OLEH:
RATU FAUZIAH WAHDAH
NISN 005 3535 012
ALDAIA HASAN
NISN 005 3535 012
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik atraktan dari ekstrak daun kecapi
(Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) berdasarkan perhitungan nilai kadar zat ekstraktif,
kadar air, kadar abu, hasil uji GC-MS, dan hasil uji serapan FTIR, serta pengaruh nilai pH
zat ekstraktif atraktan alami sebagai alternatif biokontrol lalat buah (Drosophila
melanogaster), hasil identifikasi skrining fitokimia senyawa zat ekstraktif daun kecapi
(Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) dalam potensinya sebagai atraktan agen biokontrol
alami terhadap serangan lalat buah (Drosophila melanogaster) dan hasil uji bioaktivitas
atraktan dari ekstrak daun kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) sebagai alternatif
biokontrol lalat buah (Drosophila melanogaster) berdasarkan pengamatan daya pikat
atraktan dan mortalitas lalat buah pada uji pendahuluan dan uji lanjutan
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen (Experimen Research)
dengan metode eksperimen murni (True Eksperimental Researc) dan penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang dilakukan di Laboratorium Pusat
Riset Biomassa dan Bioproduk BRIN & Pusat Riset Zoologi Terapan Cibinong, Bogor
selama ± 2 bulan dibawah bimbingan dari Dr. Didi Tarmadi & Kurnia Wiji Prasetiyo,
S.Hut., M.Si
Berdasarkan hasil yang dilakukan oleh peneliti. Maka, dapat disimpulkan bahwa
daun kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) LAYAK dan BERPOTENSI untuk
dijadikan alternatif biokontrol lalat buah (Drosophila melanogaster). Adapun larutan
atraktan ekstrak daun kecapi (Sandoricum keotjape (Burm.F.)Merr).) terbukti memiliki
bioaktivitas terhadap lalat buah jenis Drosophila Melanogaster berdasarkan perhitungan
mortalitas pada uji pendahuluan dengan menggunakan pelarut polar yaitu metanol
diperoleh sebesar 74,4%, pelarut non polar yaitu n-heksan sebesar 52% dan pelarut semi
polar yaitu etil asetat sebesar 37,2%, serta kontrol sebagai pembanding diperoleh sebesar
66%. Perhitungan mortalitas lalat buah pada uji lanjutan dengan menggunakan pelarut
yang efektif berdasarkan hasil uji pendahuluan yaitu pelarut polar (metanol) yang
kemudian dilanjutkan dengan memberikan 3 taraf konsentrasi untuk mengetahui pada
konsentrasi berapa larutan atraktan ekstrak daun kecapi efektif untuk dijadikan sebagai
atraktan, pada konsentrasi metanol 7,5% diperoleh tingkat mortalitas lalat buah sebesar
81,2%, metanol 10% sebesar 90,4% dan metanol 12,5% menunjukkan nilai mortalitas
sebesar 100%. Adapun hasil perhitungan daya pikat atraktan pada uji pendahuluan dengan
pelarut polar yaitu metanol diperoleh sebesar 57,2%, non polar yaitu n-heksan sebesar
16% dan semi polar yaitu etil asetat sebesar 10,4% serta kontrol sebagai pembanding
sebesar 50,4%. Perhitungan daya pikat atraktan pada uji lanjutan dengan menggunakan
pelarut yang efektif berdasarkan hasil uji pendahuluan yaitu pelarut polar (metanol) yang
kemudian dilanjutkan dengan memberikan 3 taraf konsentrasi untuk mengetahui pada
konsentrasi berapa larutan atraktan ekstrak daun kecapi efektif untuk dijadikan sebagai
atraktan, pada konsentrasi metanol 7,5% diperoleh tingkat daya pikat atraktan sebesar
58,4%, metanol 10% sebesar 60% dan metanol 12,5% menunjukkan nilai mortalitas
sebesar 64%.
KATA KUNCI : Atraktan, Daun Kecapi, Lalat Buah, Biokontrol
KATA PENGANTAR
Marilah kita mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkah dan rahmat-Nya kami dapat melewati segala kendala dalam penulisan
proposal karya ilmiah ini, sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal karya
ilmiah yang berjudul “Efektuvitas Biopestisida Berbasis Ekstrak Daun Kecapi
A. Latar Belakang
Lalat buah (Drosophila melanogaster) merupakan serangga bersayap
yang masuk ke dalam ordo Diptera. Di Indonesia terdapat ±66 spesies lalat
buah. Di antaranya, yang dikenal sangat ganas adalah Bactrocera sp. Yang
sasaran utamanya adalah tanaman holtikultura. Pada populasi yang tinggi,
intensitas serangannya mencapai 100% (Sutini, 2007). Lalat betina yang
menjadi hama bagi tanaman buah dengan cara menusukkan ujung perutnya
pada kulit buah matang atau setengah matang (Najiyati dan Danarti, 2000).
Maka, diperlukan pengendalian hama lalat buah ini secara terprogram.
Saat ini, banyak upaya yang dilakukan untuk melakukan
pengendalian terhadap hama lalat buah. Mulai dari pengendalian secara fisik,
pengendalian dengan bahan nabati, hingga menggunakan bahan alami bahkan
bahan kimia. Namun, saat ini pengendalian serangan hama lalat buah yang
dilakukan pada umumnya lebih banyak menggunakan berbahan kimia yang
terbilang lebih cepat dan memperlihatkan hasil. Tetapi, hasil yang diperoleh
dari penggunaan bahan kimia tersebut cenderung menimbulkan masalah yang
tentunya dapat membahayakan lingkungan maupun kesehatan.
Dalam hal ini Pemerintah membuat perlindungan tanaman yaitu
penerapan teknik Pengendalian Hama Terpadu sesuai dengan Inpres No.3
Tahun 1998 tentang pengembangan pestisida nabati yang merupakan produk
alam yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan residu. Maka, diperlukan
Bahan alternatif yang dapat diperoleh dari berbagai macam tumbuhan untuk
dijadikan biokontrol alami berupa atraktan atau zat pemikat. (Helmiyetti et al,.
2019; Sa’diyah et al,. 2013).
Wilayah Kabupaten Bekasi, tanaman kecapi sangat mudah untuk
tumbuh dan berkembang, baik secara budidaya di kebun ataupun di
pekarangan rumah. Tanaman kecapi ini disebut sebagai Flora identitas
Kabupaten Bekasi. Orang Bekasi menyebut buah kecapi ini sebagai buahnya
orang Betawi, dikarenakan jumlahnya yang terhitung banyak di wilayah
Kabupaten Bekasi. Di samping itu, alasan mengapa tanaman kecapi ini banyak
ditanam di wilayah Bekasi, karena buahnya yang terhitung banyak jika panen.
(Leny Heliawati, 2018).
Menurut Pindo Hardika et al, 2013; Djumidi, 1997 dalam Swantara
dan Ciawi, 2009 tanaman kecapi mengandung beberapa senyawa kimia,
seperti flavonoid, saponin, dan polifenol, tetapi belum diketahui senyawa
kimia mana yang menyebabkan tumbuhan kecapi memiliki bioaktifitas
antibakteri. Selain itu, dari penelitian terdahulu telah dilaporkan bahwa daun
kecapi sentul (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) mengandung senyawa
triterpenoid (Riswiyanti, 2002; Warsinah et al, 2011).
Dalam pembuatan atraktan sebagai alternatif biokontrol lalat buah,
peneliti akan memanfaatkan bagian daun pada tanaman kecapi. Biasanya daun
kecapi hanya dimanfaatkan untuk obat tradisional saja. Selanjutnya masih
banyak masyarakat di wilayah Kabupaten Bekasi yang belum mengetahui
pemanfaatan daun kecapi yang selama ini keberadaannya diabaikan oleh
masyarakat Indonesia. Pada uji pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti
di Pusat Riset Zoologi terapan BRIN (Badan Riset Inovasi Nasional) dan di
Pusat Riset Biomassa & Bioproduk BRIN (Badan Riset Inovasi Nasional),
Cibinong, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Teridentifikasi bahwa pada bagian
daun tanaman kecapi terbukti mengandung senyawa alkaloid, tritterpenoid,
tannin, saponin, flavanoid (Alfaddarojat, 2022). Sehingga, dalam kajian
penelitian ini, peneliti akan memanfaatkan secara penuh bagian daun pada
tanaman kecapi sebagai objek penelitian utama dalam pembuatan atraktan.
Dimana penelitian dengan pemanfaatan daun kecapi sebagai atraktan belum
ada yang melakukan penelitian serupa khususnya sebagai alternatif biokontrol
lalat buah jenis Drosophila melanogaster.
Menurut Pindo Hardika et al, 2013; Djumidi, 1997 dalam Swantara
dan Ciawi, 2009 tanaman kecapi mengandung beberapa senyawa kimia,
seperti flavonoid, saponin, dan polifenol, tetapi belum diketahui senyawa
kimia mana yang menyebabkan tumbuhan kecapi memiliki bioaktifitas
antibakteri. Selain itu, dari penelitian terdahulu telah dilaporkan bahwa daun
kecapi sentul (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) mengandung senyawa
triterpenoid (Riswiyanti, 2002; Warsinah et al, 2011).
Dalam pembuatan atraktan sebagai alternatif biokontrol lalat buah,
peneliti akan memanfaatkan bagian daun pada tanaman kecapi. Biasanya daun
kecapi hanya dimanfaatkan untuk obat tradisional saja. Masih banyak
masyarakat di wilayah Kabupaten Bekasi yang belum mengetahui
pemanfaatan daun kecapi yang selama ini keberadaannya diabaikan oleh
masyarakat Indonesia. Pada uji pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti
di Pusat Riset Zoologi terapan BRIN (Badan Riset Inovasi Nasional) dan di
Pusat Riset Biomassa & Bioproduk BRIN (Badan Riset Inovasi Nasional),
Cibinong, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Teridentifikasi bahwa pada bagian
daun tanaman kecapi terbukti mengandung senyawa alkaloid, tritterpenoid,
tannin, saponin, flavanoid . Sehingga, dalam kajian penelitian ini, peneliti akan
memanfaatkan secara penuh bagian daun pada tanaman kecapi sebagai objek
penelitian utama dalam pembuatan atraktan . Dimana penelitian dengan
pemanfaatan daun kecapi sebagai atraktan belum ada yang melakukan
penelitian serupa khususnya sebagai alternatif biokontrol lalat buah jenis
Drosophila melanogaster.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dikemukakan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik atraktan dari ekstrak daun kecapi (Sandoricum
koetjape (Burm.f.) Merr) berdasarkan perhitungan nilai kadar zat
ekstraktif, kadar air, kadar abu, hasil uji GC-MS, dan hasil uji serapan
FTIR, serta pengaruh nilai pH zat ekstraktif atraktan alami sebagai
alternatif biokontrol lalat buah (Drosophila melanogaster)?
2. Bagaimana hasil identifikasi skrining fitokimia senyawa zat ekstraktif
daun kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) dalam potensinya
sebagai atraktan agen biokontrol alami terhadap serangan lalat buah
(Drosophila melanogaster)?
3. Bagaimana hasil uji bioaktivitas atraktan dari ekstrak daun kecapi
(Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) sebagai alternatif biokontrol lalat
buah (Drosophila melanogaster) berdasarkan pengamatan daya pikat
atraktan dan mortalitas lalat buah pada uji pendahuluan dan uji lanjutan?
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dikemukakan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik atraktan dari ekstrak daun kecapi (Sandoricum
koetjape (Burm.f.) Merr) berdasarkan perhitungan nilai kadar zat
ekstraktif, kadar air, kadar abu, hasil uji GC-MS, dan hasil uji serapan
FTIR, serta pengaruh nilai pH zat ekstraktif atraktan alami sebagai
alternatif biokontrol lalat buah (Drosophila melanogaster)?
2. Bagaimana hasil identifikasi skrining fitokimia senyawa zat ekstraktif
daun kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) dalam potensinya
sebagai atraktan agen biokontrol alami terhadap serangan lalat buah
(Drosophila melanogaster)?
3. Bagaimana hasil uji bioaktivitas atraktan dari ekstrak daun kecapi
(Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) sebagai alternatif biokontrol lalat
buah (Drosophila melanogaster) berdasarkan pengamatan daya pikat
atraktan dan mortalitas lalat buah pada uji pendahuluan dan uji lanjutan?
