VIANTI
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN
VIANTI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PERNYATAAN
Vianti
E34070091
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
terselesaikannya penyusunan skripsi berjudul “Konservasi In Vitro Jenis
Tumbuhan Gambut Tumih (Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser)”
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di bawah
bimbingan Ir. Edhi Sandra, M.Si dan Dr. Ir. Istomo, MS.
Tumih merupakan salah satu jenis lokal yang direkomendasikan dalam
kegiatan rehabilitasi lahan gambut yang terganggu. Salah satu upaya
memperbanyak jenis ini untuk pelestarian plasma nutfah yaitu melalui teknik
kultur jaringan. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan dari
teknik penyiapan eksplan dan sterilisasi eksplan tumih dilihat dari peluang hidup,
tingkat kontaminasi dan tingkat pencokelatan (browning). Penelitian ini akan
memberikan informasi sebagai acuan dalam perbanyakan tumih melalui teknik
kultur jaringan dalam pelestarian plasma nutfah secara in vitro dan teknik
budidaya tumih.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dalam
hal penyajian isi materi dan tata bahasa. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pihak-pihak yang membutuhkan.
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan penyertaan-Nya selama proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat
terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu baik moril
maupun materil, terutama kepada :
1. Bapak Ir. Edhi Sandra, M.Si selaku pembimbing pertama dan Bapak Dr. Ir.
Istomo, MS selaku pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan,
nasehat dan arahan selama penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS selaku dosen penguji dan Ibu Eva
Rachmawati, S.Hut, M.Si selaku ketua sidang atas masukan dalam
perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.
3. Seluruh staf pengajar DKSHE atas ilmu pengetahuan dan bimbingan selama
kuliah hingga penyelesaian skripsi.
4. Orang tua (Bapak Y. Sutarno Hardjo Sukarto dan Ibu Maria Magdalena
Sriwati) dan kakak (F. Yesi, F. Yudhistira, Veronika, Yuliana Vita dan
Mikael Voni) yang terus memberikan doa dan dorongan dalam
menyelesaikan kuliah.
5. Pemerintah Daerah (PEMDA) Kabupaten Bangka Barat yang telah
memberikan kesempatan untuk melanjutkan kuliah di IPB melalui Beasiswa
Utusan Daerah serta dorongan dan bantuan dalam menyelesaikan kuliah.
6. Bapak Benny dan keluarga yang telah memberikan bantuan selama kegiatan
pengambilan bibit di Kelurahan Kereng Bangkirai, Kecamatan Sabangau,
Propinsi Kalimantan Tengah.
7. Mba Yuli Fitriani, S.Hut selaku Manager Laboratorium Bioteknologi
Lingkungan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB, Mas Rohmat
dan Mba Neti yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan
selama pelaksanaan penelitian.
8. Benny Marianus Purba, S.Hut yang terus memberikan doa, motivasi,
dorongan, semangat dan bantuan kepada penulis.
9. Dwi Woro Navy Probowati, Neina Febrianti, Niechi Valentino, Randhi
Fauzi Kiswantara, Monica Ade Ayu Dewayani, Arry R. Rahayu, Riadi
Antasa, Dzikrullah al Khaq, Agung Kriswiyanto, Ahmad Arief Hilman,
Mochamad Hendri Mulyawan dan Berto D. Naibaho yang telah memberikan
bantuan dan semangat selama kegiatan penelitian.
10. Dewi Puspitasari, Belinda Dwi Yunanti, Angga Prayana, Dahlan, Seruni
Diah Kertawiji dan I Made Haribhawana Wijaya yang telah memberikan
bantuan dalam pengambilan bibit di Kalimantan Tengah serta pengalaman
selama Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP).
11. Teman-teman seperjuangan dari Beasiswa Utusan Daerah Bangka Barat atas
dorongan dan semangat dalam menyelesaikan kuliah di IPB.
12. Teman-teman di Laboratorium Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan
yang telah memberikan bantuan dan dorongan dalam menyelesaikan skripsi.
