Anda di halaman 1dari 190

EFEKTIVITAS BIOPESTISIDA BERBASIS EKSTRAK DAUN (Sandoricum

Koetjape (Burm.F.) Merr) SEBAGAI ALTERNATIF BIOKONTROL LALAT


BUAH (Drosophila Melanogaster)

OLEH:
RATU FAUZIAH WAHDAH
NISN 005 3535 012
ALDAIA HASAN
NISN 005 3535 012

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA BARAT


DINAS PENDIDIKAN, CABANG DINAS PENDIDIKAN WILAYAH III
SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 SUKATANI
KABUPATEN BEKASI
2022
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik atraktan dari ekstrak daun kecapi
(Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) berdasarkan perhitungan nilai kadar zat ekstraktif,
kadar air, kadar abu, hasil uji GC-MS, dan hasil uji serapan FTIR, serta pengaruh nilai pH
zat ekstraktif atraktan alami sebagai alternatif biokontrol lalat buah (Drosophila
melanogaster), hasil identifikasi skrining fitokimia senyawa zat ekstraktif daun kecapi
(Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) dalam potensinya sebagai atraktan agen biokontrol
alami terhadap serangan lalat buah (Drosophila melanogaster) dan hasil uji bioaktivitas
atraktan dari ekstrak daun kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) sebagai alternatif
biokontrol lalat buah (Drosophila melanogaster) berdasarkan pengamatan daya pikat
atraktan dan mortalitas lalat buah pada uji pendahuluan dan uji lanjutan
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen (Experimen Research)
dengan metode eksperimen murni (True Eksperimental Researc) dan penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang dilakukan di Laboratorium Pusat
Riset Biomassa dan Bioproduk BRIN & Pusat Riset Zoologi Terapan Cibinong, Bogor
selama ± 2 bulan dibawah bimbingan dari Dr. Didi Tarmadi & Kurnia Wiji Prasetiyo,
S.Hut., M.Si
Berdasarkan hasil yang dilakukan oleh peneliti. Maka, dapat disimpulkan bahwa
daun kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) LAYAK dan BERPOTENSI untuk
dijadikan alternatif biokontrol lalat buah (Drosophila melanogaster). Adapun larutan
atraktan ekstrak daun kecapi (Sandoricum keotjape (Burm.F.)Merr).) terbukti memiliki
bioaktivitas terhadap lalat buah jenis Drosophila Melanogaster berdasarkan perhitungan
mortalitas pada uji pendahuluan dengan menggunakan pelarut polar yaitu metanol
diperoleh sebesar 74,4%, pelarut non polar yaitu n-heksan sebesar 52% dan pelarut semi
polar yaitu etil asetat sebesar 37,2%, serta kontrol sebagai pembanding diperoleh sebesar
66%. Perhitungan mortalitas lalat buah pada uji lanjutan dengan menggunakan pelarut
yang efektif berdasarkan hasil uji pendahuluan yaitu pelarut polar (metanol) yang
kemudian dilanjutkan dengan memberikan 3 taraf konsentrasi untuk mengetahui pada
konsentrasi berapa larutan atraktan ekstrak daun kecapi efektif untuk dijadikan sebagai
atraktan, pada konsentrasi metanol 7,5% diperoleh tingkat mortalitas lalat buah sebesar
81,2%, metanol 10% sebesar 90,4% dan metanol 12,5% menunjukkan nilai mortalitas
sebesar 100%. Adapun hasil perhitungan daya pikat atraktan pada uji pendahuluan dengan
pelarut polar yaitu metanol diperoleh sebesar 57,2%, non polar yaitu n-heksan sebesar
16% dan semi polar yaitu etil asetat sebesar 10,4% serta kontrol sebagai pembanding
sebesar 50,4%. Perhitungan daya pikat atraktan pada uji lanjutan dengan menggunakan
pelarut yang efektif berdasarkan hasil uji pendahuluan yaitu pelarut polar (metanol) yang
kemudian dilanjutkan dengan memberikan 3 taraf konsentrasi untuk mengetahui pada
konsentrasi berapa larutan atraktan ekstrak daun kecapi efektif untuk dijadikan sebagai
atraktan, pada konsentrasi metanol 7,5% diperoleh tingkat daya pikat atraktan sebesar
58,4%, metanol 10% sebesar 60% dan metanol 12,5% menunjukkan nilai mortalitas
sebesar 64%.
KATA KUNCI : Atraktan, Daun Kecapi, Lalat Buah, Biokontrol
KATA PENGANTAR

Marilah kita mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkah dan rahmat-Nya kami dapat melewati segala kendala dalam penulisan
proposal karya ilmiah ini, sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal karya
ilmiah yang berjudul “Efektuvitas Biopestisida Berbasis Ekstrak Daun Kecapi

(Sandoricum Koetjape (Burm.F.) Merr) Sebagai Pengendali Serangan Lalat


Buah (Drosophila Melanogaster)” dengan baik dan tepat pada waktu yang telah
ditentukan.

Keberhasilan ini tidak semata-mata hanya dari diri sendiri dan


Tuhan, melainkan peneliti mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Lewat kata pengantar ini, peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Hj. Munah Widiawati, S.Pd., M.Pd Selaku Kepala SMA Negeri 1 Sukatani
2. Oktriani Lestari, S.Pd., M.Pd (SMA Negeri 1 Sukatani) selaku pembimbing
yang telah memberikan arahan dan masukan bagi kami dalam penulisan karya
ilmiah.
3. Dr. Didi Tarmadi & Kurnia Wiji Prasetiyo, S.Hut., M.Si selaku Supervisor
Laboratorium dan pembimbing di Lapangan saat pelaksanaan kegiatan
penelitian di Pusat Riset Biomassa dan Bioproduk BRIN & Pusat Riset Zoologi
Terapan Cibinong, Bogor
4. Orang tua tercinta yang selalu mendukung, mendoakan dan memberikan
bantuan baik moril maupun materil.
Peneliti menyadari bahwa manusia tidak ada yang sempurna, tidak luput
dari kesalahan maupun kelalaian. Maka dari itu apabila ada kesalahan maupun
kelalaian dalam karya tulis ini. Peneliti memohon kritik dan saran sehingga
peneliti dapat mengetahui dan memperbaiki hal itu.
Demikian kata pengantar dari peneliti, semoga proposal karya tulis ini
dapat membantu dan memotivasi para pembaca maupun peneliti dalam bidang
penelitian teknologi pangan demi Indonesia Gemilang.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lalat buah (Drosophila melanogaster) merupakan serangga bersayap
yang masuk ke dalam ordo Diptera. Di Indonesia terdapat ±66 spesies lalat
buah. Di antaranya, yang dikenal sangat ganas adalah Bactrocera sp. Yang
sasaran utamanya adalah tanaman holtikultura. Pada populasi yang tinggi,
intensitas serangannya mencapai 100% (Sutini, 2007). Lalat betina yang
menjadi hama bagi tanaman buah dengan cara menusukkan ujung perutnya
pada kulit buah matang atau setengah matang (Najiyati dan Danarti, 2000).
Maka, diperlukan pengendalian hama lalat buah ini secara terprogram.
Saat ini, banyak upaya yang dilakukan untuk melakukan
pengendalian terhadap hama lalat buah. Mulai dari pengendalian secara fisik,
pengendalian dengan bahan nabati, hingga menggunakan bahan alami bahkan
bahan kimia. Namun, saat ini pengendalian serangan hama lalat buah yang
dilakukan pada umumnya lebih banyak menggunakan berbahan kimia yang
terbilang lebih cepat dan memperlihatkan hasil. Tetapi, hasil yang diperoleh
dari penggunaan bahan kimia tersebut cenderung menimbulkan masalah yang
tentunya dapat membahayakan lingkungan maupun kesehatan.
Dalam hal ini Pemerintah membuat perlindungan tanaman yaitu
penerapan teknik Pengendalian Hama Terpadu sesuai dengan Inpres No.3
Tahun 1998 tentang pengembangan pestisida nabati yang merupakan produk
alam yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan residu. Maka, diperlukan
Bahan alternatif yang dapat diperoleh dari berbagai macam tumbuhan untuk
dijadikan biokontrol alami berupa atraktan atau zat pemikat. (Helmiyetti et al,.
2019; Sa’diyah et al,. 2013).
Wilayah Kabupaten Bekasi, tanaman kecapi sangat mudah untuk
tumbuh dan berkembang, baik secara budidaya di kebun ataupun di
pekarangan rumah. Tanaman kecapi ini disebut sebagai Flora identitas
Kabupaten Bekasi. Orang Bekasi menyebut buah kecapi ini sebagai buahnya
orang Betawi, dikarenakan jumlahnya yang terhitung banyak di wilayah
Kabupaten Bekasi. Di samping itu, alasan mengapa tanaman kecapi ini banyak
ditanam di wilayah Bekasi, karena buahnya yang terhitung banyak jika panen.
(Leny Heliawati, 2018).
Menurut Pindo Hardika et al, 2013; Djumidi, 1997 dalam Swantara
dan Ciawi, 2009 tanaman kecapi mengandung beberapa senyawa kimia,
seperti flavonoid, saponin, dan polifenol, tetapi belum diketahui senyawa
kimia mana yang menyebabkan tumbuhan kecapi memiliki bioaktifitas
antibakteri. Selain itu, dari penelitian terdahulu telah dilaporkan bahwa daun
kecapi sentul (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) mengandung senyawa
triterpenoid (Riswiyanti, 2002; Warsinah et al, 2011).
Dalam pembuatan atraktan sebagai alternatif biokontrol lalat buah,
peneliti akan memanfaatkan bagian daun pada tanaman kecapi. Biasanya daun
kecapi hanya dimanfaatkan untuk obat tradisional saja. Selanjutnya masih
banyak masyarakat di wilayah Kabupaten Bekasi yang belum mengetahui
pemanfaatan daun kecapi yang selama ini keberadaannya diabaikan oleh
masyarakat Indonesia. Pada uji pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti

di Pusat Riset Zoologi terapan BRIN (Badan Riset Inovasi Nasional) dan di
Pusat Riset Biomassa & Bioproduk BRIN (Badan Riset Inovasi Nasional),
Cibinong, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Teridentifikasi bahwa pada bagian
daun tanaman kecapi terbukti mengandung senyawa alkaloid, tritterpenoid,
tannin, saponin, flavanoid (Alfaddarojat, 2022). Sehingga, dalam kajian
penelitian ini, peneliti akan memanfaatkan secara penuh bagian daun pada
tanaman kecapi sebagai objek penelitian utama dalam pembuatan atraktan.
Dimana penelitian dengan pemanfaatan daun kecapi sebagai atraktan belum
ada yang melakukan penelitian serupa khususnya sebagai alternatif biokontrol
lalat buah jenis Drosophila melanogaster.
Menurut Pindo Hardika et al, 2013; Djumidi, 1997 dalam Swantara
dan Ciawi, 2009 tanaman kecapi mengandung beberapa senyawa kimia,
seperti flavonoid, saponin, dan polifenol, tetapi belum diketahui senyawa
kimia mana yang menyebabkan tumbuhan kecapi memiliki bioaktifitas
antibakteri. Selain itu, dari penelitian terdahulu telah dilaporkan bahwa daun
kecapi sentul (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) mengandung senyawa
triterpenoid (Riswiyanti, 2002; Warsinah et al, 2011).
Dalam pembuatan atraktan sebagai alternatif biokontrol lalat buah,
peneliti akan memanfaatkan bagian daun pada tanaman kecapi. Biasanya daun
kecapi hanya dimanfaatkan untuk obat tradisional saja. Masih banyak
masyarakat di wilayah Kabupaten Bekasi yang belum mengetahui
pemanfaatan daun kecapi yang selama ini keberadaannya diabaikan oleh
masyarakat Indonesia. Pada uji pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti
di Pusat Riset Zoologi terapan BRIN (Badan Riset Inovasi Nasional) dan di
Pusat Riset Biomassa & Bioproduk BRIN (Badan Riset Inovasi Nasional),
Cibinong, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Teridentifikasi bahwa pada bagian
daun tanaman kecapi terbukti mengandung senyawa alkaloid, tritterpenoid,
tannin, saponin, flavanoid . Sehingga, dalam kajian penelitian ini, peneliti akan
memanfaatkan secara penuh bagian daun pada tanaman kecapi sebagai objek
penelitian utama dalam pembuatan atraktan . Dimana penelitian dengan
pemanfaatan daun kecapi sebagai atraktan belum ada yang melakukan
penelitian serupa khususnya sebagai alternatif biokontrol lalat buah jenis
Drosophila melanogaster.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dikemukakan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik atraktan dari ekstrak daun kecapi (Sandoricum
koetjape (Burm.f.) Merr) berdasarkan perhitungan nilai kadar zat
ekstraktif, kadar air, kadar abu, hasil uji GC-MS, dan hasil uji serapan
FTIR, serta pengaruh nilai pH zat ekstraktif atraktan alami sebagai
alternatif biokontrol lalat buah (Drosophila melanogaster)?
2. Bagaimana hasil identifikasi skrining fitokimia senyawa zat ekstraktif
daun kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) dalam potensinya
sebagai atraktan agen biokontrol alami terhadap serangan lalat buah
(Drosophila melanogaster)?
3. Bagaimana hasil uji bioaktivitas atraktan dari ekstrak daun kecapi
(Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) sebagai alternatif biokontrol lalat
buah (Drosophila melanogaster) berdasarkan pengamatan daya pikat
atraktan dan mortalitas lalat buah pada uji pendahuluan dan uji lanjutan?

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dikemukakan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik atraktan dari ekstrak daun kecapi (Sandoricum
koetjape (Burm.f.) Merr) berdasarkan perhitungan nilai kadar zat
ekstraktif, kadar air, kadar abu, hasil uji GC-MS, dan hasil uji serapan
FTIR, serta pengaruh nilai pH zat ekstraktif atraktan alami sebagai
alternatif biokontrol lalat buah (Drosophila melanogaster)?
2. Bagaimana hasil identifikasi skrining fitokimia senyawa zat ekstraktif
daun kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) dalam potensinya
sebagai atraktan agen biokontrol alami terhadap serangan lalat buah
(Drosophila melanogaster)?
3. Bagaimana hasil uji bioaktivitas atraktan dari ekstrak daun kecapi
(Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) sebagai alternatif biokontrol lalat
buah (Drosophila melanogaster) berdasarkan pengamatan daya pikat
atraktan dan mortalitas lalat buah pada uji pendahuluan dan uji lanjutan?

D. Manfaat Penelitian
Dalam pembuatan bioaktivitas atraktan dari ekstrak daun kecapi,
peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun praktis:
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
atau masukan untuk dapat mengatasi permasalahan terkait upaya
pengendalian hama lalat buah (Drosophila melanogaster), menambah
pengetahuan pembaca dalam bidang ilmu pengetahuan hayati terhadap
pemanfaatan daun kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) sebagai
alternatif biokontrol lalat buah alami yang ramah lingkungan. Penelitian
ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca dalam bidang
kimia terhadap pemanfaatan kandungan senyawa kimia dalam daun
kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) sebagai landasan teori
terkait pembuatan alternatif biokontrol lalat buah alami ekstrak daun
kecapi serta.
E. Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang akan dicapai adalah untuk mengetahui:
1. Karakteristik atraktan dari ekstrak daun kecapi (Sandoricum koetjape
(Burm.f.) Merr) berdasarkan perhitungan nilai kadar zat ekstraktif, kadar
air, kadar abu, hasil uji GC-MS, dan hasil uji serapan FTIR, serta pengaruh
nilai pH zat ekstraktif atraktan alami sebagai alternatif biokontrol lalat
buah (Drosophila melanogaster)
2. Hasil identifikasi skrining fitokimia senyawa zat ekstraktif daun kecapi
(Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) dalam potensinya sebagai atraktan
agen biokontrol alami terhadap serangan lalat buah (Drosophila
melanogaster)
3. Hasil uji bioaktivitas atraktan dari ekstrak daun kecapi (Sandoricum
koetjape (Burm.f.) Merr) sebagai alternatif biokontrol lalat buah
(Drosophila melanogaster) berdasarkan pengamatan daya pikat atraktan
dan mortalitas lalat buah pada uji pendahuluan dan uji lanjutan

B. Manfaat Penelitian
Dalam pembuatan bioaktivitas atraktan dari ekstrak daun kecapi,
peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun praktis:
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
atau masukan untuk dapat mengatasi permasalahan terkait upaya
pengendalian hama lalat buah (Drosophila melanogaster), menambah
pengetahuan pembaca dalam bidang ilmu pengetahuan hayati terhadap
pemanfaatan daun kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) sebagai
alternatif biokontrol lalat buah alami yang ramah lingkungan. Penelitian
ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca dalam bidang
kimia terhadap pemanfaatan kandungan senyawa kimia dalam daun
kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) sebagai landasan teori
terkait pembuatan alternatif biokontrol lalat buah alami ekstrak daun
kecapi serta

dapat bermanfaat dalam bidang holtikultura untuk mengatasi masalah


kerusakan buah akibat serangan hama lalat buah.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
1) Peneliti diharapkan dapat menjadikan penelitian ini sebagai
referensi atau masukan bagi perkembangan ilmu kimia dalam hal
alternatif biokontrol lalat buah sehingga dapat dikembangkan.
2) Peneliti dapat menambah kajian ilmu farmasi khususnya dalam hal
seputar biokontrol untuk dapat dijadikan sebagai solusi bahan baku
pembuatan aktraktan alami yang lebih aman bagi lingkungan.
3) Peneliti dapat menambah kajian ilmu biologi seputar pemanfaatan
sumber daya alam yang masih melimpah di Kabupaten Bekasi.
b. Bagi Masyarakat
Masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan potensi tumbuhan
disekitarnya, terutama daun pada tanaman kecapi sebagai alternatif
biokontrol lalat buah yang aman, praktis, dan efisien. Serta dapat
meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dengan
memanfaatkan sumber daya alam yaitu daun kecapi sebagai alternatif
biokontrol lalat buah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tumbuhan Kecapi
1. Gambaran Umum Tanaman Kecapi
Pohon kecapi (Sandoricum Koetjape (Burm.f.) Merr.) memiliki
tinggi batangnya mencapai 30 m, serta memiliki cabang dan ranting
yang banyak. Batang melengkung berkayu, bergetah, percabangan
mulai dari bagian pangkalnya. Daun majemuk, lonjong, berseling,
panjang 12-20 cm, tepi rata, ujung meruncing, pertualangan menyirip,
permukaan halus, mengkilat, tangkai bulat, panjang 5-7 cm, hijau.
Bunga majemuk berbentuk malai, berambut di ketiak daun, megantung,
panjang 12-26 cm, tangkai pendek putik 4-5, putih, mahkota panjang 6-
8 cm, kuning kehijauan. Buahnya bulat, berambut dengan diameter 5-6
cm dan berwarna kuning.Biji berbentuk bulat dan coklat.
Pohon ini di tanam terutama karena diharapkan buahnya, pohon
kecapi berbuah masak dalam bulan oktober sampai november yang
berasa manis atau agak asam. Kulit buahnya yang berdaging tebal kerap
di makan dalam keadaan segar atau di masak lebih dulu, dijadikan
manisan atau Marmalade. Kayu kecapi bermutu baik sebagai bahan
kontruksi rumah, bahan perkakas atau kerajinan, mudah di kerjakan dan
mudah dipoles dan daunnya juga banyak dimanfaakan
masyrakat di daerah pedesaan yaitu untuk obat diare dan kudis.
Berbagai bagian pohon kecapi memiliki khasiat berbagai
macam obat.Pada air rebusan daun dan kulit batangnya digunakan
untuk mengobati panas tinggi (demam) dan obat keputihan. Serbuk
kulit batangnya untuk pengobatan penyakit kulit, dan Akarnya dapat
digunakan untuk obat Kembung, perut diare dan untuk obat batuk.
Daun, batang dan akar tumbuhan kecapi mengandung saponin,
flavonoida, dan polifenol ( Hutapea, 1994).
2. Klasifikasi Tanaman Kecapi
Klasifikasi tanaman kecapi sebagai berikut (Heliawati,
2018) Kerajaan :Plantae
Divisi :Spermatophyta/Tracheophyta
Kelas :Dicotyledonae
Bangsa :Sapindales
Suku :Meliaceae
Marga :Sandoricum
Jenis :S. Koetjape Merr

Gambar 2.1 Buah Kecapi (Suryani, 2011)

3. Morfologi Tanaman Kecapi


Kecapi dapat dijumpai pada hutan primer dan sekunder pada
ketinggian 1200 mdpl atau lebih. Beberapa laporan menyebutkan
bahwa kecapi ditemukan juga di hutan dataran rendah (Aprilianti &
utami, 2009). Buah kecapi berbentuk bulat berukuran 5-6 cm, kuning
atau kemerahan jika masak, dan berbulu halus seperti beludru. Daging
buah bagian luar tebal dan keras, menyatu dengan kulit, agak asam,
daging

buah bagian dalam lunak berair, melekat pada biji, putih, dan berasa
asam sampai manis. Jumlah biji 2-5 butir, besar, bulat telur agak pipih,
coklat kemerahan berkilat; keping biji berwarna merah (Bayani, 2016).
Pohon kecapi merupakan pohon yang rimbun dan besar dapat
mencapai tinggi tinggi 15-30 m, memiliki cabang, dan daun muda yang
halus, lurus dan berbulu. Batang dapat mencapai diameter 90 cm,
bergetah seperti susu. Pohon yang diperbanyak secara aseksual
cenderung lebih kecil dengan pertumbuhan yang lebih lebat dan
berbuah lebih lama dalam 3-5 tahun setelah penanaman. Daun bagian
atas berwarna hijau mengkilap dan bagian bawah berwarna hijau muda
dan berubah menjadi merah ketika akan jatuh (Emma ruth, 2016).
Daun majemuk berselang-seling, bertangkai, sampai dengan 18
cm, menyirip, beranak daun tiga, bentuk jorong sampai bulat telur,
dengan ukuran 6-26 x 3-16 cm, membulat atau agak runcing dipangkal,
meruncig di ujung, jauh lebih panjang dari tangkai anak daun
sampingnya. Bunga terletak dalam malai di ketiak daun, berambut,
menggantung, sampai dengan 25 cm. Bunga bertangkai pendek,
berkelamin dua, kelopak bertaju, mahkota 5 helai, kuning hijau, lanset
sungsang, berukuran 6-8 cm, dan berbau harum (Rasadah et al., 2004).
4. Kandungan Tanaman Kecapi
Tanaman kecapi (Sandoricum koetjape) biasa digunakan oleh
praktisi medis tradisional untuk mengobati keputihan dan kolik dengan
rebusan yang dibuat dari kulit buah, biji, daun, dan kulit batang.
Berbagai ekstrak S. koetjape dan banyak senyawa kimia yang telah di
isolasi seperti Limonoid jenis Andirobin telah diisolasi dari biji S.
koetjape yaitu sandoricin dan 6 hydroxysandoricin menunjukkan
aktivitas farmakologis yang potensial.. Limonoid ini menunjukkan
aktivitas anti-feedant yang kuat, dan asam bryonolic terpenoid, asam
bryonolic meso-inositol dan dimetil lendir polialkohol telah diisolasi
dari kulit buah S. koetjape. Daunnya telah menghasilkan trijugin
limonoid yaitu Sandrapins A, B, C, D dan E, dan sandoripin A dan B.
Sejumlah triterpenoid telah diisolasi dari kulit batang seperti, asam
katonat, asam indikatif, caryophyllene

oxide, spathulenol, asam bryononic, asam secoisobryononic (Nassar et


al., 2010).
Kecapi atau S. koetjape termasuk suku meliaceae mengandung
senyawa flavonoid, saponin dan polifenol. Yang dapat digunakan
sebagai antibakteri. Daun S. koetjape mengandung senyawa triterpenoid
dan asam koetjapat dan digunakan sebagai obat tradisional untuk
keputihan dan antipiretik (Warsinah et al, 2011).
5. Manfaat Tanaman Kecapi
Tanaman kecapi dapat dijadikan sebagai tanaman peneduh di
jalur hijau karena tahan terhadap angin serta tidak menimbulkan
sampah daun yang mengganggu. Bagian dari tanaman kecapi memiliki
manfaat yang berbeda-beda mulai dari akar hingga buahnya. Akarnya
digunakan untuk anti-:diare dan tonik setelah melahirkan, Buah kecapi
biasa dikonsumsi segar, dijadikan selai manisan, sirup dan sebagai
minuman beralkohol yang difermentasikan bersama dengan beras. Di
Malaysia, buah mudanya dijadikan sebagai bahan baku pembuatan
permen. Selain itu,. Kayu batangnya dapat dijadikan bahan konstruksi
rumah, dek kapal, furnitur, berbagai perlengkapan rumah, alat-alat
pertanian, dan sebagai bahan pembuatan kertas dan triplek. Daunnya
dapat digunakan untuk mengurangi gejala sakit perut dan demam. Kulit
batang yang dihaluskan dapat mengobati penyakit cacing gelang.
Daging buah kecapi mengandung antioksidan seperti β-karoten
dan substansi bioaktif flavonoid dalam jumlah besar, yaitu 6,5
millimhos/100 g buah segar. Kandungan tersebut memiliki nilai nutrisi
yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti jantung
koroner dan sebagai antioksidatif serta anti-karsinogenik. Kandungan
vitamin C pada daging buah kecapi cukup tinggi, yaitu 14 mg/l00 ml
jus buah kecapi (Aprilianti & utami, 2009).
B. Lalat Buah (Drosophila melanogaster)
1. Klasifikasi Lalat Buah
Berikut adalah klasifikasi lalat buah (Drosophila melanogaster) menurut
(Borror, 1992):
Kingdom : Animalia
Phyllum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Drosophilidae
Genus : Drosophila
Spesies : Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster termasuk dalam hewan ordo diptera
dan termasukfamili Drosophilidae. Drosophila melanogaster memiliki
sensitivitas yang tinggiterhadap zat beracun, sehingga Drosophila
melanogaster dapat dijadikanbioindikator untuk menguji efek biologis
zat tertentu serta untuk mendeteksi kadarpolutan yang ada dalam
lingkungan (Suarny, 2017).
2. Morfologi Lalat Buah

Gambar 2.2 Morfologi Drosophila melanogaster


(sumber: Suarny, 2017)

Drosophila juga diklasifikasikan kedalam sub ordo


Cyclophorpha (pengelompokan lalat yang pupanya terdapat kulit instar
3, mempunyai jaw hooks) dan termasuk ke dalam seri Acaliptrata yaitu
imagonya menetas dengan cara keluar dari bagian anterior pupa.
Drosophila melanogaster memiliki warna tubuh yaitu kuning
kecoklatan serta dibagian belakang tubuhnya memiliki motif cincin
berwarna hitam. Memiliki ukuran yang kecil yaitu ± 3-5 mm
(Suharsono & Nuryadin, 2019). Memiliki urat tepi sayap (costal vein)
yang dibagi menjadi dua bagian yang terinteruptus dekat dengan
tubuhnya. Sungutnya (arista) berbentuk bulu dan memiliki 7-12
percabangan.
Crossvein posteriornya lurus dan tidak melengkung. Memiliki
mata majemuk berbentuk bulat agak elips dan berwarna merah
(Hotimah et al., 2019). Di bagian atas kepala terdapat mata oceli yang
ukurannya lebih kecil daripada mata majemuk, bagian kepala berbentuk
elips dan bagian thorax memiliki bulu dasar berwarna putih, sedangkan
abdomennya memiliki segmen berjumlah 5 dan memiliki garis
berwarna hitam. Memiliki sayap yang panjang dan berwarna
transparan, posisinya berada di thorax. Drosophila melanogaster betina
memiliki ciri khusus yaitu bagian abdomennya lebih lancip dan
memiliki garis hitam hingga bagian ujungnya, sedangkan abdomen
Drosophila melanogaster jantan memiliki ujung yang tumpul (Anonim,
2020). Perbedaan ciri tersebut dikarenakan Drosophila melanogaster
betina memiliki ovipositor di ujung abdomennya, yang menyebabkan
bentuk abdomen betina berbentuk lancip.
3. Fisiologi Lalat Buah
Drosophila melanogaster memiliki sifat dimorfisme yang
artinya tubuh lalat jantan lebih kecil dibandingkan lalat betina (Aini,
2008). Tanda-tanda makroskopis yang dapat dilihat dari tubuh lalat
buah yaitu adanya warna gelap yang terletak pada ujung abdomen, pada
kaki depan lalat buah dilengkapi dengan sisir kelamin yang terdiri dari
gigi hitam mengkilap (Aini, 2008). Drosophila melanogaster termasuk
dalam golongan serangga, pada umumnya ringan dan memiliki
eksoskeleton atau integumen yang kuat yang didalamnya terdapat
jaringan otot dan organ lainnya. Integumen serangga memiliki berbagai
saraf penerima rangsang cahaya, tekanan, bunyi, temperatur, angin dan
bau di seluruh permukaan tubuhnya (Oktary, Ridhwan, & Armi, 2015).
Serangga seperti halnya lalat buah memiliki tiga bagian tubuh
yaitu caput (kepala), toraks (dada), dan abdomen (perut). Fungsi dari
kepala sebagai tempat terjadinya mekanisme sentral (bagian otak). Otak
akan mengenali dan membedakan jenis bau yang dikenali apakah bau
tersebut menarik atau tidak, kemudian lalat akan membuat keputusan
perilaku yang sesuai dengan daya tariknya (Vosshall & Stocker, 2007).
Lalat buah dapat membedakan jenis bau dan rasa dengan menggunakan
kemampuan kemosensorik yang mereka miliki. Sistem kemosensorik
memungkinkan hewan khususnya lalat buah untuk mengorientasi diri
mereka dalam lingkungan (Goes & Clarson, 2006).
Sistem Kemosensorik yang dimiliki oleh Drosophila
melanogaster hanya terdiri dari sebagian kecil jumlah sel yang dimiliki
oleh vertebrata (Hildebrand & Shepherd, 1997 dalam jurnal Vosshall &
Stocker, 2007). Lalat dapat merasakan suatu bau / aroma dengan
menggunakan organ penciuman yang terletak di kepalanya dengan
bentuk yang berbeda dari hewan lainnya (Vosshall & Stocker, 2007).
Drosophila melanogaster memiliki neuron reseptor penciuman yang
berada di segmen ketiga antena dan di bagian palp rahang atas,
keduanya tertutup oleh rambut-rambut halus (sensilla) yang berfungsi
melindungi reseptor tersebut dari kondisi lingkungan tertentu (Benton et
al., 2006). Secara morfologis, bentuk indera penciuman yang dimiliki
oleh lalat buah sangat berbeda dengan yang dimiliki oleh mamalia, akan
tetapi morfologi dari neuron yang mendasari indera penciuman tersebut
sangat mirip dengan yang dimiliki oleh vertebrata pada umumnya
(Vosshall & Stocker, 2007).
Drosophila dewasa terbang menempuh jarak yang cukup jauh
untuk mendapatkan nutrisi dan mencari pasangan serta melakukan
siklus bertelur. Jarak terbang Lalat tergantung pada ketersediaan
makanan, rata- rata terbang lalat yaitu 6 – 9 km atau sekitar 72 mil dari
tempat perkembangbiakan sebelumnya, lalat mampu terbang sejauh 4
mil / jam (Iqbal et al., 2014). Menurut Susanto et al., (2017) rata –
rata aktivitas
harian lalat terjadi pada pagi hingga sore hari yaitu pada pukul 06.00
sampai 18.00.
4. Siklus Hidup Lalat Buah
Drosophila melanogaster termasuk dalam kategori hewan yang
mengalami metamorfosis sempurna yaitu telur – larva (instar I) – larva
(instar II) – larva (instar III) – pre pupa – pupa – imago (Suharsono &
Nuryadin, 2019). Drosophila melanogaster memiliki siklus hidup yang
sangat singkat yaitu sekitar 10 – 12 hari. Kondisi lingkungan sangat
berpengaruh pada siklus hidup lalat buah, jika lingkungan sekitarnya
tidak mendukung maka siklus hidup lalat buah menjadi semakin pendek
(Wonderly, 2002).

