Anda di halaman 1dari 17

p-ISSN 1907-364X SOROT

e-ISSN 2623-1875 Volume 18, Nomor 1, April 2023: 1-17


sorot.ejournal.unri.ac.id https://doi.org/10.31258/sorot.18.1.1-17

Model edukasi masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran


lahan Gambut di Kecamatan Pujud Kabupaten Rokan Hilir

Sri Astuti, Almasdi Syahza *, & Suarman


Program Studi Pendidikan Ekonomi, Pascasarjana Universitas Riau, Pekanbaru, Indonesia

Abstrak Penelitian bertujuan menemukan model edukasi masyarakat dalam upaya


pencegahan kebakaran lahan gambut di Kecamatan Pujud, Kabupaten Rokan Hilir.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan deskriptif. Faktor
terjadinya kebakaran lahan gambut disebabkan oleh 2 faktor yaitu faktor disengaja dan
faktor ketidaksengajaan. Untuk faktor disengaja disebabkan oleh sistem bertani dengan
budaya tradisional dari penduduk setempat, biaya pembakaran lahan gambut lebih
murah, cepat dan praktis, konflik kepemilikan lahan, dan peningkatan permintaan minyak
kelapa sawit. Faktor ketidaksengajaan disebabkan oleh membuang puntung rokok
sembarang, membuat api unggun, membakar puing, dan sampah sehingga menyebar ke
lahan gambut. Peran masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran lahan gambut di
Kecamatan Pujud terbentuknya Masyarakat Peduli Api (MPA) yang memberikan
pendekatan penanggulangan bencana berbasis masyarakat dan menempatkan
masyarakat sebagai aktor utama. Model edukasi masyarakat dalam upaya pencegahan
kebakaran lahan gambut dibedakan atas 2 pendekatan. Pertama, model edukasi dengan
pendekatan individual melalui komunikasi langsung dan tidak langsung, bimbingan teknis
dan, pelayanan secara tatap muka kepada masyarakat. Kedua, model edukasi dengan
pendekatan massa melalui sosialisasi dan kampanye, ruang diskusi, media sosial berisikan
konten edukasi pencegahan kebakaran lahan gambut, aksi restorasi lahan gambut, dan
kurikulum pendidikan formal muatan lokal mitigasi bencana kebakaran lahan gambut.
Kata kunci: model edukasi; peran masyarakat; kebakaran lahan gambut

Abstract The research aims to find a model for public education in an effort to prevent
peatland fires in Pujud District, Rokan Hilir Regency. The research method used is
qualitative research with descriptive. Factors that cause peatland fires are caused by 2
factors, namely intentional factors and accidental factors. For intentional factors caused by
the farming system with the traditional culture of the local population, the cost of burning
peat land is cheaper, faster, and more practical, land ownership conflicts, and increased
demand for palm oil. Accidental factors are caused by throwing cigarette butts carelessly,
making bonfires, and burning debris, and garbage so that it spreads to peatlands. The role
of the community in efforts to prevent peatland fires in Pujud District formed the Fire
Concerned Community (MPA) which provides a community-based disaster management
approach and places the community as the main actor. The public education model in
efforts to prevent peatland fires is divided into 2 approaches. First, an educational model
with an individual approach through direct and indirect communication, technical
guidance, and face-to-face services to the public. Second, an educational model with a mass
approach through socialization and campaigns, discussion rooms, and social media
containing educational content on peatland fire prevention, peatland restoration actions,
and a formal education curriculum with local content on peatland fire disaster mitigation.
Keywords: educational model; community role; peatland fire

JEL Classification: I10; Q2; Q5

* Penulis koresponden 1
E-mail: almasdi.syahza@lecturer.unri.ac.id
© 2023 Astuti et al. Artikel ini dimiliki oleh penulis yang dilisensikan dibawah Creative Commons
Attribution 4.0 International License. Lisensi ini memungkinkan penggunaan, pendistribusian, dan
pencetakan kembali tanpa batas pada media apa pun, asalkan penulis dan sumber sebenarnya
disebutkan
Model edukasi masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran lahan Gambut di Kecamatan Pujud Kabupaten
Rokan Hilir

PENDAHULUAN

Provinsi Riau terdapat potensi lahan gambut sekitar 64% dari total luas daratan
yang mendukung kehidupan masyarakat setempat, terutama untuk pertanian.
Lahan gambut ini juga memiliki berbagai fungsi ekologis seperti pengendali banjir
dan iklim global Syahza et al., (2021a). Kebakaran lahan gambut adalah salah satu
bencana alam yang dapat memperburuk bagian dari suatu ekosistem, salah
satunya di wilayah Provinsi Riau dikarenakan memiliki banyak kawasan lahan
gambut. Walapun pemerintah meningkatkan perhatian akan terjadinya kebakaran
lahan gambut dan tindakan berupa upaya yang masif dilakukan untuk pencegahan
serta berkurangnya angka kebakaran lahan gambut di wilayah Provinsi Riau,
faktanya lahan gambut yang terbakar masih sering terjadi terkhusus di musim
kemarau panjang. Diawali pada tahun 1997 dimana terjadi kebakaran lahan gambut
di wilayah Provinsi Riau seluas 26.153,46 hektar sampai dengan tahun 2009 seluas
121.051, 55 hektar lahan gambut yang terbakar (BPBD Riau, 2021).
Di tahun 2020 terdapat data luas kebakaran lahan gambut di wilayah Provinsi
Riau yang seluas 1.600 hektar, kemudian pada tahun 2021 mencapai 1.400 hektar.
Artinya terdapat penurunan hingga 200,33 Ha atau 12,09 %. Pada data tersebut
juga menjelaskan pada tahun 2020 ada lima kabupaten digolongkan mengalami
kebakaran lahan gambut yang luas seperti wilayah Kabupaten Indragiri Hilir seluas
479 hektar, wilayah Kabupaten Bengkalis seluas 384 hektar, Kabupaten Siak seluas
176 hektar, Kabupaten Pelalawan seluas 142 hektar dan Kota Dumai seluas 95
hektar. Kemudian pada tahun 2021 terdapat lima wilayah yang mengalami
kebakaran lahan gambut terluas yaitu Kabupaten Bengkalis seluas 418 hektar, Kota
Dumai seluas 172 hektar, Indragiri Hilir seluas 164 hektar, Kabupaten Rokan Hilir
seluas 153 hektar dan Kabupaten Siak seluas 110 hektar (BPBD Riau, 2021).
Pada wilayah Kabupaten Rokan Hilir terdapat kecamatan yaitu Kecamatan
Pujud sebagai salah satu dari wilayah terjadinya kebakaran lahan gambut yang luas
dengan karakteristik tanah gambut dengan kedalaman 1-2 meter. Hal tersebut
dapat dilihat berdasarkan data dari tahun 2017, terjadi kebakaran lahan gambut di
Kecamatan Pujud seluas 28 hektar. Sedangkan di tahun 2018 terjadi kebakaran
lahan gambut dengan luas 23 hektar. Selanjutnya pada tahun 2019 terdapat
kebakaran lahan gambut dengan luas 25 hektar. Namun dengan adanya pandemi
covid, terjadi penurunan luas kebakaran lahan gambut seluas 4 Ha. Kemudian di
tahun 2021 terjadi kebakaran lahan gambut seluas 34 hektar (KLHK, 2022).
Berdasakan fakta bahwa lahan gambut yang terbakar di Provinsi Riau diduga
lebih disebabkan karena kelalaian dan faktor kesengajaan yang dilakukan oleh
masyarakat yang ingin membuka lahan. Hal tersebut terjadi ketika masyarakat
sedang menggarap lahannya lebih cenderung memilih penggunaan cara lahan
gambut yang dibakar dikarenakan lebih efisien bagi dari waktu yang dihabiskan
maupun biaya yang digunakan dibandingkan dengan menggunakan langkah yang
manual yaitu penggunaan alat berat (traktor).
Dampak dari kebakaran lahan gambut di Provinsi Riau menyebabkan bencana
asap puluhan tahun di Indonesia (Syahza et al., 2021a; Mizuno et al., 2023).

