Anda di halaman 1dari 3

Pencegahan Kebakaran Hutan melalui Teknologi Deteksi Dini dan

Pembuatan Parit di Desa Palemraya, Ogan Ilir

Pendahuluan

Kebakaran hutan dan lahan masih menjadi masalah yang membutuhkan perhatian khusus
dari berbagai pihak. Berdasarkan data Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI,
Kebakaran hutan di Indonesia mengalami trend fluktuatif. Dalam 5 tahun terakhir, pada tahun
2014, kejadian kebakaran hutan dan lahan seluas 44.411.46 hektar, lalu meningkat tajam pada
tahun 2015 dengan luas 2.611.411.44 hektar, pada tahun 2016 seluas 438.363,19 hektar , 2017
seluas 165.483,92 hektar. Lalu di tahun 2018 meningkat menjadi 529.266,64 hektar dan
meningkat lagi tahun 2019 seluas 857.755,00 hektar. Kejadian kebakaran hutan setiap tahunnya
selalu menimbulkan berbagai masalah baik masalah lingkungan, social, ekonomi dan gangguan
kesehatan.

Sumatera selatan merupakan salah satu provinsi yang sering terjadi kasus kebakaran
hutan dan lahan. Luasnya hutan dan lahan gambut yang ada di Sumatera Selatan menjadi salah
satu faktor terjadinya kebakaran terutama saat musim kemarau. Berdasarkan data BNPB (Badan
Nasional Penanggulangan Bencana) luas kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun
2019 seluar 52.716.00 Hektar, tertinggi setelah Kalimantan dan Riau. Dari Sembilan kabupaten
yang telah dipetakan rawan karhutla, kabupaten Ogan Komering Ilir, Musi Banyuasin, Ogan Ilir
dan Banyuasin yang kerap terjadi kebakaran hutan dan lahan gambut. Desa Palemraya
merupakan salah satu desa yang ada di Kabupaten Ogan Ilir, dimana sering terjadi kebakaran
hutan setiap tahunnya. Pada tahun 2017, desa Palemraya pernah mengalami kebakaran hutan
yang cukup besar, kemudian kebakaran terjadi lagi pada tahun 2019 yang membakar 10 hektar
lahan yang ada di desa tersebut.

Berdasarkan hasil survey di lapanagan, Penyebab kebakaran di desa Palemraya ini adalah
api dari kecamatan sebelah yang tertiup angin dan kondisi kemarau yang terjadi. Selain itu, Desa
Palemraya memiliki hutan yang belum di buka, dalam proses membuka hutan masyarakat
biasanya membakar karena cara tersebut merupakan cara yang mudah dan ekonomis. Namun
kurangnya pengetahuan, masyarakat ketika membakar tidak mengetahui ketentuannya dan tidak
ada pihak yang mengawasi sehingga pembakaran hutan menjadi luas dari perkiraan. Pemerintah
telah menurunkan tim BNPBD (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) ke tempat-tempat
rawan bencana salah satunya Palemraya. Namun, ketidaktahuan dan kurang rasa peduli
masyarakat serta musim kemarau panjang yang terjadi tidak mampu mencegah terjadinya
kebakaran. Pencegahan kebakaran hutan dan lahan di Desa Palemraya sebenarnya bisa di tekan.
Sistem teknologi deteksi dini dan pembuatan parit menjadi salah satu solusi yang ada.
Policy recommendations:

1. Kebakaran hutan di Desa Palemraya dapat ditekan seminimal mungkin apabila hutan
tersebut dijaga dan masyarakat setempat mengatahui akan pentingnya menjaga
lingkungan dan dampak terhadap kesehatan.
2. Program teknologi deteksi dini adalah suatu teknologi yang mampu mendeteksi
kebakaran hutan dan lahan dengan cara mendeteksi suhu, asap, dan api sehingga
tingkatan apabila akan terjadi kebakaran dapat di ketahui sebelumnya.
3. Pembuatan parit di sekitar hutan selain untuk pemasok air juga dapat digunakan
masyarakat untuk budidaya ikan.
4. Parit atau saluran air yang dibuat untuk budidaya ikan dengan meemsang tanggul
yang akan berfungsi sebagai sekat bakar.
5. Diseminasi teknologi deteksi dini dan pembuatan parit memerlukan biaya yang tidak
sedikit, sehingga perlunya perhatian khusus dari pemerintah untuk mengatasi maslaah
ini.
6. Diperlukan pemetaan dan zonifikasi hutan dan lahan untuk memilah pemasangan
teknologi deteksi dini dan pembuatan parit di Desa Palemraya.

