Anda di halaman 1dari 18

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM


BALAI TAMAN NASIONAL KELIMUTU
Jalan El Tari No.16 Telp. (0381) 23405 Fax. (0381) 23982 Ende – Flores
NUSA TENGGARA TIMUR

LAPORAN KEGIATAN

MENGIDENTIFIKASI DATA POTENSI WILAYAH

Oleh
Felisitas Dwi Haryanto Djati, S.Hut.
NIP 19860307 201402 1 003

BALAI TAMAN NASIONAL KELIMUTU


Ende, Januari 2022
LAPORAN KEGIATAN
MENGIDENTIFIKASI DATA POTENSI WILAYAH
a) DASAR PELAKSANAAN
1 Undang-undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya.
2 Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan.
3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 113/PMK.05/2012 tentang tentang
Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri,
Dan Pegawai Tidak Tetap.
4 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.
P.07/Setjen/OTL.0/1/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis Taman Nasional
5 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2013 tentang Jabatan
Fungsional Penyuluh Kehutanan dan Angka Kreditnya
6 Surat Tugas Kepala Seksi PTN Wilayah I Moni Nomor : ST. /T.40/SPTN
I/KSA/1/2021 tanggal Januari 2021.

b) TUJUAN
Identifikasi wilayah merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui
topografi, jenis tanah, veg etasi, tat a guna lahan dan inf ormasi
mengenai gambaran umum kondisi desa/kehidupan,
kebiasaan, kecenderungan, kebutuhan aspirasi, potensi
dan masalah yang ada dimasyarak at yang dilakukan secara
partisipatif. Tujuan dari identifikasi potensi wilayah ini adalah untuk mengetahui
permasalahan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh wilayah tersebut sehingga
akan diperoleh data primer dan data sekunde r yang akurat sebagai acuan
untuk penyusunan progama penyuluhan.

c) WAKTU DAN TEMPAT


Waktu pelaksanaan pada tanggal 03 S/D 04 Januari 2022 target potensi
wilayah yaitu kawasan TN Kelimutu.

d) PELAKSANA
Nama/NIP : Felisitas Dwi Haryanto Djati, S.Hut/19860307 201402 1 003
Jabatan : Penyuluh Kehutanan Tingkat Pertama
e) HASIL KEGIATAN
 Potensi dan Kondisi Geografi Kawasan TN Kelimutu

Luas kabupaten Ende 2064,99 (Km²). Suhu maksimum di kabupaten


Ende adalah 34°C sedangkan suhu minimum adalah 20°C. Kelembaban
maksimum di Kabupaten Ende adalah 92 % sedangkan kelembaban minimum
adalah 72 %. Kepadatan penduduk per km2 131,76 jiwa (terdapat 131 hingga
132 penduduk dalam 1 km2 ) sedangkan rasio kelamin masyarakat di Kabuapetn
Ende adalah 95,85 (terdapat 96 laki – laki untuk setiap 100 perempuan). Di
Kabupaten Ende terdapat kawasan hutan Taman Nasional Kelimutu. Taman
Nasional Kelimutu merupakan salah satu kawasan konservasi yang
pengelolaannya berdasarkan zonasi.

Kawasan taman nasional Kelimutu yang menjadi pusat perhatian


masyarakat luas karena adanya keberadaan danau yang dapat mengalami
perubahan warna dari waktu waktu tergantung pada adanya aktivitas vulkanik.
Danau Kelimutu terletak di pulau Flores, Nusa Tenggara Timur atau tepatnya
berjarak kurang lebih 83 km ke arah barat kota Maumere atau 51 kilometer arah
timur dari Kota Ende. Taman Nasional Kelimutu mempunyai objek wisata yang
sangat unik berupa fenomena geologis yang langka dengan munculnya tiga buah
danau kawah di Puncak Gunung Kelimutu. Selain unik juga mempunyai nilai
estetika alam yang tinggi apalagi dilihat pada saat fajar menyingsing: puncak
gunung yang terlihat siluet akan nampak indah sekali jika dipadu dengan danau
berwarna dan hamparan Vaccinium varingiaefolium dan Rhododendron
renschianum.

Wisatawan yang berkunjung ke kawasan TN Kelimutu berasal dari


berbagai negara, wisatawan asing paling banyak dari Jerman, Belanda, Perancis,
dan Australia. Setiap tahun pengunjungnya selalu bertambah dan telah mencapai
puluhan ribu orang/tahun. Selain Danau Kelimutu wisatawan juga dapat
mengunjungi desa-desa adat di sekitar kawasan (Rumah adat Jopu, Wologai,
Saga, dan Nggela), pengrajin tenun ikat di Pemo, Tenda, Nggela, dan juga
sumber air panas Lia Sembe.
Peta 1. Lokasi Taman Nasional Kelimutu

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kawasan TN Kelimutu secara


umum merupakan tipe ekosistem hutan pegunungan (1.000–1.700 meter dpl).
Ekosistem pegunungan TN Kelimutu terdiri dari berbagai tipe hutan dan tipe
penutupan lahan yang terkait erat dengan fenomena geomorfologi yang unik.
Tipe-tipe vegetasi yang ada sangat beragam meliputi: jenis Vaccinium
varingiaefolium (Arngoni) dan Rhododendron renschianum (Turuwara); Tipe
hutan didominasi Casuarina junghuniana (Bu), rerumputan di lereng bukit, dan
semak belukar. Berdasarkan ketinggian tempat dan suhu udara, kawasan TN
Kelimutu dapat dibagi menjadi 2 (dua) tipe ekosistem hutan, yaitu sub montana
dan montana.