2
Astuti et al.

Meningkatnya permintaan lahan untuk usahatani kelapa sawit, menyebabkan


pemenfaatan lahan gambut meningkat (Primahardani et al., 2022). Kemunculan
asap tebal yang menyelimuti sebuah wilayah dapat menganggu dan merusak
kesehatan, terhambatnya proses belajar mengajar, transportasi, perdagangan,
pariwisata dan politik. Selain itu wilayah yang terkena dampak kebakaran lahan
gambut kehilangan ekosistem yaitu flora dan fauna yang ada didalamnya serta
kerusakan plasma nutfah dan permukaan. Dampak lainnya berupa kerugian
ekonomi dan asap yang mengganggu kesehatan. Hal tersebut berhubungan juga
dengan citra Indonesia dalam komunitas internasional dimana pada tahun 2015
asap yang disebabkan oleh lahan gambut yang terbakar menyebar di beebrapa
wilayah Asia Tenggara yakni Malaysia, Singapura dan beberapa bagian wilayah
Thailand (KLHK, 2015). Hubungan diplomatik dan bilateral antar Indonesia dengan
negara-negara yang dilintasi oleh kabut asap (Transboundary Haze Pollution) dapat
berpengaruh terhadap kelangsungan jalinan kerjasama antar negara.
Dampak secara ekonomi akibat kebakaran lahan gambut berupa menurunnya
penerimaan output di sektor industri, perdagangan dan kehutanan. Pengaruh pada
sektor industri berupa terdapat kelompok faktor produksi dimana tenaga kerja
mengalami kerugian dikarenakan kegiatan sehari-hari terganggu. Asap dari
kebakaran lahan gambut otomatis mengganggu aktivitas manusia sehari-hari,
terutama bagi mereka yang beraktivitas di luar ruangan. Dengan aktivitas yang
terganggu, hal ini menyebabkan penurunan produktivitas, yang dapat mepengaruhi
produktivitas dan pendapatan. Dampak ekonomi lainnya adalah pengurangan modal
terbesar yang dihadapi pemerintah berupa penarikan alokasi anggaran yang besar
untuk mengatasi kebakaran hutan yang diambil dari anggaran pembangunan
negara (Yunardi, 2022).
Dampak kebakaran lahan sangat dirasakan oleh masyarakat dan telah menjadi
pembahasan yang berkepanjangan di kelembagaan pada komunitas masyarakat.
Kolaborasi berbagai komponen pada beberapa level pemerintahan dengan
masyarakat juga telah dilakukan yang didukung oleh usaha swadaya masyarakat itu
sendiri. Pendekatan yang dilakukan sejalan dengan hasil penelitian Saputra (2017)
menyatakan bahwa kesadaran masyarakat di Kabupaten Rokan Hilir sangat
berpengaruh dalam langkah mencegah dan pengendalian lahan gambut yang
terbakar. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Syahza et al., (2020c). Dari
sisi sosial dan kelembagaan, (Syaufina, 2017; Nawari et al., 2021) menyarankan
adanya kelompok masyarakat terutama petani sekitar lahan potensi kebakaran
untuk saling berintegrasi dalam langkah mencegah lahan gambut yang terbakar.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, sangat penting dilakukan
upaya pencegahan kebakaran lahan gambut dengan lebih fokus pada manusia.
Dengan pencegahan kebakaran lahan gambut dapat mengurangi resiko kebakaran.
Kebakaran lahan gambut dapat dikurangi dengan menyadari pentingnya
perlindungan lahan gambut demi kelangsungan hidup dengan cara mengetahui
cara-cara mencegah kebakaran agar tidak terjadi lagi yang telah merugikan di
berbagai bidang. Bukan hanya tugas pemerintah tetapi masyarakat juga harus
berinisiatif dan bertindak dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran lahan
gambut dengan tujuan utama membangun perilaku dan mentalitas manusia.

3
Model edukasi masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran lahan Gambut di Kecamatan Pujud Kabupaten
Rokan Hilir

Masyarakat harus dilibatkan dalam berbagai cara untuk memperbaiki sikap dan
perilaku. Dengan demikian, upaya utama untuk mengurangi kebakaran lahan
gambut tidak hanya diarahkan pada pembangunan infrastruktur, tetapi juga pada
upaya membentuk karakter masyarakat Indonesia yang terorganisir.
Dalam upaya mencegah dan mengurangi terjadinya kebakaran lahan gambut,
pemerintah juga telah melakukan upaya terpadu untuk mencegah, menekan dan
menanggulangi kebakaran (Syaufina, 2017; Syahza et al., 2020d; Mizuno, 2023).
Menurut penelitian Saputra (2017), pemerintah menerapkan upaya penanggulangan
kebakaran melalui model pendidikan berupa kampanye penyadaran, salah satu
jenis kampanye yang memiliki tujuan dalam mengedukasi pola pikir pihak-pihak
yang terkait dan berpengaruh dalam upaya pemeliharaan serta perlindungan lahan
gambut dan meningkatkan teknik mencegah terbakarnya lahan gambut melalui
penciptaan alat peringatan serta pendeteksian awal kebakaran lahan gambut
melalui internet via satelit, serta penataan fisik yang ditujukan untuk pencegahan
kebakaran lahan gambut, seperti pembuatan tambak dan tanaman hijau. Penelitian
Kristhy (2021) tentang model pendidikan berupa penyuluhan yang dilaksanakan
oleh pemerintah daerah untuk memungkinkan partisipasi masyarakat dengan
mengajak masyarakat berpartisipasi melalui pembentukan organisasi pemadam
kebakaran, pembentukan penyuluhan tim pemadam kebakaran, forum pemadam
kebakaran, dan lainnya. Model tersebut berguna untuk memprediksi dan mengelola
kebakaran lahan gambut. Menurut Afrino et al., (2023), melalui program
pemberdayaan masyarakat maka tujuan dan sasaran program pemerintah akan
tercapai. Model penyuluhan merupakan cara untuk memperoleh informasi tentang
keadaan, kebutuhan dan kepentingan masyarakat sekitar serta berpartisipasi dalam
persiapan, perencanaan dan pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan gambut.
Berdasarkan uraian di atas, model edukasi harus dilakukan dalam
meminimalkan dampak terjadinya di daerah rawan bencana kebakaran lahan
gambut. Pendekatan edukasi pengurangan bencana kebakaran lahan gambut
berfokus kepada masyarakat yang berkedudukan sebagai pelaku (aktor) utama dan
memiliki posisi penting sebagai subjek aktif dengan mampu dan memiliki kapabilitas
yang berbeda-beda. Model edukasi memiliki model pembelajaran sehingga
termotivasi dalam menambah pengetahuan serta mengasah keterampilan yang
dapat digunakan untuk memprediksi dan mengambil tindakan jika terjadi kebakaran
lahan gambut. Model edukasi memungkinkan masyarakat untuk memantau dan
mengawasi wilayah di desa mereka dan di lahan rawan kebakaran dengan tujuan
mencegah kebakaran lahan gambut di masa mendatang. Namun perlu juga pola
pelatihan yang berkesinambungan agar kebakaran lahan gambut tidak terjadi lagi di
Kecamatan Pujud, Kabupaten Rokan Hilir (Kristhy, 2021).