D. Manfaat Penelitian
Dalam pembuatan bioaktivitas atraktan dari ekstrak daun kecapi,
peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun praktis:
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
atau masukan untuk dapat mengatasi permasalahan terkait upaya
pengendalian hama lalat buah (Drosophila melanogaster), menambah
pengetahuan pembaca dalam bidang ilmu pengetahuan hayati terhadap
pemanfaatan daun kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) sebagai
alternatif biokontrol lalat buah alami yang ramah lingkungan. Penelitian
ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca dalam bidang
kimia terhadap pemanfaatan kandungan senyawa kimia dalam daun
kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) sebagai landasan teori
terkait pembuatan alternatif biokontrol lalat buah alami ekstrak daun
kecapi serta.
E. Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang akan dicapai adalah untuk mengetahui:
1. Karakteristik atraktan dari ekstrak daun kecapi (Sandoricum koetjape
(Burm.f.) Merr) berdasarkan perhitungan nilai kadar zat ekstraktif, kadar
air, kadar abu, hasil uji GC-MS, dan hasil uji serapan FTIR, serta pengaruh
nilai pH zat ekstraktif atraktan alami sebagai alternatif biokontrol lalat
buah (Drosophila melanogaster)
2. Hasil identifikasi skrining fitokimia senyawa zat ekstraktif daun kecapi
(Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) dalam potensinya sebagai atraktan
agen biokontrol alami terhadap serangan lalat buah (Drosophila
melanogaster)
3. Hasil uji bioaktivitas atraktan dari ekstrak daun kecapi (Sandoricum
koetjape (Burm.f.) Merr) sebagai alternatif biokontrol lalat buah
(Drosophila melanogaster) berdasarkan pengamatan daya pikat atraktan
dan mortalitas lalat buah pada uji pendahuluan dan uji lanjutan
B. Manfaat Penelitian
Dalam pembuatan bioaktivitas atraktan dari ekstrak daun kecapi,
peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun praktis:
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
atau masukan untuk dapat mengatasi permasalahan terkait upaya
pengendalian hama lalat buah (Drosophila melanogaster), menambah
pengetahuan pembaca dalam bidang ilmu pengetahuan hayati terhadap
pemanfaatan daun kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) sebagai
alternatif biokontrol lalat buah alami yang ramah lingkungan. Penelitian
ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca dalam bidang
kimia terhadap pemanfaatan kandungan senyawa kimia dalam daun
kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) sebagai landasan teori
terkait pembuatan alternatif biokontrol lalat buah alami ekstrak daun
kecapi serta
A. Tumbuhan Kecapi
1. Gambaran Umum Tanaman Kecapi
Pohon kecapi (Sandoricum Koetjape (Burm.f.) Merr.) memiliki
tinggi batangnya mencapai 30 m, serta memiliki cabang dan ranting
yang banyak. Batang melengkung berkayu, bergetah, percabangan
mulai dari bagian pangkalnya. Daun majemuk, lonjong, berseling,
panjang 12-20 cm, tepi rata, ujung meruncing, pertualangan menyirip,
permukaan halus, mengkilat, tangkai bulat, panjang 5-7 cm, hijau.
Bunga majemuk berbentuk malai, berambut di ketiak daun, megantung,
panjang 12-26 cm, tangkai pendek putik 4-5, putih, mahkota panjang 6-
8 cm, kuning kehijauan. Buahnya bulat, berambut dengan diameter 5-6
cm dan berwarna kuning.Biji berbentuk bulat dan coklat.
Pohon ini di tanam terutama karena diharapkan buahnya, pohon
kecapi berbuah masak dalam bulan oktober sampai november yang
berasa manis atau agak asam. Kulit buahnya yang berdaging tebal kerap
di makan dalam keadaan segar atau di masak lebih dulu, dijadikan
manisan atau Marmalade. Kayu kecapi bermutu baik sebagai bahan
kontruksi rumah, bahan perkakas atau kerajinan, mudah di kerjakan dan
mudah dipoles dan daunnya juga banyak dimanfaakan
masyrakat di daerah pedesaan yaitu untuk obat diare dan kudis.
Berbagai bagian pohon kecapi memiliki khasiat berbagai
macam obat.Pada air rebusan daun dan kulit batangnya digunakan
untuk mengobati panas tinggi (demam) dan obat keputihan. Serbuk
kulit batangnya untuk pengobatan penyakit kulit, dan Akarnya dapat
digunakan untuk obat Kembung, perut diare dan untuk obat batuk.
Daun, batang dan akar tumbuhan kecapi mengandung saponin,
flavonoida, dan polifenol ( Hutapea, 1994).
2. Klasifikasi Tanaman Kecapi
Klasifikasi tanaman kecapi sebagai berikut (Heliawati,
2018) Kerajaan :Plantae
Divisi :Spermatophyta/Tracheophyta
Kelas :Dicotyledonae
Bangsa :Sapindales
Suku :Meliaceae
Marga :Sandoricum
Jenis :S. Koetjape Merr
buah bagian dalam lunak berair, melekat pada biji, putih, dan berasa
asam sampai manis. Jumlah biji 2-5 butir, besar, bulat telur agak pipih,
coklat kemerahan berkilat; keping biji berwarna merah (Bayani, 2016).
Pohon kecapi merupakan pohon yang rimbun dan besar dapat
mencapai tinggi tinggi 15-30 m, memiliki cabang, dan daun muda yang
halus, lurus dan berbulu. Batang dapat mencapai diameter 90 cm,
bergetah seperti susu. Pohon yang diperbanyak secara aseksual
cenderung lebih kecil dengan pertumbuhan yang lebih lebat dan
berbuah lebih lama dalam 3-5 tahun setelah penanaman. Daun bagian
atas berwarna hijau mengkilap dan bagian bawah berwarna hijau muda
dan berubah menjadi merah ketika akan jatuh (Emma ruth, 2016).
Daun majemuk berselang-seling, bertangkai, sampai dengan 18
cm, menyirip, beranak daun tiga, bentuk jorong sampai bulat telur,
dengan ukuran 6-26 x 3-16 cm, membulat atau agak runcing dipangkal,
meruncig di ujung, jauh lebih panjang dari tangkai anak daun
sampingnya. Bunga terletak dalam malai di ketiak daun, berambut,
menggantung, sampai dengan 25 cm. Bunga bertangkai pendek,
berkelamin dua, kelopak bertaju, mahkota 5 helai, kuning hijau, lanset
sungsang, berukuran 6-8 cm, dan berbau harum (Rasadah et al., 2004).
4. Kandungan Tanaman Kecapi
Tanaman kecapi (Sandoricum koetjape) biasa digunakan oleh
praktisi medis tradisional untuk mengobati keputihan dan kolik dengan
rebusan yang dibuat dari kulit buah, biji, daun, dan kulit batang.
Berbagai ekstrak S. koetjape dan banyak senyawa kimia yang telah di
isolasi seperti Limonoid jenis Andirobin telah diisolasi dari biji S.
koetjape yaitu sandoricin dan 6 hydroxysandoricin menunjukkan
aktivitas farmakologis yang potensial.. Limonoid ini menunjukkan
aktivitas anti-feedant yang kuat, dan asam bryonolic terpenoid, asam
bryonolic meso-inositol dan dimetil lendir polialkohol telah diisolasi
dari kulit buah S. koetjape. Daunnya telah menghasilkan trijugin
limonoid yaitu Sandrapins A, B, C, D dan E, dan sandoripin A dan B.
Sejumlah triterpenoid telah diisolasi dari kulit batang seperti, asam
katonat, asam indikatif, caryophyllene
C. Zat Ekstraktif
Dinding sel kayu tersusun oleh tiga unsur utama yaitu selulosa,
hemiselulosa dan lignin, yang semuanya merupakan polimer. Selain ketiga
komponen utama tersebut terdapat pula sejumlah unsur atau bahan yang
disebut ekstraktif.
Hillis (1987) mendefinisikan zat ekstraktif sebagai senyawa
senyawa yang dapat diekstrak dari kayu atau kulit dengan pelarut polar dan
non polar. Zat ekstraktif ini bukan merupakan bagian struktural dinding sel
kayu, tetapi sebagai zat pengisi rongga sel. Zat ekstraktif terdiri dari
bermacam macam bahan yang tidak termasuk bagian dari dinding sel.
Komponen ini memiliki nilai yang penting karena menyebabkan kayu tahan
terhadap serangan jamur dan serangga, memberi bau, rasa dan warna pada
kayu. Cara yang dapat digunakan untuk memisahkan zat ekstraktif ini
antara lain dengan uap (dihasilkan asam asam lemak, asam asam damar,
lemak, sterol dan bahan bahan tak tersabunkan), dengan alkohol panas
(dihasilkan tannin, zat zat warna, fenol dan bahan bahan larut air) dan
dengan air (dihasilkan alkohol, siklik, polisakarida, dengan berat molekul
rendah, garam garam).
Sjostrom (1993) menyatakan bahwa kandungan dan komposisi zat
ekstraktif sangat bervariasi antara jenis kayu bahkan dalam batang yang
sama pada satu jenis kayu pun dapat berbeda. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Eaton dan Hale (1993) bahwa substansi yang bersifat
racun beragam diantara jenis dan marga dan beragam dalam sifat kimianya
sehingga berbagai pelarut akan mengekstrak berbagai bahan toksik yang
berbeda pada berbagai jenis.
Kandungan ekstraktif dalam kulit lebih tinggi daripada bagian
kayu. Ia tidak hanya tergantung pada jenis tetapi juga pada pelarut yang
digunakan.
Keanekaragaman senyawa yang diekstraksi biasanya membutuhkan
serangakaian ekstraksi, yang hasilnya memberikan ciri awal komposisinya.
D. Ekstraksi
Metode ekstraksi paling sederhana dan menjadi pilihan adalah
maserasi (perendaman). Yakni merendam material di dalam pelarut.
Maserasi (merendam dalam pelarut) adalah metode ekstraksi pilihan pada
tahap pendahuluan ataupun ekstraksi perbanyakan. Selain karena simple
juga tidak banyak gangguan fisis. Adapun metode dasar yang lain seperti
perkolasi, Shoxleat, gas superkritikal, counter current chromatography,
microwave dll digunakan menyari bahan yang targetnya sudah jelas.
Tahapan ekstraksi melewati dua mekanisme dasar yakni:
1. Disolusi : proses terendamnya senyawa target oleh solven.
2. Difusi : proses terbawanya senyawa-senyawa oleh solven keluar sel
atau matriks alami.
Agar solven bisa menjangkau tempat senyawa di dalam sel atau
ruang antar sel maka penyerbukan harus dilakukan. Serbuk yang terlalu
halus menyebabkan larutan keruh atau terbentuk dispersi yang mengganggu
kedua proses itu. Pembatas proses difusi adalah gradien difusi yang
mendekati ~1. Artinya kadar senyawa di dalam pelarut dan di dalam
material alami sama. Biasanya setelah 1 malam diganti pelarut baru. Pada
pekerjaan skrining seringkali hanya dibutuhkan 1-10 gram serbuk bahan
untuk diekstraksi. Barulah jika setelah bioassay diketahui sampel yang
paling poten maka yang diperbanyak. Bioassay secara in vitro modern
hanya membutuhkan bobot ekstrak sekitar 1 mg. Untuk mempercepat
ekstraksi seringkali dikombinasi dengan sonikasi 1 jam, menaikkan suhu
30-400C. Tidak perlu dalam jumlah besar.
Ekstraksi merupakan proses penarikan pemisahan komponen atau
zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Proses
ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan komponen komponen bioaktif suatu
bahan (Harborne, 1987). Ada beberapa metode umum ekstraksi yang sering
dilakukan, yaitu ekstraksi dengan pelarut (maserasi), destilasi, supercritical
fluid extraction (SEF), pengepresan mekanik dan sublimasi (Gritter et al.,
1991), serta secara enzimatik (Taherzadeh and Karimi, 2007; Hammed et
al., 2013). Pemilihan pelarut yang sesuai merupakan faktor penting dalam
proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan adalah pelarut yang dapat menyari
sebagian besar metabolit sekunder yang diinginkan dalam simplisia
(Depkes RI, 2008). Metanol merupakan pelarut yang bersifat universal
sehingga dapat melarutkan analit yang bersifat polar dan non polar.
Metanol dapat menarik alkaloid, steroid, saponin, flavonoid dari tanaman
(Thompson, 1985). Oleh karena itu salah satu pelarut yang digunakan
dalam proses ekstraksi dalam penelitian ini adalah metanol.