Bentukan lahan dari kawasan Taman Nasional Kelimutu terdiri dari kerucut
vulkan dan pegunungan vulkan dengan ketinggian 1000 hingga 1700 m dpl,
sehingga membuat beberapa spot atau lokasi di kawasan ini memiliki panorama
yang indah. Ada sebanyak 6 (enam) jalur trekking yang memungkinkan
wisatawan lalui menuju Gunung Kelimutu. Jalur-jalur tersebut adalah jalur
tradisional yang telah digunakan sejak zaman dahulu, berasal dari berbagai arah
dan mengarah menuju Puncak Kelimutu. Adapun 6 (enam) jalur trekking
tersebut adalah Wologai (Desa Wologai Tengah), Kelameta (Desa Wologai),
Ndito (Desa Ndito), Wolomoni (Desa Niowula), Ratebeke (Desa Sokoria), dan
Toba (Desa Roga).

Masing-masing jalur memiliki karakteristik tersendiri, semisal jalur Ndito


yang merupakan jalur terpanjang yakni ± 8.300 m, sedangkan jalur Toba
merupakan jalur terpendek yakni dengan panjang ± 3.000 m. Dari sisi medan,
Jalur Ratebeke dan Ndito adalah jalur yang paling sulit karena sepanjang ±
5.800 m harus melalui lereng terjal >20%. Untuk mencapai jalan nasional dari
batas kawasan, Jalur Toba harus menempuh jarak ± 22,2 km, sedangkan yang
terdekat untuk mecapai jalan nasional adalah Jalur Wologai dan Jalur Wolomoni
yakni hanya menempuh jarak ± 3 km dari batas kawasan.

Terdapat beberapa lokasi atau spot pemandangan yang menarik yang


terdapat di beberapa jalur tracking. Bila jalur tracking dikembangan dan dikelola
lebih baik, maka beberapa spot tersebut dapat menjadi alternatif daya tarik
wisatawan. Beberapa spot atau lokasi pemandangan terbaik telah dipetakan.
Kemudian, dari titik atau lokasi yang memiliki view pemandangan indah tersebut
dibuat buffer sebesar 500 m. Area yang dekat dengan spot/lokasi dengan jarak
kurang dari 500 m adalah area yang potensial untuk dikembangkan untuk
wisata.

Berdasarkan Hasil inventarisasi flora pohon oleh Balai TN Kelimutu dan


LIPI (2007-2010), diketahui bahwa terdapat 100 jenis pohon yang terkelompok
dalam 41 suku. Suku yang memiliki jenis terbanyak adalah Euphorbiaceae
berjumlah 12 jenis, Moraceae berjumlah 8 jenis, Lauraceae berjumlah 7 jenis,
Fabaceae dan Myrtaceae masing-masing berjumlah 6 jenis, Meliaceae dan
Sapindaceae masing-masing berjumlah 5 jenis, Arecaceae berjumlah 4 jenis,
Actinidiaceae dan Ulmaceae masing-masing berjumlah 3 jenis, Podocarpaceae,
Rutaceae, Myrsinaceae, Melastomataceae, Ericaceae, Rubiaceae, Theaceae,
Apocynaceae, Araliaceae dan Elaeocarpaceae masing masing berjumlah 2 jenis
dan 21 suku yang lain masing-masing memiliki 1 jenis.

Ditemukan 1 (satu) jenis tumbuhan sebagai flora endemik Kelimutu yaitu


Uta onga (Begonia kelimutuensis), serta satu ekosistem spesifik Kelimutu yaitu
Ekosistem Vaccinium dan Rhododendron/ EkosVR. Dua jenis flora yang
diwaspadai status kelangkaannya yaitu Jita/Pulai (Alstonia scholaris) dan
Upe/Ketimun (Timonius timon).

Tabel 1. Jenis-jenis Vegetasi Langka di TN Kelimutu


Nama Status Endemik
No Nama Ilmiah
Lokal CR EN VU NT LC Flores
1 Uta onga Begonia kelimutuensis *
2 Turuwara Rhododendron renschianum *
3 Jita/pulai Alstonia scholaris *
4 Upe Timonius timon *
Keterangan: CR: Critically Endangered= kritis, EN: Endangered= genting,
VU: Vulnerable= rentan, NT: Near Threatened= hampir terancam punah,
LC: Least Concern= resiko rendah

Sebagai kawasan konservasi, yang perlu diwaspadai dalam pelestarian


flora adalah jenis-jenis yang jumlahnya terbatas dan persebarannya hanya pada
satu zona saja. Jenis-jenis tersebut jika mengalami gangguan akan mudah
terjadi kelangkaan. Jenis flora yang persebarannya luas pada ke empat zona
adalah Mboa atau dalam bahasa umumnya Senduduk atau Harendong
(Melastoma malabathricum).