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini memakai pendekatan metode kualitatif dengan deskriptif dengan


mengumpulkan data berupa:
1) Observasi ke lapangan dengan memilih lokasi observasi yang berada daerah

4
Astuti et al.

rawan kebakaran lahan gambut di Kecamatan Pujud, melakukan observasi dan


saling berkenalan dengan informan penelitian agar saat berlangsungnya
wawancara antara penulis dan informan sudah merasa dekat sehingga dapat
menggali informasi yang detail, dan melakukan teknik participant observation
yaitu dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek-objek yang
diamati dengan tujuan agar peneliti lebih memahami.
2) Wawancara berkaitan dengan rumusan masalah dengan informan yaitu: Kepala
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Rokan Hilir; Camat Pujud;
Aparat Kepolisian Pujud; Kepala Desa di Kecamatan Pujud; Petani, dan Guru.
3) Dokumentasi melalui data yang dikumpulkan terkumpul agar menjadi suatu
kesimpulan yang dapat menjelaskan model edukasi masyarakat dalam upaya
pencegahan kebakaran lahan gambut di Kecamatan Pujud dan fotografi
wawancara penulis dengan informan penelitian selama melakukan penelitian
agar menjadi bukti fisik wawancara.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor terjadinya kebakaran lahan Gambut

Pembukaan lahan gambut dengan cara membakar sangat mudah


menyebabkan kebakaran lahan gambut bahkan menjalar ke lahan yang telah
diproduksi di sekitarnya. Penyebab langsung dari kebakaran gambut adalah bahwa
lahan yang terbakar digunakan untuk pembukaan lahan berupa budidaya untuk
kegiatan perkebunan dan pertanian, Hutan Tanaman Industri (HTI), dan pemukiman
penduduk. Perpindahan yang masif dari sektor pertanian telah menyebabkan
drainase yang luas dan perubahan ekosistem lahan gambut (Thorburn & Kull,
2015). Adanya kegiatan mempersiapkan lahan yang akan diproduksi menyebabkan
kebakaran tidak dapat dikendalikan dan menjalar ke kawasan hutan bahkan lahan
pertanian dan perkebunan yang sudah digarap, bahkan kawasan pemukiman. Hasil
penelitian sebelumnya oleh Syahza et al., (2020a), pembukaan lahan pertanian
dengan cara membakar biayanya lebih murah dibandingkan dengan cara membuka
lahan tanpa bakar. Biaya pembukaan lahan pertanian di kawasan gambut antara
membakar dengan tanpa bakar berbanding 1 dan 5. Pembukaan lahan gambut di
wilayah Sumatera dengan cara membakar petani oleh petani hanya sebesar
Rp700.000-Rp800.000, sedangkan dengan cara tanpa bakar biayanya mencapai
sekitar Rp3.000.000-Rp4.000.000.
Berdasarkan dari kombinasi faktor penyebab kebakaran lahan gambut di
Indonesia, nampaknya faktor alam memiliki peran yang rendah, sedangkan faktor
manusia berperan besar dalam kebakaran lahan gambut yang sengaja maupun
tidak sengaja. Riset dan analisis berbagai pemangku kepentingan baik pihak
pemerintah dan organisasi yang berfokus dan memperhatikan kebakaran lahan
gambut memberikan kesimpulan mengenai bencana kebakaran lahan gambut yang
terjadi di Indonesia hampir 100% diakibatkan oleh perbuatan manusia (Sutikno et
al., 2023). Hal tersebut juga diperkuat berdasarkan penelitian dari Arisanty et al.,

5
Model edukasi masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran lahan Gambut di Kecamatan Pujud Kabupaten
Rokan Hilir

(2020) penyebab kebakaran lahan gambut dilakukan oleh perbuatan manusia.


Adapun penyebab kebakaran lahan gambut oleh perbuatan manusia dibedakan
atas 2 bagian yaitu:
1) Faktor disengaja
Masyarakat sekitar Kecamatan Pujud masih menggunakan pembakaran untuk
membersihkan lahannya. Masyarakat yang sebagian besar bekerja berprofesi
petani lebih memilih untuk membakar lahannya (kebun). Hal ini meningkatkan
kerentanan terhadap kebakaran lahan gambut saat api membesar dan menjadi
lebih sulit dikendalikan. Namun sebagian besar orang di sekitar area bawah
kehadiran membakar lahan di bidang pertanian. Ini adalah langkah pertama dalam
membersihkan tanah. Hasil observasi lapangan terhadap pelaku pembakaran di
wilayah Kecamatan Pujud menunjukkan bahwa pelaku pembakaran itu sendiri
adalah penduduk setempat (petani). Hal ini terbukti saat melakukan kegiatan
pemadaman, karena petugas seringkali diarahkan ke lokasi yang berbeda untuk
mencegah terjadinya pemadaman. Masyarakat yang dimintai keterangan oleh
petugas yang mengetahui daerah mana saja yang terbakar dan mengetahui titik api
sering menghambat pemadaman. Masyarakat mengarahkan petugas pemadam
kebakaran ke wilayah yang lain menyebabkan kegiatan memadamkan api tidak
dapat diselesaikan hingga api menyebar dan berkembang menjadi kebakaran yang
luas dan besar.
Faktor ekonomi dan hak kepemilikan lahan mendorong tindakan pembakaran
lahan gambut, terutama untuk mendapatkan lahan pertanian yang kering. Oleh
karena itu, kebakaran lahan gambut erat berhubungan dengan masalah pertanian
(agraria). Adanya ekonomi yang bertumbuh berkaitan dengan usaha dalam
memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat yang terjadi melalui lahan yang dibuka
untuk berusaha dalam bidang pertanian. Hal tersebut berdasarkan bahwa adanya
asumsi dalam peningkatan jumlah rumah tangga yang bekerja sebagai petani akan
meningkatkan permintaan lahan pertanian, sehingga meningkatkan frekuensi
kebakaran lahan gambut.
Berbagai alasan kesengajaan yang berhubungan dengan faktor ekonomi dan
penguasaan lahan dalam pengolahan/pembersihan lahan gambut dengan cara
membakar di Kecamatan Pujud dilakukan karena:
a. Sistem bertani dengan budaya dan cara tradisional dari penduduk setempat
Masyarakat yang memahami dalam mengelola lahan gambut tentunya tidak
terlepas dari budaya lokal. Adanya faktor kebiasaan masyarakat yang turun-
temurun melakukan pembakaran. Hal itu sudah lama terjadi dan sudah tradisi
dikarenakan pemahaman itu didasari oleh warisan turun-temurun. Praktik
masyarakat membakar lahan yang diwariskan secara turun-temurun merupakan
konsep dan kearifan tradisional dijadikan acuan berperilaku dan kegiatan pertanian
masyarakat. Praktik ini berkembang dari pengetahuan lokal masyarakat untuk
upaya pertahanan pertanian berkelanjutan dan stabil di lahan gambut. Pembukaan
lahan untuk tujuan pertanian biasanya dengan cara aturan yang diwariskan secara
generasi sebelumnya. Dengan demikian, pengolahan dan pembakaran merupakan
praktik pertanian tradisional lahan gambut di Kecamatan Pujud.

