Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

1. Lokasi

Taman Wisata Alam (TWA) Tujuh Belas Pulau secara administratif berada di wilayah

Kecamatan Riung Kabupaten Ngada Propinsi Nusa Tenggara Timur. Secara geografis berada

pada koordinat antara 8°25’ - 9°00’ LS dan 120°45’ - 121°50’ BT dengan batas-batas wilayah

administrasi sebagai berikut:

a) Bagian utara berbatasan dengan Laut Flores.

b) Bagian selatan berbatasan dengan Kecamatan So’a.

c) Bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Manggarai.

d) Bagian Timur Berbatasan dengan Kabupaten Nagekeo

Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Tujuh Belas Pulau yang berbatasan langsung

dengan beberapa Desa dikecamatan Riung yaitu Desa Lengkosambi Timur, Desa Lengkosambi

Barat, Desa Tadho, Desa Latung, Desa Sambinasi, Kelurahan Benteng Tengah, Kelurahan

Nangamese. TWA Tujuh Belas Pulau merupakan gugusan pulau- pulau yang terdiri dari pulau

Wire, Sui, Taor, Tembaga, Tiga, Bampa, Meja, Rutong, Patta, Halima, Lainjawa, Kolong, Dua,

Ontoloe, Borong, Bakau, dan Pau.

Taman Wisata Alam (TWA) Tujuh Belas Pulau memiliki luas 9,900 hektar, membujur

dari arah timur ke barat di utara pulau Flores dan dibagi menjadi 5 (lima) blok pengelolaan yaitu

: Blok Perlindungan seluas 352,14 ha (4,82%), Blok Perlindungan Bahari seluas 164,07 ha

(2,25%), Blok Pemanfaatan seluas 1.191,74 ha (16,32%), Blok Khusus seluas 39,86 ha

(0,55%), dan Blok Tradisional seluas 5.555,35 ha (76,07%).


2. Sejarah Kawasan

Sejarah status kawasan Taman Wisata Alam Laut Tujuh Belas Pulau yaitu : SK.

Penunjukkan : SK. Menhut No. 423/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 (SK Penunjukkan

sebelumnya adalah SK Menhut No. 89/Kpts-II/1983 tanggal 2 Desember 1983) dan SK

Perubahan Fungsi : SK Menhut No. 589/Kpts-II/1996 tanggal 16 September 1996, dengan luas

kawasan TWA Tujuh Belas Pulau tercatat adalah 9.900 hektar, membujur dari arah timur ke

barat di utara pulau Flores. . Dalam pengelolaannya TWA Tujuh Belas Pulau seluas 7.303,16 Ha

tersebut dikelola oleh Balai Besar KSDA NTT, dengan status Penunjukkan Kolektif yang

merujuk pada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : No. SK.3911/Menhut-

VII/KUH/2014, tanggal 14 Mei 2014, tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan dan Konservasi

Perairan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kawasan konservasi dengan fungsi TWA tersebut yang

di dominasi wilayah konservasi perairan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat

melimpah berupa ekosistem laut, ekosistem mangrove, dan merupakan salah satu habitat biawak

komodo (Varanus komodoensis).

3. Kondisi Fisik Kawasan


Iklim
Iklim di wilayah Riung termasuk semi arid dengan 3 - 4 bulan musim hujan dan 8 – 9

bulan musim kering. Kondisi iklim demikian mempengaruhi pola pertanian yang hanya

melakukan kegiatannya pada musim hujan. Hal demikian juga mempengaruhi produktivitas

tenaga kerja pertanian yang rata-rata kurang dari 5 jam per minggunya akibat waktu bertani yang

hanya dilakukan selama 3-4 bulan setahun. Rata-rata suhu minimum dan maksimum harian

berkisar antara 26 - 32⁰C dengan panjang hari ± 12 jam. Pola umum iklim di wilayah ini adalah

musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan berlangsung antara November sampai dengan
Maret dan musim kemarau antara April sampai dengan Oktober. Pola iklim ini dikendalikan oleh

pola angin moonson yang berasal dari tenggara yang relatif kering dan dari arah barat laut yang

membawa banyak uap air.