Gambar 2. Uta Onga (Begonia kelimutuensis), Turuwara (Rhododendron


renschianum) dan Bunga Abadi (Anaphalis longifolium)

Jenis-jenis flora yang tersebar pada 3 zona yaitu Mboa Ria (Melastoma
polyanthum), Bu (Casuarina junghuhniana), Kebu (Homalanthus giganteus), Teru
(Macaranga giganteus) dan Gari (Schefflera lucida). Pohon Bu atau Cemara
Gunung walaupun tersebar pada 3 zona, pohon ini tetap berada di daerah
pegunungan karena tumbuhan ini adalah pionir yang mampu tumbuh pada tanah
bekas lava dan timbunan abu vulkanik (Van Steenis, 2006). Dalam TN Kelimutu
pohon Bu tumbuh pada elevasi antara 1.200-1.700 m dpl. Pohon Teru dan Kebu
walaupun sebagai penjelajah lokasi-lokasi terbuka dan sebagai tumbuhan
perintis, namun tidak mampu hidup pada zona inti pada ketinggian 1.650 m dpl
dan berdekatan dengan kawah danau.

Potensi fauna dapat menggambarkan kelestarian ekosistem tempat


hidupnya. Fauna memegang peranan kunci pada jaring-jaring makanan suatu
ekosistem, baik sebagai mangsa maupun predator. Pada ekosistem yang sehat,
keberadaan sejumlah jenis avifuna dan mamalia menjadi indikator sekaligus
penentu stabilnya ekosistem. Jenis burung menjadi parameter utama dalam
monitoring biodiversitas fauna, karena sifatnya yang mudah dijumpai, jumlah
lebih melimpah, dan relatif tidak terpengaruh dengan aktivitas pengamatan pada
jarak dekat. Hasil pengamatan avifauna oleh Balai TN Kelimutu dan LIPI (2007),
menunjukkan komunitas burung di daerah ini masih bagus, dengan dijumpainya
bermacam kelompok burung dari burung pemangsa, pemakan bangkai, pemakan
serangga, pemakan biji-bijian, pemakan ikan sampai burung penghisap madu
(Gambar 1.7 dan Gambar 1.8). Keanekaragaman avifauna yang paling tinggi
dijumpai di zona pemanfaatan, diikuti oleh zona inti dan zona rimba. Hal ini
didukung oleh keanekaragaman tumbuhan sebagai sumber pakan dan tempat
hidupnya.

Di kawasan TN Kelimutu juga terdapat jenis burung kancilan flores


(Pachycephala nudigula) yang merupakan burung endemik Nusa Tenggara
(Gambar 1.9). Status konservasi Kancilan Flores menurut IUCN adalah Least
Concern (LC) atau Risiko rendah, artinya bahwa Kancilan Flores masih dianggap
umum dapat dijumpai pada habitatnya sehingga kurang dikhawatirkan
kelestariannya. Dugaan ukuran populasi Kancilan Flores di Kawasan TN Kelimutu
yaitu 1.667 individu dengan kisaran antara 1.245-2.088 individu. Kepadatan rata-
rata Kancilan Flores yaitu 1 individu/ ha. Kancilan Flores tersebar di Hutan Alam
pada Kawasan TN Kelimutu, terutama pada ketinggian 1.500-1.600 m dpl.
Masyarakat sekitar Danau Kelimutu menyebut burung ini dengan nama
Garugiwa.

 Aksesbilitas Kawasan TN Kelimutu

Untuk mencapai kawasan TN Kelimutu dapat ditempuh dengan


menggunakan pesawat terbang Kupang – Ende selama sekitar 40 menit atau
Denpasar – Ende selama 1 jam 55 menit. Selanjutnya dari Ende perjalanan dapat
dilanjutkan dengan kendaraan darat dengan menggunakan mobil atau bus truk
(bus kayu) menuju daerah Moni. Kemudian dari Desa Koanara-Desa Koposili-
Desa Manakuko-Puncak Danau Kelimutu dengan menggunakan kendaraan dapat
ditempuh dalam waktu 30 menit atau berjalan kaki sekitar 2,5 jam.

