BAB II
TINJAUAN PUSAKA
A. Pengaruh Salinitas pada Ikan Air Tawar (ikan mas)
1. Ikan mas (Cyprinus carpio)
Berdasarkan ilmu taksonomi (hewan), ikan mas termasuk ke dalam golongan family
Cyprinidae. Ikan mas menyukai tempat hidup (habitat) diperaoran tawar yang tidak terlalu
dalam dan airannya tidak terlalu deras, misalnya dipinggiran sungai atau danau. Ikan ini
dapat hidup baik pada ketinggian 150-600 m diatas permukaan laut (dpl) dan pada suhu
25-30OC. meskipun tergolong ikan air tawar, ikan mas terkadang juga ditemukan perairan
payau atau di muara sungai yang bersalinitas (kadar garam) 25-30%o.
2. Salinitas
Salinitas menurut Boyd (1982) dalam Ghufran dkk (2007), salinitas adalah kadar seluruh
ion ion yang terlarut dalam air. Komposisi ion ion pada air laut dapat dikatakan mantap
dan didominasi oleh ion ion tertentu seperti klorida, karbonat, bikarbonat, sulfat, natrium,
kalsium dan magnesium. Berdasarkan kemampuan ikan menyesuaikan diri pada salinitas
tertentu, dapat digolongkan menjadi Ikan yang mempunyai toleransi salinitas yang kecil
(Ctenohaline) dan Ikan yang mempunyai toleransi salinitas yang lebar (Euryhaline). Pada
Tabel 1. menyajikan klasifikasi air berdasarkan salinitas
3. Osmoregulasi
Organisme akuatik mempunyai tekanan osmotik yang berbeda-beda dengan
lingkungannya, oleh karena itu ikan harus mencegah kelebihan air atau kekurangan air,
agar proses-proses fisiologis di dalam tubuhnya berlangsung normal. Pengaturan
osmeotik cairan pada tubuh ikan disebut osmoregulasi.
Osmoregulasi pada organisme akuatik dapat terjadi dalam dua cara yang berbeda (Gilles
dan Jeuniaux, 1979 dalam Affandi et al., 2002) yaitu :
Usaha untu menjaga konsentrasi osmotik cairan diluar sel (ekstraseluler) agar tetap
kosntan terhadap apapun yang terjadi pada konsentrasi osmotik medium eksternalnya.
Usaha untuk memelihara isoosmotik cairan dalam sel (interseluler) terhadap cairan luar
sel.
dalam air. Nilai pH menyatakan tingkat keasaman atau mengukur konsentrasi aktivitas
hidrogen ionnya.
Menurut Ghufran dkk (2007), dalam perairan pH dapat mempengaruhi :
tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik seperti plankton
proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi
toksisitas suatu senyawa kimia.
tipe dan laju kecepatan beberapa bahan dalam air
Organisme akuatik hidup pada pH tertentu. Menurut Asikin (1992) besaran pH berkisar dari
0 (sangat asam) sampai dengan 14 (sangat basa/alkalis). Nilai pH kurang dari 7
menunjukkan lingkungan yang masam sedangkan nilai diatas 7 menunjukkan lingkungan
yang basa (alkalin). Sedangkan pH = 7 disebut sebagai neteral.
Menurut Irawan (2002) pada pH rendah (Keasaman yang tinggi) kandungan oksigen
menurun , aktivitas pernapasan naik dan selera makan akan berkurang. Hal yang
sebaliknya terjadi pada suasana basa. Berdasarkan nilai kisaran pH menurut EPA
(Environmental Protection Agency) untuk kehidupan organisme air adalah 6,5 - 8,5.
Menurut Swingle dalam Hickling (1978) usaha budidaya ikan akan berhasil baik dalam air
dengan pH 6,5 9,0, sedangkan titik kematian ikan terjadi pada pH 4.00 untuk asam dan
11.00 untuk basa. Sedangkan selera makan tertinggi di dapat pada pH 7,5 8,5. Pada
kolam dan tambak yang banyak dijumpai tumbuhan renik, pH air pada pagi hari biasanya
mencapai kurang dari 6,5. Sedangkan pada sore dapat mencapai 8-9. Pada kolam dengan
system resirkulasi, air cenderung menjadi asam karena proses nitrifikasi dari bahan
organic akan menghasilkan karbondioksida dan ion hydrogen.
Reaksi-reaksi kimia dan senyawa-senyawa yang mengandung racun perubahan asam atau
basa di perairan dapat mengganggu sistem keseimbangan ekologi sangat berkaitan
dengan pH (Mackereth et al., 1989 dalam Effendi, 2003). Tidak semua makhluk hidup dapat
bertahan pada perubahan pH perairan. Oleh karena itu alam telah menyediakan mekanisme
yang unik,agar perubahan tidak terjadi. Misalkan terjadi tetapi berjalan secara perlahan.