13. Seluruh mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata angkatan 44 atas masukan dan saran serta pengalaman selama
kuliah.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu
selama kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.................................................................................................. i
DAFTAR TABEL......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. v
I. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Tujuan Penelit ian........................................................ 2
1.3 Manfaat Penelit ian....................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3
2.1 Ekologi Jenis Tumih..................................................................... 3
2.1.1 Taksonomi………………................................................... 3
2.1.2 Ciri Morfologi………………............................................. 3
2.1.3 Daerah Penyebaran dan Tempat Tumbuh...…………….... 4
2.1.4 Manfaat Tumih.................................................................... 4
2.2 Teknik Perbanyakan Kultur Jaringan............................................ 5
2.2.1 Pengertian Kultur Jaringan.................................................. 5
2.2.2 Prinsip Dasar Kultur Jaringan............................................. 5
2.2.3 Manfaat Kultur Jaringan..................................................... 6
2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Teknik
Kultur Jaringan................................................................... 6
2.2.4.1 Pemilihan Bahan Tanaman (Eksplan).................... 6
2.2.4.2 Sterilisasi Eksplan.................................................. 7
2.2.4.3 Faktor Lingkungan................................................. 9
2.2.4.4 Media Kultur.......................................................... 9
2.2.5 Kultur Pucuk....................................................................... 11
III. METODOLOGI................................................................................ 13
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................ 13
3.2 Alat dan Bahan.............................................................................. 13
3.3 Prosedur Kerja......................................................................... 13
i
3.3.1 Persiapan Bibit Tumih........................................................ 13
3.3.2 Karantina Tanaman............................................................ 14
3.3.3 Sterilisasi............................................................................ 14
3.3.4 Pembuatan Media Kultur.................................................... 16
3.3.4.1 Pembuatan Larutan Stok........................................ 16
3.3.4.2 Pembuatan Media MS dengan Antibiotik ppm...... 17
3.3.4.3 Pembuatan Media Perlakuan.................................. 17
3.3.5 Penanaman.......................................................................... 18
3.3.6 Pengamatan......................................................................... 18
3.4 Analisis Data................................................................................. 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................... 20
4.1 Hasil.............................................................................................. 20
4.1.1 Peluang Hidup Eksplan Tumih........................................... 20
4.1.2 Persentase Kontaminasi Eksplan........................................ 21
4.1.3 Persentase Pencokelatan Eksplan Tumih............................ 23
4.2 Pembahasan................................................................................... 24
V. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 30
Kesimpulan......................................................................................... 30
Saran................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 31
LAMPIRAN...................................................................................... 35
ii
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Kisaran konsentrasi dan lama waktu perendaman bahan sterilan... 8
2 Zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam kultur pucuk............. 12
3 Komposisi masing-masing larutan stok.......................................... 16
4 Interaksi faktor jenis zat pengatur tumbuh dengan
konsentrasinya................................................................................. 19
5 Data eksplan tumih yang memiliki peluang hidup hingga 4
MST................................................................................................. 20
6 Persentase peluang hidup eksplan pucuk tumih.............................. 20
7 Persentase kontaminasi eksplan tumih selama 4 MST................... 22
8 Persentase pencokelatan eksplan tumih selama 4 MST.................. 23
iii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser (A. Ranting-daun yang
berbuah; B. Buah potongan melintang; C. Bunga; D. Bunga tanpa
kelopak, mahkota dan benang sari; E. Mahkota bunga; F. Benang
sari)................................................................................................... 4
2 Kondisi eksplan tumih yang tetap bertahan...................................... 21
3 Kondisi eksplan tumih yang terkontaminasi jamur.......................... 22
4 Kondisi eksplan tumih yang terkontaminasi bakteri......................... 23
5 Kondisi pencokelatan pada beberapa eksplan tumih........................ 24
iv
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Persentase kontaminasi eksplan tumih............................................ 36
2 Persentase pencokelatan (browning) eksplan tumih....................... 38
v
BAB I
PENDAHULUAN
tanah yang tinggi. Jenis ini selain memberikan keuntungan secara ekologis, juga
dapat memberikan keuntungan ekonomis berupa kayu atau kayu bakar bagi
masyarakat lokal.
Salah satu upaya memperbanyak jenis ini untuk pelestarian plasma nutfah
yaitu melalui teknik kultur jaringan. Teknik perbanyakan dengan kultur jaringan
memiliki beberapa keunggulan yaitu dapat memproduksi bibit dalam jumlah
besar, bebas dari penyakit serta perbanyakan tidak tergantung musim (Santoso &
Nursandi 2003). Pengembangan kultur jaringan tanaman berkayu masih menemui
banyak kesulitan disebabkan sterilisasi eksplan yang sulit karena tanaman induk
hidup di lapangan, memiliki kecepatan multiplikasi atau replikasi sangat rendah
dan keluarnya senyawa fenolik sehingga eksplan menjadi berwarna cokelat dan
akhirnya tidak dapat tumbuh (Hendaryono & Wijayani 1994). Darmono (2003)
mengemukakan tumbuhan yang berasal dari lapang mengandung debu, kotoran
dan berbagai kontaminan hidup pada permukaannya dan bahkan pada bagian
jaringan. Kondisi tumbuhan yang terserang penyakit atau terkontaminasi
mikroorganisme baik eksternal maupun internal, tidak mudah untuk dilakukan
pengkulturan.
Teknik kultur jaringan tumih yang dilakukan saat ini merupakan penelitian
awal. Oleh karena itu, penelitian kultur jaringan tumih yang dilakukan dengan
mengkaji perbanyakan tumih melalui teknik kultur jaringan menjadi hal yang
penting. Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan dalam teknik penyiapan
dan sterilisasi eksplan tumih.
4 cm
3 cm
2 mm
3 mm
3 cm
berkembang menjadi tanaman. Syarat yang harus dipenuhi dalam memilih bahan
yang digunakan untuk kultur jaringan diantaranya jaringan yang sedang aktif
pertumbuhannya seperti tunas, daun, mata tunas, tangkai tunas dan ujung akar.
