DELFY LENSARI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
DELFY LENSARI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
pengaruh
perlakuan
pematahan
dormansi
terhadap
kemampuan
B2
proses
Judul Skripsi
Pengaruh
Perlakuan
Pematahan
Dormansi
terhadap
Delfy Lensari
NRP
E14204024
Menyetujui :
Dosen Pembimbing
Dr.Ir. Supriyanto
NIP. 132 008 552
Mengetahui
Dekan Fakultas Kehutanan
Tanggal lulus:
KATA PENGANTAR
Assalamulaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW
berserta para sahabat dan keluarganya serta para pengikutnya.
Penulis menulis skripsi berjudul Pengaruh Perlakuan Pematahan
Dormansi
terhadap
Kemampuan
Perkecambahan
Benih
Angsana
(Pterocarpus indicus Will) sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Kehutanan dibawah bimbingan Dr.Ir. Supriyanto. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat untuk perkembangan Silvikultur di Indonesia. Amin.
Wassalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
Bogor, Januari 2009
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Liwa, Lampung Barat pada tanggal 18 Mei 1985, anak
kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sudarman dan Ibu Rosada
Mursalin.
Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri I Sukau pada tahun
1992/1997 dan dilanjutkan ke Sekolah Dasar Sebarus pada tahun 1997/1998 dan
lulus pada tahun 1998/1999. Pada tahun 1998/1999 penulis masuk ke MTsN I
Liwa dan lulus pada tahun 2001/2002. Selanjutnya penulis melanjutkan ke SMUN
I Liwa pada tahun 2001/2002 dan berhasil lulus pada tahun 2004/2005. Penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004/2005 lewat jalur USMI di
Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Instititut Pertanian Bogor.
Selama masa perkuliahan, penulis pernah mengikuti praktek Pengenalan dan
Pengelolaan Hutan (P3H), dan Pengenalan Hutan pada jalur Cilacap-Baturaden,
Jawa Tengah dan Pengelolaan Hutan di Getas, Jawa Timur pada tahun 2007,
penulis juga pernah melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Tahura Wan
Abdul Rachman, Lampung Selatan pada tahun 2008, penulis pernah menjadi
Asisten praktikum mata kuliah Silvikultur pada tahun 2008, penulis juga aktif
dalam kegiatan kemahasiswaan seperti DKM (Dewan Keluarga Musholla)
Ibadurraahmaan, dan ikut berperan aktif dalam beberapa kepanitiaan yang ada di
Departemen maupun Fakultas.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis menyelesaikan skripsi
dengan
judul
Pengaruh
Perlakuan
Pematahan
Dormansi
terhadap
Dr.Ir. Supriyanto.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr selaku Dekan Fakultas Kehutanan IPB.
2. Bapak Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc Selaku Kepala Departemen
Fakultas Kehutanan IPB.
3. Bapak Dr. Ir. Supriyanto. Terimakasih atas bimbingan, bantuannya
sehingga skripsi ini selesai. Semoga Allah SWT mencatatnya sebagai amal
jahiriyah yang pahalanya akan terus mengalir. Amin
4. Ibu Arinana, S. Hut, M. Si dan Bapak Ir. Rachmad Hermawan, M. Sc
selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.
5. Pegawai Laboratorium Silvikultur khususnya Ibu Dr. Ir Arum Wulandari,
M. Si, Bapak Atang, dan Kang Dedi. Terimakasih atas bantuannya selama
penelitian. Semoga Allah SWT membalas dengan sesuatu yang lebih baik.
Amin
6. KPAP silvikultur atas bantuan dan kesabarannya.
7. Spesial kepersembahkan skripsi ini untuk Bapak, Ibu , Wo Eky, Dek
Anggi, Udo Topik, ponakanku Royyan, dan keluarga semuanya di Liwa
dan Banyumas. Semoga bisa menambah kebahagiaan dan kebanggaan,
walaupun belum seberapa dibanding apa yang telah berikan. Mohon doa
agar selalu diberi keistiqomahan, untuk selalu bisa memberikan arti bagi
kehidupan seperti yang diharapkan. Terus tumbuh walau di tengah
keterbatasan. Semoga dengan karya ini, bisa kupersembahkan surga untuk
semuanya. Amin
8. Mardiyahers (Mba Ajeng, Mba Nini, Mba Puji, Ai, Albi, Hajra, Yayat,
dek Afi) dan Mba Asti terimakasih atas semuanya. Semoga Allah SWT
akan mengganti kebaikan yang telah diberikan dengan sesuatu yang lebih
baik. Dunia menjadi cerah indah karena teman-teman semuanya.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ............................................................................................................. i
RINGKASAN .................................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iii
KATA PENGANTAR...................................................................................... iv
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... v
UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................ vi
DAFTAR ISI..................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
1.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Angsana (Pterocarpus indicus Will) .............
2.1.1 Taksonomi Angsana .........................................................
2.1.2 Sifat botanis ......................................................................
2.1.3 Sifat benih ........................................................................
2.1.4 Penyebaran dan habitat .....................................................
2.1.5 Kegunaan .........................................................................
2.2 Kadar Air Benih .......................................................................
2.3 Viabilitas Benih .........................................................................
2.4 Dormansi Benih .........................................................................
2.5 Perlakuan Pendahuluan Benih ...................................................
2.5.1 Pengeringan benih ............................................................
2.5.2 Perendaman benih ............................................................
2.5.3 Perkecambahan benih .......................................................
BAB III
3
3
3
5
5
5
6
8
10
12
13
14
17
METODOLOGI
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
19
19
19
24
25
BAB IV
BAB V
DAFTAR TABEL
No
Halaman
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan di Indonesia termasuk hutan hujan tropis yang didominasi oleh
jenis Dipterocarpaceae. Manfaat hutan Indonesia antara lain dapat untuk
memenuhi kebutuhan penduduk akan hasil hutan baik untuk industri
pertukangan, pulp dan kertas, kayu bakar dan hasil hutan bukan kayu seperti
getah, rotan, bambu, serlak dan sebagainya. Seiring dengan perkembangan
jumlah penduduk yang setiap tahun mengalami peningkatan hidup, terjadi
peningkatan permintaan dalam pemenuhan kebutuhan hidup, utamanya
kebutuhan akan pangan. Hal ini kemudian mendorong semakin meningkatnya
laju degradasi hutan akibat konversi dari hutan menjadi lahan pertanian dan
eksploitasi hutan yang semakin meningkat.
