Anda di halaman 1dari 22

DISHARMONISASI KETENTUAN PIDANA PEMBAKARAN

HUTAN DAN LAHAN DALAM PERATURAN PERUNDANG-


UNDANGAN DI INDONESIA

Solehuddin
Solehuddin9393@gmail.com

Abstrak
Masalah yang diteli yakni disharmonisasi ketentuan pidana pembakaran hutan dan lahan dalam peraturan
perundang-undangan. Tujuannya untuk menganalisis disharmonisasi ketentuan pidana pembakaran hutan dan
lahan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, serta menemukan konsep pengaturan ketentuan
pidana yang ideal. Metode penelitian menggunakan jenis penelitian hukum normatif, pendekatan penelitian
yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan Konsep, dan pendekatan kasus. Hasil
penelitian ini yaitu pertama terdapat ketidak konsistenan norma dalam pengaturan larangan pembakaran
hutan dan lahan pada Undang Undang No. 32 Tahun 2009, disatu sisi melarang pembakaran hutan dan disisi
yang lain tetap mengizinkan adanya pembakaran hutan dengan luasan maksimal adalah 2 hektar berbeda
dengan Undang Undang No. 41 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014. Akibat dari
disharmonisasi adalah multitafsir penegak hukum dalam menindak pelakunya mengingat banyaknya
tindakan tersebut hanya demi keuntungan ekonomis. Kedua tidak bisa dipungkiri hukum selalu tertinggal
dalam dinamika kehidupan masyarakat sehingga harus selalu mengevaluasi guna pembaharuan demi
tercitanya tujuan hukum yakni keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum bagi masyarakat. Harmonisasi
yang diusulkan peneliti adalah mengikuti rumusan satu udang-undang saja.

Kata Kunci: Disharmonisasi, Pembakaran hutan, ketentuan pidana

Abstract
The problems that were observed were disharmonization of the provisions of the criminal burning of forests
and land in the legislation. The aim is to analyze the disharmony of the provisions of the criminal burning of
forests and land in the laws and regulations in Indonesia, and find the ideal concept of criminal provisions.
The research method uses a type of normative legal research, the research approach taken is the legislative
approach, the concept approach, and the case approach. The results of this study are, first, there are
inconsistencies in norms in the regulation of forest and land burning restrictions in the Ac No. 32 year 2009,
on the one hand prohibits the burning of forests and on the other hand still allow the burning of forests with
a maximum area of 2 hectares different from in the Ac No. 41 of 1999 and in the Ac No. 39 of 2014. As a
result of disharmony is the multi-interpretation of law enforcement agencies in cracking down on the
perpetrators considering the number of these actions are only for economic gain. Second, it cannot be
denied that the law is always left behind in the dynamics of people's lives so they must always evaluate for
the sake of renewal in order to achieve the purpose of the law, namely justice, certainty and legal benefit for
society. The harmonization proposed by the researcher is to follow the formulation of one law only.

Key Word: Disharminization, Forest burning, Criminal provisions

119
PENDAHULUAN Indonesia, yang kemudian menimbulkan
Rasa syukur terhadap Tuhan YME yang bencana kabut asap, bukan yang pertama kali.
telah memenuhi kebutuhan manusia, salah Dalam 20 tahun terakhir, bencana serupa
satunya adalah hutan. Dimana hutan dapat hampir setiap tahun terjadi.1
dimanfaatkan seperti untuk diambil kayunya Kerugian yang ditimbulkan akibat
untuk pembangunan perumahan, kayu putih kebakaran hutan dan lahan tak terhitung
dan tanaman obat lainnya yang berguna bagi nilainya. Ratusan ribu orang menderita infeksi
kemaslahatan kehidupan manusia. Sangat wajar saluran pernapasan akut (ISPA). Sebagian besar
jikalau tuhan menganugerahkan ini semua adalah anak-anak yang memang rentan
kepada manusia karena tugas yang diemban terserang ISPA. Terbaru, bayi perempuan
manusia sebagai khalifah di muka bumi dan mungil berusia kurang dari satu tahun dari Hulu
tugas manusia untuk menjaga bumi ini dari Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, meninggal
kerusakan agar bisa dinikmati dari generasi ke karena ISPA. Hingga saat ini, bencana kabut
generasi. asap telah merenggut tiga korban jiwa. Selain
Memasuki era globalisasi, eksploitasi itu akibat kebakaran hutan dan lahan juga
hutan secara berlebihan semakin menjadi-jadi membumihanguskan habitat satwa liar.
yakni seperti penebangan hutan secara masiv Dari pantauan Wahana Lingkungan
tanpa adanya penghijauan kembali membuat Hidup Indonesia (WALHI), sebagian besar titik
tidak ada regenerasi pohon yang sudah ditebang api berada di wilayah konsesi perusahaan
dan membuka lahan dengan cara membakar perkebunan maupun hutan tanaman industri.
sebagai penyebab berkurangnya luasan hutan Jika pada 2014 titik api yang ditemukan di
secara cepat. kawasan hutan yang dibebani hak hutan
Data Kementerian Lingkungan Hidup tanaman (IUPHHK-HT) sebanyak 4.084 titik
dan Kehutanan (LHK) menyebutkan, indikasi api di 150 konsesi dan 603 titik api di 85
areal kebakaran hutan dan lahan-hingga 9 konsesi perusahaan (IUPHHK-HA), data yang
September 2015-di Kalimantan dan Sumatera diolah Walhi Sumsel dari berbagai sumber
seluas 190.993 hektar. Luasan tersebut terdiri menunjukkan, pada 2015 ada 383 titik api di
dari 103.953 hektar di lahan pemanfaatan, hutan tanaman industri dan 426 titik di konsesi
29.437 hektar di lahan perkebunan dari perkebunan kelapa sawit di Sumatera Selatan.
pelepasan, dan 58.603 hektar di lahan bidang Di Kalimantan Barat ada 314 sebaran dan titik
tanah Badan Pertanahan Nasional (BPN). api berada di wilayah konsesi. Angka-angka ini
Badan Nasional Penanggulangan Bencana menunjukkan, problem mendasar dari
(BNPB) memprediksi, kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan adalah salah urus
bencana kabut asap yang terjadi karena sumber daya alam yang selama ini
kebakaran hutan dan lahan di beberapa provinsi
di Indonesia pada 2015 bisa melebihi angka Rp 1http://nasional.kompas.com/read/2015/10/03/16191

531/Kebakaran.Hutan.dan.Kejahatan.Korporasi?page=all .
20 triliun. Kebakaran hutan dan lahan di diakses pada 7 Maret 2017

120
dilanggengkan dengan praktik-praktik buruk, Kebakaran hutan dan lahan menyebabkan
termasuk monopoli pada penguasaannya. Dan warga terserang ISPA. Di Jambi ada 20.471
semua praktik buruk tersebut dilanggengkan orang, Kalteng 15.138, Sumsel 28.000, dan
melalui legitimasi berupa izin. Bencana asap Kalbar 10.010 orang. Arie Rompas Direktur
yang diakibatkan dari praktik buruk dilakukan Eksekutif Walhi Kalteng mengatakan,
korporasi dengan pola yang umum. Untuk kebakaran karena pola penguasaan lahan
menekan biaya produksi, perusahaan membakar korporasi terlalu luas. Dari 15,3 juta hektar luas
lahan ketika land clearing. Ini jelas Kalteng, 12,7 juta hektar (78%) dikuasai
bertentangan dengan Undang-Undang No. investasi. Baik HPH, sawit maupun
32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan pertambangan.3
Lingkungan Hidup.2 Pembakaran hutan dan lahan merupakan
Kemudian Walhi juga merilis daftar tergolong tindak pidana lingkungan, yakni
perusahaan besar di balik kebakaran hutan dan dilakukan karena pelakunya memperhitungkan
lahan. Daftar itu hasil analisis kebakaran hutan keuntungan-keuntungan yang bersifat ekonomis
dan lahan di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dari perilakunya. Dengan kata lain, hampir
Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. seluruh tindak pidana lingkungan memiliki
“Hasil analisis menunjukkan mayoritas titik api motif ekonomi. Menurut Haryanto4 bahwa dari
di dalam konsesi perusahaan. Di HTI 5.669 titik kacamata bisnis dapat dimengerti bahwa
api, perkebunan sawit 9.168,” kata Edo kesediaan seorang pengusaha untuk melakukan
Rahkman, Manajer Kampanye Walhi Nasional kegiatan-kegiatan yang sifatnya ramah
di Jakarta, pekan lalu. Dia merinci daftar lingkungan akan sangat bergantung kepada
berbagai grup besar terlibat membakar hutan economic gain yang akan diperolehnya. Faktor
dan lahan, di Kalteng Sinar Mas tiga anak lain yang juga mempengaruhi pengambilan
perusahaan, Wilmar 14. Di Riau, anak usaha keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan
Asia Pulp and Paper (APP) enam, Sinar Mas lingkungan adalah oportunity cost, yaitu biaya
(6), APRIL (6), Simederby (1), First Resources berupa kemungkinan kehilangan kesempatan
(1) dan Provident (1). Di Sumsel (8) Sinar Mas untuk memperoleh keuntungan.
dan 11 Wilmar, (4) Sampoerna, (3) PTPN, (1) Pengaturan tentang tindak pidana
Simederby, (1) Cargil dan (3) Marubeni. Kalbar pembakaran hutan sudah diatur dibeberapa
Sinar Mas (6), RGM/ APRIL (6). Di Jambi peraturan perundang-undangan di Indonesia,
Sinar Mas (2) dan Wilmar (2). Berdasarkan akan tetapi masih terdapat pertentangan antara
data LAPAN periode Januari-September 2015 peraturan yang satu dengan yang lainnya. Oleh
ada 16.334 titik api, 2014 ada 36.781.
3 http://www.mongabay.co.id/2015/10/06/berikut-
Berdasarkan data NASA FIRM 2015 ada
korporasi-korporasi-di-balik-kebakaran-hutan-dan-lahan-
24.086 titik api, dan 2014 ada 2.014. itu/. diakses pada tanggal 7 Maret 2017
4 R.B Budi Prastowo, 2006. Tindak Pidana

