Anda di halaman 1dari 73

Vol 5 No. 1.

Maret 2014

MAKNA GAMBAR ILUSTRASI PADA SAMPUL MAJALAH TEMPO
Ana Ramadhayanti
MAKNA BERITA MELALUI UNSUR-UNSUR DAN STRUKTUR BERITA DI MEDIA KOMPAS ONLINE PADA BERITA PELANTIKAN PEJABAT, JEFFERSON SIAP DINONAKTIFKAN
Damayanti
STUDI SEMIOTIKA SOSIAL WEB KOMUNITAS KASKUS MENGENAI KINERJA PEMERINTAHAN
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Irwanto
KAJIAN BAHASA UNGKAP DALAM KARTUN POLITIK
Supriyadi
IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY MELALUI PROGRAM TANGO PEDULI
GIZI
Siti Qonaah
HUBUNGAN PENGGUNAAN ENDORSER MIRIP OBAMA DALAM IKLAN TV VERSI OBAMA
DENGAN BRAND IMAGE BINA SARANA INFORMATIKA
Jusuf Fadilah
TEORI DAN PERSPEKTIF DALAM PENELITIAN ILMU KOMUNIKASI
Halimatusadiah

JURNAL ILMU KOMUNIKASI


ISSN 2086-6178
VOLUME 5 No 1 Maret 2014

MAKNA GAMBAR ILUSTRASI PADA SAMPUL MAJALAH TEMPO


Ana Ramadhayanti
MAKNA BERITA MELALUI UNSUR-UNSUR DAN STRUKTUR BERITA DI MEDIA
KOMPAS ONLINE PADA BERITA PELANTIKAN PEJABAT, JEFFERSON
SIAP DINONAKTIFKAN
Damayanti
STUDI SEMIOTIKA SOSIAL WEB KOMUNITAS KASKUS MENGENAI KINERJA
PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Irwanto
KAJIAN BAHASA UNGKAP DALAM KARTUN POLITIK
Supriyadi
IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY MELALUI
PROGRAM TANGO PEDULI GIZI
Siti Qonaah
HUBUNGAN PENGGUNAAN ENDORSER MIRIP OBAMA DALAM IKLAN
TV VERSI OBAMA DENGAN BRAND IMAGE BINA SARANA INFORMATIKA
Jusuf Fadilah
TEORI DAN PERSPEKTIF DALAM PENELITIAN ILMU KOMUNIKASI
Halimatusadiah

DAFTAR ISI

JUDUL ................................................................................................................................................
DAFTAR ISI .......... ............................................................................................................................
PENGANTAR REDAKSI ...................................................................................................................

i
ii
iii

MAKNA GAMBAR ILUSTRASI PADA SAMPUL MAJALAH TEMPO


Ana Ramadhayanti .............................................................................................................................

MAKNA BERITA MELALUI UNSUR-UNSUR DAN STRUKTUR BERITA DI MEDIA


KOMPAS ONLINE PADA BERITA PELANTIKAN PEJABAT, JEFFERSON
SIAP DINONAKTIFKAN
Damayanti ............................................................................................................................................

STUDI SEMIOTIKA SOSIAL WEB KOMUNITAS KASKUS MENGENAI KINERJA


PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Irwanto ..................................................................................................................................................

16

KAJIAN BAHASA UNGKAP DALAM KARTUN POLITIK


Supriyadi ..............................................................................................................................................

30

IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY MELALUI PROGRAM


TANGO PEDULI GIZI
Siti Qonaah ..........................................................................................................................................

36

HUBUNGAN PENGGUNAAN ENDORSER MIRIP OBAMA DALAM IKLAN


TV VERSI OBAMA DENGAN BRAND IMAGE BINA SARANA INFORMATIKA
Jusuf Fadilah .........................................................................................................................................

44

TEORI DAN PERSPEKTIF DALAM PENELITIAN ILMU KOMUNIKASI


Halimatusadiah ...................................................................................................................................

54

ii

JURNAL ILMU KOMUNIKASI


ISSN 2086-6178
VOLUME 5 No 1 Maret 2014

Pelindung
Yayasan Bina Sarana Informatika

PENGANTAR REDAKSI

Bismillahirrohmanirrohim
Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Penanggung Jawab
Direktur Akademi Komunikasi BSI Jakarta


Salah satu parameter yang digunakan untuk
menilai suatu penerbitan berkala ialah keseriusan
seluruh dewan redaksi, yakni adanya kesinambuStaf Ahli
ngan menerbitkan sesuai dengan komitmen kami
Prof. Ahman Sya, M.Sc
untuk memberikan yang terbaik buat para pemDr. Purwadhi, M.Pd
baca, maka Jurnal Komunikasi Akademi KomuDr. Iis Iskandar
nikasi Bina Sarana Informatika ini kami usahakan
selalu hadir sesuai dengan skala waktu yang telah
Pemimpin Redaksi
diprogramkan.
Irwanto, M.I Kom

Tetapi terlepas dari hal itu semua, redaksi
mengucapkan puji syukur kehadirat Alloh SWT
Dewan Redaksi
atas terbitnya Jurnal Komunikasi Akademi KoHalimatusadiah, M.Si
munkasi Bina Sarana Informatika edisi volume V.
Anisti, S.Sos
No. 1 bulan Maret 2014.
I. Ketut Martana, S.Sos

Redaksi setiap saat menerima sumbangan
naskah berupa artikel, hasil penelitian atau karya
ilmiah yang belum pernah dipublikasikan di media
Alamat Penyunting dan Tata Usaha
lain.
Jl. Kayu Jati V No 2, Pemuda Rawamangun, Ja
Akhirnya, Redaksi mengucapkan terima
karta-Timur
kasih kepada seluruh penulis yang telah berpartiTelp : (021) 29385140
sipasi dalam penerbitan jurnal edisi ini. Semoga
Fax : (021) 29385146
Jurnal kali ini dapat memenuhi khasanah ilmu
Laman: http://ejournal.bsi.ac.id
pengetahuan bagi sivitas akademika Bina Sarana
e-mail: jurnal.komunikasi@bsi.ac.id
Informatika dan masyarakat pada umumnya.
Wassalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Redaksi

iii

MAKNA GAMBAR ILUSTRASI PADA SAMPUL MAJALAH TEMPO


Ana Ramadhayanti
Program Studi Penyiaran Akom BSI Jakarta
Jl. Kayu Jati V No.2, Pemuda Rawamangun, Jakarta Timur
ana_rdx@bsi.ac.id
Abstract

One of the magazines that contain images that are interesting and contains controversy " Tempo " . Tempo
magazine is one of the print media that presents illustrations in any publications . At first glance , the illustration
on the cover of Tempo magazine is only a cartoon made in the form of a funny sketch . But really , if examined
in more depth then the picture is carrying a message of social criticism . The image is a symbol that is certainly
part of the phenomenon that was happening . This study was conducted to determine the deeper meaning of the
message contained on the cover of Tempo Magazine , issue of August 6 to 12 , 2012 and August 13 to 19 , 2012.
The second edition reported about the feud between the police and the KPK , related procurement Simulator
Driving License ( SIM ) . This study used a qualitative method , because in this study the information obtained
by data collection profusely . Based on the results of a study of Tempo magazine cover , it is understood that the
meaning of On the cover of the magazine Tempo Simulator SIM -related cases between the Commission versus
Police in the body of each law enforcement agency . is an attempt to deliver the media content of the message to
the audience . The depiction of the cover through a signaling message that has explicit and implicit meaning .
Key Words: meaning, illustrations, magazine cover
Abstraksi

Salah satu majalah yang memuat gambar yang menarik dan mengandung kontroversi adalah Majalah Tempo. Majalah Tempo merupakan salah satu media massa cetak yang menyajikan gambar ilustrasi dalam setiap terbitannya. Secara sekilas, gambar ilustrasi pada sampul Majalah Tempo hanya sebuah
gambar kartun yang dibuat dalam bentuk sketsa yang lucu. Namun sesungguhnya, jika dikaji secara lebih mendalam maka gambar tersebut membawa pesan kritik sosial. Gambar tersebut merupakan simbol
yang tentunya bagian dari fenomena yang tengah terjadi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lebih dalam makna pesan yang terkandung pada cover Majalah Tempo, edisi 6-12 Agustus 2012 dan 13-19
Agustus 2012. Kedua edisi tersebut memberitakan tentang perseteruan antara Polri dengan KPK, terkait
pengadaan Simulator Surat Izin Mengemudi (SIM). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, karena dalam riset ini informasi yang diperoleh dengan pengumpulan data sedalam-dalamnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampul majalah Tempo, dipahami bahwa makna pada sampul majalah Tempo terkait kasus Simulator SIM antara KPK versus Polri dalam tubuh masing-masing
lembaga penegak hukum. merupakan suatu usaha media dalam menyampaikan isi pesan kepada khalayak.
Penggambaran melalui sampul merupakan suatu isyarat pesan yang memiliki makna tersurat dan tersirat.
Kata kunci: makna , ilustrasi, sampul majalah
I. PENDAHULUAN

Secara kodrati manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial
manusia selalu berinteraksi dengan yang lain dalam
kehidupan sehari-hari. Dari interaksi tersebut maka
terciptalah komunikasi antara manusia satu dengan
yang lainnya.Salah satu bentuk komunikasi adalah
komunikasi massa, yaitu pesan yang terkandung dalam komunikasi disebarkan melalui media massa seperti surat kabar, majalah, film, radio, dan TV. Masingmasing media massa tersebut memiliki kekurangan

dan kelebihannya. Namun jika kita bicara tentang


gambar, majalah dapat memuat gambar yang menarik
dengan kualitas visual yang bagus.
Salah satu majalah yang memuat gambar yang menarik dan mengandung kontroversi adalah Majalah
Tempo. Hal ini dibuktikan dengan adanya pertentangan dikalangan masyarakat terkait dengan terbitan pada sampul majalah tempo diedisi sebelumnya.
Misalnya sampul Majalah Tempo edisi 4-10 Februari 2008, sampul yang dimaksud adalah gambar
mantan presiden Soeharto bersama anak-anaknya.
1

Sekilas bahwa gambar Pak Harto dan anak-anaknya


itu mirip dengan lukisan The Last Supper karya Da
Vinci. Dalam gambar karya Da Vinci tersebut, para
tokoh yang digambarkan adalah Yesus dan muridmuridnya. Fenomena lain yang dijadikan sampul untuk Majalah Tempo adalah pada Majalah Tempo edisi
28 Juni-4 Juli 2010 yang mengambil judul besar "Rekening Gendut Perwira Polisi", tampak seorang polisi
yang memegang kendali atas tiga celengan babi.
Majalah Tempo merupakan salah satu media massa
cetak yang menyajikan gambar ilustrasi dalam setiap
terbitannya.

Dalam sampul Majalah Tempo Edisi 6-12
Agustus 2012 terdapat tulisan TEMPO berwarna
coklat. Setelah itu disebelah kiri terdapat tulisan
Simsalabim Jenderal SIM berwarna putih. Disebelah tulisan tersebut ada gambar seorang inspektur jenderal Djoko Susilo yang sedang mengendarai sepeda
motor di sebuah alat simulator SIM. Sementara itu
di sampul Majalah Tempo edisi 13-19 Agustus 2012
terdapat tulisan TEMPO berwarna merah. Dibawah
tulisan tersebut terdapat kalimat Mengapa Polisi
Bertahan Ditengarai Ada Bisnis Ratusan Miliar Di
Balik Proyek Simulator Kemudi. Tepat dibelakang
kalimat tersebut terdapat gambar seorang polisi yang
sedang mengendarai sebuah mobil dan ditilang oleh
seorang KPK.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
lebih dalam makna yang terkandung pada sampul
Majalah Tempo, edisi 6-12 Agustus 2012 dan 13-19
Agustus 2012. Kedua edisi tersebut memberitakan
tentang perseteruan antara Polri dengan KPK, terkait
pengadaan Simulator Surat Izin Mengemudi (SIM).
II. KAJIAN LITERATUR
2.1. Majalah

Menurut Ardianto dan Komala (2007:121)
menyatakan bahwa majalah merupakan media paling simple organisasinya, relatif lebih mudah mengelolanya, serta tidak membutuhkan modal yang
banyak. Majalah juga dapat diterbitkan oleh setiap
kelompok masyarakat, di mana mereka dapat dengan
leluasa dan luwes menentukan bentuk, jenis dan sasaran khalayaknya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2001:698) majalah adalah terbitan berkala yang
isinya meliputi berbagi liputan jurnalistik, pandangan
tentang topik aktual yang patut diketahui pembaca,
dan menurut waktu penerbitannya dibedakan atas majalah bulanan, tengah bulanan, mingguan, dan sebagainya.
2

2.2. Sampul

Menurut Rustan Surianto (2009:129) menjelaskan bahwa seperti pada buku, sampul majalah
juga mendapat pengananan khusus. Karena selain
sebagai identitas majalah, penampilan sampul yang
atraktif bisa menarik orang untuk membeli majalahnya. Meletakkan judul-judul artikel yang menarik
pada sampul, menampilkan satu elemen visual atau
teks yang kontroversial adalah beberapa cara untuk
menarik perhatian pembeli.
2.3. Gambar Ilustrasi

Sudiana (1986:37) menjelaskan, Ilustrasi (dalam hal ini termasuk pula foto, diagram, peta, grafik,
dan tanda-tanda) dapat mengungkapkan suatu hal
secara lebih cepat dan lebih berhasil guna dari pada
teks. Menurut Kusrianto (2007:140) mendefinisikan
Ilustrasi secara harfiah berarti seni gambar yang dimanfaatkan untuk memberikan penjelasan atas suatu
maksud dan tujuan secara visual.

Lebih lanjut Kusrianto (2007:140) menerangkan ilustrasi merupakan pemanfaatan seni gambar
untuk menjelaskan suatu maksud dan tujuan dengan
cara visual, ilustrasi mempermudah pembaca dalam
memahami sesuatu. Dengan bantuan ilustrasi pembaca diharapkan akan lebih mudah memahami suatu
maksud dan tujuan.

Menurut Basuki, Lanawati & Soekarno menjelaskan bahwa Gambar ilustrasi adalah gambar yang
sederhana, tetapi mempunyai makna dan dapat menimbulkan kesan yang menarik dan memikat. Menurut Murtono, (2007:11) menjelaskan bahwa gambar
ilustrasi adalah gambar berupa foto atau lukisan yang
digunakan untuk memperjelas isi buku, karangan,
cerita, atau keadaan.
2.4. Makna


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) kemdiknas menjelaskan bahwa makna adalah makna dann satu arti. Dalam hal ini kata arti menjelaskan maksud yang terkandung pada gambar ilustrasi sampul majalah Tempo.
2.5. Teori Semiotika Barthes

Menurut Wibowo (2011:16) menjelaskan
bahwa Barthers melontarkan konsep tentang konotasi
dan denotasi sebagai kunci dari analisisnya. Barthers
menggunakan versi yang jauh lebih sederhana saat

membahas model glossematic sign (tanda-tandaglossematic). Mengabaikan dimensi dari bentuk dan
substansi, Barthers mendefinisikan sebuah tanda
(sign) sebagai sebuah sistem yang terdiri dari (E)
sebuah ekspresi atau signifier dalam hubungannya
(R) dengan content (atau signified) (C): ERC.

Menurut Wibowo (2011:16) menjelaskan bahwa sebuah sistem tanda primer (primary sign system) dapat menjadi sebuah elemen dari sebuah sistem
tanda yang lebih lengkap dan memiliki makna yang
berbeda ketimbang semula. Lebih jauh lagi ia menjelaskan bahwa primary sign adalah denotatif sedangkan secondary paling tidak intersubjektif. Ini adalah
satu dari connotative semiotics. Konsep konotatif inilah yang menjadi kunci penting dari model semiotika
Roland Barthers.

Menurut Fiske dalam Wibowo (2011:16) menjelaskan bahwa model ini sebagai Signifikasi dua tahap (two order of signification). Lewat model ini Barthers menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama
merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan
Signified (content) di dalam sebuah tanda terhadap
realitas external. Itu yang disebut Barthers sebagai
denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda (sign).

Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal
ini yang menggambarkan interaksi yang terjadi ketika
tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca seta nilai-nilai dari kebudayaanya. Konotasi
mempunyai makna yang subjektif atau signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, anda kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek
tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan
produk kelas sosial yang sudah mempunyai dominasi. Mitos primitif, misalnya mengenai hidup dan
mati, manusia dan dewa. Sedangkan mitos masa kini
misalnya mengenai femininitas, maskulinitas, ilmu
pengetahuan, dan kesuksesan (Wibowo: 2011:17).

Mitos adalah suatu wahana dimana suatu
ideologi berwujud. Mitos dapat berangkat menjadi
Mitologi yang memainkan peranan penting dalam
kesatuan-kesatuan budaya. Menurut Umar Yunus
dalam Wibowo (2011:17) menjelaskan bahwa mitos
tidak dibentuk melalui penyelidikan, tetapi melalui
anggapan berdasarkan observasi kasar yang digeneralisasikan oleh karenanya lebih banyak hidup dalam
masyarakat.

Pada sisi lain Cobley dan Jansz dalam
Sobur (2009:68) menyatakan bahwa Barthes membahas fenomena keseharian yang luput dari perhatian. Dia menghabiskan waktu untuk menguraikan dan menunjukkan bahwa konotasi yang
terkandung dalam mitologi-mitologi tersebut biasanya

merupakan hasil konstruksi yang cermat. Berdasarkan teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam
teori Barthers terdapat konsep tentang konotasi, denotasi dan mitos sebagai kunci dari analisanya. Denotasi
merupakan makna paling nyata dari tanda (sign) atau
merupakan sistem pemaknaan tataran pertama.
Sementara itu konotasi adalah istilah yang digunakan
Barthers untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua
atau sistem pemaknaan tataran kedua.

Mitos merupakan bagaimana kebudayaaan
menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang
realitas atau gejala alam. Mitos ini tidak dibentuk
melalui penyelidikan, tetapi melalui anggapan berdasarkan observasi kasar yang digeneralisasikan oleh
karenanya lebih banyak hidup dalam masyarakat.
III. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metodelogi kualitatif, karena dalam riset ini informasi yang diperoleh dengan pengumpulan data sedalam-dalamnya (
2006a:56). Pengumpulan data yang digunakan berupa, observasi (field observations), wawancara mendalam (intensive/dept interview) dan studi pustaka. Subjek penelitian dalam hal ini adalah Tempo dan objek
penelitian majalah. Metode yang digunakan adalah
melalui pisau analisis denotatif, konotatif dan mitos.