Untuk mendorong tercapainya kondisi hutan yang mampu berfungsi
secara optimal, produktif, berdaya saing, dan yang dikelola secara efektif dan
efisien, sehingga terwujud kelestarian hutan yang dinamis, Departemen
Kehutanan telah menunjuk beberapa pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA/HPH) sebagai model
pembangunan sistem silvikultur intensif yang disesuaikan dengan karakteristik
setiap lokasi. Untuk menunjang keberhasilan pembangunan hutan, maka
diperlukan pengembangan jenis unggul yang baru untuk menambah
keragaman spesies yang bernilai komersial, terutama kelompok jenis yang
belum dikenal. Keunggulan dapat berupa produksi akhir yang dicerminkan
dari volume dan mampu tumbuh dengan baik di lapangan. Salah satu spesies
tersebut yang dapat dikembangkan adalah Angsana (Pterocarpus indicus Will)
Secara umum, selama ini perbanyakan tanaman Angsana dilakukan
secara vegetatif yaitu dengan stek batang. Pengembangan tanaman Angsana
dengan benih tidak banyak dilakukan karena sifat benih dan teknik
perkecambahan yang tidak banyak diketahui dengan baik. Di sisi lain,
perbanyakan Angsana sangat mudah dilakukan dengan menggunakan stek
batang. Silvikultur Angsana juga tidak banyak diketahui, terutama dari aspek
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjaun Umum Angsana (Pterocarpus indicus Will.)
2.1.1 Taksonomi Angsana.
Angsana (Pterocarpus indicus Will) memiliki nama lain yaitu Pterocarpus
wallichii Wight & Arn; P zollingeri Miq.; P papuanus F. V. Mueller, P
Vidalinus Rolfe. termasuk kedalam famili Fabaceae (Papilionoideae). Beberapa
nama lain untuk tanaman Cendana Merah, Sonokembang, Angsana (Jawa
Tengah, Malaysia, Singapura), Pradoo (Thailand.), Narra (Filipina), Asan
(Aceh), Sena (Batak Karo), Hasona (Batak Toba), Sena (Gayo), Sana
(Lampung), Sanakembang (Sunda), Sana (Madura), Ingi (Seram), Lala
(Ambon), Lana (Bum), Lina (Halmahera), Ligua (Ternate), Sana (Sasak), Nara
(Bima), Ai Kenawa (Sumba), Kenaha (Solor), Kalai (Alor), Tonala (Gorontalo),
Yonoba (Buol), Patene (Makasar), dan Candana (Bugis).
Berdasarkan taksonominya, Angsana digolongkan sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae/tumbuhan
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledone
Ordo
: Resales
Famili
: Fabaceae
Genus
: Pterocarpus
Species
mebel halus, ukiran, kayu lapis, meja, badan kapal, lantai, lemari dan alat musik.
Selain itu getah Angsana dapat digunakan sebagai cat ayaman dan cat kayu.
Soerianegara dan Lemmens (1994) mengatakan bahwa kayu pohon Angsana
mengandung selulosa sebanyak 49% (Gambar2), 24% lignin, 11% pentosan, dan
0,3% silika sehingga kayu Angsana dapat digunakan sebagai bahan baku pulp,
tanaman Angsana merupakan jenis pengikat nitrogen.
Apabila kadar air benih lebih tinggi dari 4560%, maka perkecambahan
akan berlangsung. Tetapi pada kisaran kadar air tersebut ke bawah sampai 1820% respirasi terjadi dalam kadar yang lebih tinggi, baik respirasi benih maupun
respirasi mikroorganisme. Menurut Byrd (1968), besarnya kadar air benih
mempengaruhi beberapa proses antara lain:
- kadar air benih >45-60%
: perkecambahan berlangsung
Menurut Byrd (1968), kadar air benih merupakan suatu fungsi dari
kelembaban nisbi udara sekitarnya. Kelembaban nisbi merupakan suatu
pernyataan mengenai jumlah uap air sesungguhnya yang ada di udara yang
dihubungkan dengan jumlah seluruh uap air yang dapat dipegang oleh udara.
Apabila temperatur meningkat, udara dapat memegang lebih banyak uap air,
sehingga apabila udara panas tanpa mengubah kadar airnya maka persentase
kelembaban nisbi akan menurun. Kadar air suatu benih tertentu bergantung pada
kelembaban nisbi, sedangkan suhu memberikan pengaruh yang kecil. Apabila
kelembaban nisbi udara sekeliling benih meningkat, maka kadar air benih akan
meningkat. Pada prinsipnya, metode yang digunakan untuk mengukur kadar air
benih ada 2 macam yaitu (Sutopo 2004):
1) Metode praktis : metode ini mudah dilaksanakan tetapi hasilnya kurang
teliti, sehingga perlu dikalibrasikan terlebih dahulu. Metode praktis ini
terdiri dari metode Calcium carbide, metode Electric moisture meter dan
lain-lain. Dengan metode ini akan diperoleh data langsung dari alat yang
digunakan.