Ekstraksi dengan pelarut didasarkan sifat kepolaran zat dalam
pelarut saat ekstraksi. Senyawa polar hanya akan larut pada pelarut polar,
seperti etanol, metanol, butanol dan air. Senyawa non-polar juga hanya
akan larut pada pelarut non-polar, seperti eter, kloroform, dan n-heksana
(Gritter et al., 1991). Jenis dan mutu pelarut yang digunakan menentukan
keberhasilan proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan harus dapat
melarutkan zat yang dinginkannya, mempunyai titik didih yang rendah,
murah, tidak toksik dan mudah terbakar (Harborne,1987).
Pelarut yang bersifat polar mampu mengekstrak senyawa alkaloid
kuartener, komponen fenolik, karotenoid, tanin, gula, asam amino dan
glikosida. Pelarut semi polar mampu mengekstrak senyawa fenol,
terpenoid, alkaloid, aglikon dan glikosida. Pelarut non polar dapat
mengekstrak senyawa kimia seperti lilin, lipid, dan minyak yang mudah
menguap (Harborne, 1987).
E. Skrining Fitokimia
1. Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa yang tersebar luas
hampir pada semua jenis tumbuhan. Semua alkaloid mengandung
paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan
membentuk cincin heterosiklik (Harborne, 1994). Alkaloid dapat
ditemukan pada biji, daun, ranting dan kulit kayu dari tumbuh
tumbuhan. Kadar alkaloid
dari tumbuhan dapat mencapai angka 10-15%. Alkaloid kebanyakan
bersifat racun, tetapi adapula yang sangat berguna dalam pengobatan.
Alkaloid merupakan senyawa tanpa warna, seringkali bersifat optik
aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa
cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar (Sabirin, et al., 1994).
Garam alkaloid dan alkaloid bebas biasanya berupa senyawa
padat, berbentuk kristal tidak bewarna (berberina dan serpentina
bewarna kuning). Alkaloid sering kali optik aktif, dan biasanya hanya
satu dari isomer optik yang dijumpai meskipun dalam beberapa kasus
dikenal campuran rasemat, dan pada kasus lain satu tumbuhan
mengandung satu isomer sementara tumbuhan lain mengandung
enantiomernya (Padmawinata, 1995).
Ada juga alkaloid yang berbentuk cair, seperti konina, nikotina,
dan higrina. Sebagian besar alkaloid mempunyai rasa yang pahit.
Alkaloid juga mempunyai sifat farmakologi. Sebagai contoh, morfina
sebagai pereda rasa sakit, reserfina sebagai obat penenang, atrofina
berfungsi sebagai antispamodia, kokain sebagai anestetiklokal, dan
strisina sebagai stimulan saraf (Ikan, 1969).
Alkaloid telah dikenal selama bertahun tahun dan telah menarik
perhatian terutama karena pengaruh fisiologinya terhadap mamalia dan
pemakaiannya di bidang farmasi, tetapi fungsinya dalam tumbuhan
hampir sama sekali kabur. Bebrapa pendapat mengenai kemungkinan
perannya dalam tumbuhan sebagai berikut (Padmawinata, 1995):
1) Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan
asam urat dalam hewan (salah satu pendapat yang dikemukakan
pertama kali, sekarang tidak dianut lagi).
2) Beberapa alkaloid mungkin bertindak sebagai tandon penyimpanan
nitrogen meskipun banyak alkaloid ditimbun dan tidak mengalami
metabolisme lebih lanjut meskipun sangat kekurangan nitrogen.
Suatu cara mengklasifikasi alkaloid adalah didasarkan pada
jenis cincin heterosiklik nitrogen yang terikat. Menurut klasifikasi ini
alkaloid
dibedakan menjadi ; pirolidin (1), piperidin (2), isoquinolin (3), quinolin
(4) dan indol (5). Alkaloid pada umumnya berbentuk kristal yang tidak
bewarna, ada juga yang berbentuk cair seperti koniina (6), nikotin (7).
Alkaloid yang bewarna sangat jarang ditemukan misalnya berberina (8)
bewarna kuning, kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa ini mudah
terdekomposisi terutama oleh panas, sinar, dan oksigen membentuk N-
oksida. Jaringan yang masih mengandung lemak, maka dilakukan
ekstraksi pendahuluan petroleum eter.
Sampel dikatakan mengandung alkaloid jika reaksi positif yang
membentuk endapan sekurang kurangnya dua reaksi dari golongan
reaksi pengendapan yang dilakukan. Sebagian besar alkaloid tidak larut
atau sedikit larut dalam air, tetapi bereaksi dengan asam membentuk
garam yang larut dalam air. Alkaloid bebas biasanya larut dalam eter
atau kloroform maupun pelarut non polar lainnya kebanyakan
berbentuk, meskipun ada beberapa yang amorf dan hanya sedikit yang
berupa cairan pada suhu kamar. Garam alkaloid berbentuk kristal.
Alkaloid biasanya tidak bewarna dan memiliki rasa pahit (Setiawan,
2013).
2. Tanin
Tanin merupakan senyawa umum yang terdapat pada tumbuhan
berpembuluh, memiliki gugus fenol, memiliki rasa sepat dan mampu
menyamak kulit karena kemampuannya menyambung silang protein.
Jika bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tidak
larut dalam air. Dinding sel kayu disusun oleh tiga unsur utama yaitu
selulosa, hemiselulosa dan lignin yang kesemuanya merupakan polimer
alami. Selain tersusun dari tiga unsur utama terdapat pula sejumlah
kecil bahan atau unsur yang disebut ekstraktif, yang bisa diperoleh
dengan cara ekstraksi.
Tsoumis (1976) menjelaskan bahwa zat ekstraktif terdiri dari
bemacam macam zat yang berbeda dalam struktur komposisi kimianya
seperti gum, lemak, damar, gula, pati, minyak, alkaloid dan tanin.
Istilah
zat ekstraktif ini didasarkan tas dapat/tidaknya diesktraksikan dari
dalam kayu dengan menggunakan pelarut netral atau pelarut organik.
Tanin adalah senyawa organik yang terdiri dari campuran
senyawaan polifenol kompleks, dibangun dari elemen C, H dan O serta
sering membentuk molekul besar dengan berat molekul lebih besar dari
2000. Tanin yang terdapat pada kuli kayu dan kayu dapat berfungsi
sebagai penghambat kerusakan aktif serangan serangga dan jamur,
karena memiliki sifat antiseptik (Hathway, 1962). Uji tanin dilakukan
dengan cara melarutkan ekstrak sampel ke dalam metanol sampai
sampel terendam semuanya kemudian ditambahkan 2-3 tetes larutan
FeCl3 1%. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna hitam
kebiruan atau hijau (Sangi et al., 2008). Menurut Sjostrom (1981) tanin
adalah suatu senyawa polifenol dan dari struktur kimianya dapat
digolongkan menjadi dua macam, yaitu tanin terhidrolisis (hidrolizable
tannin) dan tanin terkondensasi (condensed tannin).
Ekstrak dari tanin tidak dapat murni 100%, karena selain terdiri
dari tanin ada juga zat non tanin seperti glukosa dan hidrokoloid yang
memiliki berat molekul tinggi (Pizzi, 1983). Tanin dapat dijumpai pada
hampir semua jenis tumbuhan hijau di seluruh dunia baik tumbuhan
tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan kadar dan kualitas yang
berbeda beda.
3. Tritterpenoid
Triterpenoid merupakan senyawa yang kerangka karbonnya
berasal dari enam satuan isoprena. Triterpenoid memiliki berbagai
macam aktivitas fisiologis, senyawa ini merupakan komponen aktif
dalam tumbuhan obat yang telah digunakan untuk mengobati penyakit
termasuk diabetes, kerusakan hati, dan malaria. Beberapa senyawa juga
diketahui mempunyai nilai ekologi bagi tumbuhan yang
mengandungnya karena senyawa ini dapat bekerja sebagai insektisida
atau antifungus (Harborne, 1987).
4. Saponin
Saponin merupakan senyawa yang secara struktural mempunyai steroid
dan triterpenoid aglikon (sapogenin) yang berikatan dengan satu satau
lebih oligosakarida dengan ikatan glikosida. Aktivitas biologi saponin
adalah untuk berinteraksi dengan komponen seluler dan membran.
Contohnya adalah saponin dapat mengemolisis sel darah merah dengan
interaksi non spesifik dengan protein membran, fosfolipid, dan
kolestrol di eritrosit. Saponin dalam bentuk larutan yang encer menjadi
sangat beracun pada ikan. Oleh karena itu saponin telah digunakan
sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun. Selain itu, saponin
dapat berfungsi sebagai antimikroba (Harborne, 1987).
5. Flavanoid
Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang
terbesar. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga
pastilah ditemukan pada setiap ekstrak tumbuhan (Harborne, 1987).
Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid (yaitu flavonoid tanpa gula terikat)
terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semuanya mengandung 15
atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6-
C3-C6 yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga
atom yang dapat atau tak dapat membentuk cincin ketiga, atau
kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena
tersubstitusi) yang disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon.
Flavonoid banyak terdapat pada jaringan epidermis daun dan kulit buah
dengan kegunaan bervariasi dan bersifat penting. Flavonoid pada
tumbuhan berguna sebagai pelindung sinar UV, pigmentasi, stimulasi
pembentukan nitrogen di nodul dan ketahanan terhadap penyakit (Bhat
et al., 2009). Modifikasi flavonoid lebih lanjut mungkin terjadi pada
berbagai tahap dan menghasilkan: penambahan (atau pengurangan)
hidroksilasi; metilasi gugus hidroksil atau inti flavonoid; metilenasi
gugus orto- dihidroksil;dimerisasi (pembentukan biflavonoid);
pembentukan bisulfat; dan yang terpenting, glikosilasi gugus hidroksil
(pembentukan
flavonoid O-glikosida) atau inti flavonoid (pembentukan flavonoid C-
glikosida) (Markham, 1998).
Enzim choliesterase yang tidak aktif menyebabkan terjadinya
hambatan proses degradasi asetikolin sehingga terjadi akumulasi
asetikolin di celah sinap. Selanjutnya terjadi peningkatan transmisi
rangsang yang menyebabkan otot pernapasan mengalami kontraksi
secara terus menerus sehingga terjadi kejang otot pernapasan dan
menyebabkan kerusakan spirakel, akibatnya serangga tidak bisa
bernapas dan akhirnya mati (Lumowa, 2013).
F. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Pemanfaatan daun kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) yang
mengandung zat ekstraktif memiliki bioaktivitas atraktan yang diekstraksi
menggunakan metode maserasi layak dijadikan sebagai atraktan alami
dilihat dari hasil uji bioaktivitasnya berupa daya pikat atraktan dan tingkat
mortalitas lalat. dalam upaya pengendalian terhadap serangan hama lalat
buah(Drosophila melanogaster).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Experimental research
(penelitian eksperimen). Menurut Sugiyono (2013:72) Experimental research
digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain
dalam kondisi yang terkendali. Adapun desain yang peneliti gunakan dalam
penelitian ini adalah metode True experimental design (eksperimen murni)
dikarenakan dalam desain ini peneliti dapat mengontrol semua variabel luar
yang mempengaruhi jalannya eksperimen sehingga validitas internal (kualitas
pelaksanaan rancangan penelitian) dapat menjadi tinggi (Sugiyono, 2015:112).
Jenis rancangan desain yang peneliti gunakan dalam penelitian ini yaitu
dengan menggunakan rancangan pretest dan posttest control group design.
Dengan menggunakan rancangan desain ini terdapat dua kelompok yang
dipilih secara random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan
awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
(Sugiyono, 2015:113).
Objek dalam penelitian ini adalah sekelompok lalat buah yang
merupakan serangga dominan penyebab kerusakan pada buah mangga. Dalam
penelitian ini terdapat dua kelompok subjek, kelompok satu sebagai kelompok
eksperimen diberikan perlakuan berupa pemberian larutan ektrak daun kecapi
(Sandoricum Koetjape (Burm.F.)Merr).) dengan konsentrasi tertentu dan
kelompok kedua tanpa perlakuan sebagai kontrol untuk membandingkan
keadaan variabel dependen pada kelompok eksperimen setelah diberikan
perlakuan dengan kelompok kontrol tanpa perlakuan.
Adapun parameter penelitian yang ingin peneliti amati dalam penelitian
ini meliputi parameter kimia dan parameter fisik. Parameter kimia dalam
penelitian ini adalah hasil uji kadar zat ekstraktif, kadar air, kadar abu, kadar
pH, uji GC-MS pada larutan ekstrak daun kecapi, dan uji karakteristik serapan
FTIR, serta hasil uji bioaktivitas atraktan ekstrak daun kecapi meliputi daya
pikat atraktan dan perhitungan mortalitas pada lalat buah berdasarkan waktu
pengamatan,. Selain itu, peneliti juga melakukan analisa Sedangkan parameter
fisik dalam penelitian ini meliputi uji identifikasi senyawa fitokimia melalui
uji skrining fitokimia.
