Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan kemiskinan mendorong terwujudnya sikap menerima nasib, meminta-minta atau mengharapkan belas kasian bantuan

dan sedekah, apatis, kurang berorientasi ke masa depan. Selain itu juga dapat menimbulkan dan menguatkan perasaan tak berharga, tak berdaya, ketergantungan dan rendah diri, serta tidak berguna dan pasrah. Dari semua sikap dan perilaku yang tergambar diatas ada pada diri gelandangan dan pengemis. Gelandangan dan pengemis merupakan salah satu dampak negatif pembangunan, khususnya pembangunan perkotaan. Keberhasialan percepatan pembangunan di wilayah perkotaan dan sebaliknya keterlambatan pembangunan di wilayah pedesaan mengundang arus migrasi desa-kota yang antara lain memunculkan gepeng karena sulitnya pemukiman dan pekerjaan di wilayah perkotaan dan pedesaan. Masalah umum gelandangan dan pengemis (GEPENG) datang pada hakikatnya erat terkait dengan masalah ketertiban dan keamanan yang menggangu ketertiban dan keyamanan di daerah perkotaan sehingga pembangunan akan terganggu.

BAB II PEMBAHASAN A. IDENTITAS KELAYAN 1.Nama Jenis Kelamin Umur Pendidikan Pekerjaan Alamat : SM : Perempuan : 27 Tahun : Tamat SD : Gelandangan dan Pengemis : Ujung Berung

B. LATAR BELAKANG MASALAH Dampak positif dan negatif tampaknya semakin sulit dihindari dalam pembangunan, sehingga selalu diperlukan usaha untuk lebih mengembangkan dampak positif pembangunan serta mengurangi dan mengantisipasi dampak negatifnya. Gelandangan dan Pengemis (GEPENG) merupakan salah satu dampak negatif pembangunan, khususnya pembangunan perkotaan. Keberhasilan percepatan pembangunan di wilayah perkotaan dan sebaliknya keterlambatan pembangunan di wilayah pedesaan mengundang arus migrasi desa-kota yang antara lain memunculkan gepeng karena sulitnya pemukiman dan pekerjaan di wilayah perkotaan dan pedesaan. Masalah umum gelandangan dan pengemis pada hakikatnya erat terkait dengan masalah ketertiban dan keamanan yang menganggu di daerah perkotaan. Dengan berkembangnya gepeng maka di duga akan memberi peluang munculnya gangguan keamanan dan ketertiban, yang pada akhir akan menganggu stabilitas sehingga pembangunan akan terganggu, serta cita-cita nasional tidak dapat diwujudkan. Jelaslah diperlukan usaha-usaha penanggulangan gepeng tersebut. Tampaknya gepeng tetap menjadi masalah dari tahun-tahun, baik bagi wilayah penerima (perkotaan) maupun bagi wilayah pengirim (pedesaan) walaupun telah diusahakan penanggulanganya secara terpadu di wilayah penerima dan pengirim. Setiap saat pasti ada sejumnlah gepeng yang terkena razia dan

dikembalikan ke daerah asal setelah melalui pembinaan. Penanggulangan gepeng akan mampu mewujudkan stabilitas nasional, khususnya stabilitas dalam bidang pertahanan dan keamanan sehingga diperlukan suatu studi yang mampu menggambarkan secara utuh. Gambaran gejala gepeng ini dipakai untuk merumuskan kebijakan, strategi dan langkah-langkah penanggulangan gepeng. Ruang Lingkup Penelitian Roda pembangunan akan mampu digerakan secara maksimal dalam suasana yang penuh stabilitas, antara lain stabilitas dalam bidang ketertiban dan keamanan. Stabilitas yang menunjang gerak pembangunan merupakan permasalahan umum (general issue). Sedangkan permasalahan pokok (strategic issue) penelitian ini adalah pola penanggulangan gepeng secara terpadu yang mampu mewujudkan stabilitas dalam bidang ketertiban dan keamanan. Terwujudnya pola penanggulangan gepeng secara terpadu sudah tentu sangat ditentukan oleh gambaran utuh gejala gepeng tersebut, mulai dari gambaran demografis, dan sosial ekononi keluarga pelaku gepeng, gambaran masyarakat di daerah asal pelaku gapeng, sampai pada gambaran penanggulangan gepeng yang telah dilaksanakan. 1. Pengertian Gelandangan dan Pengemis (GEPENG) Pengemis sebenarnya berbeda dengan gelandangan, kendati keduanya merupakan penyakit sosial kota. Seorang pengemis biasanya masih mempunyai rumah atau tempat tinggal bahkan di antara mereka ada yang memiliki sawah. Istilah Gepeng merupakan singkatan dari kata gelandangan dan pengemis. Menurut Departemen Sosial R.I (1992), gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum, Pengemis adalah orang-orang yang mendapat penghasilan dari meminta-minta dimuka umum dengan berbagai alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang.