6
Astuti et al.

Budaya pembakaran lahan gambut merupakan budaya kearifan lokal yang


diwariskan sebagai pola secara generasi selanjutnya dan suatu langkah dalam
menjalani suatu kehidupan. Sistem budaya membakar lahan gambut ini berfungsi
menjadi acuan dalam tataran kehidupan sebagai upaya setiap masyarakat untuk
memecahkan masalah kehidupan sebagai sumber pencaharian. Pertanian
merupakan dari aset budaya berupa mata pencaharian (pekerjaan) dan ilmu
pengetahuan masyarkat. Aturan dan langkah-langkah dalam kegiatan bertani pada
masyarakat diwariskan secara turun-temurun hingga menjadi kebiasaan.
b. Biaya pembakaran lahan gambut hutan lebih murah, cepat dan praktis
Tindakan pembakaran lahan tidak membutuhkan banyak biaya. Sementara bila
menggarap lahan dengan cangkul membutuhkan waktu berhari-hari sehingga hal
tersebut lebih praktis.Hal ini terjadi karena kelompok masyarakat ini menganggap
cara membakar lahan gambut tidak membutuhkan waktu yang lama, efisien dan
lebih murah daripada mencangkul lahan garapananya atau menggunakan alat berat
(traktor). Modal yang dipergunakan untuk bertani lebih baik digunakan untuk
membeli bibit dan pupuk yang diperlukan.
c. Adanya konflik kepemilikan lahan
Terdapat lahan bermasalah atau konflik sengketa semisalnya di Desa Sei
Pinang berupa lahan gambut seluas 400 Ha antara masyarakat Desa Air Hitam dan
masyarakat Pujud. Salah satu pihak melakukan pembakaran untuk mengklaim itu
miliknya. Lahan terbakar yang berkonflik digunakan sebagai percepatan proses
meyelesaikan permasalahan perseteruan kepemilikan lahan gambut. Melakukan
pembakaran lahan gambut dianggap sebagai cara tercepat dalam menyatakan
bahwa lahan gambut tersebut adalah milik salah satu pihak.
d. Adanya peningkatan permintaan minyak kelapa sawit
Kecenderungan perubahan penggunaan lahan di kawasan Kecamatan Pujud
terjadi karena adanya insentif produksi yang menyebabkan luas lahan gambut
semakin berkurang setiap tahunnya. Meningkatnya kebutuhan perkebunan kelapa
sawit diprediksi menjadi penyebab hilangnya lahan gambut di kawasan Kecamatan
Pujud. Meningkatnya permintaan minyak sawit setiap tahunnya menyebabkan
peningkatan kebutuhan budidaya kelapa sawit. Peningkatan ini mengakibatkan
berkurangnya luas lahan gambut. Kebutuhan sandang, pangan dan papan juga
mendorong peningkatan pemanfaatan lahan gambut untuk kegiatan pertanian.
Karena permintaan minyak sawit yang tinggi, petani menanam sawit dari lahan
gambut yang terbakar dan hasilnya dapat memenuhi kebutuhan ekonomi
masyarakat.
2) Faktor ketidaksengajaan
Faktor ketidaksengajaan menjadi pemicu lahan gambut yang terbakar.
Penyebab kebakaran lahan gambut yang tidak sengaja diakibatkan oleh
kecerobohan masyarakat antara lain secara sembarangan membuang sisa puntung
rokok, melakukan kegiatan api unggun dan masyarakat membakar sampah di
sekitar lahan gambut. Para penggembala yang memasuki lahan gambut dan
menyalakan api untuk kepentingan mereka sendiri, pejalan kaki atau pengendara

7
Model edukasi masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran lahan Gambut di Kecamatan Pujud Kabupaten
Rokan Hilir

yang melewati tepian lahan gambut kemudian menyalakan api dan membiarkannya
menyala hingga api menjalar. Adanya pemuda setempat yang melakukan kegiatan
rekreasi di hutan dan membakar kayu (api unggun) sebagai hiburan terutama pada
malam hari, karena nyala api terlihat indah dan menarik, sehingga kebakaran hutan
menembus lahan gambut di sekitarnya. Penyebab kebakaran lainnya adalah
masyarakat yang tinggal di sekitar lahan gambut membakar sampah sehingga
menyebar ke seluruh lahan gambut. Secara umum, kawasan lahan gambut yang
paling rentan terhadap kejadian pembakaran gambut adalah kawasan yang dekat
dengan akses manusia, yaitu lahan gambut pinggir jalan dan dekat jalan utama.
Banyak pelaku yang tidak mengetahui bahaya kebakaran lahan gambut atau cara
pencegahan kebakaran lahan gambut. Jika api sudah menjalar, sulit untuk
dipadamkan dan berdampak sangat besar.
Analisis dampak kebakaran lahan gambut berdampak signifikan terhadap
masyarakat sekitar berakibat terganggunya aktivitas sehari-hari. Perusakan lahan
gambut memiliki konsekuensi nyata untuk masyarakat bermukim di wilayah lahan
gambut, seperti banjir, kekeringan, pencemaran tanah dan air, asap dari lahan
gambut yang terbakar. Kabut asap, terutama yang berlangsung berbulan-bulan
akibat kebakaran gambut, berdampak buruk bagi masyarakat. Asap akibat
kebakaran gambut secara langsung mengganggu kegiatan sehari-hari seperti
bekerja dan menghambat proses belajar mengajar di sekolah, aktivitas di luar
ruangan seperti meningkatkan resiko kecelakaan lalu lintas karena jarak pandang
yang terbatas. Selain itu, asap yang pekat dapat mengganggu transportasi udara,
selain transportasi darat, sungai, danau, dan laut. Saat kebakaran gambut cukup
besar, banyak penerbangan yang harus ditunda atau dibatalkan. Dampak terhadap
kesehatan masyarakat akibat asap yang dihasilkan akan mempengaruhi kesehatan
masyarakat dan menimbulkan berbagai penyakit seperti: ISPA, kanker, asma,
penyakit kulit dan lain-lain. Selain korban ISPA, ada juga warga yang meninggal
setelah menderita luka bakar punggung karena jatuh ke lahan gambut yang
terbakar.
Adanya kabut asap melintasi negara tetangga (Transboundary Haze Pollution)
berpengaruh terhadap jalinan diplomasi regional dan bilateral dan regional antara
Indonesia dan negara tetangga. Penggunaan dana yang seharusnya dijadikan
membangun daerah digunakan untuk dana penanggulangan bencana. Kerugian
pemerintah meliputi biaya pengendalian seperti sejumlah besar uang yang
dihabiskan untuk pemadaman kebakaran dan rekonstruksi serta rehabilitasi.
Sejumlah besar pengeluaran pemerintah untuk kebakaran lahan gambut
seharusnya digunakan untuk pembangunan di daerah lain.
Dampak terhadap dunia usaha dan perekonomian akibat kebakaran gambut
diperkirakan berupa menurunya kegiatan produksi di sektor industri, perdagangan
dan kehutanan. Dampak terhadap sektor industri berupa pengelompokan faktor
produktif dimana angkatan kerja mengalami kerugian. Dampak kebakaran gambut
terhadap dunia usaha di Kecamatan Pujud yaitu: produktivitas ekonomi masyarakat
terganggu karena asap pembakaran gambut di Kecamatan Pujud sangat pekat
sehingga menghambat masyarakat dalam melakukan transaksi ekonomi seperti
menghentikan kegiatan perdagangan dan bekerja sehingga dapat mengurangi

