Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Fieldtrip

Biogeografi adalah cabang dari biologi yang mempelajari tentang


keanekaragaman hayati berdasarkan ruang dan waktu. Cabang keilmuan ini
bertujuan untuk mengungkapkan mengenai kehidupan suatu organisme dan apa
yang mempengaruhinya.
Indonesia merupakan Negara kepulauan. Dari sabang sampai merauke
tersusun barisan pulau-pulau. Menurut data yang didapat dari Badan Informasi
Geospasial, Saat ini pulau yang terdaftar dan berkoordinat berjumlah 13.466
pulau. Pada utara Jakarta sendiri terdapat pulau-pulau kecil yang belum banyak
terdengar masyarakat umum. Pulau Rambut merupakan pulau yang berada dalam
gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki potensi fisik melimpah untuk dikaji.
Secara geografis kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut terletak diantara
106 derajat 4114 - 106 derajat 4146 Bujur Timur dan 5 derajat 5647 - 5
derajat 5657 Lintang Selatan, yaitu kearah Barat Laut dari Pelabuhan Tanjung
Priok. Sedangkan menurut administrasi pemerintah, Suaka Margasatwa Pulau
Rambut termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Untung Jawa, Kecamatan
Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Pulau
Rambut juga dikenal sebagai surga burung. Pulau ini memiliki
keanekaragaman hayati yang luar biasa, baik flora maupun faunanya
Pada musim berbiak, di pulau ini bisa terdapat sekitar 24.000 spesies burung
dan 4.500 spesies burung pada musim lainnya. Pulau rambut juga memiliki tiga
tipe vegetasi yaitu Hutan Pantai, Hutan Campuran, dan Hutan Mangrove.
Keanekaragaman dan keunikan tersebut membuat Pulau ini memang patut untuk
diteliti.
Oleh karena keanekaragaman dan keunikannya, dalam kegiatan Fieldtrip Mata
Kuliah Biogeografi, Mahasiswa Geografi Universitas Negeri Jakarta memilih
lokasi Fieldtrip di Pulau Rambut, kelurahan Untung Jawa Kecamatan Kepulauan
Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. Dengan

diselenggarakannya kegiatan ini, maka dapat menambah wawasan mengenai


Keanekaragaman Flora dan Fauna di Pulau Rambut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana proses terbentuknya Pulau Rambut?
2. Jenis keanekaragaman hayati apa saja yang ditemukan di Pulau Rambut?
3. Bagaimana upaya Perlindungan dan Pelestarian Flora dan Fauna di Pulau
Rambut?

1.3 Tujuan Fieldtrip


1. Mengamati keanekaragaman hayati yang terdapat di Pulau Rambut.
2. Menambah wawasan mengenai Suaka Margasatwa Pulau Rambut.
3. Memenuhi tugas Mata Kuliah Biogeografi.

1.4 Metode Penelitian


Dalam laporan ini menggunakan Metode Penelitian Deskriptif dan
Metode Observasi Lapangan. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai
prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan
keadaan subjek atau objek dalam penelitian dapat berupa orang, lembaga,
masyarakat dan yang lainnya yang pada saat sekarang berdasarkan faktafakta yang tampak atau apa adanya.
Menggunakan Metode Penelitian Deskriptif karena dalam kegiatan ini
kami menggambarkan dan menjelaskan keanekaragaman flora dan fauna di
Pulau Rambut. Sedangkan, Metode observasi lapangan adalah suatu cara
untuk memperoleh data dan infromasi faktual melalui pengamatan langsung
di lapangan ( Sugiono, 2010).