Gambar 2.3 Siklus Hidup Drosophila melanogaster


(Sumber: Suarny, 2017)

Berikut tahapan siklus hidup Drosophila melanogaster menurut


(Agustina,Mahdi, & Herdanawati, 2013):
a. Telur
Drosophila melanogaster meletakkan telur pada permukaan buah
dengan bantuan ovipositor. Bentuk dari telur lalat buah yaitu bulat,
berukuran kecil., dan memiliki ukuran ± 0,05 mm (Anonim, 2020).
Telur yang baru dikeluarkan berwarna putih dan memiliki dua
tangkai mirip tanduk pada ujung anteriornya.
b. Larva
Telur yang sudah menetas akan berubah menjadi larva yang
berwarna putuh serta memiliki segmen pada bagian tubuhnya. Fase
larva dibagi
menjadi 3 yaitu instar I, instar II, dan instar III. Instar I yaitu larva
yang usianya <1 hari, memiliki ukuran tubuh ± 0,5 mm dan
pergerakannya hanya sedikit. Larva instar II yaitu usia
larvanya ± 3 hari, ditandai dengan ciri pergerakan larva yang
semakin aktif dan ukuran tubuhnya bertambah menjadi ± 2,5 mm.
Sedangkan larva instar III yaitu larva yang usianya ± 4 hari, ditandai
dengan ukuran yang semakin besar menjadi ± 3mm, segmen-
segmen yang ada pada bagian tubuh lalat buah semakin tampak
jelas dan bagian mulut larva tampak menghitam berbeda dari hari-
hari sebelumnya (Wahyuni, 2013).
c. Prepupa
Pada tahap pre pupa ukuran dari larva tersebut bertambah pendek
dan pergerakannya menjadi sangat lambat. Ukuran tubuh
Drosophila melanogaster mulai berubah memendek dan berwarna
putih. Larva membentuk cangkang pupa, kutikula mengeras dan
berpigmen, belum memiliki caput dan sayap (Wahyuni, 2013).
d. Pupa
Fase pupa ditandai dengan adanya perubahan warna dari tubuh lalat
buah menjadi kecoklatan dan segmen tubuhnya terlihat lebih jelas,
larva tidak aktif bergerak (diam). Dalam fase pupa terjadi proses
pembentukan organ (organogenesis). Pada fase pupa sudah terlihat
ciri morfologi dari lalat buah yaitu bagian mata, sayap, dan
abdomen namun belum terlalu jelas penampakannya (Anonim,
2020).
e. Imago
Lalat Buah akan mengeluarkan dirinya dari pupa pada fase imago.
Penampakannya menyerupai lalat buah dewasa hanya saja
ukurannya lebih kecil dan sayapnya masih belum terbentang. Secara
morfologi bagian-bagian di tubuhnya sudah terbentuk dengan
sempurna, seperti caput, thorax, dan abdomen, hanya saja warna
tubuh lalat buah masih pucat. Lalat buah tidak bisa langsung
terbang setelah keluar dari
pupa, dibutuhkan waktu ± 15 menit untuk menyeimbangkan dirinya
(Wahyuni, 2013).
f. Dewasa
Drosophila Jantan memiliki ukuran lebih kecil daripada Drosophila
betina (Kardinan & Syakir, 2010). Pada abdomen bagian dorsal lalat
betina memiliki tanda yang berwarna gelap atau hitam, sedangkan
pada lalat jantan tidak ada (Herskowitz & Irwin, 1977). Pada lalat
jentan terdapat sex comb (sisir kelamin) yang terletak pada kaki
depan, sedangkan lalat betina tidak memiliki sex comb (sisir
kelamin), hal tersebut dapat memudahkan proses identifikasi
(Wahyuni, 2013). Menurut Santoso, (2011) proses perkembangan
larva lalat buah (Drosophila melanogaster) dimulai dari telur
sampai dengan imago terjadi selama ± 10 hari, faktor lain yang
mempengaruhi lama proses perkembangan sangatlah bervariasi
tergantung kondisi lingkungan tersebut, pencahayaan, kepadatan,
dan ketersediaan makanan. Ketersediaan makanan sebagai nutrisi
sangat mempengaruhi jumlah telur yang dihasilkan lalat buah. Jika
nutrisi yang dibutuhkan tidak mencukupi, lalat buah akan
mengalami penurunan jumlah telur akibat kekurangan zat makanan
5. Lalat Buah Sebagai Hama
Drosophila melanogaster (lalat buah) menjadi salah satu
penyebab kerusakan pada tanaman buah-buahan (Santoso, 2011).
Saat buah – buahan mulai matang, buah akan menimbulkan aroma
semerbak yang mengundang Drosophila melanogaster untuk
mendekat dan bertelur. Drosophila melanogaster menyukai buah-
buahan yang telah matang, dia juga mengembangkan ovipositor
khusus yang dapat merobek kulit buah yang sudah matang untuk
meletakkan telurnya (Kinjo. dkk, 2013 & Atallah. dkk, 2014).
Setelah Drosophila melanogaster meletakkan telurnya di bawah
permukaan kulit buah, telur tersebut akan berubah menjadi larva
dalam waktu beberapa hari (tergantung dengan kondisi lingkungan
sekitar). Larva Drosophila melanogaster akan memakan daging
buah, dan buah tersebut akan
menjadi busuk dan tercemar dikarenakan adanya aktivitas dari larva dan
kontaminasi bakteri “Blood Disease Bacterium” (BDB) yang dibawa
oleh induk Drosophila melanogaster saat meletakkan telurnya.

C. Zat Ekstraktif
Dinding sel kayu tersusun oleh tiga unsur utama yaitu selulosa,
hemiselulosa dan lignin, yang semuanya merupakan polimer. Selain ketiga
komponen utama tersebut terdapat pula sejumlah unsur atau bahan yang
disebut ekstraktif.
Hillis (1987) mendefinisikan zat ekstraktif sebagai senyawa
senyawa yang dapat diekstrak dari kayu atau kulit dengan pelarut polar dan
non polar. Zat ekstraktif ini bukan merupakan bagian struktural dinding sel
kayu, tetapi sebagai zat pengisi rongga sel. Zat ekstraktif terdiri dari
bermacam macam bahan yang tidak termasuk bagian dari dinding sel.
Komponen ini memiliki nilai yang penting karena menyebabkan kayu tahan
terhadap serangan jamur dan serangga, memberi bau, rasa dan warna pada
kayu. Cara yang dapat digunakan untuk memisahkan zat ekstraktif ini
antara lain dengan uap (dihasilkan asam asam lemak, asam asam damar,
lemak, sterol dan bahan bahan tak tersabunkan), dengan alkohol panas
(dihasilkan tannin, zat zat warna, fenol dan bahan bahan larut air) dan
dengan air (dihasilkan alkohol, siklik, polisakarida, dengan berat molekul
rendah, garam garam).
Sjostrom (1993) menyatakan bahwa kandungan dan komposisi zat
ekstraktif sangat bervariasi antara jenis kayu bahkan dalam batang yang
sama pada satu jenis kayu pun dapat berbeda. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Eaton dan Hale (1993) bahwa substansi yang bersifat
racun beragam diantara jenis dan marga dan beragam dalam sifat kimianya
sehingga berbagai pelarut akan mengekstrak berbagai bahan toksik yang
berbeda pada berbagai jenis.
Kandungan ekstraktif dalam kulit lebih tinggi daripada bagian
kayu. Ia tidak hanya tergantung pada jenis tetapi juga pada pelarut yang
digunakan.
Keanekaragaman senyawa yang diekstraksi biasanya membutuhkan
serangakaian ekstraksi, yang hasilnya memberikan ciri awal komposisinya.

D. Ekstraksi
Metode ekstraksi paling sederhana dan menjadi pilihan adalah
maserasi (perendaman). Yakni merendam material di dalam pelarut.
Maserasi (merendam dalam pelarut) adalah metode ekstraksi pilihan pada
tahap pendahuluan ataupun ekstraksi perbanyakan. Selain karena simple
juga tidak banyak gangguan fisis. Adapun metode dasar yang lain seperti
perkolasi, Shoxleat, gas superkritikal, counter current chromatography,
microwave dll digunakan menyari bahan yang targetnya sudah jelas.
Tahapan ekstraksi melewati dua mekanisme dasar yakni:
1. Disolusi : proses terendamnya senyawa target oleh solven.
2. Difusi : proses terbawanya senyawa-senyawa oleh solven keluar sel
atau matriks alami.
Agar solven bisa menjangkau tempat senyawa di dalam sel atau
ruang antar sel maka penyerbukan harus dilakukan. Serbuk yang terlalu
halus menyebabkan larutan keruh atau terbentuk dispersi yang mengganggu
kedua proses itu. Pembatas proses difusi adalah gradien difusi yang
mendekati ~1. Artinya kadar senyawa di dalam pelarut dan di dalam
material alami sama. Biasanya setelah 1 malam diganti pelarut baru. Pada
pekerjaan skrining seringkali hanya dibutuhkan 1-10 gram serbuk bahan
untuk diekstraksi. Barulah jika setelah bioassay diketahui sampel yang
paling poten maka yang diperbanyak. Bioassay secara in vitro modern
hanya membutuhkan bobot ekstrak sekitar 1 mg. Untuk mempercepat
ekstraksi seringkali dikombinasi dengan sonikasi 1 jam, menaikkan suhu
30-400C. Tidak perlu dalam jumlah besar.
Ekstraksi merupakan proses penarikan pemisahan komponen atau
zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Proses
ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan komponen komponen bioaktif suatu
bahan (Harborne, 1987). Ada beberapa metode umum ekstraksi yang sering
dilakukan, yaitu ekstraksi dengan pelarut (maserasi), destilasi, supercritical
fluid extraction (SEF), pengepresan mekanik dan sublimasi (Gritter et al.,
1991), serta secara enzimatik (Taherzadeh and Karimi, 2007; Hammed et
al., 2013). Pemilihan pelarut yang sesuai merupakan faktor penting dalam
proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan adalah pelarut yang dapat menyari
sebagian besar metabolit sekunder yang diinginkan dalam simplisia
(Depkes RI, 2008). Metanol merupakan pelarut yang bersifat universal
sehingga dapat melarutkan analit yang bersifat polar dan non polar.
Metanol dapat menarik alkaloid, steroid, saponin, flavonoid dari tanaman
(Thompson, 1985). Oleh karena itu salah satu pelarut yang digunakan
dalam proses ekstraksi dalam penelitian ini adalah metanol.
Ekstraksi dengan pelarut didasarkan sifat kepolaran zat dalam
pelarut saat ekstraksi. Senyawa polar hanya akan larut pada pelarut polar,
seperti etanol, metanol, butanol dan air. Senyawa non-polar juga hanya
akan larut pada pelarut non-polar, seperti eter, kloroform, dan n-heksana
(Gritter et al., 1991). Jenis dan mutu pelarut yang digunakan menentukan
keberhasilan proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan harus dapat
melarutkan zat yang dinginkannya, mempunyai titik didih yang rendah,
murah, tidak toksik dan mudah terbakar (Harborne,1987).
Pelarut yang bersifat polar mampu mengekstrak senyawa alkaloid
kuartener, komponen fenolik, karotenoid, tanin, gula, asam amino dan
glikosida. Pelarut semi polar mampu mengekstrak senyawa fenol,
terpenoid, alkaloid, aglikon dan glikosida. Pelarut non polar dapat
mengekstrak senyawa kimia seperti lilin, lipid, dan minyak yang mudah
menguap (Harborne, 1987).

E. Skrining Fitokimia
1. Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa yang tersebar luas
hampir pada semua jenis tumbuhan. Semua alkaloid mengandung
paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan
membentuk cincin heterosiklik (Harborne, 1994). Alkaloid dapat
ditemukan pada biji, daun, ranting dan kulit kayu dari tumbuh
tumbuhan. Kadar alkaloid
dari tumbuhan dapat mencapai angka 10-15%. Alkaloid kebanyakan
bersifat racun, tetapi adapula yang sangat berguna dalam pengobatan.
Alkaloid merupakan senyawa tanpa warna, seringkali bersifat optik
aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa
cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar (Sabirin, et al., 1994).
Garam alkaloid dan alkaloid bebas biasanya berupa senyawa
padat, berbentuk kristal tidak bewarna (berberina dan serpentina
bewarna kuning). Alkaloid sering kali optik aktif, dan biasanya hanya
satu dari isomer optik yang dijumpai meskipun dalam beberapa kasus
dikenal campuran rasemat, dan pada kasus lain satu tumbuhan
mengandung satu isomer sementara tumbuhan lain mengandung
enantiomernya (Padmawinata, 1995).
Ada juga alkaloid yang berbentuk cair, seperti konina, nikotina,
dan higrina. Sebagian besar alkaloid mempunyai rasa yang pahit.
Alkaloid juga mempunyai sifat farmakologi. Sebagai contoh, morfina
sebagai pereda rasa sakit, reserfina sebagai obat penenang, atrofina
berfungsi sebagai antispamodia, kokain sebagai anestetiklokal, dan
strisina sebagai stimulan saraf (Ikan, 1969).
Alkaloid telah dikenal selama bertahun tahun dan telah menarik
perhatian terutama karena pengaruh fisiologinya terhadap mamalia dan
pemakaiannya di bidang farmasi, tetapi fungsinya dalam tumbuhan
hampir sama sekali kabur. Bebrapa pendapat mengenai kemungkinan
perannya dalam tumbuhan sebagai berikut (Padmawinata, 1995):
1) Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan
asam urat dalam hewan (salah satu pendapat yang dikemukakan
pertama kali, sekarang tidak dianut lagi).
2) Beberapa alkaloid mungkin bertindak sebagai tandon penyimpanan
nitrogen meskipun banyak alkaloid ditimbun dan tidak mengalami
metabolisme lebih lanjut meskipun sangat kekurangan nitrogen.
Suatu cara mengklasifikasi alkaloid adalah didasarkan pada
jenis cincin heterosiklik nitrogen yang terikat. Menurut klasifikasi ini
alkaloid
dibedakan menjadi ; pirolidin (1), piperidin (2), isoquinolin (3), quinolin
(4) dan indol (5). Alkaloid pada umumnya berbentuk kristal yang tidak
bewarna, ada juga yang berbentuk cair seperti koniina (6), nikotin (7).
Alkaloid yang bewarna sangat jarang ditemukan misalnya berberina (8)
bewarna kuning, kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa ini mudah
terdekomposisi terutama oleh panas, sinar, dan oksigen membentuk N-
oksida. Jaringan yang masih mengandung lemak, maka dilakukan
ekstraksi pendahuluan petroleum eter.
Sampel dikatakan mengandung alkaloid jika reaksi positif yang
membentuk endapan sekurang kurangnya dua reaksi dari golongan
reaksi pengendapan yang dilakukan. Sebagian besar alkaloid tidak larut
atau sedikit larut dalam air, tetapi bereaksi dengan asam membentuk
garam yang larut dalam air. Alkaloid bebas biasanya larut dalam eter
atau kloroform maupun pelarut non polar lainnya kebanyakan
berbentuk, meskipun ada beberapa yang amorf dan hanya sedikit yang
berupa cairan pada suhu kamar. Garam alkaloid berbentuk kristal.
Alkaloid biasanya tidak bewarna dan memiliki rasa pahit (Setiawan,
2013).
2. Tanin
Tanin merupakan senyawa umum yang terdapat pada tumbuhan
berpembuluh, memiliki gugus fenol, memiliki rasa sepat dan mampu
menyamak kulit karena kemampuannya menyambung silang protein.
Jika bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tidak
larut dalam air. Dinding sel kayu disusun oleh tiga unsur utama yaitu
selulosa, hemiselulosa dan lignin yang kesemuanya merupakan polimer
alami. Selain tersusun dari tiga unsur utama terdapat pula sejumlah
kecil bahan atau unsur yang disebut ekstraktif, yang bisa diperoleh
dengan cara ekstraksi.
Tsoumis (1976) menjelaskan bahwa zat ekstraktif terdiri dari
bemacam macam zat yang berbeda dalam struktur komposisi kimianya
seperti gum, lemak, damar, gula, pati, minyak, alkaloid dan tanin.
Istilah
zat ekstraktif ini didasarkan tas dapat/tidaknya diesktraksikan dari
dalam kayu dengan menggunakan pelarut netral atau pelarut organik.
Tanin adalah senyawa organik yang terdiri dari campuran
senyawaan polifenol kompleks, dibangun dari elemen C, H dan O serta
sering membentuk molekul besar dengan berat molekul lebih besar dari
2000. Tanin yang terdapat pada kuli kayu dan kayu dapat berfungsi
sebagai penghambat kerusakan aktif serangan serangga dan jamur,
karena memiliki sifat antiseptik (Hathway, 1962). Uji tanin dilakukan
dengan cara melarutkan ekstrak sampel ke dalam metanol sampai
sampel terendam semuanya kemudian ditambahkan 2-3 tetes larutan
FeCl3 1%. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna hitam
kebiruan atau hijau (Sangi et al., 2008). Menurut Sjostrom (1981) tanin
adalah suatu senyawa polifenol dan dari struktur kimianya dapat
digolongkan menjadi dua macam, yaitu tanin terhidrolisis (hidrolizable
tannin) dan tanin terkondensasi (condensed tannin).
Ekstrak dari tanin tidak dapat murni 100%, karena selain terdiri
dari tanin ada juga zat non tanin seperti glukosa dan hidrokoloid yang
memiliki berat molekul tinggi (Pizzi, 1983). Tanin dapat dijumpai pada
hampir semua jenis tumbuhan hijau di seluruh dunia baik tumbuhan
tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan kadar dan kualitas yang
berbeda beda.
3. Tritterpenoid
Triterpenoid merupakan senyawa yang kerangka karbonnya
berasal dari enam satuan isoprena. Triterpenoid memiliki berbagai
macam aktivitas fisiologis, senyawa ini merupakan komponen aktif
dalam tumbuhan obat yang telah digunakan untuk mengobati penyakit
termasuk diabetes, kerusakan hati, dan malaria. Beberapa senyawa juga
diketahui mempunyai nilai ekologi bagi tumbuhan yang
mengandungnya karena senyawa ini dapat bekerja sebagai insektisida
atau antifungus (Harborne, 1987).
4. Saponin
Saponin merupakan senyawa yang secara struktural mempunyai steroid
dan triterpenoid aglikon (sapogenin) yang berikatan dengan satu satau
lebih oligosakarida dengan ikatan glikosida. Aktivitas biologi saponin
adalah untuk berinteraksi dengan komponen seluler dan membran.
Contohnya adalah saponin dapat mengemolisis sel darah merah dengan
interaksi non spesifik dengan protein membran, fosfolipid, dan
kolestrol di eritrosit. Saponin dalam bentuk larutan yang encer menjadi
sangat beracun pada ikan. Oleh karena itu saponin telah digunakan
sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun. Selain itu, saponin
dapat berfungsi sebagai antimikroba (Harborne, 1987).
5. Flavanoid
Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang
terbesar. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga
pastilah ditemukan pada setiap ekstrak tumbuhan (Harborne, 1987).
Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid (yaitu flavonoid tanpa gula terikat)
terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semuanya mengandung 15
atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6-
C3-C6 yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga
atom yang dapat atau tak dapat membentuk cincin ketiga, atau
kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena
tersubstitusi) yang disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon.
Flavonoid banyak terdapat pada jaringan epidermis daun dan kulit buah
dengan kegunaan bervariasi dan bersifat penting. Flavonoid pada
tumbuhan berguna sebagai pelindung sinar UV, pigmentasi, stimulasi
pembentukan nitrogen di nodul dan ketahanan terhadap penyakit (Bhat
et al., 2009). Modifikasi flavonoid lebih lanjut mungkin terjadi pada
berbagai tahap dan menghasilkan: penambahan (atau pengurangan)
hidroksilasi; metilasi gugus hidroksil atau inti flavonoid; metilenasi
gugus orto- dihidroksil;dimerisasi (pembentukan biflavonoid);
pembentukan bisulfat; dan yang terpenting, glikosilasi gugus hidroksil
(pembentukan
flavonoid O-glikosida) atau inti flavonoid (pembentukan flavonoid C-
glikosida) (Markham, 1998).
Enzim choliesterase yang tidak aktif menyebabkan terjadinya
hambatan proses degradasi asetikolin sehingga terjadi akumulasi
asetikolin di celah sinap. Selanjutnya terjadi peningkatan transmisi
rangsang yang menyebabkan otot pernapasan mengalami kontraksi
secara terus menerus sehingga terjadi kejang otot pernapasan dan
menyebabkan kerusakan spirakel, akibatnya serangga tidak bisa
bernapas dan akhirnya mati (Lumowa, 2013).

F. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Pemanfaatan daun kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) yang
mengandung zat ekstraktif memiliki bioaktivitas atraktan yang diekstraksi
menggunakan metode maserasi layak dijadikan sebagai atraktan alami
dilihat dari hasil uji bioaktivitasnya berupa daya pikat atraktan dan tingkat
mortalitas lalat. dalam upaya pengendalian terhadap serangan hama lalat
buah(Drosophila melanogaster).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Experimental research
(penelitian eksperimen). Menurut Sugiyono (2013:72) Experimental research
digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain
dalam kondisi yang terkendali. Adapun desain yang peneliti gunakan dalam
penelitian ini adalah metode True experimental design (eksperimen murni)
dikarenakan dalam desain ini peneliti dapat mengontrol semua variabel luar
yang mempengaruhi jalannya eksperimen sehingga validitas internal (kualitas
pelaksanaan rancangan penelitian) dapat menjadi tinggi (Sugiyono, 2015:112).
Jenis rancangan desain yang peneliti gunakan dalam penelitian ini yaitu
dengan menggunakan rancangan pretest dan posttest control group design.
Dengan menggunakan rancangan desain ini terdapat dua kelompok yang
dipilih secara random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan
awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
(Sugiyono, 2015:113).
Objek dalam penelitian ini adalah sekelompok lalat buah yang
merupakan serangga dominan penyebab kerusakan pada buah mangga. Dalam
penelitian ini terdapat dua kelompok subjek, kelompok satu sebagai kelompok
eksperimen diberikan perlakuan berupa pemberian larutan ektrak daun kecapi
(Sandoricum Koetjape (Burm.F.)Merr).) dengan konsentrasi tertentu dan
kelompok kedua tanpa perlakuan sebagai kontrol untuk membandingkan
keadaan variabel dependen pada kelompok eksperimen setelah diberikan
perlakuan dengan kelompok kontrol tanpa perlakuan.
Adapun parameter penelitian yang ingin peneliti amati dalam penelitian
ini meliputi parameter kimia dan parameter fisik. Parameter kimia dalam
penelitian ini adalah hasil uji kadar zat ekstraktif, kadar air, kadar abu, kadar
pH, uji GC-MS pada larutan ekstrak daun kecapi, dan uji karakteristik serapan
FTIR, serta hasil uji bioaktivitas atraktan ekstrak daun kecapi meliputi daya
pikat atraktan dan perhitungan mortalitas pada lalat buah berdasarkan waktu
pengamatan,. Selain itu, peneliti juga melakukan analisa Sedangkan parameter
fisik dalam penelitian ini meliputi uji identifikasi senyawa fitokimia melalui
uji skrining fitokimia.

B. Waktu dan Tempat Penelitian


Adapun lama pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan ±3 bulan
terhitung sejak pertengahan Juli 2022 hingga September 2022. Persiapan
bahan utama yaitu pengeringan dan pembuatan bubuk daun kecapi
(Sandoricum Koetjape (Burm.F.) Merr).) dilakukan di Laboratorium kimia
SMAN 1 Sukatani yang beralamat di KP. Gandu, Desa Sukamulya,
Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat.
Selanjutnya, untuk pembuatan larutan sebagai uji bioaktivitas atraktan
dari zat ekstraktif daun kecapi terhadap lalat buah, pengujian karakteristik
larutan atraktan ekstrak daun kecapi yang meliputi uji kadar zat ekstraktif,
kadar air, kadar abu, kadar pH, uji GC-MS pada larutan ekstrak daun kecapi,
dan uji karakteristik serapan FTIR, uji senyawa fitokimia serta hasil uji
bioaktivitas atraktan ekstrak daun kecapi meliputi daya pikat atraktan dan
perhitungan mortalitas pada lalat buah berdasarkan waktu pengamatan di Pusat
Riset Zoologi terapan BRIN (Badan Riset Inovasi Nasional) dan di Pusat Riset
Biomassa & Bioproduk BRIN (Badan Riset Inovasi Nasional), Cibinong,
Bogor, Provinsi Jawa Barat.

