OLEH :
Dosen Pengampu:
5 Kebakaran hutan Secara langsung dampak dari karhutla berupa asap 32 506
dan lahan yang mencemari udara, mengganggu jarak pandang provinsi kab/kota
serta ribuan bahkan ratusan hektar lahan dan ( kecuali Tinggi: 492
hutan terbakar habis. Pada saat asap mulai DKI Sedang: 14
menyelimuti udara dan kebakaran belum dapat Jakarta)
dipadamkan, maka arah hembusan angin akan Labuhan
membawa asap bahkan sampai ke beberapa negara batu
tetangga. Kepekatan asap dan kandungan yang ada sumatera
di dalamnya dapat menyebabkan makluk hidup utara skor
mengalami gangguan kesehatan. Pada tahun 2016 36.00
ini, walaupun karhutla yang terjadi masih dapat kelas
terkendali dengan baik, namun asap akibat karhutla risiko
sempat sampai ke negara Singapura. Asap ini tinggi
menurunkan kadar kualitas udara di langit
Singapura, sehingga mengganggu kesibukan
masyarakat di sana.
Dampaknegatif(destruktif) yangditimbulkandari
kebakaran hutan terhadap lingkungan antara lain
adalah (Randu, 2006; Syaufina, 2008 dalam
Nurrrochmat et al, 2012): 1. Hilangnya sejumlah
spesies. 2. Memicu terjadinya perubahan iklim. 3.
Kerusakan tanah. 4. Ancaman erosi.
5. Penurunan fungsi hutan sebagai Catchment area.
6. Penurunan kualitas air. 7. Terganggunya
ekosistem terumbu karang. 8. Sedimentasi.
6 Tanah longsor Gerakan tanah yang masih terus bergerak ini dipicu 10 514
karena tanah yang masih belum stabil dan hujan provinsi kab/kota
yang masih turun dengan intensitas sedang. Area Aceh Tinggi: 298
terdampak yang semula seluas 5 hektar menjadi 5,3 timur skor Sedang: 216
hektar. Kawasan terdampak longsor dan tanah 36.00
bergerak membentang mulai dari kawasan kelas
perhutani hingga permukiman. Jumlah rumah yang risiko
rusak bertambah, tercatat 12 rumah rusak berat. tinggi
Pergerakan tanah tercatat cukup jauh hingga 1,5
meter. Sebanyak 76 kepala keluarga (KK) atau 281
jiwa masyarakat Desa Clapar mengungsi. Pengungsi
tersebar di 24 titik lokasi yaitu di TK Harapan Kita,
SD 2 Clapar, dan di rumah warga lain yang tidak
terkena longsor. Pengungsi adalah korban longsor
yang rumahnya rusak dan terancam longsor.
Dampak lain akibat longsor yang terjadi pada akses
jalan utama Kabupaten Banjarnegara di Kecamatan
Pagentan melalui Kecamatan Madukara sempat
terputustotal karena material longsoran yang
menimbun jalan. Daerah disekitar longsor
dikosongkan untuk mengantisipasi longsor susulan
mengingat area longsor cukup luas. Dengan kondisi
seperti itu sudah tidak layak untuk menjadi
permukiman karena tanah sangat labil dan
membahayakan
7 Gelombang Penyusutan lebar pantai secara terus menerus Simeulue 326
ekstrem dan sehingga menyempitnya lahan bagi penduduk aceh skor kab/kota
abrasi yang tinggal di pinggir pantai. Kerusakan 36.00 Tinggi: 321
sarana dan prasarana, termasuk perumahan, Kelas Sedang: 5
infrastruktur transportasi, dan pelabuhan. risiko
tinggi
8 kekeringan -Sumber Air Minum Berkurang 7 provinsi 511
-Sumber Air untuk Kebutuhan Sehari-hari kab/kota
Berkurang, kebutuhan air untuk MCK, memasak Tinggi: 408
dan lain sebagainya tidak terpenuhi Sedang: 103
-Banyak Tanaman Mati
Berdasarkan tabel indeks risiko bencana provinsi tahun 2020, provinsi sulawesi barat memiliki
risiko paling tinggi terhadap bencana dengan skor risiko 166,49 sedangkan untuk indeks risiko
kabupaten/kota, kab. maluku barat daya (prov. Maluku) memiliki risiko paling tinggi dengan skor
223,20, diikuti dengan kab. Majene (prov. Sulawesi barat) dengan skor 216,08, lalu kota gunungsitoli
(prov.sumatera utara) dengan skor 215,60.
Berdasarkan tabel indeks risiko bencana provinsi tahun 2020, Provinsi DKI Jakarta merupakan
wilayah paling tangguh karena memiliki risiko terkena bencana paling rendah dengan skor 64,02.
Sedangkan untuk indeks risiko kabupaten/kota, kabupaten mamberamo tengah (prov.papua)
merupakan wilayah paling tangguh karena memiliki risiko paling rendah dengan skor 44,80.