Untuk menikmati fajar di Gunung Kelimutu wisatawan mempunyai


beberapa alternatif menginap, yaitu di kota Ende, Moni, Desa Waturaka, dan
Desa Pemo. Jika menginap di Ende memerlukan perjalanan kurang lebih 2 jam
dengan mobil, sedangkan dari kawasan Homestay Moni wisatawan dapat
mencapai gerbang masuk kawasan TN Kelimutu dengan kendaraan roda 4
maupun roda 2 selama kurang lebih 30 menit. Dari gerbang masuk menuju
lokasi parkir kendaraan berjarak 4 km. Dari lokasi parkir kendaraan dapat
diteruskan dengan berjalan menyusuri jalur trekking sejauh 1 km.
Prasarana yang terdapat di kawasan Taman Nasional Kelimutu sudah baik
dalam mendukung kegiatan kepariwisataan. Prasarana yang tersedia antara lain:

 Jalan raya = jalan yang bagus sehingga dapat dilalui oleh bermacam
kendaraan bermotor, roda empat bahkan truk.
 Alat Transportasi = banyaknya kendaraan yang dapat mengantarkan
wisatawan dari awal perjalanan ke lokasi parker wisata.

 Kondisi Fisik Kawasan TN Kelimutu

a) Kondisi Iklim
TN Kelimutu memiliki iklim tropis yang relatif stabil dengan curah hujan
berkisar antara 1.651 s.d 3.363 mm per tahun dimana musim hujan jatuh
pada bulan Desember s/d Maret dan bulan – bulan terkering terjadi pada
bulan Oktober s/d November. Suhu udara berkisar antara 25,5˚ - 31˚ celcius
dengan suhu minimum mencapai 11,6˚ celcius yang terjadi pada bulan Juli –
Agustus. Pada musim hujan semua tumbuhan berwarna hijau subur dan
pada musimkering terutama pada Bulan Oktober dan November banyak
tumbuhan yang meluruhkan daun. Kondisi tanah dan iklim sangat
berpengaruh langsung terhadap flora dan fauna yang ada disini.

b) Kondisi Geologis
Kawasan TN Kelimutu terdiri dari batuan basa, menengah, batuan berasam
kersik dan efusive berasam kersik. Kawasan TN Kelimutu adalah daerah yang
bergelombang mulai ringan sampai berat dengan relief berbukit-bukit sampai
bergunung-gunung. Puncak tertinggi terdapat di Gunung Kelibara (1.731 m
dpl) dan Gunung Kelimutu (1.640 m dpl) memiliki lereng yang curam dan
terjal terutama pada dinding-dinding danau. Topografi yang bergelombang
berat terdapat pada bagian selatan kawasan.

TN Kelimutu memiliki tiga buah danau kawah di puncaknya. Batas antar


danau adalah dinding batu sempit yang mudah longsor. Luas ketiga danau
itu sekitar 1.051.000 meter persegi dengan volume air 1.292 juta meter
kubik.Dinding ini sangat terjal dengan sudut kemiringan 70 derajat.
Ketinggian dinding danau berkisar antara 50 sampai 150 meter dari
permukaan air danau.

Berdasarkan perkembangan tektonik di Pulau Flores yang dipengaruhi oleh


gaya kompresi yang berarah utama utara-selatan, maka pola struktur
kelurusan yang tampak mencerminkan arah umum timur laut-barat daya,
barat laut-tenggara, beberapa di antaranya berarah hampir utara-selatan
dan barat-timur. Struktur geologi yang berkembang di kompleks Gunung
Kelimutu – Sokoria umumnya berupa patahan/sesar geser dan turun.
Patahan-patahan yang nampak yaitu patahan geser Detusuko, patahan turun
Ae Bai, Watusaka dan lainnya. Juga terdapat bentuk struktur berupa kawah
dan kaldera seperti di 3 Kawah Danau Kelimutu, Kelibara dan Kaldera
Sokoria. Bentuk kawah dan kaldera ini akibat adanya aktivitas vulkanik yang
diduga berpusat dari Gunung Kelibara, Kelimutu dan Sokoria.

 Tanah yang terdapat di kawasan TN Kelimutu

Jenis tanah dalam kawasan TN Kelimutu terdiri dari Regosol, Mediteran dan
Latosol. Tanah Regosol paling dominan persebarannya dalam kawasan TN
Kelimutu. Pada beberapa lokasi terdapat tanah pasir yang merupakan
endapan vulkanik.

Tanah Regosol

Tanah Regosol adalah tanah berupa butiran kasar yang bersumber dari
erupsi gunung berapi. Regosol termasuk salah satu jenis tanah vulkanik,
karena Material pembentuknya bersumber dari erupsi gunung berapi yaitu
berupa abu dan pasir vulkanik. Kita dapat menemukannya di sekitar lereng
gunung berapi. Karena memiliki unsur hara yang bagus maka sering
digunakan sebagaian petani untuk bercocok tanam. Sebenarnya Persebaran
Tanah Regasol terdapat di setiap pulau yang memiliki gunung api, di
Indonesia tersebar di beberapa pulau seperti di pulau Jawa, Bali, Nusa
Tenggara Barat, Pantai Sumatra Barat, dsb. Karena unsur hara yang
dimilikinya bagus maka tingkat kesuburannya pun bagus juga, maka tanah
ini cocok digunakan sebagai lahan pertanian khususnya untuk bercocok
tanam kelapa, palawija, tebu, tembakau, dsb. Itulah sebabnya kenapa tanah
di sekitar lereng gunung berapi sangat subur dan sering digunakan untuk
lahan pertanian.