Topografi
Secara umum kondisi topografi daratan kecamatan Riung didominansi daratan yang

berbukit sampai bergunung dengan kemiringan lereng mulai dari 0-45%. Kondisi topografi di

daerah pulau- pulau yang berada di TWA Tujuh Belas Pulau umumnya dilandai mulai dari

daerah pantai hingga kearah tubir, pada saat air laut surut jauh di antara beberapa pulau yang

berdekatan terdapat dangkalan/paparan yang dapat di tempuh dengan jalan kaki. Pada wilayah

Riung kondisi geologi terdiri dari batuan endapan permukaan, batuan hasil gunung api tua,

batuan karbonat formasi bari yang berumur miosen tengah. Batuan di wilayah ini tersusun oleh

batu gamping berselingan dengan batu gamping pasiran. Ketebalan formasi ini mencapai 1.200

meter. Susunan urutan batuan dari muda ke tua yang ada dapat dikelompokkan menjadi endapan

permukaan hasil kegiatan gunung api dan batuan sedimen (Hermawan, 2007).

4. Potensi flora dan fauna

TWA Tujuh Belas Pulau memiliki tipe ekosistem pesisir dan ekosistem daratan pulau-pulau

kecil yang ada di dalamnya. Pada ekosistem pesisir memiliki secara lengkap 3 ekosistem utama

perairan dan pesisir, yaitu mangrove, terumbu karang dan lamun sedangkan pada wilayah

daratan merupakan ekosistem savana dan hutan tropika kering. Tipe ekosistem yang beragam

tersebut menyebabkan TWA Tujuh Belas Pulau memiliki keragaman spesies satwa yang

dilndungi baik di darat maupun di wilayah lautnya.


Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan daerah peralihan antara ekosistem lautan dan daratan atau

merupakan daerah ekoton. Pada wilayah ini kaya akan keanekaragaman hayati yang berasal atau

dipengaruhi oleh ekosistem daratan dan lautan. Ekosistem ini dapat ditemukan di hampir seluruh

wilayah pantai di Kecamatan Riung. Spesies bakau atau mangrove sejati yang dapat ditemui di

wilayah ini adalah Sonneratia Alba, S . caseolari, Rhizophora muc ronata, Ceriops roxburghii,

Brugueira parfifolia, B. gymnorrizha, Avicenia officinalis (BBKSDA NTT, 2010).

.
Gambar4.1 Hutan Mangrove dengan ribuan kalong sebagai potensi Wisata di TWA 17 Pulau

Terumbu Karang

Terumbu karang yang dimiliki oleh TWAL Tujuh Belas Pulau memiliki bentuk karang tepi

( fringing reef ) dan karang penghalang ( barrier reef ). Karang tepi dapat ditemukan di hampir

seluruh tepi pulau-pulau di wilayah Riung dan juga pada wilayah tepi Pulau Flores. Karang

penghalang dapat ditemukan di 3 lokasi, yaitu sebelah timur kawasan TWAL, sebelah utara

kawasan dan yang ketiga di sebelah timur laut Pulau Dua.


Gambar 4.2 Terumbu Karang di TWA 17 Pulau

Lamun

Lamun didefinisikan sebagai satu-satunya tumbuhan berbunga ( Angiospermae ) yang mampu

beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di

dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati. Spesies yang dapat ditemui di wilayah

TWAL Tujuh Belas Pulau sebanyak 6 spesies yaitu: Thallasia hemprichii , Enhalus accoroides ,

Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata dan Halodule uninervis (WWf,

2003). Penutupan lamun di wilayah Riung diperkirakan sebesar 48,93% yang didominasi oleh

Thallasia hemprichii dan Enhalus accoroides . Hal ini disebabkan oleh adanya bahan pembentuk

substrat dasar berasal dari sand shell yang keras yang hanya memungkinkan pertumbuhan lamun

yang memiliki sistem pengakaran yang kuat (WWf, 2003).

