Abstract The research aims to find a model for public education in an effort to prevent
peatland fires in Pujud District, Rokan Hilir Regency. The research method used is
qualitative research with descriptive. Factors that cause peatland fires are caused by 2
factors, namely intentional factors and accidental factors. For intentional factors caused by
the farming system with the traditional culture of the local population, the cost of burning
peat land is cheaper, faster, and more practical, land ownership conflicts, and increased
demand for palm oil. Accidental factors are caused by throwing cigarette butts carelessly,
making bonfires, and burning debris, and garbage so that it spreads to peatlands. The role
of the community in efforts to prevent peatland fires in Pujud District formed the Fire
Concerned Community (MPA) which provides a community-based disaster management
approach and places the community as the main actor. The public education model in
efforts to prevent peatland fires is divided into 2 approaches. First, an educational model
with an individual approach through direct and indirect communication, technical
guidance, and face-to-face services to the public. Second, an educational model with a mass
approach through socialization and campaigns, discussion rooms, and social media
containing educational content on peatland fire prevention, peatland restoration actions,
and a formal education curriculum with local content on peatland fire disaster mitigation.
Keywords: educational model; community role; peatland fire
* Penulis koresponden 1
E-mail: almasdi.syahza@lecturer.unri.ac.id
© 2023 Astuti et al. Artikel ini dimiliki oleh penulis yang dilisensikan dibawah Creative Commons
Attribution 4.0 International License. Lisensi ini memungkinkan penggunaan, pendistribusian, dan
pencetakan kembali tanpa batas pada media apa pun, asalkan penulis dan sumber sebenarnya
disebutkan
Model edukasi masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran lahan Gambut di Kecamatan Pujud Kabupaten
Rokan Hilir
PENDAHULUAN
Provinsi Riau terdapat potensi lahan gambut sekitar 64% dari total luas daratan
yang mendukung kehidupan masyarakat setempat, terutama untuk pertanian.
Lahan gambut ini juga memiliki berbagai fungsi ekologis seperti pengendali banjir
dan iklim global Syahza et al., (2021a). Kebakaran lahan gambut adalah salah satu
bencana alam yang dapat memperburuk bagian dari suatu ekosistem, salah
satunya di wilayah Provinsi Riau dikarenakan memiliki banyak kawasan lahan
gambut. Walapun pemerintah meningkatkan perhatian akan terjadinya kebakaran
lahan gambut dan tindakan berupa upaya yang masif dilakukan untuk pencegahan
serta berkurangnya angka kebakaran lahan gambut di wilayah Provinsi Riau,
faktanya lahan gambut yang terbakar masih sering terjadi terkhusus di musim
kemarau panjang. Diawali pada tahun 1997 dimana terjadi kebakaran lahan gambut
di wilayah Provinsi Riau seluas 26.153,46 hektar sampai dengan tahun 2009 seluas
121.051, 55 hektar lahan gambut yang terbakar (BPBD Riau, 2021).
Di tahun 2020 terdapat data luas kebakaran lahan gambut di wilayah Provinsi
Riau yang seluas 1.600 hektar, kemudian pada tahun 2021 mencapai 1.400 hektar.
Artinya terdapat penurunan hingga 200,33 Ha atau 12,09 %. Pada data tersebut
juga menjelaskan pada tahun 2020 ada lima kabupaten digolongkan mengalami
kebakaran lahan gambut yang luas seperti wilayah Kabupaten Indragiri Hilir seluas
479 hektar, wilayah Kabupaten Bengkalis seluas 384 hektar, Kabupaten Siak seluas
176 hektar, Kabupaten Pelalawan seluas 142 hektar dan Kota Dumai seluas 95
hektar. Kemudian pada tahun 2021 terdapat lima wilayah yang mengalami
kebakaran lahan gambut terluas yaitu Kabupaten Bengkalis seluas 418 hektar, Kota
Dumai seluas 172 hektar, Indragiri Hilir seluas 164 hektar, Kabupaten Rokan Hilir
seluas 153 hektar dan Kabupaten Siak seluas 110 hektar (BPBD Riau, 2021).