Target pengurangan indeks risiko bencana sangat dipengaruhi oleh komponen penyusunnya yaitu
komponen bahaya, komponen kerentanan dan komponen kapasitas. Dari ketiga komponen penyusun
indeks risiko, komponen bahaya merupakan komponen yang sangat kecil kemungkinan untuk
diturunkan, maka indeks risiko bencana dapat diturunkan dengan cara menurunkan tingkat
kerentanan (komponen kerentanan) melalui peningkatan tingkat kapasitas (komponen kapasitas).
Pengaruh masing-masing komponen (bobot) dalam penentuan indeks risiko bencana adalah
komponen bahaya 40%, komponen kerentanan 30% dan komponen kapasitas 30%.
Jadi berdasarkan pengaruh dari ketiga komponen penyusun indeks risiko bencana, maka komponen
kerentanan berupa coping capacities dan kapasitas merupakan komponen yang paling
memungkinkan dilaksanakan untuk menurunkan indeks risiko bencana. Berdasarkan uraian pengaruh
masing-masing komponen dalam penurunan indeks risiko bencana, maka target utama dalam
penurunan indeks risiko bencana adalah komponen coping capacities dan kapasitas sebesar 30%
selama 5 tahun (2015-2019). Sehingga strategi penurunan indeks risiko bencana adalah dengan
peningkatan kapasitas penanggulangan bencana.
Operasional Penurunan Indeks Risiko Bencana Penurunan Indeks Risiko Bencana dilaksanakan
dengan melakukan kegiatan peningkatan kapasitas penanggulangan bencana di daerah (Kabupaten
dan Kota) oleh berbagai pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota dan masyarakat serta lembaga usaha. Pemerintah pusat bertugas untuk menetapkan
NSPK (norma, standar, prosedur, kriteria), membangun fasilitator di pusat dan daerah, melakukan
pelaksanaan kegiatan di kabupaten/kota dan melakukan monitoring dan evaluasi. Pemerintah
provinsi bertugas membangun fasilitator di daerah bersama pemerintah pusat, melakukan
pelaksanaan kegiatan di kabupaten/kota dan melaporkan kegiatannya kepada pemerintah pusat.
Pemerintah kabupaten/kota bertugas untuk membangun fasilitator di daerah bersama pemerintah
pusat dan pemerintah provinsi, melakukan pelaksanaan kegiatan di kabupaten/kota dan melaporkan
kegiatannya kepada pemerintah pusat.
a. kebiajakn (SNI/SOP/Panduan)
Pemerintah melalui instansi berwenang sesuai tugas dan fungsi, menyediakan kebijakan
dalam bentuk Standart Nasional Indonesia (SNI), standart operational procedure, dan
panduanpanduan yang jelas dan dapat diimplementasikan di tingkat kabupaten/kota.
Kebijakan tidak boleh tumpang tindih dan bertentangan dengan kebijakan lainnya.
Penyusunannya dengan melibatkan para ahli kebencanaan, termasuk praktisi
b. fasilitator
Pemerintah dengan keterbatasan sumberdaya manusia membentuk fasilitator di tingkat
nasional, provinsi, kabupaten/kota dan komunitas. Fasilitator ini diberikan pembekalan sesuai
dengan kebijakan yang disiapkan dan disertifikasi oleh lembaga yang berwenang. Serta
membantu kabupaten/kota dalam mengimplementasi kebijakan.
c. implementasi daerah
Semua indikator peningkatan kapasitas penanggulangan bencana dapat diimplementasikan di
kabupaten/kota, baik menggunakan pendanaan dari APBN dan APBD. Implementasi
indikator di kabupaten/kota mengedepankan pelibatan masyarakat dan menggunakan pola
gerakan pengurangan risiko bencana, sesuai dengan karakteristik risiko bencana serta
kapasitas daerah.
d. monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk menilai apakah indikator sudah dilakukan sudah
sesuai kebijakan yang dipedomani. Kegiatan ini juga akan menilai apakah suatu
Kabupaten/Kota sudah bisa disebut tangguh atau belum. Bobot masing-masing indikator
harus disepakati, demikian juga metode penilaiannya. Penanggungjawab monitoring dan
evaluasi dalam implementasi Kebijakan dan Strategi PB dalam penurunan Indeks Risiko
Bencana adalah unit kerja bernama Desk IRBI yang langsung di bawah Kepala Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan alat bantu (tools) yang digunakan untuk
pemantauan penurunan Indeks Risiko Bencana (IRB) adalah InaRISK.
6. Dan untuk pembangunan yang berkelanjutan,apakah yang akan dijadikan indicator pada masing2
provinsi dan masing2 bencana
BNPB,
BAPPPENAS,
KEMENDAGRI,
BMKG,
KEMEN PUPERA,
KEMEN ESDM,
BIG,
KEMENTAN,
BPPT,
LAPAN,
KEMENKES,
KEMENSOS,
KLHK,
KEMENDES PDTT,
KEMEN ATR,
TNI,
POLRI,
KKP