Mengingat dalam teori ini, Barthers menggunakan konsep konotasi dan denotasi sebagai kunci dari analisisnya. Di dalam teori Barthers terdapat
makna yang lebih luas mengenai konotasi dan denotasi. Sementara itu untuk mengetahui makna sampul
majalah Tempo secara lebih dalam dan spesifik maka
digunakanlah teori semiotika Barthes. Setelah itu data
yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis dengan
pendekatan semiotik.
IV. PEMBAHASAN
4.1. Makna Edisi 6-12 Agustus 2013

Pada sampul majalah Tempo edisi 6-12 Agustus 2012 terdapat tulisan Simsalabim Jenderal SIM.
Tampak gambar seorang polisi, hal ini terlihat dari
pakaian yang digunakan yaitu pakaian berwarna
cokelat muda serta celana berwarna cokelat tua selayaknya pakaian polisi sedang mengendarai sepeda
motor. Di bagian kanan bawah gambar sampul tersebut juga terdapat tulisan Inspektur Jenderal Djoko
Susilo yang mana adalah nama seorang pejabat tinggi
Polri sehingga jelas bahwa gambar tersebut adalah
Djoko Susilo. Kemudian terdapat pula layar yang
3

berukuran sekitar 21 inch berada tepat di depan motor


yang dinaiki Djoko Susilo, dan di dalam layar tersebut ada gambar pemandangan serta jalan-jalan yang
berzig-zag dengan deril lika-liku berupa tulisan KPK.
KPK adalah simbol dari lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia. Bila gambar motor dan layar disatukan maka akan menyerupai sebuah simulator, yaitu
alat yang digunakan oleh Polri untuk membuat Surat
Izin Mengemudi (SIM). Sehingga jika seluruh gambar tersebut disatukan menunjukkan korelasi antara
Inspektur Jenderal Djoko Susilo, Simulator SIM, dan
KPK. Berikut ini merupakan potongan gambar ilustrasi Djoko Susilo pada sampul Majalah Tempo edisi
6-12 Agustus 2012 dan gambar asli Djoko Susilo.

Gambar 1 Djoko Susilo


Sumber: Majalah Tempo Edisi 6-12 Agustus 2012
Gambar Djoko Susilo mengenakan pakaian cokelat
muda serta celana berwarna coklat tua, lengkap dengan atributnya menandakan Djoko Susilo merupakan
seorang anggota Polri. Gambar emblem bintang dua
di pundak sebelah kiri dan kanan menandakan pangkatnya yaitu Inspektur Jenderal Polisi. Di lengan
sebelah kanan terdapat nama kesatuan yang bertuliskan Akademi Kepolisian (Akpol) .

Dalam monitor tersebut terdapat sebuah gambar pemadangan serta lika-liku jalan yang bertuliskan
KPK. Dari gambar lika-liku jalan ini dapat dipahami bahwa Djoko Susilo dihadapi oleh rintangan dari
KPK. Hal ini dikarenakan Djoko Susilo dinyatakan
menjadi tersangka oleh KPK dalam kasus pencucian
uang simulator SIM, dan dijerat pasal pencucian uang
terhadap simulator SIM.

Gambar Djoko Susilo sedang menggunakan
4

simulator SIM, seolah-olah menandakan bahwa dia


sedang mengendarai sepeda motor. Dengan ekspresi
muka yang terlihat sedikit panik, dapat diartikan bahwa Djoko Susilo ingin lari dari kejaran KPK karena
kepala Djoko Susilo sedang menengok ke belakang.
Selain itu, ilustrasi tersebut juga bermakna sebagai
informasi agar pembaca dapat mengetahui bahwa
yang mengendarai motor tersebut adalah Djoko Susilo, karena lazimnya polisi yang sedang mengendarai
motor adalah yang berpangkat rendah atau perwira
ke bawah. Terlebih lagi, umumnya posisi kepala pun
menghadap ke depan. Dari gambar terlihat arah kaki
Djoko Susilo yang sedang mengendarai sepeda motor
dalam Simulator SIM terlihat satu kaki sebelah kanan
keluar dari batas Simulator SIM. Hal ini juga dapat
mengandung makna orang yang bekerja di luar kapasitasnya atau melenceng dari aturan yang ada.

Tulisan Simsalabim Jenderal SIM bermakna bahwa kata Simsalabim sangat identik dengan
sulap (magic), atau sesuatu yang bersifat instan tanpa
adanya suatu proses. Sedangkan kata Jenderal SIM
merupakan seorang petinggi polisi yang disegani
bawahannya, yang memiliki wewenang mengenai
pembuatan SIM. Dalam hal ini tulisan tersebut mengandung makna bahwa Djoko Susilo merupakan seseorang yang dapat menciptakan SIM dengan secepat kilat tanpa adanya suatu proses.

Teks dengan warna putih dapat mengandung
arti spiritualitas yang sesuai dengan judulnya yaitu
Simsalabim Jenderal SIM.Warna cokelat pada latar
belakang melambangkan keadaan yang menunjukkan
kesan kokoh dan kuat. Hal ini mencerminkan dengan kepribadian dari polisi itu sendiri. Sementara itu
warna merah dibagian pinggir sebelah kiri dan bawah
majalah secara filosofis mengisyaratkan arti untuk
menunjukkan keadaan genting, bahaya dan darurat.
Penggunaan latar belakang berwarna merah menunjukkan betapa parahnya keadaan kasus simulator SIM
ini di kesatuan Polri. Selain itu, warna merah juga dapat mengartikan bahwa keadaan Djoko Susilo yang
sedang mengalami bahaya. Maksud bahaya dalam
hal ini adalah Djoko Susilo sedang dikejar-kejar oleh
KPK terkait kasus simulator SIM.

Selama ini kita beranggapan bahwa polisi adalah pihak yang berwenang menangkap para pelanggar
hukum (penjahat). Tugas dari seorang polisi adalah
mengayomi masyarakat. Dalam kasus simulator SIM
yang melibatkan anggota Polri, seolah-olah anggota
polisi yang terlibat tersebut mampu menghindar dari
kasus tersebut karena memiliki kekuatan yang besar,
sehingga segan untuk ditindak.

Namun di sisi lain, kasus ini juga akan membawa citra tersendiri bagi anggota Polri di mata

masyarakat. Dalam kasus simulator ini menimbulkan mitos bahwa anggota polisi adalah seorang yang
merasa bahwa dirinya tidak bersalah, karena mereka
beranggapan bahwa dirinya adalah pihak yang benar
dan tidak pernah salah, meskipun pada kenyataannya bahwa mereka memang terbukti bersalah. Sedangkan KPK merupakan lembaga yang menangani
kasus korupsi di tanah air, baik yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok. KPK menjadi
malaikat penyelamat negara karena berwenang
menindak para tersangka dalam setiap kasus korupsi.
Munculnya gambar ilustrasi pada Majalah Tempo
edisi 6-12 Agustus 2012 menghasilkan keadaan di
mana terjadinya konflik antara Polri dan KPK. Hal
ini bermula ketika KPK menangkap Gubernur Akademisi Polri, yaitu Irjen Djoko Susilo dan beberapa
petinggi Polri lainnya pada 27 Juli lalu. Djoko Susilo
diduga telah melakukan korupsi pada kasus simulator SIM yang menyebabkan kerugian puluhan miliiar rupiah bagi negara. Setelah Djoko diperiksa oleh
KPK, Polri melakukan serangan balik terhadap KPK
dengan mencoba menangkap salah seorang penyidik
KPK, Kompol Novel Baswedan, dengan tuduhan terlibat kasus penganiayaan delapan tahun lalu. Serangan balik itu dinilai mengada-ada karena kasus yang
telah lama terjadi baru diperkarakan sekarang.

Perseteruan tersebut menghasilkan dampak
negatif kedua lembaga tersebut dikarenakan citra
mereka buruk di mata masyarakat. Kekecewaan dan
ketidakpercayaan masyarakat pun meningkat akibat
hukum dapat dipermainkan layaknya video games
pada komputer. Dan dalam kehidupan ini, korupsi
tidak akan pernah berhenti meskipun sudah ada lembaga KPK. Namun apabila kedua lembaga ini tidak
mampu bekerja sama, maka hal ini tidak semata-mata
menghapuskan tindak korupsi di Indonesia.

Selain muka, kerutan juga terlihat dibagian leher.


Pada bagian luar depan mobil, tepatnya di samping
kap mesin bagian kanan mobil terdapat seorang lakilaki dengan posisi berdiri membukuk yang sedang
mencatat dengan menggunakan pulpen dikertas berwarna merah. Lelaki itu terlihat mengenakan pakaian
kemeja lengan panjang putih dan rompi abu-abu yang
bertuliskan KPK. Raut wajah lelaki tersebut tidak begitu jelas karena yang terlihat hanya bagian sampingnya saja. Namun lelaki itu nampak di sebagian wajahnya seperti alis, hidung, berewok, serta rambut agak
pendek/cepak.

Selain gambar tadi, ada juga tulisan Mengapa Polisi Bertahan berwarna putih dan tulisan
Ditengarai ada bisnis ratusan miliar di balik proyek
simulator kemudi berwarna kuning.

Berikut ini adalah foto seorang perwira tinggi
polisi yang mirip dengan ciri-ciri pada gambar cover
majalah Tempo edisi 13-19 Agustus 2013.

4.2. Makna 13-19 Agustus 2012



Pada sampul majalah Tempo edisi 13-19
Agustus 2012 terdapat seorang perwira tinggi polisi
berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen). Hal ini dapat
ditandai dengan pangkat Bintang Dua yang ada di
lengan perwira tersebut. Perwira tinggi polisi tersebut
sedang mengendarai mobil sedan berwarna gelap. Laki-laki yang berada didalam mobil tersebut memiliki
badan yang gemuk dan memiliki kumis tebal serta
memakai jam tangan disebelah tangan kanan sambil tangannya mengepal. Dari genggaman tangannya
terlihat urat-urat disekitar tangan mulai dari telapak
tangan sampai sikut. Di gambar tersebut juga menunjukkan muka marah pada polisi itu. Sedangkan diraut
mukanya terlihat kerutan-kerutan di seluruh mukanya.

Gambar 2 Djoko Susilo


Sumber
: Majalah tempo Edisi 13-19 Agustus
(2013)

Majalah Tempo tidak menyebutkan bahwa
pada sampul majalah Tempo edisi 13-19 Agustus 2012
adalah Jenderal Timur Pradopo, hal ini dikarenakan
Timur Pradopo belum menjadi tersangka. Tempo tidak
mau berasumsi tentang penetapan tersangka kasus
simulator SIM sebelum dinyatakan bersalah. Namun
dari kedua gambar di atas terdapat kemiripan di bagian
wajah dan badan, yaitu sama-sama memiliki kumis
yang tebal dan berbadan gemuk. tetapi, ada satu yang
berbeda dari kedua gambar tersebut yaitu pangkatnya.
5

Pada gambar sampul majalah Tempo edisi 13-19


Agustus 2012, pangkatnya Bintang Dua atau Inspektur Jenderal. Sedangkan pada gambar foto Jenderal
Timur Pradopo berpangkat Bintang Empat atau Jenderal. Alasan Tempo mencantumkan gambar pangkat
yang tidak sama dikarenakan pada edisi ini merupakan rangkuman kasus korupsi simulator SIM yang dilakukan para perwira tinggi Polisi, yang di antaranya
Djoko Susilo dan Timur Pradopo. Sedangkan di
bawah ini adalah foto seorang petugas KPK yang
mirip dengan ciri-ciri pada gambar sampul majalah
Tempo edisi 13-19 Agustus 2013. Sama seperti
gambar sebelumnya, majalah Tempo juga tidak menyebutkan bahwa pada sampul majalah Tempo edisi
13-19 Agustus 2012 adalah Abraham Samad sebagai
Ketua KPK. Namun dari kedua gambar di atas terdapat kemiripan di bagian wajah dan rambut, yaitu
sama-sama memiliki bentuk kepala oval, berewokan,
dan berambut tipis (cepak).

Dari gambar-gambar yang ada pada sampul
majalah Tempo edisi 13-19 Agustus 2012 terdapat
korelasi antara Polri, simulator SIM, dan KPK.
Pada sampul terlihat seseorang yang sedang mengenakan seragam dinas lengkap dengan pangkat Bintang Dua di lengannya. Makna bintang dua bertanda
bahwa polisi tersebut merupakan Inspektur Jenderal.
Gambar polisi yang sedang mengepal tangan sehingga terlihat urat-urat otot, kerutan dilekuk hidung,
menandakan bahwa polisi tersebut sedang marah dan
kesal.

Gambar seseorang yang berdiri membungkuk
dengan mengenakan rompi bertuliskan KPK, menandakan bahwa ia merupakan anggota KPK. Dari
gambar terlihat bahwa orang tersebut membawa kertas memo berwarna merah dan pulpen, menandakan
orang tersebut sedang menilang.

Jika dianalisis, gambar yang ada disampul
maka polisi yang sedang mengendarai mobil tersebut
merupakan adalah Jenderal Timur Pradopo. Namun
hal ini tidak diperlihatkan secara terang-terangan oleh
pihak Tempo. Hal ini terbukti dari pangkat yang tertera
dipundak, yakni Bintang Empat. Hal fisik yang menandakan polisi tersebut merupakan Jenderal Timur
Pradopo adalah potongan rambut, hidung, kumis, dan
tubuh yang tegap serta kekar. Sementara itu, pihak
KPK yang menilang anggota polisi itu dapat diartikan merupakan ikon dari Abraham Samad. Hal ini
terbukti dari bentuk fisik yang hampir serupa, mulai
dari potongan rambut setengah cepak dan berewok.

Dalam judul sampul majalah tesebut
tertulis Mengapa Polisi Bertahan memiliki
makna keheranan. Sementara itu kata ditengarai mengandung arti tanda atau firasat. Kata
6

ditengarai juga bersinonim dengan kata diduga.



Jadi
jika diartikan secara keseluruhan kalimat ditengarai ada bisnis ratusan miliar dibalik proyek simulator kemudi, mengandung makna bahwa ada kecurangan dalam proyek simulator SIM. Dalam teks kalimat
Mengapa Polisi Bertahan memiliki warna putih,
ini mengandung arti spiritualitas. Sementara itu untuk latar belakang yang berwarna abu-abu putih yang
melambangkan keadaan serius dan spiritualitas. Hal
ini mencerminkan dengan kepribadian dari polisi itu
sendiri. Sementara itu, warna merah dibagian pinggir
sampul sebelah kiri dan bawah secara filosofi mempersepsikan arti untuk menunjukkan keadaan genting,
bahaya, kekerasan dan darurat.

Mitos yang terdapat dalam sampul tersebut
adalah seorang polisi yang memiliki kekuatan,
memanfaatkan kekuatannya untuk membela dirinya
yang bersalah. Dengan kekuatan yang dimilikinya
dia seperti ingin menakuti anggota KPK yang sedang
menilang dirinya. Selama ini kita beranggapan bahwa polisi adalah pihak yang berwenang menangkap
para pelanggar hukum (penjahat). Tugas dari seorang
polisi adalah mengayomi masyarakat. Dalam kasus
simulator SIM yang melibatkan anggota Polri, seolah-olah anggota polisi yang terlibat tersebut mampu menghindar dari kasus tersebut karena memiliki
kekuatan yang besar, sehingga segan untuk ditindak.
Namun di sisi lain, kasus ini juga akan membawa citra tersendiri bagi anggota Polri di mata masyarakat.
Dalam kasus simulator ini menimbulkan mitos bahwa
anggota polisi adalah seorang yang merasa bahwa dirinya tidak bersalah, karena mereka beranggapan bahwa dirinya adalah pihak yang benar dan tidak pernah
salah, meskipun pada kenyataannya bahwa mereka
memang terbukti bersalah. Sedangkan KPK merupakan lembaga yang menangani kasus korupsi di tanah
air, baik yang dilakukan secara perorangan maupun
kelompok. KPK menjadi penghadang bagi para
tersangka kasus korupsi. Munculnya gambar ilustrasi
pada majalah Tempo edisi 13-19 Agustus 2012 menghasilkan keadaan di mana terjadinya konflik antara
Polri dan KPK.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa terdapat
penggambaran kasus Simulator SIM antara KPK versus Polri dalam tubuh masing-masing lembaga penegak hukum. Pada sampul majalah Tempo merupakan
suatu usaha media dalam menyampaikan isi pesan
kepada khalayak. Majalah Tempo sebagai majalah
berita mingguan mengangkat masalah tersebut sebagai laporan utama serta sebagai sampul story. Penggambaran melalui sampul merupakan suatu isyarat
pesan yang memiliki makna tersurat dan tersirat.