C. Alat dan Bahan


Bahan utama dalam penelitian ini adalah daun kecapi. Sementara itu,
adapun alat-alat dan bahan pendukung yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1) Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu:
a. Rotary evaporator : 1 buah
b. Aspirator pump : 1 buah
c. Neraca digital analitik : 1 buah
d. Neraca digital : 1 buah
e. Pinset : 3 buah
f. Oven : 1 buah
g. Beker glass 50 ml : 3 buah
h. Pipet tetes 3 ml : 4 buah
i. Labu erlenmeyer 1.000 ml : 4 buah
j. Labu alas bulat 1.000 ml : 2 buah
k. Cawan petri : 5 buah
l. Labu erlenmeyer 5.000 ml : 2 buah
m. Labu erlenmeyer 2.000 ml : 2 buah
n. Labu erlenmeyer 500 ml : 2 buah
o. Kertas whatman 40 : 1 kotak
p. Masker : 25 buah
q. Gloves : 50 buah
r. Corong gelas : 2 buah
s. Corong butcher : 2 buah
t. Mangkuk elastis : 2 buah
u. Beker glass 1.000 ml : 2 buah
v. Gunting : 1 buah
w. Lakban : 2 buah
x. Double tip : 1 buah
y. Tissu : 4 kotak
z. Penggaris : 1 buah
aa. Label nomor 101 : 1 buah
bb. Label nomor 107 : 1 buah
cc. Label nomor 111 : 1 buah
dd. Label nomor 99 : 1 buah
ee. Selang : 1 buah
ff. Karet : 50 buah
gg. Klip plastik uk. 30 x 20 cm : 20 buah
hh. Alumunium foil : 2 roll
ii. Desikator : 2 buah
jj. Toples : 1 buah
kk. Nampan plastik : 1 buah
ll. Pipet 10 ml : 3 buah
mm. Lap/serbet : 1 buah
nn. Wadah box plastik : 3 buah
oo. Sendok : 3 buah
pp. Rak tabung reaksi : 2 buah
qq. Tabung reaksi : 25 buah
rr. Baskom : 2 buah
ss. Talenan : 1 buah
tt. Koran : 6 lembar
uu. Pisau : 2 buah
vv. Loyang oven : 3 loyang
ww. Rubber bulb : 1 buah
xx. Spatula : 1 buah
yy. Pengaduk : 2 buah
zz. Cawan porseline : 1 buah
aaa. Micropipet : 4 buah
bbb. Ayakan 40 mesh : 1 buah
ccc. Hot plate : 1 buah
ddd. Botol kaca ekstrak : 7 buah
eee. pH meter : 1 buah
fff. Chopper : 1 buah
ggg. Botol plastik 1500 ml : 30 buah
hhh. Kapas gulung : 2 buah
iii. Kawat 30 cm : 30 buah
jjj. Botol vial : 30 buah
kkk. Kelambu 10 cm : 30 buah
lll. Plastisin : 2 bungkus
2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
a. Daun Kecapi basah : 21 kg
b. Daun Kecapi bubuk : 6 kg
c. Sari buah mangga : 100 ml
d. Surfaktan : 25 ml
e. Etanol : 100 ml
f. N-Heksan : 2.500 ml
g. Etil Asetat : 2.000 ml
h. Metanol : 2.000 ml
i. Lalat buah : 1000 Ekor
j. Kloroform : 10 ml
k. H2SO4(p) : 10 ml
l. Pereaksi wagner : 10 ml
m. HCl(p) : 10 ml
n. Feri klorida 10% : 8 ml
o. Aquades : 15 ml
p. Kloroform amoniak : 12 ml
q. Nacl : 5 gram

D. Variabel Penelitian
Variabel merupakan suatu kualitas (qualities) dimana peneliti
mempelajari dan menarik kesimpulan darinya. Menurut Sugiyono (2015:60)
variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang
hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Adapun variabel yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1.) Variabel Bebas (Independen)
Menurut Sugiyono (2015:61) variabel bebas merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
variabel dependen (terikat). Adapun variabel bebas (independen) dalam
penelitian ini adalah konsentrasi larutan ekstrak daun kecapi pada uji
pendahuluan dengan pelarut polar (metanol), non polar (n-heksan) dan
semi
polar (etil asetat) dengan konsentrasi 5% dan waktu pengamatan dibagi
menjadi dua tahap, tahap pertama menggunakan waktu bertingkat dengan
selisih 12 jam, mulai dari 12 jam, 24 jam, 36 jam, hingga 48 jam.
Selanjutnya, pada tahap kedua waktu pengamatan dilakukan setiap hari
selama 7 hari. Pengamatan tahap pertama yang masih dalam frekuensi jam
dilakukan untuk mengetahui seberapa cepat daya pikat atraktan terhadap
lalat buah. Disamping itu pengamatan tahap kedua dilakukan dalam
frekuensi hari untuk mengetahui rata-rata mortalitas pada lalat buah
menggunakan atraktan ekstrak daun kecapi. Kemudian berbagai
konsentrasi larutan ekstrak daun kecapi dengan pelarut terbaik pada uji
lanjutan yang terdiri dari 7,5%, 10% dan 12,5% dan lama waktu
pengamatan sama seperti uji pendahuluan.
2.) Variabel Terikat (Dependen)
Menurut Sugiyono (2015:61) variabel terikat merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.
Adapun variabel terikat pada penelitian ini meliputi uji kadar zat
ekstraktif, kadar air, kadar abu, kadar pH, uji GC-MS pada larutan ekstrak
daun kecapi, uji karakteristik serapan FTIR, dan uji senyawa fitokimia.
Serta uji Bioaktivitas atraktan yang meliputi daya pikat atraktan dan
perhitungan mortalitas pada lalat buah.
3.) Variabel Kontrol
Menurut Sugiyono (2015:64) variabel kontrol adalah variabel yang
dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variabel independen
terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti.
Variabel kontrol sering digunakan oleh peneliti, bila akan melakukan
penelitian yang bersifat membandingkan. Adapun variabel kontrol dalam
penelitian ini adalah konsentrasi 0% pada pengujian mortalitas pada lalat
buah.
E. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan dalam penelitian ini menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL), dengan 3 kali pengulangan untuk setiap tingkat
konsentrasi ekstrak. menurut Gaspersz (1991), menjelaskan bahwa RAL
merupakan rancangan yang paling sederhana diantara rancangan-rancangan
percobaan yang baku. RAL dipandang lebih berguna dalam percobaan
laboratorium, dalam beberapa percobaan rumah kaca, atau dalam percobaan
pada beberapa jenis bahan percobaan tertentu yang mempunyai sifat relatif
homogen.
Dalam penelitian ini menggunakan 2 tahap pengujian yaitu pengujian
awal sebagai uji pendahuluan untuk mengetahui larutan atraktan dari zat
ekstraktif daun kecapi yang paling efektif dalam pengujian daya pikat atraktan
dan perhitungan mortalitas lalat buah. Kemudian dilanjutkan ke pengujian
lanjutan yaitu dengan meningkatkan taraf konsentrasi dari larutan ekstrak daun
kecapi menggunakan pelarut terefektif berdasarkan hasil uji pendahuluan.
Berdasarkan uji pendahuluan data analisis tingkat mortalitas dilakukan dengan
menggunakan 3 perlakuan yaitu menggunakan pelarut polar (metanol), non
polar (N-Heksan) dan semi polar (Etil Asetat) dengan 3 kali pengulangan.
Tabel 5.1 Perlakuan dalam Rancangan Percobaan Terhadap Mortalitas Pada
Uji Pendahuluan
Konsentrasi Waktu Pengamatan
Perlakuan Pengulangan Mortalitas (%)
Larutan
Uji Pendahuluan per jam per hari
Ekstrak
P1 3 kali 5% 7 hari
P2 3 kali 5% 12 24 36 48 7 hari
P3 3 kali 5% 7 hari
Keterangan:
P1 : Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi dengan Menggunakan Pelarut
Non Polar, yaitu N-Heksan
P2 : Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi dengan Menggunakan Pelarut
Semi Polar, yaitu Etil Asetat
P3 : Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi dengan Menggunakan Pelarut
Polar, yaitu Metanol
Tabel 5.2 Perlakuan dalam Rancangan Percobaan Terhadap Mortalitas dan
Uji Bioaktivitas Aktraktan Zat Ekstraktif Daun Kecapi
Pada Uji Lanjutan
Kode
Pelakuan Konsentrasi Waktu Pengamatan
Perlakuan Mortalitas
Uji Pengulangan Larutan
(Tingkat
Lanjutan Konsentrasi) Ekstrak per jam per hari (%)
3 kali K1 7,5% 7 hari
P0 3 kali K2 10% 12 24 36 48 7 hari
3 kali K3 12,5% 7 hari

Keterangan:
P0 : Hasil Larutan Ekstrak Terbaik dari Hasil Pengamatan Uji Pendahuluan
K1 : Tingkat Konsentrasi Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi (7,5%)
K2 : Tingkat Konsentrasi Larutan Atraktan Buah Ekstrak Daun Kecapi (10%)
K3 : Tingkat Konsentrasi Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi, (12,5%)

Berdasarkan Tabel 5.1 peneliti menggunakan tiga perlakuan berbeda


dalam pengujian terhadap mortalitas lalat buah pada uji pendahuluan yaitu
dengan menggunakan pelarut non polar (n-heksan), semi polar (etil asetat) dan
polar (metanol) dengan tiga kali pengulangan dan menggunakan konsentrasi
sebanyak 5%. Adapun kontrol sebagai pembanding dilakukan pengulangan
sebanyak 6 kali. Lama waktu pengujian pada uji pendahuluan selama 7 hari
dengan tiga kali pengulangan, dan waktu pengamatan dibagi menjadi dua
tahap, tahap pertama menggunakan waktu bertingkat dengan selisih 12 jam,
mulai dari 12 jam, 24 jam, 36 jam, hingga 48 jam. Selanjutnya, pada tahap
kedua waktu pengamatan dilakukan setiap hari selama 7 hari. Pengamatan
tahap pertama yang masih dalam frekuensi jam dilakukan untuk mengetahui
seberapa cepat daya pikat atraktan terhadap lalat buah. Disamping itu
pengamatan tahap kedua dilakukan dalam frekuensi hari untuk mengetahui
rata-rata mortalitas pada lalat buah menggunakan atraktan ekstrak daun kecapi.
Sementara itu berdasarkan tabel 5.2 pada uji lanjutan, peneliti
menggunakan tiga perlakuan berupa tingkat konsentrasi dalam pengujian
terhadap mortalitas lalat buah pada uji lanjutan, yaitu dengan menggunakan
pelarut terbaik dengan konsentrasi bertingkat, yaitu konsentrasi 7,5%, 10%,
dan 12,5%. Lama waktu pengujian pada uji lanjutan selama 7 hari dengan tiga
kali
pengulangan, dan waktu pengamatan dibagi menjadi dua tahap, tahap pertama
menggunakan waktu bertingkat dengan selisih 12 jam, mulai dari 12 jam, 24
jam, 36 jam, hingga 48 jam. Selanjutnya, pada tahap kedua waktu pengamatan
dilakukan setiap hari selama 7 hari. Pengamatan tahap pertama yang masih
dalam frekuensi jam dilakukan untuk mengetahui seberapa cepat daya pikat
atraktan terhadap lalat buah. Disamping itu pengamatan tahap kedua dilakukan
dalam frekuensi hari untuk mengetahui rata-rata mortalitas pada lalat buah
menggunakan atraktan ekstrak daun kecapi.

Gambar 5.1 Skema Rancangan Percobaan Larutan Atraktan Dari Ekstrak


Daun Kecapi (Sandoricum Koetjape (Burm.F.)Merr).)
1. Pembuatan Bubuk daun kecapi (Sandoricum Koetjape (Burm.F.)Merr).)

Gambar 5.2 Skema Pembuatan Bubuk Daun Kecapi

2. Pembuatan Larutan Pengujian Ekstrak Daun Kecapi


Dalam proses pembuatan larutan pengujian ekstrak daun kecapi, peneliti
melakukan kegiatan ekstraksi menggunakan metode maserasi berdasarkan
tingkat kepolaran pelarut yang dimulai dari pelarut non polar yaitu n-
heksan, kemudian pelarut semi polar yaitu etil asetat dan terakhir pelarut
polar yaitu metanol. Adapun rancangan percobaan disetiap tahap pengujian
yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut:
a. Pembuatan Larutan Ekstrak dengan Pelarut N-Heksan

Gambar 5.3 Skema Pembuatan Larutan Ekstrak Daun Kecapi


dengan Pelarut N-Heksan
b. Pembuatan Larutan Ekstrak dengan Pelarut Etil asetat

Gambar 5.4 Skema Pembuatan Larutan Ekstrak Daun Kecapi


dengan Pelarut Etil Asetat

c. Pembuatan Larutan Ekstrak dengan Pelarut Metanol


Gambar 5.5 Skema Pembuatan Larutan Ekstrak Daun Kecapi
dengan Pelarut Metanol

3. Pembuatan Konsentrasi Larutan Ekstrak


Pembuatan konsentrasi larutan ekstrak menggunakan pelarut n-heksan, etil
asetat, dan metanol. Konsentrasi larutan ekstrak dibuat berdasarkan
perbandingan berat padatan zat ekstraktif yang diperoleh (g) dengan
volume larutan (ml). Untuk volume larutan itu sendiri, peneliti melarutkan
masing- masing ekstrak menggunakan pelarut air. Pada uji pendahuluan
konsentrasi yang digunakan yaitu 0% sebagai kontrol dan 5%. Perlakuan
pada kertas kontrol tidak diteteskan larutan ekstrak dan hanya sebagai
pembanding terhadap kertas uji yang menggunakan larutan pada perlakuan
a. Uji Pendahuluan
1) Pembuatan Konsentrasi Larutan Ekstrak Daun Kecapi
Menggunakan Pelarut N-Heksan
Gambar 5.6 Skema Pembuatan Larutan Ekstrak Daun Kecapi
Menggunakan Pelarut N-Heksan

2) Pembuatan Konsentrasi Larutan Ekstrak Daun Kecapi


Menggunakan Pelarut Etil Asetat
Gambar 5.7 Skema Pembuatan Larutan Ekstrak Daun Kecapi
Menggunakan Pelarut Etil Asetat

3) Pembuatan Konsentrasi Larutan Ekstrak Daun Kecapi Pelarut


Metanol

Gambar 5.8 Skema Pembuatan Larutan Ekstrak Daun Kecapi


Menggunakan Pelarut Metanol
b. Uji Lanjutan
1) Penentuan Konsentrasi Larutan Ekstrak 7,5%

Gambar 5.9 Skema Pembuatan Larutan Ekstrak Daun Kecapi


Menggunakan Pelarut Terbaik dengan
Tingkat Konsentrasi 7,5%

2) Penentuan Konsentrasi Larutan Ekstrak 10%


Gambar 5.10 Skema Pembuatan Larutan Ekstrak Daun Kecapi
Menggunakan Pelarut Terbaik dengan
Tingkat Konsentrasi 10%

3) Penentuan Konsentrasi Larutan Ekstrak 12,5%

Gambar 5.11 Skema Pembuatan Larutan Ekstrak Daun Kecapi


Menggunakan Pelarut Terbaik dengan
Tingkat Konsentrasi 12,5%

4. Pembuatan Wadah Botol Uji Atraktan


Pembuatan wadah botol uji atraktan ini merupakan pengembangan dan
modifikasi dari penelitian Aria Gaudensia Ladja et al, pada tahun 2018.
Bahan perangkap berupa botol bekas minuman air mineral 1.500 ml, dibuat
dengan cara memotong mulut botol tersebut kemudian menutup area
tersebut dengan kain kelambu ukuran 10 cm dan diikat menggunakan karet,
tujuannya agar lalat buah tetap mendapat sirkulasi udara. Kemudian pada
bagian badan botol diberi lubang kecil untuk tempat menanam botol kaca
vial 30 ml sebagai tempat berisinya atraktan dan sari buah, kemudian diberi
plastisin pada pinggir botol agar tidak ada celah untuk lalat buah keluar dari
botol perangkap. Selanjutnya pada beri gulungan kapas pada area dibawah
botol vial, agar menampung atraktan yang menetes. Kemudian pada ujung-
ujung botol diberi kawat sebagai tempat untuk menggantungkan pada area
pengujian.
Gambar 5.12 Skema Pembuatan Wadah Pengujian Atraktan
Pada Lalat Buah (Drosophila Melanogaster)

5. Pengujian Larutan Ekstrak Terhadap Lalat Buah


Tahap pengujian larutan atraktan ekstrak daun kecapi terhadap lalat buah
dilakukan melalui dua tahap, yaitu melalui uji pendahuluan dan uji lanjutan.
Uji pendahuluan bertujuan untuk mengetahui larutan ekstrak dengan pelarut
yang paling efektif dalam pengujian. Adapun uji lanjutan dilakukan untuk
mengetahui konsentrasi optimum ekstrak efektif dalam pengujian.
a. Uji pendahuluan
Pengujian ekstrak terhadap lalat buah dilakukan selama 7 hari. Botol
perangkap yang sudah siap digantung, kemudian isi botol vial 30 ml
dengan atraktan dicampur sari buah mangga dan bagian mulut disumpal
dengan kapas sebagai penghambat atraktan untuk menetes. Setelah itu,
masukkan lalat buah sebanyak 25 ekor ke dalam botol. Atraktan yang
digunakan terbagi menjadi tiga perlakuan berbeda, yaitu menggunakan
pelarut polar metanol, nonpolar n-heksan dan semipolar etil asetat
dengan 3 kali pengulangan dan menggunakan konsentrasi sebanyak 5%.
Adapun kontrol sebagai pembanding dilakukan pengulangan sebanyak 6
kali. Lama waktu pengujian tingkat mortalitas pada uji pendahuluan
selama 7 hari dengan tiga kali pengulangan, dan waktu pengamatan
dibagi menjadi dua tahap, tahap pertama menggunakan waktu bertingkat
dengan selisih 12 jam, mulai dari 12 jam, 24 jam, 36 jam, hingga 48 jam.
Dan tahap kedua waktu pengamatan dilakukan setiap hari selama 7 hari.
Pengamatan tahap pertama yang masih dalam frekuensi jam dilakukan
untuk mengetahui seberapa cepat daya pikat atraktan terhadap lalat
buah. Disamping itu pengamatan tahap kedua dilakukan dalam frekuensi
hari untuk mengetahui rata-rata mortalitas pada lalat buah menggunakan
atraktan ekstrak daun kecapi.
Gambar 5.13 Pengujian Larutan Ekstrak Daun Kecapi
terhadap Lalat Buah (Drosophila Melanogaster)
Pada Uji Pendahuluan

b. Uji Lanjutan
Pengujian ekstrak terhadap lalat buah pada uji lanjutan menggunakan
ekstrak dengan pelarut terbaik berdasarkan hasil uji pendahuluan. Dan
peneliti menggunakan tiga konsentrasi bertingkat, yaitu konsentrasi
7,5%, 10%, dan 12,5% dengan tiga kali pengulangan dan waktu
pengamatan dibagi menjadi dua tahap, tahap pertama menggunakan
waktu bertingkat dengan selisih 12 jam, mulai dari 12 jam, 24 jam, 36
jam, hingga 48 jam. Dan tahap kedua waktu pengamatan dilakukan
setiap hari selama 7 hari. Pengamatan tahap pertama yang masih dalam
frekuensi jam dilakukan untuk mengetahui seberapa cepat daya pikat
atraktan terhadap lalat buah. Disamping itu pengamatan tahap kedua
dilakukan dalam frekuensi hari untuk mengetahui rata-rata mortalitas
pada lalat buah menggunakan atraktan ekstrak daun kecapi.
Gambar 5.14 Pengujian Larutan Ekstrak Daun
Kecapi Terhadap Lalat Buah (Drosophila
Melanogaster)
Pada Uji Lanjutan
F. Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini, teknik analisis data terdiri dari analisis metode
kuantitatif, kualitatif, dan statistik. Adapun gambaran teknik analisis data yang
digunakan oleh peneliti adalah:
1. Metode Kuantitatif
Analisis pada metode kuantitatif terdiri dari kadar zat ekstraktif, kadar air,
kadar abu, kadar pH, uji GC-MS pada larutan ekstrak daun kecapi, dan uji
karakteristik serapan FTIR, serta uji bioaktivitas zat ektraktif yang meliputi
perhitungan daya pikat dan pengujian mortalitas.
a. Penentuan Besar Kandungan Kadar Zat Ekstraktif
Larutan ekstrak daun kecapi yang dilarutkan dengan pelarut n-heksan, etil
asetat, dan metanol yang telah diuapkan menggunakan rotary vacuum
evaporator diletakkan di petri dish yang telah diketahui beratnya.
Kemudian, dikeringkan dengan cara kering udara dan dioven dengan suhu
40℃ selama 24 jam lalu ditimbang untuk mengetahui berat ekstrak yang
diperoleh. Adapun untuk mengetahui kadar zat ekstraktif yang terkandung
dalam daun kecapi dihitung menggunakan rumus persamaan sebagai
berikut:
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓 (𝑔)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑍𝑎𝑡𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓(%) = × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑢𝑏𝑢𝑘 𝐷𝑎𝑢𝑛 𝐾𝑒𝑐𝑎𝑝𝑖 (𝑔)
b. Kadar Air
Analisis kadar air perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak air
yang terkandung di dalam bahan dan ketahanannya dalam penyimpanan.
Air bebas dalam bahan dapat mempercepat tumbuhnya mikroba sehingga
mempercepat kerusakan bahan (Winarno, 2002). Adapun analisis kadar
air pada daun dan serbuk daun kecapi dilakukan menggunakan metode
Gravimetri untuk melakukan pengukuran terhadap kadar air. Cara
perhitungan untuk mengetahui dari kadar air serbuk ekstrak daun kecapi
sebagai berikut:

𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑤𝑎𝑙 − 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟


𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 = × 100%
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑤𝑎𝑙
Gambar 5.15 Pengukuran Kadar Air Pada Serbuk Daun Kecapi
(Sandoricum Koetjape (Burm.F.)Merr).)

Pengukuran kadar air yang dilakukan dalam penelitian ini berupa


pada daun kecapi dan serbuk daun kecapi. Pengukuran kadar air
digunakan untuk mengetahui jumlah bahan kering pada daun dan serbuk
daun kecapi yang akan dijadikan sampel pembuatan larutan atraktan
ekstrak daun kecapi.
c. Kadar Abu
Adapun kadar abu dihitung menggunakan persamaan berikut :
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑤𝑎𝑙 − 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 = × 100%
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑤𝑎𝑙
Gambar 5.16 Pengukuran Kadar Abu
Pada Serbuk Daun Kecapi

Pengukuran kadar abu yang dilakukan dalam penelitian ini berupa


pada serbuk daun kecapi. Adapun pengukuran kadar abu digunakan untuk
mengetahui baik tidaknya serbuk daun kecapi yang akan dijadikan sebagai
larutan atraktan.
d. Kadar pH

Gambar 5.17 Analisis Kadar pH


Pada Larutan Ekstrak Daun Kecapi
e. Uji GC-MS Larutan Ekstrak Daun Kecapi
Uji Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS) merupakan teknik
kromatografi gas yang digunakan bersama dengan spektrometri massa,
dilakukan untuk mengetahui komponen senyawa kimia yang ada pada
ekstrak daun kecapi menggunakan pelarut non polar (n-heksan), semi
polar (etil asetat) dan polar (metanol), dengan cara sampel yang berupa
cairan di injeksikan ke dalam injektor kemudian diuapkan titik sampel
yang berbentuk uap dibawa oleh gas membawa menuju kolom untuk
proses pemisahan. Setelah terpisah, masing-masing komponen akan
melalui ruang pengion dan dibombardir oleh elektron sehingga terjadi
ionisasi fragmen

ragmen ion yang dihasilkan akan ditangkap oleh director dan dihasilkan
spektrum massa. (Mega Rizky Novitasari et al, 2016; Ellen Hotmian et al,
2021; Ahda Badru Tamam, 2020)
f. Uji Karakteristik Serapan FTIR
Uji FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy) pada serbuk daun
kecapi dilakukan untuk mengetahui komponen kimia berupa gugus fungsi.
Metil eugenol hasil sintesis yang digunakan dalam penelitian ini
mempunyai kemurnian sebesar 98% hal ini didapatkan setelah metil
eugenol diidentifikasi dengan menggunakan kromatografi gas. Analisis
dengan menggunakan FTIR dilakukan sebagai identifikasi awal produk
reaksi hidrogenasi katalitik. Spektrum FTIR hasil hidrogenasi metil
eugenol dengan durasi reaksi 3 jam. (F Alfarisi, 2017; RA Irindah Fajar
Sari, 2012; Ahda Badru Tamam, 2020)
g. Persentase Daya Pikat Lalat Buah
Nilai daya pikat lalat buah yang diperoleh pada pengujian dapat
dinyatakan dalam persen. Persentase daya pikat per unit dihitung
menggunakan rumus Agus Susanto et al (2019)
𝐷2
𝐷 (%) = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D = Persentase daya pikat (%);
D1 = Jumlah lalat buah mula-mula (ekor);
D2 =Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor).
h. Persentase Mortalitas Lalat Buah
Nilai mortalitas atau kematian lalat buah yang diperoleh pada pengujian
dapat dinyatakan dalam persen. Persentase mortalitas per unit dihitung
menggunakan rumus Sornnuwat et al. (1995) dalam Brata et al. (1999):
𝑀2
𝑀 (%) = × 100%
𝑀1
Keterangan:
M = Persentase mortalitas lalat buah (%);
M1 = Jumlah lalat buah mula-mula (ekor);
M2 =Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
2. Metode Kualitatif
Analisis pada metode kualitatif dalam penelitian ini adalah
identifikasi senyawa fitokimia yang meliputi uji senyawa alkaloid, tanin,
triterpenoid, saponin dan flavonoid melalui uji skrining fitokimia. (Susy
Saadah, 2020)
a. Identifikasi senyawa alkaloid

Gambar 5.18 Identifikasi Senyawa Alkaloid Dalam


Larutan Ekstrak Daun Kecapi
b. Identifikasi Senyawa Triterpenoid
Adapun prosedur dalam melakukan identifikasi senyawa triterpenoid pada
larutan ekstrak daun kecapi adalah sebagai berikut.
.

Gambar 5.19 Identifikasi Senyawa Triterpenoid


Dalam Larutan Ekstrak Daun Kecapi

c. Identifikasi Senyawa Tanin


Adapun prosedur untuk melakukan identifikasi senyawa tanin pada larutan
ekstrak daun kecapi adalah sebagai berikut.

Gambar 5.20 Identifikasi Senyawa Tanin


Dalam Larutan Ekstrak Daun Kecapi

d. Identifikasi Senyawa Saponin


Adapun prosedur untuk melakukan identifikasi senyawa saponin pada
larutan ekstrak daun kecapi adalah sebagai berikut.
Gambar 5.21 Identifikasi Senyawa Saponin Dalam
Larutan Ekstrak Daun Kecapi
e. Identifikasi Senyawa Flavanoid
Untuk melakukan identifikasi senyawa flavonoid, peneliti melakukan
prosedur sebagai berikut.