Penyebab Kebakaran Hutan Palemraya

Permasalahan yang dihadapi Desa Palemraya ini ialah kebakaran hutan bukan lahan, asap
yang ada itu bukan hasil dari pembakatan setempat melainkan api 22 terbang atau asap yang
berasal dari kecamatan tetangga yaitu pemulutan dan Kabupaten Ogan Komering Ilir serta
Kabupaten Banyuasin. Kebakara yang terjadi dipengaruhi oleh ulah manusia dan cuaca yakni
kemarau panjang. Kurang pedulinya pihak perusahaan swasta terhadap kejadian kebakaran hutan
dan lahan pun mempengaruhi terjadinya kebakaran. Biaya pemadaman yang besar, serta
berdampak bagi kesehatan masyarakat setempat akibat kabut asap karena adanya kebakaran.

Diperlukan insentif dari pemerintah dalam membantu pemodalan dikarenakan besarnya


biaya pembukaan lahan secara mekanis (tanpa bakar). Perlu peran pemerintah tingkat desa engan
mengoptimalkan dana desa, untuk ikut meningkatkan kesadaran masyarakat desa melalui
kegiatan sosialisasi dan studi banding dalam upaya pencegahan kebarakan hutan dan lahan, serta
perlu adanya pembangunan demplot tanaman campuran dan penyuluhan untuk meningkatkan
pemahaman masyarakat local terkait teknik budidaya dan produksi pertanian (Johan
Tampubolon, 2018; Cik Aluya, 2018; Erta Heptiana, 2018).

Kebijakan pengendalian kebakaran hutan sebaiknya diarahkan pada upaya pencegahan


terjadinya hotspot dibandingkan dengan kebjakan saat ini yang lebih cenderung pada upaya
pemadaman kebakaran hutan. Perubahan paradigm pengendalian kebakaran hutan perlu
didukung dengan sosialisasi, dukungan anggaran, sumberdaya manusia, dan peralatan. Peran
pemantauan satelit dan pengawasan timbulnya hotspot oleh masyarakat akan menentukan
efetivitas pengendalian hotspot yang terjadi (Andy Cahyono S,2015; Sofyan P Warsito, 2015;
Wahyu Andayani, 2015; Dwidjono H Darwanto, 2015).

Memperhatikan sistem komunikasi peringatan dini juga memperhatikan kerja sama lintas
pemangku kepentingan, modal social dan pendanaan pada level masyarakat sebagai ujung
tombak pencegahan karhutla. Hal ini menjadi salah satu masalah serius dalam organisasi
Masyarakat Peduli Api (MPA) karena anggota Masyarakat Peduli Api (MPA) sering keluar
masuk dengan alas an ekonomi. Solusi mmasalah ini antara lain peerlu meningkatkan
keterlibatan pemerintah dan korporasi sebagai pihak yang memiliki sumber dana agar
memperhatikan peringatan dini di level tapak atau komunitas (Muhammad Badri, 2018; Djuara P
Lubis, 2018; Djoko Susanto, 2018; Didik Suharjito, 2018).

Solutions:

1. Deteksi Dini

Sistem deteksi dini menggunakan teknologi atau alat untuk mendapatkan informasi suhu,
deteksi asap, deteksi api pada daerah rawan kebakaran. Alat yang dipasang mampu mendeteksi
tingkatan atau kondisi daerah sekitar apabila terjadi kebarakan. Sebelumnya, harus dilakukan
pemetaan dan zonifikasi untuk daerah rawan bencana.

2. Pembuatan parit

Setalah melakukan pemettaan dan zonifikasi lalu didapatkan daerah rawan kebakaraan, lalu
pembuatan parit disekitar daerah rawan tersebut. Parit yang dibuat digunakan untuk suplai air serta
sebagai sekat bakar. Parit juga dapat dimanfaatkan untuk usaha budidaya ikan masyarakat setempat.
Ikan dapat dipelihara di lahan rawa gambut atau lahan biasa yang mempunyai suplai air dengan
pengairan yang berasal dari air sungai.

Anda mungkin juga menyukai