Pada wilayah Kabupaten Rokan Hilir terdapat kecamatan yaitu Kecamatan
Pujud sebagai salah satu dari wilayah terjadinya kebakaran lahan gambut yang luas
dengan karakteristik tanah gambut dengan kedalaman 1-2 meter. Hal tersebut
dapat dilihat berdasarkan data dari tahun 2017, terjadi kebakaran lahan gambut di
Kecamatan Pujud seluas 28 hektar. Sedangkan di tahun 2018 terjadi kebakaran
lahan gambut dengan luas 23 hektar. Selanjutnya pada tahun 2019 terdapat
kebakaran lahan gambut dengan luas 25 hektar. Namun dengan adanya pandemi
covid, terjadi penurunan luas kebakaran lahan gambut seluas 4 Ha. Kemudian di
tahun 2021 terjadi kebakaran lahan gambut seluas 34 hektar (KLHK, 2022).
Berdasakan fakta bahwa lahan gambut yang terbakar di Provinsi Riau diduga
lebih disebabkan karena kelalaian dan faktor kesengajaan yang dilakukan oleh
masyarakat yang ingin membuka lahan. Hal tersebut terjadi ketika masyarakat
sedang menggarap lahannya lebih cenderung memilih penggunaan cara lahan
gambut yang dibakar dikarenakan lebih efisien bagi dari waktu yang dihabiskan
maupun biaya yang digunakan dibandingkan dengan menggunakan langkah yang
manual yaitu penggunaan alat berat (traktor).
Dampak dari kebakaran lahan gambut di Provinsi Riau menyebabkan bencana
asap puluhan tahun di Indonesia (Syahza et al., 2021a; Mizuno et al., 2023).
2
Astuti et al.
3
Model edukasi masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran lahan Gambut di Kecamatan Pujud Kabupaten
Rokan Hilir
Masyarakat harus dilibatkan dalam berbagai cara untuk memperbaiki sikap dan
perilaku. Dengan demikian, upaya utama untuk mengurangi kebakaran lahan
gambut tidak hanya diarahkan pada pembangunan infrastruktur, tetapi juga pada
upaya membentuk karakter masyarakat Indonesia yang terorganisir.
Dalam upaya mencegah dan mengurangi terjadinya kebakaran lahan gambut,
pemerintah juga telah melakukan upaya terpadu untuk mencegah, menekan dan
menanggulangi kebakaran (Syaufina, 2017; Syahza et al., 2020d; Mizuno, 2023).
Menurut penelitian Saputra (2017), pemerintah menerapkan upaya penanggulangan
kebakaran melalui model pendidikan berupa kampanye penyadaran, salah satu
jenis kampanye yang memiliki tujuan dalam mengedukasi pola pikir pihak-pihak
yang terkait dan berpengaruh dalam upaya pemeliharaan serta perlindungan lahan
gambut dan meningkatkan teknik mencegah terbakarnya lahan gambut melalui
penciptaan alat peringatan serta pendeteksian awal kebakaran lahan gambut
melalui internet via satelit, serta penataan fisik yang ditujukan untuk pencegahan
kebakaran lahan gambut, seperti pembuatan tambak dan tanaman hijau. Penelitian
Kristhy (2021) tentang model pendidikan berupa penyuluhan yang dilaksanakan
oleh pemerintah daerah untuk memungkinkan partisipasi masyarakat dengan
mengajak masyarakat berpartisipasi melalui pembentukan organisasi pemadam
kebakaran, pembentukan penyuluhan tim pemadam kebakaran, forum pemadam
kebakaran, dan lainnya. Model tersebut berguna untuk memprediksi dan mengelola
kebakaran lahan gambut. Menurut Afrino et al., (2023), melalui program
pemberdayaan masyarakat maka tujuan dan sasaran program pemerintah akan
tercapai. Model penyuluhan merupakan cara untuk memperoleh informasi tentang
keadaan, kebutuhan dan kepentingan masyarakat sekitar serta berpartisipasi dalam
persiapan, perencanaan dan pelaksanaan pencegahan kebakaran lahan gambut.