Bahan yang diambil semuda mungkin dan dijaga sterilitasnya. Hal ini dikarenakan
keberhasilan kultur jaringan sangat dipengaruhi oleh gagal atau tidaknya menjaga
sterilitasnya.
Gunawan (1987) menyatakan bahwa tingkat kontaminasi permukaan
setiap bahan tanaman berbeda-beda tergantung dari jenis tanaman, bagian
tanaman yang digunakan, morfologi permukaan (misalnya berbulu atau tidak),
lingkungan tumbuhnya (green house atau lapang), musim waktu mengambil
(musim hujan atau kemarau), umur tanaman (seedling atau tanaman dewasa), dan
kondisi tanamannya (sehat atau tidak). Menurut Semangun (1989), pengambilan
bahan tanaman yang dilakukan pada musim hujan memiliki tingkat kontaminasi
yang lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau. Hal ini dikarenakan pada
musim hujan terjadi peningkatan kelembaban tanah dan kelebihan air yang
cenderung mendukung pertumbuhan jamur maupun bakteri secara cepat pada
lingkungan tumbuh tempat pengambilan tanaman.
2.2.4.2 Sterilisasi Eksplan
Sterilisasi bahan tanaman (eksplan) merupakan langkah awal yang cukup
penting dan dapat menentukan keberhasilan penanaman secara in vitro. Eksplan
yang akan ditanam pada media tumbuh harus bebas dari mikroorganisme.
Sterilisasi eksplan biasanya dilakukan dengan cara merendam eksplan dalam
larutan kimia sistemik pada konsentrasi dan waktu perendaman tertentu, baik
menggunakan satu macam maupun bermacam-macam sterilan (Hobir et al. 1992).
Prinsip dasar sterilisasi yaitu mensterilkan eksplan dari berbagai mikroorganisme,
tetapi eksplannya tidak ikut mati. Setiap tanaman memerlukan perlakuan khusus
sehingga sebelum mengkulturkan tanaman baru perlu dilakukan percobaan
sterilisasi (Sandra 2003).
Hendaryono dan Wijayani (1994) menyatakan bahwa sterilisasi eksplan
dapat dilakukan melalui dua cara yaitu secara mekanik dan secara kimia.
Sterilisasi secara mekanik digunakan untuk eksplan keras atau berdaging,
sedangkan sterilisasi secara kimia digunakan untuk eksplan yang lunak (jaringan
8
muda) seperti daun, tangkai daun, anther dan sebagainya. Bahan-bahan yang
digunakan untuk sterilisasi permukaan eksplan diantaranya:
1. Natrium hipoklorit dengan nama dagang Clorox. Konsentrasi untuk
sterilisasi tergantung dari kelunakan eksplan, dapat 5% hingga 20%
dengan waktu antara 5 sampai 10 menit.
2. Mercuri klorit dengan nama dagang sublimat 0,05%. Penggunaan bahan
kimia ini harus hati-hati karena bersifat racun. Cara perlakuan sterilisasi
sama dengan Natrium hipoklorit, hanya waktu sterilisasinya lebih pendek
karena bersifat keras. Bila sterilisasi terlalu lama dapat menyebabkan
kerusakan pada eksplan (berwarna cokelat).
3. Alkohol 70% yang dapat menekan pertumbuhan jamur.
Gunawan (1987) mengemukakan bahwa bahan tanaman dari lapangan
mengandung debu, kotoran-kotoran dan berbagai kontaminan hidup pada
permukaannya. Kontaminan hidup dapat berupa cendawan, bakteri, serangga dan
telurnya serta spora. Dalam beberapa hari, kontaminan akan memenuhi seluruh
botol kultur. Eksplan yang tertutup kontaminan akhirnya mati, sebagai akibat
langsung dari serangan cendawan/bakteri atau secara tidak langsung akibat
persenyawaan racun yang diproduksi cendawan/bakteri. Beberapa jenis bahan
yang digunakan dalam sterilisasi permukaan adalah kalsium hipoklorit, natrium
hipoklorit, hidrogen peroksida, gas klorin, perak nitrat, merkuri klorit, betadine,
fungisida, antibiotik dan alkohol. Kisaran konsentrasi dan lama waktu
perendaman bahan sterilan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kisaran konsentrasi dan lama waktu perendaman bahan sterilan
Bahan Konsentrasi Lama Perendaman
Kalsium hipoklorit 1 – 10% 5 – 30 menit
Natrium hipoklorit 1 – 2% 7 – 15 menit
Hidrogen peroksida 3 – 10% 5 – 15 menit
Perak nitrat 1% 5 – 30 menit
Merkuri klorid 0,1 – 0,2% 10 – 20 menit
Gas klorin - 1 – 4 jam
Betadine 10% 5 – 10 menit
Fungisida 2 g/l 20 -30 menit
Antibiotik 50 mg/l ½ - 1 jam
Alkohol 70% ½ - 1 menit
Sumber : Gunawan (1987)
9
sumber karbon dan energi, vitamin dan zat pengatur tumbuh tanaman dan
komponen-komponen pengoptimal pertumbuhan yaitu N-organik, asam organik,
substrat komplek, arang aktif, dan lain-lain. Dalam kultur jaringan, beberapa
garam organik yang dibutuhkan dalam jumlah yang banyak (unsur makro)
diantaranya N, K, P, S (anion), Ca, dan Mg (kation), sedangkan garam organik
yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit (unsur mikro) yaitu Fe, Mn, Zn, B,
Cu dan Mo. Sumber karbon yang dianggap standar adalah sukrosa dan glukosa.