Gambar 5.22 Identifikasi Senyawa Flavanoid Dalam Larutan


Ekstrak Daun Kecapi

3. Analisis Data Statistik


Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh
responden atau sumber data lain terkumpul. Teknik analisis data dalam
penelitian kuantitatif menggunakan statistik. Terdapat dua macam statistik
yang digunakan untuk analisis data dalam penelitian, yaitu statistik
deskriptif dan statistik inferensial. Statistik deskriptif adalah statistik
yang digunakan

untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau


menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau
generalisasi (Sugiyono, 2015: 207).
Data yang diperoleh dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk
deskriptif berupa tabel dan grafik. Untuk penentuan besar kadar zat
ekstraktif yang diperoleh berdasarkan tingkat kepolaran pelarut, pengujian
bioaktivitas dari zat ekstraktif berupa nilai mortalitas berdasarkan waktu
pengamatan pada uji pendahuluan dan uji lanjutan, uji GC-MS pada
larutan ekstrak daun kecapi, dan uji karakteristik serapan FTIR, serta hasil
identifikasi senyawa fitokimia, data yang didapatkan diolah dalam bentuk
data deskriptif berupa grafik kurva garis dan dalam bentuk tabel dengan
data berupa nilai mean serta standar devisi. Larutan dengan nilai mean
tertinggi dianggap sebagai larutan dengan bioaktivitas atraktan tertinggi
Sementara itu, pengujian tingkat mortalitas lalat buah pada larutan
dalam penelitian ini dilakukan untuk setiap pengujian dengan
menggunakan persamaan berikut:
X= I
∑ 𝑋𝑖
N
χ : Nilai rata-rata
N : Jumlah Sampel
Xi : Nilai yang diamati
Selanjutnya untuk hasil perhitungan mortalitas lalat buah pada uji
pendahuluan untuk mengetahui keefektifan dari perlakuan yang
diberikan, data yang diperoleh diolah dengan menggunakan GraphPad
Prism 7 dengan metode two-way ANOVA (Analysis of Varian). Data
akan dianggap perpengaruh atau signifikan ketika p-value yang
dihasilkan <0,05 sesuai dengan kriteria dari pengujian two-way Anova.
Adapun tujuan dari penggunaan teknik pengujian ANOVA untuk
mengetahui perbedaan jelas antara tiga kelompok data atau lebih
(Singgih, 2006). Kemudian, hasil dari pengujian ANOVA dilanjutkan ke
uji lanjut dengan menggunakan teknik Tukey dengan tingkat
kepercayaan 95% untuk mengetahui tingkat kejujuran dari hasil yang
telah didapatkan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang didapatkan dalam proses penelitian ini sejalan dengan tujuan
yang ingin dicapai oleh peneliti yaitu untuk mengetahui sifat bioaktivitas zat
ekstraktif daun kecapi (Sandrocium koetjape (Burm.f.) Merr) pada hasil uji
pendahuluan dan uji lanjutan berdasarkan hasil perhitungan daya pikat atraktan dan
mortalitas lalat buah serta pengaruh pH zat ekstraktif daun kecapi (Sandrocium
koetjape (Burm.f.) Merr) terhadap perubahan fisiologi lalat buah (Drosophila
melanogaster) sebelum dan setelah pengujian.
Untuk menentukan besar kandungan kadar zat ekstraktif atraktan dilakukan
dengan menghitung perbandingan berat padatan ekstraktif hasil dari proses
pemekatan menggunakan Rotary evaporator dengan berat awal bubuk daun kecapi
sebelum dilakukan proses ekstraksi menggunakan metode maserasi. Sementara itu,
untuk pengujian bioaktivitas zat ekstraktif larutan atraktan dari ekstrak daun kecapi
(Sandoricum koetjape (Burm .f.) Merr) terhadap lalat buah (Drosophila
melanogaster) dilakukan melalui dua tahap pengujian. Pengujian awal merupakan
uji pendahuluan yang bertujuan untuk mengetahui larutan atraktan ekstrak daun
kecapi menggunakan pelarut nonpolar (n-heksan), semi polar (etil asetat), dan
polar (metanol) yang efektif dalam pengujian tingkat mortalitas lalat buah.
Kemudian dilanjutkan ke pengujian lanjutan dengan menaikkan taraf konsentrasi
dari larutan ekstrak daun kecapi yang paling efektif berdasarkan hasil uji
pendahuluan untuk mengetahui tingkat konsentrasi minimum larutan yang sudah
dapat memikat ataupun membunuh lalat buah.
Adapun pengujian mortalitas lalat buah pada larutan ekstrak daun kecapi ini
berkorelasi dengan tingginya tingkat keasaman suatu larutan atraktan ekstrak daun
kecapi yang akan berpengaruh pada perubahan fisiologi lalat buah sebelum dan
setelah pengumpanan. Sementara itu, peneliti juga melakukan identifikasi senyawa
fitokimia yang ada dalam larutan atraktan ekstrak daun kecapi dengan
menggunakan skrining fitokimia.
Adapun hasil yang diperoleh dari proses penelitian yang telah dilakukan
oleh peneliti adalah sebagai berikut:
A. Karakteristik Atraktan Dari Ekstrak Daun Kecapi (Sandoricum
Koetjape (Burm.f.) Merr) Berdasarkan Perhitungan Nilai Kadar Zat
Ekstraktif, Kadar Air, Kadar Abu, Hasil Uji GC-MS, dan Hasil Uji
Serapan FTIR, Serta Pengaruh Nilai pH Zat Ekstraktif Atraktan
Alami Sebagai Alternatif Biokontrol Lalat Buah (Drosophila
Melanogaster)
1. Kadar Zat Ekstraktif
Dalam menentukan besar kandungan kadar zat ekstraktif
atraktan dari larutan ekstrak daun kecapi, peneliti melakukan proses
ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan menggunakan 3
pelarut berbeda yaitu pelarut non polar (n-heksan), semi polar (etil
asetat), dan polar (metanol). Kadar zat ekstraktif daun kecapi
(Sandoricum keotjape (Burm.F.)Merr).)yang diperoleh dari ±1000
gram bubuk daun kecapi berukuran 40 mesh hasil ekstraksi
menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat, dan metanol dapat dilihat
pada Tabel 6.1
Tabel 6.1 Hasil Kandungan Kadar Zat Ekstraktif Atraktan dari
Hasil Ekstrak Daun Kecapi (Sandrocium koetjape (Burm.f.) Merr)
Kandungan Kadar Zat Ekstraktif Daun Kecapi (Sandoricum
Keotjape (Burm.F.)Merr.) dengan Metode Maserasi
Perlakuan
Persentase
Kode Sebelum Sesudah Kandungan
Berat Kadar Zat
Berat Bubuk Berat Bubuk
Jumlah Padatan
Daun Kecapi Daun Kecapi Ekstraktif
Pelarut (ml) Ekstraktif
(gram) (gram) (%)
(gram)
P1 2.500 1.000 14,89 920 1,4
P2 2.000 1.000 36,31 920 3,6
P3 2.000 1.000 39,53 920 3,9
Keterangan:
P1 : Proses Ekstraksi Larutan Ekstrak Daun Kecapi Menggunakan
Metode Maserasi Dengan Pelarut Non Polar, yaitu N-Heksan
P2 : Proses Ekstraksi Larutan Ekstrak Daun Kecapi Menggunakan
Metode Maserasi Dengan Pelarut Semi Polar, yaitu Etil Asetat
P3 : Proses Ekstraksi Larutan Ekstrak Daun Kecapi Menggunakan
Metode Maserasi Dengan Pelarut Polar, yaitu Metanol

Adapun hasil kandungan kadar zat ekstraktif atraktan yang


diperoleh dari proses ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan
jumlah pelarut total yang digunakan yaitu sebanyak 2.500 ml dan berat
bubuk daun kecapi (Sandoricum keotjape (Burm.F.)Merr).) yang
digunakan sebanyak 1.000 gram dengan menggunakan pelarut n-
heksan yang ditampilkan sebagai (P1) menghasilkan berat padatan zat
ekstraktif sebesar 14,89 gram dengan persentase kandungan kadar zat
ekstraktif yang diperoleh sebesar 1,4%. Sementara itu, berat bubuk
setelah proses ekstraksi dilakukan yaitu sebesar 920 gram.
Sedangkan untuk besar kandungan kadar zat ekstraktif
atraktan yang diperoleh melalui proses ekstraksi menggunakan metode
maserasi dengan jumlah pelarut total yang digunakan yaitu sebanyak
2.000 ml dan berat bubuk daun kecapi (Sandoricum keotjape
(Burm.F.)Merr).) yang digunakan sebesar 1.000 gram dengan
menggunakan pelarut etil asetat yang ditampilkan sebagai (P2)
menghasilkan berat padatan zat ekstraktif sebesar 36,31 gram dengan
persentase kandungan kadar zat ekstraktif yang diperoleh sebesar
3,6%. Sementara itu, berat bubuk setelah proses ekstraksi dilakukan
yaitu sebesar 920 gram.
Sementara itu, untuk besar kandungan kadar zat ekstraktif
atraktan yang diperoleh dari proses ekstraksi menggunakan metode
maserasi dengan jumlah pelarut total yang digunakan yaitu sebanyak
2.000 ml dan berat bubuk daun kecapi (Sandoricum keotjape
(Burm.F.)Merr).) yang digunakan sebesar 1.000 gram dengan
menggunakan pelarut metanol yang ditampilkan sebagai (P3)
menghasilkan berat padatan zat ekstraktif sebesar 39,53gram dengan
persentase kandungan kadar zat ekstraktif yang diperoleh sebesar 3,9%.
Selain itu, berat bubuk setelah proses ekstraksi dilakukan yaitu sebesar
920 gram.
Berikut hasil dari penentuan persentase besar kandungan
kadar zat ekstraktif daun kecapi (Sandoricum keotjape
(Burm.F.)Merr).) dengan menggunakan metode maserasi berdasarkan
tingkat kepolaran pelarut yaitu dengan pelarut non polar (n-heksan),
semi polar (etil asetat), dan polar (metanol) yang ditampilkan dalam
kurva berikut.
Kurva 6.1 Hasil Menentukan Persentase Besar Kandungan
Kadar Zat Ekstraktif Daun Kecapi (Sandrocium koetjape (Burm.f.)
Merr.) Menggunakan Metode Maserasi
5.00%

3.90%
4.00% 3.60%
Persentase Ekstrak

3.00%

2.00%
1.40%

1.00%

0.00%
N-Heksan Etil Asetat Metanol
Pelarut

Dari kurva 6.1 di atas, diperoleh persentase besar kandungan


kadar zat ekstraktif pada ekstrak daun kecapi tertinggi terdapat pada
hasil ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut metanol
yaitu sebesar 3,9%, selanjutnya persentase besar kandungan zat
ekstraktif adalah hasil ekstraksi menggunakan pelarut etil asetat yang
memiliki persentase besar kandungan kadar zat ekstraktif yaitu 3,6%.
Sementara itu, hasil ekstraksi menggunakan pelarut n-heksan diperoleh
sebesar 1,4%. Jadi ekstrak dengan pelarut metanol memiliki kandungan
kadar zat ekstraktif tertinggi.
Adapun visualisasi dari besar kandungan kadar zat ekstraktif
daun kecapi (Sandoricum keotjape (Burm.F.)Merr).) hasil ekstraksi
menggunakan metode maserasi dengan pelarut n-heksan, etil asetat,
dan metanol diperlihatkan oleh gambar berikut.
N-Heksan Etil Asetat Metanol

Gambar 6.1 Visualisasi Hasil Ekstraksi Daun Kecapi (Sandrocium


koetjape (Burm.f.) Merr.) Menggunakan Metode Maserasi

Dari Gambar 6.1 di atas, diperoleh larutan atraktan ekstrak


daun kecapi (Sandoricum keotjape (Burm.F.)Merr).) menunjukkan
warna yang pekat pada Gambar 3 yaitu dengan menggunakan pelarut
metanol. Hal ini dikarenakan pelarut metanol adalah pelarut pilihan
utama untuk mengekstraksi metabolit sekunder yang belum diketahui
strukturnya dan untuk tujuan skrining. Pelarut ini memiliki extacting
power (daya ekstraksi) yang luas sehingga semua metabolit sekunder
tersari dalam proses maserasi (Azis Saifudin, Ph.D.,Apt. dalam buku
senyawa alam metabolit sekunder).

2. Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam
bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air pada daun dan serbuk
daun kecapi dipengaruhi oleh proses keberhasilan pada saat
pengeringan, lama pengeringan yang dilakukan, jumlah daun yang
dikeringkan dan luas permukaan tempat daun yang dikeringkan. Kadar
air pada daun dan serbuk daun kecapi merupakan parameter untuk
menetapkan penyusutan kandungan air pada daun kecapi setelah proses
pengeringan. Proses pengujian kadar air pada daun kecapi dilakukan
dengan metode Gravimetri dengan Pengeringan. Adapun hasil
pengukuran kadar air pada daun dan serbuk daun kecapi dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 6.2 Hasil Kadar Air Pada Daun Kecapi
Berat Sampel sebelum Berat sampel setelah Kadar
Sampel
perlakuan (g) perlakuan (g) air (%)
Daun Kecapi 10.000 3.600 64
Serbuk Daun Kecapi 2,0 1,85 7,5

Berdasarkan tabel 6.2, berat daun kecapi sebelum diberi


perlakuan adalah sebesar 10.000 gram, dan berat daun kecapi
setelah diberi perlakuan adalah sebesar 3.600 gram. Adapun hasil
kadar air yang terkandung dalam daun kecapi sebesar 64%.
Pengukuran kadar air digunakan untuk mengetahui jumlah bahan
kering pada daun kecapi yang akan dijadikan sampel pembuatan
larutan atraktan ekstrak daun kecapi.
Sementara itu, berat serbuk daun kecapi sebelum diberi
perlakuan adalah sebesar 2,0 g, dan berat serbuk daun kecapi setelah
diberi perlakuan adalah sebesar 1,85 gram. Adapun kadar air pada
serbuk daun kecapi 7,55%. Penetapan kadar air pada sampel sangat
penting untuk memberikan batasan maksimal kandungan air di
dalam sampel, karena jumlah air yang tinggi dapat menjadi media
tumbuhnya bakteri dan jamur yang dapat merusak senyawa yang
terkandung di dalam sampel (Depkes RI, 2000). Persyaratan kadar
air sampel menurut parameter standar yang berlaku adalah tidak
lebih dari 10%. Hasil pengujian kadar air untuk sampel serbuk daun
kecapi sebesar 7,5% menunjukkan bahwa sampel tersebut telah
memenuhi syarat standar kadar air.
3. Kadar Abu
Kadar abu merupakan parameter untuk mengetahui baik tidaknya
serbuk daun kecapi yang akan dijadikan sebagai larutan atraktan
ekstrak daun kecapi. Kandungan kadar abu ditentukan dengan cara
mengabukan atau membakar sejumlah serbuk daun kecapi dalam tanur
pada suhu 525°C selama 6-8 jam.
Gambar 6.2 Hasil Pengujian Kadar Abu Serbuk Daun Kecapi

Berdasarkan gambar 6.2, didapatkan hasil pengukuran kadar


abu dari pemanasan didalam tanur pada suhu 525°C terhadap sampel
serbuk daun kecapi sebesar 10%. Pengukuran kadar abu ini dilakukan
untuk mengetahui baik tidaknya serbuk daun kecapi yang akan
dijadikan sebagai larutan atraktan ekstrak daun kecapi.
4. Hasil Uji GC-MS Ekstrak Daun Kecapi
Kromatografi gas mempunyai aplikasi yang luas sehingga
dapat dijadikan sebagai pemisahan dan analisis campuran beberapa
komponen. Hasil Kromatografi gas menunjukkan kromatogram dari
ekstrak daun kecapi menggunakan pelarut non polar (n-heksan), semi
polar (etil asetat), dan pelarut polar (metanol). Selain itu, identifikasi
tiap puncak dalam kromatogram dilakukan dengan mencocokkan
spektrum MS tiap puncak dengan data base Wiley untuk menentukan
jenis senyawanya serta mengetahui besar nilai dari tiap senyawa
tersebut. (Syafi’i, 2016; Hartono et al., 2017).
Berdasarkan hasil uji GC-MS ekstrak daun kecapi
menggunakan pelarut non polar (n-heksan), semi polar (etil asetat), dan
pelarut polar (metanol) menunjukkan adanya kelimpahan senyawa
volatil yaitu Caryophyllene. Senyawa volatil adalah senyawa metabolit
sekunder yang dapat menghasilkan aroma yang sifatnya mudah
menguap. Aroma inilah yang mampu memengaruhi perilaku hewan.
Senyawa volatil dapat dimanfaatkan sebagai pengendali hama hayati.
Aroma dari senyawa volatil mampu menarik perhatian serangga
herbivora sehingga dapat dijadikan sebagai atraktan untuk pengendali
hama. Senyawa volatil sebagai pengendali hama ini dapat diekstraksi
dengan metode maserasi berulang (Wonorahardjo et al., 2015;
Masriany et al, 2020).
Adapun hasil uji GC-MS ekstrak daun kecapi menggunakan
pelarut non polar (n-heksan), semi polar (etil asetat), dan pelarut polar
(metanol) sebagai berikut:
1. Pelarut N-Heksan
Adapun hasil uji GC-MS menggunakan pelarut non polar (n-heksan)
dapat dilihat pada gambar 6.3

Gambar 6.3 Hasil Uji GC-MS Ekstrak Daun Kecapi


(Sandrocium koetjape (Burm.f.) Merr.) Menggunakan Pelarut
Non Polar (N-Heksan)

Berdasarkan gambar 6.3 hasil uji GC-MS ekstrak daun


kecapi menggunakan pelarut non polar (n-heksan) menunjukan
bahwa terdapat 50 komponen kimia. Komponen senyawa terbanyak
pada ekstrak daun kecapi menggunakan pelarut non polar (n-
heksan) terletak pada peak 12, yaitu dengan nilai retention area
adalah 11.36% dan nilai retention time 20.351 dengan kemungkinan
ketiga senyawa pada peak 12 yaitu caryophyllene,
bicyclo[7.2.0]undec-4- ene, 4,11,11-trimethyl-8 methylene-, dan
Bicyclo[5.2.0]nonane, 2- methylene-4,8,8 trimethyl-4-vinyl-.
Tabel 6.3 Hasil Uji GC-MS Ekstrak Daun Kecapi
(Sandrocium koetjape (Burm.f.) Merr.) Menggunakan Pelarut
Non Polar (N-Heksan)
Area Height
No Peak R.time Formula Komponen
(%) (%)
1 12 20.351 11.36 12.21 C15H24 Caryophyllene
2 18 21.391 11.19 12.04 C15H24 Germacrene D
1H-Cycloprop[e]azulene,
1a,2,3,4,4a,5,6,7b-
3 11 20.154 4.79 8.43 C15H24 octahydro-
1,1,4,7-tetramethyl-, [1aR-
(1a.alpha.,4.alpha.,4a.beta.,
7 b.alpha.)]-
1,5-Cyclodecadiene, 1,5-
4 21 21.647 8.55 7.82 C15H24 dimethyl-8-(1-
methylethylidene)-,
(E,E)-
Cyclohexane, 1-ethenyl-
1- methyl-2,4-bis(1-
5 10 19.768 4.79 5.34 C15H24
methylethenyl)-, [1S-
(1.alpha.,2.beta.,4.beta.)]
-
1H-Cycloprop[e]azulen-7-ol,
decahydro-1,1,7-trimethyl-4-
6 25 23.007 4.87 4.95 C15H24O methylene-, [1ar-
(1a.alpha.,4a.alpha.,7.beta.,
7
a.beta.,7b.alpha.)]-
7 49 42.687 8.11 4.91 C30H50 Olean-13(18)-ene
Naphthalene, decahydro-4a-
methyl-1-methylene-7-(1-
8 19 21.449 3.15 3.55 C15H24 methylethenyl)-, [4aR-
(4a.alpha.,7.alpha.,8a.beta.)
]
-
9 45 40.153 4.44 3.45 C32H66 Dotriacontane
10 20 21.585 2.49 2.49 C15H24 .alpha.-Farnesene

Berdasarkan tabel 6.3 hasil uji GC-MS ekstrak daun kecapi


menggunakan pelarut non polar (n-heksan) menyajikan 10
komponen utama yang memiliki nilai retention area dan height
terbesar. Komponen terbesar ekstrak daun kecapi kecapi
menggunakan pelarut non polar (n-heksan) salah satunya adalah
Caryophyllene (11.36%) yang terletak pada peak 12, yaitu dengan
nilai retention area adalah 11.36% dan nilai height 12.21% , serta
retention time pada nilai 20.351.
2. Pelarut Etil Asetat
Adapun hasil uji GC-MS menggunakan pelarut semi polar (etil
asetat) dapat dilihat pada gambar 6.4

Gambar 6.4 Hasil Uji GC-MS Ekstrak Daun Kecapi


(Sandrocium koetjape (Burm.f.) Merr.) Menggunakan Pelarut
Semi Polar (Etil Asetat)

Berdasarkan gambar 6.4 hasil uji GC-MS ekstrak daun


kecapi menggunakan pelarut semi polar (etil asetat) menunjukan
bahwa terdapat 50 komponen kimia. Komponen senyawa terbanyak
pada ekstrak daun kecapi menggunakan pelarut semi polar (etil
asetat) terletak pada peak 2, yaitu dengan nilai retention area adalah
12.41% dan nilai retention time 4.142 dengan kemungkinan kedua
senyawa pada peak 12 yaitu Propanoic acid, dan ethyl ester.
Tabel 6.4 Hasil Uji GC-MS Ekstrak Daun Kecapi
(Sandrocium koetjape (Burm.f.) Merr.) Menggunakan Pelarut
Semi Polar (Etil Asetat)
N Area Height
Peak R.time Formula Komponen
(%) (%)
1 2 4.142 12.41 11.59 C5H10O2 Propanoic acid, ethyl ester
2 13 20.340 8.36 8.95 C15H24 Caryophyllene
3 19 21.381 7.72 8.45 C15H24 Germacrene D
1H-Cycloprop[e]azulene,
1a,2,3,4,4a,5,6,7b-
4 12 20.145 5.02 5.77 C15H24 octahydro-
1,1,4,7-tetramethyl-, [1aR-
(1a.alpha.,4.alpha.,4a.beta.,7b
. alpha.)]-
1,5-Cyclodecadiene, 1,5-
5 22 21.636 5.27 5.08 C15H24 dimethyl-8-(1-
methylethylidene)-,
(E,E)-
N Area Height
Peak R.time Formula Komponen
(%) (%)
1H-Cycloprop[e]azulen-7-ol,
decahydro-1,1,7-trimethyl-4-
6 25 22.999 4.27 4.28 C15H24O methylene-, [1ar-
(1a.alpha.,4a.alpha.,7.beta.,7a
.
beta.,7b.alpha.)]-
Cyclohexane, 1-ethenyl-
1- methyl-2,4-bis(1-
7 11 19.759 3.22 4.04 C15H24 methylethenyl)-, [1S-
(1.alpha.,2.beta.,4.beta.)]
-
8 49 42.884 5.75 3.54 C54H110 Tetrapentacontane
9 3 4.223 3.48 3.60 C5H10O2 n-Propyl acetate
1
5 5.607 2.81 3.06 C7H8 Toluene
0

Berdasarkan tabel 6.4 hasil uji GC-MS ekstrak daun kecapi


menggunakan pelarut semi polar (etil asetat) menyajikan 10
komponen utama yang memiliki nilai retention area dan height
terbesar. Komponen terbesar ekstrak daun kecapi kecapi
menggunakan pelarut semi polar (etil asetat) salah satunya adalah
Propanoic acid, ethyl ester (12.41%) yang terletak pada peak 2,
yaitu dengan nilai retention area adalah 12.41% dan nilai height
11.59% , serta retention time pada nilai 4.142.
3. Pelarut Metanol
Adapun hasil uji GC-MS menggunakan pelarut polar (metanol)
dapat dilihat pada gambar 6.5

Gambar 6.5 Hasil Uji GC-MS Ekstrak Daun Kecapi


(Sandrocium koetjape (Burm.f.) Merr.) Menggunakan
Pelarut Polar (Metanol)

Berdasarkan gambar 6.5 hasil uji GC-MS ekstrak daun


kecapi menggunakan pelarut polar (metanol) menunjukan bahwa
terdapat 50 komponen kimia. Komponen senyawa terbanyak pada
ekstrak daun kecapi menggunakan pelarut polar (metanol) terletak
pada peak 22, yaitu dengan nilai retention area adalah 9.41% dan
nilai retention time 29.862 dengan kemungkinan ketiga senyawa
pada peak 22 yaitu 9-Octadecenoic acid, methyl ester, (E)-, 6-
Octadecenoic acid, methyl ester, (Z)-, dan 8-Octadecenoic acid,
methyl ester.
Tabel 6.5 Hasil Uji GC-MS Ekstrak Daun Kecapi
(Sandrocium koetjape (Burm.f.) Merr.) Menggunakan
Pelarut Polar (Metanol)
Area Height
No Peak R.time Formula Komponen
(%) (%)
9-Octadecenoic acid,
1 22 29.862 9.41 10.27 C19H36O2
methyl ester, (E)-
2 30 34.898 3.80 2.78 C24H38O4 Bis(2-ethylhexyl) phthalate
3 7 20.341 3.25 5.08 C15H24 Caryophyllene
Phenol, 2,4,6-
4 46 40.078 7.88 4.76 C30H30O
tris(1-
phenylethyl)-
Phenol, 2,4,6-
5 47 40.267 6.12 4.30 C30H30O
tris(1-
phenylethyl)-
6 32 36.530 9.31 4.20 C40H56 Lycopene
7 2 4.884 4.60 4.08 C3H8O3 Glycerin
Acetic acid, hydroxy-,
8 1 3.024 1.41 4.08 C4H8O3
ethyl ester
C22H43N
9 33 37.172 9.68 3.71 13-Docosenamide, (Z)-
O
1H-Cycloprop[e]azulene,
1a,2,3,4,4a,5,6,7b-
10 6 20.148 1.97 3.19 C15H24 octahydro-
1,1,4,7-tetramethyl-, [1aR-
(1a.alpha.,4.alpha.,4a.beta.,7b
. alpha.)]-

Berdasarkan tabel 6.5 hasil uji GC-MS ekstrak daun


kecapi menggunakan pelarut polar (metanol) menyajikan 10
komponen utama yang memiliki nilai retention area dan height
terbesar. Komponen terbesar ekstrak daun kecapi kecapi
menggunakan pelarut pelarut polar (metanol) salah satunya adalah
9-Octadecenoic acid, methyl ester, (E)- (9.41%) yang terletak pada
peak 22, yaitu dengan
nilai retention area adalah 9.41% dan nilai height 10.27% , serta
retention time pada nilai 29.862.
5. Hasil Uji Serapan FTIR

Gambar 6.6 Hasil Uji Karakteristik Serapan FTIR Daun Kecapi


(Sandrocium koetjape (Burm.f.) Merr.)

Dari sampel serbuk daun kecapi, spektra yang muncul


menunjukkan empat serapan utama yang dihasilkan pada bilangan
gelombang 3000-3500 cm-1, 2500-3000 cm-1, 1500-2000 cm-1 dan
1000- 1500 cm-1. Pada serapan pertama terdapat puncak dengan
intensitas tinggi pada daerah bilangan gelombang 3287,86 cm-1 yang
menunjukkan adanya gugus O-H. Diikuti serapan yang ditunjukkan
pada bilangan gelombang 2918,56 cm-1 dan 2850,18 cm-1 menandakan
adanya regangan ikatan C-H yang merupakan golongan dari alkana dan
pada bilangan gelombang 1615,39 dan 1516,86 cm-1 menandakan
adanya vibrasi C-C pada cincin aromatik. Kemudian adanya serapan
pada bilangan gelombang 1615,39 cm-1 yang menunjukkan adanya
ikatan C=C aromatik. Pada bilangan gelombang 1236,11 cm-1
menandakan adanya regangan ikatan C-O dan pada bilangan
gelombang 1026,92 cm-
1
merupakan ikatan C-H golongan dari alkana. Jadi berdasarkan hasil
FTIR diatas dapat disimpulkan bahwa pada sampel serbuk daun kecapi
memiliki gugus fungsi utama seperti gugus O-H, C=C aromatik, C-
H,dan gugus C-O.
Berdasarkan hasil identifikasi dengan FTIR yang telah
dilakukan , diduga serbuk daun kecapi mengandung senyawa auron
golongan flavonoid. Hal ini diperkuat oleh literatur, menurut hasil
penelitian Theodora, dkk., (2019) serapan khas pada senyawa auron
golongan flavonoid yaitu terdapat adanya gugus-gugus fungsi seperti
C- H alifatik, O-H, C-O alkohol, C=C aromatik, C-H aromatik, C-O
eter dan C=O

6. Pengaruh pH Terhadap Mortalitas Lalat Buah


Pengujian pH dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
tingkat keasaman pada setiap larutan. Pengujian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh tingkat keasaman pH larutan terhadap perubahan
fisiologi lalat buah (Drosophila Melanogaster) sebelum dan setelah
pengumpanan. Adapun perhitungan kadar pH larutan ekstrak daun
kecapi dilakukan berdasarkan uji yang dilakukan yaitu pada uji
pendahuluan dan uji lanjutan. Adapun peneliti menguji kadar pH
dengan menggunakan pH meter digital.
1. Uji Pendahuluan
Dalam uji pendahuluan, peneliti mengukur pH yang terkandung
pada larutan atraktan ekstrak daun kecapi dengan menggunakan
pelarut non polar (n-heksan), semi polar (etil asetat), dan pelarut
polar (metanol), Dalam pengujian ini, peneliti menggunakan
konsentrasi sebesar 5% pada larutan atraktan ekstrak daun kecapi
(Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr). Pada pengujian ini, peneliti
mencelupkan elektroda ke dalam larutan ekstrak daun kecapi hingga
pH meter digital menunjukkan nilai pH dari larutan yang diuji.
Adapun hasil pengukuran kadar pH terhadap larutan atraktan
ekstrak daun kecapi dengan menggunakan pelarut pelarut polar (n-
heksan), semi polar (etil asetat), dan pelarut polar (metanol) pada uji
pendahuluan adalah sebagai berikut
Tabel 6.6 Hasil Pengukuran pH Larutan Ekstrak
Daun Kecapi Pada Uji Pendahuluan
Tahap Pengujian Kode pH Indikator pH
P1 5,70 Asam Lemah
Pengujian pH Menggunakan
Pelarut Non Polar, Semi P2 5,22 Asam Lemah
Polar, dan Polar
P3 3,06 Asam Kuat
Keterangan:
P1 :Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi Dengan Menggunakan
Metode Maserasi Pelarut Non Polar, yaitu N-Heksan
P2 :Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi Dengan Menggunakan
Metode Maserasi Pelarut Semi Polar, yaitu Etil Asetat
P3 :Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi Dengan Menggunakan
Metode Maserasi Pelarut Polar, yaitu Metanol

Dalam tabel 6.6, kandungan pH pada larutan atraktan


ekstrak daun kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr.) dengan
menggunakan pelarut non polar (n-heksan) menunjukkan nilai
tingkat keasaman sebesar 5,70. Nilai keasaman tersebut
menunjukkan tingkat keasaman dalam larutan atraktan ekstrak daun
kecapi menggunakan pelarut n-heksan tergolong asam lemah.
Sementara itu, kandungan pH yang dihasilkan pada larutan atraktan
ekstrak daun kecapi dengan menggunakan pelarut semi polar (etil
asetat) menunjukkan nilai tingkat keasaman sebesar 5,22. Nilai
tersebut menunjukkan tingkat keasaman dalam larutan atraktan
ekstrak daun kecapi dengan menggunakan pelarut etil asetat
tergolong asam kuat. Adapun hasil hasil pengukuran pH pada
larutan atraktan ekstrak daun kecapi dengan menggunakan pelarut
polar (metanol) menunjukkan nilai tingkat keasaman sebesar 3,06.
Nilai tersebut menunjukkan tingkat keasaman dalam larutan
atraktan ekstrak daun kecapi dengan menggunakan pelarut metanol
tergolong asam kuat.
Berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan
berdasarkan tingginya tingkat keasaman dalam larutan atraktan
ekstrak daun kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr.), larutan
ekstrak dengan menggunakan pelarut metanol menunjukkan tingkat
keasaman yang paling tinggi yaitu sebesar 3,06. Kemudian
dilanjutkan dengan larutan ekstrak daun kecapi dengan
menggunakan pelarut etil asetat yaitu sebesar 5,22. Dan terakhir
dengan menggunakan pelarut n-heksan menunjukkan tingkat
keasaman lemah yaitu sebesar 5,70.