Berdasarkan uraian di atas, model edukasi harus dilakukan dalam
meminimalkan dampak terjadinya di daerah rawan bencana kebakaran lahan
gambut. Pendekatan edukasi pengurangan bencana kebakaran lahan gambut
berfokus kepada masyarakat yang berkedudukan sebagai pelaku (aktor) utama dan
memiliki posisi penting sebagai subjek aktif dengan mampu dan memiliki kapabilitas
yang berbeda-beda. Model edukasi memiliki model pembelajaran sehingga
termotivasi dalam menambah pengetahuan serta mengasah keterampilan yang
dapat digunakan untuk memprediksi dan mengambil tindakan jika terjadi kebakaran
lahan gambut. Model edukasi memungkinkan masyarakat untuk memantau dan
mengawasi wilayah di desa mereka dan di lahan rawan kebakaran dengan tujuan
mencegah kebakaran lahan gambut di masa mendatang. Namun perlu juga pola
pelatihan yang berkesinambungan agar kebakaran lahan gambut tidak terjadi lagi di
Kecamatan Pujud, Kabupaten Rokan Hilir (Kristhy, 2021).
METODOLOGI PENELITIAN
4
Astuti et al.
5
Model edukasi masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran lahan Gambut di Kecamatan Pujud Kabupaten
Rokan Hilir
6
Astuti et al.
7
Model edukasi masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran lahan Gambut di Kecamatan Pujud Kabupaten
Rokan Hilir
yang melewati tepian lahan gambut kemudian menyalakan api dan membiarkannya
menyala hingga api menjalar. Adanya pemuda setempat yang melakukan kegiatan
rekreasi di hutan dan membakar kayu (api unggun) sebagai hiburan terutama pada
malam hari, karena nyala api terlihat indah dan menarik, sehingga kebakaran hutan
menembus lahan gambut di sekitarnya. Penyebab kebakaran lainnya adalah
masyarakat yang tinggal di sekitar lahan gambut membakar sampah sehingga
menyebar ke seluruh lahan gambut. Secara umum, kawasan lahan gambut yang
paling rentan terhadap kejadian pembakaran gambut adalah kawasan yang dekat
dengan akses manusia, yaitu lahan gambut pinggir jalan dan dekat jalan utama.
Banyak pelaku yang tidak mengetahui bahaya kebakaran lahan gambut atau cara
pencegahan kebakaran lahan gambut. Jika api sudah menjalar, sulit untuk
dipadamkan dan berdampak sangat besar.
Analisis dampak kebakaran lahan gambut berdampak signifikan terhadap
masyarakat sekitar berakibat terganggunya aktivitas sehari-hari. Perusakan lahan
gambut memiliki konsekuensi nyata untuk masyarakat bermukim di wilayah lahan
gambut, seperti banjir, kekeringan, pencemaran tanah dan air, asap dari lahan
gambut yang terbakar. Kabut asap, terutama yang berlangsung berbulan-bulan
akibat kebakaran gambut, berdampak buruk bagi masyarakat. Asap akibat
kebakaran gambut secara langsung mengganggu kegiatan sehari-hari seperti
bekerja dan menghambat proses belajar mengajar di sekolah, aktivitas di luar
ruangan seperti meningkatkan resiko kecelakaan lalu lintas karena jarak pandang
yang terbatas. Selain itu, asap yang pekat dapat mengganggu transportasi udara,
selain transportasi darat, sungai, danau, dan laut. Saat kebakaran gambut cukup
besar, banyak penerbangan yang harus ditunda atau dibatalkan. Dampak terhadap
kesehatan masyarakat akibat asap yang dihasilkan akan mempengaruhi kesehatan
masyarakat dan menimbulkan berbagai penyakit seperti: ISPA, kanker, asma,
penyakit kulit dan lain-lain. Selain korban ISPA, ada juga warga yang meninggal
setelah menderita luka bakar punggung karena jatuh ke lahan gambut yang
terbakar.
Adanya kabut asap melintasi negara tetangga (Transboundary Haze Pollution)
berpengaruh terhadap jalinan diplomasi regional dan bilateral dan regional antara
Indonesia dan negara tetangga. Penggunaan dana yang seharusnya dijadikan
membangun daerah digunakan untuk dana penanggulangan bencana. Kerugian
pemerintah meliputi biaya pengendalian seperti sejumlah besar uang yang
dihabiskan untuk pemadaman kebakaran dan rekonstruksi serta rehabilitasi.