2) Metode dasar; kadar air ditentukan dengan mengukur kehilangan berat
yang diakibatkan oleh pengeringan/pemanasan pada kondisi tertentu dan
dinyatakan sebagai persentase dari berat mula-mula. Penentuan kadar air
di
atas
optimum.
Metode
lain
untuk
mempercepat
perkecambahan adalah dengan jalan meningkatkan laju imbibisi air. Hal ini
dikerjakan dengan merendam biji dalam air sebelum benih dikerjakan.
4) Metode yang berdasarkan aktivitas enzim
Pengujian ini didasarkan pada anggapan bahwa bila enzim-enzim ini
tidak terdapat dalam embrio, maka benih tersebut mati. Salah satu
kekurangan metode ini yaitu enzim tersebut dapat saja ada tetapi karena
sesuatu hal dalam sistem metabolisme enzim tersebut menjadi rusak
sehingga menggambarkan benih tersebut tidak mampu untuk berkecambah.
Pengujian
mencakup
pengukuran
enzim
dehidrogenase.
Enzim
6) Dormansi suhu
Istilah dormansi suhu digunakan secara luas mencakup semua tipe
dormansi, suhu berperan dalam perkembangan atau pelepasan dari dormansi.
Benih dengan dormansi suhu seringkali memerlukan suhu yang berbeda dari
yang diperlukan untuk proses perkecambahan. Dormansi suhu rendah
ditemui pada kebanyakan jenis beriklim sedang.
7) Dormansi gabungan
Apabila dua atau lebih tipe dormansi ada dalam jenis yang sama,
dormansi harus dipatahkan baik melalui metode beruntun yang bekerja pada
tipe dormansi yang berbeda, atau melalui metode dengan pengaruh ganda.
Dormansi benih dapat menguntungkan atau merugikan dalam penanganan
benih. Keuntungannya adalah bahwa dormansi mencegah benih dari
perkecambahan selama penyimpanan dan prosedur penanganan lain. Disatu sisi,
apabila dormansi sangat kompleks dan benih membutuhkan perlakuan awal
yang khusus. Kegagalan untuk mengatasi masalah dormansi akan berakibat pada
kegagalan perkecambahan pada benih (Schmidth 2002).
2.5 Perlakuan Pendahuluan Benih
Perlakuan awal atau pendahuluan merupakan istilah yang digunakan untuk
kondisi atau proses yang diterapkan pada pematahan dormansi untuk
perkecambahan, sementara perlakuan digunakan dalam aplikasi pestisida untuk
mengendalikan hama dan penyakit. Tujuan perlakuan awal adalah untuk
menjamin bahwa benih akan berkecambah, dan bahwa perkecambahan
berlangsung cepat dan seragam. Metode perlakuan awal sering harus
disesuaikan dengan individu jenis dan lot benih berdasarkan pengalaman dan
percobaan-percobaan. Perlakuan awal umumnya dilakukan sesaat sebelum
penaburan
misalnya
setelah penyimpanan
karena
dormansi
umumnya
Pengeringan
hendaknya
tidak
terlalu
cepat
karena
dapat
dikeringudarakan
(diangin-anginkan)
atau
dengan
cara
tergantung jenis benih yang diperlakukan, sehingga kulit biji menjadi lunak.
Disamping itu pula larutan kimia yang digunakan dapat pula membunuh
cendawan atau bakteri yang dapat membuat benih dorman. Sadjad et al.
(1975) menyatakan bahwa perlakuan kimia (biasanya asam kuat) yang
digunakan dapat membebaskan koloid hidrofil sehingga tekanan imbibisi
meningkat dan akan meningkatkan metabolisme benih. Sagala (1991) diacu
dalam Rozi (2003) mengatakan bahwa perlakuan dengan menggunakan
H2SO4 pada benih biasanya bertujuan untuk merusak kulit benih, akan tetapi
apabila terlalu berlebihan dalam hal konsentrasi atau lama waktu perlakuan
dapat menyebabkan kerusakan pada embrio. Dalam hal ini benih tersebut
akan rusak dan tidak dapat tumbuh.
Menurut Sadjad et al. (1975) perlakuan kimia seperti H2SO4 pada
prinsipnya adalah membuang lapisan lignin pada kulit biji yang keras dan
tebal sehingga biji kehilangan lapisan yang permiabel terhadap gas dan air
sehingga metabolisme dapat berjalan dengan baik. Achmad et al. (1992)
mengatakan bahwa perlakuan pendahuluan untuk benih Cendana (Satalum
album) adalah dengan perendaman dalam larutan H2SO4 pekat selama 50-60
menit. Muharni (2002) dalam Rozi (2003) dalam penelitiannya mengatakan
bahwa larutan H2SO4 memberikan pengaruh yang paling baik terhadap
benih dan pertumbuhan semai Kayu Kuku.
Hasil penelitian tentang penggunaan larutan H2SO4 untuk pematahan
dormansi kulit dapat digambarkan pada Jati (Tectona grandis Linn. F.).
Penelitian Rinto Hidayat (2005) tentang pematahan dormansi Jati dengan
perendaman dalam larutan Accu Zurr 10% selama 0, 5, 6, 7, 8, dan 9 menit.
Perendaman dalam larutan Accu Zurr selama 9 menit memberikan pengaruh
yang sangat nyata terhadap daya kecambah, nilai perkecamahan, dan
kecepatan tumbuh benih jati.
2.5.2.3 Perendaman dengan KNO3
Potassium
Nitrat
(KNO3)
merupakan
salah
satu
perangsang
(1997) diacu dalam Schmidth (2002), peran fisiologis dari KNO3 tidak jelas.