Sumber karbon yaitu fruktosa juga dapat digunakan namun memiliki tingkat
efektifitas yang kurang dibandingkan sukrosa dan glukosa.
Vitamin dibutuhkan dalam jumlah kecil dan memiliki fungsi katalitik pada
sistem enzim. Vitamin yang dianggap essensial yaitu tiamin (vitamin B 1).
Pemberian tiamin mampu memberikan pertumbuhan yang lebih baik bila
dibandingkan tidak ditambahkan tiamin. Beberapa vitamin lain yang ditambahkan
yaitu asam p-aminobenzoat, asam askorbat (vitamin C), biotin, kolin klorida,
vitamin B12, asam folat, kalsium pantotenat, dan riboflavin (vitamin B2) (Gamborg
& Shyluk 1981 dalam Santoso & Nursandi 2003).
Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik bukan nutrisi yang
dalam konsentrasi rendah (<1mM) dapat mendorong, menghambat atau secara
kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Moore 1979
dalam Purba 2009). Menurut Zulkarnain (2009), auksin merupakan sekelompok
senyawa yang fungsinya merangsang pemanjangan sel-sel pucuk yang spektrum
aktivitasnya menyerupai IAA (indole-3-acetic acid). Auksin yang sering
ditambahkan dalam medium adalah indole-3-acetic acid (IAA), α-
naphthalenacetic acid (α-NAA), dan 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D).
Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994), peran auksin dalam pertumbuhan dan
perkembangan tanaman menunjukkan indikasi auksin dapat menaikkan tekanan
osmotik, meningkatkan sintesa protein, meningkatkan permeabilitas sel terhadap
air, dan melunakkan dinding sel dengan diikuti menurunnya tekanan dinding sel
sehingga air dapat masuk ke dalam sel yang disertai kenaikan volume sel. Dengan
adanya kenaikan sintesa protein maka dapat digunakan sebagai sumber tenaga
dalam pertumbuhan.
11
eksplan steril. Menurut Gunawan (1987), pucuk yang berisi meristem dan
jaringan-jaringan yang lebih mudah diisolasi. Dalam kultur pucuk, ukuran 0,3 -
1,0 cm digunakan sebagai bahan awal. Pada umumnya, pertumbuhan pucuk
memerlukan zat pengatur tumbuh dalam media. Tahapan pertumbuhan dan tipe
pertumbuhan menentukan jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang
diperlukan. Kisaran konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2 Zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam kultur pucuk
Zat Pengatur Tumbuh Media I (mg/l) Media II (mg/l) Media III (mg/l)
Auksin
NAA 0.05 – 1.0 0.05 – 0.2 0.1 – 5.0
IBA 0.01 – 1.0 0.05 – 2.0 0.3 – 2.0
IAA 0.05 – 1.0 0.05 – 1.5 0.3 – 5.0
Sitokinin
BAP 0.2 – 3.0 0.1 – 5.0 -
Kinetin 0.3 – 2.0 0.3 – 2.0 -
ZiP 0.75 – 3.0 2 -
Giberelin
GA3 0.01 – 0.1 0.2 -
Sumber : George dan Sherrington (1984) dalam Gunawan (1987)
BAB III
METODOLOGI
Sterilisasi lingkungan kerja untuk kultur in vitro terdiri dari lingkungan umum
(ruang transfer secara keseluruhan) dan lingkungan khusus (lingkungan di dalam
laminar air flow cabinet).
Steriliasi alat-alat kerja yaitu pinset, skalpel, gunting dan botol kultur
dicuci menggunakan deterjen sampai bersih kemudian dikeringkan. Alat-alat
tersebut dibungkus menggunakan kertas koran kemudian diautoklaf selama satu
jam pada suhu 121⁰C sampai 126⁰C dan tekanan 1,5 atm. Alat-alat yang telah
diautoklaf dimasukkan ke dalam laminar air flow cabinet untuk disinari
ultraviolet (UV). Sterilisasi pada laminar air flow cabinet yaitu dengan
menyemprot permukaan atau meja kerja dengan alkohol 70% dan menghidupkan
blower pada laminar air flow cabinet. Lampu ultraviolet dalam laminar air flow
cabinet dinyalakan selama satu hingga dua jam sebelum melakukan kegiatan di
laminar air flow cabinet, ini bertujuan untuk mengurangi kontaminan di tempat
kerja. Pinset dan mata pisau yang digunakan pada proses inisiasi dicelupkan ke
dalam alkohol 70% dan dibakar di atas api bunsen untuk menjaga sterilitas
sebelum kegiatan pemotongan dan penanaman eksplan.