BAB II

Kajian Flora dan Fauna di Pulau Rambut

2.1 Sejarah terbentuknya Pulau Rambut


Pulau Rambut ditetapkan secara resmi sebagai cagar alam melalui Surat
Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 7 tanggal 3 Mei 1937 dengan
luas kawasan sebesar 20 ha. Dalam perkembangannya, kondisi Cagar Alam Pulau
Rambut terus berubah, mengalami kerusakan pada vegetasi Mangrove yang
disebabkan oleh sampah organik maupun anorganik serta terdapat indikasi
berkurangnya jenis burung dan populasi mamalia jenis Kalong (Pterus vampyrus).
Selanjutnya pada tahun 1999 terjadi perubahan status dari cagar alam menjadi
suaka margasatwa yang ditetapkan melalui keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan Nomor 275/KPTS-II/1999 tertanggal 7 Mei 1999 tentang perubahan
status Cagar Alam Pulau Rambut menjadi Suaka Margasatwa Pulau Rambut dengan
luas 90 Ha yang terdiri dari 45 Ha daratan dan 45 Ha perairan.
Pulau Rambut merupakan salah satu gugusan dari Kepulaun Seribu. Jika
dilihat dari proses geologi terbentuknya kepulauan seribu, hal ini dikarenakan proses
pengangkatan daratan atau yang biasa disebut orogenesis. Selain itu, Proses
terbentuknya pulau kecil seperti Pulau Rambut berasal dari endapan pecahan kerang,
koral dan binatang laut lainnya. Semakin lama semakin besar, dan akhirnya
terbentuklah sebuah pulau baru.
Proses Pembentukan Terumbu Karang di Pulau Seribu
Laut Jawa saat ini merupakan hasil dari transgresi ( kenaikan muka airlaut )
pada awal Holosen yang terjadi sekitar 11.000 tahun yang lalu. Pertumbuhan terumbu
karang di Pulau Seribu pada waktu itu sangat cepat yaitu sekitar 5-10 mm tiap
tahunnya. Keberadaan terumbu Holosen adalah sekitar 7000 tahun yang lalu di
sekitar Selat Sunda. Hal ini menguatkan bahwa fragmen koral (karang) pada
kedalaman 19 meter pada hasil core di Pulau Putri Barat berusia sekitar 7900 tahun
yang lalu, yang tertutup oleh waktu dari permulaan yang nyata dari bangunan
terumbu atau karbonat di kepulauan Seribu. Sedimentasi Holosen masih berupa
endapan lapisan tipis.

Gambar 1. Kurva Kenaikan Muka Airlaut pada 10.000 Tahun yang Lalu pada
Laut China Selatan

2.2 Tipe-tipe Vegetasi di Pulau Rambut


Suaka Margasatwa Pulau Rambut memiliki tiga tipe vegetasi yaitu Hutan
Pantai, Hutan Seunder Campuran, dan Hutan Mangrove. Hutan Pantai adalah hutan
yang tumbuh dan berkembang di tepi pantai, tidak dipengaruhi oleh iklim dan berada
di atas garis pasang tertinggi. Hutan sekunder campuran meliputi pohon-pohon yang
terdapat di Pulau Rambut seperti pohon Kedoya (Dysoxylum gaudichaudianum),
pohon Kepuh (Sterculia foetida), pohon Bola-bola (Xylocarpus granatum), pohon
Jambu-jambu , pohon Jati Pasir (Guettarda speciosa), pohon Mengkudu (Morinda
citrifolia), pohon Kayu Hitam (Diospyros maritima), pohon Kayu Putih, pohon
Kesambi (Schleichera oleosa), pohon Baweh, pohon Kresek, pohon Mindi (Melia
azedarach). Sedangkan vegetasi yang terdapat pada tipe hutan Mangrove,seperti
Pasir-pasir (Ceriops tagal), Bakau (Rhizophora mucronata) dan Bola-bola
(Xylocarpus granatum).

Gambar 2. Kenampakan Hutan Sekunder Campuran.

2.2.1 Jenis-jenis Flora dan Sebaran


a. Hutan Pantai
Hutan pantai terletak dibagian selatan dan timur dengan
ketebalan kurang lebih 20m dan luas 1,82 Ha . Daerah ini terdiri dari
vegetasi yang kebanyakan semak dan tumbuhan yang kurang rapat
memiliki ketinggian 5 hingga 10 meter. Pada tahun 1984 di daerah hutan
pantai diintroduksi jenis Lamtoro dan Akasia untuk mengatasi abrasi yang
disebabkan oleh hempasan angin dan gelombang .
Di hutan pantai yang berpasir dapat ditemukan tumbuhan semak ,
perdu serta rumput-rumputan . Daerah ini didominasi oleh Therespesia
populnea dan Acasia Auriculiformis. Jenis lain yang mudah dikenal adalah
daun Barah (Ipomoea pescaprae), rumput lari-lari (Spinifex littoreus), ,
gelang laut ( Sesuvium portulascastrum) , Seruni ( Wedelia biflora),
Babakoan (Scaevola frutescens), Sundel malam (Clerodendron inerme),
rumput tembagan (Ischaemum muticum) , pohon ketapang (Terminalia
catapa) serta pandan (Pandanus tectorius) . Di atas daerah pasang surut
dapat dijumpai pohon waru laut (Thespesia populnea), waru (Hibiscus
tilliaceus), cemara laut (Casuarinae equisetifolia), Centigi (Pemphis
acidula), Bidara (Ximenia Americana), entong-entongan (Opuntia
vulgaris) dan tanjang (Lumnitzera racemosa).