Ali, dkk,. (1990) menyatakan bahwa gelandangan berasal dari kata gelandangan yang berarti Pembangunan Perkotaan Kesenjangan, Pembangunan pedesaan Kesulitan Pemukiman, Urbanisasi Kesulitan pekerjaan. GEPENG Gangguan ketertiban, Gangguan keamanan, stablitas keamanan, Stabilitas nasional, Cita-cita Nasional selalu mengembara, atau berkelana(lelana). Mengutip pendapatnya Wirosardjono maka Ali, dkk., (1990) juga menyatakan bahwa gelandangan merupakan lapisan sosial, ekonomi dan budaya paling bawah dalam stratifikasi masyarakat kota. Dengan strata demikian maka gelandangan merupakan orangorang yang tidak mempunyai tempat tinggal atau rumah dan pekerjaan yang tetap atau layak, berkeliaran di dalam kota, makan-minum serta tidur di sembarang tempat. Menurut Muthalib dan Sudjarwo dalam Ali, dkk,. (1990) diberikan tiga gambaran umum gelandangan, yaitu: 1. sekelompok orang miskin atau dimiskinkan oleh masyarakatnya. 2. orang yang disingkirkan dari kehidupan khalayak ramai. 3. orang yang berpola hidup agar mampu bertahan dalam kemiskinan dan keterasingan. Gelandangan terbatas pada mereka yang tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, atau tempat tinggal tetapnya tidak berada di wilayah pencacahan. Karena wilayah pencacahan telah habis membagi tempat hunian rumah tinggal yang lazim maka yang dimaksud dengan gelandangan dalam hal ini adalah orang-orang yang bermukim pada daerah-daerah bukan tempat tinggal tetapi merupakan konsentrasi hunian orang-orang seperti di bawah jembatan, kuburan, pinggiran sungai, emper toko, sepanjang rel kereta api, taman, pasar, dan konsentrasi hunian gelandangan yang lain. Pengertian gelandangan tersebut memberikan pengertian bahwa mereka termasuk golongan yang mempunyai kedudukan lebih terhormat daripada pengemis.

Gelandangan pada umumnya mempunyai pekerjaan tetapi tidak memiliki tempat tinggal yang tetap/berpindah-pindah. Sebaliknya pengemis hanya mengharapkan belas kasihan orang lain serta tidak tertutup kemungkinan golongan dan pengemis termasuk ke dalam golongan sektor informal. Keith Harth (1973) mengemukakan bahwa dari kesempatan memperoleh penghasilan yang sah, pengemis dan gelandangan termasuk pekerja sektor informal. C. KARAKTERISTIK GELANDANGAN DAN PENGEMIS Menurut petunjuk etnis penanggulangan gelandangan dan pengemis (1998) disebutkan karakteristik atau ciri-ciri gelandangan dan pengemis sebagai berikut: a. Gelandangan 1) Tidak memiliki pekerjaan tetap yang layak, seperti pencari puntung rokok, penarik grobak. 2) Tidak memiliki tempat tinggal yang layak huni, seperti di bawah kolong jembatan, rel kereta api, gubuk liar di sepanjang sungai, emper toko dan lain-lain. 3) Tuna kependudukan seperti sudah memiliki KTP dan kartukeluarga yang sudah tercatat di kelurahan RT dan RW setempat. 4) Tuna etika, dalam arti saling tukar-menukar istri atau suami, kumpul kebo atau komersialisasi istri dan lain-lainnya. 5) Tempat tinggal berpindah-pindah. B. Pengemis 1) 2) 3) Pakaian kumuh serta wajah kusam. Meminta-minta di tempat umum. Seperti terminal bus, stasiun Meminta-minta dengan cara berpura-pura atau sedikit memaksa,