Gambar 6.7 Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi


Pada Uji Pendahuluan

2. Uji Lanjutan
Dalam uji lanjutan, peneliti mengukur pH yang terkandung
pada larutan atraktan ekstrak daun kecapi dengan menggunakan
pelarut polar (metanol), yaitu pelarut paling efektif pada saat uji
pendahuluan berdasarkan tingkat mortalitas lalat buah saat
pengujian. Dalam pengujian ini, peneliti menggunakan tiga taraf
konsentrasi yaitu sebesar 7,5%, 10% dan 12,5% pada larutan
atraktan ekstrak daun kecapi. (Pada pengujian ini, peneliti
mencelupkan elektroda ke dalam larutan ekstrak daun kecapi hingga
pH meter digital menunjukkan nilai pH dari larutan yang diuji.
Adapun hasil pengukuran kadar pH terhadap larutan
atraktan ekstrak daun kecapi dengan menggunakan pelarut polar
(metanol) dengan tingkat konsentrasi 7,5%, 10% dan 12,5% dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6.7 Hasil Pengukuran Ph Larutan Ekstrak
Daun Kecapi Pada Uji Pendahuluan
Tahap Pengujian Kode Ph Indikator pH
K1 3,36 Asam Kuat
Pengujian Ph Pada Uji
K2 3,04 Asam Kuat
Lanjutan
K3 2,0 Asam Kuat
Keterangan:
K1 : Konsentrasi Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi
Menggunakan Metode Maserasi Dengan Pelarut
Metanol, yaitu (7,5%)
K2 : Konsentrasi Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi
Menggunakan Metode Maserasi Dengan Pelarut
Metanol, yaitu (10%)
K3 : Konsentrasi Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi
Menggunakan Metode Maserasi Dengan Pelarut
Metanol, yaitu (12,5%)

Berdasarkan hasil pengujian kadar pH yang telah


dilakukan pada uji lanjutan diperoleh tingkat keasamam pada
larutan atraktan ekstrak daun kecapi dengan tingkat konsentrasi
7,5% yang ditampilkan sebagai (K1) yaitu sebesar 3,36.
Nilai tersebut menunjukkan bahwa larutan atraktan ekstrak daun
kecapi menggunakan pelarut metanol dengan konsentrasi 7,5 %
tergolong sebagai asam kuat. Hal ini dikarenakan dalam uji
pendahuluan, peneliti melakukan uji keasaman pada larutan
atraktan ekstrak daun kecapi dengan pelarut metanol juga
menghasilkan hal yang sama yaitu tergolong asam kuat. Sementara
itu, untuk pengujian tingkat keasaman pada larutan atraktan ekstrak
daun kecapi dengan tingkat konsentrasi 10% yang ditampilkan
sebagai (K2) menunjukkan nilai sebesar 3,04. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa larutan atraktan ekstrak daun kecapi dengan
konsentrasi 10% tergolong sebagai asam kuat.
Adapun hasil pengujian tingkat keasaman pada larutan
atraktan ekstrak daun kecapi dengan tingkat konsentrasi 12,5%
yang ditampilkan sebagai (K3) menunjukkan nilai sebesar 2,0.
Nilai
tersebut menunjukkan bahwa larutan atraktan ekstrak daun kecapi
dengan konsentrasi 12,5% tergolong sebagai asam kuat.
Berdasarkan data yang telah diperoleh didapatkan tingkat
keasaman larutan atraktan ekstrak daun kecapi tertinggi secara
berturut-turut yaitu dengan konsentrasi 12,5% yaitu sebesar 2,0.
Kemudian dilanjutkan dengan konsentrasi 10% yaitu sebesar 3,04.
Selanjutnya dilanjutkan dengan konsentrasi 7,5% yaitu sebesar

3,36.

Gambar 6.8 Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi


Pada Uji Lanjutan

B. Hasil Identifikasi Skrining Fitokimia Senyawa Zat Ekstraktif Daun


Kecapi (Sandoricum Koetjape (Burm.f.) Merr) Dalam Potensinya
Sebagai Atraktan Agen Biokontrol Alami Terhadap Serangan Lalat
Buah (Drosophila Melanogaster)
Dalam pelaksanaan penelitian ini, identifikasi senyawa fitokimia
dari hasil ekstraksi daun kecapi (Sandoricum keotjape (Burm.F.)Merr).)
bertujuan untuk mengetahui senyawa yang terkandung dalam daun kecapi.
Hasil yang diperoleh disajikan dalam bentuk positif maupun negatif.
Identifikasi senyawa fitokimia berdasarkan pelarut polar (metanol), non
polar (n-heksan) dan semi polar yang dilakukan diantaranya senyawa
alkaloid, triterpenoid, tanin, saponin dan flavonoid.
1. Identifikasi Alkaloid
Pada tahap identifikasi senyawa fitokimia dengan menggunakan pelarut
berupa n-heksan, etil asetat, dan metanol peneliti melakukan identifikasi
terhadap senyawa alkaloid pada larutan atraktan ekstrak Daun Kecapi
(Sandoricum ketjape (Burm.F.)Merr).) dengan tingkat konsentrasi 5%.
Kandungan alkaloid dalam larutan ekstrak diidentifikasi melalui uji
skrining fitokimia. Peneliti melarutkan sampel sebanyak 3 ml dalam
cawan porselen, kemudian tambahkan HCL 2M sebanyak 5 ml, lalu
kocok dan diamkan pada suhu ruang. Selanjutnya tambahkan garam
dapur sebanyak 0,5 gram, kemudian aduk dan saring. Hasil filtrat
dipidahkan ke tabung reaksi, kemudian tambahkan 3 tetes HCL 2M dan
pereaksi wagner. Larutan kemudian dikocok dan diamati perubahan
warnanya. Larutan menghasilkan endapan berwarna coklat menunjukkan
adanya alkaloid.
Tabel 6.8 Identifikasi Senyawa Alkaloid Pada Ekstrak
Daun Kecapi (Sandoricum Koetjape (Burm.F.)Merr).)
Identifikasi Senyawa Alkaloid
Kode Keadaan Jenis Hasil Indikator Hasil Teknik
Sampel Pereaksi Identifikasi Pengujian Analisis
Larutan HCL Tidak Terdapat
-
P1 Konsentrasi 2M+NaCl+ Endapan Coklat di Visualisasi
(Negatif)
5% wagner Permukaan
Larutan HCL Tidak Terdapat
-
P2 Konsentrasi 2M+NaCl+ Endapan Coklat di Visualisasi
(Negatif)
5% wagner Permukaan
Larutan HCL
+ Terdapat Endapan
P3 Konsentrasi 2M+NaCl+ Visualisasi
(Positif) Coklat di Permukaan
5% wagner
Keterangan:
P1 :Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi Dengan Menggunakan Pelarut
Non Polar, yaitu N-Heksan
P2 :Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi Dengan Menggunakan Pelarut
Semi Polar, yaitu Etil Asetat
P3 :Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi Dengan Menggunakan Pelarut
Polar, yaitu Metanol

Berdasarkan Tabel 6.8, hasil identifikasi senyawa alkaloid


dalam larutan atraktan ekstrak daun kecapi yang terbukti positif
mengandung senyawa alkaloid berdasarkan analisis visual yang telah
peneliti lakukan
adalah larutan ekstrak menggunakan pelarut metanol. Sedangkan larutan
ekstrak menggunakan pelarut n-heksan dan etil asetat negatif
mengandung alkaloid. Alkaloid adalah salah satu senyawa metabolit
sekunder yang berasal dari asam amino melalui proses transaminasi.
Alkaloid memiliki sifat sebagai antimikroba, sehingga berfungsi sebagai
pelindung tanaman dari penyakit, serangan hama, sebagai pengatur
perkembangan, dan sebagai basa mineral untuk mengatur keseimbangan
ion pada bagian-bagian tanaman, (Reinhard Hiskia Sianipar et al, 2017;
Aksara et al, 2013 ; Susy Saadah, 2020).
2. Identifikasi Senyawa Triterpenoid
Pada identifikasi senyawa fitokimia dengan menggunakan pelarut berupa
n-heksan, etil asetat, dan metanol peneliti melakukan identifikasi
terhadap senyawa triterpenoid pada larutan atraktan ekstrak Daun
Kecapi (Sandrocium ketjape (Burm.F.)Merr).) dengan tingkat
konsentrasi 5%. Kandungan triterpenoid dalam larutan ekstrak
diidentifikasi melalui uji skrining fitokimia. Peneliti melarutkan larutan
sampel sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi. Kemudian tambahkan 2
ml kloroform dan 3 ml asam sulfat ke dalam tabung reaksi. Kocok dan
amati perubahan warna pada tabung reaksi. Perubahan warna merah
kecoklatan menunjukkan adanya senyawa triterpenoid.
Tabel 6.9 Identifikasi Senyawa Tritterpenoid Pada Ekstrak
Daun Kecapi (Sandrocium Koetjape (Burm.F.)Merr).)
Identifikasi Senyawa Triterpenoid
Kode Keadaan Jenis Hasil Indikator Hasil Teknik
Sampel Pereaksi Identifikasi Pengujian Analisis
Larutan
CHCL3 + - Larutan Hijau
P1 Konsentrasi Visualisasi
H2SO4 (Negatif) Kehitaman
5%
Larutan
CHCL3 + - Larutan Hijau
P2 Konsentrasi Visualisasi
H2SO4 (Negatif) Kehitaman
5%
Larutan
CHCL3 + + Larutan Merah
P3 Konsentrasi Visualisasi
H2SO4 (Positif) Kecoklatan
5%
Keterangan:
P1 :Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi Dengan Menggunakan Pelarut
Non Polar, yaitu N-Heksan
P2 :Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi Dengan Menggunakan Pelarut
Semi Polar, yaitu Etil Asetat
P3 :Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi Dengan Menggunakan Pelarut
Polar, yaitu Metanol

Berdasarkan Tabel 6.9, hasil identifikasi senyawa tritterpenoid


dalam larutan atraktan ekstrak daun kecapi yang terbukti positif
mengandung senyawa tritterpenoid berdasarkan analisis visual yang
telah peneliti lakukan adalah larutan ekstrak menggunakan pelarut
metanol. Sedangkan larutan ekstrak menggunakan pelarut n-heksan dan
etil asetat negatif mengandung tritterpenoid. Beberapa macam senyawa
aktivitas fisiologis yang menarik ditunjukkan oleh beberapa triterpenoid,
dan senyawa ini merupakan komponen aktif dalam tumbuhan obat yang
telah banyak diambil manfaatnya. Selain itu tritterpenoid juga memiliki
aktivitas antimikroba (Sholikah, 2016).
3. Identifikasi Senyawa Tanin
Pada identifikasi senyawa fitokimia dengan menggunakan pelarut berupa
n-heksan, etil asetat, dan metanol peneliti melakukan identifikasi
terhadap senyawa tanin pada larutan atraktan ekstrak Daun Kecapi
(Sandrocium ketjape (Burm.F.)Merr).) dengan tingkat konsentrasi 5%.
Kandungan tanin dalam larutan ekstrak diidentifikasi melalui uji
skrining fitokimia. Peneliti melarutkan larutan sampel sebanyak 1 ml ke
dalam tabung reaksi. Kemudian tambahkan 3 ml larutan FeCl 3 10% ke
dalam tabung reaksi. Kocok dan amati perubahan warna pada tabung
reaksi. Perubahan warna menjadi biru gelap atau hijau kehitaman
menunjukkan adanya senyawa tanin.
Tabel 6.10 Identifikasi Senyawa Tanin Pada Ekstrak Daun Kecapi
(Sandrocium Koetjape (Burm.F.)Merr).)
Identifikasi Senyawa Tanin
Indikator
Kode Keadaan Jenis Hasil Teknik
Hasil
Sampel Pereaksi Identifikasi Analisis
Pengujian
Larutan Larutan
-
P1 Konsentrasi FeCl3 Tidak Visualisasi
(Negatif)
5% Tercampur
Larutan Larutan
-
P2 Konsentrasi FeCl3 Tidak Visualisasi
(Negatif)
5% Tercampur
Larutan Larutan
+
P3 Konsentrasi FeCl3 Hijau Visualisasi
(Positif)
5% Kehitaman
Keterangan:
P1 :Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi Dengan Menggunakan
Pelarut Non Polar, yaitu N-Heksan
P2 :Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi Dengan Menggunakan Pelarut
Semi Polar, yaitu Etil Asetat
P3 :Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi Dengan Menggunakan
Pelarut Polar, yaitu Metanol

Berdasarkan Tabel 6.10, hasil identifikasi senyawa tanin dalam


larutan atraktan ekstrak daun kecapi yang terbukti positif mengandung
senyawa tanin berdasarkan analisis visual yang telah peneliti lakukan
adalah larutan ekstrak menggunakan pelarut metanol. Sedangkan larutan
ekstrak menggunakan pelarut n-heksan dan etil asetat negatif
mengandung tanin. Tanin adalah polifenol astringen yang bisa
ditemukan pada tanaman yang mampu mengikat dan mengendapkan
protein. Selain itu, tanin memiliki aktivitas antibakteri, antioksidan, dan
mampu membunuh serangga. (Mabruroh, 2015; Ni Made Pasmiati
Setyaningsih et al, 2016; Susy Saadah, 2020)
4. Identifikasi Senyawa Saponin
Pada identifikasi senyawa fitokimia dengan menggunakan pelarut berupa
n-heksan, etil asetat, dan metanol peneliti melakukan identifikasi
terhadap senyawa saponin pada larutan atraktan ekstrak Daun Kecapi
(Sandrocium ketjape (Burm.F.)Merr).) dengan tingkat konsentrasi 5%.
Kandungan saponin dalam larutan ekstrak diidentifikasi melalui uji
skrining fitokimia.
Peneliti melarutkan larutan sampel sebanyak 2 ml ke dalam tabung
reaksi. Kemudian dididihkan dengan 2 ml air dalam penangas air.
Selanjutnya filtrat dikocok dan didiamkan selama 15 menit.
Terbentuknya busa yang stabil menunjukkan adanya senyawa saponin.
Tabel 6.11 Identifikasi Senyawa Saponin Pada Ekstrak Daun Kecapi
(Sandrocium Koetjape (Burm.F.)Merr).)
Identifikasi Senyawa Saponin
Indikator
Kode Keadaan Jenis Hasil Teknik
Hasil
Sampel Pereaksi Identifikasi Analisis
Pengujian
Larutan Tidak
-
P1 Konsentrasi Aquades Berbentuk Visualisasi
(Negatif)
5% Busa
Larutan Tidak
-
P2 Konsentrasi Aquades Berbentuk Visualisasi
(Negatif)
5% Busa
Larutan
+ Berbentuk
P3 Konsentrasi Aquades Visualisasi
(Positif) Busa Stabil
5%
Keterangan:
P1 :Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi Dengan Menggunakan Pelarut
Non Polar, yaitu N-Heksan
P2 :Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi Dengan Menggunakan Pelarut
Semi Polar, yaitu Etil Asetat
P3 :Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi Dengan Menggunakan Pelarut
Polar, yaitu Metanol

Berdasarkan Tabel 6.11, hasil identifikasi senyawa saponin


dalam larutan atraktan ekstrak daun kecapi yang terbukti positif
mengandung senyawa saponin berdasarkan analisis visual yang telah
peneliti lakukan adalah larutan ekstrak menggunakan pelarut metanol.
Sedangkan larutan ekstrak menggunakan pelarut n-heksan dan etil asetat
negatif mengandung saponin. Saponin merupakan senyawa yang mudah
ditemui pada tanaman herbal dan dijadikan sebagai pengobatan
tradisional. Selain itu, saponin juga memiliki aktivitas antimikroba, dan
antibakteri. (Yanuartono, H. Purnamaningsih, A. Nururrozi, dan S.
Indarjulianto, 2017)
5. Identifikasi Senyawa Flavonoid
Pada identifikasi senyawa fitokimia dengan menggunakan pelarut berupa
n-heksan, etil asetat, dan metanol peneliti melakukan identifikasi
terhadap senyawa flavonoid pada larutan atraktan ekstrak Daun Kecapi
(Sandrocium ketjape (Burm.F.)Merr).) dengan tingkat konsentrasi 5%.
Kandungan flavanoid dalam larutan ekstrak diidentifikasi melalui uji
skrining fitokimia. Peneliti melarutkan larutan sampel sebanyak 2 ml ke
dalam tabung reaksi. Kemudian tambahkan etanol sebanayak 2 ml lalu
kocok dan panaskan pada penangas air. Selanjutnya sampel dikocok dan
disaring menggunakan kertas saring. Kemudian tambahkan Mg 0,2 gram
dan 3 tetes HCL pekat pada filtrat. Kocok dan amati perubahan pada
larutan. Perubahan warna menjadi jingga, orange, atau merah pada
lapisan etanol menunjukkan adanya senyawa flavonoid.

Gambar 6.9 Uji Skrining Fitokimia

Berikut adalah hasil identifikasi senyawa flavonoid pada ekstrak


Daun Kecapi (Sandrocium Koetjape (Burm.F.)Merr).) :
Tabel 6.12 Identifikasi Senyawa Flavanoid Pada Ekstrak
Daun Kecapi (Sandrocium Koetjape (Burm.F.)Merr).)
Identifikasi Senyawa Flavonoid
Indikator
Kode Keadaan Jenis Hasil Teknik
Hasil
Sampel Pereaksi Identifikasi Analisis
Pengujian
Larutan
Mg + - Larutan
P1 Konsentrasi Visualisasi
HCL (Negatif) Putih
5%
Larutan
Mg + - Larutan
P2 Konsentrasi Visualisasi
HCL (Negatif) Putih
5%
Larutan
Mg + + Larutan
P3 Konsentrasi Visualisasi
HCL (Positif) jingga
5%
Keterangan:
P1 :Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi Dengan Menggunakan Pelarut
Non Polar, yaitu N-Heksan
P2 :Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi Dengan Menggunakan Pelarut
Semi Polar, yaitu Etil Asetat
P3 :Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi Dengan Menggunakan Pelarut
Polar, yaitu Metanol

Berdasarkan Tabel 6.12, hasil identifikasi senyawa flavanoid


dalam larutan atraktan ekstrak daun kecapi yang terbukti positif
mengandung senyawa flavanoid berdasarkan analisis visual yang telah
peneliti lakukan adalah larutan ekstrak menggunakan pelarut metanol.
Sedangkan larutan ekstrak menggunakan pelarut n-heksan dan etil asetat
negatif mengandung flavonoid. Flavanoid merupakan salah satu
senyawa alami yang strukturnya adalah fenolik bervariasi yang dapat
ditemukan pada beberapa tanaman obat. Selain itu flavanoid dapat
bekerja sebagai racun yang membunuh serangga secara perlahan sampai
aktivitas makan berhenti atau stop feeding action (Anisah dan Sukesi,
2018 ; Susy Saadah, 2020).
C. Hasil Uji Bioaktivitas Atraktan Dari Ekstrak Daun Kecapi
(Sandoricum Koetjape (Burm.f.) Merr) Sebagai Alternatif Biokontrol
Lalat Buah (Drosophila Melanogaster) Berdasarkan Pengamatan Daya
Pikat Atraktan dan Mortalitas Lalat Buah Pada Uji Pendahuluan dan
Uji Lanjutan
Nilai daya pikat atraktan dan mortalitas atau kematian lalat buah
yang diperoleh pada pengujian tergolong sangat tinggi. Tingginya
persentase daya pikat dan tingginya mortalitas dikarenakan adanya
beberapa senyawa kimia aktif yang terkandung dalam larutan atraktan
ekstrak daun kecapi yang diuji sehingga dapat meningkatkan nilai
persentase tersebut. Pengujian dibagi menjadi 2 tahap yaitu uji pendahuluan
dan uji lanjutan. Setiap pengujian dilakukan selama 7 hari, dan untuk waktu
pengamatan terdapat dua tahap, tahap pertama menggunakan waktu
bertingkat selisih 12 jam, mulai dari 12 jam, 24 jam, 36 jam, hingga 48 jam.
Selanjutnya, pada tahap kedua pengamatan dilakukan setiap hari selama 7
hari. Pengamatan tahap pertama yang masih dalam frekuensi jam ini
dilakukan untuk mengetahui seberapa cepat daya pikat atraktan ekstrak
daun kecapi terhadap lalat buah. Disamping itu pengamatan tahap kedua
dilakukan dalam frekuensi hari untuk mengetahui rata-rata mortalitas pada
lalat buah menggunakan atraktan ekstrak daun kecapi.

Gambar 6.10 Pengamatan Daya Pikat Atraktan dan


Mortalitas Lalat Buah

Dalam tahap pengujian pada uji pendahuluan dengan


menggunakan larutan atraktan ekstrak daun kecapi (Sandrocium ketjape
(Burm.F.) Merr).) dengan pelarut non polar (n-heksan), semi polar (etil
asetat), dan polar
(metanol), peneliti membuat pengulangan pengujian setiap pelarutnya
sebanyak 3 kali pengulangan. Adapun kontrol pada uji pendahuluan ini
dilakukan dengan melakukan pengulangan sebanyak 6 kali. Kontrol
digunakan sebagai pembanding antara hasil pengujian dengan perlakuan
berupa atraktan menggunakan pelarut non polar (n-heksan), semi polar (etil
asetat), dan polar (metanol). Sementara itu, pada uji pendahuluan
konsentrasi yang digunakan dalam pembuatan konsentrasi larutan ekstrak
daun kecapi (Sandrocium ketjape (Burm.F.) Merr).) yaitu sebesar 5%.
Berdasarkan hasil uji pendahuluan diperoleh daya pikat atraktan
dan nilai mortalitas atau kematian lalat buah tertinggi pada pengujian
dengan menggunakan pelarut metanol. Tingginya persentase daya pikat dan
tingginya mortalitas dikarenakan adanya beberapa senyawa kimia aktif
yang terkandung dalam larutan atraktan ekstrak daun kecapi yang diuji
sehingga dapat meningkatkan nilai persentase tersebut. Dalam tahap
pengujian mortalitas lalat buah uji lanjutan dengan menggunakan larutan
atraktan terefektif ekstrak daun kecapi (Sandoricum keotjape
(Burm.F.)Merr).) berdasarkan hasil uji pendahuluan yaitu dengan pelarut
polar (metanol), selanjutnya peneliti membuat tiga taraf konsentrasi untuk
melakukan pengujian lanjutan. Adapun konsentrasi yang digunakan dalam
pengujian ini yaitu konsentrasi 7,5%, 10% dan 12,5%, dan peneliti
membuat pengulangan pengujian setiap konsentrasi sebanyak 3 kali
pengulangan.
Adapun hasil pengujian atraktan ekstrak daun kecapi (Sandoricum
keotjape (Burm.F.)Merr).) pada uji pendahuluan dan uji lanjutan
berdasarkan pengamatan daya pikat atraktan dan mortalitas lalat buah
(Drosophila Melanogaster) sebagai berikut :
1. Daya Pikat Atraktan
a. Uji Pendahuluan
Adapun tabulasi hasil pengujian daya pikat atraktan terhadap lalat
buah (Drosophila Melanogaster) dalam uji pendahuluan
menggunakan pelarut polar (metanol), non polar (n-heksan) dan
semi polar (etil asetat) dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6.13 Daya Pikat Atraktan Pada Uji Pendahuluan dengan
Waktu Pengamatan 12 jam, 24 jam, 36 jam, dan 48 jam
Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah (Drosophila
Melanogaster) pada Uji Pendahuluan
Jam
Kode 12 24 36 48

Mean (%) Mean (%) Mean (%) Mean (%)

P1 0,6 2,6 1,6 6,4 3 12 4 16


P2 0 0 0,3 1,2 1,3 5,2 2,6 10,4
P3 4,6 18,4 8,6 34,4 12,6 50,4 14,3 57,2
K 3 12 6,8 27,2 10,3 41,2 12,6 50,4
Keterangan:
P1 : Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi dengan Menggunakan
Pelarut Non Polar, yaitu N-Heksan
P2 : Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi dengan Menggunakan
Pelarut Semi Polar, yaitu Etil Asetat
P3 : Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi dengan Menggunakan
Pelarut Polar, yaitu Metanol

Berdasarkan hasil rata-rata daya pikat atraktan terhadap


lalat buah (Drosophila Melanogaster) yang dihasilkan melalui
ekstraksi dengan pelarut berupa n-heksan yang ditampilkan sebagai
(P1) pada waktu ke 12 jam sebesar 0,6 ekor dengan persentase
sebesar 2,6%. Sedangkan rata-rata daya pikat atraktan pada waktu ke
24 jam sebesar 1,6 ekor, dengan persentase sebesar 6,4%. Selain itu,
pada rata rata tingkat daya pikat atraktan diwaktu ke 36 jam sebesar
3 ekor, dengan persentase sebesar 12%. Dan rata-rata daya pikat
atraktan pada waktu ke 48 jam sebesar 4 ekor, dengan persentase
sebesar 16%. Adapun hasil rata-rata daya pikat atraktan terhadap
lalat buah (Drosophila Melanogaster) yang dihasilkan melalui
ekstraksi dengan pelarut berupa etil asetat yang ditampilkan sebagai
(P2) pada waktu ke 12 jam sebesar 0 ekor dengan persentase sebesar
0%. Sedangkan rata-rata daya pikat atraktan pada waktu ke 24 jam
sebesar 0,3 ekor, dengan persentase sebesar 1,2%. Selain itu, pada
rata rata tingkat daya pikat atraktan diwaktu ke 36 jam sebesar 1,3
ekor, dengan persentase sebesar 5,2%. Dan rata-rata daya pikat
atraktan pada waktu ke 48 jam
sebesar 2,6 ekor, dengan persentase sebesar 10,4%. Sementara itu
hasil rata-rata daya pikat atraktan terhadap lalat buah (Drosophila
Melanogaster) yang dihasilkan melalui ekstraksi dengan pelarut
berupa metanol yang ditampilkan sebagai (P3) pada waktu ke 12 jam
sebesar 4,6 ekor dengan persentase sebesar 18,4%. Sedangkan rata-
rata daya pikat atraktan pada waktu ke 24 jam sebesar 8,6 ekor,
dengan persentase sebesar 34,4%. Selain itu, pada rata rata tingkat
daya pikat atraktan diwaktu ke 36 jam sebesar 12,6 ekor, dengan
persentase sebesar 50,4%. Dan rata-rata daya pikat atraktan pada
waktu ke 48 jam sebesar 14,3 ekor, dengan persentase sebesar
57,2%. Adapun hasil daya pikat atraktan ekstrak daun kecapi
(Sandoricum keotjape (Burm.F.)Merr).) dengan waktu pengamatan
bertingkat selisih 12 jam, mulai dari 12 jam, 24 jam, 36 jam, hingga
48 jam yang disajikan dalam kurva berikut.
Kurva 6.2 Hasil Rata-Rata Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat
Buah dengan Waktu Pengamatan 12 jam, 24 jam, 36 jam, dan 48
jam Pada Uji Pendahuluan
12 24 36 48

16
14.3
14
12.6 12.6
Tingkat Daya Pikat

12
10 8.6 10.3
8 6.8

6 4.6
4
4 3
3 2.6
2 1.6
0.6 1.3 0
0 0.3
N-HeksanEtil AsetatMetanolKontrol
Pelarut

Dari kurva 6.2 di atas, titik puncak dari daya pikat atraktan
ini terdapat pada larutan atraktan ekstrak daun kecapi (Sandoricum
keotjape (Burm.F.)Merr).) dengan menggunakan pelarut metanol
yaitu sebesar 14,3. Adapun tingkat daya pikat atraktan terendah
pada rentang waktu pengamatan yaitu pada pelarut etil asetat
dengan tingkat daya pikat sebesar 0 pada waktu ke 12 jam, 0,3 pada
waktu ke
24 jam, 1,3 pada waktu ke 36 jam, dan 2,6 pada waktu ke 48 jam
pengamatan.
Grafik 6.1 Persentase (%) Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat
Buah dengan Waktu Pengamatan 12 jam, 24 jam, 36 jam,
dan 48 jam Pada Uji Pendahuluan
57.2
60
50.4 50.4
50
41.2
40 34.4
Persentase

27.2
30
18.4
20 16
12 10.4 12
6.4 5.2
10
2.6 0 1.2
0
N-Heksan Etil Asetat Metanol Kontrol
Pelarut