Ciri tanah regasol yang dapat kita ketahui, diantaranya:

1) Material pembentuknya berasal dari erupsi gunung berapi, berupa abu,


pasir, kerikil, dll.
2) Secara umum warnanya bisa bervariasi mulai dari kemerahan,
kekuning-kuningan, hingga keabu-abuan.
3) Sebagain besar teksturnya kasar/memiliki butiran yang kasar.
4) Memiliki unsur hara dan tingkat kesuburan yang bagus.
5) Umumnya kandungan bahan organiknya Rendah.
6) Memiliki daya serap air yang baik.
7) Terdapat di lereng gunung berapi.
8) Peka terhadap erosi.

Tanah Mediteran

Tanah mediteran adalah tanah yang memiliki tingkat kesuburan yang rendah
dan terbentuk dari proses pelapukan batuan kapur.

Ciri – ciri dari tanah mediteran adalah sebagai berikut:

1) Batuan induk berbentuk batuan beku berkapur, mengandung banyak


senyawa karbonat yang tinggi.
2) Warna dari tanah ini adalah merah kekuningan dan ada juga yang
berwarna abu-abu.
3) Jenis tanah ini dapat dijumpai di hutan dan banyak mengandung air.
4) Tekstur tanahnya lempung dan memiliki sifat asam.
5) Mengandung banyak mineral seperti besi, air, aluminium, dan senyawa
organik lainnya yang membantu menyuburkan tanah. Selain itu, pada
umumnya tanah tersebut dimanfaatkan untuk menanam padi.
6) Memiliki bahan induk batuan kapur dengan pH yang tinggi. Tingginya
pH tersebut dipengaruhi oleh pengendapan bahan induk tanah, adanya
tumbuhan yang tumbuh di sekitar tanah, vegetasi alam, kedalaman
tanah, pupuk nitrogen dan lain – lain. Tanah ini memiliki pH di atas 7
sehingga termasuk golongan tanah yang alkalis dan dapat mengikat
fosfat. Fosfat memiliki banyak manfaat bagi pertumbuhan tanaman.
Namun, tidak semua jenis tanaman dapat tumbuh baik pada tanah ini.
Beberapa tanaman yang dapat tumbuh antara lain adalah jati,
tembakau, palawija dan jambu mete.

Tanah Latosol

Tanah latosol merupakan tanah yang tidak sulit untuk kita jumpai di
Indonesia. Tanah latosol atau tanah insepticol merupakan tanah yang
mempunyai lapisan solum. Lapisan solum yang dimiliki oleh tanah latosl ini
cenderung tebal dan bahkan sangat tebal. Lapisan solum tanah ini antara
130 cm hingga 5 meter dan bahkan lebih. Batas horison dari tanah ini
tidaklah begitu terlihat jelas.
Adapun ciri- ciri dari tanah latosol atau inceptisol antara lain sebagai berikut
:

1) Memiliki solum tanah yang agak tebal hingga tebal, yakni mulai sekitar
130 cm hingga lebih dari 5 meter.
2) Tanahnya berwarna merah, coklat, hingga kekuning- kuningan
3) Tekstur tanah pada umumnya adalah liat
4) Struktur tanah pada umumnya adalah remah dengan konsistensi
gembur
5) Memiliki pH 4,5 hingga 6,5, yakni dari asam hingga agak asam
6) Memiliki bahan organik sekitar 3% hingga 9%, namun pada umumnya
hanya 5% saja
7) Mengandung unsur hara yang sedang hingga tinggi. unsur hara yang
terkandung di dalam tanah bisa dilihat dari warnanya. Semakin merah
warna tanah maka unsur hara yang terkandung adalah semakin sedikit.
8) Mempunyai infiltrasi agak cepat hingga agak lambat
9) Daya tanah air cukup baik
10) Lumayan tahan terhadap erosi tanah.

 Topografi Kawasan

Kawasan TN Kelimutu memiliki ketinggian antaralain 1.000 ‐ 1.700 meter dpl


atau masuk kedalam wilayah bergunung, sehingga memiliki
karakteristik kemiringan lereng yang bervariasi. Hasil pengolahan dari data k
ontur RBI 1:25.000, menunjukkan bahwa sebagian besar kawasan memiliki

lereng di atas 20%, dan hanya sedikit area yang memiliki fisiografi landai ata
u kemiringan lereng di bawah 20%.

Pada peta di bawah ini, area yang memiliki lereng di atas 20-40% di
tunjukkan dengan warna merah, dan lereng di atas 40% memiliki warna
merah tua. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kawasan TN Kelimutu
didominasi lereng terjal terutama di bagian sisi terluar. Sedangkan lereng
dengan kemiringan kurang dari 20% berada di sisi tengah dari kawasan
taman nasional.