Dalam
tampilan
sampul
menge- DAFTAR PUSTAKA
nai
masalah
kasus
simulator
SIM,
Majalah Tempo sebanyak dua kali menyajikan sam- Albarran, Alan B. 1996. Media Economics, Underpul mengenai masalah tersebut sebagai sampul story.
standing Market, Industries and Concept. Iowa.
Adapun dua edisi tersebut yaitu, edisi 6-12 Agustus
Iowa State University Press.
2012 dan edisi13-19 Agustus 2012.
Baimess, Paul R. 1999. Voter Segmentation and CanPenelitian ini menggunakan metode analisis semiotididates Positioning. London, Sage.
ka model Barhtes dalam menganalisa makna gambar Basuki, Lanawati & Soekarno. Paduan Membuat Deilustrasi tentang kasus Simulator SIM pada majalah
sain Ilustrasi Busana Tingkat Dasar, Terampil,
Tempo. Penggunaan analisis semiotika dengan mendan Mahir. Kawan Pustaka. Jakarta.
goperasionalisasikan elemen yang ada dalam model Cangara, Hafied. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi.
Barthes yaitu, denotasi, konotasi dan mitos.
Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Danesi, Marcel. 2012. Pesan, Tanda, dan Makna. YoVI. PENUTUP
gyakarta. Jalasutra.
Emzir. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Analisis

Sampul pada majalah berita mingguan Tempo
Data. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
pada edisi pekan pertama dan kedua bulan Agustus Elvinaro, Ardianto et all. 2007. Komunikasi massa
2012 adalah perpaduan antara gambar ilustrasi yang
Suatu Pengantar. Jakarta. Simbiosa Rekatama
berupa karikatur dan tulisan. Ini konsekuensi dari
Media.
laporan utama yang disajikan oleh majalah tersebut. Endraswara, Suwardi. 2006. Penelitian Kebudayaan
Sebagai sampul, tentunya redaksi majalah Tempo inIdeologi, Epistermologi, dan Aplikasi. Yogyagin merepresentasi laporan utama sekaligus membuat
karta: Pustaka Widyatama.
pembaca tertarik. Sampul ibarat etalase dalam sebuah Kamus Pusat Bahasa. 2001. Kamus Besar Bahasa Intoko. Penampilan di etalase memegang peranan pentdonesia. edisi ketiga, cetakan pertama. Jakarta:
ing terhadap isi dari toko itu. Begitu juga yang terjadi
Balai Pustaka.
pada sampul majalah berita mingguan Tempo ini.
Kamus online http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/

Walau harus sesuai dengan fakta namun
index.php
redaksi memiliki hak dan wewenang penuh untuk Kriyantono, Rachmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komembuat sampul sesuai dengan kebijkan redaksinya.
munikasi. Jakarta: Prenada Media Group.
Tapi pembuatan sampul yang diambil dari sudut ( Hansson, Bruno. 2008. Fashion Branding. Jakarta.
angle) peristiwa oleh redaksi sarat akan kepentingan
PT. Gramedia Putaka Utama.
redaksi itu sendiri atau boleh dibaca sebagai kekuatan Haryatmoko. 2007. Etika Komunikasi Manipulasi
yang ada di belakang redaksi. Sehingga makna yang
Media. Kekerasan dan Pornografi. Yogyakarmuncul pada sampul juga penuh akan kepentingan
ta. Kanisius.
kekuatan tadi.
Hoetasoehoet, Ali Mochtar. 2002. Manajemen Media

Pada konteks komunikasi massa, makna direMassa. Jakarta. Yayasan Kampus Tercinta.
ka oleh komunikator, namun publik pun juga punya Majalah tempo . Edisi 6-12 Agustus 2012.
otoritas untuk memaknai pesanya yang direka komu- Majalah tempo Edisi 13-19 Agustus 2012
nikator tadi. Ada yang menarik di transaksi makna Moleong, Lexi J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif.
pada konteks komunikasi massa. Pada sisi lain redakBandung.PT Remaja Rosdakarya.
si mendesain pesan dengan harapan makna yng diper- Murtono, Sri dkk. 2007. Seni Budaya dan Keterampioleh publik bisa sesuai dengan kehendak redaksi.
lan. Jakarta. Yudstira.
Namun pada sisi lain, publik juga memiliki otoritas Rustan, Surianto. 2009. Lay Out Dasar & Penerauntuk memaknai pesan tersebut sesuai dengan penpannya. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama
galaman dan kemampuannya masing-masing.
Salim, Agus. 2000. Teori dan Paradigmaa Penelitian

Bila pemikiran Barthes diadaptasi untuk mengSosial. Yogya. PT Tiara Wacana.
kaji penelitian makna pada majalah Tempo, dalam hal Sibarani, Agustin. 2001. Karikatur dan Politik. Inini kasus simulasi SIM di Tubuh Polri. Sudah sepatutstitut Studi Arus Informasi. Garba Budaya. PT.
nya baik redaksi ataupun publik bisa memaknainya
Media Lintas Inti Nusantara.
secara konotasi dan denotasi. Sehingga makna pun Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media: Suatu Penbebas tidak bertuan. Begitu juga yang terjadi pada
ganjar untuk Analisis
Wacana , Analisis SeSampul Majalah Tempo edisi pekan pertama dan kedmiotika komunikasi. Bandung. Remaja Rosda.
ua Agustus 2012.
7

Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung.


PT Remaja Rosdakarya.
Yunus, Syarifuddin. (2010). Jurnalistik Terapan. Bogor. Ghalia Indonesia.

MAKNA BERITA MELALUI UNSUR-UNSUR DAN STRUKTUR BERITA DI MEDIA


KOMPAS ONLINE PADA BERITA PELANTIKAN PEJABAT, JEFFERSON
SIAP DINONAKTIFKAN
Damayanti
Program Studi Penyiaran Akom BSI Jakarta
Jl. Kayu Jati V No.2, Pemuda Rawamangun, Jakarta Timur
damay_bsaksono@yahoo.com
Abstract

Regent Case Tomohon be very interesting media spotlight. Not only because it involves official status
of inmates but also because of the corruption case very closely with the Regional Budget (budget). The media
in this case has a function as a social control that can be criticized. The purpose of this paper is to understand the theoretical foundation and Mass Media context, meaning, elements and structure of news. Describe
how the elements and structure of the news media presented are by Compass on line in the case of Regents of
Tomohon with the title: "The inauguration of Jefferson Officials Ready Disabled". Gain an understanding of
the meaning and structure of the elements of news through the news media Kompas Online on the case. The
methodology used is descriptive qualitative. This study uses content analysis focused on the content of the text
message charge. Elements of news, in this case more use elements of Who and What. The use of these two elements were repeated in this case Jefferson and What elements in the phrase "set off". News of the structure to
be conveyed is: Jefferson ready deactivated for himself shocked inducted, Jefferson followed the rules he was
appointed at the request of another person is the stated aim of the paper is not its intent Jefferson was inaugurated, he just followed the request to be inducted. If you want to disable it he is ready because he already
knows the rules. The news gives the meaning as Jefferson as a person who understands the rules, and follow
the boss requests to be inducted, the inauguration was not at will, so he was ready disabled
Keywords: Meaning, Elements, and Structure News
Abstraksi

Kasus Bupati Tomohon menjadi sangat menarik disoroti media massa. Bukan saja karena melibatkan
pejabat yang berstatus narapidana namun juga karena kasusnya sangat erat dengan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Media massa dalam hal ini memiliki fungsi sebagai kontrol sosial yang
dapat mengkritik. Tujuan penulisan ini yaitu untuk memahami landasan teoritis dan konteks Media Massa, pemaknaan, unsur dan struktur berita. Mendeskripsikan bagaimana unsur dan struktur berita yang disajkan oleh
media massa Kompas on line pada kasus Bupati Tomohon dengan judul: Pelantikan Pejabat Jefferson Siap
Dinonaktifkan. Memperoleh pemahaman mengenai makna berita melalui unsur dan struktur berita media
massa Kompas on line pada kasus tersebut. Metodologi yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Penelitian
ini menggunakan metode analisis isi difokuskan pada muatan isi teks berita. Unsur berita, pada kasus ini lebih
banyak gunakan unsur Who dan What. Penggunaan kedua unsur itu dilakukan berulang dalam hal ini Jefferson
dan unsur What dalam kalimat siap dinonaktifkan. Dari Struktur Berita hal yang ingin disampaikan adalah:
Jefferson siap dinonaktifkan karena dirinya sendiri kaget dilantik, Jefferson mengikuti aturan ia dilantik atas
permintaan orang lain. Berita tersebut memberi makna sebagai Jefferson sebagai orang yang mengerti aturan,
dan mengikuti permintaan atasan untuk dilantik, pelantikan tersebut bukan atas kehendaknya, karenanya ia
sudah siap dinonaktifkan
Kata kunci: Makna, Unsur, dan Struktur Berita

I. PENDAHULUAN

dalam menghubungkan komunikator dan komunikasn secara missal, berjumlah banyak, bertempat

Kasus Bupati Tomohon akhir-akhir ini men- tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen, dan
jadi sangat menarik disoroti media massa. Bukan saja menimbulkan efek tertentu. (Liliweri, 1991). Harrold
karena melibatkan pejabat yang berstatus narapidana D. Laswell (Ardianto & Erdinaya, 2006) seorang ahli
namun juga karena kasusnya sangat erat dengan posi- politik di Amerika memberikan formula komunikasi
si jabatan pemerintah yakni korupsi Anggaran Penda- who say what, in which channel, to whom with what
patan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini menarik effect (siapa mengatakan apa melalui saluran apa denkarena menjadi suatu yang sangat ironis. Ketika pe- gan efek apa).
merintah sedang menggembar-gemborkan pemberantasan korupsi, sementara tersangka koruptor yang Tabel 01. Formula Lasswell
sedang menjalani pemeriksaan justeru dilantik sebagai pejabat. Pelantikan tersebut menimbulkan banyak
pertanyaan karena sang pejabat yang dilantik tersebut
sedang dalam masa pemeriksaan atas kasus kerupsi
yang erat kaitannya dengan kedudukannya.

Media massa dalam hal ini memiliki fungsi sebagai kontrol sosial yang dapat mengkritik apa yang
terjadi di dalam masyarakat. Apa yang ditulis media
massa menjadi bukan hanya sebuah informasi tetapi
lebih menohok dan menggelitik perasaan pembaca
untuk melihat bagaimana peran-peran pejabat pemerintah serta kebijaksanaan yang dibuat.

Media massa memiliki andil untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat untuk menguak
permasalahan yang terjadi baik di dalam dan di luar
negeri, untuk melihat bagaimana peran-peran yang
dilakoni baik oleh masyarakat maupun pemerintah.
Didalam penulisan berita, terdapat unsur-unsur yang Sumber: Ardianto & Erdinaya, 2006
menjadi patokan dalam berita. Selain itu juga terdapat struktur berita yang disusun oleh media dalam me-
Dengan mengikuti Formula Laswell dapat dinyajikan berita sehingga penulisannya tersebut tidak pahami bahwa dalam proses komunikasi massa tersaya enak dan mudah dibaca serta dipahami namun dapat lima unsur yang disebut komponen atau unsur
juga menyajikan unsur terpenting dari sebuah berita dalam proses komunikasi, yaitu:
yang diangkat oleh media massa.

Dalam kasus pelantikan Bupati Tomohon
a. Who (siapa): komunikator, orang yang menyamyang di tulis oleh media massa Kompas on line, Pepaikan pesan dalam proses komunikasi massa,
neliti tertarik ingin mengetahui makna berita melalui
bisa perorangan atau mewakili suatu lembaga,
unsur-unsur berita yang digunakan serta penyajian
organisasi maupun instansi.
berita dari segi struktur berita yang disampaikan oleh
b. Says What (apa yang dikatakan): pertanyaan
media massa Kompas on line khususnya dalam kasus
umum, dapat berupa suatu ide, informasi, opiBupati Tomohon. Dengan kata lain perrmasalahannya
ni, pesan dan sikap, yang erat kaitannya dengan
yakni bagaimana makna yang disampaikan melalui
masalah analisis pesan.
unsur-unsur dan struktur Berita pada Media Massa
c. In Which Channel (melalui saluran apa): Media
Kompas on line dalam kasus Bupati Tomohon?
komunikasi atau saluran yang digunakan untuk
melaksanakan kegiatan komunikasi.
II. KAJIAN LITERATUR
d. To Whom (kepada siapa): komunikan atau audiens yang menjadi sasaran komunikasi. Kepada
2.1. Komunikasi Massa
siapa pernyataan tersebut diajukan, berkaitan
dengan masalah penerima pesan. Dalam hal ini

Komunikasi
massa menurut Tan dan
diperlukan adanya analisis khalayak (audience
Wright
adalah
merupakan
bentuk
komuanalysis)
nikasi yang menggunakan
saluran (media)
e. With what effect (dengan efek apa): hasil yang
10

dicapai dari usaha penyampaian pernyataan umum itu


pada sasaran yang dituju. Berkaitan dengan analisis
efek (Ardianto & Erdinaya, 2006).

Menurut Husaini (2002) setiap proses komunikasi melibatkan sejumlah komponen: (1) komunikator (penyampai pesan), (2) pesan (pernyataan yang
didukung oleh lambang), (3) komunikan (penerima
pesan), (4) media (sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh atau banyak), (5)
efek (dampak sebagai pengaruh dari pesan).

Awal tahun 1960-an David K Berlo membuat
formula komunikasi yang lebih sederhana. Formula
itu dikenal dengan nama SCMR, yakni source (pengirim), message (pesan), channel (saluran-media) dan
receiver (penerima).

Selain Shannon dan Berlo, juga tercatan
Charles Osgood, Gerald Miller dan Melvin L. De
Fleur menambahkan lagi unsur efek dan umpan balik
(feed back) sebagai pelengkap dalam membangun komunikasi yang sempurna ( Cangara, 2008).
2.2. Fungsi Media

Ada banyak tafsir mengenai fungsi media
massa. Dalam hal ini, para pakar komunikasi massa
memiliki pandangan beragam. Laswell mengatakan
media massa memiliki fungsi informasi, hiburan dan
pendidikan (Effendi, 1993)

Charles R. Wright (Effendy, 1993) memandang, media massa berfungsi dalam kegiatan penyelidikan (surveillance), kegiatan mengkorelasikan
(correlation), yaitu menghubungkan satu kejadian
dengan fakta yang lain dan menarik kesimpulan, kegiatan transmisi kultural, yaitu pengalihan kebudayaan
dari satu generasi kepada generasi berikutnya, dan
kegiatan penghiburan (entertainment).

Sedangkan Melvin De Fleur melihat ada enam
fungsi utama media massa. Pertama, fungsi pengawasan (surveillance functions). Kedua, fungsi agenda
setting (set agendas). Ketiga, fungsi penghubung antar
kelompok dalam masyarakat (connect). Keempat,
fungsi pendidikan (educate). Kelima, fungsi mempengaruhi (persuade). Keenam, fungsi menghibur
(entertaint) (Effendy, 1993).
2.3. Pengaruh Media

Media massa (mass media) menurut Richard
West dan Lynn H Turner adalah Saluran-saluran atau
cara pengiriman bagi pesan-pesan massa. Media massa dapat berupa surat kabar, video CD-ROM, computer, TV, radio, dan sebagainya. Komunikasi Massa

(mass communication) adalah komunikasi khalayak


luas dengan menggunakan saluran-saluran komunikasi ini. ( 2008)

Media massa menurut Dennis Mc Quail (1987)
me-rupakan salah satu sarana untuk pengembangan
kebudayaan, bukan hanya budaya dalam pengertian
seni dan simbol tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata-cara, mode, gaya hidup dan norma-norma.

Meyrowitz dalam John (1996) menggambarkan metafora media sebagai bahasa, pada metafora ini, masing-masing media memiliki unsur-unsur
structural atau tata kalimat, seperti sebuah bahasa.
Media cetak,misalnya memiliki rancangan halaman,
gaya huruf tertentu, dan sebagainya. Media-media
lain mungkin memiliki berbagai unsur komposisi suara dan visual yang dapat mempengaruhi konsumen
dalam berbagai cara, pengaruh sebuah media sangat
bergantung pada fitur-fitur struktural ini.
2.4. Makna, Unsur-unsur dan Struktur Berita


Terdapat beberapa pengertian mengenai berita,
diantaranya adalah dari Spencer dalam Mott menyatakan bahwa berita dapat didefinisikan sebagai setiap
fakta yang akurat atau suatu ide yang dapat menarik
perhatian bagi sejumlah besar pembaca. Sedangkan
Mitchel V. Charnley dalam bukunya Reporting edisi
III (Holt-Reinhart & Winston, New York, 1975 halaman 44) menyebutkan berita adalah laporan yang tepat waktu mengenai fakta atau opini yang memiliki
daya tarik atau hal penting atau kedua-duanya bagi
masyarakat luas. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa berita adalah suatu fakta atau ide atau opini
aktual yang menarik dan akurat serta dianggap penting bagi sejumlah besar pembaca, pendengar maupun
penonton (Muda, 2005).

Makna menurut Blummer adalah suatu yang
bersifat intrinsik dari suatu benda. Menurutnya
sebuah bangku jelas-jelas merupakan bangku di dalam dirinya maknanya memancar dapat dikatakan demikian, dari benda tersebut dan sepertinya tidak ada
proses yang terlibat dalam pembentukannya; yang
penting adalah untuk mengenali makna yang sudah
ada dalam benda tersebut (West and Turner, 2008).

Sedangkan yang dimaksud sebagai struktur
tulisan dalam dunia jurnalistik menurut F Rahardi
(2006) adalah Susunan, bangunan, atau pola tulisan
tersebut. misalnya pada umumnya struktur berita adalah piramida terbalik (bagian yang runcing berada di
bawah).

Piramida terbalik mengibaratkan bahwa bagian yang besar (isinya banyak, penting):
11

berada dibagian atas. Makin ke bawah bentuk piramida tersebut makin mengecil dan meruncing, ibaratnya makin ke bawah volume berita tersebut makin
sedikit, sementara isinya juga menjadi kurang penting
F Rahardi (2006).

Menurut Tebba (2005) cara menulis berita
yaitu ditulis dengan gaya piramida terbalik, dimana
semuya yang dianggap penting diletakkan pada lead
atau intro. Masih menurut Tebba (2005), piramida
terbalik diperlukan agar khalayak yang biasanya
selalu sibuk tetap bisa mengeahui peristiwa yang
terjadi. Gaya piramida terbalik juga untuk memudahkan para redaktur, produser atau penyunting untukmemotong bgian berta yang kurang penting yang
terletak pada bagian bawah. Ini terutama berlaku
bagi media cetak seperti majalah dan surat kabar.
Unsur-unsur berita menurut Tebba (2005): 1. what
(apa peristiwa yang terjadi), 2. who ( siapa yang terlibat dalam peristiwa), 3. where ( dimana peristiwa terjadi), 4. when (kapan peristiwa terjadi), 5. why (mengapa terjadi) dan 6. How (bagaimana peristiwanya)
III. METODE PENELITIAN


Metodologi yang digunakan adalah kualitatif
deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode analisis isi difokuskan pada muatan isi teks berita. Tipe penelitian yang signifikan untuk menjelaskannya adalah
tipe penelitian kualitatif (Tuchman, 1991).

Bogdan dan Taylor (1997) mendefenisikan
metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian
yang menghasilkan data desktiptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari perilaku yang dapat diamati. Sedangkan Kirk dan Miller (1986) mengatakan, bahwa
penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pengamatan pada manusia dalam kawasannya
sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut
dalam bahasa dan peristilahannya (Moeloeng, 2000).

Objek analisis dalam penelitian ini adalah teks
berita. Digunakannya teks berita sebagai analisis karena data teks merupakan cerminan situasi atau kondisi yang sebenarnya terjadi. Data yang dikumpulkan
berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka.
Dengan demikian laporan penelitian berisi kutipankutipan data untuk memberi gambaran penyajian
tersebut. Pertanyaan dengan kata tanya mengapa,
alasan apa dan bagaimana terjadinya akan senantiasa dimanfaatkan oleh peneliti sehingga peneliti tidak
akan memandang bahwa sesuatu itu sudah demikian
keadaannya (Moeloeng, 2000).

Analisis akan dilakukan terhadap berita kasus
Bupati Tomohon dengan judul: Pelantikan Pejabat
12

Pejabat Jefferson Siap Dinonaktifkan yang ditulis di


media Kompas on line pada hari Senin, tanggal 10
bulan Januari tahun 2011.
IV. PEMBAHASAN

Pada berita ini penggunaan lebih banyak pada
unsur Who dan What, penggunaan unsur tersebut dilakukan secara berulang-ulang yaitu unsur Who dalam hal ini Jefferson dan unsur What dalam hal ini
pada kalimat siap dinonaktifkan. Hal tersebut dapat
dilihat pada judul, lead dan body satu. Penggunaan
unsur What yang hampir sama yaitu pada kalimat
siap tidak dilantik. Kalimat tersebut diulang pada
body satu.