Gambar 3. Pohon Akasia


b. Hutan Mangrove
Hutan mangrove dengan luas 13,26 ha terletak pada bagian timur
melingkari pulau hingga Timur Laut, Utara , dan bagian Barat Laut.
Bagian Timur merupakan hutan mangrove strata dengan ketinggian antara
8-10m. Di bagian timur merupakan hutan mangrove yang rusak dengan
luas 7,70 ha. Pada bagian Utara dekat pantai ditumbuhi Rhizopora
mucronata , makin ke bagian dalam bercampur dengan Ceriops tagal. Di
bagian dalam terdapat asosiasi Ceriops tagal Xylocarpus granatum
Scyphipora hydrophyllaceae. Pada bagian barat terdapat komunitas
tumbuhan yang didominasi oleh Ceriops tagal Rhizopora mucronata .
Pada tahun 2002 terjadi kerusakan hutan mangrove pada bagian Barat
dengan luas kurang lebih 0,5 ha tanpa penyebab yang pasti. Kerusakan ini
ditandai dengan mengeringnya pohon-pohon bakau yang ada .

Gambar 4. Pohon Buta-Buta

c. Hutan Sekunder Campuran


Bagian tengah pulau yang tanahnya agak tinggi ditumbuhi hutan
sekunder campuran dengan luas 19,73 ha. Daerah ini dikuasai oleh
komunitas Sterculia foetida Dyxoxylum caulostachyum. Ketinggian
vegetasi antara 20-30m , terdiri dari 3 strata penting yaitu pohon emergen
yang didominasi oleh jenis kepuh Sterculia foetida dengan ketinggian 2530m. Pada strata tajuk atas dengan ketinggian vegetasi 20-25m didominasi
oleh pohon kresek (Ficus timorensis) dan kedoya (Dyxoxylum
caulostachyum) dan pada strata semak di dominasi oleh kingkit (Triphasia
trifolia) .
Hutan sekunder campuran terdapat kesambi (Schleichers oleosa) ,
pohon ketapang (Terminalia catappa), Bintaro ( Cerbera manghas),
Kiribut (Diospyros maritima), Permot (Passiflora foetida), Mengkudu
(Morinda citrifolia), soka hutan (Ixora timorensis), Melinjo (Gnetum
gnemon), Mindi (Melia azedirach), Saga hutan (Adenanthera pavonina),
mangkokan (Acalphya indica), Koreak (Guettarda speciosa), Nyamplung

(Calophyllum inophyllum), Lada (Piper betle), Asam jawa(Tamarindus


indica), sawo kecik (Manilkara kauki), Bunga kupu-kupu (Bauhinia sp.)
dan papaya (Carica papaya). Vegetasi yang merambatyang dapat
ditemukan di daerah ini adalah gambir laut (Clerodendron inerme) , oyot
ubi (Dioscorea bulbifera) dan sundel malam (Ipomoea longiflora).

Gambar 5. Pohon Kedoya

Gambar 6. Pohon Kesambi

2.3 Tipe-tipe Fauna di Pulau Rambut


Pulau Rambut juga dikenal sebagai surga burung. Pulau ini memiliki
keanekaragaman hayati yang luar biasa, baik flora maupun faunanya. Pada
musim berbiak, di pulau ini bisa terdapat sekitar 24.000 spesies burung dan
4.500 spesies burung pada musim lainnya. Namun, bukan hanya jenis-jenis
burung yang terdapat di pulau ini tetapi juga terdapat fauna lain seprti reptil.
Fauna-fauna yang ada di Pulau Rambut ini dilindungi oleh:
1. Undang undang perlindungan liar 1931 LN. NO 266 TH.
1931
2. Instruksi Menko Hankam Kasab No. III/E/92/1964 Tgl 19-081964
3. Keputusan Menteri Pertanian No.421/1970
4. Surat Instruksi Menteri Hankam/Pangab/No.INS/B-37 VIII-72
5. Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Tgl 12-01-1973 NoE.23/1/9/73
Adapun jenis fauna yang terdapat di suaka margasatwa ini
seperti Kowak Malam (Nycticorax nicticorax), Kuntul besar (Egretta
alba), Kuntul kecil (Egretta garzetta), Kuntul sedang (Egretta
intermedia), Kuntul karang (Egretta sacra), Kuntul Kerbau (Bubulcus
ibis),