Bentukan lahan dari kawasan Taman Nasional terdiri dari kerucut vulkan dan
pegunungan vulkan dengan ketinggian 1000 hingga 1700 m dpl, sehingga
membuat beberapa spot atau lokasi di kawasan ini memilki panorama yang
indah. Selain keberadaan 3 danau di puncak Gunung, pemandangan
panorama sekitar gunung pun dapat menjadi alternatif penarik wisatawan.

Gambar 3. Peta Wilayah Kemiringan lereng TN Kelimutu

 Kondisi Sosial Budaya

Masyarakat di sekitar TN Kelimutu dalam pranata budaya termasuk ke dalam


Suku Lio. Keberadaannya tidak dapat dilepaskan dengan kawasan Kelimutu,
ikatan batin keduanya sudah terjalin saat mereka ada. Masyarakat Suku Lio
yang keberadaannya sudah ratusan tahun (bahkan mungkin ribuan tahun)
itu, selalu dapat hidup dengan harmonis dengan alam di sekitarnya.
Berdasarkan analisa geologis daerah ini (di sekitar daerah Sokoria),
merupakan tempat hunian semenjak masa purba/pra sejarah. Namun hal ini
perlu adanya kajian arkeologis yang lebih mendalam, untuk membuktikannya
terdapatnya artefak yang mendukung pernyataan tersebut. Namun dari
istilah lokal masyarakat Lio juga mengenal daerah yang disebut Lio Nian
Gun, yang berarti Lio Dunia Purba, sehingga kemungkinan memang ada
pemukiman purba, bahwa daerah ini sudah dihuni semenjak dahulu kala.

Adanya status kepurbaan bagi masyarakat Lio, sangat wajar apabila mereka
mempunyai kepercayaan atau keyakinan, bahwa di kawasan Kelimutu
merupakan tempat tinggal arwah nenek moyang mereka, dan merupakan
tempat tinggal para arwah nantinya. Karena adanya keterikatan batin dan
keterikatan wilayah yang sudah berjalan ratusan tahun tersebut,
menyebabkan masyarakat Lio sangat tergantung pada kawasan TN Kelimutu.
Dengan demikian, sangatlah mustahil apabila mereka akan merusak kawasan
ini, sebaliknya mereka akan menjaga, merawat, dan mempertahankannya
secara mati-matian, apabila ada yang berani merusak kawasan ini.

Dalam pengelolaan kawasan Kelimutu ini, pihak pengelola TN Kelimutu perlu


merangkul masyarakat Lio, untuk diajak mengelola kawasan ini. Pengelola
taman nasional dapat memanfaatkan kearifan tradisional mereka, untuk
meningkatkan potensi kawasan TN Kelimutu agar lebih dikenal, lebih banyak
dikunjungi, dan lebih mendunia. Melalui pelibatan masyarakat lokal, secara
tidak langsung akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Lio, yang
berada di sekitar kawasan TN Kelimutu.

Saat ini masyarakat Lio berada pada masa transisi, masa perubahan, masa
peralihan, sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat Lio adalah
masyarakat transisional. Masyarakat Lio di satu sisi telah menginjak dunia
atau alam modern/ kemajuan, namun di sisi lain mereka juga belum
sepenuhnya meninggalkan alam tradisional, dunia adat mereka. Masyarakat
Lio sudah mengenal produk teknologi tinggi seperti handphone, telivisi,
sepeda motor, parabola, serta barang-barang elektronik lainnya. Namun
mereka juga tetap melaksanakan tradisi ritual adat dalam berbagai aspek
kehidupannya seperti penentuan hari baik, ritual yang berkaitan dengan
kematian, kelahiran, dan lain-lain (Gambar 1.11).

Gambar 4. Batu pemujaan di sekitar danau pada upacara adat


Patika Du’a Bapu Ata Mata yang mencerminkan hubungan erat antara masyarakat
dengan kawasan TN Kelimutu.

Potensi yang begitu luar biasa, baik potensi budaya masyarakat Lio, maupun
potensi alamnya, apabila ditangani secara profesional, dikemas dengan apik
dan menarik akan menjadi daya tarik yang luar biasa. Kawasan Kelimutu ini
memang begitu kaya potensi, seperti potensi alamnya yang tidak ada
duanya, unik.

 Kondisi Ekonomi dan Lingkungan Masyarakat

Sejak tahun 2006 sudah terjadi pemekaran dari semula 3 kecamatan dan
saat ini terdapat 5 kecamatan di sekitar TN Kelimutu yang menjadi mintakat
penyangga, dan terbagi ke dalam 26 desa. Adapun kecamatan dan desa-
desa yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Kecamatan Wolojita, meliputi: Kelurahan Wolojita, Desa Tenda dan


Desa Wiwipemo.
2. Kecamatan Ndona meliputi: Desa Pu’utuga dan Desa Kelikuku.
3. Kecamatan Kelimutu, meliputi: Desa Pemo, Desa Woloara, Desa
Koanara, Desa Nuamuri Barat, Desa Wolokelo, Desa Waturaka, dan
Desa Nduaria.
4. Kecamatan Detusoko, meliputi: Desa Wolomasi, Desa Saga, Desa
Ndito, Desa Niowula, Desa Wolofeo, Desa Sipijena, Desa Detusoko
Barat, Kelurahan Detusoko, Desa Wologai dan Desa Wologai
Tengah.
5. Kecamatan Ndona Timur, meliputi: Desa Kurulimbu, Desa Sokaria,
Desa Sokoria Selatan, dan Desa Roga.