KNO3 mempunyai pengaruh yang kuat terhadap persentase perkecambahan
dan vigor pada perlakuan pendahuluan asam benih Acacia nilotica (Palani et
al. 1995 diacu dalam Schmidth 2002). Pada konsentrasi 1% perkecambahan
meningkat dari 37% (kontrol) menjadi 79% dan pada konsentrasi 2%
meningkat menjadi 85%. Pada Casuariana equiaetifolia perkecambahan
meningkat dari 46% dalam kontrol menjadi 65% setelah perendaman dalam
1,5% KNO3 selama 36 jam. Pada percobaan ini, konsentrasi tertinggi dan
terendah
dan
lamanya
waktu
perendaman
yang
sangat
singkat
penting
dari
embrio
benih
yang
menunjukkan
air
benih
minimum
pada
saat
perkecambahan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Kadar air benih Angsana (Pterocarpus indicus Will)
Untuk memulai proses perkecambahan, benih harus mencapai suatu
kadar air minimum. Air dalam proses perkecambahan dipergunakan dalam
banyak reaksi biokimia. Salah satu proses biokimia yang terjadi adalah
proses perombakan simpanan bahan makanan yang terdapat dalam benih.
Air diperlukan untuk mengaktifkan enzim-enzim yang berperan dalam
proses perombakan, seperti enzim amilase untuk merombak karbohidrat
menjadi glukosa, enzim lipase untuk merombak lemak menjadi asam lemak
dan gliserol, serta enzim protase untuk merombak protein menjadi asam
amino (Byrd 1968).
Benih Angsana yang digunakan adalah benih yang memiliki mutu fisik
yang baik dengan kriteria berwarna coklat tua, ukuran relatif sama, tidak
rusak/cacat, tidak terdapat gerowong, dan tidak terserang hama penyakit
(Gambar 4).
Gambar 4 Buah bersayap (a), buah tidak bersayap (b), benih (c) Angsana yang
digunakan dalam penelitian
Kadar air merupakan salah satu indeks mutu benih yang penting, oleh
karena itu sangat diperlukan penguasaan teknik dan metode penentuan kadar
air benih. Penentuan kadar air benih pada prinsipnya merupakan penguapan
air bebas dari contoh benih, sehingga mengakibatkan berkurangnya berat
awal contoh benih yang mencerminkan berat air yang dikandung oleh benih
tersebut setelah benih dikeringkan dalam oven bersuhu 1032 0C selama
17 1 jam. Adapun perhitungan kadar air (Tabel 1).
BK : Berat kering
KA (%)
11,05
11,16
10,88
11,03
KA : Kadar air
Proses
Gambar 6
80
100.00
.3
3
10
10
120.00
80.00
38
.3
3
25
.3
3
20
40.00
.6
7
Daya
60.00
berkecambah (%)
20.00
0.00
B0
B1
B2
B3
B4
B5
Gambar
Tabel 2
Perlakuan (B)
20520,44
4104,09
Galat
Total
12
17
284,67
20805,11
23,72
173,01
**
0,00
20.33a **
a
B1
25.33
24,59
B2
100d
391,88
B3
90,21
38.67
B4
80.33
295,13
B5
100d
391,88
Keterangan :** Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menyatakan
tidak berbeda sangat nyata pada uji lanjut Duncan taraf 0,01.
B0
B2
B5
1.
05
0.
93
0.
55
ab
0.
48
a
0.
40
0.80
Nilai
perkecambahan 0.60
(%/hari)2
0.40
1.00
1.
13
1.20
0.20
0.00
B0
B1
B2
B3
B4
B5
Perlakuan
pematahan dormansi
Gambar 9
kemudian direndam dengan air dingin selama 12 jam) yaitu sebesar 0,40
(%/hari)2.
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap
nilai perkecambahan benih Angsana, maka data hasil pengamatan dianalisis
dengan menggunakan sidik ragam (uji F) (Tabel 4).
Tabel 4
Perlakuan (B)
1,51
0,302
Galat
Total
12
17
0,04
1,55
0,003
82,48**
0,00
0,40 a **
ab
B1
0,48
B2
1,13 d
182,5
B3
37,5
B4
0,93
132,5
B5
1,05 d
162,5
0,55
20
Keterangan:** Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menyatakan
tidak berbeda sangat nyata pada uji lanjut Duncan taraf 0,01.
1.
41
B4
B5
0.
91
a
0.
77
1.00
kecepatan
tumbuh 0.80
(%/hari)
0.60
1.20
1.
06
1.40
1.
39
1.
41
1.60
0.40
0.20
0.00
B0
B1
B2
B3
Perlakuan
pematahan dormansi
1,21
Galat
Total
12
17
0,01
1,22
0,91b
18,18
B2
1,41
83,12
1,06
37,66
B4
1,39
80,52
B5
1,41d
83,12
B3
Keterangan: ** Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menyatakan
tidak berbeda sangat nyata pada uji lanjut Duncan taraf 0,01
47
18
.
a
18
.5
9
26
.5
6
32
19
.
20.00
ab
ab
72
20
.
25.00
23
.
48
bc
30.00
Laju
perkecambahan 15.00
(hari)
10.00
5.00
0.00
B0
B1
B2
B3
B4
B5
Perlakuan
pematahan dormansi
Gambar 11
Tabel 8
155,89
31,177
Galat
12
75,29
6,274
Total
17
231,18
4,97*
0,01
20,72 ab
-11,75
B2
19,32
ab
-17,72
B3
26,56
13,12
18,47
-21,34
18,59
-20,83
B4
B5
Keterangan : ** Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menyatakan
tidak berbeda nyata pada uji lanjut Duncan taraf 0,01
batas
80% berkecambah dicapai pada hari ke-25 sampai hari ke-36 setelah
perkecambahan. Rekapitulasi batas 80% dan jumlah benih yang
berkecambah setiap perlakuan (Tabel 10).