8
Astuti et al.

pendapatan masyarakat. Adapun dana yang akan dikeluarkan masyarakat juga


akan bertambah untuk perawatan korban kebakaran lahan gambut. Dampak
pembakaran gambut di Kecamatan Pujud mengakibatkan produktivitas pertanian
menurun. Hal tersebut dikarenakan asap yang dihasilkan menghambat fotosintesis
tanaman dan tanaman sulit dalam mendapatkan air atau nutrisi karena persediaan
air tanah habis. Akibat tidak tercukupnya kebutuhan akan sinar matahari sehingga
tanaman menjadi layu. Dalam bertani juga mengalami gangguan dikarenakan kabut
asap yang pekat membuat petani tidak bisa bekerja di ladangnya. Kegiatan
pertanian dapat terganggu karena terjadi pembakaran gambut. Hal ini
menyebabkan kekurangan pangan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat. Kelemahan dari penurunan produktivitas ini tersebut merupakan
pengurangan penghasilan dan masyarakat merugi secara nominal.
Selain menimbulkan kabut asap, sisa pembakaran dapat menimbulkan
pencemaran udara dan peningkatak efek rumah kaca berupa gas. Hal ini karena
gas yang dipancarkan ke atmosfer (seperti karbon dioksida) berpotensi
menyebabkan pemanasan global dan iklim yang berubah. Hasil penelitian
sebelumnya oleh Syahza et al., (2021b), dampak kebakaran tersebut adalah
kehilangan keanekaragaman hayati dan ekosistem makhluk hidup yang terdapat di
lahan gambut. Lahan gambut yang terbakar menghancurkan habitat dan ekosistem
tumbuhan dan hewan bahkan kehilang ekosistem dan keanekaragaman hayati.
Hewan-hewan yang memiliki ukuran kecil seperti serangga, kelinci, tupai dan
burung terancam mati, dan beberapa spesies tumbuhan terbakar menjadi abu.
Menurut Mizuno et al., (2023), kebakaran lahan gambut dapat juga menyebabkan
kematian sehingga hewan-hewan yang langka menjadi punah dan kehilangan
ribuan hektar pohon dan vegetasi. Pohon-pohon besar yang berkedudukan sebagai
sumber penyimpan dan penyerap karbon serta cadangan air berkurang perlahan-
lahan setiap tahun diakibatkan oleh kebakaran yang berkelanjutan. Hal ini
menyebabkan udara memiliki kualitas yang buruk dan mengurangi retensi air di
dalam tanah.

Model edukasi pencegahan kebakaran lahan Gambut

Upaya mencegah kebakaran lahan gambut membutuhkan kesadaran diri


bahkan himbauan dari seluruh masyarakat dan lembaga pengatur bagi masyarakat
lainnya untuk tidak melakukan pembakaran lahan dengan cara disengaja dan
menimbulkan konflik masyarakat. Masyarakat berperan dalam mengendalikan,
mencegah dan menanggulangi lahan gambut yang terbakar. Oleh karena itu,
dibutuhkan peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran lahan
gambut di kawasan Kecamatan Pujud, dalam hal ini terkait dengan peningkatan
upaya dan sumber daya yang ada untuk mendapatkan solusi penyelesaian masalah
kebakaran di Kecamatan Pujud. Penanggulangan kebakaran gambut merupakan
langkah awal yang sangat diperlukan untuk mengendalikan kebakaran, sehingga
jika terjadi kebakaran dapat mengurangi dampaknya dan harus dilaksanakan secara
rutin berdasarkan situasi yang terjadi di lapangan saat ini, misalnya dengan
membuat program kerja, yaitu meningkatkan kapasitas dan jumlah anggota

9
Model edukasi masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran lahan Gambut di Kecamatan Pujud Kabupaten
Rokan Hilir

Masyarakat Peduli Api (MPA), serta melalui pengembangan barang berkelanjutan


berbasis lahan gambut di sekitarnya.
Peran masyarakat dalam upaya mencegah kebakaran gambut di Kecamatan
Pujud yang berdasarkan permasalahan bencana sebelum terjadinya bencana
kebakaran gambut, maka peran masyarakat sangat dibutuhkan oleh masyarakat
sebagai pelopor yang dipercayakan oleh pemerintah. Upaya menanggulangi dan
mencegah kebakaran lahan gambut memerlukan peran seluruh pemangku
kepentingan yaitu masyarakat bermukim di kawasan lahan gambut difokuskan pada
wilayah paling sering terjadi kebakaran lahan gambut. Bisa dikatakan langkah
pelibatan masyarakat ini merupakan wujud nyata kepedulian masyarakat terhadap
lingkungan. Kegiatan penanggulangan kebakaran merupakan cara yang lebih efektif
dan murah dibandingkan penanggulangan kecelakaan kebakaran karena tanpa
perlu menggunakan peralatan yang lebih mahal dan mahal kerugian dapat
dikurangi, sehingga perlu dilakukan perencanaan yang tepat dalam pelaksanaannya
dengan melibatkan berbagai sektor pengendalian kebakaran dapat dilakukan
pencegahan dalam kasus kebakaran lahan gambut seminimal mungkin.
Dalam upaya meningkatkan peran dari masyarakat dalam mencegah lahan
gambut yang terbakar pada wilayah pemukiman masyarakat, pemerintah
Kabupaten Rokan Hilir membentuk Masyarakat Peduli Api (MPA) di 11 wilayah di
Kecamatan Pujud. Terkait pencegahan bencana kebakaran lahan gambut ini, MPA
berpartisipasi aktif dalam penilaian, desain, implementasi, pemantauan dan evaluasi
kebakaran lahan gambut. Untuk itu, upaya khusus harus dilakukan untuk
memastikan partisipasi yang setara kepada setiap individu maupun komunitas
masyarakat. Model edukasi masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran lahan
gambut disajikan pada Gambar 1.

10
Astuti et al.

Komunikasi Langsung Dan


Tidak Langsung
Pendekatan
Individual Bimbingan Teknis Dan
Model Edukasi Masyarakat Pelayanan Secara Tatap
Muka Kepada Masyarakat

Sosialisasi Dan Kampanye

Ruang Diskusi Simulasi

Media Sosial Berisikan


Pendekatan Konten Edukasi Untuk
Massa Meningkatkan Literasi
Informasi Mengenai
Kebakaran Lahan Gambut
Sasaran:
1) Primary Target
(Individual/Masyarakat)
2) Secondary Target Aksi Penanaman Lahan
(Tokoh Masyarakat) Gambut
3) Tersier Target
(Pembuat Keputusan/
Kurikulum Pendidikan
Kebijakan)
Formal Berupa Pelajaran
Muatan Lokal Mitigasi
Bencana Kebakaran Lahan
Gambut

Gambar 1. Model Edukasi Pencegahan Kebakaran Lahan Gambut Berbasis Masyarakat

Jenis-jenis upaya pencegahan kebakaran lahan gambut yang terjadi di


Kecamatan Pujud menggunakan model edukasi yang terbagi atas 2 pendekatan
yaitu:
1) Model edukasi dengan pendekatan individual
Berdasarkan observasi serta uraian yang telah dijelaskan, saran berupa
metode edukasi melalui pendekatan individual dalam upaya pencegahan kebakaran
lahan gambut adalah sebagai berikut:
a. Komunikasi langsung dan tidak langsung
Model edukasi secara individual melalui komunikasi langsung dan tidak
langsung memiliki dampak dalam mengetahui permasalahan yang dihadapi
masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran lahan gambut melalui metode