Luas desa-desa penyangga TN Kelimutu adalah 179,30 Km2 atau 17.930 Ha


atau berarti hampir 4 kali luas taman nasional tersebut. Keadaan ini dapat
berarti bahwa kawasan taman nasional di dalam kondisi cukup stabil.
Sementara itu jumlah penduduk desa-desa penyangga sebanyak 22.508 jiwa
dengan kepadatan rata-rata sebanyak 120 jiwa/km2. Secara rata-rata maka
penguasaan lahan adalah 0,8 Ha/ jiwa. Apabila kesuburan lahan cukup baik
atau produktivitas lahan memadai, maka penguasaan lahan per KK hampir 1
Ha ini cukup dapat memberikan kesejahteraan bagi petani penggarapnya.

Berdasarkan data berupa tingkat pendidikan masyarakat desa penyangga


umumnya tidak bersekolah atau umumnya hanya menyelesaikan pendidikan
tingkat sekolah dasar. Kurangnya tingkat pendidikan yang dienyam oleh
masyarakat desa menyebabkan masyarakat kesulitan dalam menyerap
informasi dan teknologi didalam upaya untuk mengembangkan potensi desa
dan mata pencaharian penduduk desa.
Menurut data di lima kecamatan, maka sebagian besar mata pencaharian
penduduk adalah petani. Di dalam pengamatan di tingkat lapangan, maka
sebagian besar penduduk memiliki mata pencaharian petani berladang rotasi.
Mereka membuat ladang setiap tahun untuk kemudian berpindah ke lokasi
lain dengan rotasi 3-5 tahun. Walaupun demikian, petani peladang ini juga
sudah memiliki kebun menetap berupa kebun kopi atau kakao/ cokelat,
bahkan sebagian juga sudah bertani sawah. Ladang yang dibuka setiap
tahun atau 0,5-1 Ha dengan jenis-jenis tanaman padi, jagung, ketela pohon,
ubi jalar, sorgum, kemudian juga sayur-mayur seperti wortel, ketimun, sawi,
bayam, kacang-kacangan dan lain-lain. Setelah setahun atau dua tahun
dirasakan kesuburan lahan sudah menurun mereka berpindah membuat
ladang baru. Begitu seterusnya setelah 3-5 tahun dapat kembali ke tempat
semula. Apabila lahan cukup datar, subur, maka sesudah dibuat ladang tidak
ditinggalkan (bero) begitu saja tetapi dibentuk menjadi kebun menetap. Di
lahan kebun ini mereka menanam kopi atau kakao/ cokelat dengan tanaman
inang pada umumnya seperti kemiri, ampupu (Eucalyptus urophylla), dadap
atau pohon-pohon campuran lainnya.

Penatagunaan lahan yang dilakukan oleh masyarakat desa penyangga sekitar


TN Kelimutu meliputi: pekarangan, kebun, ladang, sawah, hutan rakyat/
kebun kayu, hutan negara, empang dll, sementara tidak diusahakan dan
padang rumput. Pekarangan adalah sistem pengelolaan lahan di sekitar
rumah tinggal dengan ditanami tanaman pertanian dan pohon-pohon, sering
terdapat juga hewan ternak atau empang ikan. Tidak semua desa penyangga
terdapat pekarangan karena sempitnya lahan untuk tempat tinggal atau
susunan rumah adat yang tidak memprioritaskan terbentuknya pekarangan
(seperti di Nduaria, Kelikiku, dll). Walaupun demikian, banyak pekarangan
yang telah berkembang dengan baik seperti di Desa Saga dengan rumah
yang berjajar di tepi jalan utama.

Kebun, biasanya agak jauh dari rumah tinggal, berkembang pesat di daerah
yang relatif datar. Biasanya kebun terdiri dari 2 atau lebih strata tajuk, yaitu
tanaman pokok dan pelindung. Ditemukan 4 atau 5 pola kebun, yaitu dibagi
strata bawah terdiri dari kopi, cokelat, vanili atau salak, kemudian di strata
atas terdiri dari ampupu, kemiri, dadap, cengkeh, jambu mete, dll. Sawah
dibeberapa daerah lembah berkembang bagus, biasanya ada aliran air/
sungai dari atas (gunung-gunung di TN Kelimutu) seperti Koanara, Wologai,
Wolofeo, dll. Hutan rakyat atau kebun kayu, biasanya terdiri dari pohon
kayu-kayuan. Adapun jenis-jenis vegetasi yang terdapat di setiap
penggunaan lahan seperti tertera pada tabel 1.7.

Tabel 2. Jenis Tanaman di Setiap Penggunaan Lahan.