Gambar 4.3 Padang Lamun di sekitar Pulau Rutong, TWA 17 Pulau


Satwa Dilindungi

TWAL Tujuh Belas Pulau memiliki beragam spesies yang dilindungi, salah satu yang paling

familiar adalah komodo ( Varanus komodoensis ). Satwa ini dapat ditemukan di Pulau Ontoloe,

pulau terbesar di wilayah barat kawasan. Menurut Auffenberg (1981) komodo Riung ( mbou )

memiliki DNA yang sama dengan komodo namun memiliki fenotip yang relatif berbeda. Mbou

memiliki badan yang lebih ramping dan warna tubuh yang lebih cerah dibandingkan komodo di

Taman nasional Komodo.

Gambar 4.4 Biawak Komodo di Pulau Ontholoe, TWA Tujuh Belas Pulau

Potensi Ikan karang.

Melalui kegiatan sensus sebanyak 306 spesies ikan karang yang tergolong kedalam 119

genera (marga) dan 39 famili (suku) dijumpai dalam kawasan Taman Wisata Alam Laut 17

Pulau – Riung. Dari jumlah tersebut 267 spesies yang tergolong kedalam 111 genera (marga) dan

39 famili (suku) sedangkan 39 spesies dijumpai melalui kegiatan inventarisasi bebas yang

dilakukan di sekitar areal sensus. Terdapat sembilan famili (suku) ikan dengan jumlah lebih dari

10 spesies yang memberikan sumbangan sebesar 65% (199 spesies) dari total jumlah spesies

yang dijumpai di kawasan TWAL 17 Pulau - Riung. Famili Pomacentridae memiliki jumlah
spesies terbanyak (61 spesies), kemudian diikuti Labridae (50 spesies), Chaetodontidae (24

spesies), Scaridae (16 spesies), Acanthuridae (15 spesies), Apogonidae (13 spesies), Serranidae

(11 spesies), serta Pomacanthidae dan Lutjanidae masing-masing 10 spesies, sedangkan

sebanyak 11 famili hanya memiliki satu spesies. Jumlah spesies tertinggi dijumpai pada perairan

di Pulau Sui yakni sebanyak 133 spesies dan terendah di Bagian Selatan Pulau Ontoloe.

Gambar 4.5 Potensi Ikan di TWA Tujuh Belas Pulau

Savana

Savana atau padang rumput meliputi hampir seluruh pulau di kawasan TWA Tujuh Belas

Pulau. Spesies rumput yang dapat ditemukan di wilayah ini adalah Cyperus rotundus, Ageratum

conizoides, Paspalum conjugatum , Imperatacylin drica . Pada wilayah pantai biasa ditemukan

pohon kelapa ( Cocos nucifera ) dan asam ( Tamarindus indica ). Beberapa spesies pohon

dengan pertumbuhan yang jarang dapat ditemukan di wilayah ini, yaitu dari spesies pohon asam

( Tamarindus indica ), kesambi ( Schleichera oleosa ), lontar ( Borrassus flabeifer ) dan

beberapa spesies lainnya yang jarang ditemukan seperti: ure ( Cagenariasi cecaria ),

Neonaucleac alycina , Homalium tomentosa , Ziziphus nummularia dan pterocarpus indicus

(BKSDA NTT, 1999).


5. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

B. Upaya Pelestarian Taman Wisata Alam 17 Pulau Riung

Upaya pelestarian TWA 17 Pulau Riung melalui peningkatan kualitas masyarakat

Nangamese dirumuskan melalui analisis SWOT. Analisis SWOT yaitu membandingkan

kekuatan ( strength) dan Kelemahan ( weakness) intern dengan peluang/kesempatan

(opportunity) dan tantangan/hambatan (threat) yang terdapat dalam lingkungan diluar (

Rangkuti, 1997 ). Pengertian tersebut menggambarkan adanya dua faktor penting yang perlu

untuk dianalisis, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Analisis terhadap kedua faktor ini

mempunyai peranan yang sangat penting dalam menyusun upaya pelestarian. Alat yang dipakai

untuk menyusun faktor-faktor upaya pelestarian adalah matriks SWOT. Matriks ini dapat

menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat

disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya

1. Faktor Internal dan Faktor Eksternal

a) Kekuatan ( strength)

1. Masyarakat merasakan hasil atau manfaat TWA 17 Pulau Riung.

2. Kesadaran masyarakat terhadap kelestarian alam semakin meningkat.

3. Tingkat kerja sama dan keterlibatan antar masyarakat sudah terjalin dengan baik.

4. Keinginan masyarakat berpartisipasi dalam pelaksanaan pengembangan TWA 17

Pulau Riung.