Tabel 10 Pengaruh pematahan dormansi terhadap batas 80% dan jumlah
benih Angsana berkecambah
Perlakuan
Batas 80% berkecambah
(hari/benih)
B0
34/20
B1
30/25
B2
25/100
B3
36/39
B4
26/80
B5
25/100
Tabel 10 menunjukkan bahwa pematahan dormansi benih Angsana
pada perlakuan B2 (perendaman dengan larutan H2S04 1% selama 10 menit)
dan B5 (perendaman dengan larutan KNO3 1% selama 24 jam) mencapai
batas 80% berkecambah yang paling cepat yaitu 25 hari setelah tanam,
sedangkan batas 80% berkecambah yang paling lama yaitu pada B3
(perendaman dengan larutan H2SO4 1% selama 15 menit ) yaitu 36 hari
setelah tanam. Tingginya variasi hari batas 80% perkecambahan
menunjukkan bahwa B2 (perendaman dengan larutan H2S04 1% selama 10
menit) dan B5 (perendaman dengan larutan KNO3 selama 24 jam)
berpengaruh terhadap perkecambahan benih Angsana.
10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58
Hari ke-
B0
B1
B2
B3
B4
B5 Batas 80%
1.
53
1.
39
1.
33
1.45
1.
52
1.
46
1.
53
1.50
Tinggi bibit
1.40
sapihan Angsana
1.35
(cm)
1.55
1.30
1.25
1.20
B0
B1
B2
B3
B4
B5
Perlakuan
pematahan dormansi
12
0,005
Total
17
0,115
Keterangan
**
0,0005
B2
B5
B4
B3
B1
B0
Gambar 14 Pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap tinggi ratarata bibit sapihan Angsana pada perlakuan B0, B1, B2, B3, B4,
dan B5.
1.20
b
07
.
1
b
10
.
1
1.00
a
65
0.
0.80
Diameter
bibit sapihan 0.60
Angsana (mm)
0.40
0.
a
51
a
48
0.
0.20
0.00
B0
B1
B2
B3
B4
B5
Perlakuan
pematahan dormansi
Tabel 13
1,35
0,27
Galat
Total
12
17
0,37
1,72
0,03
8,71**
0,001
0,51 a **
a
B1
0,48
B2
1,06 b
B3
0,65 a
B4
1,07
1,10
B5
0
-5,88
107,84
27,45
109,80
115,69
Keterangan : **Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menyatakan
tidak berbeda sangat nyata pada uji lanjut Duncan taraf 0,01.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kadar air benih Angsana
Faktor yang mempengaruhi kemampuan perkecambahan benih salah
satunya adalah kadar air benih. Benih ortodoks yaitu benih yang mengalami
desikasi secara alami pada pohon induknya, dengan kriteria benih masak
secara fisiologis.
mencapai kadar air 5%. Kelompok benih ortodoks umumnya dijumpai pada
spesies-spesies tanaman setahun, dua tahunan, dan benih-benih tanaman
kehutanan yang dibudidayakan dengan ukuran benih yang kecil. Benih
Angsana termasuk benih ortodoks karena ukuran benih kecil, tahan terhadap
pengeringan hingga kadar air 11,03% pada suhu 10320C selama 171 jam.
Menurut Mugnisjah dan Setiawan (1990), penyimpanan benih ortodoks pada
kadar air yang tinggi dapat menurunkan kemampuan perkecambahan benih
dan mendukung berkembangnya cendawan.
Secara alami benih tetap melakukan respirasi yang merupakan satusatunya proses fisiologis yang masih berjalan walaupun dalam keadaan
disimpan dalam suatu wadah. Menurut Sutopo (2004), respirasi dalam benih
sangat dipengaruhi oleh kadar air benih, pada kadar air yang masih tinggi
(>8%) respirasi berjalan cepat dan juga memperbesar peluang terjadinya
cendawan. Hal ini tidak menguntungkan bagi benih karena dapat
menurunkan daya berkecambah benih. Biasanya respirasi yang terjadi pada
benih merupakan fungsi dari suhu dan kadar air benih. Peningkatan respirasi
akan menyebabkan penurunan cadangan karbohidrat sehingga kemampuan
perkecambahan benih cepat menurun. Respirasi menyebabkan terbentuknya
air dan CO2 yang menyebabkan kelembaban di sekitar benih meningkat dan
suhu bertambah sehingga memacu pertumbuhan jamur dan cendawan.
Pada benih yang berkadar air tinggi, turunnya daya berkecambah
disebabkan oleh proses respirasi yang merombak cadangan makanan baik
berupa karbohidrat menjadi energi untuk mempertahankan diri. Pada
akhirnya energi benih yang terdapat pada jaringan-jaringan meristem akan
terkuras sehingga benih tidak dapat berkecambah lagi (Sadjad et al. 1975).
morfologis,
sukar
ditentukan
dengan
pasti
kapan
perkecambahan
benih
Angsana
termasuk
dalam
tipe
mulai berkecambah 10 hari setelah tanam dan akan berhenti berkecambah 23 bulan setelah tanam. Perkecambahan benih jati biasanya kurang dari 50%
tetapi dapat mencapai 80%.
Selain jati, perkecambahan biji Ulin sangat lambat dan tidak teratur,
disebabkan kulit biji luar yang sangat keras sehingga sukar untuk menyerap
air dalam proses imbibisi yang diperlukan untuk perkecambahan. Waktu
yang diperlukan antara 6 12 bulan untuk perkecambahan secara alami.
zat-zat
makanan,
zat
kimia
yang
aktif
menghalangi
Accu Zurr selama 9 menit memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap
daya kecambah, nilai perkecamahan, dan kecepatan tumbuh benih jati.