12243648

Berdasarkan Grafik 6.1 di atas, nilai persentase daya pikat


atraktan pada waktu ke 12 jam dengan menggunakan pelarut n-
heksan menunjukkan nilai persentase sebesar 2,6% kemudian untuk
persentase daya pikat atraktan pada uji pendahuluan dengan
menggunakan pelarut etil asetat diperoleh sebesar 0%. Adapun nilai
persentase dari daya pikat atraktan dengan menggunakan pelarut
metanol diperoleh sebesar 18,4%. Sementara itu untuk kontrol
diperoleh sebesar 12%. Pada waktu ke 24 jam pengamatan daya
pikat atraktan ekstrak daun kecapi dengan menggunakan pelarut n-
heksan menunjukkan nilai persentase sebesar 6,4%, kemudian untuk
larutan ekstrak dengan menggunakan pelarut etil asetat
menunjukkan nilai persentase sebesar 1,2%. Adapun larutan ekstrak
dengan menggunakan pelarut metanol menunjukkan nilai persentase
sebesar 34,4%. Sementara itu, untuk pembanding (kontrol)
menunjukkan nilai persentase daya pikat atraktan terhadap lalat
buah sebesar 27,2%. Adapun pada waktu ke 36 jam pengamatan
daya pikat atraktan ekstrak daun kecapi dengan menggunakan
pelarut n-heksan
menunjukan persentase daya pikat atraktan sebesar 12%.
Selanjutnya nilai persentase daya pikat atraktan dengan
menggunakan pelarut etil asetat yaitu sebesar 5,2%. Kemudian
untuk larutan ekstrak dengan pelarut metanol diperoleh persentase
daya pikat sebesar 50,4%. Adapun pembanding (kontrol)
menunjukkan nilai persentase sebesar 41,2%. Sementara itu, pada
waktu ke 48 jam pengamatan daya pikat atraktan ekstrak daun
kecapi dengan menggunakan pelarut n-heksan mengalami
persentase daya pikat yaitu sebesar 16%. Selanjutnya nilai
persentase mortalitas pada larutan ekstrak dengan menggunakan
pelarut etil asetat yaitu sebesar 10,4%. Kemudian untuk larutan
ekstrak dengan pelarut metanol diperoleh persentase daya pikat
sebesar 57,2%. Adapun pembanding (kontrol) menunjukkan nilai
persentase sebesar 50,4%.
b. Uji Lanjutan
Adapun tabulasi hasil pengujian daya pikat atraktan terhadap lalat
buah (Drosophila Melanogaster) dalam uji lanjutan menggunakan
pelarut terbaik dari hasil uji pendahuluan yaitu pelarut metanol yang
tingkat konsentrasinya dinaikkan menjadi 7,5%, 10%, dan 12,5%
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6.14 Daya Pikat Atraktan Pada Uji Lanjutan
dengan Waktu Pengamatan 12 jam, 24 jam, 36 jam, dan
48 jam
Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah (Drosophila
Melanogaster) pada Uji Lanjutan
Jam
Kode 12 24 36 48

Mean (%) Mean (%) Mean (%) Mean (%)

K1 5 20 9 36 11,3 45,2 14,6 58,4


K2 7,3 29,2 13,3 53,2 14 56 15 60
K3 6,6 22,4 11,3 45,2 15 60 16 64
Keterangan:
K1 : Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi dengan Menggunakan
Pelarut Metanol Dengan Konsentrasi 7,5%
K2 : Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi dengan Menggunakan
Pelarut Metanol Dengan Konsentrasi 10%
K3 : Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi dengan Menggunakan
Pelarut Metanol Dengan Konsentrasi 12,5%

Berdasarkan hasil rata-rata daya pikat atraktan terhadap


lalat buah (Drosophila Melanogaster) yang dihasilkan melalui
ekstraksi dengan pelarut berupa metanol dengan konsentrasi 7,5%
yang ditampilkan sebagai (K1) pada waktu ke 12 jam sebesar 5 ekor
dengan persentase sebesar 20%. Sedangkan rata-rata daya pikat
atraktan pada waktu ke 24 jam sebesar 9 ekor, dengan persentase
sebesar 36%. Selain itu, pada rata rata tingkat daya pikat atraktan
diwaktu ke 36 jam sebesar 11,3 ekor, dengan persentase sebesar
45,2%. Dan rata- rata daya pikat atraktan pada waktu ke 48 jam
sebesar 14,6 ekor, dengan persentase sebesar 58,4%. Adapun hasil
rata-rata daya pikat atraktan terhadap lalat buah (Drosophila
Melanogaster) yang dihasilkan melalui ekstraksi dengan pelarut
metanol konsnetrasi 10% yang ditampilkan sebagai (K2) pada waktu
ke 12 jam sebesar 7,3 ekor dengan persentase sebesar 29,2%.
Sedangkan rata-rata daya pikat atraktan pada waktu ke 24 jam
sebesar 13,3 ekor, dengan persentase sebesar 53,2%. Selain itu, pada
rata rata tingkat daya pikat atraktan diwaktu ke 36 jam sebesar 14
ekor, dengan persentase sebesar 56%.
Adapun, rata-rata daya pikat atraktan pada waktu ke 48 jam
sebesar 15 ekor, dengan persentase sebesar 60%. Sementara itu hasil
rata-rata daya pikat atraktan terhadap lalat buah (Drosophila
Melanogaster) yang dihasilkan melalui ekstraksi dengan pelarut
metanol konsentrasi 12,5% yang ditampilkan sebagai (K3) pada
waktu ke 12 jam sebesar 6,6 ekor dengan persentase sebesar 26,4%.
Sedangkan rata-rata daya pikat atraktan pada waktu ke 24 jam
sebesar 11,3 ekor, dengan persentase sebesar 45,2%. Selain itu, pada
rata rata tingkat daya pikat atraktan diwaktu ke 36 jam sebesar 15
ekor, dengan
persentase sebesar 60%. Dan rata-rata daya pikat atraktan pada
waktu ke 48 jam sebesar 16 ekor, dengan persentase sebesar 64%.
Adapun hasil daya pikat atraktan ekstrak daun kecapi
(Sandoricum keotjape (Burm.F.)Merr).) dengan waktu pengamatan
bertingkat selisih 12 jam, mulai dari 12 jam, 24 jam, 36 jam, hingga
48 jam yang disajikan dalam kurva berikut.
Kurva 6.3 Hasil Rata-Rata Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat
Buah dengan Waktu Pengamatan 12 jam, 24 jam, 36 jam, dan 48
jam Pada Uji Lanjutan
12 24 36 48

18
15 16
16 14.6
15
14 14
Tingkat Daya Pikat

12 13.3
11.3
10 11.3
9
8
6 7.3
5 6.6
4
2
0
7.50% 10% 12.50%
Pelarut

Dari kurva 6.2 di atas, titik puncak dari daya pikat atraktan
ini terdapat pada larutan atraktan ekstrak daun kecapi (Sandoricum
keotjape (Burm.F.)Merr).) dengan menggunakan pelarut metanol
konsentrasi 12,5% yaitu sebesar 16. Adapun tingkat daya pikat
atraktan terendah pada rentang waktu pengamatan yaitu pada pelarut
metanol konsentrasi 7,5% dengan tingkat daya pikat sebesar 5 pada
waktu ke 12 jam, 9 pada waktu ke 24 jam, 11,3 pada waktu ke 36
jam, dan 14,6 pada waktu ke 48 jam pengamatan.
Grafik 6.2 Persentase (%) Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat
Buah dengan Waktu Pengamatan 12 jam, 24 jam, 36 jam,
dan 48 jam Pada Uji Lanjutan
58.4 60 60 64
56
60 53.2

50 45.2 45.2

36
40
Persentase

29.2
26.4
30
20
20

10

0
7.50% 10% 12.50%
Pelarut

12243648

Berdasarkan Grafik 6.1 di atas, nilai persentase daya pikat


atraktan pada waktu ke 12 jam dengan menggunakan metanol
konsentrasi 7,5% menunjukkan nilai persentase sebesar 20%
kemudian untuk persentase daya pikat atraktan pada uji
pendahuluan dengan menggunakan pelarut metanol konsentrasi 10%
diperoleh sebesar 29,2%. Adapun nilai persentase dari daya pikat
atraktan dengan menggunakan pelarut metanol konsentrasi 12,5%
diperoleh sebesar 26,4%. Pada waktu ke 24 jam pengamatan daya
pikat atraktan ekstrak daun kecapi dengan menggunakan metanol
konsentrasi 7,5% menunjukkan nilai persentase sebesar 36%
kemudian untuk larutan ekstrak dengan menggunakan pelarut
metanol konsentrasi 10% menunjukkan nilai persentase sebesar
53,2%. Adapun larutan ekstrak dengan menggunakan pelarut
metanol konsentrasi 12,5% menunjukkan nilai persentase sebesar
45,2%.
Adapun pada waktu ke 36 jam pengamatan daya pikat
atraktan ekstrak daun kecapi dengan menggunakan pelarut metanol
konsentrasi 7,5% menunjukan persentase daya pikat atraktan
sebesar 45,2%. Selanjutnya nilai persentase daya pikat atraktan
dengan
menggunakan pelarut metanol konsentrasi 10% yaitu sebesar 56%.
Kemudian untuk larutan ekstrak dengan pelarut metanol konsentrasi
12,5% diperoleh persentase daya pikat sebesar 60%. Sementara itu,
pada waktu ke 48 jam pengamatan daya pikat atraktan ekstrak daun
kecapi dengan menggunakan pelarut metanol konsentrasi 7,5%
mengalami persentase daya pikat yaitu sebesar 58,4%. Selanjutnya
nilai persentase mortalitas pada larutan ekstrak dengan
menggunakan pelarut metanol konsentrasi 10% yaitu sebesar 60%.
Kemudian untuk larutan ekstrak dengan pelarut metanol konsentrasi
12,5% diperoleh persentase daya pikat sebesar 64%.
Hasil pengamatan daya pikat atraktan ekstrak daun kecapi
tergolong cukup tinggi. Daya pikat tertinggi pada atraktan ekstrak
daun kecapi menggunakan pelarut metanol konsentrasi 12,5%
mencapai 64%. Hasil yang didapatkan ini, sesuai dengan yang ingin
dicapai oleh peneliti, karena sejalan dengan hasil pengujian GC-MS
yang menunjukan bahwa ekstrak daun kecapi mengandung banyak
senyawa volatil seperti Caryophyllene, yang dapat dimanfaatkan
sebagai pengendali hama hayati. Aroma dari senyawa volatil
tersebut mampu menarik perhatian serangga herbivora sehingga
dapat dijadikan sebagai atraktan untuk pengendali hama.
(Wonorahardjo et al., 2015; Masriany et al, 2020).

2. Mortalitas Lalat Buah


a. Uji Pendahuluan
Adapun tabulasi hasil pengujian mortalitas lalat buah (Drosophila
Melanogaster) pada uji pendahuluan menggunakan pelarut non
polar (n-heksan), semi polar (etil asetat), dan polar (metanol) dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6.15 Mortalitas Lalat Buah Pada Uji Pendahuluan dengan
Waktu Pengujian Selama 7 Hari
Mortalitas Lalat Kode
Hari
Buah pada Uji
Ke P1 P2 P3 K
Pendahuluan
Mean 1 0,3 0,6 0
1 Mortalitas (%) 4 1,2 2,4 0
Mean 6,3 1 2,6 1,1
2 Mortalitas (%) 25,2 4 10,4 4,4
Mean 7,3 2,3 6,3 2,6
3 Mortalitas (%) 29,2 9,2 25,2 10,4
Mean 7,3 5 10,6 5,8
4 Mortalitas (%) 29,2 20 42,4 23,2
Mean 11,6 6,6 13,6 8,8
5 Mortalitas (%) 46,4 26,4 54,4 35,2
Mean 12,3 8 16 12
6 Mortalitas (%) 49,2 32 64 48
Mean 13 9,3 18,6 16,5
7 Mortalitas (%) 52 37,2 74,4 66
Keterangan:
P1 : Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi dengan Menggunakan
Pelarut Non Polar, yaitu N-Heksan
P2 : Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi dengan Menggunakan
Pelarut Semi Polar, yaitu Etil Asetat
P3 : Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi dengan Menggunakan
Pelarut Polar, yaitu Metanol

Berdasarkan hasil rata-rata mortalitas lalat buah


(Drosophila Melanogaster) yang dihasilkan melalui ekstraksi
dengan pelarut berupa n-heksan yang ditampilkan sebagai (P1) pada
hari pertama sebesar 1 ekor dengan persentase sebesar 4%.
Sedangkan mortalitas lalat buah pada hari kedua sebesar 6,3 ekor,
dengan persentase sebesar 25,2%. Selain itu, tingkat mortalitas lalat
buah dihari ketiga sebesar 7,3 ekor, dengan persentase sebesar
29,2%. Pada hari keempat, nilai mortalitas lalat buah sebesar 7,3
ekor, dengan persentase sebesar 29,2%.
Sementara itu mortalitas lalat buah dihari kelima
menunjukan nilai sebesar 11,6 ekor, dengan persentase sebesar
46,4%. oSedangkan pada hari keenam, nilai mortalitas lalat buah
sebesar 12,3 ekor, dengan persentase sebesar 49,2%. Dan nilai
mortalitas lalat buah pada hari ketujuh sebesar 13 ekor, dengan
persentase sebesar 52%. Adapun hasil rata-rata mortalitas lalat buah
(Drosophila Melanogaster) yang dihasilkan melalui ekstraksi
dengan pelarut berupa etil asetat yang ditampilkan sebagai (P2) pada
hari pertama sebesar 0,3 ekor dengan persentase sebesar 1,2%.
Sedangkan mortalitas lalat buah pada hari kedua sebesar 1 ekor,
dengan persentase sebesar 4%. Selain itu, tingkat mortalitas lalat
buah dihari ketiga sebesar 2,3 ekor, dengan persentase sebesar 9,2%.
Pada hari keempat, nilai mortalitas lalat buah sebesar 5 ekor, dengan
persentase sebesar 20%.
Selanjutnya, mortalitas lalat buah dihari kelima
menunjukan nilai sebesar 6,6 ekor, dengan persentase sebesar
26,4%. Sedangkan pada hari keenam, nilai mortalitas lalat buah
sebesar 8 ekor, dengan persentase sebesar 32%. Adapun nilai
mortalitas lalat buah pada hari ketujuh sebesar 9,3 ekor, dengan
persentase sebesar 37,2%. Sementara itu hasil rata-rata mortalitas
lalat buah (Drosophila Melanogaster) yang dihasilkan melalui
ekstraksi dengan pelarut berupa metanol yang ditampilkan sebagai
(P3) pada hari pertama sebesar 0,6 ekor dengan persentase sebesar
2,4%. Sedangkan mortalitas lalat buah pada hari kedua sebesar 2,6
ekor, dengan persentase sebesar 10,4%. Selain itu, tingkat mortalitas
lalat buah dihari ketiga sebesar 6,3 ekor, dengan persentase sebesar
25,2%. Pada hari keempat, nilai mortalitas lalat buah sebesar 10,6
ekor, dengan persentase sebesar 42,4%. Sementara itu mortalitas
lalat buah dihari kelima menunjukan nilai sebesar 13,6 ekor, dengan
persentase sebesar 54,4%. Sedangkan pada hari keenam, nilai
mortalitas lalat buah sebesar 16 ekor, dengan persentase sebesar
64%. Nilai mortalitas lalat buah pada hari ketujuh sebesar 18,6 ekor,
dengan persentase sebesar 74,4%.
Adapun hasil pengujian mortalitas lalat buah menggunakan
atraktan ekstrak daun kecapi (Sandoricum keotjape
(Burm.F.)Merr).) dengan waktu pengamatan selama 7 hari yang
disajikan dalam kurva berikut.
Kurva 6.4 Hasil Pengujian MortalitasLalat Buah dengan Waktu
Pengujian Selama 7 Hari Pada Uji Pendahuluan
H1 H2 H3 H4 H5 H6 7
18.6
20
16.5
Tingkat Mortalitas

15 13 16
12.3 13.6
11.6 9.3 12
10 10.6
8 6.6 8.8
7.3
6.3 6.3 5.8
5 5
7.3 2.3 2.6 2.6
0 0.3 1 0.6 1.1 0
1
Etil Asetat Kontrol
Metanol
N-Heksan
Pelarut

Dari kurva 6.3 di atas, titik puncak dari proses pengujian


ini terdapat pada larutan atraktan ekstrak daun kecapi (Sandoricum
keotjape (Burm.F.)Merr).) dengan menggunakan pelarut metanol
yaitu sebesar 18,6 ekor. Adapun tingkat mortalitas terendah selama
tujuh hari pengujian pada pelarut etil asetat, yaitu dengan tingkat
mortalitas 0,3 ekor pada hari pertama, 1 ekor pada hari kedua, 2,3
ekor pada hari ketiga, 5 ekor pada hari keempat, 6,6 ekor pada hari
kelima, 8 ekor pada hari keenam, dan 9,3 ekor pada hari ketujuh.
Grafik 6.3 Persentase (%) Pengujian Mortalitas Lalat Buah
dengan Waktu Pengujian Selama 7 Hari
Pada Uji Pendahuluan
80
74.4
66
70 64

60 52 54.4
49.2 48
50 42.4
PERSENTASE

46.4
37.2 35.2
40
32
29.2
26.4 25.2
30 25.2 23.2
20
20
9.2 10.4 10.4
104 2.4 4.4
1.24
0
0
N-Heksan Etil Asetat Metano Kontrol
l
PELARUT
H1H2H3H4H5H6H7

Berdasarkan Grafik 6.2 di atas, nilai persentase pengujian


mortalitas pada hari pertama dengan menggunakan pelarut n-heksan
menunjukkan nilai persentase sebesar 4% kemudian untuk
persentase larutan ekstrak dengan menggunakan pelarut etil asetat
diperoleh sebesar 1,2%. Adapun nilai persentase dari larutan ekstrak
dengan menggunakan pelarut metanol diperoleh sebesar 2,4%.
Sementara itu untuk kontrol diperoleh sebesar 0%. Pada hari kedua
pengujian mortalitas lalat buah menggunakan atraktan ekstrak daun
kecapi dengan menggunakan pelarut n-heksan menunjukkan nilai
persentase sebesar 25,2%, kemudian untuk larutan ekstrak dengan
menggunakan pelarut etil asetat menunjukkan nilai persentase
sebesar 4%. Adapun larutan ekstrak dengan menggunakan pelarut
metanol menunjukkan nilai persentase sebesar 10,4%.
Sementara itu, untuk pembanding (kontrol) menunjukkan
nilai persentase sebesar 4,4%. Adapun pada hari ketiga pengujian
mortalitas lalat buah menggunakan atraktan ekstrak daun kecapi
dengan menggunakan pelarut n-heksan menunjukan persentase
sebesar 29,2%. Selanjutnya nilai persentase larutan ekstrak
menggunakan pelarut etil asetat yaitu sebesar 9,2%. Kemudian
untuk larutan ekstrak dengan pelarut metanol diperoleh persentase
sebesar 25,2%.
Adapun pembanding (kontrol) menunjukkan nilai
persentase sebesar 10,4%. Sementara itu, pada hari keempat
pengujian mortalitas larutan ekstrak dengan menggunakan pelarut n-
heksan mengalami persentase sebesar 29,2%. Selanjutnya nilai
persentase mortalitas pada larutan ekstrak dengan menggunakan
pelarut etil asetat yaitu sebesar 20%. Kemudian untuk larutan
ekstrak dengan pelarut metanol diperoleh persentase sebesar 42,4%.
Adapun pembanding (kontrol) menunjukkan nilai persentase sebesar
23,2%.
Selanjutnya, pada hari kelima pengujian mortalitas lalat
buah menggunakan atraktan ekstrak daun kecapi dengan
menggunakan pelarut n-heksan menunjukkan nilai persentase
sebesar 46,4%, kemudian untuk larutan ekstrak dengan
menggunakan pelarut etil asetat menunjukkan nilai persentase
sebesar 26,4%. Adapun larutan ekstrak dengan menggunakan
pelarut metanol menunjukkan nilai persentase sebesar 54,4%.
Sementara itu, untuk pembanding (kontrol) menunjukkan nilai
persentase sebesar 35,2%. Adapun pada hari keenam pengujian
mortalitas lalat buah menggunakan atraktan ekstrak daun kecapi
dengan menggunakan pelarut n-heksan menunjukan persentase
sebesar 49,2%.
Nilai persentase larutan ekstrak menggunakan pelarut etil
asetat yaitu sebesar 32%. Kemudian untuk larutan ekstrak dengan
pelarut metanol diperoleh persentase sebesar 64%. Adapun
pembanding (kontrol) menunjukkan nilai persentase sebesar 48%.
Sementara itu, pada hari ketujuh pengujian mortalitas larutan
ekstrak dengan menggunakan pelarut n-heksan mengalami
persentase sebesar 52%. Selanjutnya nilai persentase mortalitas pada
larutan ekstrak dengan menggunakan pelarut etil asetat yaitu sebesar
37,2%. Kemudian untuk larutan ekstrak dengan pelarut metanol
diperoleh
persentase sebesar 74,4%. Adapun pembanding (kontrol)
menunjukkan nilai persentase sebesar 66%.

b. Uji Lanjutan
Adapun tabulasi hasil pengujian mortalitas terhadap lalat buah
(Drosophila Melanogaster) dalam uji lanjutan menggunakan pelarut
polar (metanol) dengan konsentrasi 7,5%, 10% dan 12,5% dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6.16 Mortalitas Lalat Buah Pada Uji
Lanjutan dengan Waktu Pengujian Selama 7
Hari
Mortalitas Lalat Kode
Hari
Buah pada Uji
Ke K1 K2 K3
Pendahuluan
Mean 0,3 0 1
1 Mortalitas (%) 1,2 0 4
Mean 2,6 2 1,6
2 Mortalitas (%) 10,4 8 6,4
Mean 5,3 6,3 10,3
3 Mortalitas (%) 21,2 25,2 41,2
Mean 9,3 9,3 13,6
4 Mortalitas (%) 36,8 37,2 54,4
Mean 15 14,3 19,3
5 Mortalitas (%) 60 57,2 77,2
Mean 18,6 17 22
6 Mortalitas (%) 74,4 68 88
Mean 20,3 22,6 25
7 Mortalitas (%) 81,2 90,4 100
Keterangan:
K1 : Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi Menggunakan
Pelarut Metanol dengan Konsentrasi 7,5%
K2 : Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi Menggunakan
Pelarut Metanol dengan Konsentrasi 10%
K3 : Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi Menggunakan
Pelarut Metanol dengan Konsentrasi 12,5%

Berdasarkan hasil rata-rata mortalitas lalat buah


(Drosophila Melanogaster) yang dihasilkan melalui ekstraksi
dengan pelarut berupa metanol dengan konsentrasi 7,5% yang
ditampilkan sebagai (K1) pada hari pertama sebesar 0,3 ekor dengan
persentase sebesar 1,2%. Sedangkan mortalitas lalat buah pada hari
kedua sebesar 2,6
ekor, dengan persentase sebesar 10,4%. Selain itu, tingkat mortalitas
lalat buah dihari ketiga sebesar 5,3 ekor, dengan persentase sebesar
21,2%. Pada hari keempat, nilai mortalitas lalat buah sebesar 9,3
ekor, dengan persentase sebesar 36,8%. Sementara itu mortalitas
lalat buah dihari kelima menunjukan nilai sebesar 15 ekor, dengan
persentase sebesar 60%. Sedangkan pada hari keenam, nilai
mortalitas lalat buah sebesar 18,6 ekor, dengan persentase sebesar
74,4%. Dan nilai mortalitas lalat buah pada hari ketujuh sebesar
20,3 ekor, dengan persentase sebesar 81,2%. Adapun hasil rata-rata
mortalitas lalat buah (Drosophila Melanogaster) yang dihasilkan
melalui ekstraksi dengan pelarut berupa methanol dengan
konsentrasi 10% yang ditampilkan sebagai (K2) pada hari pertama
sebesar 0 ekor dengan persentase sebesar 0%.
Sedangkan mortalitas lalat buah pada hari kedua sebesar 2
ekor, dengan persentase sebesar 8%. Selain itu, tingkat mortalitas
lalat buah dihari ketiga sebesar 6,3 ekor, dengan persentase sebesar
25,2%. Pada hari keempat, nilai mortalitas lalat buah sebesar 9,3
ekor, dengan persentase sebesar 37,2%. Sementara itu mortalitas
lalat buah dihari kelima menunjukan nilai sebesar 14,3 ekor, dengan
persentase sebesar 57,2%. Sedangkan pada hari keenam, nilai
mortalitas lalat buah sebesar 17 ekor, dengan persentase sebesar
68%. Dan nilai mortalitas lalat buah pada hari ketujuh sebesar 22,6
ekor, dengan persentase sebesar 90,4%. Sementara itu hasil rata-rata
mortalitas lalat buah (Drosophila Melanogaster) yang dihasilkan
melalui ekstraksi dengan pelarut berupa metanol dengan konsentrasi
12,5% yang ditampilkan sebagai (K3) pada hari pertama sebesar 1
ekor dengan persentase sebesar 4%.
Selanjutnya, mortalitas lalat buah pada hari kedua sebesar
1,6 ekor, dengan persentase sebesar 6,4%. Selain itu, tingkat
mortalitas lalat buah dihari ketiga sebesar 10,3 ekor, dengan
persentase sebesar 41,2%. Pada hari keempat, nilai mortalitas lalat
buah sebesar 13,6 ekor, dengan persentase sebesar 54,4%.
Sementara itu mortalitas lalat buah dihari kelima menunjukan nilai
sebesar 19,3 ekor, dengan persentase sebesar 77,2%. Sedangkan
pada hari keenam, nilai mortalitas lalat buah sebesar 22 ekor,
dengan persentase sebesar 88%. Dan nilai mortalitas lalat buah pada
hari ketujuh sebesar 25 ekor, dengan persentase sebesar 100%.
Adapun hasil pengujian mortalitas lalat buah menggunakan
atraktan ekstrak daun kecapi (Sandoricum keotjape
(Burm.F.)Merr).) pada uji lanjutan dengan waktu pengamatan
selama 7 hari yang disajikan dalam kurva berikut.
Kurva 6.5 Hasil Pengujian Mortalitas Lalat Buah dengan Waktu
Pengujian Selama 7 Hari Pada Uji Lanjutan
H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7

30
25
25 22.6
Tingkat Mortalitas

20.3
22
20
18.6 19.3
17
15 15 14.3
13.6
10 9.3 10.3
9.3
5.3 6.3 1.6
5
2.6 2 1
0 0.3 0
7.50% 10% 12.50%
Pelarut

Dari kurva 6.4 di atas, titik puncak dari proses pengujian


ini terdapat pada larutan atraktan ekstrak daun kecapi (Sandoricum
keotjape (Burm.F.)Merr).) menggunakan pelarut metanol dengan
konsentrasi 12,5% yaitu sebesar 25 ekor. Adapun tingkat mortalitas
terendah selama tujuh hari pengujian pada pelarut metanol dengan
konsentrasi 7,5% yaitu sebesar 20,3 ekor.
Grafik 6.4 Persentase (%) Pengujian Mortalitas Lalat Buah
dengan Waktu Pengujian Selama 7 Hari
Pada Uji Lanjutan
100
100
90.4 88
90 81.2
77.2
80 74.4
68
70
PERSENTASE

60 57.2
60 54.4

50 41.2
37.2
40
30 25.2
21.2
20 10.4 8 6.4
10 1.2 0 4
0
7.50%10%12.50%
H1H2HP3ELARHU4T H5H6H7

Berdasarkan Grafik 6.3 di atas, nilai persentase pengujian


mortalitas pada hari pertama dengan menggunakan pelarut metanol
konsentrasi 7,5% menunjukkan nilai persentase sebesar 1,2%
kemudian untuk persentase larutan ekstrak dengan menggunakan
konsentrasi 10% diperoleh sebesar 0%. Adapun nilai persentase dari
larutan ekstrak dengan menggunakan konsentrasi 12,5% diperoleh
sebesar 4%. Pada hari kedua pengujian mortalitas lalat buah
menggunakan atraktan ekstrak daun kecapi dengan menggunakan
pelarut methanol 7,5% menunjukkan nilai persentase sebesar 10,4%,
kemudian untuk larutan ekstrak dengan menggunakan konsentrasi
10% menunjukkan nilai persentase sebesar 8%.
Adapun larutan ekstrak dengan menggunakan konsentrasi
12,5% menunjukkan nilai persentase sebesar 41,2%. Adapun pada
hari ketiga pengujian mortalitas lalat buah menggunakan atraktan
ekstrak daun kecapi dengan menggunakan pelarut methanol
konsentrasi 7,5% menunjukan persentase sebesar 21,2%.
Selanjutnya nilai persentase larutan ekstrak menggunakan
konsentrasi 10% yaitu sebesar 25,2%. Kemudian untuk larutan
ekstrak dengan konsentrasi
12,5% diperoleh persentase sebesar 41,2%. Pada hari keempat
pengujian mortalitas larutan ekstrak dengan menggunakan pelarut
methanol konsentrasi 7,5% mengalami persentase sebesar 36,8%.
Selanjutnya nilai persentase mortalitas pada larutan ekstrak dengan
menggunakan konsentrasi 10% yaitu sebesar 37,2%. Kemudian
untuk larutan ekstrak dengan konsentrasi 12,5% diperoleh
persentase sebesar 54,4%.