Penggunaan unsur Who dan What yang sama
yaitu pada kata Jefferson dan kalimat siap dinonaktifkan, siap tidak dilantik berulang-ulang dilakukan pada judul, lead, body kesatu dan body kedua . Pengulangan ini akan memberi makna yang kuat
mengenai kesiapan Jefferson dinonaktifkan atau tidak
dilantik.

Pada unsur Why juga menjelaskan mengenai ketidakinginan/ketidaktahun Jefferson mengenai
akan dilantik dirinya dengan prnyataan dirinya kaget
ketika dilantik. Pada unsur Why juga menjelaskan
mengenai ketidakinginan Jefferson untuk dilantik
dengan menyatakan ada permintaan untuk dilantik

Hal lain yang disampaikan pada berita tersebut pada paragraph terakhir adalah unsur Who, What
dan Why yaitu Jefferson meminta izin untuk syukuran tapi bukan syukuran untuk pelantikannya karena
pelantikan atas dirinya oleh Gubernur Sulut menimbulkan kontroversi

Selain itu kalimat terakhir memiliki unsur
Who dalam hal ini KPK, unsur What, dalam kalimat
telah mengirim surat agar Jefferson dinonaktifkan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 02. Unsur Berita Pelantikan Pejabat Jefferson Siap Dinonaktifkan Kompas on line tanggal
10 Januari 2011

Tabel 03. Struktur Berita Pelantikan Pejabat Jefferson Siap Dinonaktifkan Kompas on line tanggal
10 Kanuari 2011



Penekanan pada lead : Jefferson sebagai terdakwa kasus korupsi Kaget ketika dirinya dilantik
dan siap dinonaktifkan.

Penekanan
pada
body:
Jefferson
siap
dinonaktifkan
karena
mengiku

ti aturan Ia dilantik karena ada permintaan


Penekanan pada penutup: Jefferson minta izin syukuran bukan untuk pelantikan. Pelantikannya telah
menimbulkan kontroversi terkait semangat memberantas korupsi pada semua aspek pemerintahan.
13

KPK telah mengirim surat untuk menonaktifkan Jefferson. Makna pada Lead:
J e f ferson siap dinonaktikan dan kaget dirinya dilantik
Makna pada body: Jefferson siap dinonaktifkan karena mengikuti aturan ia dilantik karena ada permintaan orang lain

Makna pada penutup: Minta izin syukuran
bukan untuk pelantikan, pelantikannya telah menimbulkan kontroversi, KPK telah mengirim surat
menonaktifkan Jefferson. Sehingga hal yang ingin
disampaikan adalah: Jefferson siap dinonaktifkan
karena dirinya sendiri kaget dilantik, Jefferson mengikuti aturan ia dilantik atas permintaan. Tujuannya:
Menyatakan Jefferson dilantik bukan atas keinginannya, ia hanya mengikuti permintaan untuk dilantik.
Jika ingin menonaktifkannya dia sudah siap karena
dia sudah tahu aturannya.

Berita tersebut memberi makna: Jefferson
sebagai orang yang mengerti aturan, dan mengikuti
permintaan atasan untuk dilantik, karenanya ia sudah
siap dinonaktifkan
V. PENUTUP

Media massa Merupakan salah satu sarana
untuk pengembangan kebudayaan, bukan hanya budaya dalam pengertian seni dan simbol tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata-cara, mode, gaya
hidup dan norma-norma.

Masing-masing media memiliki unsur-unsur
struktural atau tata kalimat, seperti sebuah bahasa.
Media cetak misalnya, memiliki rancangan halaman,
gaya huruf tertentu, dan sebagainya. Media-media
lain mungkin memiliki berbagai unsur komposisi suara dan visual yang dapat mempengaruhi konsumen
dalam berbagai cara, pengaruh sebuah media sangat
bergantung pada fitur-fitur strucktural ini

Makna adalah suatu yang bersifat intrinsik
dari suatu benda. Sedangkan yang dimaksud sebagai
struktur tulisan dalam dunia jurnalistik adalah Susunan, bangunan, atau pola tulisan tersebut, misalnya
pada umumnya struktur berita adalah piramida terbalik, bagian yang runcing berada di bawah

Dari unsur berita, pada kasus ini penggunaan
lebih banyak pada unsur Who dan What, penggunaan
unsur tersebut dilakukan secara berulang-ulang yaitu
unsur Who dalam hal ini Jefferson dan unsur What
dalam kalimat siap dinonaktifkan.

Pengulangan ini akan memberi makna
yang kuat mengenai kesiapan Jefferson dinonaktifkan atau tidak dilantik. Dari Struktur Berita hal
yang ingin disampaikan adalah: Jefferson siap dinonaktifkan karena dirinya sendiri kaget dilantik,
14

Jefferson mengikuti aturan ia dilantik atas permintaan orang lain Tujuannya tulisan tersebut adalah menyatakan Jefferson dilantik bukan atas keinginannya,
ia hanya mengikuti permintaan untuk dilantik. Jika
ingin menonaktifkannya dia sudah siap karena dia sudah tahu aturannya.

Berita tersebut memberi makna sebagai Jefferson sebagai orang yang mengerti aturan, dan
mengikuti permintaan atasan untuk dilantik, pelantikan tersebut bukan atas kehendaknya, karenanya ia
sudah siap dinonaktifkan
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro, Erdinaya. 2006. Komunikasi
Massa. Bandung. Simbiosa Rekatama Media.
Albarran, Alan B. 1996. Media Economics, Understanding Market, Industries and Concept. Iowa.
Iowa State University Press.
Baimess, Paul R. 1999. Voter Segmentation and Candidates Positioning. London, Sage.
Basuki, Lanawati & Soekarno. Paduan Membuat Desain Ilustrasi Busana Tingkat Dasar, Terampil,
dan Mahir. Jakarta. Kawan Pustaka.
Cangara, Hafied. 2008. Pengantar Ilmu Komunikasi.
Edisi Revisi. Jakarta. PT Radja Grafindo Persada.
Effendy, Onong Uchyana. 1993. Televisi Siaran Teori
dan Praktek. Bandung. Mandar Maju
Husaini, Adian. 2002. Sebuah Rekayasa Mengubah
Citra. Jakarta. Gema Insani Press.
Liliweri, Alo. 1991. Memahami Peran Komunikasi
Massa Dalam Masyarakat. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
LittleJohn, Stephen W. 1996. Theories of Human
Communication Fifth Edition. Terjemahan
edisi Indonesia 1 (Chapter 1-9), dan edisi Indonesia 2 (Chapter 10-16). Jakarta. Salemba
Humanika.
McQuail, Dennis. 1987. Teori Komunikasi Massa.
Suatu Pengantar. Jakarta. Erlangga.
Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosdakarya
Muda, Deddy Iskandar. 2005. Jurnalistik Televisi
Menjadi Reporter Profesional.
Bandung.
Remaja Rosda Karya.
Rahardi, F. 2006. Menulis Artikel. Feature. dan Esai.
Tangerang. Kawan Pustaka.
Tebba, Sudirman. 2005. Jurnalistik Baru. Tanggerang. Penerbit Kalam Indonesia
Tuchman, Gaye. 1980. Making News A Study in the
Construction of Reality. New York: Free Press.

West, Richard and Turner, Lynn H. 2008. Pengantar


Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Edisi
3. Jakarta: Salemba Humanika.

15

STUDI SEMIOTIKA SOSIAL WEB KOMUNITAS KASKUS MENGENAI KINERJA


PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Irwanto
Program Studi Penyiaran Akom BSI Jakarta
Jl. Kayu Jati V No.2, Pemuda Rawamangun, Jakarta Timur
irwanto.iwo@bsi.ac.id
Abstract

This reseach try to understand meaning of text and symbol at the Kaskus web community on cyber
space. The subject of this research is thread of the perform president Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) in the
first year of the second period his position as president of the Republic Indonesia in the Kaskus web community. The object are text and images form contained of symbol.
Accordance to the intent and purpose of this study, this research used qualitative methodology and then
used social semiotic of MAK Halliday Ruqaiyya Hassan approach. The result showed that the meaning of
texts and symbols on the forum-related news research subjects are basically supportive and criticize the performance of President SBY . Text and symbol in the form of text communication as well as symbols Kaskus
community on the web is not always the same as that used in the everyday reality of life. Members of the web
constructed text and symbols they used. If they want to reach agreement within the meaning in the interaction,
they must have reference to the text and the symbols used before.
Keyword : text, symbol, web community.
Abstraksi

Penelitian ini berupaya memahami makna teks serta simbol yang terdapat pada komunikasi web komunitas Kaskus di dunia maya. Subjeknya merupakan forum berita mengenai kinerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun pertama periode kedua pemerintahannya yang terdapat pada web komunitas
Kaskus. Sementara objek penelitiannya adalah tulisan yang berbentuk teks serta gambar simbol yang terdapat
di dalamnya. Metodologi yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan semiotika sosial MAK Halliday-Ruqaiyya Hassan yang terkait dengan thread kinerja pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
pada periode kedua masa pemerintahannya. Hasil penelitian diperoleh makna teks-simbol pada forum berita
yang terkait dengan subjek penelitian yakni mendukung serta mengkritisi kinerja Presiden SBY. Anggota web
Kaskus mengkonstruk teks-simbol yang mereka gunakan, hingga tidak sama dengan yang dipakai dalam kehidupan realitas. Bila ingin mencapai kesepahaman dalam makna maka siapapun yang terlibat dalam interaksi
harus memiliki referensi terhadap teks serta simbol yang digunakan.
Kata kunci: teks, simbol, web komunitas
I. PENDAHULUAN

Berkembangnya
teknologi
komunikasi
membuat media komunikasi menjadi lebih murah
dan mudah digunakan. Perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi mutakhir dewasa ini,
memungkinkan masyarakat dunia hidup dalam
proses komunikasi yang makin cepat dan interaktif. Kedahsyatan komputer dengan bentuk informasi virtualnya telah menjungkirbalikkan tatanan
lama tentang cara berkomunikasi. Kecanggihan
teknologi internet bisa menjadi ajang bersosialisasi, berekspresi, dan bahkan untuk mencari jodoh.
Dunia virtual dapat menjadi gaya hidup tersendiri,
16

yang akan semakin menonjol peranannya pada generasi X, generasi yang terbentuk dalam abad informasi (Susanto: 2001).

Bentuk komunikasi bermediasi internet dengan peralatan komputer, menumbuhkan suatu interaksi komunitas berbasis teknologi internet. Biasa dikenal dengan beberapa istilah diantaranya
komunitas dunia maya, komunitas virtual atau komunitas cyber. Saat ini masyarakat Indonesia mengalami proses pengkristalan jejaring sosial. Ini bisa
dilihat dengan semakin marak masyarakat yang memanfaatkan jaringan internet. Mulai dari mencari

informasi, menyebar informasi serta berkomunikasi


dengan teman melalui situs sosial atau forum-forum
diskusi atau menjadikannya sebagai sarana bersosialisasi dan aktualisasi. Penggunanya pun beragam dari
usia anak, dewasa sampai orang tua.

Kaskus sebagai web komunitas yang memiliki anggota terdaftar sejumlah 1.957.441 (per 10
Agustus 2010) dengan jumlah posting 201.659. 295
bukan sekadar komunitas web biasa. Jumlah tersebut
tentunya diluar perhitungan orang-orang yang bukan
anggota namun berkunjung dan memahami komunitas web Kaskus. Bila merujuk pada situs www.Alexa.
Com, yaitu sebuah web informasi yang memberikan
peringkat bagi sebuah web, berdasarkan data per 11
Agustus 2010, Kaskus berada pada urutan pertama
pada jumlah akses untuk wilayah Indonesia. Sementara DetikForum dan Indonesia.com menyusul pada
posisi kedua serta ketiga. Masih berdasar pada sumber yang sama, peringkat Kaskus di dunia berada
pada urutan ke 261 diantara jutaan web yang ada dalam alam maya. Masih gunakan sumber yang sama,
Kaskus berada pada peringkat enam dibawah Facebook, Google, Google.co.id, Yahoo serta Blogger untuk kategori web atau situs terpopuler di Indonesia.
Dengan kata lain Kaskus memegang peranan untuk
membentuk suatu opini di Indonesia

Peneliti tertarik untuk mengambil peristiwa
yang terkait dengan pemerintahan presiden Susilo
Bambang Yudhoyono yang berada pada forum Berita dan Politik komunitas web Kaskus. Beragam komentar terhadap kinerja pemerintahan yang dipimpin
oleh Susilo Bambang Yudhoyono di Kaskus merupakan hal unik karena siapapun baik pro dan kontra bisa
mengekspresikan opininya pada web ini. Terlebih
menjelang dan saat setahun kepemimpinanya pada
periode kedua masa pemerintahannya, yakni tanggal
19 dan 20 bulan Oktober 2010.

Siapapun yang menjadi anggota komunitas
web Kaskus otomatis bisa menjadi komunikatornya.
Sementara siapapun bisa untuk menjadi komunikannya. Sebagai web komunitas yang berada pada dunia
maya, maka secara proses produksi pesan, anggota
web komunitas Kaskus tidak mengalami proses gatekeeper sebagaimana layaknya media konvensional
lainnya. Siapapun dengan latar belakang apapun bisa
memberikan komentar terhadap thread pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono pada periode kedua masa
pemerintahannya. Anggota komunitas web Kaskus
bisa berkomentar apapun tanpa harus melewati proses editing dan kebijakan redaksional yang berbelit.

Dalam komunitas web kaskus, kata, kalimat
serta gambar apapun bisa dijadikan ungkapan ekspresi.
Para kaskuser juga bisa memanfaatkan media Kaskus

ini sebagai tempat yang menurut mereka paling


aman dalam menyampaikan informasi. Setidaknya
ekspresi dan pendapat mereka dibaca dan ditanggapi
oleh anggota web komunitas Kaskus lainnya. Mereka
tidak perlu khawatir akan ditangkap aparat keamanan
saat mengutarakan ekspresinya. Kondisi ini yang tentu saja berbeda ketika mereka menyampaikannya di
ruang publik ataupun pada media konvensional lainnya.

Selain itu, anggota komunitas Kaskus bisa
menjadikan web komunitas ini menjadi sarana aman
melontarkan cacian, makian dan atau pujian ditengah
media media massa konvensional yang isinya terlalu
dominan diintervensi oleh kebijakan redaksi yang
sangat bernuansa kepentingan pemilik modal. Dengan keadaan ini, peneliti meyakini, web komunitas
Kaskus khususnya forum berita politik dijadikan sebagai sarana aman serta media yang toleran bagi para
kaskuser untuk mengomentari Presiden susilo Bambang Yudhoyono.

Proses komunikasi anggota dalam komunitas
web tersebut berbeda dengan proses komunikasi yang
ada dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini membuat
budaya komunikasi orang mengalami perubahan.
Baik cara interaksi maupun bahasa komunikasi verbal yang diekspresikan. Interaksi bisa kapanpun dan
dimanapun walau komunikator dan komunikan tidak
saling bertatap muka. Sedang motif komunikasi yang
diekspresikan melalui lambang komunikasi verbal
memiliki makna tertentu.

Aktifitas komunikasi tersebut tentunya menggunakan bahasa komunikasi verbal yang berupa simbol dan berbentuk tulisan serta gambar. Begitu juga
dalam berkomunikasi pada dunia maya. Ada aktifitas
pertukaran serta pemaknaan lambang dalam berkomunikasi. Jelaslah bahwa pada proses komunikasi
ini terdapat simbol-simbol yang memiliki makna.

Upaya memaknai simbol komunikasi verbal
yang digunakan tidaklah mudah, karena faktanya
bahwa logika simbol komunikasi seringkali tidaklah sama dengan logika yang digunakan masyarakat
umum dalam pola pikir pada kehidupannya seharihari. Begitu juga dengan simbol-simbol yang digunakan pada komunitas web Kaskus. Simbol dipahami,
dikonstruksi dan direkonstruksi sesuai dengan konteks serta interpretasi antar penggunanya.

Dibutuhkan daya imajinasi untuk berkomunikasi dengan pesan simbol-simbol verbal yang
terdapat pada komunitas web Kaskus. Sebab simbol yang digunakan harus mampu merefleksikan isi
pernyataan yang sedang dialami oleh si pengirim pesan tersebut. Sementara pada sisi lain, pembaca pesan dituntut bisa memahami simbol yang dibacanya.
17

Proses ini diperlukan agar terjadi komunikasi yang


efektif dalam komunitas web Kaskus.

Menarik dan juga unik, meski semua orang
bisa menjadi anggota komunitas web Kaskus, namun tidak semua orang bisa melakukan komunikasi
komunikasi bebas sesuai dengan keinginannya. Ada
batasan dan aturan yang harus dipahami yaitu penggunan simbol antara anggota Kaskus. Sehingga bila ada
yang ingin mengunggah sesuatu atau memberikan komentar harus memahami terlebih dahulu simbol yang
telah disepakati bersama oleh anggota lainnya. Para
anggota Kaskus menggunakan simbol komunikasi sosial yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, namun makna simbol komunikasi tersebut tidak sesuai
dengan yang telah menjadi kesepakatan masyarakat
pada umumnya. Peneliti berasumsi terdapat makna
lain yang diinterpretasikan pada simbol komunitas
web Kaskus. Ini mengisyaratkan adanya perubahan
serta keunikan pada realitas tanda dan makna sebagai
sebagai satu unsur terpenting dalam berkomunikasi
pada komunitas web Kaskus. Hal ini menyebabkan
terjadinya perubahan sosial-budaya yang begitu beragam, tumpang-tindih dan campur aduknya berbagai
macam nilai. Selain itu, hal ini membuat sub budaya
baru dalam berkomunikasi. Dari aspek demografis, ini
bisa memunculkan sub kelompok pada masyarakat.

Penggunaan simbol komunikasi yang beda
dengan makna dalam kehidupan sosial tadi adalah
hal unik yang ada pada dunia maya. Tidak hanya itu,
penggunaan simbol komunikasi yang dipakai pada
komunitas web Kaskus menghadirkan makna baru
yang digunakan untuk saling mengirim pesan sesama anggota. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk menelaah teks dan simbol yang digunakan pada
komunitas web Kaskus. Dengan demikian sebagai
panduan agar fokus pada subjek serta objek dalam
melakukan penelitian, maka disusunlah rumusan
masalah: Bagaimana deskripsi makna teks dan simbol dalam komunikasi web komunitas Kaskus terkait
dengan kinerja pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pada periode kedua masa pemerintahannya ?
II. KAJIAN LITERATUR
2.1. Komunikasi Dunia Maya

Dalam pemakaian umum saat ini, dunia maya
adalah istilah komprehensif untuk World Wide Web
(www), milis elektronik, kelompok-kelompok dan
forum diskusi, ruang ngobrol (chating), permainan
interaktif multi player (Turkle: 1995)

Dengan menggunakan teknologi internet memungkinkan hampir semua orang di belahan dunia
18

manapun untuk saling berkomunikasi dengan cepat dan mudah. Fitur internet paling populer e-mail,
fitur yang dipakai oleh para pengguna internet untuk
bertukar pesan, dan World Wide Web (www), sebuah
sistem situs komputer yang sangat luas yang dapat
dikunjungi oleh siapa saja dengan program browser
dan dengan menyambungkan komputer dengan pada
internet (Severin : 2008).