Lingkungan Sebagai Tindak Pidana Ekonomi Dalam


2 http://geotimes.co.id/bencana-asap-dan-kejahatan- Sistem Hukum Pidana Indonesia, Jurnal Hukum Pro
korporasi/ , diakses pada tanggal 7 Maret 2017 Justitia Volume 24 No.1

121
karena dengan melihat kondisi atau realita :6 (1) korporasi tidak mempunyai mens rea
diatas penulis memandang penting untuk (keinginan untuk berbuat jahat), (2) korporasi
melakukan penelitian terkait disharmonisasi bukan seorang pribadi meskipun korporasi
ketentuan pidana pembakaran hutan dan lahan dapat melakukan berbagai perbuatan hukum
dalam peraturan perundang-undangan di yang biasanya dilakukan oleh orang pribadi, (3)
indonesia. korporasi tidak memiliki kesadaran dan tidak
punya badan aktual (no soul to be damned and
Pembahasan no body to be kicked), (4)korporasi tidak dapat
A. Pengaturan dan Mekanisme dimintai pertanggungjawaban karena jika
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi terjadi sesuatu, yang bertanggungjawab adalah
dalam Pembakaran Hutan dan Lahan di direksi pribadi atau jajaran direksi.
Indonesia Memang, telah dijelaskan oleh Sudarto7
1. Korporasi Sebagai Subjek Hukum Pidana bahwa perdebatan tentang kepribadian
Era modern seperti sekarang ini, perusahaan untuk tujuan menentukan hak-hak
korporasi memegang peranan penting dalam dari korporasitions sekarang usang dan
bidang ekonomi yang makin kompleks. Selain tantangan baru dan fokus perdebatan untuk
itu pula, korporasi sudah merasuk dan industri kontemporer alised masyarakat adalah
menguasai bidang pendidikan kesehatan, untuk memastikan perusahaan tanggung jawab
pemerintahan, sosial, budaya dan agama. dan akuntabilitas.8
Seiring berkembangnya peran korporasi, Seiring berkembangnya peran korporasi,
semakin besar pula kemungkinan terjadi tindak maka akhirnya dimasukkan sebagai subjek
pidana yang dilakukan oleh korporasi. Oleh hukum pidana. Pro kontra pun menyeruak
sebab itu perlu adanya upaya untuk ketika korporasi dinyatakan sebagai subjek
meminimalisir dampak dari kejahatan oleh hukum pidana. Oleh karena itu tidak mungkin
korporasi, salah satu cara menanggulangi menunjukkan suatu nilai moral yang
kejahatan korporasi adalah melalui kebijakan disyaratkan untuk dapat dipersalahkan secara
hukum pidana (penal policy) yaitu dengan pidana. Disamping itu mustahil untuk dapat
menggunakan hukum pidana dengan sanksinya memenjarakan suatu organisasi dengan tujuan
5
berupa pidana. untuk pencegahan (deterrence), penghukuman
Korporasi pada awalnya bukanlah
sebagai subjek hukum pidana. Hal ini
dipengaruhi doktrin atau pandangan yang 6 Rufinus Hotmaulana Hutahuruk. Penanggulangan

berpegang teguh pada adagium bahwa badan Kejahatan Korporasi melalui pendekatan Restoratif.
Jakarta : Sinar Grafika. Hlm: 21-22
7 Ibid. hlm :49
hukum tidak dapat dipidana (universitas
8
Jennifer Hill, Corporate Criminal Liability In
delinquere nonprotest) dengan anggapan bahwa Australia: An Evolving Corporate Governance
Technique?, Vanderbilt University Law School Law &
Economics. (Published in [2003] Journal of Business
5 Mahrus Ali. 2008. Kejahatan Korporasi. Law1)
Yogyakarta: Arti Bumi Intaran. Hlm: 6

122
dan rehabilitasi yang menjadi tujuan dari mustahil dapat menghindarkan diri dari
sanksi-sanksi pidana.9 peraturan pidana dan hanya pegawainya yang
Frank dan Lynch mengemukakan bahwa dituntut karena yang sebenarnya merupakan
keberatan-keberatan prinsipil dari corporate kesalahan dari kegiatan usaha yang dilakukan
criminal responsibility adalah bahwa orang oleh perusahaan, (2) dalam beberapa kasus,
yang tidak bersalah dapat terkena hukuman. demi tujuan prosedural, lebih mudah untuk
Derita dari pemidanaan terhadap korporasi menuntut suatu perusahaan daripada
dapat terbebankan kepada pihak-pihak lain.10 pegawainya, (3) dalam hal tindak pidana yang
Selain pendapat tersebut, para ahli ada yang serius, sebuah perusahaan lebih memiliki
bersepakat bahwa korporasi dapat dimintakan kemampuan utntuk menmbayar pidana denda
pertanggungjawaban pidananya dengan kata yang dijatuhkan daripada pegawai perusahaan
lain, korporasi adalah sebagai subjek hukum tersebut, (4) ancaman tuntutan pidana terhadap
pidana. Adapun yang setuju menempatkan perusahaan dapat mendorong para pemegang
korporasi sebagai subjek hukum pidana saham untuk melakukan pengawasan terahadap
menyatakan11 bahwa (1) dipidanyanya kegiatan-kegiatan perusahaan dimana mereka
pengurus saja tidak cukup untuk mengadakan telah menanamkan investasinya, (5) apabila
reoresi terhadap delik-delik oleh korporasi, (2) sebuah perusahaan telah mengeruk keuntungan
hukum pidana harus mempunyai fungsi dalam dari usaha yang ilegal, maka seharusnya
masyarakat dan menegakkan norma-norma dan perusaahaan itu pula yang memikul sanksi atas
ketentuan yang ada dalam masyarakat, (3) tindak pidana yang dilakukan , bukan pegawai
dalam kehidupan social dan ekonomi ternyata perusahaan itu, (6) pertanggungjawaban
korporasi semakin memainkan peranan yang korporasi dapat mencegah perusahaan-
penting pula, dan (4) pidananya korporasi perusahaan untuk menekan para pegawainya,
dengan ancaman pidana merupakan upaya baik secara langsung atau tidak langsung, agar
untuk menghindari tindakan pemidanaan pegawai itu mengusahakan perolehan laba tidak
terhadap para pegawai korporasi itu sendiri. dari melakukan kegiatan usaha yang ilegal, (7)
publisitas yang merugikan dan pengenaan
Elliot dan Quinn mengemukakan pidana denda terhadap perusahaan itu berfungsi
beberapa alasan mengenai perlunya sebagai pencegah bagi perusahaan untuk
pembebanan pertanggungjawaban pidana melakukan kegiatan yang ilegal, dimana hal ini
kepada korporasi. Alasan-alasan tersebut tidak mungkin terjadi bila yang dituntut itu
12
adalah (1) tanpa pertanggungjawaban pidana adalah para pegawainya.
korporasi, perusahaan-perusahaan bukan Sebagai diterima seperti sekarang ini,
dulu korporasi dalam hukum Amerika dianggap
9 Sutan Remy Sjahdeni .2006. Pertanggungjawaban fiksi dan fiksi hukum tidak dapat melakukan
Pidana Korporasi. Jakarta : Grafiti Pers. Hlm :53
10 Ibid pidana memiliki mens rea, bersalah keadaan
11 ibid
12
Sutan Remy Sjahdeni . Op.Cit. Hlm :55 pikiran. Hanya orang-orang dari orang-orang