Sistem pertahanan ini biasa disebut dengan sistem pembufferan.
Menurut Ghufran dkk (2007), untuk penurunkan kandungan pH di dalam perairan dapat
dilakukan dengan melalukan air melalui tanah gambut, biasanya yang digunakan adalah
meat moss (gambut yang berasal dari moss). Biasanya juga dilakukan dengan menganti
air dengan air yang berkadar kesadahan rendah, air hujan atau air yang telah direbus, air
ion, dan air suling (air destilasi). Sedangkan untuk meningkatkan pH perairan dengan cara
memberikan aerasi yang efektif, melewatkan air pada pecahan koral, pecahan kulit kerang,
atau potongan batu kapur, atau melakukan pergantian air.
b. Kapur
Menurut Ghufran dkk (2007) dalam kegiatan budidaya ikan, kapur memiliki beberapa fungsi
antara lain sebasgai berikut :
meningkatkan pH tanah
membakar jasad-jasad renik penyebab penyakit dan hean liar
mengikat dan mengendapakan butiran lumppur halus
memperbaiki kulitas tanah
Takaran kapur yang digunakan disesuaikan dengan nilai pH tanah. Keefektifan material
kapur tergantung bentuk dan ukuran partikel. Kapur dengan ukuran partikel yang lebih kecil
adalah lebih efektif, karena luas permukaan yang bereaksi lebih besar (Ghufran dkk, 2007).
BAB III
METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
Kegiatan praktukum dilaksanakan pada hari selasa tanggal 23 Maret 2009 yang bertempat
di Hatchery Departemen Budidaya Perairan VEDCA Cianjur.
B. Alat dan Bahan
1. Praktikum Pengaruh kapur pada pH
C. Prosedur Kerja
1. Praktikum Pengaruh Kapur pada pH
Menyiapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan
Memasukkan air sebanyak 1 liter ke dalam toples
mengukur pH awal air
Memasukkan asam sulfat setetes demi setetes hingga nilai pH menjadi 5
Menghitung kebutuhan kapur untuk menetralkan pH air
Menimbang dan memasukkan kapur sedikit demi sedikit ke dalam toples dan mengukur
setiap perubahan pH yang terjadi
Mencatat hasil kebutuhan kapur untuk menurunkan pH
2. Praktikum pengaruh salinitas terhadap ikan mas
Tahap I
Persiapkan alat dan bahan
a. 2 buah toples untuk masing-masing perlakuan yakni yang terdiri dari :
- Perlakuan I. air media dengan salinitas 7 ppt
- Perlakuan II. Air media dengan salinitas 9 ppt
b. Mengkalibrasi hand refraktometer
- Angkat penutup kaca prisma, letakan satu sampai dua tetes air yang akan diukur.
Kemudian tutup kembali dengan hati-hati agar jangan sampai terjadi gelembung udara di
permukaan kaca prisma
- Lihatlah melalui kaca pengintai, dan akan terlihat pada lensa nilai atau salinitas dari air
yang sedang diukur
- Bersihkan permukaan prisma setelah selesai digunakan
c. Menimbang garam sesuai dengan kebutuhan
Membuat air garam sesuai dengan jenis perlakuan yang telah ditentukan dan masukkan
ke dalam toples sebanyk 1 liter serta diberi aerasi
Memasukkan 4 ekor ikan (2 ekor untuk masing-masing perlakuan) ke dalam toples
Mengamati dan mencatat tingkah laku ikan setiap 10 menit selama 1 jam, termasuk
dampak dari proses adaptasi tersebut (feses, jumlah ikan yang mati dan lain-lain)
Tahap II
Setelah 1 jam (pengamatan tahap 1 berakhir), salinitas diturunkan media menjadi 0 ppt
dengan menambahkan air tawar secara gradual setiap 10 menit.
Mengamati dan mencatat tingkah laku ikan setiap setelah penurunan salinitas, dan setiap
10 menit (setelah salinitas 0 ppt) selama 1 jam, termasuk dampak dari proses adaptasi
tersebut (feses, jumlah ikan yang mati dan lain-lain)
C. Prosedur Kerja
1. Praktikum Pengaruh Kapur pada pH
Menyiapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan
Memasukkan air sebanyak 1 liter ke dalam toples
mengukur pH awal air
Memasukkan asam sulfat setetes demi setetes hingga nilai pH menjadi 5
Menghitung kebutuhan kapur untuk menetralkan pH air
Menimbang dan memasukkan kapur sedikit demi sedikit ke dalam toples dan mengukur
setiap perubahan pH yang terjadi
Mencatat hasil kebutuhan kapur untuk menurunkan pH
B. Pembahasan
1. Pengaruh Salinitas pada Ikan Mas
Nilai salinitas dalam suatu perairan terutama pada perairan tawar (nilai salinitas 0-5 ppt),
harus memiliki batas optimum untuk pemeliharaan ikan. Menurut Boyd (1982) dalam
Ghufran dkk (2007), salinitas ditentukan berdasarkan banyaknya garam-garam yang larut
dalam air. Parameter kimia tersebut dipengaruhi oleh curah hujan dan penguapan
(evaporasi) yang terjadi suatu daerah. Berdasarkan kemampuan ikan menyesuaikan diri
pada salinitas tertentu, dapat digolongkan menjadi Ikan yang mempunyai toleransi
salinitas yang kecil (Ctenohaline) dan Ikan yang mempunyai toleransi salinitas yang lebar
(Euryhaline).