Internet mengubah komunikasi dengan beberapa cara fundamental. Media massa tradisional pada
dasarnya menawarkan model komunikasi satu untuk banyak. Sedangkan internet memberikan model
tambahan yakni, banyak untuk satu (e-mail ke satu
alamat sentral, banyaknya pengguna yang berinteraksi dengan satu website) dan banyak untuk banyak
(e-mail, miliss, kelompok-kelompok baru). Internet
menawarkan potensi komunikasi yang lebih terdesentralisasi dan lebih demokratis dibandingkan yang
ditawarkan oleh media masa sebelumnya (Severin
2008:).
2.2. Komunitas Dunia Maya

Perkembangan teknologi informasi juga tidak
saja mampu menciptakan masyarakat dunia global,
namun secara materi mampu mengembangkan ruang gerak kehidupan baru bagi masyarakat, sehingga
tanpa disadari, komunitas manusia telah hidup dalam
dunia kehidupan, yaitu kehidupan masyarakat nyata
dan kehidupan masyarakat maya (cybercommunity).
(Bungin 2006:).

Tidak hanya itu saja pengembangan jaringan dan sistem-sistem realitas virtual bukan hanya
tentang menciptakan pasar-pasar baru bagi peralatan elektronik baru atau membuat rumah kita lebih
cerdas. Tetapi hal itu terutama tentang membangun
komunitas-komunitas dan memudahkan interaksi manusia (Fidler: 2003).

Purbo (2003) memahami bahwa komunitas
maya ternyata terbentuk dalam forum diskusi dan
silaturahmi antar warga dunia maya. Aplikasi surat
elektronik (e-mail) merupakan fasilitas utama yang
digunakan untuk membangun komunitas yang mempunyai kekuatan besar.

Pada awalnya masyarakat maya adalah sebuah
fantasi manusia tentang dunia lain yang lebih maju
dari dunia saat ini. Fantasi tersebut adalah sebuah
hiperealitas manusia tentang nilai, citra dan makna
kehidupan manusia sebagai lambang dari pembebasan manusia terhadap kekuasaan materi dan alam
semesta. Namun ketika teknologi manusia mampu
mengungkapkan misteri pengetahuan itu, maka manusia bisa menciptakan ruang kehidupan baru bagi

manusia di dalam dunia maya itu. Hidup dalam


dunia maya bukanlah pengganti untuk kehidupan
dalam dunia fisis, tetapi hal itu memberi peluang-peluang bagi orang-orang untuk meluaskan cakrawala
mereka dan berbagi pengalaman yang mungkin tidak
bisa diperoleh tanpa dunia virtual. Misalnya dalam:
cyberspace, komunitas-komunitas yang didasarkan
pada minat-minat bersama bisa melibatkan orangorang yang hidup di tempat-tempat terpencil, yang
untuk alasan fisis terkurung dalam rumah mereka
atau dirumah sakit, yang sering berpergian, dan
yang terlalu sibuk atau mungkin yang terlalu pemalu
untuk menghadiri pertemuan-pertemuan terjadwal
atau acara-acara dalam tempat-tempat di dunia nyata
( Fidler: 2003).
2.3. Bahasa dan Konstruksi Realitas

Bahasa adalah struktur yang dikendalikan
oleh aturan main tertentu, semacam mesin untuk
memproduksi makna. Dalam bahasa harus mematuhi
aturan main bahasa (gramar, sintaks) jika kita ingin
menghasilkan sebuah ekspresi yang bermakna.

Aturan main pertama dalam bahasa, menurut
Saussure, bahwa didalam bahasa hanya ada prinsip
perbedaan (difference). Kata-kata mempunyai makna
disebabkan diantara kata-kata tersebut ada perbedaan,
disebabkan mereka berada di dalam relasi perbedaan.
Jadi, yang pertama dilihat dalam kajian strukturalisme
bahasa adalah relasi, bukan hakikat tanda itu sendiri
(Piliang: 2003).

Bahasa merupakan instrumen pokok untuk
menceritakan realitas. Bahasa juga merupakan alat
konseptualisasi dan alat narasi. Menurut De Fleur
(1989), bahasa tidak lagi semata menggambarkan
realitas, melainkan menentukan gambaran (citra)
yang akan muncul di benak khalayak. Bahasa yang
dipakai media ternyata mampu mempengaruhi cara
melafalkan (pronounciation), tata bahasa (grammar),
susunan kalimat (syntax), perluasan dan modifikasi
perbendaharaan kata, serta akhirnya mengubah dan
mengembangkan percakapan (speech), bahasa (language), dan makna (meaning).

Penggunaan bahasa tertentu dalam thread
terkait dengan kinerja pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono pada periode kedua masa pemerintahannya berimplikasi akan menghasilkan makna tertentu.
Dalam banyak kasus, kita dapat menemukan kelompok-kelompok yang memiliki kekuasaan mengendalikan makna di tengah pergaulan sosial melalui media
massa.

Menurut Halliday (1972), secara makro fungsi-fungsi bahasa dapat dijabarkan dalam tiga fungsi.

Pertama fungsi ideasional, untuk membentuk, mempertahankan dan memperjelas hubungan diantara anggota masyarakat. Kedua fungsi impersonal, untuk menyampaikan informasi diantara anggota masyarakat.
Ketiga fungsi tekstual, untuk menyediakan kerangka,
pengorganisasian diskursus (wacana) yang relevan
dengan situasi.

Pada prosesnya bahasa yang dipakai merupakan hasil dari konstruksi yang mengalami proses
dialektika sosial. Frans M. Parera dalam Berger dan
Luckman (1990) menyatakan, adanya dialektika
antara diri (self) dalam hal ini anggota web dengan
dunia sosialnya, yang pada hal ini adalah alam Kaskus.
Dialektika tersebut berlangsung melalui tiga momen
simultan. Pertama, eksternalisasi, yaitu penyesuaian
diri dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia. Kedua, obyektifitas, yaitu interaksi sosial yang
terjadi dalam dunia intersubyektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi. Ketiga,
internalisasi, yaitu proses ketika individu mengidentifikasi dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau
tempat individu menjadi anggotanya (Bungin: 2008).

Masih menurut Berger dan Luckmann
(Bungin: 2008), tiga momen dialektika itu melalui
proses konstruksi sosial yang dilihat dari segi asal
mulanya merupakan hasil ciptaan manusia, yaitu buatan interaksi intersubjektif.

Pertama, tahapan eksternalisasi berlangsung
ketika produk sosial (dalam hal ini bahasa teks
serta simbol) tercipta di masyarakat, kemudian individu mengeksternalisasinya atau menyesuaikan diri
ke dalam dunia sosio kulturalnya sebagai bagian dari
produk manusia.

Kedua, tahapan obyektifasi produk sosial
terjadi dalam dunia intersubjektif masyarakat. Hal
terpenting dalam obyektivasi adalah pembuatan signifikasi, yakni pembuatan tanda-tanda oleh manusia.
Sehingga sebuah tanda dapat dibedakan dari obyektivasi-obyektivasi lainnya, karena tujuannya yang
eksplisit yang digunakan sebagai isyarat atau indeks
bagi pemaknaan subyektif. Dengan demikian obyektivas juga dapat digunakan sebagai tanda, meskipun semula tidak dibuat untuk maksud itu. Sebuah wilayah
penandaan (signifikasi) dapat menjembatani wilayahwilayah kenyataan, dapat didefinisikan sebagai sebuah
simbol, dan modus linguistik yang dinamakan dengan bahasa simbol. Maka pada tingkat simbolisme,
signifikasi linguistik terlepas secara maksimal dari
disini dan sekarang dari kehidupan sehari-hari.
Sehingga bahasa memegang peranan penting dalam
obyketivasi terhadap tanda-tanda dan bahkan tidak
saja memasuki wilayah de facto melainkan juga
apriori yang berdasarkan kenyataan lain tidak dapat
19

digunakan sebagai tanda, meskipun semula tidak


dibuat untuk maksud itu. Sebuah wilayah penandaan
(signifikasi) dapat menjembatani wilayah-wilayah kenyataan, dapat didefinisikan sebagai sebuah simbol,
dan modus linguistik yang dinamakan dengan bahasa
simbol. Maka pada tingkat simbolisme, signifikasi
linguistik terlepas secara maksimal dari disini dan
sekarang dari kehidupan sehari-hari. Sehingga bahasa memegang peranan penting dalam objketifasi
terhadap tanda-tanda dan bahkan tidak saja memasuki wilayah de facto melainkan juga apriori yang berdasarkan kenyataan lain tidak dapat dimasuki dalam
pengalaman sehari-hari. Bahasa merupakan alat simbolis untuk mensignifikasi dimana logika ditambahkan
secara mendasar kepada dunia sosial yang diobyektivasi. Jadi yang terpenting dalam objektivikasi adalah
melakukan signifikasi, memberikan tanda bahasa dan
simbolisasi terhadap benda yang disignifikasi. Lalu
melakukan tipifikasi terhadap kegiatan seseorang
yang kemudian menjadi obyektivikasi linguistik yakni pemberian tanda verbal maupun simbolisasi yang
kompleks.

Ketiga, tahapan internalisasi yaitu pemahaman atau penafsiran yang langsung dari suatu peristiwa obyektif sebagai pengungkapan suatu makna.
Artinya sebagai manifestasi dari proses-proses subyektif orang lain yang demikian menjadi bermakna
secara subyektif bagi individu itu sendiri.
2.4. Semiotika Sosial

Secara terminologis, istilah semiotik menurut
Eco (1979, dalam Sobur: 2001) dapat didefinisikan
sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objekobjek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Sedangkan Van Zoest (1996) dalam Sobur
(2001:95-96) mengartikan semiotik sebagai ilmu
tanda (sign) dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan kata
lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka
yang mempergunakannya.

Dalam semiotik, segala sesuatu yang dapat
diamati atau dibuat dapat teramati, mengacu pada
hal yang dirujuknya, dan dapat diinterpretasikan adalah tanda. Benda, peristiwa atau kebiasaan yang dapat memberikan hubungan segitiga dengan sebuah
ground, sebuah denotatum, dan dengan sebuah interpretannya adalah tanda (Zoest: 1996).

Fungsi tanda (sign) adalah membangkitkan
makna, karena tanda selalu dapat dipersepsi oleh
perasaan (sense) dan pikiran (reason). Dengan menggunakan akal sehatnya, seseorang biasanya menghubungkan sebuah tanda pada rujukannya (reference)
20

untuk menemukan makna tanda itu (Noth, 1990:7992).



Sekurang-kurangnya, menurut Pateda dalam
Sobur (2001) ada sembilan macam semiotik, salah
satunya adalah semiotik sosial. Halliday dalam Sobur
(2001) mengatakan semiotik sosial adalah semiotik
yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan
oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang
berwujud kata maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat. Buku Halliday itu
sendiri berjudul Language Social Semiotic. Dengan
kata lain, semiotik sosial menelaah sistem tanda yang
terdapat dalam bahasa.

Halliday telah membangun suatu kerangka
kerja yang memungkinkan untuk membedah interaksi antara teks dan situasi (konteks) yang didasarkan
pada tiga konsep: medan wacana (field of discourse),
pejabat wacana (tenor of discourse), dan mode wacana (mode of discourse) (Sudibyo: 2001).

2.5. Kinerja

Menurut Bernardin dan Russel (dalam Ruky:
2002) kinerja dipahami sebagai prestasi atau catatan
tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun
waktu tertentu. Sedang menurut Simanjuntak (2005)
kinerja dipahami sebagai tingkat pencapaian hasil
atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja perusahaan
adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan.

Armstrong dan Baron dalam M.Phil (2007)
kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai
hubungan kuat dengan tujuan starategis organisasi
dan kepuasaan konsumen. Dengan demikian maka
kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil
yang dicapai dari pekerjaan tersebut begitu pula bagaimana cara mengerjakannya.

Menurut Ilyas (1999), kinerja adalah penampilan hasil kerja personil maupun dalam suatu organisasi. Penampilan hasil kerja tidak terbatas kepada
personil yang memangku jabatan fungsional maupun
struktural tetapi juga kepada keseluruhan. Ia juga memaparkan Lebih jauh lagi bahwa Kinerja adalah hasil
yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang
dalam organisasi dengan wewenang dan tanggung
jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan
organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika jajaran
personil di dalam organisasi.

Berdasarkan beberapa pengertian kinerja
tersebut maka dapat dimengerti dan dipahami bahwa
pengertian kinerja mengandung substansi pencapaian

hasil kerja serta prosesnya oleh seseorang dan kelompok berdasarkan tanggung jawab yang dijalankan
secara legal, sesuai dengan nilai moral dan etika dalam mencapai tujuan dalam satu kurun waktu yang
ditentukan.
III. METODE PENELITIAN

Pada dasarnya metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kualitatif. Menurut Bogdan dan
Taylor (1975) dalam Moleong (1998), metodologi
kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Metode ini diarahkan pada latar dan individu
tersebut secara utuh. Dengan demikian, tidak boleh
mengisolasi individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.

Metode semiosis yang dipergunakan dalam
riset ini adalah metode semiotika sosial dari M.A.K.
Halliday dan Ruqaiya Hassan. Lewat metode ini peneliti akan melihat teks dan simbol yang digunakan
pada web komunitas Kaskus, termasuk cara pemberitaan maupun istilah-istilah yang digunakan. Menurut
Halliday (1994) semiotika sosial adalah pendekatan
yang memberi tekanan pada konteks sosial yaitu pada
fungsi sosial yang menentukan bentuk bahasa. Perhatian utamanya terletak pada hubungan antara bahasa
dengan struktur sosial, dengan memandang struktur
sosial sebagai sesuatu segi dari sistem sosial. Selanjutnya, Halliday (1978) merumuskan bahwa komunikasi
yang terjalin akan berdasarkan pengalaman masingmasing partisipan sehingga bersifat intersubjektifitas.

Sesuai dengan metode peneltian yang ditetapkan sebelumnya, maka unit analisa data yang digunakan peneliti adalah teks dan simbol. Tentunya yang
terdapat pada komunitas web Kaskus yakni pada
forum Berita dan Politik dengan tema setahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pada periode
kedua pemerintahannya.

Data primer didapatkan melalui pengumpulan komentar terhadap unggahan berita (thread) yang
terkait objek penelitian yakni kinerja pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono pada periode kedua
masa pemerintahannya pada komunitas web Kaskus
dengan tehnik purposif yakni thread yang terdapat
pada tanggal 11,19,20 serta 21 Oktober 2010.

Metode penelitian yang digunakan untuk
mendapatkan data primer adalah observasi teks. Halhal yang menjadi aspek observasi antara lain kata,
istilah, frase, gambar atau suatu cara penulisan bahkan penyembunyian fakta tertentu (Hamad, 2004).

Data primer yang diperoleh dengan tehnik purposif


akan dielaborasi dengan data sekunder, tentunya dengan menggunakan teori-teori yang telah dipaparkan
sebelumnya.

Guna mendukung data primer maka peneliti
membutuhkan data sekunder yakni hasil wawancara
terhadap pihak-pihak yang berkompeten.

Tekhnik analisis yang digunakan menekankan perhatian mengenai lambang-lambang atau tanda
yang digunakan dari semua isi berita (teks), termasuk
cara pemberitaan (frame) maupun istilah-istilah yang
digunakannya. (Sobur, 2001). Susilo Bambang Yudhoyono pada periode kedua masa pemerintahannya.

Sementara langkah-langkah yang diambil peneliti untuk menjawab rumusan masalah serta identifikasi masalah penelitian ini dilakukan secara sistsematis dan prosedural. Langkah awal diawali dengan
mengumpulkan data berupa teks serta simbol pada
web komunitas sesuai dengan unit analisa yang telah
ditentukan sebelumnya. Setelah itu data pada web
Kaskus yang mengandung unsur pemberitaan kinerja
presiden SBY pada periode kedua pemerintahannya
tersebut dikumpulkan. Setelah terkumpul dianalisa
tiap teks dan simbol yang dipakai berdasarkan teori
yang digunakan serta pisau analisa semiotika sosial.
Analisa itu ditinjau dari unsur medan wacana apa
yang digunakan, siapa pelibat wacananya serta sarana
wacana apa yang dipakai. Hasil dari analisa tersebut
dibuat tipologinya. Lalu setelah proses analisa tersebut usai maka data tersebut disimpulkan.

Data yang telah diperoleh kemudian dianalisa
dengan landasan teori yang telah ditentukan sebelumnya. Data yang berupa teks dan simbol tersebut dianalisa dengan semiotika sosial M.A.K Halliday.
IV. PEMBAHASAN
4.1. Terdapat Komunikasi Imajinasi Web Komunitas
Kampung Kaskus

Berdasarkan tujuan dari penelitian yaitu
mengetahui deskripsi simbol yang berupa penanda
dan petanda dan reinterpretasi penanda dan petanda
pada komunitas web Kaskus terkait kinerja pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Serta unit analisa
yang berupa teks serta simbol dengan pisau analisa
semiotika sosial M.A.K Halliday, maka pada sub bab
ini akan dijelaskan pembahasan mengenai makna unggahan yang telah dianalisa sebelumnya.

Web komunitas Kaskus memiliki pengertian
yang tidak lagi bersifat lokal dan tidak dibedakan
oleh karakteristik atau unsur-unsur kepentingan yang
21

yang sama dalam masyarakat tertentu, tidak juga oleh


perbedaan suku, ras atau agama. Siapapun dengan latar apapun bisa bergabung menjadi anggota web tersebut. Lebih jauh dijelaskan oleh Anderson dalam Hadi
(2005) makna komunitas dipahami sebagai imagined
communities, tidak peduli apakah masyarakat itu berbeda keyakinan, rasa dan suku, atau diantara mereka
tidak akan kenal atau tidak pernah saling kenal antar
anggotanya, tidak pernah tatap muka, atau tidak saling pernah mendengar tentang mereka, mereka adalah
satu komunitas (terbayang). Artinya dibenak setiap
orang web komunitas Kaskus terdapat sebuah bayangan tentang kebersamaan mereka. Meskipun pada realitas belum tentu.

