Anda di halaman 1dari 3

SUAKA MARGASATWA TANJUNG AMOLENGO

a. Dasar hukum, letak, dan luas

Suaka Margasatwa Tanjung Amolengo terletak di ujung Tenggara daratan utama Sulawesi, tepatnya di
Desa Amolengu, Kecamatan Lainea, Kabupaten Dati II Kendan. Secara geografis terletak antara 3°57'
-3°59' LS dan 122°48' 122°50 BT. Areal tersebut ditunjuk sebagai kawasan hutan dengan fungsi suaka
margasatwa pada tahun 1975 berdasarkan SK. Menteri Pertanian Nomor 423/Kpts/Um/10/1975 tanggal
23 Oktober 1976 dengan luas 850 ha. Namun karena adanya pemukiman yang berkembang di sebelah
Utara kawasan yakni Desa Amolengu dan Rumba-Rumba maka luas kawasan berkurang menjadi hanya ?
605 ha. Dasar penunjukan sebagai suaka margasatwa adalah karena kawasan hutan Amolengo
merupakan habitat anoa. Proses penunjukan diawali dengan terbitnya Rekomendasi Gubernur KDH TK. I
Sultra No Pta. 4/1/11 tanggal 16 Januari 1973 yang ditindaklanjuti dengan surat Dirjen Kehutanan (saat
itu) kepada Menteri Pertanian No. 2504/DJ/1/1975 tanggal 26 Agustus 1975. Kegiatan tatabatas telah
dilaksanakan pada bulan Maret 1996 namun hingga saat ini SM Tanjung Amolengo belum
ditetapkan/dikukuhkan.

Kawasan SM Amolengo berbatasan dengan Desa Amolengu di sebelah Utara, Selat Buton di sebelah
Timur, Teluk Kolono di sebelah Selatan, dan Desa Rumba-Rumba di sebelah Barat. Secara administratif
kehutanan termasuk ke dalam wilayah RPH Tanjung Polewali, BKPH Laiwoi Selatan, KPH Kendari.

b. Potensi

SM Tanjung Amolengo terletak pada ketinggian 0-100 m (dpl), dengan topografi sebagian besar datar
hingga bergunung-gunung dan kelerengan 5 - 30 %, Jenis tanahnya Podzolik merah kuning. Tipe iklim 9
dengan curah hujan tahunan sebesar 2.815 mm dan kelembaban 80,3 %. Suhu tertinggi tercatat sebesar
33° C dan suhu terendah 20° C, musim hujan biasanya jatuh pada bulan Januari Juni, sedangkan musim
kemarau pada bulan Juli hingga Desember.

Menurut Mustari (1996) terdapat empat formasi hutan di SM Tanjung Amolengo, yaitu hutan primer,
hutan sekunder, hutan pantai, dan hutan bakau. Keanekaragaman jenis floranya cukup tinggi. Tercatat
sedikitnya 101 jenis tumbuhan berhabitus pohon yang termasuk ke dalam 38 famili, 28 jenis herba dan
semak yang termasuk dalam 22 famili, serta 10 jenis rumput dari 2 famili. Di hutan primer jenis
tumbuhan yang dominan adalah nguru (Tarrietia riedeliana), rao (Dracontome/on mangiferum), dan
kolasa (Perinari corymbosa). Di hutan sekunder, jenis tumbuhan dominan adalah bolongita (Tetrame/es
nudiflora), osee (Evodia ce/ebica), ondonlea (Canangium odoratum), dan kalengka Anthocephalus
macrophyllus). Jenis tumbuhan yang dominan di hutan pantai adalah dungun (Heritiera littoralis), buta-
buta (Exoecaria agallocha), bambaelo (Dolichandrone spathacea), cendrana (Pterocarpus indicus), dan
taloe (Cynometra ramiflora). Tercatat 8 jenis tumbuhan pada formasi hutan bakau, dengan jenis
dominan adalah tongke (Bruguiera gymnonrrhiza), bakau (Rhizophora mucronata), dan tangir (B.
carryophylloides).