Gambar 6.11 Mortalitas Lalat Buah

Sementara itu, pada hari kelima pengujian mortalitas lalat


buah menggunakan atraktan ekstrak daun kecapi dengan
menggunakan pelarut metanol konsentrasi 7,5% menunjukkan nilai
persentase sebesar 60%, kemudian untuk larutan ekstrak dengan
menggunakan konsentrasi 10% menunjukkan nilai persentase
sebesar 57,2%. Adapun larutan ekstrak dengan menggunakan
konsentrasi 12,5% menunjukkan nilai persentase sebesar 77,2%.
Adapun pada hari keenam pengujian mortalitas lalat buah
menggunakan atraktan ekstrak daun kecapi dengan menggunakan
pelarut metanol 12,5% menunjukan persentase sebesar 74,4%.
Selanjutnya nilai persentase larutan ekstrak menggunakan
konsentrasi 10% yaitu sebesar 68%. Kemudian untuk larutan ekstrak
dengan konsentrasi 12,5% diperoleh persentase sebesar 88%.
Sementara itu, pada hari ketujuh pengujian mortalitas larutan
ekstrak dengan menggunakan pelarut metanol
konsentrasi 7,5% mengalami persentase sebesar 81,2%. Selanjutnya
nilai persentase mortalitas pada larutan ekstrak dengan
menggunakan konsentrasi 10% yaitu sebesar 90,4%. Kemudian
untuk larutan ekstrak dengan konsentrasi 12,5% diperoleh
persentase sebesar 100%.
Tingkat Mortalitas lalat buah tertinggi selama pengujian
pada uji lanjutan adalah atraktan dengan pelarut metanol konsentrasi
12,5%, yaitu mencapai 100%. Hasil yang didapatkan pada uji
lanjutan ini, sesuai dengan yang ingin dicapai oleh peneliti, karena
sejalan dengan hasil pengujian senyawa fitokimia ekstrak daun
kecapi menggunakan pelarut metanol yang positif mengandung
senyawa alkaloid, tritterpenoid, tannin, saponin, dan flavonoid. yang
mampu membunuh serangga secara perlahan. (Putu Padma
Maheswari, 2018).
Dalam proses pembuatan larutan atraktan ekstrak daun
kecapi, peneliti awalnya menjadikan daun kecapi tersebut dalam
bentuk bubuk terlebih dahulu. Selanjutnya, peneliti melakukan tahap
proses ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan
menggunakan pelarut non polar (n-heksan), semi polar (etil asetat),
dan polar (metanol). Dalam proses ekstraksi ini peneliti melakukan

proses perendaman terhadap bubuk daun kecapi dengan dilarutkan


bersama dengan pelarut. Lama waktu perendaman yaitu selama 24
jam.
Adapun pelarut awal yang digunakan dalam proses
perendaman adalah pelarut non polar yaitu n-heksan. Selanjutnya
setelah tiga kali proses perendaman dilakukan peneliti mengganti
pelarut dengan menggunakan pelarut semi polar yaitu etil asetat.
Kemudian pelarut terakhir yang digunakan dalam proses ekstraksi
dengan menggunakan pelarut polar yaitu metanol. Adapun setelah
melakukan proses ekstraksi larutan hasil ekstraksi kemudian
dipekatkan menggunakan Rotary evaporator. Hasil pemekatan
selanjutnya diletakkan dalam cawan petri hingga ekstrak tersebut
menjadi kering.
Adapun sebelum melakukan pengujian bioaktivitas atraktan
peneliti sebelumnya membuat taraf konsentrasi yang akan
digunakan saat pengujian.. Adapun Pengujian bioaktivitas atraktan
dilakukan melalui dua tahap. Tahapan awal dilakukan sebagai uji
pendahuluan dengan tujuan untuk mengetahui larutan atraktan
ekstrak daun kecapi (Sandoricum keotjape (Burm.F.)Merr).) dengan
pelarut non polar (n- heksan), semi polar (etil asetat), dan pelarut
polar (metanol), yang efektif dalam pengujian daya pikat atraktan
dan tingkat mortalitas lalat buah. Setelah dilakukan uji pendahuluan,
peneliti melanjutkan ke tahap uji lanjutan dengan menaikkan taraf
konsentrasi dari larutan atraktan ekstrak daun kecapi dengan
menggunakan pelarut terefektif berdasarkan hasil uji pendahuluan.
Konsentrasi larutan yang digunakan dalam uji pendahuluan yaitu
sebesar 5%. Sementara itu, konsentrasi larutan pada uji lanjutan
yaitu sebesar 7,5%, 10% dan 12,5%.

Gambar 7.1 Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi


Menggunakan Pelarut Metanol dengan
Konsentrasi 7,5%, 10%, dan 12,5%

Berdasarkan hasil pengujian mortalitas lalat buah dan


tingkat daya pikat atraktan pada uji pendahuluan diperoleh larutan
atraktan dengan pelarut metanol terbukti memiliki keefektifan yang
cukup tinggi dibandingkan dengan pelarut n-heksan dan etil asetat.
Selanjutnya pada uji lanjutan, pengujian atraktan dengan tingkat
konsentrasi 12,5% memperoleh nilai daya pikat atraktan sebesar
64% dan mengalami mortalitas lalat buah 100%. Dapat disimpulkan
bahwa larutan atraktan ekstrak daun kecapi dengan pelarut metanol
12,5% terbukti dapat dijadikan sebagai atraktan alami dalam upaya
pengendalian terhadap serangan lalat buah.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian bioaktivitas zat ekstraktif daun kecapi
(Sandoricum keotjape (Burm.F.)Merr).) dengan ekstraksi menggunakan metode
maserasi terhadap pengujian daya pikat atraktan dan tingkat mortalitas lalat
buah. Adapun pengujian tingkat mortalitas akan dilakukan terhadap lalat buah
(Drosophila Melanogaster), maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa besar
kandungan kadar zat ekstraktif dari hasil ekstrak daun kecapi (Sandoricum
keotjape (Burm.F.)Merr).) hasil ekstraksi menggunakan pelarut polar yaitu
metanol diperoleh sebesar 3,9%, pelarut semi polar yaitu etil asetat sebesar
3,6%, dan pelarut non polar yaitu n-heksan sebesar 1,4%. Adapun pH yang
terkandung dalam larutan atraktan ekstrak daun kecapi (Sandoricum keotjape
(Burm.F.)Merr).) pada uji pendahuluan dengan menggunakan pelarut polar
yaitu metanol sebesar 3,06 (Asam Kuat), non polar yaitu n-heksan sebesar
5,70 (Asam Lemah) dan semi polar yaitu etil asetat sebesar 5,22 (Asam
Kuat). Pada uji lanjutan dengan menggunakan pelarut metanol dengan tiga
konsentrasi yaitu konsentrasi 7,5%, 10%, dan 12,5% diperoleh pH larutan
secara berturut- turut yaitu 3,36%, 3,04%, dan 2,0%.
2. Berdasarkan hasil identifikasi senyawa fitokimia dalam larutan atraktan
ekstrak daun kecapi (Sandoricum keotjape (Burm.F.)Merr).) dengan
menggunakan pelarut polar yaitu metanol terbukti positif mengandung
senyawa alkaloid, triterpenoid, tannin, saponin, dan flavonoid. dengan
pelarut non polar yaitu n-heksan dan semi polar yaitu etil asetat tidak terbukti
mengandung senyawa alkaloid, triterpenoid, tannin, saponin, dan flavonoid.
3. Adapun larutan atraktan ekstrak daun kecapi (Sandoricum keotjape
(Burm.F.)Merr).) terbukti memiliki bioaktivitas terhadap lalat buah jenis
Drosophila Melanogaster berdasarkan perhitungan mortalitas pada uji
pendahuluan dengan menggunakan pelarut polar yaitu metanol diperoleh
sebesar 74,4%, pelarut non polar yaitu n-heksan sebesar 52% dan pelarut
semi polar yaitu etil asetat sebesar 37,2%, serta kontrol sebagai pembanding
diperoleh sebesar 66%. Perhitungan mortalitas lalat buah pada uji lanjutan
dengan menggunakan pelarut yang efektif berdasarkan hasil uji pendahuluan
yaitu pelarut polar (metanol) yang kemudian dilanjutkan dengan memberikan
3 taraf konsentrasi untuk mengetahui pada konsentrasi berapa larutan
atraktan ekstrak daun kecapi efektif untuk dijadikan sebagai atraktan, pada
konsentrasi metanol 7,5% diperoleh tingkat mortalitas lalat buah sebesar
81,2%, metanol 10% sebesar 90,4% dan metanol 12,5% menunjukkan nilai
mortalitas sebesar 100%. Adapun hasil perhitungan daya pikat atraktan pada
uji pendahuluan dengan pelarut polar yaitu metanol diperoleh sebesar 57,2%,
non polar yaitu n-heksan sebesar 16% dan semi polar yaitu etil asetat sebesar
10,4% serta kontrol sebagai pembanding sebesar 50,4%. Perhitungan daya
pikat atraktan pada uji lanjutan dengan menggunakan pelarut yang efektif
berdasarkan hasil uji pendahuluan yaitu pelarut polar (metanol) yang
kemudian dilanjutkan dengan memberikan 3 taraf konsentrasi untuk
mengetahui pada konsentrasi berapa larutan atraktan ekstrak daun kecapi
efektif untuk dijadikan sebagai atraktan, pada konsentrasi metanol 7,5%
diperoleh tingkat daya pikat atraktan sebesar 58,4%, metanol 10% sebesar
60% dan metanol 12,5% menunjukkan nilai mortalitas sebesar 64%.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan serta
kesimpulan yang telah disampaikan, adapun saran-saran terkait penelitian yang
sejenis sehingga dapat dijadikan sebagai masukan dan juga referensi bagi
peneliti lain adalah sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai senyawa aktif yang terdapat
dalam daun kecapi (Sandoricum keotjape (Burm.F.)Merr).), sehingga dapat
diperoleh senyawa murni yang dapat dijadikan produk berupa atraktan alami
yang selanjutnya dapat dibandingkan dengan atraktan sintetik.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai sifat bioaktifitas zat
ekstraktif dari bagian tumbuhan kecapi lainnya guna untuk meningkatkan
pemanfaatan sumber daya alam serta menambah nilai ekonomi dan
pemasukan masyarakat.
3. Hasil dari penelitian ini berupa larutan atraktan ekstrak daun kecapi
(Sandoricum keotjape (Burm.F.)Merr).) yang diharapkan bisa diterapkan
dalam kehidupan masyarakat khususnya masyarakat di wilayah Kabupaten
Bekasi, dalam meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam yang dapat
menambah pemasukan serta penghasilan.
DAFTAR PUSTAKA

Ayu Anisa Damayanti, Ni Luh Putu Trisnawati, & Hery Suyanto. (2021).
Identification of Betel Leaf Wave Numbers (Piper sp.) Using Fourier
Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy Methods and Principal
Component Analysis (PCA). Buletin Fisika .

Agus Susanto, Ceppy Nasahi, Yuri Khansa Rumaisha, Wayan Murdita, & Tri
Murniningtyas Puji Lestari. (2019). Penambahan Essens Buah untuk
Meningkatkan Keefektifan Metil Eugenol. urnal Agrikultura , 54-55.

Baitun, H., Dharmono, & Amintarti, S. (2017). Uji Antibakteri Daun Kecapi
Sentul (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr.Terhadap Bakteri
Staphylococcus. Jurnal Wahana-Bio, 40-45.

Eff, A. R. (2019). EFEK EKSTRAK AIR DAUN KECAPI (SANDORICUM


KOETJAPE (BURM. F.) MERR.) TERHADAP BAKTERI
STAPHYLOCOCCUS. Jurnal Archives Pharmacia, 10-11.

Edy Cahyono. (n.d.). HIDEROGENASI METIL EUGENOL TERKATALISIS


NI/ZEOLIT ALAM DAN UJI AKTIFITASNYA SEBAGAI ATRAKTAN
LALAT BUAH.

Ellen Hotmian, Elly Suoth, Fatimawali, & Trina Tallei. (2021). GC-MS (GAS
CHROMATOGRAPHY - MASS SPECTROMETRY) ANALYSIS OF
NUT GRASS TUBER (Cyperus rotundus L.) METHANOLIC EXTRACT.

Helmiyetti, Ike Rahmadani, & Syalfinaf Manaf. (2019). he Effectiveness of


Petrogenol as A Flake (Bactrocera Spp.) Attractant In Red Chili Plant
(Capsicum annuum L.) on The Land of “UPTD BPTPH Mojorejo” Rejang
Lebong Regency-Bengkulu. SN-Biosper, 19-20.

Jimmy Johanso Fransz, Rohny Setiawan Maail, & Jimmy Titarsole. (2019). GC-
MS ANALYSIS OF MELALEUCA CAJUPUT OIL QUALITY FROM
PELITA JAYA VILLAGE OF WEST SERAM REGENCY IN MALUKU
PROVINCE.

Ladja, M. G., Iin Hindun, Sukarsono, & Rr Eko Susetyarini. (2018). Pengendalian
lalat buah (Bactrocera sp) secara biologi menggunakan attractant dan warna
pada tanaman jambu biji (Psidium guajava). Prosiding Seminar Nasiona,
246-248.
Masriany, Sari, A., & Armita, D. (2020). Diversitas Senyawa Volatil dari Berbagai
Jenis Tanaman Dan Potensinya Sebagai Pengendali Hama yang Ramah
Lingkungan. ALAUDDIN, 475-479.

Mega Rizky Novitasari, Lizma Febrina, Risna Agustina, Agung Rahmadani, &
Rolan Rusli. (n.d.). ANALISIS GC-MS SENYAWA AKTIF
ANTIOKSIDAN FRAKSI ETIL ASETAT.

Ni Made Pasmiati Setyaningsih, & I Kadek Swastika. (n.d.). EFEKTIVITAS


EKSTRAK ETHANOL DAUN SALAM (SYZYGIUM.

Pindo Hardika P.A.N, Fridayanti, A., & Laode, R. (2013). Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Daun Kecapi. J. Trop. Pharm. Chem., 180-181.

Reinhard Hiskia Sianipar, & Maniur Arianto Siahaan . (n.d.). PEMERIKSAAN


SENYAWA ALKALOID PADA BEBERAPA TANAMAN.

Robson, E., Oemry, S., & Marheni. (2019). Ketertarikan Lalat Buah (Diptera:
Teprhidate) pada Senyawa Atraktan yang Mengandung. Jurnal
Agroekoteknologi FP USU, 360-370.

Sahetapy, B., Uluputty, M. R., & Naibu, L. (2019). Identification of fruit flies
(Bactrocera spp.) of pepper (Capsicum annuum L.) and star fruit (Averrhoa
carambola L.) plant origins in Salahutu District, Central Maluku Regency.
Jurnal Agrikultura, 64-65.

Sembiring, M., & Abdi S. Depari. (2017). (THE COMBINATION of


INSECTICIDE ACTIVE INGREDIENTS in (THE COMBINATION of
INSECTICIDE ACTIVE INGREDIENTS in FRUITS at ORANGERY)
(Citrus sinensis L). Jurnal Agroteknosains.

Sodiq, M., Sudarmadji, & Sutoyo. (2016). Pengaruh Atraktan Terhadap Lalat Buah
Pada Tanaman Belimbing di Kabupaten Blitar. Agrovigor Volume, 125-
127.

Stefanus Rony Kristianto. (n.d.). EKSTRAK KULIT DURIAN (Durio zibethinus


Murr.) SEBAGAI PENGENDALI HAMA LALAT BUAH Bactrocera
carambolae Linn.

Susy Saadah, & Silvester Maximus Tulandi. (2020). Phytochemical screening and
Total Phenolics of Stem and Leaf extracts of Sandoricum koetjape.
JURNAL AGROINDUSTRI HALAL.

Wijaya, I. N., Maheswari, P. P., & Sritamin, M. (2018). Uji Efektivitas Beberapa
Jenis Ekstrak Daun Tanaman. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika.
LAMPIRAN PELAKSANAAN PENELITIAN

Lampiran 1
a. Larutan Ekstrak Daun Kecapi (Sandocarium Koetjape
(Burm.F.) Merr)

b. Pencucian Daun Kecapi (Sandocarium Koetjape (Burm.F.) Merr)

c. Pembuatan Serbuk Daun Kecapi (Sandocarium Koetjape (Burm.F.) Merr)


d. Persiapan Ekstraksi

e. Proses Ekstraksi Metode Maserasi


f. Proses Penyaringan Larutan

g. Proses Pemekatan Menggunakan Rotary Evaporator

h. Hasil Rotary Evaporator


i. Persiapan Pengujian

j. Proses Pengujian Daya Pikat dan Mortalitas Lalat Buah Menggunakan Atraktan

k. Lalat Buah yang Mengalami Mortalitas


l. Pengukuran Kadar Air

m. Pengukuran Kadar Abu

n. Pengukuran Kadar pH
o. Proses Pengujian GC-MS

p. Proses Pengujian Karakteristik Serapan FTIR

q. Pengujian Skrining Fitokimia


r. Pengamatan Pengujian Daya Pikat Atraktan dan Mortalitas Lalat Buah
Lampiran 2
Perhitungan Kadar Zat Ekstraktif, Perhitungan Kadar Air Pada Daun
Kecapi dan Serbuk Daun Kecapi, Serta Perhitungan Kadar Abu Pada
Serbuk Daun Kecapi

1. Perhitungan Kadar Zat Ekstraktif

Kandungan Kadar Zat Ekstraktif Daun Kecapi (Sandoricum Keotjape


(Burm.F.)Merr.) dengan Metode Maserasi
Perlakuan
Persentase
Pelarut Sebelum Sesudah Kandungan
Berat Kadar Zat
Berat Bubuk Berat Bubuk
Jumlah Pelarut (ml) Padatan
Daun Kecapi Daun Kecapi Ekstraktif
Ekstraktif (%)
(gram) (gram) (gram)
N-Heksan 2.500 1.000 14,89 920 1,4
Etil Asetat 2.000 1.000 36,31 920 3,6
Metanol 2.000 1.000 39,53 920 3,9

Rumus:
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓 (𝑔)
𝑍𝑎𝑡 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓(%) = × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑢𝑏𝑢𝑘 𝐷𝑎𝑢𝑛 𝐾𝑒𝑐𝑎𝑝𝑖 (𝑔)

1) Kadar Zat Ekstraktif N-Heksan


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓 (𝑔)
𝑍𝑎𝑡𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓(%) = × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑢𝑏𝑢𝑘 𝐷𝑎𝑢𝑛 𝐾𝑒𝑐𝑎𝑝𝑖 (𝑔)
14,89
= × 100%
1000
= 1,4%

2) Kadar Zat Ekstraktif Etil Asetat


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓 (𝑔)
𝑍𝑎𝑡𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓(%) = × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑢𝑏𝑢𝑘 𝐷𝑎𝑢𝑛 𝐾𝑒𝑐𝑎𝑝𝑖 (𝑔)
36,31
= × 100%
100
0
= 3,6%

3) Kadar Zat Ekstraktif Metanol


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓 (𝑔)
𝑍𝑎𝑡𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓(%) = × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑢𝑏𝑢𝑘 𝐷𝑎𝑢𝑛 𝐾𝑒𝑐𝑎𝑝𝑖 (𝑔)
39,53
= × 100%
1000
= 3,9%
2. Perhitungan Kadar Air Pada Daun Kecapi dan Serbuk Daun Kecapi

Berat
Berat sampel setelah Kadar air
Sampel Sampel
perlakuan (g) (%)
(g)
Daun Kecapi 10,0 3,6 64
Serbuk Daun Kecapi 2,0 1,85 7,5

Rumus:
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑤𝑎𝑙 − 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 = × 100%
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑤𝑎𝑙

Analisa:
10,0 − 3,6
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 𝑃𝑎𝑑𝑎 𝐷𝑎𝑢𝑛 =
× 100%
10,0
= 0,64 × 100%
= 64%

2,0 − 1,85
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 𝑃𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝐷𝑎𝑢𝑛 = × 100%
2,0
= 0,075 × 100%
= 7,5%

3. Perhitungan Kadar Abu Pada Serbuk Daun Kecapi

Sampel Berat Berat Berat sampel setelah Kadar abu


Cawan Sampel perlakuan (g) (%)
(g) (g)
Daun Kecapi 24,9 2,0 1,8 10

Rumus:
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑤𝑎𝑙 − 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 = × 100%
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑤𝑎𝑙

Analisa:
2,0 − 1,8
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 =
× 100%
2,0
= 0,1 × 100%
= 10%
Lampiran 3

Tabel Pengujian Mortalitas Lalat Buah


Pada Uji Pendahuluan

A. Jumlah Lalat Buah yang Mati pada Uji Pendahuluan dengan


Pelarut N-Heksan

Hari Ke
Pelarut Ulangan
H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
1 0 4 5 5 10 12 12
N-Heksan 2 2 5 6 6 12 12 12
3 1 10 11 11 13 13 15

1) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut N –Heksan ulangan


pertama selama 7 hari
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1

Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..

Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%

UH-2
4
𝑀% =
25 × 100%
= 16%

UH-3
5
𝑀% =
25 × 100%
= 20%

UH-4
5
𝑀% =
25 × 100%
= 20%

UH-5
10
𝑀% = × 100%
25
= 40%

UH-6
12
𝑀% = × 100%
25
= 48%

UH-7
12
𝑀% = × 100%
25
= 48%

2) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut N –Heksan ulangan


kedua selama 7 hari
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1

Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah (%)
M1 = Jumlah lalat buah mula-mula (ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..

Analisa: UH-1
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%

UH-2
5
𝑀% =
25 × 100%
= 20%

UH-3
6
𝑀% =
25 × 100%
= 24%

UH-4
6
𝑀% =
25 × 100%
= 24%
UH-5
12
𝑀% = × 100%
25
= 48%

UH-6
12
𝑀% = × 100%
25
= 48%

UH-7
12
𝑀% = × 100%
25
= 48%

3) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut N –Heksan ulangan


ketiga selama 7 hari
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1

Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..

Analisa: UH-1
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%

UH-2
10
𝑀% = × 100%
25
= 40%

UH-3
11
𝑀% = × 100%
25
= 44%

UH-4
11
𝑀% = × 100%
25
= 44%

UH-5
13
𝑀% = × 100%
25
= 52%
UH-6
13
𝑀% = × 100%
25
= 52%

UH-7
15
𝑀% = × 100%
25
= 60%

B. Jumlah Lalat Buah yang Mati pada Uji Pendahuluan dengan


Pelarut Etil Asetat
Hari Ke
Pelarut Ulangan
H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
1 0 1 2 5 6 7 8
Etil Asetat 2 0 0 1 3 5 6 8
3 1 2 4 7 9 11 12

1) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut Etil Asetat ulangan


pertama selama 7 hari
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1

Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..

Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%

UH-2
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%

UH-3
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%

UH-4
5
𝑀% =
25 × 100%
= 20%
UH-5
6
𝑀% =
25 × 100%
= 24%

UH-6
7
𝑀% =
25 × 100%
= 28%

UH-7
8
𝑀% =
25 × 100%
= 32%

2) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut Etil Asetat ulangan


kedua selama 7 hari
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1

Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..

Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%

UH-2
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%

UH-3
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%

UH-4
3
𝑀% =
25 × 100%
= 12%

UH-5
5
𝑀% =
25 × 100%
= 20%
UH-6
6
𝑀% =
25 × 100%
= 24%

UH-7
8
𝑀% =
25 × 100%
= 32%

3) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut Etil Asetat ulangan


ketiga selama 7 hari
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1

Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..

Analisa: UH-1
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%

UH-2
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%

UH-3
4
𝑀% =
25 × 100%
= 16%

UH-4
7
𝑀% =
25 × 100%
= 28%

UH-5
9
𝑀% =
25 × 100%
= 36%

UH-6
11
𝑀% = × 100%
25
= 44%

UH-7
12
𝑀% = × 100%
25
= 48%

C. Jumlah Lalat Buah yang Mati Pada Uji Pendahuluan dengan


Pelarut Metanol
Hari Ke
Pelarut Ulangan
H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
1 0 2 5 10 12 15 18
Metanol 2 1 2 8 12 14 16 20
3 1 4 6 10 15 17 18

1) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut Metanol ulangan


pertama selama 7 hari
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1

Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..

Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%

UH-2
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%

UH-3
5
𝑀% =
25 × 100%
= 20%

UH-4
10
𝑀% = × 100%
25
= 40%

UH-5
12
𝑀% = × 100%
25
= 48%

UH-6
15
𝑀% = × 100%
25
= 60%

UH-7
18
𝑀% = × 100%
25
= 72%

2) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut Metanol ulangan kedua


selama 7 hari
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1

Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..

Analisa: UH-1
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%

UH-2
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%

UH-3
8
𝑀% =
25 × 100%
= 32%

UH-4
12
𝑀% = × 100%
25
= 48%

UH-5
14
𝑀% = × 100%
25
= 56%

UH-6
16
𝑀% = × 100%
25
= 64%

UH-7
20
𝑀% = × 100%
25
= 80%

3) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut Metanol ulangan


ketiga selama 7 hari
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1

Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..

Analisa: UH-1
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%

UH-2
4
𝑀% =
25 × 100%
= 16%

UH-3
6
𝑀% =
25 × 100%
= 24%

UH-4
10
𝑀% = × 100%
25
= 40%

UH-5
15
𝑀% = × 100%
25
= 60%

UH-6
17
𝑀% = × 100%
25
= 64%

UH-7
18
𝑀% = × 100%
25
= 72%

D. Jumlah Lalat Buah yang Mati pada Uji Pendahuluan dengan


Pelarut Kontrol
Hari Ke
Pelarut Ulangan
H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
1 0 1 2 5 10 18 20
2 0 1 2 8 12 14 15
3 0 0 4 7 8 10 14
Kontrol
4 0 0 3 5 9 11 15
5 0 2 2 6 7 9 20
6 0 3 3 4 7 10 15

1) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut Kontrol ulangan


pertama selama 7 hari
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1

Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..

Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%
UH-2
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%

UH-3
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%
UH-4
5
𝑀% =
25 × 100%
= 20%

UH-5
10
𝑀% = × 100%
25
= 40%

UH-6
18
𝑀% = × 100%
25
= 72%

UH-7
20
𝑀% = × 100%
25
= 80%
2) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut Kontrol Ulangan kedua
selama 7 hari
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1

Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..

Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%

UH-2
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%

UH-3
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%

UH-4
8
𝑀% =
25 × 100%
= 32%
UH-5
12
𝑀% = × 100%
25
= 48%

UH-6
14
𝑀% = × 100%
25
= 56%

UH-7
15
𝑀% = × 100%
25
= 60%

3) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut Kontrol Ulangan


ketiga selama 7 hari
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1

Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah (%)
M1 = Jumlah lalat buah mula-mula (ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..

Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%

UH-2
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%

UH-3
4
𝑀% =
25 × 100%
= 16%

UH-4
7
𝑀% =
25 × 100%
= 28%
UH-5
8
𝑀% =
25 × 100%
= 32%

UH-6
10
𝑀% = × 100%
25
= 40%

UH-7
14
𝑀% = × 100%
25
= 56%

4) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut Kontrol Ulangan


keempat selama 7 hari
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1

Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..

Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%

UH-2
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%

UH-3
3
𝑀% =
25 × 100%
= 12%

UH-4
5
𝑀% =
25 × 100%
= 20%

UH-5
9
𝑀% =
25 × 100%
= 36%
UH-6
11
𝑀% = × 100%
25
= 44%

UH-7
15
𝑀% = × 100%
25
= 60%

5) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut Kontrol ulangan


kelima selama 7 hari
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1

Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..

Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%

UH-2
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%

UH-3
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%

UH-4
6
𝑀% =
25 × 100%
= 24%

UH-5
7
𝑀% =
25 × 100%
= 28%
UH-6
9
𝑀% =
25 × 100%
= 36%

UH-7
20
𝑀% = × 100%
25
= 80%

6) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut Kontrol ulangan


keenam selama 7 hari
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1

Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..

Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%

UH-2
3
𝑀% =
25 × 100%
= 12%
UH-3
3
𝑀% = × 100%
25
= 12%
UH-4 4
𝑀% = × 100%
25
= 16%
UH-5 7
𝑀% = × 100%
25
= 28%
UH-6
10
𝑀% = × 100%
25
= 40%
UH-7
15
𝑀% = × 100%
25
= 60%
Lampiran 4
Tabel Pengujian Mortalitas Lalat

Buah Pada Uji Lanjutan


A. Jumlah Lalat Buah yang Mati pada Uji Lanjutan dengan
Pelarut Metanol 7,5%
Hari Ke
Pelarut Ulangan
H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
1 1 6 10 13 15 19 20
Metanol 2 0 1 4 9 15 18 20
7,5% 3 0 1 2 6 15 19 21

1) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut Metanol 7,5% Ulangan


Pertama Selama 7 Hari

𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1

Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..