123
dapat memiliki keadaan cita yang bersalah dan didakwa melakukan tindak pidana karena
menurut sistem hukum common law dan gagal mengelola karyawannya karena
sampai awal 1900-an yang bisa melakukan membuang minyak limbah dari kapal. Maka
kejahatan. Perusahaan mungkin kejahatan yang perusahaan dituduh melanggar undang-undang
dilakukan oleh agen yang bertindak dalam dengan gagal mencegah polusi akibat limbah
lingkup perusahaan pidana tidak ada. Setelah dari kapal tersebut.14
Mahkamah Agung menolak proposisi bisa tidak Kemudian Berkaitan dengan menjadikan
dihukum kejahatan dalam 1908, pertumbuhan Korporasi sebagai subjek hukum, Pertama,
perihal kewajiban perusahaan dalam suatu korporasi adalah suatu organisasi besar
bertanggungjawab adalah lambat, dan yang diatur secara birokratis. Karakteristik
pentingnya sederhana mempidanakan korupsi struktural ini adalah satu dari tiga karakteristik
baru terlihat, sebagaimana terbukti dari yang dapat membantu kita mencirikan sebuah
penuntutan pidana hari Archer Daniels korporasi modern. Kedua, korporasi
Midland, Exxon, Drexel Burnham, General dikendalikan dari puncak melalui manajernya.
Electric, Unisys, Caremark, dan banyaklagi. Namun demikian, karakteristik ini kemudian
Kekhawatiran tentang tanggung jawab pidana diperdebatkan oleh beberapa pakar karena
yang perusahaan sekarang telah memasuki adanya pendapat menganggap bahwa korporasi
ruang rapat setiap korporasi besar di Amerika. secara efektif dikendalikan dari pemegang
Doktrin mengenai tanggung-jawab pidana saham ke para manajer profesional dan para
perusahaan telah dikembangkan. Namun, tanpa eksekutif (Zeitlin, 1974). Untuk pendapat yang
pembenaran teoritis apapun. Literatur hukum terakhir ini maka kebijakan dan pengambilan
dan ekonomi, misalnya, adalah sebagian besar keputusan operasional dalam korporasi ada di
tanpa setiap diskusi tentang perwakilan tangan para ”kapitalis” dan para manajer.
liability. Argumen pidana berfokus pada fakta Ketiga, tujuan utama dari korporasi adalah
yang jelas bahwa perusahaan tidak dapat profitabilitas dan perkembangan korporasi yang
ditahan; mereka hanya akan dipaksa untuk bersangkutan. Milton Friedman (Friedman,
membayar uang kerugian. Pertanyaan penting, 1962), terkait dengan karakteristik ketiga
kemudian, adalah apakah hukum pidana tersebut, mengatakan bahwa kebanyakan para
memiliki peran apapun berguna dalam eksekutif dan pemilik korporasi akan bersandar
pengaturan kerusakan yang perusahaan harus ke arah posisi ekonomis yakni upaya-upaya
13
membayar untuk tindakan salah agen mereka.
Dalam sebuah kasus di USA tahun 2009,
pengadilan banding menegaskan dengan 14
Ved P. Nanda, Corporate Criminal Liability in the
keyakinan para juri bahwa korporasi bersalah United States: Is a New Approach Warranted? The
American Journal of Comparative Law, Vol. 58,
Supplement: Welcoming theWorld: U. S. National
13 Daniel R. Fischel and Alan O. Sykes, Corporate Reports to the XVIIIth International Congress of
Crime, The Journal of Legal Studies, Vol. 25, No. 2 (Jun., Comparative Law(2010), pp. 605-630: American Society
1996), pp. 319-349, The University of Chicago Press for of Comparative Law
The University of Chicago Law School

124
korporasi untuk menghasilkan laba adalah elit bisnis dan politik di tingkat lokal, nasional
upaya yang paling diprioritaskan.15 dan global yang dapat dideteksi. Ketidakjelasan
1. Pengaturan Terkait Pembakaran Hutan dan tata ruang dan korupsi adalah penyebab utama
Lahan kebakaran di Riau.17
Penyebab kebakaran hutan karena faktor Dalam menanggulanginya oleh
alam atau secara alami dipicu oleh petir, lelehan Korporasi maka harus dengan menggunakan
lahar gunung api, gesekan antara pepohonan sarana yang tegas, yakni dengan sarana hukum
yang kemudian menimbulkan percikan api. untuk memberikan sanksi terhadap korporasi
Berdasarkan laporan sebuah lembaga riset, dalam hal ini melalui sarana hukum pidana.
faktor manusia merupakan penyebab kebakaran Ada beberapa Undang-Undang yang memuat
hutan di tiap provinsi. Menurut Syaufina, dalam sanksi terhadap pembakar hutan dan lahan.
bukunya, Kebakaran Hutan dan Lahan di Larangan pembakaran hutan diatur dalam
Indonesia, hampir 99 persen kebakaran hutan di Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang
Indonesia disebabkan karena ulah manusia. Kehutanan Pasal 50 ayat (3) huruf d : Setiap
Pembukaan lahan dengan cara membakar hutan orang dilarang membakar hutan. kemudian
kerap menjadi hal yang paling sering dilakukan Pasal 78 ayat (3) : “Barang siapa dengan
baik oleh perorangan maupun perusahaan. sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
Pembakaran hutan menjadi pilihan yang paling dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d,
murah dan mudah untuk mengubah lahan hutan diancam dengan pidana penjara paling lama
16
menjadi kebun dan lahan pertanian lainnya. 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Proyek-proyek yang berhubungan Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah”).
dengan Karhutla sudah lama dilaksanakan di Pasal 78 ayat (4) : “Barang siapa karena
berbagai provinsi di Indonesia dengan atau kelalaiannya melanggar ketentuan
tanpa kerjasama dengan negara lain. Beragam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat
rekomendasi teknis, ekonomi, sosial dan politik (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara
telah dihasilkan. Kegagalan memahami paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
ekonomi politik (Dauvergne 2009), jaringan banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu milyar lima
aktor kebakaran dan patronnya sering berakibat ratus juta rupiah)”.
tidak tuntasnya penanggulangan Karhutla. Dalam Undang-Undang Nomor 39
Patron aktor kebakaran hutan melibatkan para Tahun 2014 tentang Perkebunan mengatur
larangan pembakaran dalam mengolah lahan
15 Mohammad Kemal Dermawan, Kejahatan
Lingkungan: Suatu Tinjauan Kriminologis, Jurnal 17 Herry Purnomo, Bayuni Shantiko, Haris
Masyarakat Dan Budaya, Volume 8 No. 2 Tahun 2006. Gunawanc, Soaduon Sitorus, M. Agus Salim dan
http://jmblipi.or.id/index.php/jmb/article/view/190/170 Ramadhani Achdiawan, 2015, Ekonomi Politik Kebakaran
16
Tirza Sisilia Mukau, Penerapan Sanksi Pidana Hutan dan Lahan:Sebuah
Terhadap Pelaku Pembakaran Hutan Atau Lahan pendekatananalitis,https://www.researchgate.net/publicati
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, Lex on/294721273_Ekonomi_Politik_Kebakaran_Hutan_dan_
Crimen Vol.V/No.4/Apr-Jun/2016, Lahan_Sebuah_pendekatan_analitis. diakses pada 10
Ejournal.Unsrat.Ac.Id/Index.Php/Lexcrimen/Article/.../12 November 2015
808/12398, diakses pada 10 November 2015

125
Pasal 56 ayat (1) berbunyi: “Setiap Pelaku yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah
Usaha Perkebunan dilarang membuka melakukan pembakaran lahan dengan luas
dan/atau mengolah lahan dengan cara lahan maksimal 2 hektare per kepala keluarga
membakar.” Adapun sanksi pidana terhadap untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal
pelaku yang membuka lahan dengan cara dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai
membakar terdapat dalam Pasal 108 : Setiap pencegah penjalaran api ke wilayah
Pelaku Usaha Perkebunan yang membuka sekelilingnya.
dan/atau mengolah lahan dengan cara Terdapat ketidak konsistenan norma
membakar sebagaimana dimaksud dalam Pasal dalam UUPPLH ini. disatu sisi melarang
56 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara pembakaran hutan dan terdapat sanksi bagi
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling pelakunya namun disisi yang lain tetap
banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar mengizinkan adanya pembakaran hutan dengan
rupiah). luasan maksimal adalah 2 hektar. Mungkin kita
Ada perbedaan ketika mengacu kepada bisa berasumsi seandainya terdapat 100 orang
Undang Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang yang membakar hutan, maka terjadi kebakaran
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hutan seluas 200 hektar bahkan bisa jadi orang-
Hidup. Walaupun pembukaan hutan atau lahan orang tersebut dibayar suatu perusahaan
dengan cara dibakar dilarang, yakni dalam tertentu untuk tujuan komersil. Si pembakar
Pasal 69 ayat (1) huruf h yang berbunyi: hutan dan pelaku usaha sama-sama mendapat
“Setiap orang dilarang melakukan pembukaan keuntungan. Maka kearifan lokal sudah menjadi
lahan dengan cara membakar”, kemudian aspek yang dikomersilkan demi tujuan
pembakar lahan dikenakan pidana berdasarkan ekonomi.
Pasal 108 : “Setiap orang yang melakukan Pada tahun rentang tahun 2015-2016 kita
pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dihadapkan pada bencana kabut asap akibat
dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h, dipidana kebakaran hutan yang hebat di wilayah
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) Kalimantan yakni di Provinsi Kalimantan
tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan Tengah. Terungkap fakta bahwa menurut
denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah No.15
miliar rupiah) dan paling banyak Tahun 2010 untuk membakar hutan seluas
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). maksimal 1(satu) hektar orang hanya perlu izin
Namun dalam pasal lainnya ketua RT. Sementara untuk membuka lahan
membolehkan adanya pembakaran lahan yakni dengan cara membakar hutan seluas satu
tertuang dalam Pasal 69 ayat (2): Ketentuan sampai dua hektar, hanya cukup izin dari lurah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h atau Kepala Desa. Menurut penulis, Peraturan
memperhatikan dengan sungguh sungguh Daerah ini terbit sebagai implikasi dari Pasal 69
kearifan lokal di daerah masing masing. ayat (2) UUPPLH yang memperbolehkan bagi
Penjelasan Pasal 69 ayat (2) : Kearifan lokal pemiliki lahan untuk membakar lahan