D. Variabel Penelitian
Variabel merupakan suatu kualitas (qualities) dimana peneliti
mempelajari dan menarik kesimpulan darinya. Menurut Sugiyono (2015:60)
variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang
hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Adapun variabel yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1.) Variabel Bebas (Independen)
Menurut Sugiyono (2015:61) variabel bebas merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
variabel dependen (terikat). Adapun variabel bebas (independen) dalam
penelitian ini adalah konsentrasi larutan ekstrak daun kecapi pada uji
pendahuluan dengan pelarut polar (metanol), non polar (n-heksan) dan
semi
polar (etil asetat) dengan konsentrasi 5% dan waktu pengamatan dibagi
menjadi dua tahap, tahap pertama menggunakan waktu bertingkat dengan
selisih 12 jam, mulai dari 12 jam, 24 jam, 36 jam, hingga 48 jam.
Selanjutnya, pada tahap kedua waktu pengamatan dilakukan setiap hari
selama 7 hari. Pengamatan tahap pertama yang masih dalam frekuensi jam
dilakukan untuk mengetahui seberapa cepat daya pikat atraktan terhadap
lalat buah. Disamping itu pengamatan tahap kedua dilakukan dalam
frekuensi hari untuk mengetahui rata-rata mortalitas pada lalat buah
menggunakan atraktan ekstrak daun kecapi. Kemudian berbagai
konsentrasi larutan ekstrak daun kecapi dengan pelarut terbaik pada uji
lanjutan yang terdiri dari 7,5%, 10% dan 12,5% dan lama waktu
pengamatan sama seperti uji pendahuluan.
2.) Variabel Terikat (Dependen)
Menurut Sugiyono (2015:61) variabel terikat merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.
Adapun variabel terikat pada penelitian ini meliputi uji kadar zat
ekstraktif, kadar air, kadar abu, kadar pH, uji GC-MS pada larutan ekstrak
daun kecapi, uji karakteristik serapan FTIR, dan uji senyawa fitokimia.
Serta uji Bioaktivitas atraktan yang meliputi daya pikat atraktan dan
perhitungan mortalitas pada lalat buah.
3.) Variabel Kontrol
Menurut Sugiyono (2015:64) variabel kontrol adalah variabel yang
dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variabel independen
terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti.
Variabel kontrol sering digunakan oleh peneliti, bila akan melakukan
penelitian yang bersifat membandingkan. Adapun variabel kontrol dalam
penelitian ini adalah konsentrasi 0% pada pengujian mortalitas pada lalat
buah.
E. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan dalam penelitian ini menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL), dengan 3 kali pengulangan untuk setiap tingkat
konsentrasi ekstrak. menurut Gaspersz (1991), menjelaskan bahwa RAL
merupakan rancangan yang paling sederhana diantara rancangan-rancangan
percobaan yang baku. RAL dipandang lebih berguna dalam percobaan
laboratorium, dalam beberapa percobaan rumah kaca, atau dalam percobaan
pada beberapa jenis bahan percobaan tertentu yang mempunyai sifat relatif
homogen.
Dalam penelitian ini menggunakan 2 tahap pengujian yaitu pengujian
awal sebagai uji pendahuluan untuk mengetahui larutan atraktan dari zat
ekstraktif daun kecapi yang paling efektif dalam pengujian daya pikat atraktan
dan perhitungan mortalitas lalat buah. Kemudian dilanjutkan ke pengujian
lanjutan yaitu dengan meningkatkan taraf konsentrasi dari larutan ekstrak daun
kecapi menggunakan pelarut terefektif berdasarkan hasil uji pendahuluan.
Berdasarkan uji pendahuluan data analisis tingkat mortalitas dilakukan dengan
menggunakan 3 perlakuan yaitu menggunakan pelarut polar (metanol), non
polar (N-Heksan) dan semi polar (Etil Asetat) dengan 3 kali pengulangan.
Tabel 5.1 Perlakuan dalam Rancangan Percobaan Terhadap Mortalitas Pada
Uji Pendahuluan
Konsentrasi Waktu Pengamatan
Perlakuan Pengulangan Mortalitas (%)
Larutan
Uji Pendahuluan per jam per hari
Ekstrak
P1 3 kali 5% 7 hari
P2 3 kali 5% 12 24 36 48 7 hari
P3 3 kali 5% 7 hari
Keterangan:
P1 : Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi dengan Menggunakan Pelarut
Non Polar, yaitu N-Heksan
P2 : Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi dengan Menggunakan Pelarut
Semi Polar, yaitu Etil Asetat
P3 : Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi dengan Menggunakan Pelarut
Polar, yaitu Metanol
Tabel 5.2 Perlakuan dalam Rancangan Percobaan Terhadap Mortalitas dan
Uji Bioaktivitas Aktraktan Zat Ekstraktif Daun Kecapi
Pada Uji Lanjutan
Kode
Pelakuan Konsentrasi Waktu Pengamatan
Perlakuan Mortalitas
Uji Pengulangan Larutan
(Tingkat
Lanjutan Konsentrasi) Ekstrak per jam per hari (%)
3 kali K1 7,5% 7 hari
P0 3 kali K2 10% 12 24 36 48 7 hari
3 kali K3 12,5% 7 hari
Keterangan:
P0 : Hasil Larutan Ekstrak Terbaik dari Hasil Pengamatan Uji Pendahuluan
K1 : Tingkat Konsentrasi Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi (7,5%)
K2 : Tingkat Konsentrasi Larutan Atraktan Buah Ekstrak Daun Kecapi (10%)
K3 : Tingkat Konsentrasi Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi, (12,5%)
b. Uji Lanjutan
Pengujian ekstrak terhadap lalat buah pada uji lanjutan menggunakan
ekstrak dengan pelarut terbaik berdasarkan hasil uji pendahuluan. Dan
peneliti menggunakan tiga konsentrasi bertingkat, yaitu konsentrasi
7,5%, 10%, dan 12,5% dengan tiga kali pengulangan dan waktu
pengamatan dibagi menjadi dua tahap, tahap pertama menggunakan
waktu bertingkat dengan selisih 12 jam, mulai dari 12 jam, 24 jam, 36
jam, hingga 48 jam. Dan tahap kedua waktu pengamatan dilakukan
setiap hari selama 7 hari. Pengamatan tahap pertama yang masih dalam
frekuensi jam dilakukan untuk mengetahui seberapa cepat daya pikat
atraktan terhadap lalat buah. Disamping itu pengamatan tahap kedua
dilakukan dalam frekuensi hari untuk mengetahui rata-rata mortalitas
pada lalat buah menggunakan atraktan ekstrak daun kecapi.
Gambar 5.14 Pengujian Larutan Ekstrak Daun
Kecapi Terhadap Lalat Buah (Drosophila
Melanogaster)
Pada Uji Lanjutan
F. Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini, teknik analisis data terdiri dari analisis metode
kuantitatif, kualitatif, dan statistik. Adapun gambaran teknik analisis data yang
digunakan oleh peneliti adalah:
1. Metode Kuantitatif
Analisis pada metode kuantitatif terdiri dari kadar zat ekstraktif, kadar air,
kadar abu, kadar pH, uji GC-MS pada larutan ekstrak daun kecapi, dan uji
karakteristik serapan FTIR, serta uji bioaktivitas zat ektraktif yang meliputi
perhitungan daya pikat dan pengujian mortalitas.
a. Penentuan Besar Kandungan Kadar Zat Ekstraktif
Larutan ekstrak daun kecapi yang dilarutkan dengan pelarut n-heksan, etil
asetat, dan metanol yang telah diuapkan menggunakan rotary vacuum
evaporator diletakkan di petri dish yang telah diketahui beratnya.
Kemudian, dikeringkan dengan cara kering udara dan dioven dengan suhu
40℃ selama 24 jam lalu ditimbang untuk mengetahui berat ekstrak yang
diperoleh. Adapun untuk mengetahui kadar zat ekstraktif yang terkandung
dalam daun kecapi dihitung menggunakan rumus persamaan sebagai
berikut:
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓 (𝑔)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑍𝑎𝑡𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓(%) = × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑢𝑏𝑢𝑘 𝐷𝑎𝑢𝑛 𝐾𝑒𝑐𝑎𝑝𝑖 (𝑔)
b. Kadar Air
Analisis kadar air perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak air
yang terkandung di dalam bahan dan ketahanannya dalam penyimpanan.
Air bebas dalam bahan dapat mempercepat tumbuhnya mikroba sehingga
mempercepat kerusakan bahan (Winarno, 2002). Adapun analisis kadar
air pada daun dan serbuk daun kecapi dilakukan menggunakan metode
Gravimetri untuk melakukan pengukuran terhadap kadar air. Cara
perhitungan untuk mengetahui dari kadar air serbuk ekstrak daun kecapi
sebagai berikut:
ragmen ion yang dihasilkan akan ditangkap oleh director dan dihasilkan
spektrum massa. (Mega Rizky Novitasari et al, 2016; Ellen Hotmian et al,
2021; Ahda Badru Tamam, 2020)
f. Uji Karakteristik Serapan FTIR
Uji FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy) pada serbuk daun
kecapi dilakukan untuk mengetahui komponen kimia berupa gugus fungsi.
Metil eugenol hasil sintesis yang digunakan dalam penelitian ini
mempunyai kemurnian sebesar 98% hal ini didapatkan setelah metil
eugenol diidentifikasi dengan menggunakan kromatografi gas. Analisis
dengan menggunakan FTIR dilakukan sebagai identifikasi awal produk
reaksi hidrogenasi katalitik. Spektrum FTIR hasil hidrogenasi metil
eugenol dengan durasi reaksi 3 jam. (F Alfarisi, 2017; RA Irindah Fajar
Sari, 2012; Ahda Badru Tamam, 2020)
g. Persentase Daya Pikat Lalat Buah
Nilai daya pikat lalat buah yang diperoleh pada pengujian dapat
dinyatakan dalam persen. Persentase daya pikat per unit dihitung
menggunakan rumus Agus Susanto et al (2019)
𝐷2
𝐷 (%) = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D = Persentase daya pikat (%);
D1 = Jumlah lalat buah mula-mula (ekor);
D2 =Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor).
h. Persentase Mortalitas Lalat Buah
Nilai mortalitas atau kematian lalat buah yang diperoleh pada pengujian
dapat dinyatakan dalam persen. Persentase mortalitas per unit dihitung
menggunakan rumus Sornnuwat et al. (1995) dalam Brata et al. (1999):
𝑀2
𝑀 (%) = × 100%
𝑀1
Keterangan:
M = Persentase mortalitas lalat buah (%);
M1 = Jumlah lalat buah mula-mula (ekor);
M2 =Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
2. Metode Kualitatif
Analisis pada metode kualitatif dalam penelitian ini adalah
identifikasi senyawa fitokimia yang meliputi uji senyawa alkaloid, tanin,
triterpenoid, saponin dan flavonoid melalui uji skrining fitokimia. (Susy
Saadah, 2020)
a. Identifikasi senyawa alkaloid
Hasil yang didapatkan dalam proses penelitian ini sejalan dengan tujuan
yang ingin dicapai oleh peneliti yaitu untuk mengetahui sifat bioaktivitas zat
ekstraktif daun kecapi (Sandrocium koetjape (Burm.f.) Merr) pada hasil uji
pendahuluan dan uji lanjutan berdasarkan hasil perhitungan daya pikat atraktan dan
mortalitas lalat buah serta pengaruh pH zat ekstraktif daun kecapi (Sandrocium
koetjape (Burm.f.) Merr) terhadap perubahan fisiologi lalat buah (Drosophila
melanogaster) sebelum dan setelah pengujian.
Untuk menentukan besar kandungan kadar zat ekstraktif atraktan dilakukan
dengan menghitung perbandingan berat padatan ekstraktif hasil dari proses
pemekatan menggunakan Rotary evaporator dengan berat awal bubuk daun kecapi
sebelum dilakukan proses ekstraksi menggunakan metode maserasi. Sementara itu,
untuk pengujian bioaktivitas zat ekstraktif larutan atraktan dari ekstrak daun kecapi
(Sandoricum koetjape (Burm .f.) Merr) terhadap lalat buah (Drosophila
melanogaster) dilakukan melalui dua tahap pengujian. Pengujian awal merupakan
uji pendahuluan yang bertujuan untuk mengetahui larutan atraktan ekstrak daun
kecapi menggunakan pelarut nonpolar (n-heksan), semi polar (etil asetat), dan
polar (metanol) yang efektif dalam pengujian tingkat mortalitas lalat buah.