Anggota web komunitas Kaskus yang memiliki kebersamaan tadi berada dalam kampung yang
berbentuk sosial virtual. Dengan demikian apa yang
ada didalamnya merupakan konstruk dari dalam
dunia sosial yang riil. Forum berita politik adalah sarana untuk menyampaikan fakta dan wacana berinteraksi yang dikonstruk sebagai ajang wacana dan mobilisasi dari gerakan sosial baru di dunia sosial riil.

Pada dunia maya yang komunikatornya semu
merupakan potensi untuk berkembangnya kepribadian terpisah (split personalitiy). Sehingga terdapat
celah pada alam maya termasuk juga pada web komunitas Kaskus bagi para anggotanya untuk bisa konsisten berada pada kesadaran kritis antara dunia maya
dan dunia sosial riil. Ini adalah satu cara mengatasi
kepribadian terpisah dan multi identitas dalam dunia
maya dan dunia sosial riil.

Pada kondisi ini identitas personal komunikator keluar dari dunia realitas menuju dunia maya. Sehingga komunikator bukanlah ia yang sebenarnya,
melainkan sebagai manusia semu yang bisa menjelma
jadi siapa saja sesuai dengan kehendaknya


->->keluar ->->
Gambar 01. Visualisasi split personality komunikator
Dari gambar tersebut dipahami, ketika komunikator
akan berinteraksi pada dunia maya, maka ia keluar
dari dunia realitas lalu masuk ke dunia maya. Saat
komunikator berada pada dunia maya (garis hitam
putus-putus). ia jadi sosok yang berubah atau semu
dengan segala identitas imajinasinya sendiri ia bisa
22

memiliki identitas lebih dari satu. Apalagi sistem pada


alam maya khususnya pada web komunitas Kaskus
memungkinkan untuk memiliki identitas multi.

Melihat realitas tersebut ada potensi dari
forum-forum diskusi dunia maya dan jejaring pertemanan untuk membentuk varian baru dari gerakan sosial. Bahkan dapat disebut sebagai post gerakan sosial
ketika mendasarkan pada realitas virtual dunia maya
yang cenderung tidak merepresentasikan kesosialannya (sosial). Gerakan ini sebagai gerakan sosial virtual yang boleh jadi sebagai bentuk pelarian pada
alam riil.

Sebagai varian baru dari gerakan sosial baru,
maka gerakan sosial virtual ini melawan ketidakadilan, diskriminasi, dan neoliberalisme dengan media
dan cara baru yang disediakan oleh dunia maya. Jejaring pertemanan dan forum-forum diskusi adalah beberapa di antara bentuk gerakan sosial virtual tersebut. Ia melawan apa yang dilawan oleh gerakan sosial
baru baik di dunia maya maupun di dunia sosial riil.

Dalam analisa data sebelumnya ditemukan
bahwa pola komunikasi pada komunitas tersebut lebih merupakan bentuk eklektik dari pola komunikasi
lisan dan tulisan komunitas diskusi konvensional.
Komunikator yang semu tadi menciptakan sendiri kata-kata ataupun simbol sebagai lambang komunikasinya. Kondisi ini di Kaskus tidak selamanya sama
dengan yang digunakan pada dunia nyata. Maka
akan terciptalah sebuah formula bahasa lisan yang
ditulis serta simbol-simbol, yang tidak menekankan
formalitas, namun tetap merepresentasikan motivasi
komunikasi yang kaya akan ide, pendapat serta argumentasi. Dengan kecenderungan budaya dunia maya
yang lebih egaliter daripada dunia nyata, maka tulisan
yang membatasi bentuk komunikasi dalam web komunitas Kaskus pun menjadi cair. Menciptakan bahasa dan simbol serta penggunaan bahasa lisan dalam
interaksi merupakan wujud dari budaya egaliter tadi.
Bahkan lambat laun kaidah teks formal yang menyandarkan pada bentuk baku tulisan dan referensi sebagai
penghargaan intelektual pun bisa memudar di dunia
maya.

Melalui data yang telah dianalisa sebelumnya,
dipahami bahwa web komunitas Kaskus yang berada
pada alam dunia memiliki toleransi yang cukup luas
bagi individu anggotanya untuk melakukan konstruksi
wacana maupun bahasa. Individu bisa mengkreasikan
apapun semaunya ketika akan mengunggah isi pesannya. Teks ataupun simbol yang digunakan bisa sama
bisa juga berbeda dari referensi yang telah dipahami
oleh masyarakat pada dunia realitas. Sebagaimana
yang dilontarkan George Ritzer manusia adalah aktor
yang kreatif dalam realitas yang diciptakannya sendiri,

relatif bebas di dalam dunia sosialnya (Bungin, 2008).


Artinya anggota web komunitas Kaskus yang terdiri
dari individu manusia ketika akan mengunggah isi pesannya tidak sepenuhnya ditentukan oleh kaidah dan
kebiasaan masyarakat sosial serta pakem berbahasa.

Anggota web komunitas Kaskus mengkreasikan wacana, istilah-istilah ataupun simbol yang digunakan pada web komunitas itu. Mereka mengonstruksi realitas yang dipahaminya lalu merekonstruksinya
kembali dalam realitas maya, memantapkan realitas
itu berdasarkan subjektifitas individu lain dalam institusi sosialnya. Salah satunya adalah penggunaan
kata partai bemokrat yang dipakai pada web komunitas Kaskus. Awalnya kata tersebut diambil dari kata
bemo, yang menurut arti keseharian mengacu pada
angkutan kota beroda tiga yang jalannya sangat lambat serta keberadaannya saat ini sudah dilarang Pemda DKI. Namun ketika digunakan dalam web Kaskus,
kata tersebut berubah makna. Kata Bemokrat yang diserta dengan gambar bemo berwarna partai demokrat
dikonstruksi lalu dimaknai sebagai kinerja SBY serta
aparatur negara yang berasal dari partai tersebut lambat seperti bemo. Sehingga yang pada awalnya tidak
ada, lalu dikonstruksi sehingga menjadi ada dan diterima oleh masyarakat Kaskus.

Gambar 02. Partai Bemokrat


4.2. Tema Wacana

Dari hasil analisa data, pada dasarnya tema
wacana pada penelitian ini dibagi menjadi dua
bagian, yaitu yang mendukung kinerja Presiden
SBY pada tahun pertama masa pemerintahannya
serta yang mengkritiknya. Anggota web komunitas
Kaskus yang mendukung menggunakan teks serta
simbol yang bermakna denotasi maupun konotasi.
Bila diperhatikan dari penggunaan kata-katanya,
pihak yang mendukung beralasan bahwa SBY adalah
presiden yang dipilih secara sah, setidaknya sampai
tahun 2014. Sehingga tidak ada alasan bagi suatu
wacana untuk mengkritik (karena belum berakhir masa
jabatannya) apalagi menggulingkannya. Selain itu
alasan mengenai waktu, meski pada konteks ini telah
setahun berjalan masa pemerintahan SBY- Boediono,
namun belum pantas dikatakan kinerja mereka tidak
berhasil. Karena masa bakti kinerja presiden SBY
belumlah habis, masih menyisakan empat tahun lagi.
Jadi tahun pertama pemerintahannya ini tidaklah

waktu yang tepat untuk menilainya, dengan kata lain


masih terlalu prematur.

Sementara bagi yang mengkritik, teks serta
simbol yang digunakan sebenarnya bertendensi untuk
memberikan evaluasi terhadap kinerja presiden SBY
pada tahun pertama masa pemerintahannya. Sehingga
sisa waktu yang ada bisa dimanfaatkan semaksimal
mungkin untuk digunakan menyelesaikan problema
yang ada. Masalah-masalah yang harus segera diselesaikan oleh SBY pada wacana forum berita politik
ini antara lain tata kelola pemerintahan, pengangkatan pejabat yang tidak kapabel, masalah perbatasan
dengan negara tetangga, masalah TKI, kualitas
kepemimpinan presiden yang kerap mengeluh didepan publik dan lebih prioritaskan pencitraan, masalah
angka pengangguran dan kemiskinan dan lamban dalam menyelesaikan masalah.

Hasil dari wawancara dengan media relation
Kaskus saudari Lia, dijelaskan bahwa tidak ada campur tangan pihak Kaskus terkait dengan tema (thread)
kinerja Presiden SBY pada periode kedua tahun pertama masa pemerintahannya. Semua yang diunggah
berasal dari para anggota web komunitas tersebut.
Bahkan pembuatan forum berita politik itu diawali
oleh banyaknya kaskuser yang membahas mengenai
hal itu.

Pada konteks ini web komunitas Kaskus menyediakan wadah untuk mengkonstruk realitas sendiri bagi para anggotanya. Mereka punya kewenangan
penuh untuk membuat aturan khusus bagi komunitasnya sendiri. Web komunitas memiliki aturan yang
tentunya berbeda dengan aturan yang ada pada dunia
realitas. Web Komunitas memiliki simbol-simbol dan
aturan tertentu serta sistem hukum yang mengontrol tindakan anggota masyarakat, memiliki sistem
stratifikasi dan sadar sebagai bagian dari anggota
masyarakat tersebut serta relatif dapat menghidupi
dirinya sendiri (Bungin, 2006).

Pada web komunitas Kaskus hal tersebut
ditandai dengan ditemukannya sistem kepangkatan
bagi para anggotanya. Pangkat ini ditentukan dari
jumlah unggahan yang telah dilakukan oleh anggota.
Semakin banyak jumlah unggahan baik itu thread
ataupun sekadar komentar tentu pangkatnya akan semakin tinggi. Jika semakin tinggi pangkat anggota
Kaskus maka semakin leluasa untuk melakukan interaksi dalam web ini. Pengertian leluasa disini bukan
berarti yang pangkatnya kecil tidak bisa bebas dan
dibatasi dalam membuat thread atau melakukan komentar.
Namun lebih pada kewenangan anggota yang
berpangkat tinggi berhak melakukan apresiasi terhadap anggota yang lain terkait
23

dengan unggahan anggota yang bersangkutan. Apresiasi tersebut ditandai dengan bentuk simbol cendol yang merupakan apresiasi tertinggi yang berlaku dalam keanggotaan web komunitas Kaskus.
Tidak sembarang anggota bisa memberikan ataupun
mendapatkan cendol. Hanya yang telah berpangkat kaskus addict (telah melakukan unggahan lebih
dari 2000) bisa memberikan cendol dan hanya anggota yang mampu memberikan thread yang baik yang
bisa mendapatkannya. Meski kata baik disini sangat
objektif karena tidak ada indikator pasti, tergantung
dari kehendak yang ingin memberikan simbol cendol.
Pengertian leluasa selanjutnya, yakni hanya anggota
yang berpangkat tinggi (berpangkat Kaskus Addict)
saja yang diperkenankan untuk memberikan simbol
bata sebagai tanda bahwa thread atau komentar yang
dilakukan oleh para anggota web komunitas kaskus
tidak baik. Simbol cendol dan bata ini nantinya akan
muncul pada identitas anggota web komunitas kaskus
ini, contoh :

Gambar 03 : Identitas di Kaskus


Pada contoh tersebut dipahami bahwa komunikatornya
memiliki ID nama (bernama) National Geographic.
Profil fotonya berlatar hitam dengan tulisan National
Geographic serta tulisan Kaskus. Dengan nomor
keanggotaan 1128284 bergabung dikaskus sejak
Oktober 2009, lokasinya berada di Grup TRBO.
Pangkatnya kaskus addict sudah mengungah sebanyak
3.368, punya unggahan di blognya sebanyak 37
(blognya dilink/ditautkan ke Kaskus) dan telah
mendapat bata sebanyak dua kali. Namun dari
identitas yang tertera ini tidak bisa dikenali jati diri
yang sebenarnya dari National Geographic ini. Apa
yang tertera pada identitas tersebut hanya sebatas
Kartu Tanda Penduduk atau KTP dunia maya yang
sangat berbeda dengan dunia realitas. Perbedaan
inilah yang membuat proses serta budaya komunikasi
pada dunia maya lebih cair.

Anggota web komunitas ini lebih terbuka
untuk menyampaikan pendapatnya. Ia tuliskan
komentarnya tanpa harus khawatir akan adanya
pihak lain yang mengancam kenyamanann serta
keselamatan dirinya. Terbuka juga dapat ditafsirkan
dengan tanpa sungkan atau blak blakan dan
ekspresif ketika mengemukakan pendapatnya.
24

Ini terlihat dengan penggunaan bahasa non formal


yang disampaikan dengan cara yang lebih cair dan
egaliter. Pada konteks ini terbuka dalam arti bagi yang
mendukung ataupun mengkritik kinerja SBY. Dengan
demikian ada semacam kesadaran pada personalitas anggota web komunitas Kaskus yang dipisahkan
dari dunia realitas yang nyata oleh mekanisme dunia
maya. Kesadaran tersebut mengalami proses transisi dari dunia realitas yang berada pada alam nyata
menuju dunia realitas yang berada pada alam maya.
Kesadaran pada dunia maya ini bisa disebut sebagai
kesadaran metafor.

Ketika para anggota web komunitas Kaskus
berada pada dunia maya, maka seakan lahir kembali
dalam kehidupan pada dunia maya, dengan identitas
yang bisa dibuat sebebasnya serta mudah untuk mengganti-gantikannya. Cukup dengan fasilitas memiliki
account email saja, seseorang telah menjadi warga
web komunitas Kaskus. Dari gambaran tersebut dipahami bahwa, siapapun yang hendak mendaftar ke
dalam web komunitas Kaskus ini bisa mengonstruk
identitasnya sesuai dengan keinginannya tanpa harus
sama dengan identitas pada dunia nyata. Namun demikian hal ini akan menjadi kesepakatan bersama
pada web komunitas Kaskus, sehingga menjadi kesepahaman bersama.

Web komunitas Kaskus laksana kampung
yang didalamnya ada penduduk yang diatur dengan
aturan yang berlaku pada kampung tersebut. Sebagai
ciptaan manusia, maka masyarakat maya menggunakan seluruh metode kehidupan masyarakat nyata sebagai model yang dikembangkan di dalam segi-segi kehidupan maya. Seperti membangun stratifikasi sosial
membangun kebudayaan, membangun pranata sosial,
membangun kekuasaan, wewenang dan kepemimpinan, membangun sistem kejahatan dan kontrol-kontrol sosial, dan sebagainya (Bungin ; 2006).

Begitu juga halnya dengan web komunitas
Kaskus, ada anggota web sebagai penduduknya. Terdapat pengatur lalu lintas pesan yang diunggah serta
ada pula yang memonitor isi pesan tersebut. Orang ini
disebut sebagai moderator .

Moderator memiliki kewenangan untuk memindahkan thread yang isinya tidak sesuai dengan forum (istilah dikaskus salah kamar), menghapus thread
atau komentar yang diunggah anggota apabila isinya
dirasakan akan memprovokasi, mengandung unsur
SARA, pornografi serta menimbulkan konflik .

Dalam berinteraksi pada dunia maya juga
memerlukan etika, ini biasanya berupa kesepakatan etiket (hukum tidak tertulis) yang perlu dihormati oleh setiap individu yang berinteraksi di internet. Begitu juga halnya pada web komunitas Kaskus

yang juga memiliki aturan main bagi para anggotanya


untuk bisa berinteraksi. Jika terjadi pelanggaran norma, maka komunitas yang lain biasanya akan mengingatkannya. Etika ini yang kemudian menjadi koridor
pengikat antar pengguna internet dalam berinteraksi.
Etika itu antara lain melarang pengguna internet menganggu atau mengancam anggota lain, melanggar hak
cipta, mengirim berita kasar dan banyak lagi (W. Purbo, 2003).

Masyarakat maya membangun dirinya dengan
sepenuhnya mengandalkan proses sosial dalam kehidupan kelompok (jaringan) intra dan antar sesama
anggota masyarakat maya. Dipastikan bahwa konstruksi masyarakat maya pada mulanya berkembang
dari sistem intra dan antar jaringan yang berkembang menggunakan sistem sarang laba-laba sehingga
membentuk sebuah jaringan masyarakat yang besar.
Hal ini seperti awal mula pembentukan kaskus diawali dari hasil tugas kuliah Andrew Darwis. Saat itu
ia membuat sarana agar bisa berkomunikasi dengan
rekan sesama mahasiswa Indonesia yang berada di
Seattle Amerika Serikat angotanya pada waktu itu
masih sangat terbatas dalam belum sejumlah dengan
anggota web Kaskus saat ini

Dari hasil paparan pada sub bab gambaran
umum serta sub bab analisa data, ditemukan bahwa
thread awal yang dibuat pada forum berita politik
terkait dengan tema setahun kinerja Presiden SBY
hampir sebagian besar anggota komunitas Kaskus
mengutip dari portal berita resmi. Diantaranya Suara
Karya online, detikcom, Tribunews, Media Indonesia
online serta Kendari News online. Namun ada juga
tambahan kata-kata serta tetap simbol yang dikreasikan oleh si pengunggah thread yang bersangkutan.
Jadi para anggota web komunitas Kaskus membuat
thread awal atu thread starter yang dikutip dari portal
berita resmi. Lalu kutipan berita tersebut dimodifikasi
oleh anggota web komunitas tersebut baik isi maupun
kondisi fisik teksnya.

Komunikator dalam komunitas Kaskus semu,
pada konteks ini mereka tidak saling kenal dalam
alam nyata satu dengan yang lainnya. Walau dilengkapi dengan foto, tapi foto yang digunakan sebagai
identitas diri sebenarnya bisa pakai foto apa saja dan
siapa saja (avatar). Meski demikian mereka terlibat interaksi yang mendalam dengan tema tertentu.
Padahal bila berada pada dunia realitas belum tentu
mereka yang tidak saling kenal tersebut mau melakukan komunikasi terlebih terhadap isu politik yang
sensitif tentang kinerja pemerintahan presiden SBY.
Dalam dunia nyata pun mereka belum tentu mau dan
berani mengungkapkan pendapat pribadinya mengenai kinerja Presiden SBY terkait dengan setahun

pemerintahannya. Hal ini menandakan bahwa proses


interaksi yang terjadi lebih terbuka, tidak ada perasaan sungkan antar sesama anggota web komunitas
Kaskus untuk memberikan komentar terkait dengan
kinerja pemerintahan Presiden SBY.