126
walaupun pada akhirnya Peraturan Gubernur oleh korporas dipengaruhi oleh risiko dan
Kalimantan Tengah No.15 Tahun 2010 ini manfaat yang mereka anggap untuk diri sendiri,
diganti dengan Peraturan Gubernur Kalimantan risiko dan manfaat yang mereka anggap untuk
Tengah Nomor 49 Tahun 2015 tentang korporasi.19
Pencabutan atas Pegub Kalteng Nomor 15 Mengenai kedudukan sebagai pembuat
Tahun 2010 tentang Pedoman Pembukaan dan sifat pertanggungjawaban pidana korporasi,
Lahan dan Pekarangan bagi masyarakat di pidana dapat dijatuhkan kepada korporasi dan
Kalimantan Tengah. Menurut penulis, pengurus korporasi, korporasi saja dan
Peraturan Gubernur ini bertentangan dengan pengurus korporasi saja, maka terdapat 4
Peraturan Perundang-undangan diatasnya (empat) sistem pertanggungjawaban korporasi
karena UUPPLH memperbolehkan untuk sebagai berikut : (1) Pengurus korporasi sebagai
membakar lahan namun dalam peraturan pelaku tindak pidana, (2) Korporasi sebagai
gubernur ini memuat larangan pembakaran. pelaku tindak pidana, (3)Korporasi sebagai
2. Mekanisme Pertanggungjawabaan Hukum pelaku tindak pidana dan korporasi itu sendiri
Korporasi Dalam Pembakaran Hutan Dan yang harus memikul pertanggungjawaban
Lahan. pidana, dan (4) Pengurus dan korporasi
Kejahatan Korporasi merupakan keduanya sebagai pelaku tindak pidana.
Kejahatan Kerah Putih, maka Korban kejahatan KUHP menganut sistem yang pertama.
kerah putih, dan frekuensi, cakupan dan tingkat KUHP menganut pendirian bahwa oleh karena
keparahan yang kejahatan kerah putih korporasi tidak dapat melakukan sendiri suatu
menyakiti korban dalam berbagai pengaturan perbuatan yang merupakan tindak pidana
sehari-hari.18 Tidak dapat disangkal fakta melainkan para pemimpinnya. Dengan kata
bahwa korporasi kadang-kadang mengambil lain, KUHP tidak menganut pendirian bahwa
pada karakteristik dari pengurus yang korporasi dapat dibebani pertanggungjawaban
bertanggung jawab untuk korporasinya bahwa pidana. Pendirian KUHP yang menganut sistem
keputusan untuk melanggar hukum dibuat oleh yang pertama sejalan atau sebagai konsekuensi
individu. namun, orang-orang ini dipengaruhi dari pendirian KUHP bahwa hanya manusia
oleh konteks di mana mereka bekerja dan yang merupakan subjek tindak pidana.20
melakukan kejahatan mereka. Pekerjaan Itu Dalam pasal 59 KUHP berbunyi :
adalah orang-orang yang akan melakukan “Dalam hal-hal dimana karena
kejahatan korporasi dipengaruhi oleh pelanggaran ditentukan pidana terhadap
karakteristik dan imperatif organisasi bisnis pengurus. Anggota-anggota badan
mereka. Ini berarti bahwa keputusan pelanggar pengurus, atau komisaris-komisaris, maka

19
Raymond Paternoster and Sally Simpson,
18Mcgurrin, D.1, & Friedrichs, D, Victims of Sanction Threats and Appeals to Morality: Testing a
Economic Crime – On a Grand Scale, Journal Rational Choice Model of CorporateCrime, Law &
International De Victimologie, 2010; Society Review, Vol. 30, No. 3 (1996), pp. 549-584,
http://www.jidv.com/njidv/images/pdf/JIDV23/4_jidv23_ Wiley on behalf of the Law and Society Association
20
word_pdf_friedrichs.pdf. Sutan Remy Sjahdeni . Loc.Cit. Hlm :59

127
pengurus, anggota badan pengurus, atau Sistem pertanggungjawaban pertama
komisaris, yang ternyata tidak ikut campur menjelaskan bahwa pertanggungjawaban
melakukan pelanggaran tidak dipidana” ditandai dengan usaha agar sifat tindak pidana
Kemudian pasal 399 KUHP berbunyi : yang dilakukan korporasi dibatasi oleh pada
“Seorang pengurus atau komisaris perorangan (natuurljke person). Sehingga
perseroan terbatas, maskapai andil apabila tindak pidana terjadi dalam lingkungan
indonesia atau perkumpulan koperasi yang korporasi, tindak pidana itu dianggap dilakukan
dinyatakan dalam keadaan pailit atau yang pengurus korporasi itu.
urusan kegiatan usahanya diperintahkan Sistem pertanggungjawaban pidana yang
oleh pengadilan untuk diselesaikan, kedua ditandai dengan pengakuan yang timbul
diancam dengan pidana penjara paling dalam perumusan undang-undang bahwa suatu
lama tujuh tahun jika dia, untuk mengurangi tindak pidana dapat dilakukan oleh perserikatan
secara curang hak-hak pemiutang dari atau badan usaha (korporasi), tapi
perseroan, maskapai atau perkumpulan : tanggungjawab untuk itu menjadi beban dari
Ke-1 membuat pengeluaran yang tidak ada, pengurus badan hukum (korporasi).21
maupun tidak membukukan pendapatan Terkait pertanyaan jenis tindak pidana
atau menarik barang dari suatu bundel. apa yang dianggap dapat dilakukan oleh
Ke-2 telah memindahtangankan korporasi, de Maglie menjelaskan bahwa
(vevreemden) sesuatu barang dengan beberapa negara tidak membedakan jenis tindak
Cuma-Cuma atau secara nyata-nyata pidana ini, dalam arti bahwa setiap tindak
dengan harga yang lebih rendah dari pidana yang dilakukan oleh orang dianggap
harganya. dapat pula dilakukan oleh korporasi.
Ke-3 dengan suatu cara menguntungkan Pendekatan ini dianut oleh, antara lain,
salah seorang kreditor pada saat kepailitan Australia, Kanada, Belanda. Namun demikian,
atau pada saat tindakan pemberesan harta ada pula negara, misalnya Perancis, yang
pailit, atau diketahuinya bahwa kepailitan menyatakan bahwa korporasi hanya
atau tindakan pemberesan tersebut tidak bertanggungjawab apabila disebutkan secara
dapat dihindarkan. tegas di dalam peraturan perundang-undangan
Ke-4 tidak memenuhi kewajiban untuk yang dijadikan dasar pemidanaan. Di sisi lain,
melakukan pencatatan sebagaimana ada pula negara seperti AS yang membuat
dimaksud dalam Kitab Undang-Undang sebuah daftar (di dalam the U.S. Sentencing
Hukum Dagang atau sebagaimana Guidelines) yang berisi tentang tindak pidana
dimaksud dalam pasal 27 ayat 1 Ordonansi apa saja yang dapat dimintakan
tentang Maskapai Andil Indonesia dan pertanggungjawabannya kepada korporasi.22
tentang menyimpan dan memperlihatkan
buku-buku, surat-surat dan tulisan-tulisan 21
Mahrus Ali. Loc.Cit. Hlm: 48
22
Andri G. Wibisana, Kejahatan Lingkungan Oleh
menurut pasal itu”. Korporasi: Mencari Bentuk Pertanggungjawaban