Analisa: UH-1
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%

UH-2
6
𝑀% =
25 × 100%
= 24%

UH-3
10
𝑀% = × 100%
25
= 40%
UH-4
13
𝑀% = × 100%
25
= 52%

UH-5
15
𝑀% = × 100%
25
= 60%

UH-6
19
𝑀% = × 100%
25
= 76%

UH-7
20
𝑀% = × 100%
25
= 80%

2) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut Metanol 7,5% Ulangan


Kedua Selama 7 Hari

𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1

Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..

Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%

UH-2
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%
UH-3
4
𝑀% =
25 × 100%
= 16%

UH-4
9
𝑀% =
25 × 100%
= 36%

UH-5
15
𝑀% = × 100%
25
= 60%

UH-6
18
𝑀% = × 100%
25
= 72%

UH-7
20
𝑀% = × 100%
25
= 80%

3) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut Metanol 7,5% Ulangan


Ketiga Selama 7 Hari

𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1

Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..

Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%

142
UH-2
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%

UH-3
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%

UH-4
6
𝑀% =
25 × 100%
= 24%

UH-5
15
𝑀% = × 100%
25
= 60%

UH-6
19
𝑀% = × 100%
25
= 76%

UH-7
21
𝑀% = × 100%
25
= 84%

B. Jumlah Lalat Buah yang Mati pada Uji Lanjutan dengan Pelarut
Metanol 10%
Hari Ke
Pelarut Ulangan H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
1 0 0 6 9 14 16 20
Metanol 2 0 3 8 10 16 17 23
10% 3 0 3 5 9 13 18 25

1) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut Metanol 10% Ulangan


Pertama Selama 7 Hari

𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1

143
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..

Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%

UH-2
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%

UH-3
6
𝑀% =
25 × 100%
= 24%

UH-4
9
𝑀% =
25 × 100%
= 36%

UH-5
14
𝑀% = × 100%
25
= 56%

UH-6
16
𝑀% = × 100%
25
= 64%

UH-7
20
𝑀% = × 100%
25
= 80%

144
2) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut Metanol 10% Ulangan
Kedua Selama 7 Hari

𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1

Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..

Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%

UH-2
3
𝑀% =
25 × 100%
= 12%

UH-3
8
𝑀% =
25 × 100%
= 32%

UH-4
10
𝑀% = × 100%
25
= 40%

UH-5
16
𝑀% = × 100%
25
= 64%

UH-6
17
𝑀% = × 100%
25
= 68%

145
UH-7
23
𝑀% = × 100%
25
= 92%

3) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut Metanol 10% Ulangan


Ketiga Selama 7 Hari

𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1

Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..

Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%

UH-2
3
𝑀% =
25 × 100%
= 12%

UH-3
5
𝑀% =
25 × 100%
= 20%

UH-4
9
𝑀% =
25 × 100%
= 36%

UH-5
13
𝑀% = × 100%
25
= 52%

146
UH-6
18
𝑀% = × 100%
25
= 72%

UH-7
25
𝑀% = × 100%
25
= 100%

C. Jumlah Lalat Buah yang Mati pada Uji Lanjutan dengan Pelarut
Metanol 12,5%
Hari Ke
Pelarut Ulangan H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
1 1 2 9 14 18 20 25
Metanol 2 2 2 12 14 20 22 25
12,5% 3 0 1 10 13 20 24 25

1) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut Metanol 12,5%


Ulangan Pertama Selama 7 Hari

𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1

Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..

Analisa: UH-1
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%

UH-2
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%
UH-3
9
𝑀% = × 100%
25
= 36%

147
UH-4
14
𝑀% = × 100%
25
= 56%

UH-5
18
𝑀% = × 100%
25
= 72%

UH-6
20
𝑀% = × 100%
25
= 80%

UH-7
25
𝑀% = × 100%
25
= 100%

2) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut Metanol 12,5%


Ulangan Kedua Selama 7 Hari

𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1

Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..

Analisa: UH-1
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%

UH-2
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%

148
UH-3
12
𝑀% = × 100%
25
= 48%

UH-4
14
𝑀% = × 100%
25
= 56%

UH-5
20
𝑀% = × 100%
25
= 80%

UH-6
22
𝑀% = × 100%
25
= 88%

UH-7
25
𝑀% = × 100%
25
= 100%

3) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut Metanol 12,5%


Ulangan Ketiga Selama 7 Hari

𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1

Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..

Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%

149
UH-2
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%

UH-3
10
𝑀% = × 100%
25
= 40%

UH-4
13
𝑀% = × 100%
25
= 52%

UH-5
20
𝑀% = × 100%
25
= 80%

UH-6
24
𝑀% = × 100%
25
= 96%

UH-7
25
𝑀% = × 100%
25
= 100%

150
Lampiran 5
Perhitungan Rata Rata Mortalitas

Lalat Buah
A. Perhitungan Rata-Rata Mortalitas Lalat Buah Pada Uji Pendahuluan

Hari Pengulangan Pelarut


Ke Ke N-Heksan Etil Asetat Metanol
U1 0 0 0
H1 U2 2 0 1
U3 1 1 1
U1 4 1 2
H2 U2 5 0 2
U3 10 2 4
U1 5 2 5
H3 U2 6 1 8
U3 11 4 6
U1 5 5 10
H4 U2 6 3 12
U3 11 7 10
U1 10 6 12
H5 U2 12 5 14
U3 13 9 15
U1 12 7 15
H6 U2 12 6 16
U3 13 11 17
U1 12 8 18
H7 U2 12 8 20
U3 15 12 18
1. Perhitungan Rata-Rata Mortalitas Lalat Buah Pada Uji Pendahuluan
Menggunakan Pelarut N-Heksan, Etil Asetat, dan Metanol

1
Rumus : 𝑀𝑒𝑎𝑛 (𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎) = ∑ 𝑋𝑖
𝑁

Keterangan:
Mean : Nilai rata-rata
N : Jumlah Sampel
Xi : Nilai yang diamati
H : Hari ke…
U : Ulangan ke…
UH : Uji Hari ke…

151
Analisa:
1. UH-1
a) Pelarut N-Heksan
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (0 + 2 + 1)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 3
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Pelarut Etil Asetat
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (0 + 0 + 1)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 1
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 0,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Pelarut Metanol
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (0 + 1 + 1)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 2
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 0,6 𝑒𝑘𝑜𝑟

2. UH-2
a) Pelarut N-Heksan
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (4 + 5 + 10)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 19
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 6,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Pelarut Etil Asetat
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (1 + 0 + 2)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 3
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Pelarut Metanol
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (2 + 2 + 4)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 8
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 2,6 𝑒𝑘𝑜𝑟

152
3. UH-3
a) Pelarut N-Heksan
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (5 + 6 + 11)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 22
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 7,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Pelarut Etil Asetat
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (2 + 1 + 4)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 7
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 2,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Pelarut Metanol
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (5 + 8 + 6)
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1 × 19
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 6,3 𝑒𝑘𝑜𝑟

4. UH-4
a) Pelarut N-Heksan
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (5 + 6 + 11)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 22
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 7,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Pelarut Etil Asetat
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (5 + 3 + 7)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 15
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 5 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Pelarut Metanol
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (10 + 12 + 10)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 32
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 10,6 𝑒𝑘𝑜𝑟

153
5. UH-5
a) Pelarut N-Heksan
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (10 + 12 + 13)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 35
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 11,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Pelarut Etil Asetat
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (6 + 5 + 9)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 20
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 6,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Pelarut Metanol
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (12 + 14 + 15)
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1 × 41
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 13,6 𝑒𝑘𝑜𝑟

6. UH-6
a) Pelarut N-Heksan
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (12 + 12 + 13)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 37
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 12,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Pelarut Etil Asetat
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (7 + 6 + 11)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 24
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 8 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Pelarut Metanol
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (15 + 16 + 17)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 48
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 16 𝑒𝑘𝑜𝑟

154
7. UH-7
a) Pelarut N-Heksan
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (12 + 12 + 15)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 39
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 13 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Pelarut Etil Asetat
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (8 + 8 + 12)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 28
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 9,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Pelarut Metanol
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (18 + 20 + 18)
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1 × 56
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 18,6 𝑒𝑘𝑜𝑟

Hari Ke
Pelarut Ulangan
H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
U1 0 1 2 5 10 18 20
U2 0 1 2 8 12 14 15
U3 0 0 4 7 8 10 14
Kontrol
U4 0 0 3 5 9 11 15
U5 0 2 2 6 7 9 20
U6 0 3 3 4 7 10 15
2. Perhitungan Rata-Rata Mortalitas Lalat Buah Pada Uji Pendahuluan
Menggunakan Pelarut Kontrol

1
Rumus : 𝑀𝑒𝑎𝑛 (𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎) = ∑ 𝑋𝑖
𝑁
Keterangan:
Mean : Nilai rata-rata
N : Jumlah Sampel
Xi : Nilai yang diamati
H : Hari ke…
U : Ulangan ke…
UH : Uji Hari ke…

155
Analisa:
1. UH-1
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (0 + 0 + 0 + 0 + 0 + 0)
6
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 0
6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 0 𝑒𝑘𝑜𝑟

2. UH-2
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (1 + 1 + 0 + 0 + 2 + 3)
6
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 7
6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1,1 𝑒𝑘𝑜𝑟

3. UH-3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (2 + 2 + 4 + 3 + 2 + 3)
6
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 16
6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 2,6 𝑒𝑘𝑜𝑟

4. UH-4
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (5 + 8 + 7 + 5 + 6 + 4)
6
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 35
6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 5,8 𝑒𝑘𝑜𝑟

5. UH-5
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (10 + 12 + 8 + 9 + 7 + 7)
6
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 53
6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 8,8 𝑒𝑘𝑜𝑟

156
6. UH-6
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (18 + 14 + 10 + 11 + 9 + 10)
6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1 × 72
6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 12 𝑒𝑘𝑜𝑟

7. UH-7
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (20 + 15 + 14 + 15 + 20 + 15)
6
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 99
6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 16,5 𝑒𝑘𝑜𝑟

B. Perhitungan Rata-Rata Mortalitas Lalat Buah Pada Uji Lanjutan


Hari Pengulangan Konsentrasi
Ke Ke M 7,5% M 10% M 12,5%
U1 1 0 1
H1 U2 0 0 2
U3 0 0 0
U1 6 0 2
H2 U2 1 3 2
U3 1 3 1
U1 10 6 9
H3 U2 4 8 12
U3 2 5 10
U1 13 9 14
H4 U2 9 10 14
U3 6 9 13
U1 15 14 18
H5 U2 15 16 20
U3 15 13 20
U1 19 16 20
H6 U2 18 17 22
U3 19 18 24
U1 20 20 25
H7 U2 20 23 25
U3 21 25 25

157
1
Rumus : 𝑀𝑒𝑎𝑛 (𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎) = ∑ 𝑋𝑖
𝑁

Keterangan:
Mean : Nilai rata-rata
N : Jumlah Sampel
Xi : Nilai yang diamati
H : Hari ke…
U : Ulangan ke…
UH : Uji Hari ke…

Analisa:
1. UH-1
a) Konsentrasi M 7,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (1 + 0 + 0)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 1
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 0,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Konsentrasi M 10%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (0 + 0 + 0)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 0
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 0 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Konsentrasi M 12,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (1 + 2 + 0)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 3
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1 𝑒𝑘𝑜𝑟

2. UH-2
a) Konsentrasi M 7,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (6 + 1 + 1)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 8
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 2,6 𝑒𝑘𝑜𝑟

158
b) Konsentrasi M 10%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (0 + 3 + 3)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 6
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 2 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Konsentrasi M 12,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (2 + 2 + 1)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 5
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1,6 𝑒𝑘𝑜𝑟

3. UH-3
a) Konsentrasi M 7,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (10 + 4 + 2)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 16
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 5,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Konsentrasi M 10%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (6 + 8 + 5)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 21
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 6,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Konsentrasi M 12,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (9 + 12 + 10)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 31
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 10,3 𝑒𝑘𝑜𝑟

4. UH-4
a) Konsentrasi M 7,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (13 + 9 + 6)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 28
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 9,3 𝑒𝑘𝑜𝑟

159
b) Konsentrasi M 10%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (9 + 10 + 9)
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1 × 28
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 9,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Konsentrasi M 12,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (14 + 14 + 13)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 41
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 13,6 𝑒𝑘𝑜𝑟

5. UH-5
a) Konsentrasi M 7,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (15 + 15 + 15)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 45
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 15 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Konsentrasi M 10%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (14 + 16 + 13)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 43
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 14,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Konsentrasi M 12,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (18 + 20 + 20)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 58
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 19,3 𝑒𝑘𝑜𝑟

6. UH-6
a) Konsentrasi M 7,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (19 + 18 + 19)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 56
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 18,6 𝑒𝑘𝑜𝑟

160
b) Konsentrasi M 10%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (16 + 17 + 18)
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1 × 51
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 17 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Konsentrasi M 12,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (20 + 22 + 24)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 66
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 22 𝑒𝑘𝑜𝑟

7. UH-7
a) Konsentrasi M 7,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (20 + 20 + 21)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 61
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 20,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Konsentrasi M 10%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (20 + 23 + 25)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 68
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 22,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Konsentrasi M 12,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (25 + 25 + 25)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 75
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 25 𝑒𝑘𝑜𝑟

161
Lampiran 6
Perhitungan Daya Pikat Atraktan Ekstrak Daun

Kecapi Pada Uji Pendahuluan

A. Jumlah Lalat Buah yang Terpikat Pada Atraktan Uji


Pendahuluan dengan Pelarut N-Heksan
Jam Ke
Pelarut Ulangan 12 24 36 48
1 0 2 4 4
N-Heksan 2 0 1 2 2
3 2 2 3 6
4) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan
Pelarut N –Heksan ulangan pertama

𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1

Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..

Analisa: PJ-12
0
𝐷% =
× 100%
25
= 0%

PJ-24
2
𝐷% =
× 100%
25
= 8%

PJ-36
4
𝐷% =
× 100%
25
= 16%
PJ-48
4
𝐷% = × 100%
25
= 16%

162
5) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan Pelarut
N –Heksan ulangan kedua

𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1

Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..

Analisa: PJ-12
0
𝐷% =
× 100%
25
= 0%

PJ-24
1
𝐷% =
× 100%
25
= 4%

PJ-36
2
𝐷% =
× 100%
25
= 8%

PJ-48
2
𝐷% =
× 100%
25
= 8%

6) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan


Pelarut N –Heksan ulangan ketiga

𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
163
Analisa: PJ-12
2
𝐷% =
× 100%
25
= 8%

PJ-24
2
𝐷% =
× 100%
25
= 8%

PJ-36
3
𝐷% =
× 100%
25
= 12%

PJ-48
6
𝐷% =
× 100%
25
= 24%

B. Jumlah Lalat Buah yang Terpikat Pada Atraktan Uji


Pendahuluan dengan Pelarut Etil Asetat
Jam Ke
Pelarut Ulangan 12 24 36 48
1 0 0 2 4
Etil Asetat 2 0 1 2 3
3 0 0 0 1
1) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan
Pelarut Etil Asetat ulangan pertama

𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1

Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..

Analisa: PJ-12
0
𝐷% =
× 100%
25
= 0%

164
PJ-24
0
𝐷% =
× 100%
25
= 0%

PJ-36
2
𝐷% =
× 100%
25
= 8%

PJ-48
6
𝐷% =
× 100%
25
= 16%

2) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan


Pelarut Etil Asetat ulangan kedua

𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1

Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..

Analisa: PJ-12
0
𝐷% =
× 100%
25
= 0%

PJ-24
1
𝐷% =
× 100%
25
= 4%

PJ-36
2
𝐷% =
× 100%
25
= 8%

165
PJ-48
3
𝐷% =
× 100%
25
= 12%

3) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan


Pelarut Etil Asetat ulangan ketiga

𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1

Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..

Analisa: PJ-12
0
𝐷% =
× 100%
25
= 0%

PJ-24
0
𝐷% =
25 × 100%
= 0%

PJ-36
0
𝐷% =
× 100%
25
= 0%

PJ-48
1
𝐷% =
× 100%
25
= 4%

166
C. Jumlah Lalat Buah yang Terpikat Pada Atraktan Uji
Pendahuluan dengan Pelarut Metanol
Jam Ke
Pelarut Ulangan
12 24 36 48
1 1 4 8 10
Metanol 2 5 10 15 18
3 8 12 15 15
1) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan
Pelarut Metanol ulangan pertama

𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1

Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..

Analisa: PJ-12
1
𝐷% =
× 100%
25
= 4%

PJ-24
4
𝐷% =
× 100%
25
= 16%

PJ-36
8
𝐷% =
× 100%
25
= 32%

PJ-48
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%

167
2) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan Pelarut
Metanol ulangan kedua

𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1

Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..

Analisa: PJ-12
5
𝐷% =
× 100%
25
= 20%

PJ-24
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%

PJ-36
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%

PJ-48
18
𝐷% = × 100%
25
= 72%

3) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan


Pelarut Metanol ulangan ketiga

𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1

Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
168
Analisa: PJ-12
8
𝐷% =
× 100%
25
= 32%

PJ-24
12
𝐷% = × 100%
25
= 48%

PJ-36
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%

PJ-48
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%

D. Jumlah Lalat Buah yang Terpikat Pada Atraktan Uji


Pendahuluan dengan Pelarut Kontrol
Jam Ke
Pelarut Ulangan 12 24 36 48
1 0 5 10 15
2 6 8 10 10
3 5 7 8 9
Kontrol
4 1 3 9 10
5 4 8 10 14
6 2 10 15 18
1) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan
Pelarut Kontrol ulangan pertama

𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1

Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..

169
Analisa: PJ-12
0
𝐷% =
× 100%
25
= 0%

PJ-24
5
𝐷% =
× 100%
25
= 20%

PJ-36
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%

PJ-48
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%

2) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan Pelarut


Kontrol ulangan kedua

𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1

Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..

Analisa: PJ-12
6
𝐷% =
25 × 100%
= 24%

PJ-24
8
𝐷% =
× 100%
25
= 32%

PJ-36

170
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%

PJ-48
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%

3) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan


Pelarut Kontrol ulangan ketiga

𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1

Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..

Analisa: PJ-12
5
𝐷% =
× 100%
25
= 20%

PJ-24
7
𝐷% =
× 100%
25
= 48%

PJ-36
8
𝐷% =
× 100%
25
= 32%

PJ-48
9
𝐷% =
× 100%
25
= 36%

171
4) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan
Pelarut Kontrol ulangan kedua

𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1

Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..

Analisa: PJ-12
1
𝐷% =
× 100%
25
= 4%

PJ-24
3
𝐷% =
× 100%
25
= 12%

PJ-36
9
𝐷% =
25 × 100%

172
= 36%

PJ-48
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%

5) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan


Pelarut Kontrol ulangan kelima

𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1

Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..

Analisa: PJ-12
4
𝐷% =
× 100%
25
= 16%

PJ-24
8
𝐷% =
× 100%
25
= 32%

PJ-36
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%

PJ-48
14
𝐷% = × 100%
25
= 56%

6) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan


Pelarut Kontrol ulangan keenam

𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1

173
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..

Analisa: PJ-12
2
𝐷% =
25 × 100%

174
= 8%

PJ-24
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%

PJ-36
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%

PJ-48
18
𝐷% = × 100%
25
= 72%

175
Lampiran 7
Perhitungan Daya Pikat Atraktan Ekstrak Daun

Kecapi Pada Uji Lanjutan

E. Jumlah Lalat Buah yang Terpikat Pada Atraktan Uji


Lanjutan Dengan Pelarut Metanol Konsentrasi 7,5%
Jam Ke
Pelarut Ulangan 12 24 36 48
1 5 10 10 14
Metanol 2 0 5 10 15
7,5% 3 10 12 14 15
7) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan
Pelarut Metanol 7,5% ulangan pertama

𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1

Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..

Analisa: PJ-12
5
𝐷% =
× 100%
25
= 20%

PJ-24
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%

PJ-36
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%
PJ-48
14
𝐷% = × 100%
25
= 56%

176
8) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan
Pelarut Metanol 7,5% ulangan kedua

𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1

Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..

Analisa: PJ-12
0
𝐷% =
× 100%
25
= 0%

PJ-24
5
𝐷% =
× 100%
25
= 20%

PJ-36
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%

PJ-48
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%

9) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan


Pelarut Metanol 7,5% ulangan ketiga

𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
177
Analisa: PJ-12
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%

PJ-24
12
𝐷% = × 100%
25
= 48%

PJ-36
14
𝐷% = × 100%
25
= 56%

PJ-48
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%

F. Jumlah Lalat Buah yang Terpikat Pada Atraktan Uji Lanjutan


dengan Pelarut Metanol Konsentrasi 10%
Jam Ke
Pelarut Ulangan 12 24 36 48
1 4 15 15 15
Metanol 2 10 15 15 15
10% 3 8 10 12 15
4) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan
Pelarut Metanol 10% ulangan pertama

𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1

Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..

Analisa: PJ-12
4
𝐷% =
× 100%
25
= 16%

178
PJ-24
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%

PJ-36
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%

PJ-48
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%

5) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan Pelarut


Metanol 10% ulangan kedua

𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1

Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..

Analisa: PJ-12
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%

PJ-24
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%

PJ-36
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%

179
PJ-48
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%

6) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan


Pelarut Metanol 10% ulangan ketiga

𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1

Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..

Analisa: PJ-12
8
𝐷% =
× 100%
25
= 32%

PJ-24
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%

PJ-36
12
𝐷% = × 100%
25
= 48%

PJ-48
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%

180
G. Jumlah Lalat Buah yang Terpikat Pada Atraktan Uji Lanjutan
dengan Pelarut Metanol Konsentrasi 12,5%
Jam Ke
Pelarut Ulangan
12 24 36 48
1 10 15 15 15
Metanol 2 8 9 18 18
12,5% 3 2 10 12 15
7) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan
Pelarut Metanol 12,5% ulangan pertama

𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1

Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..

Analisa: PJ-12
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%

PJ-24
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%

PJ-36
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%

PJ-48
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%

8) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan Pelarut


Metanol 12,5% ulangan kedua

181
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1

Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..

Analisa: PJ-12
8
𝐷% =
× 100%
25
= 32%

PJ-24
9
𝐷% =
× 100%
25
= 36%

PJ-36
18
𝐷% = × 100%
25
= 72%

PJ-48
18
𝐷% = × 100%
25
= 72%

9) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan


Pelarut Metanol 12,5% ulangan ketiga

𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1

Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..

182
Analisa: PJ-12
2
𝐷% =
× 100%
25
= 8%

PJ-24
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%

PJ-36
12
𝐷% = × 100%
25
= 48%

PJ-48
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%

183
Lampiran 8
Perhitungan Rata Rata Daya Pikat

Atraktan
C. Perhitungan Rata-Rata Daya Pikat Atraktan Pada Uji Pendahuluan

Jam Pengulangan Pelarut


Ke Ke N-Heksan Etil Asetat Metanol
U1 0 0 1
12 U2 0 0 5
U3 2 0 8
U1 2 0 4
24 U2 1 1 10
U3 2 0 12
U1 4 2 8
36 U2 2 2 15
U3 3 0 15
U1 4 4 10
48 U2 2 3 18
U3 6 1 15

2. Perhitungan Rata-Rata Daya Pikat Atraktan Pada Uji Pendahuluan


Menggunakan Pelarut N-Heksan, Etil Asetat, dan Metanol

1
Rumus : 𝑀𝑒𝑎𝑛 (𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎) = ∑ 𝑋𝑖
𝑁

Keterangan:
Mean : Nilai rata-rata
N : Jumlah Sampel
Xi : Nilai yang diamati
U : Ulangan ke…
UJ : Uji Jam ke…

Analisa:
2. UJ-12
d) Pelarut N-Heksan
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (0 + 0 + 2)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 2
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 0,6 𝑒𝑘𝑜𝑟

184
e) Pelarut Etil Asetat
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (0 + 0 + 0)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 0
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 0 𝑒𝑘𝑜𝑟
f) Pelarut Metanol
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (1 + 5 + 8)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 14
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 4,6 𝑒𝑘𝑜𝑟

8. UJ-24
d) Pelarut N-Heksan
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (2 + 1 + 2)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 5
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
e) Pelarut Etil Asetat
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (0 + 1 + 0)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 1
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 0,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
f) Pelarut Metanol
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (4 + 10 + 12)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 26
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 8,6 𝑒𝑘𝑜𝑟

9. UJ-36
d) Pelarut N-Heksan
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (4 + 2 + 3)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 9
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 3 𝑒𝑘𝑜𝑟

185
e) Pelarut Etil Asetat
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (2 + 2 + 0)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 4
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
f) Pelarut Metanol
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (8 + 15 + 15)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 38
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 12,6 𝑒𝑘𝑜𝑟

10. UJ-48
d) Pelarut N-Heksan
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (4 + 2 + 6)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 12
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 4 𝑒𝑘𝑜𝑟
e) Pelarut Etil Asetat
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (4 + 3 + 1)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 8
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 2,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
f) Pelarut Metanol
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (10 + 18 + 15)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 43
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 14,3 𝑒𝑘𝑜𝑟

Jam Ke
Pelarut Ulangan
12 24 36 48
U1 0 5 10 15
U2 6 8 10 10
U3 5 7 8 9
Kontrol
U4 1 3 9 10
U5 4 8 10 14
U6 2 10 15 18

186
3. Perhitungan Rata-Rata Daya Pikat Atraktan Pada Uji Pendahuluan
Menggunakan Pelarut Kontrol

1
Rumus : 𝑀𝑒𝑎𝑛 (𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎) = ∑ 𝑋𝑖
𝑁

Keterangan:
Mean : Nilai rata-rata
N : Jumlah Sampel
Xi : Nilai yang diamati
U : Ulangan ke…
UJ : Uji Jam ke…

Analisa:
8. UJ-12
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (0 + 6 + 5 + 1 + 4 + 2)
6
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 18
6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 3 𝑒𝑘𝑜𝑟

9. UJ-24
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (5 + 8 + 7 + 3 + 8 + 10)
6
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 41
6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 6,8 𝑒𝑘𝑜𝑟

10. UJ-36
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (10 + 10 + 8 + 9 + 10 + 15)
6
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 62
6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 10,3 𝑒𝑘𝑜𝑟

11. UJ-48
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (15 + 10 + 9 + 10 + 14 + 18)
6
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 76
6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 12,6 𝑒𝑘𝑜𝑟

187
D. Perhitungan Rata-Rata Daya Pikat Atraktan Pada Uji Lanjutan

Jam Pengulangan Pelarut Metanol Konsentrasi


Ke Ke 7,5% 10% 12,5%
U1 5 4 10
12 U2 0 10 8
U3 10 8 2
U1 10 15 15
24 U2 5 15 9
U3 12 10 10
U1 10 15 15
36 U2 10 15 18
U3 14 12 12
U1 14 15 15
48 U2 15 15 18
U3 15 15 15
1
Rumus : 𝑀𝑒𝑎𝑛 (𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎) = ∑ 𝑋𝑖
𝑁

Keterangan:
Mean : Nilai rata-rata
N : Jumlah Sampel
Xi : Nilai yang diamati
U : Ulangan ke…
UJ : Uji Jam ke…

Analisa:
1. UJ-12
a) Pelarut Metanol 7,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (5 + 0 + 10)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 15
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 5 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Pelarut Metanol 10%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (4 + 10 + 8)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 22
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 7,3 𝑒𝑘𝑜𝑟

188
c) Pelarut Metanol 12,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (10 + 8 + 2)
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1 × 20
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 6,6 𝑒𝑘𝑜𝑟

2. UJ-24
a) Pelarut Metanol 7,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (10 + 5 + 12)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 27
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 9 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Pelarut Metanol 10%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (15 + 15 + 10)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 40
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 13,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Pelarut Metanol 12,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (15 + 9 + 10)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 34
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 11,3 𝑒𝑘𝑜𝑟

3. UJ-36
a) Pelarut Metanol 7,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (10 + 10 + 14)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 34
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 11,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Pelarut Metanol 10%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (15 + 15 + 12)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 42
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 14 𝑒𝑘𝑜𝑟

189
c) Pelarut Metanol 12,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (15 + 18 + 12)
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1 × 45
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 15 𝑒𝑘𝑜𝑟

4. UJ-48
a) Pelarut Metanol 7,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (14 + 15 + 15)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 44
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 14,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Pelarut Metanol 10%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (15 + 15 + 15)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 45
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 15 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Pelarut Metanol 12,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (15 + 18 + 15)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 48
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 16 𝑒𝑘𝑜𝑟

190

Anda mungkin juga menyukai