1. Lokasi
Taman Wisata Alam (TWA) Tujuh Belas Pulau secara administratif berada di wilayah
Kecamatan Riung Kabupaten Ngada Propinsi Nusa Tenggara Timur. Secara geografis berada
pada koordinat antara 8°25’ - 9°00’ LS dan 120°45’ - 121°50’ BT dengan batas-batas wilayah
Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Tujuh Belas Pulau yang berbatasan langsung
dengan beberapa Desa dikecamatan Riung yaitu Desa Lengkosambi Timur, Desa Lengkosambi
Barat, Desa Tadho, Desa Latung, Desa Sambinasi, Kelurahan Benteng Tengah, Kelurahan
Nangamese. TWA Tujuh Belas Pulau merupakan gugusan pulau- pulau yang terdiri dari pulau
Wire, Sui, Taor, Tembaga, Tiga, Bampa, Meja, Rutong, Patta, Halima, Lainjawa, Kolong, Dua,
Taman Wisata Alam (TWA) Tujuh Belas Pulau memiliki luas 9,900 hektar, membujur
dari arah timur ke barat di utara pulau Flores dan dibagi menjadi 5 (lima) blok pengelolaan yaitu
: Blok Perlindungan seluas 352,14 ha (4,82%), Blok Perlindungan Bahari seluas 164,07 ha
(2,25%), Blok Pemanfaatan seluas 1.191,74 ha (16,32%), Blok Khusus seluas 39,86 ha
Sejarah status kawasan Taman Wisata Alam Laut Tujuh Belas Pulau yaitu : SK.
Penunjukkan : SK. Menhut No. 423/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 (SK Penunjukkan
Perubahan Fungsi : SK Menhut No. 589/Kpts-II/1996 tanggal 16 September 1996, dengan luas
kawasan TWA Tujuh Belas Pulau tercatat adalah 9.900 hektar, membujur dari arah timur ke
barat di utara pulau Flores. . Dalam pengelolaannya TWA Tujuh Belas Pulau seluas 7.303,16 Ha
tersebut dikelola oleh Balai Besar KSDA NTT, dengan status Penunjukkan Kolektif yang
VII/KUH/2014, tanggal 14 Mei 2014, tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan dan Konservasi
Perairan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kawasan konservasi dengan fungsi TWA tersebut yang
melimpah berupa ekosistem laut, ekosistem mangrove, dan merupakan salah satu habitat biawak
bulan musim kering. Kondisi iklim demikian mempengaruhi pola pertanian yang hanya
melakukan kegiatannya pada musim hujan. Hal demikian juga mempengaruhi produktivitas
tenaga kerja pertanian yang rata-rata kurang dari 5 jam per minggunya akibat waktu bertani yang
hanya dilakukan selama 3-4 bulan setahun. Rata-rata suhu minimum dan maksimum harian
berkisar antara 26 - 32⁰C dengan panjang hari ± 12 jam. Pola umum iklim di wilayah ini adalah
musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan berlangsung antara November sampai dengan
Maret dan musim kemarau antara April sampai dengan Oktober. Pola iklim ini dikendalikan oleh
pola angin moonson yang berasal dari tenggara yang relatif kering dan dari arah barat laut yang
Topografi
Secara umum kondisi topografi daratan kecamatan Riung didominansi daratan yang
berbukit sampai bergunung dengan kemiringan lereng mulai dari 0-45%. Kondisi topografi di
daerah pulau- pulau yang berada di TWA Tujuh Belas Pulau umumnya dilandai mulai dari
daerah pantai hingga kearah tubir, pada saat air laut surut jauh di antara beberapa pulau yang
berdekatan terdapat dangkalan/paparan yang dapat di tempuh dengan jalan kaki. Pada wilayah
Riung kondisi geologi terdiri dari batuan endapan permukaan, batuan hasil gunung api tua,
batuan karbonat formasi bari yang berumur miosen tengah. Batuan di wilayah ini tersusun oleh
batu gamping berselingan dengan batu gamping pasiran. Ketebalan formasi ini mencapai 1.200
meter. Susunan urutan batuan dari muda ke tua yang ada dapat dikelompokkan menjadi endapan
permukaan hasil kegiatan gunung api dan batuan sedimen (Hermawan, 2007).
TWA Tujuh Belas Pulau memiliki tipe ekosistem pesisir dan ekosistem daratan pulau-pulau
kecil yang ada di dalamnya. Pada ekosistem pesisir memiliki secara lengkap 3 ekosistem utama
perairan dan pesisir, yaitu mangrove, terumbu karang dan lamun sedangkan pada wilayah
daratan merupakan ekosistem savana dan hutan tropika kering. Tipe ekosistem yang beragam
tersebut menyebabkan TWA Tujuh Belas Pulau memiliki keragaman spesies satwa yang
merupakan daerah ekoton. Pada wilayah ini kaya akan keanekaragaman hayati yang berasal atau
dipengaruhi oleh ekosistem daratan dan lautan. Ekosistem ini dapat ditemukan di hampir seluruh
wilayah pantai di Kecamatan Riung. Spesies bakau atau mangrove sejati yang dapat ditemui di
wilayah ini adalah Sonneratia Alba, S . caseolari, Rhizophora muc ronata, Ceriops roxburghii,
.