Kemudian dilanjutkan ke pengujian lanjutan dengan menaikkan taraf konsentrasi
dari larutan ekstrak daun kecapi yang paling efektif berdasarkan hasil uji
pendahuluan untuk mengetahui tingkat konsentrasi minimum larutan yang sudah
dapat memikat ataupun membunuh lalat buah.
Adapun pengujian mortalitas lalat buah pada larutan ekstrak daun kecapi ini
berkorelasi dengan tingginya tingkat keasaman suatu larutan atraktan ekstrak daun
kecapi yang akan berpengaruh pada perubahan fisiologi lalat buah sebelum dan
setelah pengumpanan. Sementara itu, peneliti juga melakukan identifikasi senyawa
fitokimia yang ada dalam larutan atraktan ekstrak daun kecapi dengan
menggunakan skrining fitokimia.
Adapun hasil yang diperoleh dari proses penelitian yang telah dilakukan
oleh peneliti adalah sebagai berikut:
A. Karakteristik Atraktan Dari Ekstrak Daun Kecapi (Sandoricum
Koetjape (Burm.f.) Merr) Berdasarkan Perhitungan Nilai Kadar Zat
Ekstraktif, Kadar Air, Kadar Abu, Hasil Uji GC-MS, dan Hasil Uji
Serapan FTIR, Serta Pengaruh Nilai pH Zat Ekstraktif Atraktan
Alami Sebagai Alternatif Biokontrol Lalat Buah (Drosophila
Melanogaster)
1. Kadar Zat Ekstraktif
Dalam menentukan besar kandungan kadar zat ekstraktif
atraktan dari larutan ekstrak daun kecapi, peneliti melakukan proses
ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan menggunakan 3
pelarut berbeda yaitu pelarut non polar (n-heksan), semi polar (etil
asetat), dan polar (metanol). Kadar zat ekstraktif daun kecapi
(Sandoricum keotjape (Burm.F.)Merr).)yang diperoleh dari ±1000
gram bubuk daun kecapi berukuran 40 mesh hasil ekstraksi
menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat, dan metanol dapat dilihat
pada Tabel 6.1
Tabel 6.1 Hasil Kandungan Kadar Zat Ekstraktif Atraktan dari
Hasil Ekstrak Daun Kecapi (Sandrocium koetjape (Burm.f.) Merr)
Kandungan Kadar Zat Ekstraktif Daun Kecapi (Sandoricum
Keotjape (Burm.F.)Merr.) dengan Metode Maserasi
Perlakuan
Persentase
Kode Sebelum Sesudah Kandungan
Berat Kadar Zat
Berat Bubuk Berat Bubuk
Jumlah Padatan
Daun Kecapi Daun Kecapi Ekstraktif
Pelarut (ml) Ekstraktif
(gram) (gram) (%)
(gram)
P1 2.500 1.000 14,89 920 1,4
P2 2.000 1.000 36,31 920 3,6
P3 2.000 1.000 39,53 920 3,9
Keterangan:
P1 : Proses Ekstraksi Larutan Ekstrak Daun Kecapi Menggunakan
Metode Maserasi Dengan Pelarut Non Polar, yaitu N-Heksan
P2 : Proses Ekstraksi Larutan Ekstrak Daun Kecapi Menggunakan
Metode Maserasi Dengan Pelarut Semi Polar, yaitu Etil Asetat
P3 : Proses Ekstraksi Larutan Ekstrak Daun Kecapi Menggunakan
Metode Maserasi Dengan Pelarut Polar, yaitu Metanol
3.90%
4.00% 3.60%
Persentase Ekstrak
3.00%
2.00%
1.40%
1.00%
0.00%
N-Heksan Etil Asetat Metanol
Pelarut
2. Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam
bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air pada daun dan serbuk
daun kecapi dipengaruhi oleh proses keberhasilan pada saat
pengeringan, lama pengeringan yang dilakukan, jumlah daun yang
dikeringkan dan luas permukaan tempat daun yang dikeringkan. Kadar
air pada daun dan serbuk daun kecapi merupakan parameter untuk
menetapkan penyusutan kandungan air pada daun kecapi setelah proses
pengeringan. Proses pengujian kadar air pada daun kecapi dilakukan
dengan metode Gravimetri dengan Pengeringan. Adapun hasil
pengukuran kadar air pada daun dan serbuk daun kecapi dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 6.2 Hasil Kadar Air Pada Daun Kecapi
Berat Sampel sebelum Berat sampel setelah Kadar
Sampel
perlakuan (g) perlakuan (g) air (%)
Daun Kecapi 10.000 3.600 64
Serbuk Daun Kecapi 2,0 1,85 7,5
2. Uji Lanjutan
Dalam uji lanjutan, peneliti mengukur pH yang terkandung
pada larutan atraktan ekstrak daun kecapi dengan menggunakan
pelarut polar (metanol), yaitu pelarut paling efektif pada saat uji
pendahuluan berdasarkan tingkat mortalitas lalat buah saat
pengujian. Dalam pengujian ini, peneliti menggunakan tiga taraf
konsentrasi yaitu sebesar 7,5%, 10% dan 12,5% pada larutan
atraktan ekstrak daun kecapi. (Pada pengujian ini, peneliti
mencelupkan elektroda ke dalam larutan ekstrak daun kecapi hingga
pH meter digital menunjukkan nilai pH dari larutan yang diuji.
Adapun hasil pengukuran kadar pH terhadap larutan
atraktan ekstrak daun kecapi dengan menggunakan pelarut polar
(metanol) dengan tingkat konsentrasi 7,5%, 10% dan 12,5% dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6.7 Hasil Pengukuran Ph Larutan Ekstrak
Daun Kecapi Pada Uji Pendahuluan
Tahap Pengujian Kode Ph Indikator pH
K1 3,36 Asam Kuat
Pengujian Ph Pada Uji
K2 3,04 Asam Kuat
Lanjutan
K3 2,0 Asam Kuat
Keterangan:
K1 : Konsentrasi Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi
Menggunakan Metode Maserasi Dengan Pelarut
Metanol, yaitu (7,5%)
K2 : Konsentrasi Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi
Menggunakan Metode Maserasi Dengan Pelarut
Metanol, yaitu (10%)
K3 : Konsentrasi Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi
Menggunakan Metode Maserasi Dengan Pelarut
Metanol, yaitu (12,5%)
3,36.
16
14.3
14
12.6 12.6
Tingkat Daya Pikat
12
10 8.6 10.3
8 6.8
6 4.6
4
4 3
3 2.6
2 1.6
0.6 1.3 0
0 0.3
N-HeksanEtil AsetatMetanolKontrol
Pelarut
Dari kurva 6.2 di atas, titik puncak dari daya pikat atraktan
ini terdapat pada larutan atraktan ekstrak daun kecapi (Sandoricum
keotjape (Burm.F.)Merr).) dengan menggunakan pelarut metanol
yaitu sebesar 14,3. Adapun tingkat daya pikat atraktan terendah
pada rentang waktu pengamatan yaitu pada pelarut etil asetat
dengan tingkat daya pikat sebesar 0 pada waktu ke 12 jam, 0,3 pada
waktu ke
24 jam, 1,3 pada waktu ke 36 jam, dan 2,6 pada waktu ke 48 jam
pengamatan.
Grafik 6.1 Persentase (%) Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat
Buah dengan Waktu Pengamatan 12 jam, 24 jam, 36 jam,
dan 48 jam Pada Uji Pendahuluan
57.2
60
50.4 50.4
50
41.2
40 34.4
Persentase
27.2
30
18.4
20 16
12 10.4 12
6.4 5.2
10
2.6 0 1.2
0
N-Heksan Etil Asetat Metanol Kontrol
Pelarut
12243648
18
15 16
16 14.6
15
14 14
Tingkat Daya Pikat
12 13.3
11.3
10 11.3
9
8
6 7.3
5 6.6
4
2
0
7.50% 10% 12.50%
Pelarut
Dari kurva 6.2 di atas, titik puncak dari daya pikat atraktan
ini terdapat pada larutan atraktan ekstrak daun kecapi (Sandoricum
keotjape (Burm.F.)Merr).) dengan menggunakan pelarut metanol
konsentrasi 12,5% yaitu sebesar 16. Adapun tingkat daya pikat
atraktan terendah pada rentang waktu pengamatan yaitu pada pelarut
metanol konsentrasi 7,5% dengan tingkat daya pikat sebesar 5 pada
waktu ke 12 jam, 9 pada waktu ke 24 jam, 11,3 pada waktu ke 36
jam, dan 14,6 pada waktu ke 48 jam pengamatan.
Grafik 6.2 Persentase (%) Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat
Buah dengan Waktu Pengamatan 12 jam, 24 jam, 36 jam,
dan 48 jam Pada Uji Lanjutan
58.4 60 60 64
56
60 53.2
50 45.2 45.2
36
40
Persentase
29.2
26.4
30
20
20
10
0
7.50% 10% 12.50%
Pelarut
12243648
15 13 16
12.3 13.6
11.6 9.3 12
10 10.6
8 6.6 8.8
7.3
6.3 6.3 5.8
5 5
7.3 2.3 2.6 2.6
0 0.3 1 0.6 1.1 0
1
Etil Asetat Kontrol
Metanol
N-Heksan
Pelarut
60 52 54.4
49.2 48
50 42.4
PERSENTASE
46.4
37.2 35.2
40
32
29.2
26.4 25.2
30 25.2 23.2
20
20
9.2 10.4 10.4
104 2.4 4.4
1.24
0
0
N-Heksan Etil Asetat Metano Kontrol
l
PELARUT
H1H2H3H4H5H6H7
b. Uji Lanjutan
Adapun tabulasi hasil pengujian mortalitas terhadap lalat buah
(Drosophila Melanogaster) dalam uji lanjutan menggunakan pelarut
polar (metanol) dengan konsentrasi 7,5%, 10% dan 12,5% dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6.16 Mortalitas Lalat Buah Pada Uji
Lanjutan dengan Waktu Pengujian Selama 7
Hari
Mortalitas Lalat Kode
Hari
Buah pada Uji
Ke K1 K2 K3
Pendahuluan
Mean 0,3 0 1
1 Mortalitas (%) 1,2 0 4
Mean 2,6 2 1,6
2 Mortalitas (%) 10,4 8 6,4
Mean 5,3 6,3 10,3
3 Mortalitas (%) 21,2 25,2 41,2
Mean 9,3 9,3 13,6
4 Mortalitas (%) 36,8 37,2 54,4
Mean 15 14,3 19,3
5 Mortalitas (%) 60 57,2 77,2
Mean 18,6 17 22
6 Mortalitas (%) 74,4 68 88
Mean 20,3 22,6 25
7 Mortalitas (%) 81,2 90,4 100
Keterangan:
K1 : Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi Menggunakan
Pelarut Metanol dengan Konsentrasi 7,5%
K2 : Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi Menggunakan
Pelarut Metanol dengan Konsentrasi 10%
K3 : Larutan Atraktan Ekstrak Daun Kecapi Menggunakan
Pelarut Metanol dengan Konsentrasi 12,5%
30
25
25 22.6
Tingkat Mortalitas
20.3
22
20
18.6 19.3
17
15 15 14.3
13.6
10 9.3 10.3
9.3
5.3 6.3 1.6
5
2.6 2 1
0 0.3 0
7.50% 10% 12.50%
Pelarut
60 57.2
60 54.4
50 41.2
37.2
40
30 25.2
21.2
20 10.4 8 6.4
10 1.2 0 4
0
7.50%10%12.50%
H1H2HP3ELARHU4T H5H6H7
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian bioaktivitas zat ekstraktif daun kecapi
(Sandoricum keotjape (Burm.F.)Merr).) dengan ekstraksi menggunakan metode
maserasi terhadap pengujian daya pikat atraktan dan tingkat mortalitas lalat
buah. Adapun pengujian tingkat mortalitas akan dilakukan terhadap lalat buah
(Drosophila Melanogaster), maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa besar
kandungan kadar zat ekstraktif dari hasil ekstrak daun kecapi (Sandoricum
keotjape (Burm.F.)Merr).) hasil ekstraksi menggunakan pelarut polar yaitu
metanol diperoleh sebesar 3,9%, pelarut semi polar yaitu etil asetat sebesar
3,6%, dan pelarut non polar yaitu n-heksan sebesar 1,4%. Adapun pH yang
terkandung dalam larutan atraktan ekstrak daun kecapi (Sandoricum keotjape
(Burm.F.)Merr).) pada uji pendahuluan dengan menggunakan pelarut polar
yaitu metanol sebesar 3,06 (Asam Kuat), non polar yaitu n-heksan sebesar
5,70 (Asam Lemah) dan semi polar yaitu etil asetat sebesar 5,22 (Asam
Kuat). Pada uji lanjutan dengan menggunakan pelarut metanol dengan tiga
konsentrasi yaitu konsentrasi 7,5%, 10%, dan 12,5% diperoleh pH larutan
secara berturut- turut yaitu 3,36%, 3,04%, dan 2,0%.