128
Sedangkan terkait pertanyaan kriteria mumgkin seimbang bilamana pidana hanya
apakah untuk menentukan pertanggungajwaban dijatuhkan kepada pengurus korporasi saja.
korporasi, de Maglie membagi pula kriteria Juga diajukan alasan bahwa dengan hanya
tersebut ke dalam tiga pendekatan besar. Pada memidana para pengurus tidak atau belum ada
pendekatan pertama, korporasi jaminan bahwa korporasi tidak akan
bertanggungjawab atas actus reus dan mens rea mengulangi delik tersebut. Dengan memidana
dari mereka yang bekerja untuk dan atas nama korporasi dengan jenis dan beratnya yang
(on behalf of) korporasi. Negara yang menganut sesuai dengan sifat korporasi itu, diharapkan
pendekatan ini antara lain adalah AS, Belanda, dapat dipaksa korporasi untuk menaati
dan Australia. ada pendekatan kedua, korporasi peraturan yang bersangkutan.24
hanya bertanggungjawab apabila yang Korporasi sebagai pembuat dan juga
melakukan tindak pidana adalah pemimpin sebagai yang bertanggungjawab motivasinya
korporasi. Negara yang menganut pendekatan adalah dengan memerhatikan perkembangan
ini adalah, misalnya, Perancis. Pada pendekatan korporasi itu sendiri, yaitu bahwa ternyata
ketiga, korporasi dianggap bertanggungjawab untuk beberapa delik tertentu, ditetapkannya
atas kesalahannya sendiri, misalnya karena pengurus saja sebagai yang dapat dipidana
adanya kegagalan untuk melakukan ternyata tidak cukup.
pengawasan atau karena adanya budaya di Sistem pertanggungjawaban pidana yang
dalam korporasi yang memungkinkan keempat, Tentang Pengurus dan korporasi
23
terjadinya tindak pidana. keduanya sebagai pelaku tindak pidana, dan
Sistem pertanggungjawaban pidana yang keduanya pula harus memikul
ketiga merupakan permulaan adanya pertanggungjawaban pidana, Sultan Remi
tanggungjawab langsung dari korporasi. Dalam Sjahdeni dalam bukunya “pertanggungjawaban
sistem ini dibuka kemungkinan menuntut pidana korporasi” mengenai hal ini
korporasi dan meminta pertanggungjawabannya menurutnya, apabila yang bukan diberlakukan
menurut hukum pidana. Hal-hal yang bisa bukan sistem yang keempat, yaitu
dipakai sebagai dasar pembenar dan alasan membebankan pertanggungjawaban pidana
bahwa korporasi sebagai pembuat dan sekaligus baik kepada pengurus korporasi yang
yang bertanggungjawab adalah karena dalam melakukan tindak pidana maupun
berbagai delik-delik ekonomi dan fiskal membebankan pertanggungjawaban pidana
keuntungan yang diperoleh korporasi atau secara vikarius kepada korporasi maka
kerugian yang diderita masyarakat dapat kemungkinan lain akan dapat terjadi adalah
demikian besarnya, sehingga tidak akan manusia pelakunya (pengurus korporasi) yang
harus memikul pertanggungjawaban pidana,
Korporasi Dan Pemimpin/Pengurus Korporasi Untuk sedangkan korporasinya bebas (tidak harus
Kejahatan Lingkungan Di Indonesia?, Jurnal Hukum &
Pembangunan 46 No. 2 (2016): 149-195, http://jhp.ui.ac.id
DOI
23 24
Ibid Mahrus Ali. Loc.Cit. Hlm: 49

129
bertanggungjawab). Ini adalah sistem yang dimaksudkan dalam kedua frasa itu? Hubungan
dianut dalam KUHP yang berlaku sekarang, yang dimaksudkan dalam frasa tersebut tentu
yang justru ditinggalkan. Namun, tidak saja hanya dapat ditafsirkan sebagai “hubungan
mungkin memberlakukan yang sebaliknya, dengan korporasi yang bersangkutan”. Tidak
yaitu membebankan pertanggungjawaban betul apabila ditafsirkan sebagai hubungan lain
pidana hanya kepada korporasi sedangkan yang bukan hubungan dengan korporasi
manusia pelakunya bebas (tidak harus tersebut. Penafsiran terhadap frasa itu tidak
bertanggungjawab). Hal ini bertentangan boleh keluar dari konteks korporasi. Dengan
dengan sifat pembebanan pertanggungjawaban kata lain, harus dalam konotasinya dengan
pidana secara vikarius. Hal ini bertentangan korporasi.26
pula dengan asas bahwa korporasi tidak dapat Kemudian yang dimaksud dengan
bertindak sendiri tetapi harus melalui “orang-orang berdasarkan hubungan kerja”
pengurusnya. Apabila yang dibebani adalah orang-orang yang memiliki hubungan
pertanggungjawaban pidana hanya pengurus, kerja sebagai pengurus atau sebagai pegawai,
seperti menurut KUHP yang berlaku sekarang yaitu:27 (1) berdasarkan anggaran dasar dan
(sistem yang pertama),saya tidak setuju perubahannya, (2) berdasarkan pengangkatan
mengingat alasan-alasan yang telah saya sebagai pegawai dan perjanjian kerja dengan
kemukakan diatas.25 korporasi, (3) berdasarkan surat pengangkatan
Ada beberapa sistem sebagai pegawai, atau (4) berdasarkan
pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi perjanjian kerja sebagai pegawai.
yang terbukti melakukan tindak pidana. Namun Sementara itu, yang dimaksud dengan
perlu diperhatikan tidak semua pidana dapat “orang-orang berdasarkan hubungan lain”
dijatuhkan terhadap korporasi walaupun adalah orang-orang yang memiliki hubungan
sebagai subjek hukum orang, korporasi lain selain hubungan kerja dengan korporasi.
mempunyai spesifikasi tersendiri dan berbeda Mereka itu antara lain yang mewakili korporasi
dengan subjek hukum lainnya yakni manusia. untuk melakukan perbuatan hukum untuk dan
Sultan Remy Sjahdeini dalam bukunya atas nama korporasi berdasarkan: (1) pemberian
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi kuasa, (2) berdasarkan perjanjian dengan
menyebutkan, yang dimaksudkan dengan pemberian kuasa (pemberian kuasa bukan
“orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja diberikan dengan surat kuasa sendiri, tetapi
maupun berdasarkan hubungan lain” terdiri atas dicantumkan dalam perjanjian itu sehingga
dua kelompok orang. Kelompok pertama adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
“orang-orang berdasarkan hubungan kerja” dan perjanjian tersebut), atau (3) berdasarkan
yang kedua “orang-orang berdasarkan pendelegasian wewenang.28
hubungan lain”. Hubungan dengan siapa yang
26 Sutan Remy Sjahdeni, Loc.cit, Hlm: 152
27 Ibid, Hlm : 153
25 28
Sutan Remy Sjahdeni . Loc.Cit. Hlm :63 Ibid.

130
Mengambil mekanisme Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang
pertanggungjawaban dalam Undang-Undang Perkebunan memberi definisi terhadap Pelaku
Tindak Pidana Korupsi Nomor 20 Tahun 2001, Usaha Perkebunan adalah pekebun dan/atau
dalam hal tuntutan pidana dilakukan oleh perusahaan Perkebunan yang mengelola Usaha
korporasi, oleh pasal 20 ayat 3 ditentukan Perkebunan.
bahwa korporasi terebut diwakili oleh Adapun kasus terkait pembakaran hutan
pengurus. Jika ketentuan dalam yang terdapat dan lahan oleh Korporasi penulis sajikan
dalam pasal 20 ayat (1) dihubungkan dengan berikut ini : Pembakaran hutan dan lahan oleh
ketentuan yang terdapat dalam pasal 20 ayat PT. Kalimantan Hamparan Sawit Diwakili oleh
(3), maka dipemeriksaan sidang di pengadilan, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung
kemungkinan akan dijumpai adanya : Nomor: No. 1363 K/PID.SUS/2012.
a. Pengurus yang mewakili korporasi a. Posisi Kasus
sebagai terdakwa; IBRAHIM LISAHOLIT bin HUSEIN
b. Pengurus dari korporasi sebagai LISAHOLIT ditetapkan sebagai Terdakwa
terdakwa.29 dalam pembakaran lahan. Terdakwa mulai
3. Penerapan Sanksi Terhadap Korporasi bekerja di PT. Kalimantan Hamparan Sawit
Dalam Pembakaran Hutan Dan Lahan pada tanggal 20 Oktober 2008 dan diangkat
Dalam Undang Undang No. 41 Tahun sebagai Manager Estate PT. Kalimantan
1999 tentang Kehutanan, Undang-Undang Hamparan Sawit pada tanggal 01 November
Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, dan 2008 di mana tugas dan tanggung jawab
Undang Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Terdakwa adalah sebagai manager atas semua
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan aktifitas di kebun perusahaan PT. Kalimantan
Hidup menempatkan Korporasi sebagai Subjek Hamparan Sawit yang terletak di Desa
Hukum dan dapat dimintai pertanggungjawaban Tumbang Talaken, Kecamatan Manuhing,
pidana. Dalam Penjelasan Pasal 50 Ayat (1) Kabupaten Gunung Mas. PT. Kalimantan
Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Hamparan Sawit akan melakukan pembukaan
Kehutanan Yang dimaksud dengan orang lahan sehingga dibuatlah Surat Perjanjian Kerja
adalah subyek hukum baik orang pribadi, No. 18/KHS-WL/VIII/2008 tanggal 20 Agustus
badan hukum, maupun badan usaha. Kemudian 2008 antara PT. Kalimantan Hamparan Sawit
pasal 1 Angka 32 Undang Undang No. 32 dengan PT. Sukamaju Hutan Lestari untuk
Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan melaksanakan pekerjaan Imas, Tumbang,
Pengelolaan Lingkungan Hidup “Setiap orang Cincang dan Mechanical Stacking, Cincang
adalah orang perseorangan atau badan usaha, Kayu Besar, pekerjaan pembuatan parit dan
baik yang berbadan hukum maupun yang tidak teras bersambung serta pekerjaan pembuatan
berbadan hukum” dan Pasal 1 Angka 8 jembatan di mana seluruh pekerjaan tersebut
akan dilaksanakan di areal kebun PT.
29 R. Wiyono, 2009, Pembahasan Undang-Undang
Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika, hlm:156 Kalimantan Hamparan Sawit dan berakhir pada

