1
Dosen Pengampu Mata Kuliah:
1. Prof. Dr. Ir. Supriharyono NIP. 195007151978021001
2. Sigit Febrianto S.Kel., M.Si NIP. 198902280115011056
3. Oktavianto Eko Jati., S.Pi., M.Si NIP. 199010200117011073
Tim Asisten
1. Ary Hendri Pribadi NIM. 26010115130100
2. Febio Ariawan NIM. 26010115140047
3. Lintang Kinanti Putri NIM. 26010115120020
4. Arofi Vanila Atsa Wardyani NIM. 26010115120037
2
I. PENGANTAR PRAKTIKUM
1. Latar Belakang
Terumbu karang (coral reefs) merupakan kumpulan masyarakat
(hewan) karang (reef corals), yang hidup di dasar perairan. Ada dua tipe karang,
yaitu karang hermatypic corals yang membentuk bangunan karang dari kapur
(CaCO3) dan ahermatypic corals, yang tidak dapat membentuk bangunan
karang. Bangunan karang yang dibentuk hermatypic corals cukup kuat sehingga
mampu menahan energi gelombang laut. Kerangka kapur hewan-hewan karang,
hermatypic corals, dihasilkan dari hasil fotosintesa algae (zooxanthellae) yang
hidup bersimbiose di jaringan karang. Terumbu karang sebagai ekosistem,
mempunyai hubungan timbal balik antara karang dengan lingkungannya, baik
yang biotik maupun abiotik. Lingkungan biotik berupa biota yang hidup
berasosiasi dengan karang, seperti ikan, kerang, lobster, penyu, yang juga hidup
berasosiasi di ekosistem terumbu karang. Berkaitan dengan istilah terumbu
karang, perlu dibedakan antara karang (reef corals) sebagai
individu organisme atau komponen daripada masyarakat, dan terumbu karang
(coral reefs) sebagai suatu ekosistem, termasuk di dalamnya hewan-hewan
karang. Sedangkan lingkungan abiotik adalah kualitas air yang menopang
kehidupan karang dan biota asosiasinya.
Seperti disebutkan di atas bahwa hermatypic corals hidupnya bersimbiose
dengan sejenis algae (zooxanthellae). Karenanya peran cahaya matahari adalah
penting sekali bagi hermatypic corals. Sehingga karang hermatipik ini
umumnya hidup di perairan pantai/laut yang cukup dangkal, yang mana penetrasi
cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan tersebut. Di samping itu,
untuk hidupnya hewan karang membutuhkan suhu air yang hangat,
yaitu berkisar antara 25-32C. Sehingga ekosistem terumbu karang
banyak dijumpai di perairan laut tropis, seperti Indonesia.
2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah memberikan pengetahuan kepada para
mahasiswa tentang arti karang sebagai komponen utama hewan yang ada di dalam
ekosistem terumbu karang, faktor-faktor penentu kehidupan karang, penyebaran
3
terumbu karang, bentuk dan penentu pertumbuhan karang, teknik pengukuran
pertumbuhan karang.
3. Kompetensi
Mahasiswa mampu mengetahui faktor-faktor penentu kehidupan karang
dan cara mengukur pertumbuhan karang.
4. Prosedur Kerja
a. Bahan
Bahan yang dibutuhkan berupa, informasi yang terkait dengan kondisi
ekologis sumberdaya alam di daerah kunjungan, antara lain:
1. Peta daerah kunjungan
2. Jenis ekosistem yang cukup penting untuk dijadikan bahan praktikum
mahasiswa
b. Alat
Alat yang dibutuhkan antara lain:
1. GPS
2. Line transect
3. Kwadrat transect
4. Refraktometer
5. Termometer
6. Turbidity Meter atau Secchi Disk
7. Tongkat penduga kedalaman
8. Bola arus
9. Gergaji besi
10. Lampu neon UV
11. GPS
12. Kamera Underwater
c. Metoda
Metoda yang digunakan adalah metoda survei, mahasiswa (praktikan)
dibagi dalam beberapa kelompok, disesuaikan dengan subjek akan diamati, yaitu
kondisi kualitas fisik-kima, dan biologis perairan. Penilaian biologis difokuskan
4
di perairan terumbu karang, penilaian fisik-kimia terutama difokuskan pada
kondisi kualitas air, seperti kedalaman, salinitas, suhu air, kekeruhan/kecerahan
air, kecepatan arus. Sedangkan penilaian biologis praktikan lebih diarahkan ke
kondisi karang, dan biota asosiasinya, seperti algae, moluska, teripang, bintang
laut.