Jenis satwa liar mammalia yang dapat dijumpai di SM Tanjung Amolengo antara lain anoa dataran
rendah (Bubalus depressicornis), rusa (Cervus timorensis), monyet hitam Sulawesi (Macaca ochreata),
babi hutan (Sus celebensis), dan bajing (Callosciurus sp.). Kelebihan yang menonjoi dari SM Tanjung
Amolengo adalah mudahnya satwa anoa diamati. Pengamat tinggal menunggu kehadiran satwa liar
tersebut pada pagi atau sore hari di feeding ground (areal mencari makan) yang berupa padang rumput,
di Pera I dan Pera 11. Anoa dataran rendah merupakan satwaliar endemik Sulawesi, yang telah
menghuni pulau tersebut sejak kurang lebih 60 juta tahun yang lalu dan telah ditetapkan oleh Pemda Tk.
I Sultra sebagai satwa identitas propinsi (Fauna Maskot Propinsi), SM Tanjung Amolengo merupakan
rangkaian habitat añoa yang sangat penting di Selatan dan Tenggara Propinsi Sulawesi Tenggara, selain
SM Tg Peropa dan SM Tg. Batikolo.

Keanekaragaman jenis burung cukup tinggi. Hal ini didukung oleh tingginya keanekaragaman jenis
tumbuhan sebagai sumber pakan, tempat berlindung dan tempat berbiak. Tercatat sedikitnya 50 jenis
burung di suaka margasatwa tersebut, antara lain rangkong Sulawesi (Rhyticeros cassidix), merpati abu-
abu (Ducula aenea), merpati putih (Ducula bicolor), ekek (Loriculus stigmatus), koda (Tanygnathus
sumatranus), burung kuning (Oriulus chinensis), dan ayam hutan merah (Gallus gallus). Pada musim
hujan dapat dijumpai jenis burung air, antara lain belibis (Dendrocygna arquata), bangau hitam (Ciconia
episcopus), cangak merab (Ardea pulpurea), cekakak (Halcyon chloris), raja udang merah (Halcyon
coromanda), dan raja udang kecil (Alcedo atthis). Jenis reptilia diantaranya adalah biawak (Varanus
togianus) dan ular phython (Phython molurus).

SM. Tanjung Amolengo dikelola oleh Resort KSDA Tg. Amolengo (2 personil) dengan fasilitas pengelolaan
berupa pondok kerja di Amolengo dan menara pengamat / pengintai di tepi Pera I. Desa yang terdekat
dengan kawasan adalah Desa Amolengo dan Rumba--Rumba. Dengan jumlah penduduk ± 2.000 jiwa.
Mata pencaharian utama penduduk adalah berkebun, menangkap ikan, dan mengolah hasil hutan.

C. Cara pencapaian
SM. Tanjung Amolengo dapat dicapai lewat jalan darat dan laut. Jalan darat dari Kendan Punggaluku
Amolengo ± 90 km dengan lama perjalanan 2-2,5 jam. Jalan laut dari Kendari ke okasi dengan
menggunakan Johnson (motor tempel) dapat ditempuh dalam waktu 6 hingga 8 jam. Waktu kunjungan
yang terbaik pada bulan Juli Agustus yaitu pada musim kemarau. Kegiatan yang boleh dilakukan di
dalam kawasan adalah kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan,
pendidikan, wisata terbatas, dan kegiatan lain yang menunjang budidaya, izin memasuki kawasan dapat
diperoleh pada Kantor Sub Seksi KSDA Kendari di Unaaha, atau di Sub Balai KSDA Sultra di Kendari.

d. Kegiatan dan Permasalahan

Permasalahan yang mononjol adalah kecilnya luas kawasan (605 ha setelah ditatabatas). Sempitnya
kawasan ini dapat mengancam kelestarian satwa liar anoa, mengingat wilayah jelajah (home range)
anoa yang luas, yakni lebih dari 500 ha. Gangguan terhadap kawasan SM. Tg. Amolengo berupa
penebangan kayu secara liar, perburuan, dan pemungutan/pengolahan rotan. Untuk mongurangi
tekanan terhadap kawasan telah diupayakan dengan kegiatan pembinaan daerah peyangga berupa
pemberian bibit buah--buahan (mangga dan rambutan) kepada penduduk Desa Amolengo pada tahun
1997. Direncanakan pula kegiatan pengelolaan habitat anoa pada feeding ground di Pera I dan Pera II.
Kegiatan lain yang pernah dilaksanakan adalah tata batas kawasan oleh Sub BIPHUT Kendari pada bulan
Maret tahun 1996, dan penelitian potensi flora dan fauna oleb Ir. AH. Mustari, MSc. pada tahun 1996,
pada penyusunan Rencana Pengelolaan 25 tahun oleh Sub Balai KSDA Sultra pada tahun 1999.

Anda mungkin juga menyukai