11
Model edukasi masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran lahan Gambut di Kecamatan Pujud Kabupaten
Rokan Hilir

tanya jawab kepada masyarakat. Upaya ini dilakukan untuk menyadarkan


masyarakat dan diberikan pemahaman agar lahan gambut tetap ada.
Sebelum memulai metode edukasi lainnya, sebaiknya melakukan komunikasi
langsung dan tidak langsung terhadap masyarakat dengan: 1) Melakukan
komunikasi langsung dan tidak langsung untuk mengetahui kesalahan-kesalahan
masyarakat sehingga terjadinya kebakaran lahan gambut; 2) Mempelajari kondisi-
kondisi lapangan (seperti pola perilaku masyarakat, peran dalam pencegahan,
ataupun data-data lainnya yang menunjang); 3) Menganalisa secara mendalam di
lapangan mengenai keinginan masyarakat.
Kemudian saran dan masukan sehingga nantinya bisa menjadi pedoman bagi
semua pihak untuk mengantisipasi terjadinya lahan gambut yang tebakar di
Kecamatan Pujud. Hal itu dikarenakan kebakaran lahan gambut di wilayah
Kecamatan Pujud tidak hanya tugasnya pemadam kebakaran, BPBD atau
pemadam kebakaran swasta dikarenakan tugas masyarakat secara bersama-sama.
b. Melakukan bimbingan teknis dan pelayanan secara tatap muka kepada
masyarakat
Bimbingan teknis pencegahan kebakaran lahan gambut ini berdampak mampu
memberikan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi setiap individu. Ilmu
pengetahuan dan keahlian ini tidak hanya terkait dengan teoritis tetapi juga melalui
praktik secara langsung dalam pengawasan pelatih/fasilitator yang ahli di bidang
tersebut. Bimbingan ini berupa langkah awal untuk pencegahan kebakaran lahan
gambut. Bimbingan teknis dan pelayanan secara tatap muka merupakan
pendekatan langsung dilaksanakan sebagai upaya penemuan pemecahan solusi
permasalahan masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran lahan gambut
termasuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan kebakaran lahan gambut dan
peran masyarakat. Model edukasi ini dapat melayani setiap individual yang
berbeda karakteristiknya sehingga mengembangkan setiap potensi dari masyarakat
secara maksimal.
2) Model edukasi dengan pendekatan massa
Beberapa model edukasi dapat menjadi pilihan penggunaan dalam
menyampaikan upaya mencegah kebakaran lahan gambut di Kecamatan Pujud
adalah:
• Sosialisasi dan kampanye berisikan materi pencegahan kebakaran lahan
gambut.
• Ruang diskusi mengenai upaya pencegahan kebakaran lahan gambut dapat
Isinya adalah pertukaran pendapat yang terjalin dengan isu-isu problematis,
munculnya gagasan dan pengujian pendapat yang dilakukan oleh pihak-pihak
yang berkepentingan. Diskusi ini dapat berupa forum formal maupun non-fomal
yang dapat memberikan pemahaman mengenai topik kebakaran lahan gambut.
• Pemanfaatan media sosial berisikan konten edukasi pencegahan kebakaran
lahan gambut yang menjaga prinsip dan etika, berkomunikasi secara interaktif
dengan masyarakat dan aplikasi olah gambar yang berisikan konten-konten yang
menarik di media sosial. Dengan adanya platform media sosial, diharapkan

12
Astuti et al.

dapat menjadi representasi dan menyajikan layanan informasi kepada


masyarakat menjadi lebih baik didukung oleh keadaan masyarakat Pujud yang
aktif menggunakan sosial media.
• Aksi restorasi lahan gambut gambut digunakan untuk memulihkan ekosistem
lahan gambut yang telah rusak, melalui kelompok yang dibentuk, bibit, lahan
yang dibersihkan, penanaman dan pemeliharaan
• Kurikulum pendidikan formal berupa pelajaran muatan lokal mitigasi bencana
kebakaran lahan gambut memperbaiki perilaku memberikan bekal pengetahuan
serta melatih keterampilan kepada peserta didik supaya pemahaman akan
wawasan tentang kondisi lahan gambut dan pemenuhan keinginan masyarakat
disesuaikan dengan nilai (norma) yang diterapkan di wilayahnya dan pendukung
keterlangsungan pengembangan ekosistem gambut.
Model edukasi yang telah diuraikan merupakan langkah awal dan menjadi
penentu dalam menjalankan upaya pencegahan kebakaran lahan gambut di
Kecamatan Pujud. Saat ini, semua kegiatan pelaksanaan pembangunan sedang
dilakukan secara partisipatif. Akan tetapi, adanya perbedaan target dan sasaran
yang beperan serta dalam pelaksanaan pembangunan agar terlaksana dengan
terarah. Oleh karena itu sasaran target model edukasi pencegahan kebakaran lahan
gambut di Kecamatan Pujud adalah:
Primary Target (Individual/Masyarakat). Kegiatan edukasi menjangkau semua
lapisan masyarakat dengan memberikan kesadaran akan bahaya kebakaran lahan
gambut. Adanya model edukasi yang telah dipaparkan memberikan dampak berupa
mendapat pengetahuan, keahlian dan dapat berperan aktif dalam pencegahan
kebakaran lahan gambut termasuk generasi muda akan menjadi pewaris dimasa
depan penerus yang memeliki keterlibatan dan terjun dalam mengelola lahan
gambut di wilayahnya. Generasi muda dapat menjadi agen perubahan dalam
pencegahan kebakaran lahan gambut. Hal tersebut menjadi sesuatu yang penting
untuk diberikan pembekalan sejak dini dengan pengetahuan dan kesadaran akan
pentingnya pencegahan kebakaran di lahan gambut.
Secondary Target (Tokoh Masyarakat). Peran dari tokoh masyarakat memiliki
posisi penting dalam upaya pencegahan kebakaran gambut. Secara khusus, untuk
mendidik masyarakat mereka tentang pencegahan kebakaran yang dapat terjadi di
lahan gambut. Tokoh masyarakat mepercepat implementasi model edukasi
pencegahan kebakaran lahan gambut, sehingga menjangkau setiap lapisan
masyarakat luas, berdampak positif yang lebih besar dan berupaya mencegah
kebakaran lahan gambut terjadi kembali. Tokoh masyarakat memberikan jangkauan
masyarakat luas serta berdampak positif.
Tersier Target (Pembuat Keputusan/ Kebijakan). Pihak pengambil keputusan
dan pemangku kebijakan adalah pemerintah daerah. Agar masyarakat dapat
berperan aktif dan memiliki tanggung jawab dalam perumusan kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah untuk perlindungan serta konservasi lahan gambut. Perihal
perumusan kebijakan, perlu ditegaskan bahwa alur pencegahan dan
penanggulangan kebakaran gambut yang melibatkan masyarakat berperan aktif