Para anggota web komunitas Kaskus merasa
memiliki sendiri kampung nya ini. Tidak ada rasa
khawatir sehingga mereka lebih terbuka dan berterus
terang dalam menyampaikan pendapat pada kinerja
Presiden SBY. Sehingga apapun yang dilakukan selagi tidak melanggar etika dan aturan yang ada pada
web Kaskus tidak jadi masalah buat mereka, walaupun
sebenarnya jika dilakukan pada dunia realitas akan
melanggar etika. Termasuk dalam membuat thread
awal ataupun mengomentari thread orang. Salah satu
contohnya ketika anggota web komunitas Kaskus lebih takut jika dirinya dilempari bata daripada khawatir dirinya diamankan pihak berwajib karena membuat komentar yang merugikan orang lain. Hal ini
terjadi karena bata dikonstruk sebagai simbol sebagai
tanda reputasi yang bersangkutan tidak baik. Inilah
yang akan menurunkan kredibilitas dari anggota web
tersebut.
4.3. Pelibat Wacana

Peran interaksi antara yang terlibat dalam
penciptaan teks dan merujuk pada orang-orang yang
dicantumkan dalam teks. Begitu juga dengan sifat
orang-orang itu serta kedudukan dan peranan mereka
pada wacana.

Menurut Berger dan Luckmann (Bungin,
2008), Proses teks serta simbol hingga bisa diterima
oleh masyarakat web komunitas Kaskus melalui konstruksi yang didalamnya terdapat tiga momen dialektika, yaitu eksternalisasi obyektivikasi serta internalisasi

Dari data yang diperoleh terkait dengan makna yang terdapat pada penggunaan teks serta simbol
pada web komunitas Kaskus di forum berita politik
pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu mendukung
serta mengkritik kinerja Presiden SBY. Kenyataan ini
atau realitas sosial sebagai hasil dari konstruksi para
anggota web komunitas Kaskus melalui tahapan dialektika yang telah dijelaskan sebelumnya. Konstruksi sosial itu tidak terjadi di ruang hampa namun sarat
akan berbagai kepentingan.

Sesuai dengan unit analisa penelitian ini yaitu
forum berita politik yang mengetengahkan wacana
kinerja presiden SBY pada periode kedua tahun pertama pemerintahannya, maka pelibat wacana terdiri
dari beragam pihak. Diantaranya yang menjadi subjek pembicaraan utama pada forum berita politik
25

web komunitas Kaskus untuk penelitian ini ialah SBY


sebagai presiden Republik Indonesia. Pelibat wacana
selanjutnya Boediono serta para menteri-menteri.
Pada konteks ini Boediono secara struktur sebagai
wakil presiden yang bekerja mendampingi presiden.
Lalu pelibat wacana selanjutnya ialah jajaran menteri yang bertindak selaku pembantu presiden dalam
bidang tertentu. Dibawah komando Presiden SBY,
merekalah yang dalam kesehariannya menjalankan
roda pemerintahan negeri ini. Pada data analisa yang
ditemukan nama menteri perekonomian Hatta Radjasa juga menjadi pelibat wacana.

Pelibat wacana selanjutnya yakni orang-orang
yang mengomentari kinerja dari pemerintahan Presiden SBY. Dari data yang ditemukan, untuk hal ini
dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Pelibat wacana non anggota web komunitas
Pengertian non disini dipahami sebagai orangorang diluar komunitas kaskus namum terlibat
dalam wacana. Diantaranya ialah orang yang
dijadikan nara sumber oleh redaksi portal berita
yang dikutip oleh anggota komunitas. Dalam hal
ini terdiri dari pakar politik, dosen, mahasiswa,
anggota dewan dan menteri. Selain itu terdapat
pelibat wacana yang juga masuk kategori ini yaitu
redaksi portal berita yang memuat berita tentang
kinerja Presiden SBY, diantaranya portal berita
Suara Karya, mediaindonesia.com, detikcom, tribunmedan.com, kendarinews , korandigital serta
blog kompasiana. Jika dikaitkan dengan tema wacana dan berdasarkan data yang diperoleh, maka
untuk pelibat wacana jenis ini ada yang mengkritik kinerja Presiden SBY ada juga yang mendukung kinerja Presiden SBY.
Sedangkan untuk pelibat wacana selanjutnya, yakni
b. Pelibat wacana anggota web komunitas Kaskus.
Kategori ini ialah komunikator yang menjadi
anggota web komunitas Kaskus. Merekalah yang
melakukan unggahan, baik yang berupa thread
awal ataupun unggahan yang berupa komentar.
Pelibat wacana jenis ini yang sejak pada pembahasan awal telah disinggung memiliki KTP
dunia maya. Situasi komunikasi yang dijalin oleh
mereka lebih cair dan terkadang ada unsur gurauan. Dari data teks serta simbol yang ditemukan,
dipahami bahwa pengguna web komunitas dalam
hal ini adalah Kaskus lebih mementingkan aspek
kebebasan dalam bertransaksi gagasan. Mereka
tidak perlu khawatir akan ancaman terhadap materi yang disampaikannya. Pada dunia maya, apa
yang tabu dan dirahasiakan secara sosial di dunia
26

nyata, pada alam maya ditelanjangi untuk massa


(Piliang, 2010 : 48). Melalui identitas semu yang
dipunya tentu menjadi penambah modal keberanian untuk ungkapkan gagasannya di dunia maya.
Identitas nama maupun foto yang ditampilkan
oleh anggota web komunitas Kaskus tidak memiliki relasi dengan dunia realitas. Salah satu yang
ditemukan dalam data penelitian adalah penggunaan nama Susnoduadji sebagai identitas dan gunakan gambar HP merek Nokia sebagai gambar
profilnya (foto).

Kategori pelibat wacana anggota komunitas
web Kaskus dapat dikategorisasi melalui motif komunikasinya ketika berinteraksi.
a. Kaskuser hura-hura, yaitu anggota web komunitas Kaskus yang motifnya sekadar mencari
kepuasaan semata dalam berinteraksi, terlihat
dari makna teks yang digunakan. Kaskuser jenis
ini motifnya interaksinya lebih pada sekedar kesenangan dan bermain-main dengan bahasa dan
tidak pada esensi tema serta kedalaman makna.
b. Kaskuser sejati, yaitu anggota web komunitas Kaskus yang mengunggah atau memberikan
komentar serius, isinya lebih berbobot. Pada
konteks ini, ketika bila mengkritik ataupun mendukung kinerja SBY tidak gunakan kata yang
mengandung unsur canda serta disertai dengan
alasan yang bisa diterima akal.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya
mengenai komunikator semu serta peran pertama dan
peran kedua, maka pelibat wacana pada kategori anggota web komunitas Kaskus memiliki kepribadian
yang terpisah. Saat berinteraksi di web, anggota web
komunitas dengan jati diri KTP semu dan foto avatar
dirinya. Sehingga komentar dilakukan dengan bebas
tanpa harus khawatir. Interaksi yang terjalin pada
konteks ini justru lebih egaliter dibanding pada dunia
nyata. Atribut seperti jabatan, profesi, latar belakang,
serta usia dilepas dan ditinggalkan pada alam nyata
dan tidak dibawa atau tidak digunakan ketika interaksi pada web Kaskus. Siapapun bisa bertindak dan
melakukan apapun pada dunia maya yang mungkin
tidak bisa dilakukannnya pada dunia kehidupan realitas.

Sementara ketika berada pada dunia nyata
anggota web komunitas Kaskus harus mematuhi
kondisi norma, hukum, etika sosial harus disesuaikan dengan yang berlaku pada dunia realitas.
Komentar yang akan disampaikan pun disesuaikan dengan keadaan nyata anggota web komunitas Kaskus dalam kehidupan sehari-harinya, yang
tidak lagi berada pada dunia maya. Mereka telah
menyesuaikan diri kembali dengan dunia realitas.

Dari hasil analisa ditemukan juga bahwa pelibat wacana kategorisasi anggota web komunitas Kaskus
mempunyai struktur meskipun semu. Struktur yang
ada berfungsi sebagai identitas level dalam komunitas tersebut. Pada Komunitas Kaskus level ini disebut sebagai pangkat. Tiap anggota web komunitas
mempunyai pangkat. Kepangkatan ini akan mempengaruhi kebebasan dalam melakukan interaksi. Kebebasan yang dimaksud bukan kebebasan berpendapat
tapi lebih yang dimaksud disini ialah kewenangan
memberikan apresiasi pada anggota komunitas
Kaskus yang lainnya. Bentuknya disimbolkan dengan
gambar bata warna merah serta gambar cendol. Gambar bata sebagai dianggap negatif bagi si pemberinya. Sedangkan gambar cendol warna hijau sebagai
apresiasi positif bagi si pemberinya. Indikasi negatif
dan positif yang dimaksud tidak memiliki indikator
ilmiah pasti dan sangat subjektif. Intinya cenderung
pada suka atau tidak suka dari si pemberi tersebut

Dengan adanya simbol cendol dan bata
pada pada web komunitas ini memunculkan kategorisasi dilihat dari kredibilitasnya dalam memberikan informasi ataupun komentar. Telah dijelaskan sebelumnya tingkat kredibilitas ditinjau
dari simbol cendol serta bata yang terdapat pada
identitas Kaskuser yang unggahannya telah diberikan apresiasi atau justru dimaki, yakni kategori:
a. Kaskuser teladan, yaitu anggota web komunitas
yang telah memiliki cendol karena unggahannya
telah diapresiasi baik oleh anggota lainnya. Simbol tersebut tersematkan pada identitasnya.
b. Kaskuser biasa, yaitu anggota web komunitas
Kaskus yang tidak memiliki cendol ataupun bata.
Selama berinteraksi konditenya belum pernah
diberikan apresiasi ataupun belum pernah membuat anggota lain memakinya.
c. Kaskuser mbalelo, yaitu anggota web komuitas
kaskus yang telah dilempar bata. Sebagaimana
yang telah dijelaskan, biasanya Kaskuser yang
mendapat bata akibat dari ulahnya yang buat geram anggota lain karena melanggar aturan ataupun
etika yang berlaku. Simbol bata itu disematkan
pada identitas imajinernya.
Sayangnya pada konteks ini konsep semiotika sosial
yang diusung oleh MAK Halliday serta Hassan tidak
mampu menjelaskan tentang pelibat wacana (komunikator semu) atau split personality yang terjadi pada
dunia maya web komunitas Kaskus dengan alam realita. Sesuai dengan temuan data, maka pelibat wacana
yang termasuk dalam kategorisasi anggota web komunitas Kaskus memiliki peluang untuk split personalitiy.

Baik komentar ataupun identitas yang dimiliki pada dunia maya bisa tidak sesuai dengan yang ada di web komunitas tersebut.

Selain itu pula, temuan dalam penelitian ini
ternyata mampu menjelaskan bahwa struktur juga memegang peranan dalam pelibat wacana semiotika sosial
Halliday. Adanya struktur kepangkatan yang mempengaruhi kebebasan dalam berinteraksi sebagai indikasi
adanya aturan yang terstruktur dalam pelibat wacana.
4.4. Sarana Wacana

Dari data yang dianalisa sebelumnya, ditemukan bahwa bahasa pada web komunitas Kaskus merupakan suatu sistem simbol yang memiliki makna, dan
makna adalah arti yang mengacu pada suatu fakta atau
peristiwa. Sehingga melahirkan realitas bahasanya
secara tersendiri. Dengan demikian, bahasa tidak saja
mampu mengkomunikasikan suatu fakta, tetapi juga
menjadi syarat yang menjembatani permainan bahasa
atau mengakomodasi komunikasi sosial antarbudaya
yang berbeda.

Dunia maya mengisyaratkan sebuah jagat raya
maya antara tempat kita tinggal, tumbuh dan berkembang dengan bahasa mayanya, dan menjiwai setiap
tindakan kita dengan nafas mayanya. Jadi segenap
kompleksitas kemanusiaan anggota web komunitas
Kaskus adalah realitas maya.

Bahasa dunia maya memproduksi dan mensimulasi simbol-simbol kebahasaan lewat produksi
citra atau simulasi tanda. Sebuah tanda tidak mengacu pada suatu referensi apapun. Simulasi adalah
penciptaan model-model realitas tanpa usul-usul atau
referensi realitas. Dalam konteks bahasa web komunitas Kaskus, setiap makna, setiap tanda ataupun citra
tidak lagi mengacu pada realitas sesungguhnya. Ia
hanya merupakan permainan bahasa yang tidak ditujukan untuk mencapai komunikasi pesan yang efektif
dari kedalaman makna itu sendiri, melainkan sekedar
kesenangan bermain dengan bahasa dan kenikmatan
yang disebut Roland Barthes sebagai Jouissance, atau
yang diistilahkan Baudrillard ekstasi komunikasi
(Hadi, 2001: 97) atau penulis mengistilahkan sebagai
orgasme komunikasi.
V. PENUTUP

Proses komunikasi pada web komunitas
memiliki pola interaktif yang interpretasi maknanya
akan terus berkembang. Terkait dengan penelitian ini
yakni makna teks serta simbol pada web komunitas
Kaskus, maka makna teks serta simbol tersebut akan
terus berkembang dan melenceng dari makna aslinya.
27

pelibat wacana serta sarana wacana. Anggota web komunitas Kaskus melakukan proses konstruksi realitas Creswell, John W. 2003. Research Design:
pada teks serta simbol yang digunakan sehingga web
Qualitative, Quantitative and Mixed Methods
Kaskus ini menjadi kampung yang imajiner namun
Approaches (2nd ed.). Thousand Oaks: Sage
nyata dalam benak dan pikiran partisipan yang terlibat.
Publications.

Secara garis besar medan wacana teks serta Fidler, Roger. 2003. Mediamorfosis. Yogyakarta.
simbol pada forum berita politik pada web komunitas
Bentang Budaya.
Kaskus yang terkait dengan kinerja Presiden Susilo Griffin, Em. 2006. A First Look At Communication
Bambang Yudhoyono (SBY) pada periode kedua peTheory (5th ed.). Boston: McGraw-Hill
merintahannya bermakna mendukung dan mengkritik. Lincoln, Yvonna S dan Egon G. Guba. 2009. Para
Partisipan yang terlibat komunikasi mendigmatic Controversies, Contradictions, and
garah pada kesenangan, keasyikan dan kedekatan
Emerging Confluences. Dalam Norman K.
sehingga teks serta simbol yang dipakai maknanya
Denzin dan Yvonna S. Lincoln (eds.), Handbook
tidak hanya mengacu pada realitas sesungguhnya
of Qualitative Research (2nd ed.).Thousand
yang terdapat pada kehidupan sehari-hari, tapi juga
Oaks: Sage Publications Inc.
permainan penggunaan bahasa atau penulis meng- Hadi, Astar. 2005. Matinya Dunia Cyber Space. Jaistilahkan sebagai pecapaian orgasme komunikasi.
karta. LKIS.
Sementara sarana wacana yang digunakan pada teks Halliday, M.A.K & Ruqaiya Hasan. 1992. Bahasa,
dan simbol tersebut ada yang bermakna denotasi
Konteks, dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa Dadan konotasi. Namun sayangnya semiotika ini tidak
lam Pandangan Semiotik Sosial. Yogyakarta.
mampu menjelaskan tentang pelibat wacana yang koGadjah Mada University Press.
munikatornya semu atau mengalami split personality Hamad, Ibnu. 1997. Media Massa Sebagai Wahana
yang terjadi pada dunia maya web komunitas Kaskus.
Benturan Antar Peradaban (sebuah studi semi
Berinteraksi pada web komunitas Kaskus
otika sosial), tesis Pasca UI.
dibutuhkan referensi pemahaman teks serta simbol http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php.
bagi partisipan sehingga tidak terjadi salah paham
(10/10/11)
dalam memaknai. Sementara saran bagi penyedia http://www.kaskus.us/ (10/10/10)
layanan web komunitas Kaskus perlunya dipikir- h t t p : / / w w w . k a s k u s . u s / s h o w p o s t .
kan perangkat lunak bagi penyedia web komuniphp?p=140462595&postcount=3 (02/03/11)
tas sejenis untuk mencegah terjadinya pembuatan Ilyas. Yaslis, Kinerja-Teori. 1999. Penilaian dan Peidentitas palsu ataupun identitas ganda pada web
nelitian. Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan. Jakomunitas. Serta perlu adanya penelitian lebih lankarta, FKM-UI.
jut mengenai komunikasi dunia maya, mengingat M. Phil, Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. Jakarta,
trend interaksi sosial saat ini berbasis dunia maya.
Rajagrafindo Persada,.
Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika: Tafsir
DAFTAR PUSTAKA
Cultural studies atas Matinya Makna. Yogyakarta. Jalasutra.
A.B, Susanto. 2001. Potret-Potret Gaya Hidup Me- ---------. 2010. Post Realitas. Yogyakarta. Jalasutra.
tropolis. Jakarta. Kompas.
Purbo, W. Ono. 2003. Filosofi Naif Dunia Maya. JaBarley, S. 1983. Semiotics and the Study of Occukarta. Republika,.
pational and Organizational Cultures, da- Rauf, Maswadi. 1993. Komunikasi Politik : Masalah
lam Administrative Science Quarterly. No.28,
Bidang Kajian dalam Ilmu Politik. Jakarta,
hlm.393-413
Gramedia Pustaka Utama.
Budiman, Maneke. 2001. Semiotika Dalam Tafsir Ruky, Achmad S. 2006. Sistem Manajemen Kinerja.
Sastra: Antara Riffattere dan Barthes Dalam
Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Bahan Pelatihan Semiotika. Jakarta. Pusat Pe- Severin Werner J, Tankard James W, JR. 2008. Teori
nelitian Kemasyarakatan dan Budaya LPUI.
Komunikasi. Jakarta, Kencana.
Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi. Jakar- Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan
ta. Kencana Prenada Media Grup.
Evaluasi Kinerja. Jakarta, Fak.Ekonomi Univ.
--------------------. 2008. Konstruksi Sosial Media
Ind.
Massa. Jakarta. Kencana Prenada Media Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media Suatu
Group.
Pengantar
Untuk
Analisis
Wacana,
28

.
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
---------, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung. PT. Rosdakarya.
Turkle, S. 1995. Life on The Screen : Identify in The
age of The Internet. New York. Simon and
Schuster.