Pelatuk

Besi

(Threskiornis

melanocephalus),

Kepodang

(Orioulus chinensis), Dara laut (Sternidai), Bluwok walangkadak


(Ibis cinercus), Cangak Abu (Ardea cinerea), Cangak Merah (Ardea
purpurea), Raja Udang (Alcedinidae), Blekok Maling (Kowak),
Marabou

saledonicus),

Leptoptilos
Alap

javanicus),
Alap

Putih.

Kowak
Alap

Merah
Alap

(nyeticorax

Tikus

(Elanus

hypoleucus), Culik Culik (Endynamis scolopaceae), Kalong/rajawali


(Falconidae), Gagak (Corvus), Macan Kumbang (Felis pardus),
Kucing Hutan (Felis bengeleuis), Srigunting (Dicrurus sp) Biyawak
(Varanus

salvator

),

Pecuk

(Phalacrocorax),

Pelung.

Mandar

(Ralliadae sp), Pecuk Ular (Anhinga rufa ), Blekek (gallinago sp),

Blekek

Kembang,

Meliwis

Kembang,

Roko

Roko

(Plegadis

felcinellus), Meliwis (Dendrocygus sp), Ular Piton (Python sp ) kuntul


bangau putih ( egretta dan bubulcus ibis ) ibis putih pelatuk besi
(threskoirnis sethiopika) uar. Wili wili. Bebek Laut (esacus
magnirostris)

2.3.1 Fauna Endemik


Fauna endemik merupakan fauna asli yang terdapat di Pulau rambut. Fauna
endemik yang terdapat di Pulau Rambut ialah Burung Bangau Bluwok dan Burung
Pecuk Ular yang merupakan hewan khas asal Pulau Rambut.

2.3.2 Fauna Migran (pendatang)


Dengan banyaknya pepohonan lebat di Pulau rambut, membuat
tempat ini menjadi tempat persinggahan ideal bagi fauna migran
atau fauna pendatang. Hal ini dikarenakan untuk mencari makanan
yang berlimpah dan tempat yang baik untuk berkembang biak.
Fauna Migran di Pulau Rambut, yaitu :

Burung
Burung
Burung
Burung
Burung

beluwok
gajahan
trinil
freget
elang putih

2.4 Upaya Perlindungan dan Pelestarian Flora dan Fauna di Pulau Rambut
Pulau Rambut ditetapkan secara resmi sebagai cagar alam melalui Surat
Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 7 tanggal 3 Mei 1937 dengan
luas kawasan sebesar 20 Ha. Dalam perkembangannya, kondisi Cagar Alam Pulau
Rambut terus berubah, mengalami kerusakan pada vegetasi Mangrove yang
disebabkan oleh sampah organik maupun anorganik serta terdapat indikasi
berkurangnya jenis burung dan populasi mamalia jenis Kalong (Pterus vampyrus).
Selanjutnya pada tahun 1999 terjadi perubahan status dari cagar alam menjadi suaka
margasatwa yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan
Nomor 275/KPTS-II/1999 tertanggal 7 Mei 1999 tentang perubahan status Cagar
Alam Pulau Rambut menjadi Suaka Margasatwa Pulau Rambut dengan luas 90 Ha
yang terdiri dari 45 Ha daratan dan 45 Ha perairan.
Upaya perlindungan yang dilakukan BKSDA guna menjaga ekosistem yang ada di
Pulau Rambut yaitu dengan tidak membuka kawasan ini untuk umum, kecuali untuk
penelitian dan pengamatan serta membatasi waktu berkunjung bagi para pengunjung.
Selain itu, Ada juga upaya pengawetan kawasan Suaka Margasatwa yang
dilaksanakan dalam dalam bentuk:

Perlindungan dan pengamanan kawasan dengan terbentuknya tim pengawas


(patroli) yang bertugas mengontrol keadaan Pulau Rambut setiap hari.