131
tanggal 31 Agustus 2009. PT. Sukamaju Hutan 4. Bahwa selama pembakaran telah dilepaskan
Lestari telah menyelesaikan pekerjaannya dan 10.800 ton karbon; 9720 ton C02; 31,104
telah diserahkan ke pihak PT. Kalimantan ton CH4; 20,412 ton NOx; 8,748 ton NH3;
Hamparan Sawit pada tanggal 31 Agustus 2009 46,656 ton 03 dan 826,2 ton CO serta 480
; Bahwa selanjutnya lahan/areal yang telah di ton partikel, maka apabila dibandingkan
land clearing yaitu Blok P10, P11, P12, P13, dengan standar baku mutu yang ada maka
Q10, Q11, Q12, Q13 dan sebagian blok R10, gas yang dilepaskan selama pembakaran
R11, R12, R13 pada tanggal 31 Agustus 2009 berlangsung telah mencemarkan lingkungan
sampai dengan 06 September 2009 terbakar. di lahan terbakar dan sekitarnya serta
Kebakaran ini tidak segera bisa dipadamkan lapisan permukaan tanah yang terbakar tidak
oleh Terdakwa, karena Terdakwa belum mungkin kembali lagi karena telah rusak ;
memiliki sarana dan prasarana pencegah Bahwa telah diambil sample pada titik
kebakaran seperti belum memiliki tim koordinat 01° 25' 48,8 "S, 113°20'35,1E berupa
pemadam kebakaran khusus maupun peralatan bahan bakar bekas terbakar serta abu dan arang
khusus untuk pengendalian kebakaran yang hasil pembakaran di permukaan; titik koordinat
dibuat oleh PT. Kalimantan Hamparan Sawit. 01°27'07,5"S, 113o20'01,6"E berupa serasah
b. Kerugian Akibat Pembakaran Lahan permukaan dalam hutan yang tidak terbakar,
Bahwa berdasarkan surat keterangan ahli titik koordinat 01°26'53,3"S, 113015'58,9"E
PROF. DR. IR. BAMBANG HERO berupa daun hutan alam yang tidak terbakar,
SAHARJO, M. AGR. dari Institut Pertanian titik koordinat 01°26'43,4"S, 113°20'13,6"E
Bogor tanggal 30 November 2009, menyatakan berupa bahan bakar bekas terbakar serta abu
: dan arang hasil pembakaran dipermukaan; titik
1. Bahwa lahan yang terbakar adalah lahan koordinat 01° 24'45,9"S, 113o20'48,2"E berupa
milik PT. Kalimantan Hamparan Sawit ; bahan bakar bekas terbakar dan telah diteliti
2. Bahwa sarana dan prasarana pengendalian oleh ahli DR. IR. BASUKI WASIS, M.Si. dari
kebakaran yang seharusnya wajib dimiliki Laboratorium Pengaruh Hutan Departemen
oleh perusahaan seperti yang diatur dalam Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut
perundangan yang berlaku tersedia dalam Pertanian Bogor dalam Surat Keterangan Saksi
jumlah yang sangat minim dan tidak layak Ahli tanggal 30 November 2009 mengenai
sehingga seperti tidak peduli ; Analisa Sample Tanah Berita Acara
3. Bahwa akibat dari pembakaran tersebut Pengambilan Sample tanggal 19 Oktober 2009,
telah merusak lapisan permukaan tanah menjelaskan hasil analisa dengan kesimpulan :
dengan tebal rata-rata 5 – 10 Cm sehingga (1 Hasil analisa sampel tanah di laboratorium
sekitar 8000 M³ tanah bagian permukaan menunjukkan telah terjadi perusakan lahan
terbakar atau terkena dampak panas, dan tanah melalui kegiatan pembakaran, di
sehingga akan mengganggu keseimbangan mana hal tersebut sangat bertentangan
ekosistem ; dengan potensi lahan itu sendiri ;

132
(2 Perusakan lahan telah menyebabkan (PT. KHS) telah lalai menyediakan alat-
terjadinya peningkatan sanggaan tanah yaitu alat pemadam kebakaran/sangat minim
meningkatnya pH tanah, KB tanah serta sehingga kebakaran terjadi selama 15
menurunkan KTK tanah ; (lima belas) hari (saksi a de charge 13)
(3 Terjadinya peningkatan kadar Ca dan Mg walaupun api telah dipadamkan 2 jam
tanah dan Na tanah serta menurunkan C tetapi merembet ke areal lain ;
organik dan N tanah ; 3) Bahwa Terdakwa selaku Manager Estate
(4 Terjadi kemsakan sifat tanah dan sifat PT. KALIMANTAN HAMPARAN
biologi tanah ; SAWIT (PT. KHS), bertanggung jawab
c. Pertimbangan Hukum secara fungsional untuk PT.
Bahwa secara formil putusan bebas tidak KALIMANTAN HAMPARAN SAWIT
dapat dimintakan kasasi, akan tetapi (PT. KHS) (functionele daderschap dalam
berdasarkan situasi dan kondisi banyaknya korporasi) sehingga korporasi tersebut
putusan bebas dilakukan tetapi oleh Majelis (PT. KHS) harus bertanggung jawab
Hakim secara tidak profesional dan atas dasar terhadap terjadinya kerusakan lingkungan
yurisprudensi dapat dibenarkan, namun tersebut, sekalipun Jaksa/Penuntut Umum
Pemohon Kasasi/Jaksa/Penuntut Umum wajib tidak mendakwakan korporasi yang
membuktikan bahwa pembebasan Terdakwa bersangkutan ;
bukanlah bebas yang murni ; 4) Bahwa PT. KALIMANTAN
Bahwa alasan-alasan Jaksa/Penuntut HAMPARAN SAWIT (PT. KHS) juga
Umum tersebut dapat dibenarkan, karena Judex belum mempunyai izin pelepasan kawasan
Facti telah salah menerapkan hukum (halaman 18) ;
pembuktian dengan fakta sebagai berikut : 5) Bahwa ketersediaan alat-alat pemadam
1) Bahwa dalam kasus lingkungan hidup kebakaran yang minim adalah sebab utama
berlaku prinsip strict liability, sehingga hingga kebakaran semakin meluas, yang
tidak perlu dibuktikan kesalahan seyogyanya harus tersedia alat-alat
Terdakwa, cukup Terdakwa dianggap pemadam kebakaran yang lengkap yang
bertanggung jawab apabila akibat merupakan persyaratan bagi setiap usaha
pencemaran/kerusakan lingkungan telah perkebunan ;
terjadi (Vide keterangan saksi ahli/12, 6) Bahwa meskipun di dalam hukum
saksi 11) dan menimbulkan kerugian lingkungan menurut Undang-Undang No.
sebesar Rp. 285.688.135.200,- (dua ratus 23 Tahun 1997, menganut asas
delapan puluh lima milyar enam ratus subsidiaritas akan tetapi dalam konteks
delapan puluh delapan juta seratus tiga penegakan hukum pidana apabila
puluh lima ribu dua ratus rupiah) ; diterapkan setelah aspek adminstrasi dan
2) Bahwa dalam hal ini ternyata PT. sanksi lainnya tidak efektif maka upaya
KALIMANTAN HAMPARAN SAWIT penegakan hukum akan terlambat. Hal