5. Masyarakat sudah melakukan kegiataan konservasi disekitar TWA 17 Pulau

Riung.

b) Kelemahan ( weakness)

1. Di Kawasan TWA 17 Pulau Riung kondisi infrastrukur belum memadai.


2. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membuang sampah.

3. Kemampuan modal masyarakat untuk membuka usaha masih rendah.

4. Kurangnya peningkatan keterampilan masyarakat terkait aktivitas wisata.

5. Belum memanfaatkan fasilitas yang sudah tersedia ( kamar wc, tempat sampah).

c) Peluang ( Opportunity )

1. Potensi keanekaragaman hayati dan ekosistem yang langkah dan bernilai ekonomi

tinggi.

2. Menyerap tenaga kerja didaerah sekitar kawasan TWA 17 Pulau Riung.

d) Ancaman ( threat )

1. Masih tinggi tingkat perambahan kawasan, kebakaran hutan, perdagangan liar

satwa komodo.

2. Keberadaan habitat satwa dari ancaman kepunahaan.

3. Kurangnya dukungan pihak pengelola.

Hasil Penelitian menemukan 10 faktor internal yang terdiri dari 5 faktor kekuatan (

strength)dan 5 faktor kelemahan ( weakness). Sedangkan faktor eksternal terdapat 5 faktor

ekternal yang terdiri dari 2 faktor Peluang ( Opportunity ) dan 3 faktor Ancaman ( threat ), dari

faktor- faktor tersebut terdapat beberapa faktor yang juga ditemukan oleh peneliti lain. Setelah

diketahuin faktor-faktor internal dan eksternal, tahap selanjutnya adalah tahap analisis data yang

menggunakan model Matriks Strategi Internal ( IFAS) dan Matriks Strategi Eksternal (EFAS).
Tabel 4.4 Matriks Faktor Strategi Internal (IFAS)

No Faktor Strategis Internal Rati Bobot Bobot


ng ×Rati
ng
Kekuatan
1. Masyarakat merasakan hasil atau manfaat TWA 17 Pulau
Riung.
2. Kesadaran masyarakat terhadap kelestarian alam semakin
meningkat
3. Tingkat kerja sama dan keterlibatan antar masyarakat sudah
terjalin dengan baik.
4. Keinginanmasyarakat berpartisipasi dalam pelaksanaan
pengembangan TWA 17 Pulau Riung.
5. Masyarakat sudah melakukan kegiataan konservasi disekitar
TWA 17 Pulau Riung.
Jumlah
Kelemahan
1. Di Kawasan TWA 17 Pulau Riung kondisi infrastrukur belum
memadai.
2. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membuang sampah.
3. Kemampuan modal masyarakat untuk membuka usaha masih
rendah.
4. Kurangnya peningkatan keterampilan masyarakat terkait
aktivitas wisata.
5. Belum memanfaatkan fasilitas yang sudah tersedia ( kamar wc,
tempat sampah).
Jumlah

Tabel 4.5 Matriks Faktor Strategis Eksternal ( EFAS)


No Faktor Strategis Eksternal Ratin Bob Bobot
g ot ×Ratin
g
Peluang
1 Potensi keanekaragaman hayati dan ekosistem yang langkah
dan bernilai ekonomi tinggi.
2. Menyerap tenaga kerja didaerah sekitar kawasan TWA 17
Pulau Riung.
Jumlah

Ancaman

1. Masih tinggi tingkat perambahan kawasan, kebakaran hutan, 3 0,14 0,42


perdagangan liar satwa komodo.
2. Keberadaan habitat satwa dari ancaman kepunahaan. 1 0,11 0,11

3. Kurangnya dukungan pihak pengelola. 2 0,14 0,28

Jumlah 6 0,39 0,81

Anda mungkin juga menyukai