Potasium
nitrat
(KNO3)
merupakan
salah
satu
perangsang
dan
lamanya
waktu
perendaman
yang
sangat
singkat
DB
NP
KCT
LP
**
**
**
**
**
cara
mengambil air sari dari rebung yang didiamkan selama 3 hari. Menurut
Widjaja et al. (1994) komponen utama rebung mentah adalah air yang dapat
mencapai sekitar 91%. Selain itu rebung mengandung protein, 12 asam
amino esensial, karbohidrat, lemak, vitamin A, tiamin, riboflavin, asam
askorbat, serta unsur-unsur mineral seperti kalsium, fosfor, besi, dan kalium
dalam jumlah yang kecil.
Hasil uji lanjut Duncan dengan menggunakan hasil air fermentasi
rebung bambu Apus terhadap daya berkecambah yaitu sebesar 25,33%.
10
ppm
memiliki
perkecambahan
tertinggi
40%
yang
adalah sifat benih yaitu tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dan
dormansi, sedangkan faktor luar yang mempengaruhi perkecambahan benih
terdiri dari air, temperatur, oksigen, cahaya, dan media.
Pematahan dormansi perendaman dalam H2SO4 1% selama 10 menit
dapat meningkatkan daya kecambah, akan tetapi apabila terlalu berlebihan
dalam hal konsentrasi dan lama waktu pematahan dormansi tersebut akan
meyebabkan rusaknya embrio dan menyebabkan benih tersebut akan rusak
atau tidak dapat tumbuh. Seperti halnya pada pematahan dormansi
perendaman dalan H2SO4 1% selama 15 menit yang memiliki daya
berkecambah hanya sebesar 38,67%. Tingginya konsentrasi H2SO4 hanya
dibutuhkan lama perendaman yang singkat untuk mematahkan dormansi.
Lamanya perendaman lebih dari 10 menit akan mengakibatkan kerusakan
pada benih (over treatment), sehingga menyebabkan daya berkecambah,
kecepatan tumbuh dan nilai perkecambahan memiliki nilai yang rendah.
Umumnya dormansi mekanik terjadi pada benih-benih yang berkulit
keras seperti halnya pada benih Angsana. Kandungan lignin yang tinggi
pada benih diduga dominan dalam kulit benih sehingga menyebabkan kulit
Angsana menjadi keras. Hal ini sesuai dengan fungsi lignin pada awal
pembentuan sel, yaitu menambah kekuatan struktural sel dan berperan
sebagai pelindung polisakarida dari hidrolisis enzim selulase (Fahn 1992
diacu dalam Puspitarini 2003). Umumnya lignin adalah bahan pertama yang
muncul di bahan intraseluler dan dinding primer, kemudian bahan tersebut
akan tersebar ke arah pusat menembus dinding sekunder.
Penelitian Puspitarini (2003) stuktur benih pada benih Panggal Buaya
(Zanthoxylum
rhetsa
(Roxb)
D.C)
mengalami
perubahan
setelah
Lb
Lm
A1
A2
Lm
Lb
B1
B2
Lm
Lb
C1
C2
halnya
nilai
perkecambahan
pada
pematahan
dormansi
berkecambah
menunjukkan
kecepatan
benih
untuk
dapat
benih
dan
mempercepat
kemunduran
benih.
Gejala
demikian
proses
perombakan
bahan
makanan
dapat
Satyanti
(2003)
diacu
dalam
Athiyah
(2008),
yang
diperlukan
untuk
perkecambahan
benih,
yang
menunjukkan
kecepatan
dan
kesempurnaan
benih
tinggi yaitu sebesar 1,14 (%/hari) atau sekitar 2 kecambah setiap hari
selama pengamatan. Benih yang memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi
menunjukkan bahwa benih tersebut memiliki virgor kekuatan tumbuh
yang tinggi.
Laju perkecambahan perlakuan perendaman dengan
larutan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan, hasil analisis, dan pembahasan maka dapat
disimpulkan:
1. Benih Angsana memiliki dormansi embrio dan kulit yang dapat
dipatahkan dengan perendaman KNO3 1% selama 24 jam dan H2SO4 1%
selama 10 menit dengan menghasilkan daya berkecambah masingmasing sebesar 100%.
2. Waktu tercepat perkecambahan benih Angsana selama 25 hari.
3. Kecepatan tumbuh benih tergantung kepada bahan kimia yang
digunakan untuk pematahan dormansi.
5.2 Saran
1. Dalam rangka penyediaan bibit berkualitas maka benih Angsana dapat
digunakan untuk produksi bibit setelah pematahan dormansi kulit benih.
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai pertumbuhan di lapangan yang
berasal dari perkecambahan benih karena selama ini menggunakan stek
batang.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad S S, M Zanzibar dan Dj Iriantono. 1992. Teknik Penanganan dan
Pengujian Mutu Benih beberapa Jenis Pohon Prioritas HTI. Bogor: Balai
Teknologi Perbenihan. Balitbang Kehutanan.
Anonim. 18 Januari 2002. Pohon Nasional Filipina itu Bernama Sonokembang.
Sinar harapan.4169. http://www.sinarharapan.co.id/berita/0207/24/ipt03.html.
[2 Juni 2008]
_______ 2008.
Bambu dan Rebung. Wikimedia
http://id.wikipedia.org/wiki/Rebung [ 2 Juni 2008]
Foundation,
Inc.
Athiyah Z. 2008. Studi dormansi, kadar air kritikal dan peningkatan kecapatan
perkecmbahan benih Kenanga (Cananga odorata Lam.Hook. F&Thoms.).
[Skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Byrd HW. 1968. Pedoman Teknologi Benih. Hamidin E, penerjemah. Jakarta:
PT Pembimbing Masa. Terjemahan dari: Seed Technology Handbook.
Direktorat Perbenihan Tanaman Kehutanan. 2002. Informasi Singkat Benih.