133
mana terbukti dari fakta bahwa - Terdakwa berlaku sopan dan terus terang
pencegahan dan upaya menghentikan sehingga memperlancar jalannya
kebakaran sangat terlambat atau dibiarkan persidangan ;
terlambat sehingga unsur kelalaian terbukti - Terdakwa menyatakan menyesal dan
; berjanji tidak akan mengulagi perbuatannya
7) Selain itu dari segi tanggung jawab pidana ;
masalah kerusakan lingkungan akibat Menimbang, bahwa berdasarkan alasan-
kebakaran yang terjadi atas lahan alasan yang diuraikan di atas Mahkamah Agung
perkebunan PT. KALIMANTAN berpendapat, bahwa putusan Pengadilan Negeri
HAMPARAN SAWIT memungkinkan Palangka Raya No.
diterapkan tanggung jawab secara mutlak 406/Pid.SUS/2011/PN.PL.R. tanggal 07
(Strict liability) terlebih lagi asap Februari 2012 tidak dapat dipertahankan lagi,
kebakaran yang terjadi lebih dari dua oleh karena itu harus dibatalkan dan Mahkamah
minggu, mengakibatkan polusi udara Agung akan mengadili sendiri perkara tersebut,
hingga mengganggu Negara tetangga seperti tertera dibawah ini ;
Malaysia ; Menimbang, bahwa oleh karena
8) Bahwa dari fakta-fakta tersebut Judex permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Jaksa/
Facti telah nyata-nyata keliru di dalam Penuntut Umum dikabulkan dan Terdakwa
menerapkan hukum, oleh karena itu dijatuhi pidana, maka biaya perkara pada semua
putusan Judex Facti tidak dapat tingkat peradilan dan dalam tingkat kasasi
dipertahankan lagi dan harus dibatalkan dibebankan kepada Terdakwa ; Memperhatikan
serta Mahkamah Agung akan mengadili Pasal 42 ayat (1) Undang Undang No. 23
sendiri perkara tersebut ; Tahun 1997, Undang Undang No. 48 Tahun
Menimbang, bahwa sebelum 2009, Undang Undang No. 8 Tahun 1981,
menjatuhkan pidana Mahkamah Agung akan Undang Undang No. 14 Tahun 1985
mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan
dan yang meringankan ; Hal-hal yang Undang Undang No. 5 Tahun 2004, dan
memberatkan : perubahan kedua dengan Undang Undang No. 3
- Perbuatan Terdakwa menyebabkan rusaknya Tahun 2009 serta peraturan perundang-
lingkungan hidup terutama di areal lahan undangan lain yang bersangkutan.
yang terbakar karena tidak tersedianya alat d. Amar Putusan
pemadam kebakaran sehingga kebakaran (1 Menyatakan Terdakwa IBRAHIM
berlangsung lebih dari dua minggu ; LISAHOLIT bin HUSEIN LISAHOLIT
Hal-hal yang meringankan : terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
- Terdakwa belum pernah dihukum ; melakukan tindak pidana ”KARENA
KEALPAANNYA MENGAKIBATKAN

134
PENCEMARAN DAN/ATAU berisi daun yang tidak terbakar, 1 (satu)
PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP” ; bungkus plastik hitam yang berisi daun ;
(2 Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada d.1. (bungkus) plastik warna hitam yang
Terdakwa tersebut dengan pidana penjara bertuliskan plot-4 yang berisi paralon
selama 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp. dengan panjang ± 5 (lima) Cm yang
200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), berisikan tanah yang terbakar, 1 (satu)
dengan ketentuan apabila denda tersebut buah amplop warna coklat yang berisi
tidak dibayar, maka kepada Terdakwa arang bekas terbakar, 1 (satu) bungkus
dikenakan pidana pengganti berupa pidana plastik hitam yang berisi tanah
kurungan selama 6 (enam) bulan ; bercampur ranting yang terbakar ;
(3 Menetapkan lamanya Terdakwa berada e.1. (bungkus) plastik warna hitam yang
dalam tahanan sebelum putusan ini bertuliskan plot-5 yang berisi paralon
mempunyai kekuatan hukum tetap, akan dengan panjang ± 5 (lima) Cm yang
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang berisikan tanah yang terbakar, 1 (satu)
dijatuhkan ; buah amplop warna coklat yang berisi
(4 Menetapkan barang bukti berupa : kayu yang terbakar, 1 (satu) bungkus
a.1. (bungkus) plastik warna hitam yang plastik hitam yang berisi tanah yang
bertuliskan plot-1 yang berisi paralon terbakar ;
dengan panjang ± 5 (lima) Cm yang Dirampas untuk dimusnahkan
berisikan tanah bekas terbakar, 1 (satu) :Membebankan Terdakwa tersebut untuk
buah amplop warna coklat yang berisi membayar biaya perkara dalam semua tingkat
arang bekas terbakar, 1 (satu) bungkus peradilan dan dalam tingkat kasasi ini sebesar
plastik hitam yang berisi tanah bekas Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).
terbakar bercampur dengan ranting ; 4. Pertanggungjawaban Hukum Korporasi
b.1. (bungkus) plastik warna hitam yang Dalam Tindak Pidana Lingkungan di
bertuliskan plot-2 yang berisi paralon Amerika Serikat30
dengan panjang ± 5 (lima) Cm yang Pembakaran Hutan dan Lahan di
berisikan tanah belum terbakar, 1 (satu) Indonesia dapat dikategorikan sebagai Tindak
buah amplop warna coklat yang berisi Pidana lingkungan. Selain orang per-orang,
ranting-ranting yang tidak terbakar, 1 korporasi pun dapat dimintakan
(satu) bungkus plastik hitam yang berisi pertanggungjawaban pidana bilamana
tanah yang belum terbakar ; melakukan kejahatan lingkungan. Hal ini sama
c.1. (bungkus) plastik warna hitam yang dengan pengaturan di Amerika Serikat, yang
bertuliskan plot-3 yang berisi paralon memasukan korporasi sebagai subjek hukum
dengan panjang ± 5 (lima) cm yang tindak pidana lingkungan. Hakim
berisikan tanah yang belum terbakar, 1
30 Takdir Rahmadi, 2012, Hukum Lingkungan di
(satu) buah amplop warna coklat yang Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, Hal 253-256

135
mengintepresentasikan ketentuan dalam faktor tersebut akan ditemukan permasalahan-
perundang-undangan lingkungan memuat permasalahan sebagai berikut:32
Vicarious Liability yang dalam tradisi common 1. Sering ditemukan perumusan yang bersifat
law memungkinkan seseorang majikan elipsis. Akibatnya sering memunculkan
dihadapkan sebagai terdakwa dan dihukum atas pasal-pasal yang perumusannya
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh mengandung:
karyawannya. a. Ill-defined; tidak jelas definis atau
maknanya;
B. Konsep Pengaturan Ketentuan Pidana b. Unclear -outlined; tidak jelas
Pembakaran Hutan Dan Lahan Yang penggarisannya;
Ideal Dimasa Akan Datang c. Unclear –meaning; tidak jelas artinya;
Pada saat suatu undang-undang dibahas dan d. Elusive-term; tidak tertangkap maksudnya;
dibicarakan oleh legislatif, semua berpendapat e. Unexpressed-word; tidak dingkapkan kata-
sudah baik dan sempurna. Akan tetapi, pada katanya karena dianggap sudah tercakup
saat diundangkan, undang-undang tersebut (implied) dalam kalimat sebelumnya;
langsung berhadapan dengan seribu macam f. Ambiguity; pengertiannya ambiguitas atau
masalah konkreto yang tidak terjangkau dan “mendua”
terpikirkan pada saat pembahasan dan 2. Mengandung Rumusan Broad Term
perumusan. Hal ini merupakan kenyataan yang Sedemikian luanya terminus atau
tidak dapat dibantah. Karena kenyataan tersebut rumusannya, menimbulkan permasalahan
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:31 dalam praktik. Pada hakikatnya, setiap
1. Keterbatasan manusia diprediksi secara perumusan maupun “peristilahan luas” bisa
akurat apa yang terjadi di masa yang akan mengandung pengertian yang bersifat:
datang. a. Vague-outlined; kabur penggarisan dan
2. Kehidupan masyarakat manusia baik standarnya;
sebagai kelompok dan bangsa (nasional, b. Uncertainty; tidak pasti artinya. Sehingga
regional dan internasional) mengalami menimbulkan ketidak pastian dalam
perubahan masyarakat (social change) penerapan;
3. Pada saat undang-undang diundangkan c. Atau perumusannya dapat berubah-ubah dan
langsung “konservatif” tujuannya sesuai dengan perubahan lintasan
Jika diamati secara teliti barangkali pada waktu (statutory expression may change
setiap undang-undang yang dipengaruhi faktor- with the passage of time)
3. Perumusan bercorak Political Uncertainty
Produk dan rumusan undang-undang positif,
tidak terlepas dari latar belakang politik.
31 Yahya Harahap dalam Budi Suhariyanto,