Sejumlah besar pengeluaran pemerintah untuk kebakaran lahan gambut
seharusnya digunakan untuk pembangunan di daerah lain.
Dampak terhadap dunia usaha dan perekonomian akibat kebakaran gambut
diperkirakan berupa menurunya kegiatan produksi di sektor industri, perdagangan
dan kehutanan. Dampak terhadap sektor industri berupa pengelompokan faktor
produktif dimana angkatan kerja mengalami kerugian. Dampak kebakaran gambut
terhadap dunia usaha di Kecamatan Pujud yaitu: produktivitas ekonomi masyarakat
terganggu karena asap pembakaran gambut di Kecamatan Pujud sangat pekat
sehingga menghambat masyarakat dalam melakukan transaksi ekonomi seperti
menghentikan kegiatan perdagangan dan bekerja sehingga dapat mengurangi
8
Astuti et al.
9
Model edukasi masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran lahan Gambut di Kecamatan Pujud Kabupaten
Rokan Hilir
10
Astuti et al.
11
Model edukasi masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran lahan Gambut di Kecamatan Pujud Kabupaten
Rokan Hilir
12
Astuti et al.
13
Model edukasi masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran lahan Gambut di Kecamatan Pujud Kabupaten
Rokan Hilir
serta lebih efektif dibandingkan pengawasan yang hanya dilakukan oleh berbagai
institusi.
Penyelesaian masalah lahan gambut tidak hanya menentukan apa
masalahnya, tetapi juga membutuhkan strategi bagaimana solusi dari masalah
tersebut dapat diimplementasikan. Solusi yang direkomendasikan untuk masalah ini
adalah penegakan dan penguatan regulasi, konservasi masyarakat dan
implementasi restorasi lahan gambut. Ketiga solusi tersebut menghubungkan 3
elemen penting yaitu masyarakat, pemerintah, dan perusahaan (Nurkholis et al.,
2018). Strategi kebijakan pemberdayaan masyarakat harus fokus pada
pembangunan sosial di antara masyarakat yang melakukan budidaya, terutama di
perkebunan dan industri. Mengenai strategi kebijakan pelestarian, pelestarian
kearifan lokal gambut melalui pemanfaatan ekosistem melalui pelestarian
keseimbangan ekologi dan pembangunan berkelanjutan (Syahza et al., 2020b;
Syahza et al., 2020c). Kebijakan adalah suatu keputusan yang bertujuan untuk
mengatasi masalah yang timbul dalam suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh
instansi pemerintah dan administrasi pemerintahan. Proses analisis kebijakan
merupakan rangkaian kegiatan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas
politik didefinisikan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan
sebagai serangkaian tahapan yang saling bergantung, berdasarkan agenda-setting,
perumusan kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan evaluasi
kebijakan (Suharto & Nusantoro, 2018).
Untuk kebijakan politik ekologi yang dijalankan pemerintah Kecamatan Pujud
menggunakan Peraturan Bupati No 41 Tahun 2017 Tentang Pengendalian
Kebarakaran dan Lahan Kabupaten Rokan Hilir Tentang Satuan Pelaksana
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kabupaten Rokan Hilir. Kebijakan
tersebut sebagai adalah pewujudan harapan dalam menjawab masalah kebakaran
lahan gambut di wilayah Kecamatan Pujud. Kebijakan Peraturan Bupati No 41
Tahun 2017 Tentang Pengendalian Kebakaran dan Lahan Kabupaten Rokan Hilir
lahir atas penindaklanjutan dari Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2011 Tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.
Kebijakan ini bertujuan untuk lebih peningkatan optimalisasi dan pekoordinasian
mengendalikan kebakaran lahan gambut secara kegiatan operasional dengan
pembentukan Satuan Pelaksana Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.