Bandung: Indonesia Forest Seed Project
Fatimah. 2006. Peran Hormon Giberelin dalam Pemecahan Dormansi Biji Jati
(Tectona grandis Linn. F.). http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhubgdl-res-2006-fatimah286&PHPSESSID=86813521b566df5169e868151971d8c9. [ 20 November
2008]
Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Hidayat R. 2005. Pematahan dormansi benih Jati (Tectona grandis Linn. F. )
dengan perendaman dalam larutan Accu Zurr. [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jakarta: Yayasan Sarana Wana
Jaya.
Kamil J. 1979. Teknologi Benih 1. Padang: Angkasa Raya
Kirak. 2007. Flora. hhtp://170008.blog.com. [20 November 2008]
Mungnisjah WQ dan Setiawan A. 1990. Pengantar Prduksi Benih. Jakarta:
Rajawali Pers
Rozi F. 2003. Pengaruh perlakuan pendahuluan dengan peretakan, perendaman
air (H2O2), asam sulfat (H2SO4), dan hormon giberelin (GA3) terhadap
Lampiran 1. Rekapitulasi data harian perkecambahan benih Angsana (Pterocarpus indicus Will)
Perlakuan
Hari ke
B01 B02 B03 B11 B12 B13 B21 B22 B23 B31 B32 B33 B41 B42
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
8
0
0
0
0
0
0
0
2
0
1
0
0
5
2
9
0
0
0
0
0
0
1
0
4
0
0
1
1
0
10
0
0
0
0
0
2
4
2
5
0
1
0
4
3
11
1
1
1
1
0
0
5
2
7
1
0
1
0
3
12
0
0
0
1
3
1
4
3
11
2
0
1
5
2
13
2
0
1
2
1
1
5
5
6
1
0
0
5
4
14
0
0
2
3
2
0
6
10
10
1
1
2
12
5
15
1
0
1
1
0
0
16
7
9
2
4
3
1
4
16
1
1
1
3
2
1
9
6
7
3
0
2
6
7
17
0
2
2
2
0
1
5
2
8
1
3
2
8
6
18
1
2
0
0
0
1
9
8
1
2
1
2
6
4
19
1
1
0
0
5
0
4
5
4
1
3
0
0
1
20
1
0
0
1
0
2
5
3
4
3
2
1
6
5
21
0
0
0
0
0
2
5
2
5
0
0
1
4
5
22
0
1
0
1
0
3
2
2
7
3
2
2
3
3
23
2
1
2
1
1
1
2
6
3
2
0
1
3
2
24
1
3
0
1
0
3
4
1
5
1
1
1
4
0
25
0
0
1
1
1
1
1
1
3
1
3
1
4
1
26
0
2
2
0
1
1
2
3
0
1
0
1
0
2
27
2
0
1
0
3
3
4
0
0
0
1
0
0
3
28
1
2
2
0
1
0
0
1
1
0
2
1
0
0
29
0
1
0
1
0
0
3
2
0
2
0
1
0
3
30
1
0
2
0
0
0
1
2
0
2
0
3
0
0
31
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
2
32
0
0
0
0
0
0
2
7
0
0
0
2
3
1
33
0
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
2
1
34
1
0
0
0
0
1
0
2
0
0
0
1
1
0
35
1
0
1
0
0
0
0
3
0
4
0
1
0
0
36
0
0
0
2
0
0
0
2
0
0
0
3
0
0
37
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
38
0
0
1
0
1
1
0
1
0
2
0
0
0
0
39
0
0
0
0
0
1
0
2
0
1
0
1
0
0
40
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
41
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
42
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
43
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
44
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
45
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
46
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
47
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
48
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
49
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
50
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
51
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
52
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
53
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
54
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
55
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
56
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
57
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
58
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
59
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
60
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
JUMLAH 22
18
21
24
24
27 100 100 100 45
25
37
84
69
B43
0
0
0
0
0
0
0
2
0
4
6
7
7
0
8
2
6
6
2
1
2
4
5
2
0
2
1
2
2
0
0
4
5
1
1
3
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
88
B51
0
0
0
0
0
1
0
1
3
2
6
6
6
8
6
2
13
1
3
3
7
1
7
3
2
3
0
1
4
0
0
2
1
1
0
2
2
1
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
100
B52
0
0
0
0
0
0
0
1
2
4
5
5
6
5
10
6
7
4
1
5
7
3
3
3
0
0
1
2
1
2
4
0
3
2
0
1
1
1
2
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
100
B53
0
0
0
0
0
0
0
4
3
8
9
8
7
10
2
7
5
6
0
0
3
4
5
4
1
7
0
1
0
1
0
1
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
100
Lampiran 2. Rekapitulasi data setiap parameter yang diamati sebelum ditransformasi ke Arc % x
Perakuan
Daya
berkecambah (%)
Nilai kecambah
(%/hari)2
Kecepatan
kumbuh
(%/hari)
Laju
perkecambahan
(hari)
Batas 80%