Dari hasil praktikum Pengelolaan kualitas air tentang pengaruh salinitas terhadap ikan mas
(Cyprinus carpio). Wadah yang digunakan yaitu toples sebanyak 2 buah yang diisi dengan
air tawar sebanyak 1 liter, dengan menambahkan garam sebanyak 7 gram dan 9 gram
untuk mendapatkan salinitas 7 ppt dan 9 ppt kemudian dimasukan ikan mas sebanyak 2
ekor. Pengamatan dilakukan setiap 10 menit sekali, tingkah laku dapat dilihat pada Tabel. 6
diatas. Setiap 10 menit sekali ikan mas mengalami perubahan tingkah laku. Pada sampel
ikan mas yang digunakan untuk praktikum masih dapat mentoleransi pada kandungan
salinitas yang tinggi. Sehingga ikan mas masih bisa hidup pada kadar salinitas 30 35 ppt.
Hal ini dikarenakan ikan mas termasuk ke dalam golongan ikan yang mempunyai toleransi
yang lebar terhadapa salinitas.
Salinitas yang digunakan pada saat praktikum adalah 7 ppt dan 9 ppt. Tingkah laku ikan
mas (Gambar. 1) selama pengamatan dari menit pertama masih aktif bergerak sampai
tidak bergerak (diam). Tingkah laku ikan mas yang sering berada pada sumber aerasi
karena pada salinitas yang tinggi kandungan oksigen terlarut pada perairaran akan rendah.
Kandungan kadar garam dalam suatu media berhubungan erat dengan sistem
(mekanisme) osmoregulasi pada organism air tawar. Affandi (2001) berpendapat bahwa
organism akuatik mempunnyai tekanan osmotik yang berbeda-beda dengan
lingkungannya. Oleh karena itu ikan harus mencegah kelebihan air atau kekurangan air
agar proses-proses fisiologis di dalam tubuhnya berlangsung normal.
Dalam pengaturan tekanan osmotik pada setiap ikan, termasuk ikan mas melibatkan peran
beberapa organ. Hal ini sesuai dengan pendapat Affandi (2001) bahwa organ osmoregulasi
pada ikan meliputi ginjal, insang, kulit dan saluran pencernaan. Pada pengamatan tingkah
laku ikan mas, cenderung terlihat pasif bergerak. Berdasarkan pendapat Affandi (2001)
bahwa insang merupakan organ penting yang mampu dilewati air mapun mineral,
pemeabilitas tinsang yang tinggi terhadapp ion-ion dapat menyebabkan insang pasif
bergerak. Untuk organ dalam yang berhubungan dengan organ osmoregulasi tidak dapat
diketahui secara pasti pengaruhnya terhadap kadar salinitas karena hanya dilakukan
pengamtan tingkah laku ikan saja. Pengaruh organ-organ tersebut hanya dapat diketahui
berdasarkan literatur yang ada.
Selama perlakuan pertama berlangsung, Penggunaan aerasi pada saat pengamatan,
sangat dibutuhkan untuk menyuplai kandungan oksigen pada saat salinitas tinggi. Karena
pada salinitas tinggi telah diketahui bahwa kandungan oksigen rendah, maka ikan mas
sering berkumpul didaerah aerasi. Bukaan mulut yang cepat, gerakan tapis insang yang
cepat pada perlakukan yang menggunakan kadar salinitas 9 ppt dilakukan oleh ikan mas
karena untuk mendapatkan oksigen. Pada salinitas yang tinggi, ikan dalam adaptasinya
akan kehilangan air melalui difusi keluar badannya. Walaupun demikian, salinitas air
sebaiknya tidak mengalami fluktuasi (naik-turun) yang besar. Dalam budidaya ikan, nilai
salinitas harus stabil, tidak mengalami perubahan ekstrem (drastis) mencapai angka 5.