Media kultur yang digunakan disterilkan menggunakan autoklaf selama 20
menit pada suhu 121⁰C sampai 126⁰C dengan tekanan 1,5 atm. Untuk mengetahui
perubahan atau kontaminasi yang terjadi sebelum digunakan, media perlu
disimpan selama dua hingga tiga hari.
Perlakuan sterilisasi yang dilakukan merupakan perlakuan yang dianggap
optimal berdasarkan literatur dikarenakan jumlah eksplan yang terbatas. Proses
sterilisasi eksplan yang dilakukan yaitu sterilisasi di luar dan di dalam laminar air
flow cabinet. Proses sterilisasi eksplan di luar laminar air flow cabinet yaitu:
1. Anakan tumih yang telah dikarantina, diambil pucuk yang masih menguncup
dari bahan induk dengan panjang 1-2 cm.
2. Eksplan pucuk yang telah dipotong dari bahan induk dicuci bersih pada air
mengalir dan diusap dengan kapas basah untuk menghilangkan kotoran yang
menempel.
3. Pencucian eksplan dengan deterjen sebanyak sepertiga sendok spatula selama
10 menit, kemudian eksplan dicuci bersih.
16
4. Eksplan dibilas dengan menggunakan air steril sebanyak dua kali masing-
masing 5 menit.
Proses sterilisasi lanjut di dalam laminar air flow cabinet yaitu pencucian
eksplan menggunakan air steril sebanyak satu kali selama 5 menit. Setelah itu,
eksplan direndam menggunakan larutan HgCl2 (0,1 gram/100 ml) 20% selama 7
menit. Selanjutnya, perendaman eksplan dilakukan menggunakan Clorox 5%
selama 3 menit, kemudian perendaman eksplan dengan larutan betadine 10
tetes/100 ml selama 5 menit. Eksplan yang telah direndam dengan betadine dibilas
menggunakan air steril sebanyak tiga kali masing-masing selama 5 menit.
3.3.4 Pembuatan Media Kultur
3.3.4.1 Pembuatan Larutan Stok
Pembuatan media dasar kultur yaitu membuat larutan stok yang terdiri atas
larutan stok A, larutan stok B, larutan stok C, larutan stok D, larutan stok E,
larutan stok F, stok myo-inositol, stok vitamin dan stok zat pengatur tumbuh.
Masing-masing unsur pembentuk larutan stok ditimbang kemudian dilarutkan ke
dalam air steril sebanyak satu liter dan disimpan di tempat bertemperatur rendah
(lemari es). Komposisi masing-masing larutan stok dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Komposisi masing-masing larutan stok
Konsentrasi MS
No. Larutan Stok Rumus Kimia Komposisi/senyawa
(g/200 ml)
1 Stok A Amonium Nitrat NH4NO3 66
2 Stok B Kalium Nitrat KNO3 76
3 Stok C Kalium Dihidrogen Fosfat KH2PO4 6,8
Asam Borat H3BO3 0,25
Kalium Iodida Kl 0,03
Natrium Molibdat Na2MoO4. 2H2O 0,01
Kobalt Klorida CoCl2 . 6H2O 0,01
4 Stok D Kalsium Klorida CaCl2 . 2H2O 1,76
5 Stok E Magnesium Sulfat MgSO4 . 7H2O 1,48
Mangan Sulfat MnSO4 . 4H2O 0,89
Zink Sulfat ZnSO4 . 4H2O 0,34
Tembaga Sulfat CuSO4 . 5H2O 0,01
6 Stok F Na2EDTA C10H14N2Na2O8. 2H2O 1,11
Besi (II) Sulfat FeSO4 . 7H2O 1,49
7 Vitamin Nicotinic Acid C6H6N2O 0,02
Pyridoxine-HCl C8H11NO3. HCl 0,02
Thiamine-HCl C12H17N4OS. HCl 0,04
Glycine C2H5NO2 0,08
8 Myo-inositol Myo-inositol 4
Sumber : Murashige dan Skoog (1962) dalam Zulkarnain (2009)
17
4.1 Hasil
4.1.1 Peluang Hidup Eksplan Tumih
Jumlah eksplan tumih yang ditanam sebanyak 112 eksplan yang telah
diinisiasi pada media kultur dan diamati selama 4 minggu setelah tanam (MST).
Dari hasil pengamatan diperoleh 25 eksplan tumih yang masih tetap bertahan, 21
eksplan mengalami pencokelatan (browning) dan 66 eksplan yang mengalami
kontaminasi. Dari hasil pengamatan diperoleh hasil kontaminasi lebih tinggi
dibandingkan eksplan yang masih tetap bertahan hidup. Hasil pengamatan dapat
dilihat lebih jelas pada Tabel 5.
