas.
39Agrokreatif Mei 2017, Vol 3 (1): 34 Jurnal Ilmiah Pengabdian
kepada Masyarakat ISSN 2460-8572, EISSN 2461-095X. Jurusan
Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Sekolah Tinggi
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Siliwang.
Indriatmoko , Lismining Pujiyani Astuti Dan. 2018. Kemampuan
Beberapa Tumbuhan Air Dalam Menurunkan Pencemaran Bahan
Organik Dan Fosfat Untuk Memperbaiki Kualitas Air. Jurnal
Teknologi Lingkungan Vol. 19, No. 2, Juli 2018. Balai Riset
Pemulihan Sumber Daya Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Sugiarto, Ari. 2012. Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Di Muara
Sungai Desa Tuing, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka.
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sriwijaya.
Ummi kalsum, sy., A. Napoleyon, Bambang Yudhono. 2015. Efektivitas
Eceng Gondok (Eichhornia crassipes), Hydrilla (Hydrilla verticillata),
dan Rumput Payung (Cyperus alternifolius) dalam Pengolahan
Limbah Grey Water. Jurnal Penelitian Sains Volume 17 Nomor 1
Januari 2014. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya.

47
Wikipedia, 2017. Yuyu Sawah.(https://id.wikipedia.org/wiki/Yuyu_sawah
di akses pada tanggal 6 desember 2018)
Wikipedia. 2018. Teratai. (https://id.wikipedia.org/wiki/Teratai di akses
pada tanggal 6 desember 2018)
Yunita. 2016. Ekosistem Sungai. Jurnal. Fakultas Mipa Universita
Muhammadiyah Malang.

48
LAMPIRAN

1. Tempat Praktikum (Sungai dan Kolam ikan)

49
2. Pencarian hewan di sungai

50
3. Hewan dan tumbuhan yang di dapatkan

ikan mujair

51
Kepiting Yuyu Sawah

Ikan Patin

Tumbuhan teratai

52
Eceng Gondok

4. Foto Kelompok

53

Anda mungkin juga menyukai