Perbup tersebut berisikan mengenai upaya pencegahan kebakaran hutan dan
lahan berupa kegiatan tindakan dalam pencegahan atau mengurangi kemungkinan
meluasnya kebakaran hutan dan lahan. Adapun isi dari Perbup No. 41 Tahun 2017
adalah setiap badan usaha/penanggung jawab lahan/pemilik lahan usaha wajib
menyiapkan perangkat/sarana prasarana pencegahan dan penanggulangan
kebakaran hutan dan lahan gambut antara lain: Organisasi Regu Pemadam
Kebakaran (RPK); menyediakan dana pengendalian kebakaran hutan dan lahan
dalam tugas pemadaman kebakaran hutan dan lahan yang memadai; melakukan
penyuluhan kepada masyarakat; dan membantu membentuk dan melakukan
pembinaan terhadap Masyarakat Peduli Api (MPA). Isi dari kebijakan tersebut juga
memberikan peran kepada perangkat desa yaitu datuk penghulu/lurah yang
berpartisipasi dalam upaya pencegahan kebakaran lahan gambut. Kebijakan
14
Astuti et al.
Perbup No. 41 Tahun 2017 terdapat pemberian tugas dan tanggung jawab kepada
penghulu berupa pelaksanaan tindakan pengawasan terhadap aktifitas masyarakat
yang melakukan kegiatan pembukaan perkebunan dan perladangan. Oleh karena
itu, jika ada masyarakat yang ingin membuka lahan, diharuskan melakukan
pelaporan kepada penghulu. Tugas pengawasan terhadap lahan yang rawan
terhadap kebakaran lahan gambut dan membantu tugas Satgas dalam kegiatan
pengendalian kebakaran lahan gambut.
Segala upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran di lahan gambut
tentu membutuhkan biaya dari APBN. Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk
kegiatan dan komitmen pencegahan dan penanganan kebakaran di lahan gambut.
Untuk anggaran yang digunakan untuk penanganan kebakaran di Kecamatan Pujud
ini selalu mendapat dukungan dari pemerintah daerah, dimana terkait kebakaran
gambut dianggarkan anggaran khusus untuk penanganan bencana ini, kemudian
tanggung jawab anggaran dan barang di lapangan disesuaikan dengan kebutuhan
kondisi yang terjadi di lapangan saat ini dan seberapa luas dan sulitnya
penanganan kebakaran di lahan gambut tersebut. Dana tersebut juga digunakan
untuk biaya operasional Masyarakat Peduli Api (MPA). Penggunaan anggaran
dikumpulkan dan didistribusikan untuk mendukung tugas dan mencapai
keberhasilan pelaksanaan penanggulangan bencana di Kecamatan Pujud oleh
pemerintah daerah.
Oleh karena itu, model edukasi pencegahan kebakaran lahan gambut
ditargetkan kepada pihak-pihak yang sebagai bagian dari upaya berkelanjutan
menyeluruh dalam mengubah pola pikir masyarakat dan mencegah mereka dalam
membakar lahan gambut. Tujuan utamanya adalah mendidik masyarakat
Kecamatan Pujud agar memiliki kesadaran mengenai berbagai dampak dari
kebakaran lahan. Kesadaran akan masalah ini sebenarnya dapat membawa
perubahan jangka panjang, baik secara sosial maupun ekologis. Pencegahan
kebakaran sebenarnya merupakan perubahan perilaku. Tetapi mengubah perilaku
membutuhkan lebih dari sekadar kebijakan ketat. Dengan demikian, mewujudkan
hal ini membutuhkan kerja sama jangka panjang dan komitmen terhadap upaya
mengedukasi masyarakat. Target dan sasaran model edukasi ini harus saling
melengkapi dan bekerja sama. Tanpa sinergi dari kedua belah pihak dan
masyarakat, kebakaran lahan gambut akan terus terjadi.
KESIMPULAN
15
Model edukasi masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran lahan Gambut di Kecamatan Pujud Kabupaten
Rokan Hilir
DAFTAR PUSTAKA
16
Astuti et al.