Tabel 5 Data eksplan tumih yang memiliki peluang hidup hingga 4 MST
Perlakuan
Ulangan A0 A0 A0 A0 A1 A1 A1 A1 A2 A2 A2 A2 A3 A3 A3 A3
B0 B1 B2 B3 B0 B1 B2 B3 B0 B1 B2 B3 B0 B1 B2 B3
1 - br br - br - br - br br - - - br - -
2 - - - - - - - - v br - - - v br -
3 v - - v - - - - - - - - - br v -
4 v - - - - - br - - - - br - v - -
5 - br br v - br v br v - - - br v - br
6 v v - v v v v v - - v br - - v -
7 v - - br v - - - - v - br v v - -
Total 4 1 - 3 2 1 2 1 2 1 1 - 1 4 2 -
Keterangan : v = bertahan (25 eksplan)
br = browning (21 eksplan)
- = kontaminasi (66 eksplan)
Kondisi eksplan tumih yang masih tetap bertahan dan memiliki peluang
hidup selama empat minggu ditandai dengan pucuk masih berwarna hijau, mata
tunas mengalami pertumbuhan serta kondisi eksplan dan media yang tidak
terserang oleh jamur dan bakteri. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.
4.2 Pembahasan
Bagian dari anakan yang dikulturkan dalam penelitian ini adalah bagian
pucuk yang masih menguncup. Ini dikarenakan jaringan muda yang terdapat pada
bagian pucuk mudah tumbuh dan pertumbuhannya dapat dipercepat dengan
menambahkan zat pengatur tumbuh (ZPT). Hal ini sesuai dengan pendapat
Jayusman dan Setiawan (2006), penggunaan eksplan pucuk dalam kegiatan kultur
jaringan pada dasarnya sudah tepat karena eksplan pucuk merupakan bagian
jaringan muda dan mudah tumbuh (meristem) sehingga apabila ditambahkan zat
pengatur tumbuh (ZPT) dengan konsentrasi yang tepat pada media tanam akan
dapat mendorong pertumbuhan tunas.
Data dari Tabel 5 menunjukkan jumlah eksplan yang masih bertahan hidup
berjumlah 25 eksplan tumih yang memiliki ciri-ciri daun dan batang yang masih
berwarna hijau, sedangkan 21 eksplan mengalami pencokelatan yang memiliki
25
hari setelah inisiasi sebesar 80%. Menurut Darmono (2003), mikroorganisme yang
terdapat dalam ruang antar sel membutuhkan waktu untuk keluar dari dalam ruang
antar sel. Setelah keluar, mikroorganisme akan menginfeksi semua bagian
eksplan. Kontaminasi oleh jamur dan bakteri juga dipengaruhi oleh masuknya
spora jamur dan bakteri ke dalam botol kultur pada saat inisiasi serta kondisi
eksplan yang kurang steril. Tingkat kontaminasi yang tinggi disebabkan oleh
jamur yaitu sebesar 57,14%. Sementara itu, kontaminasi oleh bakteri tidak terlalu
banyak yaitu 1,79%. Hal ini dikarenakan bibit yang diambil berasal dari
lingkungan yang tergenang dan kondisi pengambilan pada saat musim hujan. Hal
ini sesuai dengan pendapat Semangun (1989) menyatakan bahwa pengambilan
bahan tanaman yang dilakukan pada musim hujan memiliki tingkat kontaminasi
yang lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau.
Tingkat kontaminasi yang tinggi dalam penelitian ini sama dengan
penelitian pendahuluan ulin (Eusideroxylon swagery) yang dilakukan oleh
Witjaksono dan Hoesen (2003) dengan eksplan yang diambil dari lapang, yaitu
memiliki tingkat kontaminasi sebesar 60% sampai 70%. Pada penelitian
pendahuluan ini, perlu dilakukan karantina yang lebih intensif pada anakan tumih
yang dilakukan di rumah kaca. Hal ini diharapkan dapat menekan laju
pertumbuhan jamur yang dibawa pada saat inisiasi di dalam botol kultur. Hal ini
sesuai dengan pendapat Jayusman dan Setiawan (2006) melaporkan bahwa pada
inisiasi jenis tanaman gambut yaitu ramin (Gonystylus bancanus) menunjukkan
persentase kontaminasi sebesar 33% sampai 42%. Bahan tanaman yang berasal
dari cabutan anakan alam dan stek di Propinsi Riau dan Kalimantan Tengah
terlebih dahulu dilakukan tahap pra-kondisi yang intensif dalam rumah kaca.
Kontaminasi yang terjadi pada eksplan tumih seperti terlihat pada Gambar
3 dan Gambar 4, dapat dipastikan berasal dari jamur dan bakteri. Kontaminasi
oleh jamur ditunjukkan dengan munculnya benang-benang putih halus (miselium)
yang mengumpul pada bagian tanaman dan media tanam. Benang-benang putih
halus ini awalnya muncul pada eksplan, kemudian terus berkembang menutupi
seluruh bagian eksplan dan media hingga menyebabkan kematian eksplan.
Kontaminasi oleh bakteri ditandai dengan keluarnya cairan berwarna putih keruh
dari eksplan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suminar et al. (2007), eksplan yang
27
berasal dari lapangan memiliki tingkat kontaminasi yang relatif lebih tinggi, rata-
rata mencapai 85% yang disebabkan oleh jamur dan bakteri.