2. Berdasarkan hasil identifikasi senyawa fitokimia dalam larutan atraktan
ekstrak daun kecapi (Sandoricum keotjape (Burm.F.)Merr).) dengan
menggunakan pelarut polar yaitu metanol terbukti positif mengandung
senyawa alkaloid, triterpenoid, tannin, saponin, dan flavonoid. dengan
pelarut non polar yaitu n-heksan dan semi polar yaitu etil asetat tidak terbukti
mengandung senyawa alkaloid, triterpenoid, tannin, saponin, dan flavonoid.
3. Adapun larutan atraktan ekstrak daun kecapi (Sandoricum keotjape
(Burm.F.)Merr).) terbukti memiliki bioaktivitas terhadap lalat buah jenis
Drosophila Melanogaster berdasarkan perhitungan mortalitas pada uji
pendahuluan dengan menggunakan pelarut polar yaitu metanol diperoleh
sebesar 74,4%, pelarut non polar yaitu n-heksan sebesar 52% dan pelarut
semi polar yaitu etil asetat sebesar 37,2%, serta kontrol sebagai pembanding
diperoleh sebesar 66%. Perhitungan mortalitas lalat buah pada uji lanjutan
dengan menggunakan pelarut yang efektif berdasarkan hasil uji pendahuluan
yaitu pelarut polar (metanol) yang kemudian dilanjutkan dengan memberikan
3 taraf konsentrasi untuk mengetahui pada konsentrasi berapa larutan
atraktan ekstrak daun kecapi efektif untuk dijadikan sebagai atraktan, pada
konsentrasi metanol 7,5% diperoleh tingkat mortalitas lalat buah sebesar
81,2%, metanol 10% sebesar 90,4% dan metanol 12,5% menunjukkan nilai
mortalitas sebesar 100%. Adapun hasil perhitungan daya pikat atraktan pada
uji pendahuluan dengan pelarut polar yaitu metanol diperoleh sebesar 57,2%,
non polar yaitu n-heksan sebesar 16% dan semi polar yaitu etil asetat sebesar
10,4% serta kontrol sebagai pembanding sebesar 50,4%. Perhitungan daya
pikat atraktan pada uji lanjutan dengan menggunakan pelarut yang efektif
berdasarkan hasil uji pendahuluan yaitu pelarut polar (metanol) yang
kemudian dilanjutkan dengan memberikan 3 taraf konsentrasi untuk
mengetahui pada konsentrasi berapa larutan atraktan ekstrak daun kecapi
efektif untuk dijadikan sebagai atraktan, pada konsentrasi metanol 7,5%
diperoleh tingkat daya pikat atraktan sebesar 58,4%, metanol 10% sebesar
60% dan metanol 12,5% menunjukkan nilai mortalitas sebesar 64%.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan serta
kesimpulan yang telah disampaikan, adapun saran-saran terkait penelitian yang
sejenis sehingga dapat dijadikan sebagai masukan dan juga referensi bagi
peneliti lain adalah sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai senyawa aktif yang terdapat
dalam daun kecapi (Sandoricum keotjape (Burm.F.)Merr).), sehingga dapat
diperoleh senyawa murni yang dapat dijadikan produk berupa atraktan alami
yang selanjutnya dapat dibandingkan dengan atraktan sintetik.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai sifat bioaktifitas zat
ekstraktif dari bagian tumbuhan kecapi lainnya guna untuk meningkatkan
pemanfaatan sumber daya alam serta menambah nilai ekonomi dan
pemasukan masyarakat.
3. Hasil dari penelitian ini berupa larutan atraktan ekstrak daun kecapi
(Sandoricum keotjape (Burm.F.)Merr).) yang diharapkan bisa diterapkan
dalam kehidupan masyarakat khususnya masyarakat di wilayah Kabupaten
Bekasi, dalam meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam yang dapat
menambah pemasukan serta penghasilan.
DAFTAR PUSTAKA
Ayu Anisa Damayanti, Ni Luh Putu Trisnawati, & Hery Suyanto. (2021).
Identification of Betel Leaf Wave Numbers (Piper sp.) Using Fourier
Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy Methods and Principal
Component Analysis (PCA). Buletin Fisika .
Agus Susanto, Ceppy Nasahi, Yuri Khansa Rumaisha, Wayan Murdita, & Tri
Murniningtyas Puji Lestari. (2019). Penambahan Essens Buah untuk
Meningkatkan Keefektifan Metil Eugenol. urnal Agrikultura , 54-55.
Baitun, H., Dharmono, & Amintarti, S. (2017). Uji Antibakteri Daun Kecapi
Sentul (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr.Terhadap Bakteri
Staphylococcus. Jurnal Wahana-Bio, 40-45.
Ellen Hotmian, Elly Suoth, Fatimawali, & Trina Tallei. (2021). GC-MS (GAS
CHROMATOGRAPHY - MASS SPECTROMETRY) ANALYSIS OF
NUT GRASS TUBER (Cyperus rotundus L.) METHANOLIC EXTRACT.
Jimmy Johanso Fransz, Rohny Setiawan Maail, & Jimmy Titarsole. (2019). GC-
MS ANALYSIS OF MELALEUCA CAJUPUT OIL QUALITY FROM
PELITA JAYA VILLAGE OF WEST SERAM REGENCY IN MALUKU
PROVINCE.
Ladja, M. G., Iin Hindun, Sukarsono, & Rr Eko Susetyarini. (2018). Pengendalian
lalat buah (Bactrocera sp) secara biologi menggunakan attractant dan warna
pada tanaman jambu biji (Psidium guajava). Prosiding Seminar Nasiona,
246-248.
Masriany, Sari, A., & Armita, D. (2020). Diversitas Senyawa Volatil dari Berbagai
Jenis Tanaman Dan Potensinya Sebagai Pengendali Hama yang Ramah
Lingkungan. ALAUDDIN, 475-479.
Mega Rizky Novitasari, Lizma Febrina, Risna Agustina, Agung Rahmadani, &
Rolan Rusli. (n.d.). ANALISIS GC-MS SENYAWA AKTIF
ANTIOKSIDAN FRAKSI ETIL ASETAT.
Pindo Hardika P.A.N, Fridayanti, A., & Laode, R. (2013). Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Daun Kecapi. J. Trop. Pharm. Chem., 180-181.
Robson, E., Oemry, S., & Marheni. (2019). Ketertarikan Lalat Buah (Diptera:
Teprhidate) pada Senyawa Atraktan yang Mengandung. Jurnal
Agroekoteknologi FP USU, 360-370.
Sahetapy, B., Uluputty, M. R., & Naibu, L. (2019). Identification of fruit flies
(Bactrocera spp.) of pepper (Capsicum annuum L.) and star fruit (Averrhoa
carambola L.) plant origins in Salahutu District, Central Maluku Regency.
Jurnal Agrikultura, 64-65.
Sodiq, M., Sudarmadji, & Sutoyo. (2016). Pengaruh Atraktan Terhadap Lalat Buah
Pada Tanaman Belimbing di Kabupaten Blitar. Agrovigor Volume, 125-
127.
Susy Saadah, & Silvester Maximus Tulandi. (2020). Phytochemical screening and
Total Phenolics of Stem and Leaf extracts of Sandoricum koetjape.
JURNAL AGROINDUSTRI HALAL.
Wijaya, I. N., Maheswari, P. P., & Sritamin, M. (2018). Uji Efektivitas Beberapa
Jenis Ekstrak Daun Tanaman. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika.
LAMPIRAN PELAKSANAAN PENELITIAN
Lampiran 1
a. Larutan Ekstrak Daun Kecapi (Sandocarium Koetjape
(Burm.F.) Merr)
j. Proses Pengujian Daya Pikat dan Mortalitas Lalat Buah Menggunakan Atraktan
n. Pengukuran Kadar pH
o. Proses Pengujian GC-MS
Rumus:
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓 (𝑔)
𝑍𝑎𝑡 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓(%) = × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑢𝑏𝑢𝑘 𝐷𝑎𝑢𝑛 𝐾𝑒𝑐𝑎𝑝𝑖 (𝑔)
Berat
Berat sampel setelah Kadar air
Sampel Sampel
perlakuan (g) (%)
(g)
Daun Kecapi 10,0 3,6 64
Serbuk Daun Kecapi 2,0 1,85 7,5
Rumus:
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑤𝑎𝑙 − 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 = × 100%
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑤𝑎𝑙
Analisa:
10,0 − 3,6
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 𝑃𝑎𝑑𝑎 𝐷𝑎𝑢𝑛 =
× 100%
10,0
= 0,64 × 100%
= 64%
2,0 − 1,85
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 𝑃𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝐷𝑎𝑢𝑛 = × 100%
2,0
= 0,075 × 100%
= 7,5%
Rumus:
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑤𝑎𝑙 − 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 = × 100%
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑤𝑎𝑙
Analisa:
2,0 − 1,8
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 =
× 100%
2,0
= 0,1 × 100%
= 10%
Lampiran 3
Hari Ke
Pelarut Ulangan
H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
1 0 4 5 5 10 12 12
N-Heksan 2 2 5 6 6 12 12 12
3 1 10 11 11 13 13 15
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..
Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%
UH-2
4
𝑀% =
25 × 100%
= 16%
UH-3
5
𝑀% =
25 × 100%
= 20%
UH-4
5
𝑀% =
25 × 100%
= 20%
UH-5
10
𝑀% = × 100%
25
= 40%
UH-6
12
𝑀% = × 100%
25
= 48%
UH-7
12
𝑀% = × 100%
25
= 48%
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah (%)
M1 = Jumlah lalat buah mula-mula (ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..
Analisa: UH-1
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%
UH-2
5
𝑀% =
25 × 100%
= 20%
UH-3
6
𝑀% =
25 × 100%
= 24%
UH-4
6
𝑀% =
25 × 100%
= 24%
UH-5
12
𝑀% = × 100%
25
= 48%
UH-6
12
𝑀% = × 100%
25
= 48%
UH-7
12
𝑀% = × 100%
25
= 48%
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..
Analisa: UH-1
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%
UH-2
10
𝑀% = × 100%
25
= 40%
UH-3
11
𝑀% = × 100%
25
= 44%
UH-4
11
𝑀% = × 100%
25
= 44%
UH-5
13
𝑀% = × 100%
25
= 52%
UH-6
13
𝑀% = × 100%
25
= 52%
UH-7
15
𝑀% = × 100%
25
= 60%
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..
Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%
UH-2
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%
UH-3
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%
UH-4
5
𝑀% =
25 × 100%
= 20%
UH-5
6
𝑀% =
25 × 100%
= 24%
UH-6
7
𝑀% =
25 × 100%
= 28%
UH-7
8
𝑀% =
25 × 100%
= 32%
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..
Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%
UH-2
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%
UH-3
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%
UH-4
3
𝑀% =
25 × 100%
= 12%
UH-5
5
𝑀% =
25 × 100%
= 20%
UH-6
6
𝑀% =
25 × 100%
= 24%
UH-7
8
𝑀% =
25 × 100%
= 32%
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..
Analisa: UH-1
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%
UH-2
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%
UH-3
4
𝑀% =
25 × 100%
= 16%
UH-4
7
𝑀% =
25 × 100%
= 28%
UH-5
9
𝑀% =
25 × 100%
= 36%
UH-6
11
𝑀% = × 100%
25
= 44%
UH-7
12
𝑀% = × 100%
25
= 48%
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..
Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%
UH-2
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%
UH-3
5
𝑀% =
25 × 100%
= 20%
UH-4
10
𝑀% = × 100%
25
= 40%
UH-5
12
𝑀% = × 100%
25
= 48%
UH-6
15
𝑀% = × 100%
25
= 60%
UH-7
18
𝑀% = × 100%
25
= 72%
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..
Analisa: UH-1
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%
UH-2
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%
UH-3
8
𝑀% =
25 × 100%
= 32%
UH-4
12
𝑀% = × 100%
25
= 48%
UH-5
14
𝑀% = × 100%
25
= 56%
UH-6
16
𝑀% = × 100%
25
= 64%
UH-7
20
𝑀% = × 100%
25
= 80%
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..