13
Model edukasi masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran lahan Gambut di Kecamatan Pujud Kabupaten
Rokan Hilir

serta lebih efektif dibandingkan pengawasan yang hanya dilakukan oleh berbagai
institusi.
Penyelesaian masalah lahan gambut tidak hanya menentukan apa
masalahnya, tetapi juga membutuhkan strategi bagaimana solusi dari masalah
tersebut dapat diimplementasikan. Solusi yang direkomendasikan untuk masalah ini
adalah penegakan dan penguatan regulasi, konservasi masyarakat dan
implementasi restorasi lahan gambut. Ketiga solusi tersebut menghubungkan 3
elemen penting yaitu masyarakat, pemerintah, dan perusahaan (Nurkholis et al.,
2018). Strategi kebijakan pemberdayaan masyarakat harus fokus pada
pembangunan sosial di antara masyarakat yang melakukan budidaya, terutama di
perkebunan dan industri. Mengenai strategi kebijakan pelestarian, pelestarian
kearifan lokal gambut melalui pemanfaatan ekosistem melalui pelestarian
keseimbangan ekologi dan pembangunan berkelanjutan (Syahza et al., 2020b;
Syahza et al., 2020c). Kebijakan adalah suatu keputusan yang bertujuan untuk
mengatasi masalah yang timbul dalam suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh
instansi pemerintah dan administrasi pemerintahan. Proses analisis kebijakan
merupakan rangkaian kegiatan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas
politik didefinisikan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan
sebagai serangkaian tahapan yang saling bergantung, berdasarkan agenda-setting,
perumusan kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan evaluasi
kebijakan (Suharto & Nusantoro, 2018).
Untuk kebijakan politik ekologi yang dijalankan pemerintah Kecamatan Pujud
menggunakan Peraturan Bupati No 41 Tahun 2017 Tentang Pengendalian
Kebarakaran dan Lahan Kabupaten Rokan Hilir Tentang Satuan Pelaksana
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kabupaten Rokan Hilir. Kebijakan
tersebut sebagai adalah pewujudan harapan dalam menjawab masalah kebakaran
lahan gambut di wilayah Kecamatan Pujud. Kebijakan Peraturan Bupati No 41
Tahun 2017 Tentang Pengendalian Kebakaran dan Lahan Kabupaten Rokan Hilir
lahir atas penindaklanjutan dari Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2011 Tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.
Kebijakan ini bertujuan untuk lebih peningkatan optimalisasi dan pekoordinasian
mengendalikan kebakaran lahan gambut secara kegiatan operasional dengan
pembentukan Satuan Pelaksana Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.
Perbup tersebut berisikan mengenai upaya pencegahan kebakaran hutan dan
lahan berupa kegiatan tindakan dalam pencegahan atau mengurangi kemungkinan
meluasnya kebakaran hutan dan lahan. Adapun isi dari Perbup No. 41 Tahun 2017
adalah setiap badan usaha/penanggung jawab lahan/pemilik lahan usaha wajib
menyiapkan perangkat/sarana prasarana pencegahan dan penanggulangan
kebakaran hutan dan lahan gambut antara lain: Organisasi Regu Pemadam
Kebakaran (RPK); menyediakan dana pengendalian kebakaran hutan dan lahan
dalam tugas pemadaman kebakaran hutan dan lahan yang memadai; melakukan
penyuluhan kepada masyarakat; dan membantu membentuk dan melakukan
pembinaan terhadap Masyarakat Peduli Api (MPA). Isi dari kebijakan tersebut juga
memberikan peran kepada perangkat desa yaitu datuk penghulu/lurah yang
berpartisipasi dalam upaya pencegahan kebakaran lahan gambut. Kebijakan

14
Astuti et al.

Perbup No. 41 Tahun 2017 terdapat pemberian tugas dan tanggung jawab kepada
penghulu berupa pelaksanaan tindakan pengawasan terhadap aktifitas masyarakat
yang melakukan kegiatan pembukaan perkebunan dan perladangan. Oleh karena
itu, jika ada masyarakat yang ingin membuka lahan, diharuskan melakukan
pelaporan kepada penghulu. Tugas pengawasan terhadap lahan yang rawan
terhadap kebakaran lahan gambut dan membantu tugas Satgas dalam kegiatan
pengendalian kebakaran lahan gambut.
Segala upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran di lahan gambut
tentu membutuhkan biaya dari APBN. Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk
kegiatan dan komitmen pencegahan dan penanganan kebakaran di lahan gambut.
Untuk anggaran yang digunakan untuk penanganan kebakaran di Kecamatan Pujud
ini selalu mendapat dukungan dari pemerintah daerah, dimana terkait kebakaran
gambut dianggarkan anggaran khusus untuk penanganan bencana ini, kemudian
tanggung jawab anggaran dan barang di lapangan disesuaikan dengan kebutuhan
kondisi yang terjadi di lapangan saat ini dan seberapa luas dan sulitnya
penanganan kebakaran di lahan gambut tersebut. Dana tersebut juga digunakan
untuk biaya operasional Masyarakat Peduli Api (MPA). Penggunaan anggaran
dikumpulkan dan didistribusikan untuk mendukung tugas dan mencapai
keberhasilan pelaksanaan penanggulangan bencana di Kecamatan Pujud oleh
pemerintah daerah.
Oleh karena itu, model edukasi pencegahan kebakaran lahan gambut
ditargetkan kepada pihak-pihak yang sebagai bagian dari upaya berkelanjutan
menyeluruh dalam mengubah pola pikir masyarakat dan mencegah mereka dalam
membakar lahan gambut. Tujuan utamanya adalah mendidik masyarakat
Kecamatan Pujud agar memiliki kesadaran mengenai berbagai dampak dari
kebakaran lahan. Kesadaran akan masalah ini sebenarnya dapat membawa
perubahan jangka panjang, baik secara sosial maupun ekologis. Pencegahan
kebakaran sebenarnya merupakan perubahan perilaku. Tetapi mengubah perilaku
membutuhkan lebih dari sekadar kebijakan ketat. Dengan demikian, mewujudkan
hal ini membutuhkan kerja sama jangka panjang dan komitmen terhadap upaya
mengedukasi masyarakat. Target dan sasaran model edukasi ini harus saling
melengkapi dan bekerja sama. Tanpa sinergi dari kedua belah pihak dan
masyarakat, kebakaran lahan gambut akan terus terjadi.

KESIMPULAN

Faktor-faktor penentu terjadinya kebakaran lahan gambut di Kecamatan Pujud,


Kabupaten Rokan Hilir dibedakan atas 2 faktor yaitu faktor disengaja dan faktor
ketidaksengajaan. Untuk faktor disengaja disebabkan oleh sistem bertani dengan
budaya dan cara tradisional dari penduduk setempat, biaya pembakaran lahan
gambut lebih murah, cepat dan praktis, adanya konflik kepemilikan lahan, dan
adanya peningkatan permintaan minyak kelapa sawit. Untuk faktor
ketidaksengajaan disebabkan oleh membuang puntung rokok sembarang, membuat
api unggun dan masyarakat yang bermukim di sekitar lahan gambut membakar
puing dan sampah sehingga merembet ke lahan gambut. Peran masyarakat dalam

15
Model edukasi masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran lahan Gambut di Kecamatan Pujud Kabupaten
Rokan Hilir

upaya pencegahan kebakaran lahan gambut di Kecamatan Pujud, Kabupaten


Rokan Hilir terbentuknya Masyarakat Peduli Api (MPA) yang memberikan
pendekatan penanggulangan bencana berbasis masyarakat dan menempatkan
masyarakat sebagai aktor utama. Masyarakat yang ikut serta menjadi anggota MPA
di Kecamatan Pujud diposisikan sebagai subjek yang aktif dengan berbagai
kemampuan dan kapasitasnya dengan dengan tidak membakar lahan secara
sembarangan, memberikan jarak membakar, memastikan api benar-benar mati,
mengawasi titik rawan, melakukan patrol, dan membuat tampungan air. Model
edukasi masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran lahan gambut yang
terjadi di Kecamatan Pujud, Kabupaten Rokan Hilir dibedakan atas 2 pendekatan
yaitu model edukasi dengan pendekatan individual melalui komunikasi langsung
dan tidak langsung dan bimbingan teknis dan pelayanan secara tatap muka kepada
masyarakat. Untuk model edukasi dengan pendekatan massa melalui sosialisasi
dan kampanye, ruang diskusi, media sosial berisikan konten edukasi pencegahan
kebakaran lahan gambut, aksi restorasi lahan gambut dan kurikulum pendidikan
formal berupa pelajaran muatan lokal mitigasi bencana kebakaran lahan gambut.