Eksplan yang mengalami pencokelatan dipengaruhi oleh adanya senyawa
fenol pada tumih yang dikeluarkan pada saat bagian pucuk tumih mengalami
pelukaan akibat pemotongan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sandra (2003)
pencokelatan terjadi karena eksplan mengeluarkan senyawa fenol yang kemudian
teroksidasi sehingga menghasilkan senyawa berwarna cokelat yang disebut
quinon. Bagian pucuk tumih mengalami pencokelatan yang relatif cepat setelah
dipotong dari tanaman induk dan saat pemotongan dalam cawan petri. Hal ini
sesuai dengan pendapat Santoso dan Nursandi (2003), pencokelatan pada kultur
jaringan terdiri dari pencokelatan secara mekanik yang terjadi karena proses
pelukaan. Pencokelatan karena pelukaan banyak terjadi pada kultur tanaman yang
banyak mengandung senyawa hidroksiphenol dan tanin.
Jenis tumih dari famili Anisophylleaceae mengandung senyawa fenolik
yaitu tanin (Wiart 2006). Hal ini memungkinkan terjadi proses pencokelatan pada
jenis ini baik secara enzimatis maupun secara mekanis saat pelukaan (pemotongan
eksplan dari tanaman induk dan pemotongan saat di cawan petri). Kondisi
pencokelatan pada eksplan tumih akan menyebabkan kematian eksplan. Hal ini
dikarenakan eksplan tidak dapat menyerap nutrisi yang tersedia pada media secara
maksimal sehingga secara perlahan-lahan eksplan akan mengalami kematian.
Sukmadjaja dan Mariska (2003) mengemukakan oksidasi senyawa fenolik dapat
menghambat dan bersifat toksik bagi pertumbuhan eksplan, serta mengakibatkan
kematian eksplan.
Data dari Tabel 8 menunjukkan perlakuan A2B3 yaitu penambahan BAP 1
ml/l dan TDZ 0,5 ml/l, persentase rata-rata pencokelatan pada eksplan tumih
paling tinggi (42,86%). Sedangkan pada perlakuan A0B0 (tanpa penambahan zat
pengatur tumbuh) tidak mengalami pencokelatan. Hal ini dipengaruhi oleh
konsentrasi zat pengatur tumbuh yang diberikan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Mayerni (2010), bahwa peran zat pengatur tumbuh eksogen menentukan
terjadinya pencokelatan eksplan, sehingga zat pengatur tumbuh yang diberikan
harus seimbang dan tepat untuk memperkecil persentase pencokelatan.
28
Kesimpulan
Bagian dari anakan yang diambil untuk dikulturkan dalam penelitian ini adalah
bagian pucuk. Ini disebabkan jaringan muda pada bagian pucuk yang mudah
tumbuh. Eksplan tumih yang masih bertahan hidup berjumlah 25 eksplan yang
memiliki ciri-ciri daun dan batang yang masih berwarna hijau. Sedangkan 21
eksplan mengalami pencokelatan yang memiliki ciri-ciri eksplan tumih berwarna
cokelat dan 66 eksplan mengalami kontaminasi akibat serangan jamur dan bakteri.
Persentase rata-rata peluang hidup pada eksplan tumih mencapai 22,32%,
kontaminasi oleh jamur sebesar 57,14% dan oleh bakteri sebesar 1,79% serta
persentase rata-rata pencokelatan pada eksplan yaitu sebesar 18,75%. Penelitian
pendahuluan yang telah dilakukan dikategorikan berhasil dengan masih
bertahannya daun dan batang yang berwarna hijau sebanyak 25 eksplan.
Sementara itu, untuk mengurangi kontaminan yang terdapat pada bibit yang
digunakan, dilakukan karantina yang lebih intensif dalam rumah kaca yaitu
dengan memberikan fungisida dan bakterisida. Hal ini dapat mengurangi tingkat
kontaminasi jamur dan bakteri yang terbawa oleh eksplan.
Saran
Perlu adanya upaya subkultur untuk meningkatkan persentase keberhasilan kultur
jaringan pada tumih. Dalam mengatasi pencokelatan, perlu diadakan penelitian
lanjutan dengan penambahan vitamin C pada media. Dalam memperkaya
penelitian kultur jaringan tumih, perlu dilakukan penelitian lanjutan yang
mengkaji pertumbuhan, multiplikasi, perakaran serta aklimatisasi hasil kultur
jaringan tumih.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Anda Bertanya, Pakar dan Praktisi Menjawab : Anggrek, Bunga
dengan Aneka Pesona Bentuk dan Warna. Jakarta : Agromedia Pustaka.
Conger BV. 1981. Cloning Agricultural Plants via In Vitro Technique. Florida :
CRC Press Inc.