Analisa: UH-1
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%
UH-2
4
𝑀% =
25 × 100%
= 16%
UH-3
6
𝑀% =
25 × 100%
= 24%
UH-4
10
𝑀% = × 100%
25
= 40%
UH-5
15
𝑀% = × 100%
25
= 60%
UH-6
17
𝑀% = × 100%
25
= 64%
UH-7
18
𝑀% = × 100%
25
= 72%
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..
Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%
UH-2
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%
UH-3
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%
UH-4
5
𝑀% =
25 × 100%
= 20%
UH-5
10
𝑀% = × 100%
25
= 40%
UH-6
18
𝑀% = × 100%
25
= 72%
UH-7
20
𝑀% = × 100%
25
= 80%
2) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut Kontrol Ulangan kedua
selama 7 hari
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..
Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%
UH-2
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%
UH-3
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%
UH-4
8
𝑀% =
25 × 100%
= 32%
UH-5
12
𝑀% = × 100%
25
= 48%
UH-6
14
𝑀% = × 100%
25
= 56%
UH-7
15
𝑀% = × 100%
25
= 60%
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah (%)
M1 = Jumlah lalat buah mula-mula (ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..
Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%
UH-2
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%
UH-3
4
𝑀% =
25 × 100%
= 16%
UH-4
7
𝑀% =
25 × 100%
= 28%
UH-5
8
𝑀% =
25 × 100%
= 32%
UH-6
10
𝑀% = × 100%
25
= 40%
UH-7
14
𝑀% = × 100%
25
= 56%
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..
Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%
UH-2
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%
UH-3
3
𝑀% =
25 × 100%
= 12%
UH-4
5
𝑀% =
25 × 100%
= 20%
UH-5
9
𝑀% =
25 × 100%
= 36%
UH-6
11
𝑀% = × 100%
25
= 44%
UH-7
15
𝑀% = × 100%
25
= 60%
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..
Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%
UH-2
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%
UH-3
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%
UH-4
6
𝑀% =
25 × 100%
= 24%
UH-5
7
𝑀% =
25 × 100%
= 28%
UH-6
9
𝑀% =
25 × 100%
= 36%
UH-7
20
𝑀% = × 100%
25
= 80%
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..
Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%
UH-2
3
𝑀% =
25 × 100%
= 12%
UH-3
3
𝑀% = × 100%
25
= 12%
UH-4 4
𝑀% = × 100%
25
= 16%
UH-5 7
𝑀% = × 100%
25
= 28%
UH-6
10
𝑀% = × 100%
25
= 40%
UH-7
15
𝑀% = × 100%
25
= 60%
Lampiran 4
Tabel Pengujian Mortalitas Lalat
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..
Analisa: UH-1
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%
UH-2
6
𝑀% =
25 × 100%
= 24%
UH-3
10
𝑀% = × 100%
25
= 40%
UH-4
13
𝑀% = × 100%
25
= 52%
UH-5
15
𝑀% = × 100%
25
= 60%
UH-6
19
𝑀% = × 100%
25
= 76%
UH-7
20
𝑀% = × 100%
25
= 80%
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..
Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%
UH-2
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%
UH-3
4
𝑀% =
25 × 100%
= 16%
UH-4
9
𝑀% =
25 × 100%
= 36%
UH-5
15
𝑀% = × 100%
25
= 60%
UH-6
18
𝑀% = × 100%
25
= 72%
UH-7
20
𝑀% = × 100%
25
= 80%
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..
Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%
142
UH-2
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%
UH-3
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%
UH-4
6
𝑀% =
25 × 100%
= 24%
UH-5
15
𝑀% = × 100%
25
= 60%
UH-6
19
𝑀% = × 100%
25
= 76%
UH-7
21
𝑀% = × 100%
25
= 84%
B. Jumlah Lalat Buah yang Mati pada Uji Lanjutan dengan Pelarut
Metanol 10%
Hari Ke
Pelarut Ulangan H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
1 0 0 6 9 14 16 20
Metanol 2 0 3 8 10 16 17 23
10% 3 0 3 5 9 13 18 25
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1
143
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..
Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%
UH-2
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%
UH-3
6
𝑀% =
25 × 100%
= 24%
UH-4
9
𝑀% =
25 × 100%
= 36%
UH-5
14
𝑀% = × 100%
25
= 56%
UH-6
16
𝑀% = × 100%
25
= 64%
UH-7
20
𝑀% = × 100%
25
= 80%
144
2) Penghitungan Mortalitas Lalat Buah dengan Pelarut Metanol 10% Ulangan
Kedua Selama 7 Hari
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..
Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%
UH-2
3
𝑀% =
25 × 100%
= 12%
UH-3
8
𝑀% =
25 × 100%
= 32%
UH-4
10
𝑀% = × 100%
25
= 40%
UH-5
16
𝑀% = × 100%
25
= 64%
UH-6
17
𝑀% = × 100%
25
= 68%
145
UH-7
23
𝑀% = × 100%
25
= 92%
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..
Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%
UH-2
3
𝑀% =
25 × 100%
= 12%
UH-3
5
𝑀% =
25 × 100%
= 20%
UH-4
9
𝑀% =
25 × 100%
= 36%
UH-5
13
𝑀% = × 100%
25
= 52%
146
UH-6
18
𝑀% = × 100%
25
= 72%
UH-7
25
𝑀% = × 100%
25
= 100%
C. Jumlah Lalat Buah yang Mati pada Uji Lanjutan dengan Pelarut
Metanol 12,5%
Hari Ke
Pelarut Ulangan H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
1 1 2 9 14 18 20 25
Metanol 2 2 2 12 14 20 22 25
12,5% 3 0 1 10 13 20 24 25
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..
Analisa: UH-1
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%
UH-2
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%
UH-3
9
𝑀% = × 100%
25
= 36%
147
UH-4
14
𝑀% = × 100%
25
= 56%
UH-5
18
𝑀% = × 100%
25
= 72%
UH-6
20
𝑀% = × 100%
25
= 80%
UH-7
25
𝑀% = × 100%
25
= 100%
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..
Analisa: UH-1
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%
UH-2
2
𝑀% =
25 × 100%
= 8%
148
UH-3
12
𝑀% = × 100%
25
= 48%
UH-4
14
𝑀% = × 100%
25
= 56%
UH-5
20
𝑀% = × 100%
25
= 80%
UH-6
22
𝑀% = × 100%
25
= 88%
UH-7
25
𝑀% = × 100%
25
= 100%
𝑀2
Rumus : 𝑀% = × 100%
𝑀1
Keterangan:
M% = Persentase mortalitas lalat buah
(%) M1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
M2 = Jumlah lalat buah yang mengalami mortalitas setelah pengumpanan
(ekor)
UH =Uji hari ke…..
Analisa: UH-1
0
𝑀% =
25 × 100%
= 0%
149
UH-2
1
𝑀% =
25 × 100%
= 4%
UH-3
10
𝑀% = × 100%
25
= 40%
UH-4
13
𝑀% = × 100%
25
= 52%
UH-5
20
𝑀% = × 100%
25
= 80%
UH-6
24
𝑀% = × 100%
25
= 96%
UH-7
25
𝑀% = × 100%
25
= 100%
150
Lampiran 5
Perhitungan Rata Rata Mortalitas
Lalat Buah
A. Perhitungan Rata-Rata Mortalitas Lalat Buah Pada Uji Pendahuluan
1
Rumus : 𝑀𝑒𝑎𝑛 (𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎) = ∑ 𝑋𝑖
𝑁
Keterangan:
Mean : Nilai rata-rata
N : Jumlah Sampel
Xi : Nilai yang diamati
H : Hari ke…
U : Ulangan ke…
UH : Uji Hari ke…
151
Analisa:
1. UH-1
a) Pelarut N-Heksan
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (0 + 2 + 1)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 3
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Pelarut Etil Asetat
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (0 + 0 + 1)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 1
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 0,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Pelarut Metanol
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (0 + 1 + 1)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 2
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 0,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
2. UH-2
a) Pelarut N-Heksan
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (4 + 5 + 10)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 19
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 6,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Pelarut Etil Asetat
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (1 + 0 + 2)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 3
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Pelarut Metanol
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (2 + 2 + 4)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 8
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 2,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
152
3. UH-3
a) Pelarut N-Heksan
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (5 + 6 + 11)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 22
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 7,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Pelarut Etil Asetat
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (2 + 1 + 4)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 7
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 2,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Pelarut Metanol
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (5 + 8 + 6)
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1 × 19
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 6,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
4. UH-4
a) Pelarut N-Heksan
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (5 + 6 + 11)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 22
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 7,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Pelarut Etil Asetat
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (5 + 3 + 7)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 15
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 5 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Pelarut Metanol
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (10 + 12 + 10)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 32
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 10,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
153
5. UH-5
a) Pelarut N-Heksan
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (10 + 12 + 13)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 35
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 11,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Pelarut Etil Asetat
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (6 + 5 + 9)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 20
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 6,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Pelarut Metanol
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (12 + 14 + 15)
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1 × 41
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 13,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
6. UH-6
a) Pelarut N-Heksan
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (12 + 12 + 13)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 37
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 12,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Pelarut Etil Asetat
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (7 + 6 + 11)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 24
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 8 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Pelarut Metanol
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (15 + 16 + 17)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 48
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 16 𝑒𝑘𝑜𝑟
154
7. UH-7
a) Pelarut N-Heksan
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (12 + 12 + 15)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 39
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 13 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Pelarut Etil Asetat
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (8 + 8 + 12)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 28
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 9,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Pelarut Metanol
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (18 + 20 + 18)
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1 × 56
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 18,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
Hari Ke
Pelarut Ulangan
H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
U1 0 1 2 5 10 18 20
U2 0 1 2 8 12 14 15
U3 0 0 4 7 8 10 14
Kontrol
U4 0 0 3 5 9 11 15
U5 0 2 2 6 7 9 20
U6 0 3 3 4 7 10 15
2. Perhitungan Rata-Rata Mortalitas Lalat Buah Pada Uji Pendahuluan
Menggunakan Pelarut Kontrol
1
Rumus : 𝑀𝑒𝑎𝑛 (𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎) = ∑ 𝑋𝑖
𝑁
Keterangan:
Mean : Nilai rata-rata
N : Jumlah Sampel
Xi : Nilai yang diamati
H : Hari ke…
U : Ulangan ke…
UH : Uji Hari ke…
155
Analisa:
1. UH-1
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (0 + 0 + 0 + 0 + 0 + 0)
6
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 0
6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 0 𝑒𝑘𝑜𝑟
2. UH-2
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (1 + 1 + 0 + 0 + 2 + 3)
6
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 7
6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1,1 𝑒𝑘𝑜𝑟
3. UH-3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (2 + 2 + 4 + 3 + 2 + 3)
6
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 16
6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 2,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
4. UH-4
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (5 + 8 + 7 + 5 + 6 + 4)
6
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 35
6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 5,8 𝑒𝑘𝑜𝑟
5. UH-5
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (10 + 12 + 8 + 9 + 7 + 7)
6
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 53
6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 8,8 𝑒𝑘𝑜𝑟
156
6. UH-6
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (18 + 14 + 10 + 11 + 9 + 10)
6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1 × 72
6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 12 𝑒𝑘𝑜𝑟
7. UH-7
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (20 + 15 + 14 + 15 + 20 + 15)
6
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 99
6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 16,5 𝑒𝑘𝑜𝑟
157
1
Rumus : 𝑀𝑒𝑎𝑛 (𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎) = ∑ 𝑋𝑖
𝑁
Keterangan:
Mean : Nilai rata-rata
N : Jumlah Sampel
Xi : Nilai yang diamati
H : Hari ke…
U : Ulangan ke…
UH : Uji Hari ke…
Analisa:
1. UH-1
a) Konsentrasi M 7,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (1 + 0 + 0)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 1
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 0,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Konsentrasi M 10%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (0 + 0 + 0)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 0
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 0 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Konsentrasi M 12,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (1 + 2 + 0)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 3
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1 𝑒𝑘𝑜𝑟
2. UH-2
a) Konsentrasi M 7,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (6 + 1 + 1)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 8
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 2,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
158
b) Konsentrasi M 10%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (0 + 3 + 3)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 6
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 2 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Konsentrasi M 12,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (2 + 2 + 1)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 5
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
3. UH-3
a) Konsentrasi M 7,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (10 + 4 + 2)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 16
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 5,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Konsentrasi M 10%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (6 + 8 + 5)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 21
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 6,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Konsentrasi M 12,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (9 + 12 + 10)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 31
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 10,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
4. UH-4
a) Konsentrasi M 7,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (13 + 9 + 6)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 28
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 9,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
159
b) Konsentrasi M 10%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (9 + 10 + 9)
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1 × 28