No Penggunaan Strata Bawah Strata Atas
Lahan
1 Pekarangan Jahe, Kencur, Kopi, Cengkeh, Apukat, Mangga,
Cokelat, Vanili, Nenas, Nangka, Kelapa, Pinang,
Jeruk, Pisang, Salak, Dadap, Rambutan, Durian,
Jaranan (sebagai Kelengkeng.
pagar), Pepaya
2 Kebun Kopi, Cokelat, Vanili, Kemiri, jambu mete,
Jeruk, Markisa Asam, Dadap, Ampupu.
3 Ladang Padi, Ketela Pohon, -
Ubi Jalar, Sargum,
Sayur, Empon empon
4 Hutan Rakyat Pisang, Mulwo, Juwet, Ampupu, Kemiri, Bambu,
Rumput gajah, Empon Randu, Aren, Tarap, Ficus,
empon, dll. kayu Manis, Durian,
Suren, Kayu Masohi.

Pengelolaan taman nasional juga sambil menghidupkan wisata budaya


dengan cara setiap desa menggali potensi budayanya, baik berupa kesenian,
ritual, mau pun kerajinan. Wisatawan setelah mengunjungi danau Kelimutu
di arahkan berkeliling ke desa-desa di sekitar kawasan TN Kelimutu. Dengan
demikian kontribusi TN Kelimutu langsung dapat dirasakan oleh masyarakat
di sekitar kawasan TN Kelimutu, namun harus didukung dengan semacam
pembekalan/ pelatihan di bidang pariwisata, jasa, bahasa, ketrampilan,
pengetahuan agar wisatawan dapat mendapatkan informasi yang
memuaskan.

Potensi sumber daya alam di Kelimutu, seperti terdapatnya tanaman bambu


dan pohon aren yang begitu melimpah, namun belum ada usaha pengolahan
seperti untuk pembuatan kerajinan bambu dan gula aren. Selama ini pohon
aren hanya dimanfaatkan untuk diambil air niranya sebagai bahan
pembuatan moke (arak). Moke ini memang keberadaannya tidak dapat
dilepaskan dari kebiasaan adat. Seperti halnya ukiran di rumah-rumah adat
yang selalu ada ukiran buah dada, sebagai lambang kehidupan, lambang
kesuburan. Pohon kemiri juga sangat melimpah, namun pemanfaatannya
juga belum maksimal.

Padahal manfaat buah kemiri begitu banyak misalnya sebagai bahan minyak
kemiri, sebagai bahan pewarna, sebagai bahan pembuatan bumbu untuk
masakan, dan lain-lain. Potensi sumber mata air juga belum banyak
dimanfaatkan, padahal ini sangat menjanjikan, ketergantungan air kemasan
dari daerah luar sangat terasa, apabila kiriman terlambat maka kelangkaan
air kemasan terjadi. Sementara sumber mata air begitu tersedia di daerah
sekitar kawasan TN Kelimutu, misalnya saja dengan ketersedian usaha
pengisian air isi ulang akan sangat membantu masyarakat. Suasana Desa
Adat di sekitar Kelimutu dapat dilihat pada Gambar 1.12.

Gambar 5. Suasana Kampung Adat di Desa Penyangga TN Kelimutu

Keberadaan kepala desa yang rata-rata juga merupakan seorang ketua adat
(mosalaki), memberikan keuntungan ganda baik bagi pemerintah daerah
maupun bagi masyarakat Lio sendiri. Masyarakat Lio masih taat dengan
ketentuan-ketentuan adat, dengan peraturan-peraturan adat, dengan
pimpinan adat mereka, maka jabatan rangkap tersebut sangat tepat
dilaksanakan.

Program-program pemerintah akan banyak mendapatkan dukungan,


mendapatkan sambutan yang baik, berhasil dilaksanakan berkat peranan
kepala desa yang juga seorang mosalaki. Masyarakat akan lebih mau
mendengarkan perintah-perintah pimpinan adat mereka, dibandingkan
dengan pihak luar yang belum mengerti serta mendalami adat mereka.
Dalam hal ini pihak TN Kelimutu dapat lebih mengintensifkan hubungan
dengan para kepala desa yang berada di sekitar kawasan taman nasional,
agar masyarakat Lio dapat benar-benar ikut menjaga, mengamankan,
melestarikan aset nasional yang sangat berharga ini. Karena tidak menutup
kemungkinan kawasan TN Kelimutu, beserta potensi alam serta budayanya
akan menjadi milik dunia, menjadi warisan dunia (world heritage), seperti
halnya batik, keris, gamelan, angklung, dan Borobudur
 PENUTUP

Demikian laporan kegiatan ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana


mestinya.

Ende, Januari 2022


Mengetahui, Phanenyuluh
Desember
Kehutanan
2009 Ahli,
Kepala Sub Bagian Tata Usaha,

Joko Waluyo, S.Hut. Felisitas Dwi Haryanto Djati


NIP. 19750124 200003 1 001 NIP. 19860307 201402 1 003

Anda mungkin juga menyukai