Devilana, MR. 2005. Pengaruh Sitokinin (TDZ) dan Auksin (IAA dan NAA)
terhadap Multiplikasi Nenas (Ananas comosos (L.) Merr.) cv. Queen dalam
Perbanyakan Kultur Jaringan [skripsi]. Bogor : Departemen Budidaya
Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Hartman HT, Kester DE, Davis-Jr FT. 1990. Plant Propagation : Principles and
Practices. New Jersey : Prentice-Hall International, Inc.
Huetteman CA, Preece JE. 1993. Thiadizuron : A Potent Cytokinin for Woody
Plant Tissue Culture. Plant Cell, Tissue and Organ Culture 33 : 105-109.
Isnaeni N. 2008. Pengaruh TDZ terhadap Inisiasi dan Multiplikasi Kultur In Vitro
Pisang Raja Bulu (Musa paradisiacal. AAB. Group) [skripsi]. Bogor :
Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Istomo. 2002. Kandungan Fosfor dan Kalsium serta Penyebarannya pada Tanah
dan Tumbuhan Rawa Gambut, Studi Kasus di Wilayah Bagian Kesatuan
Pemangkuan Hutan Bagan, Kabupaten Rokan Hilir, Riau [Disertasi]. Bogor
: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Purba HI. 2009. Pengaruh Jenis Media dan Konsentrasi Picloram terhadap Induksi
Embrio Somatik Manggis (Garcinia mangostana L.) [skripsi]. Bogor :
Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Soepadmo E, Mohamed AL, Kiew R, Lee HS, Wong KM. 1995. Tree Flora of
Sabah and Sarawak. Volume ke-1. Malaysia : Forest Research Institute
Malaysia.
Widaningrum WE. 2000. Teknik Sterilisasi dalam Kultur Jaringan Eksplan Tunas
Aksilar Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurz) [skripsi]. Bogor :
Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor.
Witjaksono, Hoesen DSH. 2003. Pertumbuhan Eksplan Tunas Pucuk dan Buku
Tunas Asal Kecambah Ulin secara In Vitro. Laporan Teknik Proyek
Pengkajian dan Pemanfaatan Sumberdaya Hayati. Bogor : Pusat Penelitian
Biologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Jenis Minggu
No. Ulangan % kontaminasi
Media 1 2 3 4
1 A0B0 1 kontam
2 kontam
3
4 42.86
5 kontam
6
7
2 A0B1 1
2 kontam
3 kontam
4 kontam 57.14
5
6
7 kontam
3 A0B2 1
2 kontam
3 kontam
4 kontam 71.43
5
6 kontam
7 kontam
4 A0B3 1 kontam
2 kontam
3
4 kontam 42.86
5
6
7
5 A1B0 1
2 kontam
3 kontam
4 kontam 57.14
5 kontam
6
7
6 A1B1 1 kontam
2 kontam
3 kontam
4 kontam 71.43
5
6
7 kontam
7 A1B2 1
2 kontam
3 kontam
4 42.86
5
6
7 kontam
8 A1B3 1 kontam
2 kontam
3 kontam
4 kontam 71.43
5
6
7 kontam
37
9 A2B0 1
2
3 kontam
4 kontam 57.14
5
6 kontam
7 kontam
10 A2B1 1
2
3 kontam
4 kontam 57.14
5 kontam
6 kontam
7
11 A2B2 1 kontam
2 kontam
3 kontam
4 kontam 85.71
5 kontam
6
7 kontam
12 A2B3 1 kontam
2 kontam
3 kontam
4 57.14
5 kontam
6
7
13 A3B0 1 kontam
2 kontam
3 kontam
4 kontam 71.43
5
6 kontam
7
14 A3B1 1
2
3
4 14.29
5
6 kontam
7
15 A3B2 1 kontam
2
3
4 kontam 57.14
5 kontam
6
7 kontam
16 A3B3 1 kontam
2 kontam
3 kontam
4 kontam 85.71
5
6 kontam
7 kontam
Rata-rata 58.93
38
Jenis Minggu
No. Ulangan % browning
Media 1 2 3 4
1 A0B0 1
2
3
4 0.00
5
6
7
2 A0B1 1 browning
2
3
4 28.57
5 browning
6
7
3 A0B2 1 browning
2
3
4 28.57
5 browning
6
7
4 A0B3 1
2
3
4 14.29
5
6
7 browning
5 A1B0 1 browning
2
3
4 14.29
5
6
7
6 A1B1 1
2
3
4 14.29
5 browning
6
7
7 A1B2 1 browning
2
3
4 browning 28.57
5
6
7
8 A1B3 1
2
3
4 14.29
5 browning
6
7
39
9 A2B0 1 browning
2
3
4 14.29
5
6
7
10 A2B1 1 browning
2 browning
3
4 28.57
5
6
7
11 A2B2 1
2
3
4 0.00
5
6
7
12 A2B3 1
2
3
4 browning 42.86
5
6 browning
7 browning
13 A3B0 1
2
3
4 14.29
5 browning
6
7
14 A3B1 1 browning
2
3 browning
4 28.57
5
6
7
15 A3B2 1
2 browning
3
4 14.29
5
6
7
16 A3B3 1
2
3
4 14.29
5 browning
6
7
Rata-rata 18.75