Lahan di Indonesia Tahun 1997 dan 2015 (Studi Kasus Provinsi Riau).
https://doi.org/10.31227/osf.io/cmzuf
9) Primahardani, I., Mulyadi, A., Syahza, A., Restuhadi, F. (2022). Sustainability strategy
for industrial plantation forest management in Riau province, Indonesia. International
Journal of Sustainable Development and Planning, 17(2), 399-411.
https://doi.org/10.18280/ijsdp.170205
10) Suharto., & Nusantoro, J. (2018). The relationship among managerial capability,
organizational citizenship behavior, and employee performance: mediation effects of
organizational culture. Journal of Community Research and Service (JCRS), 2(1), 168-
175. https://doi.org/10.24114/jcrs.v2i1.9890
11) Sutikno, S., Rinaldi., Yusa, M., Nasrul, B., Yesi., Chairul., Prayitno, A., Putra, A., & Ardi,
M, G. (2023). Water Management for Integrated Peatland Restoration in Pulau Tebing
Tinggi PHU, Riau. In: Mizuno, K., Kozan, O., Gunawan, H. (eds) Vulnerability and
Transformation of Indonesian Peatlands. Global Environmental Studies. Springer,
Singapore. https://doi.org/10.1007/978-981-99-0906-3_9
12) Syahza, A., Bakce, D., Irianti, M., Asmit, B. (2020a). Potential Development of Leading
Commodities in Coastal Areas Riau, Indonesia. Journal of Applied Sciences, 20(5). 173-
181. http://doi.org/10.3923/jas.2020.173.181
13) Syahza, A., Suswondo., Bakce, D., Nasrul, B., Wawan., Irianti, M. (2020b). Peatland
Policy and Management Strategy to Support Sustainable Development in
Indonesia. Journal of Physics: Conference Series. 1655,
(012151). http://doi.org/10.1088/1742-6596/1655/1/012151
14) Syahza, A ., Suwondo., Bakce, D., Nasrul, B., Mustofa, R., (2020c). Utilization of
Peatlands Based on Local Wisdom and Community Welfare in Riau Province,
Indonesia. International Journal of Sustainable Development and Planning. 15(7), 1119-
1126. https://doi.org/10.18280/ijsdp.150716
15) Syahza, A., Arifudin., Kozan, O., Mizuno, K., Hosobuchi, M., Hasrullah., Hadi, S.,
Asnawi. (2020d). Restorasi Ekologi Lahan Gambut Berbasis Kelompok Masyarakat
Melalui Revegetasi Di Desa Tanjung Leban. Unri Conference Series: Community
Engagement, 2: 1-9. https://doi.org/10.31258/unricsce.2.1-9
16) Syahza, A., Nasrul, B., Suwondo, S., Irianti, M., Meiwanda, G. (2021a). Efforts to
Prevent Land Fires through the Use of Potential Peatlands in Coastal Areas. Journal of
Physics: Conference Series, 2049, 01209. https://doi.org/10.1088/1742-
6596/2049/1/012095
17) Syahza, A., O. Kozan., S. Sutikno., M. Irianti., K. Mizuno., M. Hosobuchi.
(2021b). Restorasi ekologi lahan gambut berbasis kelompok masyarakat mandiri melalui
revegetasi di Desa Tanjung Leban Kabupaten Bengkalis, Riau. Riau Journal of
Empowerment, 4(2), 69-81. https://doi.org/10.31258/raje.4.2.69-81
18) Syaufina, L. (2017). Metode Penilaian Areal Pasca Kebakaran Hutan. Bogor: IPB Press.
19) Thorburn, CC & CA Kull. (2015). Peatlands And Plantations In Sumatra, Indonesia:
Complex Realities For Resource Governance, Rural Development And Climate Change
Mitigation. Asia Pacific Viewpoint, 56(1), 153-168. DOI: 10.1111/apv.12045
20) Saputra, W., Rosnita., Yulida, R. (2017). Peran Kelompoktani Dan Masyarakat Peduli
Api (Mpa) Dalam Mengelola Dan Mencegah Kebakaran Lahan Di Kecamatan Bukit Batu
Kabupaten Bengkalis. Jurnal Agribisnis, 19(1), 58-71.
https://media.neliti.com/media/publications/73130-ID-peran-kelompoktani-dan-
masyarakat-peduli.pdf
21) Yunardi, S. (2022). Analisis Dampak Ekonomi dan Sosial Kebakaran Hutan di Indonesia.
Jurnal Kebijakan Ekonomi, 3(2). https://psb.feb.ui.ac.id/index
17