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 9,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Konsentrasi M 12,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (14 + 14 + 13)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 41
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 13,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
5. UH-5
a) Konsentrasi M 7,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (15 + 15 + 15)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 45
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 15 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Konsentrasi M 10%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (14 + 16 + 13)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 43
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 14,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Konsentrasi M 12,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (18 + 20 + 20)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 58
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 19,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
6. UH-6
a) Konsentrasi M 7,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (19 + 18 + 19)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 56
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 18,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
160
b) Konsentrasi M 10%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (16 + 17 + 18)
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1 × 51
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 17 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Konsentrasi M 12,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (20 + 22 + 24)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 66
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 22 𝑒𝑘𝑜𝑟
7. UH-7
a) Konsentrasi M 7,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (20 + 20 + 21)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 61
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 20,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Konsentrasi M 10%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (20 + 23 + 25)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 68
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 22,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Konsentrasi M 12,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (25 + 25 + 25)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 75
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 25 𝑒𝑘𝑜𝑟
161
Lampiran 6
Perhitungan Daya Pikat Atraktan Ekstrak Daun
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
Analisa: PJ-12
0
𝐷% =
× 100%
25
= 0%
PJ-24
2
𝐷% =
× 100%
25
= 8%
PJ-36
4
𝐷% =
× 100%
25
= 16%
PJ-48
4
𝐷% = × 100%
25
= 16%
162
5) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan Pelarut
N –Heksan ulangan kedua
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
Analisa: PJ-12
0
𝐷% =
× 100%
25
= 0%
PJ-24
1
𝐷% =
× 100%
25
= 4%
PJ-36
2
𝐷% =
× 100%
25
= 8%
PJ-48
2
𝐷% =
× 100%
25
= 8%
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
163
Analisa: PJ-12
2
𝐷% =
× 100%
25
= 8%
PJ-24
2
𝐷% =
× 100%
25
= 8%
PJ-36
3
𝐷% =
× 100%
25
= 12%
PJ-48
6
𝐷% =
× 100%
25
= 24%
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
Analisa: PJ-12
0
𝐷% =
× 100%
25
= 0%
164
PJ-24
0
𝐷% =
× 100%
25
= 0%
PJ-36
2
𝐷% =
× 100%
25
= 8%
PJ-48
6
𝐷% =
× 100%
25
= 16%
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
Analisa: PJ-12
0
𝐷% =
× 100%
25
= 0%
PJ-24
1
𝐷% =
× 100%
25
= 4%
PJ-36
2
𝐷% =
× 100%
25
= 8%
165
PJ-48
3
𝐷% =
× 100%
25
= 12%
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
Analisa: PJ-12
0
𝐷% =
× 100%
25
= 0%
PJ-24
0
𝐷% =
25 × 100%
= 0%
PJ-36
0
𝐷% =
× 100%
25
= 0%
PJ-48
1
𝐷% =
× 100%
25
= 4%
166
C. Jumlah Lalat Buah yang Terpikat Pada Atraktan Uji
Pendahuluan dengan Pelarut Metanol
Jam Ke
Pelarut Ulangan
12 24 36 48
1 1 4 8 10
Metanol 2 5 10 15 18
3 8 12 15 15
1) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan
Pelarut Metanol ulangan pertama
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
Analisa: PJ-12
1
𝐷% =
× 100%
25
= 4%
PJ-24
4
𝐷% =
× 100%
25
= 16%
PJ-36
8
𝐷% =
× 100%
25
= 32%
PJ-48
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%
167
2) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan Pelarut
Metanol ulangan kedua
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
Analisa: PJ-12
5
𝐷% =
× 100%
25
= 20%
PJ-24
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%
PJ-36
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%
PJ-48
18
𝐷% = × 100%
25
= 72%
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
168
Analisa: PJ-12
8
𝐷% =
× 100%
25
= 32%
PJ-24
12
𝐷% = × 100%
25
= 48%
PJ-36
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%
PJ-48
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
169
Analisa: PJ-12
0
𝐷% =
× 100%
25
= 0%
PJ-24
5
𝐷% =
× 100%
25
= 20%
PJ-36
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%
PJ-48
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
Analisa: PJ-12
6
𝐷% =
25 × 100%
= 24%
PJ-24
8
𝐷% =
× 100%
25
= 32%
PJ-36
170
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%
PJ-48
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
Analisa: PJ-12
5
𝐷% =
× 100%
25
= 20%
PJ-24
7
𝐷% =
× 100%
25
= 48%
PJ-36
8
𝐷% =
× 100%
25
= 32%
PJ-48
9
𝐷% =
× 100%
25
= 36%
171
4) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan
Pelarut Kontrol ulangan kedua
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
Analisa: PJ-12
1
𝐷% =
× 100%
25
= 4%
PJ-24
3
𝐷% =
× 100%
25
= 12%
PJ-36
9
𝐷% =
25 × 100%
172
= 36%
PJ-48
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
Analisa: PJ-12
4
𝐷% =
× 100%
25
= 16%
PJ-24
8
𝐷% =
× 100%
25
= 32%
PJ-36
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%
PJ-48
14
𝐷% = × 100%
25
= 56%
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
173
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
Analisa: PJ-12
2
𝐷% =
25 × 100%
174
= 8%
PJ-24
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%
PJ-36
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%
PJ-48
18
𝐷% = × 100%
25
= 72%
175
Lampiran 7
Perhitungan Daya Pikat Atraktan Ekstrak Daun
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
Analisa: PJ-12
5
𝐷% =
× 100%
25
= 20%
PJ-24
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%
PJ-36
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%
PJ-48
14
𝐷% = × 100%
25
= 56%
176
8) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan
Pelarut Metanol 7,5% ulangan kedua
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
Analisa: PJ-12
0
𝐷% =
× 100%
25
= 0%
PJ-24
5
𝐷% =
× 100%
25
= 20%
PJ-36
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%
PJ-48
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
177
Analisa: PJ-12
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%
PJ-24
12
𝐷% = × 100%
25
= 48%
PJ-36
14
𝐷% = × 100%
25
= 56%
PJ-48
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
Analisa: PJ-12
4
𝐷% =
× 100%
25
= 16%
178
PJ-24
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%
PJ-36
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%
PJ-48
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
Analisa: PJ-12
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%
PJ-24
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%
PJ-36
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%
179
PJ-48
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
Analisa: PJ-12
8
𝐷% =
× 100%
25
= 32%
PJ-24
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%
PJ-36
12
𝐷% = × 100%
25
= 48%
PJ-48
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%
180
G. Jumlah Lalat Buah yang Terpikat Pada Atraktan Uji Lanjutan
dengan Pelarut Metanol Konsentrasi 12,5%
Jam Ke
Pelarut Ulangan
12 24 36 48
1 10 15 15 15
Metanol 2 8 9 18 18
12,5% 3 2 10 12 15
7) Penghitungan Daya Pikat Atraktan Terhadap Lalat Buah dengan
Pelarut Metanol 12,5% ulangan pertama
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
Analisa: PJ-12
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%
PJ-24
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%
PJ-36
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%
PJ-48
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%
181
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
Analisa: PJ-12
8
𝐷% =
× 100%
25
= 32%
PJ-24
9
𝐷% =
× 100%
25
= 36%
PJ-36
18
𝐷% = × 100%
25
= 72%
PJ-48
18
𝐷% = × 100%
25
= 72%
𝐷2
Rumus : 𝐷% = × 100%
𝐷1
Keterangan:
D% = Persentase daya pikat lalat buah
(%) D1 = Jumlah lalat buah mula-mula
(ekor)
D2 = Jumlah lalat buah yang menempel pada atraktan (ekor)
PJ = Pengamatan Jam ke…..
182
Analisa: PJ-12
2
𝐷% =
× 100%
25
= 8%
PJ-24
10
𝐷% = × 100%
25
= 40%
PJ-36
12
𝐷% = × 100%
25
= 48%
PJ-48
15
𝐷% = × 100%
25
= 60%
183
Lampiran 8
Perhitungan Rata Rata Daya Pikat
Atraktan
C. Perhitungan Rata-Rata Daya Pikat Atraktan Pada Uji Pendahuluan
1
Rumus : 𝑀𝑒𝑎𝑛 (𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎) = ∑ 𝑋𝑖
𝑁
Keterangan:
Mean : Nilai rata-rata
N : Jumlah Sampel
Xi : Nilai yang diamati
U : Ulangan ke…
UJ : Uji Jam ke…
Analisa:
2. UJ-12
d) Pelarut N-Heksan
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (0 + 0 + 2)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 2
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 0,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
184
e) Pelarut Etil Asetat
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (0 + 0 + 0)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 0
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 0 𝑒𝑘𝑜𝑟
f) Pelarut Metanol
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (1 + 5 + 8)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 14
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 4,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
8. UJ-24
d) Pelarut N-Heksan
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (2 + 1 + 2)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 5
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
e) Pelarut Etil Asetat
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (0 + 1 + 0)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 1
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 0,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
f) Pelarut Metanol
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (4 + 10 + 12)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 26
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 8,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
9. UJ-36
d) Pelarut N-Heksan
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (4 + 2 + 3)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 9
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 3 𝑒𝑘𝑜𝑟
185
e) Pelarut Etil Asetat
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (2 + 2 + 0)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 4
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
f) Pelarut Metanol
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (8 + 15 + 15)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 38
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 12,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
10. UJ-48
d) Pelarut N-Heksan
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (4 + 2 + 6)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 12
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 4 𝑒𝑘𝑜𝑟
e) Pelarut Etil Asetat
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (4 + 3 + 1)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 8
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 2,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
f) Pelarut Metanol
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (10 + 18 + 15)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 43
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 14,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
Jam Ke
Pelarut Ulangan
12 24 36 48
U1 0 5 10 15
U2 6 8 10 10
U3 5 7 8 9
Kontrol
U4 1 3 9 10
U5 4 8 10 14
U6 2 10 15 18
186
3. Perhitungan Rata-Rata Daya Pikat Atraktan Pada Uji Pendahuluan
Menggunakan Pelarut Kontrol
1
Rumus : 𝑀𝑒𝑎𝑛 (𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎) = ∑ 𝑋𝑖
𝑁
Keterangan:
Mean : Nilai rata-rata
N : Jumlah Sampel
Xi : Nilai yang diamati
U : Ulangan ke…
UJ : Uji Jam ke…
Analisa:
8. UJ-12
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (0 + 6 + 5 + 1 + 4 + 2)
6
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 18
6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 3 𝑒𝑘𝑜𝑟
9. UJ-24
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (5 + 8 + 7 + 3 + 8 + 10)
6
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 41
6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 6,8 𝑒𝑘𝑜𝑟
10. UJ-36
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (10 + 10 + 8 + 9 + 10 + 15)
6
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 62
6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 10,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
11. UJ-48
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (15 + 10 + 9 + 10 + 14 + 18)
6
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 76
6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 12,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
187
D. Perhitungan Rata-Rata Daya Pikat Atraktan Pada Uji Lanjutan
Keterangan:
Mean : Nilai rata-rata
N : Jumlah Sampel
Xi : Nilai yang diamati
U : Ulangan ke…
UJ : Uji Jam ke…
Analisa:
1. UJ-12
a) Pelarut Metanol 7,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (5 + 0 + 10)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 15
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 5 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Pelarut Metanol 10%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (4 + 10 + 8)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 22
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 7,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
188
c) Pelarut Metanol 12,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (10 + 8 + 2)
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1 × 20
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 6,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
2. UJ-24
a) Pelarut Metanol 7,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (10 + 5 + 12)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 27
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 9 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Pelarut Metanol 10%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (15 + 15 + 10)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 40
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 13,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Pelarut Metanol 12,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (15 + 9 + 10)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 34
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 11,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
3. UJ-36
a) Pelarut Metanol 7,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (10 + 10 + 14)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 34
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 11,3 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Pelarut Metanol 10%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (15 + 15 + 12)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 42
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 14 𝑒𝑘𝑜𝑟
189
c) Pelarut Metanol 12,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (15 + 18 + 12)
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 1 × 45
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 15 𝑒𝑘𝑜𝑟
4. UJ-48
a) Pelarut Metanol 7,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (14 + 15 + 15)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 44
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 14,6 𝑒𝑘𝑜𝑟
b) Pelarut Metanol 10%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (15 + 15 + 15)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 45
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 15 𝑒𝑘𝑜𝑟
c) Pelarut Metanol 12,5%
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = (15 + 18 + 15)
3
1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = × 48
3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 16 𝑒𝑘𝑜𝑟
190