kereta api, di rumah-rumah atau ditoko-toko. disertai dengan tutur kata yang manis dan ibah.

Menurut Soetjipto Wirosardjono mengatakan ciri-ciri dasar yang melekat pada kelompok masyarakat yang dikatagorikan gelandangan adalah: mempunyai lingkungan pergaulan, norma dan aturan tersendiri yang berbeda dengan lapisan masyarakat yang lainnya, tidak memliki tempat tinggal, pekerjaan dan pendapatan yang layak dan wajar menurut yang berlaku memiliki sub kultur khas yang mengikat masyarakat tersebut D. ANALISIS MASALAH

Permasalahan sosial seperti gelandangan merupakan akumulasi dan interaksi dari berbagai permasalahan seperti halnya kemiskinan, pendidikan rendah, minimnya keterampilan kerja yang dimiliki lingkungan, sosial budaya, kesehatan dan lain sebagainya. Adapun gambaran permasalahanya tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a. Masalah Kemiskinan Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimal dan menjangkau pelayanan-pelayanan umum sehingga tidak dapat mengembangkan kehidupan pribadi ataupun keluarga secara layak. b. Salah Pendidikan Pada umuumnya tingkat pendidikan gelandangan dan pengemis relative rendah sehingga menjadi kendala untuk memperoleh kebutuhan pekerjaan yang layak. c. Masalah Keterampilan Kerja Pada umumnya gelandangan dan pengemis tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja. d. Masalah Sosial Budaya Ada beberapa faktor sosial budaya yang dapat mempengaruhi seseorang menjadi gelandangan dan pengemis : i. Rendahnya harga diri, rendahnya harga diri pada seseorang atau sekelompok orang mengakibatkan tidak di milikinya rasa malu untuk meminta-minta.

ii.

Sikap pasrah pada nasib, mereka menganggap bahwa

kemiskinan dan kondisi mereka sebagai gelandangan dan pengemis sebagai nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk melakukan perubahan. iii. Kebebasan dan kesenangan hidup gelandangan, ada

kenikmatan tersendiri bagi sebagian besar gelandangan dan pengemis yang hidup gelandangan, karena mereka merasa terikat oleh aturan atau norma yang kadang membebani mereka, sehingga mengemis menjadi salah satu pencaharian. iv. Masalah kesehatan, dari segi kesehatan, gelandangan dan

pengemis termasuk dalam kategori warga Negara yang tingkat kesehatan fisik yang rendah akibat rendahnya gizi makanan dan terbatasnya akses pelayanan kesehatan.

E. REKOMENDASI INTERVENSI

1). PROGRAM

:Proses rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis :

Studi kasus diPanti Sosial Bina Karya "Pangudi Luhur"Bekasi Abstrak Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Bina Karya "Pangudi Luhur" Bekasi, yang beralamat di Jalan H. Moeljadi Djojomartono No.19 Bekasi Jawa Barat, dengan tujuan untuk mengkaji proses pelaksanaan program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis pada lembaga tersebut. Selanjutnya penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberi masukan untuk perbaikan pelaksanaan program selanjutnya. . Program rehabilitasi sosial di PSBK terdiri dari beberapa tahapan proses sebagai berikut : Pertama adalah tahap rehabilitasi sosial yang terdiri dari : a) pendekatan awal, b)penerimaan dan c)bimbingan mental, sosial dan ketrampilan. Kedua adalah tahap resosialisasi yang terdiri dari ; a) bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat, b) bimbingan sosial masyarakat, c) bimbingan bantuan stimulus usaha produktif dan bimbingan usaha. Ketiga adalah tahap bimbingan lanjut yang terdiri dari : a) bantuan pengembangan usaha dan b) bimbingan pemantapan usaha/kerja.