Gambar4.1 Hutan Mangrove dengan ribuan kalong sebagai potensi Wisata di TWA 17 Pulau
Terumbu Karang
Terumbu karang yang dimiliki oleh TWAL Tujuh Belas Pulau memiliki bentuk karang tepi
( fringing reef ) dan karang penghalang ( barrier reef ). Karang tepi dapat ditemukan di hampir
seluruh tepi pulau-pulau di wilayah Riung dan juga pada wilayah tepi Pulau Flores. Karang
penghalang dapat ditemukan di 3 lokasi, yaitu sebelah timur kawasan TWAL, sebelah utara
Lamun
beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di
dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati. Spesies yang dapat ditemui di wilayah
TWAL Tujuh Belas Pulau sebanyak 6 spesies yaitu: Thallasia hemprichii , Enhalus accoroides ,
Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata dan Halodule uninervis (WWf,
2003). Penutupan lamun di wilayah Riung diperkirakan sebesar 48,93% yang didominasi oleh
Thallasia hemprichii dan Enhalus accoroides . Hal ini disebabkan oleh adanya bahan pembentuk
substrat dasar berasal dari sand shell yang keras yang hanya memungkinkan pertumbuhan lamun
TWAL Tujuh Belas Pulau memiliki beragam spesies yang dilindungi, salah satu yang paling
familiar adalah komodo ( Varanus komodoensis ). Satwa ini dapat ditemukan di Pulau Ontoloe,
pulau terbesar di wilayah barat kawasan. Menurut Auffenberg (1981) komodo Riung ( mbou )
memiliki DNA yang sama dengan komodo namun memiliki fenotip yang relatif berbeda. Mbou
memiliki badan yang lebih ramping dan warna tubuh yang lebih cerah dibandingkan komodo di
Gambar 4.4 Biawak Komodo di Pulau Ontholoe, TWA Tujuh Belas Pulau
Melalui kegiatan sensus sebanyak 306 spesies ikan karang yang tergolong kedalam 119
genera (marga) dan 39 famili (suku) dijumpai dalam kawasan Taman Wisata Alam Laut 17
Pulau – Riung. Dari jumlah tersebut 267 spesies yang tergolong kedalam 111 genera (marga) dan
39 famili (suku) sedangkan 39 spesies dijumpai melalui kegiatan inventarisasi bebas yang
dilakukan di sekitar areal sensus. Terdapat sembilan famili (suku) ikan dengan jumlah lebih dari
10 spesies yang memberikan sumbangan sebesar 65% (199 spesies) dari total jumlah spesies
yang dijumpai di kawasan TWAL 17 Pulau - Riung. Famili Pomacentridae memiliki jumlah
spesies terbanyak (61 spesies), kemudian diikuti Labridae (50 spesies), Chaetodontidae (24
spesies), Scaridae (16 spesies), Acanthuridae (15 spesies), Apogonidae (13 spesies), Serranidae
sebanyak 11 famili hanya memiliki satu spesies. Jumlah spesies tertinggi dijumpai pada perairan
di Pulau Sui yakni sebanyak 133 spesies dan terendah di Bagian Selatan Pulau Ontoloe.
Savana
Savana atau padang rumput meliputi hampir seluruh pulau di kawasan TWA Tujuh Belas
Pulau. Spesies rumput yang dapat ditemukan di wilayah ini adalah Cyperus rotundus, Ageratum
conizoides, Paspalum conjugatum , Imperatacylin drica . Pada wilayah pantai biasa ditemukan
pohon kelapa ( Cocos nucifera ) dan asam ( Tamarindus indica ). Beberapa spesies pohon
dengan pertumbuhan yang jarang dapat ditemukan di wilayah ini, yaitu dari spesies pohon asam
beberapa spesies lainnya yang jarang ditemukan seperti: ure ( Cagenariasi cecaria ),
Rangkuti, 1997 ). Pengertian tersebut menggambarkan adanya dua faktor penting yang perlu
untuk dianalisis, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Analisis terhadap kedua faktor ini
mempunyai peranan yang sangat penting dalam menyusun upaya pelestarian. Alat yang dipakai
untuk menyusun faktor-faktor upaya pelestarian adalah matriks SWOT. Matriks ini dapat
menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat
a) Kekuatan ( strength)
3. Tingkat kerja sama dan keterlibatan antar masyarakat sudah terjalin dengan baik.
Pulau Riung.
Riung.
b) Kelemahan ( weakness)
5. Belum memanfaatkan fasilitas yang sudah tersedia ( kamar wc, tempat sampah).
c) Peluang ( Opportunity )
1. Potensi keanekaragaman hayati dan ekosistem yang langkah dan bernilai ekonomi
tinggi.
d) Ancaman ( threat )
satwa komodo.
Hasil Penelitian menemukan 10 faktor internal yang terdiri dari 5 faktor kekuatan (
ekternal yang terdiri dari 2 faktor Peluang ( Opportunity ) dan 3 faktor Ancaman ( threat ), dari
faktor- faktor tersebut terdapat beberapa faktor yang juga ditemukan oleh peneliti lain. Setelah
diketahuin faktor-faktor internal dan eksternal, tahap selanjutnya adalah tahap analisis data yang
menggunakan model Matriks Strategi Internal ( IFAS) dan Matriks Strategi Eksternal (EFAS).
Tabel 4.4 Matriks Faktor Strategi Internal (IFAS)
Ancaman