berkecambah
(hari)
Tinggi bibit
sapihan (cm)
Diameter bibit
sapihan (mm)
B01
22
0.42
0.77
27.82
42
3.64
0.86
B02
18
0.37
0.72
21.78
28
4.53
0.27
B03
21
0.41
0.80
20.86
30
4.33
0.38
B11
24
0.48
0.92
21.79
33
6.60
0.48
B12
24
0.51
0.89
21.79
28
4.50
0.54
B13
28
0.44
0.94
18.57
27
6.18
0.40
B21
100
1.19
1.41
18.94
22
26.81
1.00
B22
100
1.05
1.38
22.82
32
22.99
1.09
B23
100
1.14
1.42
16.21
21
29.52
1.10
B31
45
0.56
1.12
27.67
38
9.76
0.66
B32
34
0.57
0.99
27.82
35
7.36
0.72
B33
37
0.53
1.06
24.19
34
9.59
0.56
B41
84
1.06
1.39
17.48
23
0.01
1.35
B42
69
0.81
1.39
17.64
23
18.33
0.87
B43
88
0.93
1.38
20.31
29
24.36
1.00
B51
100
1.08
1.41
19.40
25
26.78
1.07
B52
100
1.03
1.40
19.45
28
25.29
1.02
B53
100
1.05
1.42
16.91
23
27.13
1.22
Lampiran 3. Rekapitulasi data setiap parameter yang diamati setelah ditransformasi ke Arc % x
Laju
Nilai
Kecepatan
Daya berkecambah
Perlakuan
perkecambahan
perkecambahan
tumbuh(%/hari)
(%)
(hari)
(%/hari)2
Batas 80%
berkecambah
(hari)
Tingi bibit
sapihan (cm)
Diameter
bibit sapihan
(mm)
B01
22
0.42
0.77
27.82
42
1.30
0.86
B02
18
0.37
0.72
21.78
28
1.35
0.27
B03
21
0.41
0.80
20.86
30
1.34
0.38
B11
24
0.48
0.92
21.79
33
1.42
0.48
B12
24
0.51
0.89
21.79
28
1.35
0.54
B13
28
0.44
0.94
18.57
27
1.41
0.40
B21
100
1.19
1.41
18.94
22
1.53
1.00
B22
100
1.05
1.38
22.82
32
1.53
1.09
B23
100
1.14
1.42
16.21
21
1.54
1.10
B31
45
0.56
1.12
27.67
38
1.47
0.66
B32
34
0.57
0.99
27.82
35
1.44
0.72
B33
37
0.53
1.06
24.19
34
1.47
0.56
B41
84
1.06
1.39
17.48
23
1.53
1.35
B42
69
0.81
1.39
17.64
23
1.52
0.87
B43
88
0.93
1.38
20.31
29
1.53
1.00
B51
100
1.08
1.41
19.40
25
1.53
1.07
B52
100
1.03
1.40
19.45
28
1.53
1.02
B53
100
1.05
1.42
16.91
23
1.53
1.22
70
DF
5
12
17
Seq SS
20520.4
284.7
20805.1
Adj SS
20520.4
284.7
Adj MS
4104.1
23.7
F
P
173.01 0.000
M ean
S tD ev
N
KS
P -Valu e
95
90
-2.96059E -15
4.092
18
0.175
0.148
Percent
80
70
60
50
40
30
20
10
5
-10
-5
0
5
Day a berkecambah benih A ngsana
10
B0
Test Statistic
P-Value
B1
perlakuan
5.07
0.167
Test Statistic
P-Value
B2
B3
B4
B5
0
20
40
60
80
100
120
95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
140
1.30
0.328
71
Mean
StDev
N
KS
P-Valu e
95
90
1.850372E-17
0.05085
18
0.168
>0.150
Percent
80
70
60
50
40
30
20
10
5
-0.10
-0.05
0.00
0.05
0.10
Nilai perkecambahan benih A ngsana
0.15
B0
T est S tatistic
P - V alu e
L ev en e's T est
B1
perlakuan
9.71
0.084
T est S tatistic
P - V alu e
B2
B3
B4
B5
0.0
0.5
1.0
1.5
95% Bo nfe r r o ni Co nfide nc e Int e r v a ls fo r St De v s
2.0
1.69
0.210
72
M ean
StDev
N
KS
P -Value
95
90
-1.23358E-16
0.02915
18
0.143
>0.150
Percent
80
70
60
50
40
30
20
10
5
-0.08
-0.06
-0.04 -0.02
0.00
0.02
0.04
0.06
Kecepatan tumbuh benih A ngsana
0.08
B0
Test S tatistic
P -Valu e
B1
perlakuan
9.15
0.103
Test S tatistic
P -Valu e
B2
B3
B4
B5
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
95% Bonferroni Confidence Int erv als for St Dev s
1.47
0.270
73
P
0.011
M ean
S tD ev
N
KS
P -Valu e
95
90
21.19
3.688
18
0.130
>0.150
Percent
80
70
60
50
40
30
20
10
5
15
20
25
la ju pe rke ca mba ha n
30
B0
Test Statistic
P-Value
B1
perlakuan
2.69
0.748
Test Statistic
P-Value
B2
B3
B4
B5
0
10
20
30
40
50
60
95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
0.30
0.907
74
Adj SS
3.0402
5.1670
Adj MS F
P
0.6080 1.41 0.288
0.4306
R-Sq(adj) = 10.81%
Mean
StDev
N
KS
P-Value
95
90
4.934325E-17
0.5513
18
0.101
>0.150
Percent
80
70
60
50
40
30
20
10
5
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
Tinggi bibit sapian Angsana
1.0
B0
T e st S tatistic
P - V alu e
L ev en e's T est
B1
perlakuan
3.55
0.616
T e st S tatistic
P - V alu e
B2
B3
B4
B5
0
2
4
6
8
10
12
9 5 % Bo n fe r r o n i Co n f id e n c e In t e r v a ls fo r S t De v s
14
0.20
0.956
75
Seq SS
Adj SS Adj MS F
P
1.34539 1.34539 0.26908 8.71 0.001
0.37055 0.37055 0.03088
1.71594
R-Sq = 78.41% R-Sq(adj) = 69.41%
M ean
S tD ev
N
KS
P -Valu e
95
90
-3.08395E -18
0.1476
18
0.140
>0.150
Percent
80
70
60
50
40
30
20
10
5
-0.4
-0.3
-0.2
-0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
Dia me t e r bibit sapihan A ngsa na (mm)
0.4
B0
Test S tatistic
P -Valu e
B1
perlakuan
8.29
0.141
Test S tatistic
P -Valu e
B2
B3
B4
B5
0
1
2
3
4
95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
0.78
0.581