2. Praktikum Pengaruh Kapur pada nilai pH
Menurut Irawan (2002) pada pH rendah (keasaman yang tinggi) kandungan oksigen
menurun, aktifitas makan naik dan selera makan akan berkurang. Dalam maslah ini, perlu
dilakukan untuk menaikkan pH dalam suatu media budidaya.
Menurut Ghufran dkk (2007), salah satu cara menigkatkan pH perairan dengan
memberikan kapur. Dalam kegiatan praktikum, kapur yang digunakan ialah jenis kapur
yang biasanya digunakan dalam kegiatan pemeliharaan ikan atau yang dikenal dengan
sebutan kalsit (CaCO3). Sesuai dengan pendapat Boyd (1979) bahwa kapur CoCO3
memiliki daya netralisir 100%. Artinya, dalam menaikan pH air tidak terlalu drastic sehingga
aman bagi kehidupan biota yang dipelihara.
Kegiatan praktikum dilakukan untuk mengertahui kebutuhan kapur yang diperlukan untuk
meningkatkan (menetralkan) pH suatu air media. Dari hasil praktikum (Tabel 2.) yang telah
dilakukan, dapat diketahui bahwa kapur (Gambar. 3) memang berperan dalam menetralkan
pH. Dalam hal ini, mahasiswa menggunakan alat ukur berupa pH meter. Sumber air yang
digunakan berasal dari hatchery dengan dengan pH awal 8,20. Nilai pH tersebut
merupakan kisaran pH yang kurang optimum dalam pemeliharaan ikan. Dimana
berdasarkan literatur bahwa kisaran pH untuk pemeliharaan ikan adalah 6,5 8,5, dengan
nilai optimum 6,8 (Environmental Protection Agency). Oleh karena itu perlu dilakukannya
penetralan pH.
Dalam kegiatan praktikum, pertama-tama dilakukan penambahan asam sulfat dengan
tujuan untuk menurunkan pH. Sehingga keadaan perairan menjadi asam, hal ini dilakukan
untuk mengumpamakan jika terjadi kondisi asam dalam suatu perairan atau usaha
budidaya. Berdasarkan hasil pengukuran, penambahan asam sulfat sebanyak 5 ml pada
perairan dengan pH 8,20 menyebabkan pH turun menjadi 6,65. Selanjutnya dilakukan
penambahan sebanyak 5 ml sehingga pH menjadi 5,95. Penambahan asam sulfat 1 ml
menyebabkan pH menjadi 5,81, penambahan asam sulfat 1 ml berikutnya menyebabkan
pH menjadi 5,40. Setelah kondisi perairan menjadi asam maka dilakukanlah pengapuran
untuk menetralkan kembali pH pada air tersebut. Penambahan kapur (CaCO3) sebanyak 5
gram, pada air sebanyak 1 liter menunjukkan nilai pH awal 5,40 merubah pH menjadi 7,45.
Dengan begitu setiap penambahan setiap 1 gram kapur dapat menaikkan pH sebesar 2,05.
Untuk perbandingan hasil praktikum, dilakukan dengan membandingkan hasil dengan
kelompok lain (4A) yang pengukuran pH nya menggunakan alat ukur ion (Gambar 4).
Terlihar bahwa hasil pengukuran antar kelompok berbeda. Hal ini dapat dilihat dari
pengukuran yang telah dilakukan oleh kelompok lain. Air yang digunakan berasal dari
sumber air yang sama yaitu hatchery. Dimana pH awal sebesar 8,20 dan sampel yang
digunakan sebanyak 500 ml. Dengan perlakuan yang sama yaitu menambahkan asam
sulfat terlebih dahulu sebelum dilakukannya pengapuran. Penambahan asam sulfat
sebanyak 5 ml menyebabkan pH turun menjadi 6,65. Dan penambahan selanjutnya
sebanyak 3 ml menjadikan pH turun menjadi 4,09. Langkah selanjutnya yaitu penambahan
kapur untuk menetralkan kembali pH air. Penambahan kapur sebanyak 1,20 gram
menaikkan pH menjadi 6,80 dan pH ini merupakan pH yang optimum untuk pemeliharaan
ikan. Jika dikonversikan penambahan kapur sebanyak 1,20 gram pada air sebanyak 500 ml
dengan pH 4,09 menaikkan pH sebesar 2,25. Maka dapat diketahui setiap 1 gram kapur
Beranda
MANDALA
SINGKIL, NAD, Indonesia
SAYA ORANGNNYA SIMPLE DAN SELALU TERTARIK DENGAN HAL - HAL YANG BERBAU
TEKNOLOGI DAN ILMU PENGTAHUAN. DAN SAYA TIDAK SUKA DENGAN KEKERASAN
SERTA KEKEJAMAN. YANG PENTING MENURUT SAYA DAMAI ITU INDAH....
Lihat profil lengkapku