2). TUJUAN PROGRAM

1. Untuk mencegah seseorang atau kelompok orang bergelandangan di masyarakat. 2. Mencegah meluasnya pengaruh negatif yang timbul dalam kehidupan masyarakat akibat kemunculan gelandangan pengemis yang meresahkan. 3. Memasyarakatkan kembali eks gelandangan dan pengemis agar menjadi anggota masyarakat yang menghayati harkat dan martabat keberadan dirinya. 4. Memungkinkan pengembangan potensi orang yang menggelandang dan pengemis sehingga mereka memiliki kemampuan dan kekuatan guna mencapai penghidupan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia indonesia berdasar Pancasila. 5. Membantu gelandangan dan pengemis agar dapat mengoptimalkan diri dalam memulihkan keberfungsian soaialnya dalam masyarakat. 3). KEGIATAN Rencana Kegiatan No Kegiatan Deskripsi Kegiatan 1. Pelatihan Sesi ini dimaksudkan untuk Ketrampilan memberikan pembekalan Kerja/Usaha dan kepada tiap gelandangan Pemilihan Jenis dan pengemis dapat bekerja Usaha/Kerja atau berusaha dalam rangka memproduksi suatu hasil kerja untuk mendapatkan penghasilan. Pemilihan bidang kegiatannya juga harus disesuaikan dengan tenaga ahli yang bersedia, kemapuan tiap anggota, yang mudah dan memungkinkan dilakukan di daerah setempat . Misalnya seperti : pekerjaan di bidang pertanian, bidang peternakan. Pelaksana Kegiatan Pekerja Sosial Anggota / Peserta Program Perwakilan dari Dinas Terkait ( Dinas Peternakan, Perikanan, Perindustrian dll ) dan

2.

Pelatihan Pengembangan Usaha Bersama

Program-program pelatihan KUBE.

Sesi ini dimaksudkan dalam pemberian ketrampilan bagi tiap gelandangan dan pengemis dapat mengembangkan usahanya dalam meningkatkan penghasilan dan meningkatkan produktivitas mereka agar dapat mandiri dari usaha yang dilakukan. Dalam sesi ini dimaksudkan para gelandangan dan pengemis mempunyai modal sedikit modal untuk membuka usaha yang mereka inginkan dapat terpenuhi dengan cara melakukan operasian KUBE yang di daerah setempat.

BAB III PENUTUP

10

Fenomena kemiskinan merupakan salah satu fenomena yang tidak bisa di hapus dari lingkaran setan, karenna alasan yang kuat seseorang untuk menjadi Gelandangan dan pengemis, karena sikap mental yang lemah menjadikan seseorang bersikap pasrah menerima nasib dan tidak mau memperjuangkan hidupnya dengan memanfaatkan potensi diri serta sistem sumber yang ada di sekitaar tidak di manfaatkan. Kegiatan menggepeng pada umumnya ibu-ibu, yang disertai dengan anakanaknya, dan pak tua, mereka pada umumnya relative muda dan termasuk dalam tenaga kerja yang produktif kadang gelandangan dan pengemis sering melakukan kegiatannya atau beroperasi disekitar pusat pembelanjaan, pasar, alun-alun, dan stasiun kereta api. Hal ini bisa dijumpai di berbagai tempat tanah air tercinta. Keberadaan gelandangan dan pengemis dapat mempengaruhi aspek kehidupan lainnya seperti: menggangu ketertiban umum, ketenangan masyarakat dan kebersihan serta keindahan kota.

DAFTAR PUSTAKA

11

Internet :www.google.com www.yahoo.com www.pdf-search-engine.com http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

12

SM

13

Anda mungkin juga menyukai