Penelitian dan pengembangan yang menunjang pengawetan. Pada hal ini


dapat dicontohkan dengan datangnya sekelompok ilmuan yang berasal dari
Jerman melakukan penelitian di Pulau Rambut untuk meneliti flora dan fauna
yang ada di sana serta melakukan konservasi untuk melestarikan Suaka
Margasatwa Pulau Rambut.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pulau Rambut memiliki luas sekitar 90 hektare (ha), yang terdiri atas wilayah
daratan (45 ha) dan wilayah perairan (45 ha). Wilayah perairan, terutama di pantai,
banyak ditumbuhi hutan bakau. Sedangkan dasar perairan banyak ditumbuhi terumbu
karang yang sangat indah. Adapun daratan banyak ditumbuhi pepohonan yang
menjadi habitat burung-burung.
Pulau seluas 90 hektare ini sebelumnya berstatus sebagai kawasan cagar alam.
Status ini melindungi Pulau Rambut dari campur tangan manusia dalam pengelolaan
habitat satwa liar di sana. Kini pulau tersebut diubah statusnya menjadi suaka
margasatwa agar pihak yang terkait dapat melakukan upaya-upaya pelestarian.
Pada puncak musim berkembang-biak antara bulan Januari-Agustus, Pulau
Rambut dihuni tak kurang dari 20.000 ekor burung air. Jenisnya antara lain kuntul
(egretta alba, intermedia, garzetta), cangak (ardea cinerea, purpurea), pecuk
(phalacrocorax sulcirostris, nifer), kowak malam (nycticorax-nycticorax), bangau
(mycteria cinerea) dan ibis (plegadis falcinellus, threskiornis melanocephals).
3.2 Saran
Untuk pengembangan lebih lanjut maka penulis memberikan saran kedepannya
agar kita sebagai manusia harus memahami dan membantu upaya pelestarian fauna &
flora yang ada di pulau rambut. Karena , pulau rambut adalah pulau yang menjadi
habitat bagi burung burung laut untuk berkembang biak dan bersarang sehingga kita
harus menjaga ekosistem yang ada di pulau rambut terjaga dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
BKSDA.Jakarta.com
Hana, Yuki.2009.Mengenal Alam Pesisir Kepulauan Seribu.PT Penerbit IP Press
http://www.bakosurtanal.go.id/
http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/2507/Suaka-Margasatwa-PulauRambut-Kepulauan-Seribu
http://geoenviron.blogspot.co.id/2011/05/terbentuknya-pulaupulaudiindonesia.html
Park, Robert K., dkk. 1992. Holocene Carbonate Sedimentation, Pulau Seribu,
Java Sea-The Third Dimension. IPA-Carbonate Rock and Reservoir of Indonesia :
A Core Workshop
Wardiyatmoko, Drs. 1994. Geografi. Erlangga : Jakarta.

LAMPIRAN
A. Foto-foto kegiatan

Gambar 1. Agitasi massa di Teater Terbuka, Universitas Negeri Jakarta

Gambar 2. Keberangkatan peserta fieldtrip dengan menggunakan kapal masyarakat setempat.

Gambar 3. Peserta sedang melakukan perjalanan yang dipandu oleh petugas BKSDA

Gambar 4. Petugas BKSDA sedang menjelaskan mengnai flora dan fauna yang terdapat di
Pulau Rambut.

Gambar 5. Peserta ikut mengamati kenampakan alam yang ada di Pulau Rambut dengan
menaiki Menara Pengamat.

Gambar 6. Peserta mengamati dan mendengarkan penjelasan dari petugas BKSDA di Menara
Pengamat.

Gambar 7. Bapak Dr.,Drs. Muhammad Zid, M.Si sedang memberikan kata-kata


kesan dan pesan mengenai Fieldtrip ini

Gambar 8. Nanda (2014) sebagai Ketua Pelaksana memberikan serifikat kepada


Petugas BKSDA Pulau Rambut

Gambar 9. Foto bersama Geografi 2014 dengan Dosen pembimbing

Gambar 10. Foto kelompok 5 ( Layla, Helmi, Fara)

B. Kuesioner

C. Peta

Kenampakan pulau rambut dilihat dari satelit

Anda mungkin juga menyukai