DAFTAR PUSTAKA

1) Afrino, R., Syahza, A., Suwondo, Heriyanto, M. (2023). Analysis of nuclear-plasma


partnership pattern for sustainable oil palm plantation in Riau Province,
Indonesia. International Journal of Sustainable Development and Planning, 18,(1), 91-
98. https://doi.org/10.18280/ijsdp.180109
2) Arisanty, D., Anis, M. Z. A., Putro, H. P. N., Muhaimin, M., Syarifuddin. (2020).
Kebakaran Lahan Gambut: Faktor Penyebab Dan Mitigasinya. Banjarmasin: Penerbit
Universitas Lambung Mangkurat.
3) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau. (2021). Laporan Bencana
Karhutla. https://bpbd.riau.go.id/berita/detail/ratusan-hektare-lahan-terbakar-pemprov-
riau-umumkan-status-siaga-karhutla.
4) KLH (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan). (2015). The 2105 Land and
Forest Fire In Indonesia: Impacts, Efforts and Expectations. Ministry of Environment and
Forestry Republic of Indonesia. Jakarta (ID): Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
5) Evi Kristhy, M., Lukman Hakim, A., Widyawan, E., Claudia, C., Renatha Limbong, M.,
Sarvon, W., Lianata, L., Kapitan Laut, A., Disa, D., Telaumbanua, A., Fadilah Akbar, A.,
Aldian, G., Kristian Maranatha, J., Wahyuni, S., Mariani, M., & Mahendra, W. (2021).
Meningkatnya Kesadaran Masyarakat Terhadap Kebakaran Hutan Dan Lahan Gambut
Setiap Tahunnya. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Media Ganesha FHIS, 2(2),
82-91. https://ejournal2.undiksha.ac.id/index.php/p2mfhis/article/view/738
6) Mizuno, K., Masuda, K., Syahza, A. (2023). Peatland Degradation, Timber Plantations,
and Land Titles in Sumatra. In: Mizuno, K., Kozan, O., Gunawan, H. (eds) Vulnerability
and Transformation of Indonesian Peatlands. Global Environmental Studies. Springer,
Singapore. https://doi.org/10.1007/978-981-99-0906-3_2
7) Nawari, N., Syahza, A., Siregar, Y.I. (2021). Community-Based Mangrove Forest
Management as Ecosystem Services Provider for Reducing CO2 Emissions with Carbon
Credit System in Bengkalis District, Riau, Indonesia. Journal of Physics: Conference
Series. 2049(012074). https://doi.org/10.1088/1742-6596/2049/1/012074
8) Nurkholis, A., Rahma, A. D., Widyaningsih, Y., Maretya, D. A., Wangge, G. A.,
Widiastuti, A. S., Abdillah, A. (2018, April 8). Analisis Temporal Kebakaran Hutan dan

16
Astuti et al.

Lahan di Indonesia Tahun 1997 dan 2015 (Studi Kasus Provinsi Riau).
https://doi.org/10.31227/osf.io/cmzuf
9) Primahardani, I., Mulyadi, A., Syahza, A., Restuhadi, F. (2022). Sustainability strategy
for industrial plantation forest management in Riau province, Indonesia. International
Journal of Sustainable Development and Planning, 17(2), 399-411.
https://doi.org/10.18280/ijsdp.170205
10) Suharto., & Nusantoro, J. (2018). The relationship among managerial capability,
organizational citizenship behavior, and employee performance: mediation effects of
organizational culture. Journal of Community Research and Service (JCRS), 2(1), 168-
175. https://doi.org/10.24114/jcrs.v2i1.9890
11) Sutikno, S., Rinaldi., Yusa, M., Nasrul, B., Yesi., Chairul., Prayitno, A., Putra, A., & Ardi,
M, G. (2023). Water Management for Integrated Peatland Restoration in Pulau Tebing
Tinggi PHU, Riau. In: Mizuno, K., Kozan, O., Gunawan, H. (eds) Vulnerability and
Transformation of Indonesian Peatlands. Global Environmental Studies. Springer,
Singapore. https://doi.org/10.1007/978-981-99-0906-3_9
12) Syahza, A., Bakce, D., Irianti, M., Asmit, B. (2020a). Potential Development of Leading
Commodities in Coastal Areas Riau, Indonesia. Journal of Applied Sciences, 20(5). 173-
181. http://doi.org/10.3923/jas.2020.173.181
13) Syahza, A., Suswondo., Bakce, D., Nasrul, B., Wawan., Irianti, M. (2020b). Peatland
Policy and Management Strategy to Support Sustainable Development in
Indonesia. Journal of Physics: Conference Series. 1655,
(012151). http://doi.org/10.1088/1742-6596/1655/1/012151
14) Syahza, A ., Suwondo., Bakce, D., Nasrul, B., Mustofa, R., (2020c). Utilization of
Peatlands Based on Local Wisdom and Community Welfare in Riau Province,
Indonesia. International Journal of Sustainable Development and Planning. 15(7), 1119-
1126. https://doi.org/10.18280/ijsdp.150716
15) Syahza, A., Arifudin., Kozan, O., Mizuno, K., Hosobuchi, M., Hasrullah., Hadi, S.,
Asnawi. (2020d). Restorasi Ekologi Lahan Gambut Berbasis Kelompok Masyarakat
Melalui Revegetasi Di Desa Tanjung Leban. Unri Conference Series: Community
Engagement, 2: 1-9. https://doi.org/10.31258/unricsce.2.1-9
16) Syahza, A., Nasrul, B., Suwondo, S., Irianti, M., Meiwanda, G. (2021a). Efforts to
Prevent Land Fires through the Use of Potential Peatlands in Coastal Areas. Journal of
Physics: Conference Series, 2049, 01209. https://doi.org/10.1088/1742-
6596/2049/1/012095
17) Syahza, A., O. Kozan., S. Sutikno., M. Irianti., K. Mizuno., M. Hosobuchi.
(2021b). Restorasi ekologi lahan gambut berbasis kelompok masyarakat mandiri melalui
revegetasi di Desa Tanjung Leban Kabupaten Bengkalis, Riau. Riau Journal of
Empowerment, 4(2), 69-81. https://doi.org/10.31258/raje.4.2.69-81
18) Syaufina, L. (2017). Metode Penilaian Areal Pasca Kebakaran Hutan. Bogor: IPB Press.
19) Thorburn, CC & CA Kull. (2015). Peatlands And Plantations In Sumatra, Indonesia:
Complex Realities For Resource Governance, Rural Development And Climate Change
Mitigation. Asia Pacific Viewpoint, 56(1), 153-168. DOI: 10.1111/apv.12045
20) Saputra, W., Rosnita., Yulida, R. (2017). Peran Kelompoktani Dan Masyarakat Peduli
Api (Mpa) Dalam Mengelola Dan Mencegah Kebakaran Lahan Di Kecamatan Bukit Batu
Kabupaten Bengkalis. Jurnal Agribisnis, 19(1), 58-71.
https://media.neliti.com/media/publications/73130-ID-peran-kelompoktani-dan-
masyarakat-peduli.pdf
21) Yunardi, S. (2022). Analisis Dampak Ekonomi dan Sosial Kebakaran Hutan di Indonesia.
Jurnal Kebijakan Ekonomi, 3(2). https://psb.feb.ui.ac.id/index

17

Anda mungkin juga menyukai