Tindak Pidana Teknologi Informasi,


(Jakarta:Rajagrafindo Persada, 2012), Hal 157-158 32
Ibid

136
Akibatnya, penerapan dalam praktik, sering a. III-inconcidered; pada saat merumuskan
dihadapkan kepada perumusan undang-undang keliru pertimbangan atau tidak mendalam
yang bersifat: membahasa landasan pemikiran dan
a. Ambigious-words atau ambiguity; kata-kata dirumuskan tergesa-gesa. Rumusan yang
yang bersifat “ambiguitas” atau “mendua”; tidak saksama dipertimbangkan pada saat
b. Atau perumusannya mengandung “tujuan undang-undang dibuat, bisa bersifat
politik” atau provission is politically defective meaning, artinya landasan
contention; pertimbangannya tidak rasional dan matang
c. Bisa juga rumusannya merupakan kehendak sehingga makna yang terkandung di dalam
pemerintah untuk “meminimalkan” risiko “cacat”. Jika diterapkan sesuai dengan
perubahan hukum (the government wish to rumusan, bisa menimbulkan akibat yang
minimize the risk of legal changes) “melenceng” atau bertentangan dengan
4. Bisa juga rumusannya Unforsable tujuan yang dikehendaki pembuat undang-
Developments undang dan kepentingan masyarakat.
Seperti yang sudah dikatakan, b. Bisa juga terjadi perumusan yang
bagaimanapun keinginan dan daya upaya mengandung konflik atau kontroversi antara
manusia, tidak mungkin mencipta dan undang-undang yang satu dengan undang-
memproduk undang-undang yang lengkap dan undang terkandung error yang bercorak
sempurna. Kalau begitu sejak suatu undang- kontroversi atau konflik yang disebut
undang siap dan diundangkan, harus disadari conflict between different statutory.
bahwa undang-undang yang bersangkutan tidak c. Bahkan bisa terjadi konflik atau kontroversi
mampu “menangkap” dan “meliput” denyut antara satu pasal dengan pasal lain dalam
dan isyarat perkembangan konkreto yang luas undang-undang yang bersangkutan yang
dan menyeluruh di masa yang akan datang. disebut conflict within the statutory.
Oleh karena itu, rumusan dan standarnya tidak Pembaharuan hukum pidana yang
mungkin menutup lubang-lubang kosong dalam menyeluruh harus meliputi pembaharuan
perjalanan perkembangan dan perubahan hukum pidana materiil (hukum pidana
masyarakat. substantif), hukum pidana formil (hukum acara
5. Perumusan yang mengandung Error pidana) dan hukum pelaksanaan pidana
Meskipun pada saat undang-undang dibuat (strafvollstrckingsgesetz). Ketiga bidang
rumusannya sudah diteliti berulang-ulang , hukum pidana itu harus bersama-sama
sering terdapat undang-undang yang diperbaharui, kalau salah satu bidang saja yang
mengandung error. Jika yang terjadi hanya diperbaharui, sedang lainnya tidak, maka akan
printing error (kesalahan percetakan), tidak timbul kesulitan dalam pelaksanaannya dan
menjadi masalah serius. Akan tetapi, ada tujuan dari pembaharuan itu tidak akan tercapai
error yang sangat rumit dan kontroversial, seluruhnya. Adapun tujuan dari pembaharuan
antara lain: itu tidak akan tercapai seluruhnya. Adapun

137
tujuan utama dari pembaharuan itu adalah adalah 2 hektar berbeda dengan Undang
penanggulangan kejahatan.33 Undang No. 41 Tahun 1999 tentang
Berdasarkan analisis penulis tidak ada Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 39
konsistensi hukuman bagi pelaku pembakar Tahun 2014 tentang Perkebunan.
hutan dan lahan dalam Undang Undang No. 41 Disharmonisasi pengaturan ini akan
Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang mengakibatkan multitafsir oleh aparat
Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang penegak hukum dalam menindak pelaku
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan kejahatan pembakaran hutan dan lahan
Hidup, dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun mengingat banyaknya tindakan pembakaran
2014 tentang Perkebunan sehingga akan hutan dan lahan oleh orang atau korporasi
menimbulkan multitafsir dalam penegakan hanya demi keuntungan ekonomis.
hukum lingkungan. Oleh karena itu peneliti 2. Tidak bisa dipungkiri hukum selalu
mengusulkan untuk dilakukannya harmoniasi tertinggal dalam dinamika kehidupan
untuk menjerat pelaku pembakarana hutan dan masyarakat sehingga harus terus menerus
lahan. dilakukan evaluasi guna pembaharuan demi
Harmonisasi yang diusulkan peneliti tercitanya tujuan hukum yakni keadilan,
adalah dengan mengikuti rumusan satu udang- kepastian dan kemanfaatan hukum bagi
undang saja, misalkan mengikuti rumusan masyarakat. Harmonisasi yang diusulkan
dalam Undang Undang No. 41 Tahun 1999 peneliti adalah dengan mengikuti rumusan
tentang Kehutanan dan dapat pula membentuk satu udang-undang saja, misalkan mengikuti
suatu undang-undang khusus tentang hukum rumusan dalam Undang Undang No. 41
lingkungan dan sumber daya alam dengan Tahun 1999 tentang Kehutanan dan dapat
tujuan agar payung hukum penegakan hukum pula membentuk suatu undang-undang
pidana lingkungan ini terdapat dalam satu khusus tentang hukum lingkungan dan
peraturan saja. sumber daya alam dengan tujuan agar
Kesimpulan payung hukum penegakan hukum pidana
1. Terdapat ketidak konsistenan norma dalam lingkungan ini terdapat dalam satu peraturan
pengaturan larangan pembakaran hutan dan saja.
lahan. hal ini terlihat pada Undang Undang Saran
No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan 1. Kepada para penegak hukum, baik
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, disatu kepolisian, jaksa dan Hakim untuk jeli dan
sisi melarang pembakaran hutan dan tegas dalam menindak segala bentuk
terdapat sanksi bagi pelakunya namun disisi pembakaran hutan dan lahan mengingat
yang lain tetap mengizinkan adanya dampak yang diakibatkan bukan hanya
pembakaran hutan dengan luasan maksimal kepada sedikit orang namun berdampak
kepada banyak orang. hal ini dapat
33Sudarto, Hukum Pidana dan Perkembangan
Masyarakat, (Bandung: Sinar Baru, 1983), Hal 60

138
berpengaruh negatif, baik kepada segi Wiyono R., 2009, Pembahasan Undang-
Undang Tindak Pidana Korupsi,
kesehatan,ekonomi dan hal lainnya.
Jakarta: Sinar Grafika
2. Kepada pihak yang berwenang membuat
Jurnal:
undang-undang untuk segera melakukan
Budi Prastowo, R.B. 2006. Tindak Pidana
revisi terhadap peraturan terkait untuk
Lingkungan Sebagai Tindak Pidana
melakukan harmonisasi pengaturan bagi Ekonomi Dalam Sistem Hukum
Pidana Indonesia, Jurnal Hukum Pro
pembakar hutan dan lahan.
Justitia Volume 24 No.1
Peraturan Perundang-Undangan:
DAFTAR PUSTAKA Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang
Buku-Buku: Kehutanan
Ali, Mahrus. 2008, Kejahatan Korporasi, Undang Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang
Yogyakarta: Arti Bumi Intaran. Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Anwar , Yesmil dan Dadang, 2013,
Kriminologi, Bandung: Refika Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang
Aditama. Perkebunan
Effendy, Marwan. 2011, Kapita Selekta Hukum Internet:
Pidana, Jakarta : Referensi. http://nasional.kompas.com/read/2015/10/03/16
Hotmaulana Hutahuruk, Rufinus. 2013. 191531/Kebakaran.Hutan.dan.Kejahat
Penanggulangan Kejahatan an.Korporasi?page=all . diakses pada
Korporasi melalui pendekatan 7 Maret 2017.
Restoratif. Jakarta : Sinar Grafika. http://geotimes.co.id/bencana-asap-dan-
HS, Salim. 2013, Dasar-Dasar Hukum kejahatan-korporasi/ , diakses pada
Kehutanan, Jakarta:Sinar Grafika. tanggal 7 Maret 2017.
Nawawi Arief, Barda. 2016, Bunga Rampai http://www.mongabay.co.id/2015/10/06/berikut
Kebijakan Hukum Pidana, Jakarta: -korporasi-korporasi-di-balik-
Kencana kebakaran-hutan-dan-lahan-itu/ .
diakses pada tanggal 7 Maret 201
Moeljatno. 2008. Asas-Asas Hukum Pidana.
Jakarta : Rineka Cipta., hlm: 165.
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2010, Teori-
teori dan kebijakan pidana, Bandung:
PT. Alumni.
Muladi, 2012, ”Pertanggungjawaban pidana
korporasi”. Cet :II. Bandung :
Kencana Prenada Media Group.
P.A.F. Lamintang. 2011. Dasar - Dasar
Hukum Pidana Indonesia. Cet. III.
Bandung : Citra Aditya Bakti.
Rahmadi, Takdir , 2012, Hukum Lingkungan di
Indonesia, Jakarta: Rajawali Press.
Remy Sjahdeni, Sutan .2006.
Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi. Jakarta : Grafiti Pers.
Wartiningsih, 2014. Pidana Kehutanan,
Malang: Setara Press

139
140

Anda mungkin juga menyukai