5
PEMETAAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG MENGGUNAKAN CITRA
SATELIT PENGINDERAAN JAUH
KONSEP DASAR
ki
kj
a a 1
2
a
var TM 1 var TM 2
2 cov ar TM 1TM 2
1. Koreksi Radiometrik
Citra yang ditampilkan dari segi radiometrik belum benar, karena masih
terpengaruh oleh faktor-faktor lain seperti atmosfer. karena itu nilai
piksel citra tersebut perlu dikoreksi dahulu melalui suatu koreksi
radiometrik
Penentuan trainning area atau biasa disebut juga sample area atau
daerah sampel adalah pekerjaan mengidentifikasi obyek berdasarkan
nilai piksel pada suatu daerah. Trainning area ini tidak harus luas, tetapi
sebaiknya di ambil dalam jumlah banyak dengan persebaran tempat
pengambilan yang merata.
Secara umum, obyek-obyek yang terdapat pada citra yang ditampilkan
adalah : awan, air laut, padang lamun, pasir, coral. Rona paling terang
adalah pasir, rona agak gelap adalah coral, rona yang lebih terang dari
coral adalah padang lamun, dan warna merah adalah vegetasi. Warna
merah untuk vegetasi timbul karena digunakannya saluran inframerah
pada komposit citra ini.
6
Y=ln(B1) + Ki/Kj + ln(B2)
dengan :
Ki/Kj = a + (a2 + 1)1/2 dan
a = (varB1 – varB2) / (2*covB1B2)
7
8
Tabel 1. Alat dan metode/cara pengambilan data
Parameter Fiskim
Tongkat penduga Kedalaman air Insitu Dilakukan setiap
berskala saat pada titik
tertentu
Refraktometer Salinitas Insitu Idem
Suhu air Thermometer Insitu Idem
Kekeruhan/kecerahan Turbidity Meter Insitu Idem
air atau Secchi
Disk
pH meter Derajad Insitu Idem
Keasaman
Bola arus Kecepatan arus Insitu Idem
Parameter Biologis
Jumlah dan jenis Persen tutupan Kwadrat/line Dilakukan setiap
karang hidup, karang transek saat pada titik
mati, substrat tertentu
d. Hasil
Hasil yang diharapkan adalah bagaimana tingkat kehidupan karang laju
pertumbuhan karang, dan kondisi kualitas lingkungan karang.
9
f. Simpulan dan Saran (disediakan halaman
secukupnya)
Mahasiswa (praktikan) diharapkan bisa menyimpulkan bagaimana kondisi
terumbu karang di daerah kunjungan, termasuk saran-saran perbaikannya atau
upaya pengelolaan dan pemantauan sumberdaya yang mungkin bisa dilakukan.
g. Pustaka
Pustaka yang dipakai adalah pustaka terkait, antara lain:
Buku:
1. Salm, R.V. 1984. Man's use of coral reefs., pp 15-22. In
Kenchington, R.A. and B.E.T. Hudson (eds.) Coral Reef Management
Handbook. UNESCO-ROSTSEA, Jakarta.
2. Supriharyono. 2005. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang 2nd. PT.
Penerbit Djembatan, Jakarta
3. Supriharyono. 2009. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah
Pesisir dan Laut Tropis. PT. Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Peraturan Perundangan:
1. Undang Undang No. 1 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-undang Nomor
27 Tahun 2007
Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-pulau Kecil
2. Kep Men LH No. 04/2001 Tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang
10
FORMAT LAPORAN
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR V TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan Praktikum
1.3. Waktu dan Tempat
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Terumbu Karang
2.2. Distribusi Terumbu Karang
2.3. Keanekaragaman Terumbu Karang
2.4. Faktor Pembatas Terumbu Karang
11
3.1. Alat dan Bahan
3.2. Metode Praktikum
12