29

KAJIAN BAHASA UNGKAP DALAM KARTUN POLITIK


Supriyadi
Program Studi Penyiaran Akom BSI Jakarta
Jalan Kayu Jati V, No.2, Pemuda Rawamangun, Jakarta Timur
supriyadi.spy@bsi.ac.id

Abstract

Editorial cartoons (politics) to put forward a message and a cartoon depiction of a situation rather
than a figure or figures that appear. The use of verbal language is the linguistic aspect that often can not be
avoided in view of a work of political cartoons. Use of verbal elements such as words, phrases, sentences,
discourse besides witty drawings is required as the most important element in the cartoon. Non-verbal communication is often used to describe the feelings and emotions, non-verbal communication is often called communication without words (for not say). Characteristics of non-verbal communication is non-verbal messages
of meaning and non-verbal functions have differences in the way the studies and content.
Key words : political cartoons, language of expression
Abstraksi

Kartun editorial (politik) lebih mengedepankan pesan dan situasi penggambaran kartun daripada figur
atau tokoh yang dimunculkan. Mengenai kandungan kritiknya dalam kartun editorial yang sering lugas, tegas
kadangkala pedas, tampaknya dipengaruhi oleh situasi dalam menyikapi kebijakan atau peristiwa yang sedang
terjadi. Pesan dalam kartun politik era tahun 1965 tampak dengan gaya visualnya yang sederhana, memperhitungkan segi artistik seperti memperhitungkan komposisi, hitam putih, dan pengolahan blok. Kartun politik
era tahun 1965 lebih mengedepankan pesan dan situasi penggambaran kartun daripada figur atau tokoh yang
dimunculkan, sehingga karya kartunnya lebih mengutamakan pesan bukan kebagusan teknis. Dalam era tahun
1965, kartun politik memikirkan kandungan humor dalam setiap karya kartunnya.
Kata kunci : kartun politik, bahasa ungkap
I. PENDAHULUAN

Kartun diciptakan berawal dari satu gagasan
yang dimulai dari realitas yang disajikan. Kartun
tampil tidak sekedar hanya untuk memberikan informasi sebagaimana berita, tetapi kartun memberinya dimensi, sehingga realitas yang disajikan
terasa bertambah berwarna selain juga membuat
relasinya tersenyum dan tertawa walau kadang terasa getir. Kartun adalah sebuah gambar yang bersifat reprensentatif dan simbolik, mengandung unsur
sindiran, lelucon, atau humor. Kartun biasanya muncul dalam publikasi secara periodik, dan paling sering menyoroti masalah politik atau masalah publik.
Namun masalah-masalah sosial kadang juga menjadi target, misalnya dengan mengangkat kebiasaan
hidup masyarakat, peristiwa olahraga, atau mengenai
kepribadian seseorang (Setiawan, 2002:34). Dengan
kata lain, kartun merupakan metafora visual hasil
ekspresi dan interpretasi atas lingkungan sosial politik yang tengah dihadapi oleh seniman pembuatnya.
30


Media kartun biasanya disajikan sebagai selingan setelah para pembaca menikmati rubrik-rubrik
atau artikel yang lebih serius. Melalui kartun, para
pembaca dibawa ke dalam situasi yang lebih santai.
Meskipun pesan-pesan di dalam beberapa kartun
sama seriusnya dengan pesan-pesan yang disampaikan lewat berita dan artikel, namun dengan kartun
dapat dengan mudah dicerna dan dipahami maknanya. Walaupun bukanlah menjadi tujuan utama orang
dalam membaca suatu surat kabar kehadiran kartun
sebagai bagian dari rubrik dari surat kabar. Kehadiran kartun harus diakui mampu menyampaikan pesan yang amat luas, mendalam, dan tajam dalam menyikapi kondisi riil yang berkembang di masyarakat
kita.

Kritik kartun sebenarnya hanya usaha penyampaikan masalah aktual ke permukaan, sehingga
muncul dialog antara yang dikritik dan yang mengkritik, serta dialog antara masyarakat itu sendiri,

dengan harapan akan adanya perubahan. Aspek


pertentangan dalam tradisi penciptaan kartun sebenarnya bukanlah lebih mementingkan naluri untuk
mengkritik, melainkan lebih menekankan fakta-fakta
historis bahwa masyarakat telah memasuki bentuk
komunikasi politik yang modern, dan tidak lagi
mempergunakan kekuatan atau kekuasaan (Anderson, 1990:162).

yang terjadi di dalam masyarakat. Karikatur bisa saja


muncul dalam sebuah karya kartun editorial untuk
menampilkan tokoh yang disindir (Priyanto,2005:4).
Penggunaan istilah antara karikatur dan kartun masih
sering digunakan dan menjadikan keduanya rancu.
Karikatur diartikan sebagai gambar sindir serius (satire) sedangkan kartun hanyalah gambar lucu (Sibarani, 2001:9-11). Untuk menghindari kerancuan antara
istilah karikatur dan kartun, dalam artikel ilmiah ini
menggunakan istilah kartun politik (Political CarII. PEMBAHASAN
toon) agar membatasi lingkup kegiatan khusus, yaitu
sindiran yang dimuat di media surat kabar dan ma2.1. Pengertian dan Klasifikasi Kartun
jalah sebagai editorial (tajuk rencana). Kartun ini biasanya membicarakan masalah politik atau peristiwa

Pengertian kartun yang sebenarnya adalah aktual sehingga sering disebut kartun politik (politimeminjam istilah dari bidang fine arts. Kata kartun cal cartoon), contoh :
berasala dari bahasa Itali cartone yang berarti kertas. Kata kartun pertama-tama digunakan untuk menyebut desain atau sketsa dalam ukuran penuh untuk
lukisan cat minyak, permadani atau mozaik. Kata
tersebut memperoleh arti yang dikenal orang masa
kini secara kebetulan.

Beberapa desainnya sangat buruk sehingga
Punch mereproduksi kartun-kartun yang dimaksudkan untuk desain itu, lalu menerangkannya dengan
nada sindiran. Lahirlah kartun Punch, dan kata itupun
lalu memperoleh arti barunya. Punch merupakan
majalah satir yang menjadi media kritik kebijakan pemerintah yang tidak sesuai aspirasi masyarakat. Sejak Gambar 01. Sumber : Editorial Kartun Inilah.com
saat itu kata cartoon mulai dipakai untuk menyebut 22/02/11
gambar sindir (Wagiono, 1983:33).

Pengertian kartun adalah sebuah gambar yang
bersifat reprensentasi atau simbolik, mengandung
unsur sindiran, lelucon, atau humor. Kartun biasanya
muncul dalam publikasi secara periodik, dan paling
sering menyoroti masalah politik atau masalah publik. Namun masalah-masalah sosial kadang juga
menjadi target, misalnya dengan mengangkat kebiasaan hidup masyarakat, peristiwa olahraga, atau mengenai kepribadian seseorang. (Setiawan, 2002:34).

Dalam The Encyclopaedia of Cartoons (Horn,
1980:15-24), pengertian cartoon dibagi lagi menjadi empat jenis sesuai dengan kegiatan yang ditandain- Gambar 02. Sumber : Editorial Kartun Sindo
ya, yaitu : comic cartoon, Gag Cartoon untuk lelucon 22/02/11
sehari-hari, Political Cartoon untuk gambar sindir
politik, animated cartoon untuk film kartun. Penger- Sekitar tahun 1965, terbit surat kabar mingguan Matian kartun editorial (editorial cartoon) yang diguna- hasiswa Indonesia edisi Jawa Barat pada tanggal 19
kan sebagai visualisasi tajuk rencana surat kabar atau Juni 1966 di Bandung berbentuk tabloid yang dikelmajalah. Kartun ini biasanya membicarakan masalah ola oleh aktivis-aktivis mahasiswa angkatan 66 dari
politik atau peristiwa aktual sehingga sering disebut berbagai perguruan tinggi di Bandung terutama ITB
kartun politik (political cartoon). Dalam kartun politik, dan UNPAD. Dengan diterbitkannya Mahasiswa Inseringkali muncul figur dari tokoh terkenal yang donesia ini mempunyai arti yang besar, karena mendikaitkan dengan tema yang sedang hangat-hangatnya jadi jembatan hubungan antara Mahasiswa Indonesia
31

dengan kelompok militer, terutama dengan Siliwangi. Mingguan Mahasiswa Indonesia populer dalam
kampanye menjatuhkan Soekarno dan menjadi media
kaum intelektual dalam melahirkan konsep-konsep
awal Orde Baru.

Dalam setiap penerbitannya mingguan ini
menyajikan rubrik kartun yang tematik sesuai fokus
berita dan situasi aktual yang terjadi. Bersama rekanrekannya, seperti Haryadi Suadi, Sanento Yuliman,
Keulman (Ke), Dendi Sudiana, Ganjar Sakri (Gas),
T. Sutanto (TS) yang merupakan kartunis mahasiswa
boleh dikatakan berani melancarkan kritikan-kritikan
terhadap pemerintahan pada masa itu.

Dengan coretan yang sederhana tetapi langsung pada sasarannya, mereka mencoba menelanjangi kepincangan dalam sikap hidup yang terjadi pada
masa itu, serta ungkapan rasa ketidakpuasan terhadap
pemimpin dan pemerintahannya. Pada waktu pers
mahasiswa mempunyai ciri tersendiri dalam gaya
menulis dan keberaniannya untuk mengkritik dengan
sangat pedas.

Bahwa mahasiswa selain diluar dunia kegiatan akademis, kadang-kadang mempunyai ikatan-ikatan afiliasi kepada suatu ormas atau orpol
yang harus dihindari meski belum terikat statusnya, hingga belum tergolong dalam functional group yang diikat oleh unsur esprit de corps
ataupun vested interest (Susanto, 1974:442).

Sampai beberapa bulan setelah usaha kudeta
1965, masa depan politik Indonesia masih belum
jelas. Pada akhirnya, Soeharto membangun apa yang
dikenal orde baru Indonesia, untuk membedakannya
dengn orde lama dari masa pemerintahan Soekarno.
Orde baru dibentuk dengan dukungan yang sangat
besar dari kelompok-kelompok yang ingin terbebas
dari kekacauan masa lalu. Namun dalam perjalanan
waktu, kondisi pada masa orde baru juga mengalami
pasang surut, dimana korupsi merajalela, pertentangan politik, keadaan ekonomi, kewibawaan hukum
yang dipertanyakan, dan masalah sosial lainnya
seperti keamanan yang kurang stabil. Dari kondisi
masyarakat yang seperti itu, membuat perkembangan
gaya kartun politik lebih bersifat tajam walau dengan kandungan humor yang lebih kental namun satire daripada masa orde lama dikarenakan masyarakat
belajar dari pengalaman masa lalu yang menjadikan
masyarakat lebih kritis, peka, dan sensitif. Setiap era
pemerintahan dalam menjalankan kekuasaan pasti harus menghadapi kenyataan akan kritik dari masyarakat
sebagai kontrol terhadap pemerintah, namun di era
Orde Baru, pembatasan terhadap kebebasan bersuara
lebih terasa sekali dan cenderung bersifat represif.

Pemerintah orde baru mempunyai kekuasaan
32

mutlak untuk membatasi bahkan menghilangkan


kritik dari masyarakat. Ditambah lagi pembentukan
KOPKAMTIB, yang dianggap memasung kebebasan
pers dan kehidupan demokrasi. Seperti yang dialami
GM Sudarta pada tahun 1974 yaitu larangan pemuatan karya kartunnya selama 11 bulan.

Dengan tindakan represif terhadap segala kritikan dengan tindakan pengaman, membuat
masyarakat segan dan takut untuk mengkritisi pemerintah yang berkuasa. Kondisi bawahan takut mengemukakan pikiran-pikiran baru yang berlainan dari
yang disenangi kaum establishmen, dan tidak berani mengeluarkan kritik atau peringatan-peringatan
agar jangan terus salah jalan, tidak berani menyampaikan fakta-fakta yang tidak menyenangkan sang
bapak, sedang bapak-bapak sudah merasa puas diri
dalam salah tafsir sikap feodal bahwa kuasa adalah
sama dengan bijaksana, pandai, maha tahu segala,
maha benar senantiasa (Lubis, 1977:31).

Gejala tersebut juga menghinggapi kehidupan
dunia kartun, walau muncul beberapa tokoh kartun
dalam beberapa media cetak, seperti Mang Ohle di
Pikiran Rakyat, Oom Pasikom di Kompas, dan Keong di Sinar Harapan yang meramaikan dengan gaya
dan opini yang berbeda-beda. Pada masa ini kartun
hanya berfungsi melakukan penilikan sosial dengan
mengambil tema-tema seperti, kejadian sehari-hari
masyarakat, menanggapi kebijakan pemerintah dan
tingkah laku pejabat yang menduduki kekuasaan tertentu dalam pemerintahan. Selama masa Orde Baru,
penerbitan berita atau opini yang berbau politik terhadap pemerintah, kepala negara, petinggi negara,
hingga aparat, selalu dihantui pembreidelan atau pencabutan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP)
(Setiawan, 2002:12).
2.2.. Bahasa Verbal

Penggunaan bahasa verbal adalah aspek lingusitik yang seringkali tidak dapat dihindari dalam
tampilan sebuah karya kartun. Pemanfaatan unsurunsur verbal seperti kata, frasa, kalimat, wacana disamping gambar-gambar jenaka sangat diperlukan sebagai unsur terpenting dalam kartun. Berbagai teknik
digunakan dalam memberi variasi pada teks seperti
kata-kata tertentu diberi tekanan dengan dicetak tebal
atau dengan bentuk tipografi khusus.

Dalam khazanah bahasa dalam komik yang
juga terdapat dalam kartun, perbendaharaan kata terentang dari wilayah visual hingga wilayah verbal, dari
bentuk gambar hingga bentuk tulisan. Scott McCloud

(2001:51) menyatakan bahwa hal ini bukanlah sesuatu yang baru, karena pada awalnya adalah gambar
dan tulisan memang menyatu. Abjad pada awalnya
adalah gambar berstilasi; pada perkembangan selanjutnya ia menjadi semakin abstrak dan akhirnya
unsur gambarnya hilang.

Dalam kartun sering terdapat ungkapan-ungkapan khas yang menempati wilayah diantara visual
dan verbal, yaitu bentuk-bentuk gambar yang telah
menyimbol atau sebaliknya bentuk tulisan yang
mengikon. Ungkapan-ungkapan ini dikenal sebagai
quipu (tanda atau simbol), dan onomatopea. Bentuk
quipu yang menonjol adalah balon dan panel. Balon
menunjukkan ucapan atau pikiran suatu obyek, dan
panel menunjukkan pemisahan waktu dan ruang.

Ada beberapa cara di dalam kartun untuk
menampilkan tulisan atau huruf secara visual, yakni
: sebagai judul yang ditulis besar dan biasanya terletak diatas, sebagai caption (keterangan gambar),
sebagai balon kata (berisi dialog), sebagai identitas
nama atau label (identifikasi tertulis yang diletakkan pada objek), dan sebagai onomatopea (peniruan
verbal pada bunyi tanpa arti seperti dor, huh) (Priyanto, 2005:116).
2.3. Bahasa Non Verbal


Komunikasi non verbal acapkali dipergunakan untuk menggambarkan perasaan dan emosi, komunikasi non-verbal acapkali disebut komunikasi
tanpa kata (karena tidak berkata-kata). Karakteristik
dari komunikasi non verbal adalah pemaknaan pesan non-verbal maupun fungsi non verbal memiliki
perbedaan dalam cara dan isi kajiannya. Pemaknaan
(meanings) merujuk pada cara interprestasi suatu
pesan; sedangkan fungsi (functions) merujuk pada
tujuan dan hasil suatu interaksi.

Pembagian bahasa non verbal, menurut
Knapp dan Tubs (1978) dalam Liliweri menjadi tujuh kelompok, antara lain, yaitu : gerakan tubuh (kinesik), karakteristik fisik yang meliputi gerakan atau
keadaan penampilan tubuh secara menyeluruh, perilaku meraba, paralinguistik, proksemik, artifacts,
dan faktor lingkungan (Liliweri, 1994:112-113).

Tubuh manusia merupakan transmiter utama kode-kode presentasional, Argyle (1972) dalam
Fiske (2006:124) membuat susunan daftar 10 kode,
yaitu : kontak tubuh, proksimity (proksemik), orientasi, penampilan, anggukan kepala, ekspresi wajah, gestur (kinesik), postur, gerak mata dan kontak
mata, dan aspek non verbal percakapan.

Sedangkan
Duncan
dalam
Liliweri
(1994:114) menjelaskan pembagian dimensi bahasa

non-verbal menjadi enam jenis, yaitu : gerakan tubuh:


misalnya perilaku kinesik: gestures dan gerakan anggota tubuh termasuk ekspresi wajah, gerakan mata,
dan postur tubuh, paralinguistik : kualitas suara, pengaruh ujaran, suara-suara seperti tertawa, teriakan,
berdengung, proksemik : persepsi pribadi maupun
sosial terhadap cara penggunaan ruang dan jarak fisik
ketika berkomunikasi, penciuman, kepekaan kulit,
penggunaan artefak seperti pakaian dan kosmetik.
Untuk penelaahan karya kartun, pengamatan untuk
bahasa non-verbal kinesik dan pesan artifaktual akan
membantu untuk mengkaji dan mengetahui makna dari kartun tersebut, seperti menurut Bellak dan
Baker (1981) dalam Liliweri (1994:143-148) ada tiga
macam bentuk dan tipe gerakan tubuh, yaitu :
1. Kontak mata (Gaze). Kontak mata juga mengacu
pada sesuatu yang disebut dengan gaze yang meliputi suatu keadaan penglihatan secara langsung
antar orang (selalu pada wilayah wajah) di saat
sedang berbicara. Kontak mata sangat menentukan kebutuhan psikologi dan membantu kita
memantau efek komunikasi antarpribadi. Melalui
kontak mata anda dapat menceriterakan kepada
orang lain suatu pesan sehingga orang akan memperhatikan kata demi kata melalui tatapan. Misalnya pandangan sayu, cemas, takut, terharu, dapat
mewarnai latar belakang psikologis Anda. Jumlah dan cara-cara penataan mata berbeda dari seseorang dengan orang yang lainnya, dari budaya
yang satu ke budaya yang lain.
2. Ekspresi wajah. Didalamnya meliputi raut wajah
yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara
emosional atau bereaksi terhadap suatu pesan.
Wajah setiap orang selalu menyatakan hati dan
perasaannya. Wajah ibarat cermin dari pikiran,
dan perasaan. Melalui wajah orang juga bisa
membaca makna suatu pesan. Pernyataan wajah
menjadi masalah ketika (1) ekspresi wajah tidak
merupakan tanda perasaan; atau (2) ekspresi wajah yang dinyatakan tidak seluruhnya/tidak secara
total merupakan tanda pikiran dan perasaan.
3. Gesture, ini merupakan bentuk perilaku non
verbal pada gerakan tangan, bahu, dan jari-jari.
Penggunaan anggota tubuh secara sadar maupun
tidak sadar yang berfungsi untuk menekankan
suatu pesan. Ternyata manusia mempunyai banyak cara dan bervariasi dalam menggerakan tubuh dan anggota tubuhnya ketika mereka sedang
berbicara. Mereka yang cacat bahkan berkomunikasi hanya dengan tangan saja. Gerakan tubuh
dapat dikategorikan menjadi beberapa macam
tipe, yakni :
33

a. Affect display. Perilaku affect display selalu


mengambarkan perasaan dan emosi. Wajah merupakan media yang paling banyak digunakan
untuk menunjukkan reaksi terhadap pesan yang
direspons.
b. Emblem. Sebagai terjemahan pesan non verbal yang melukiskan sesuatu makna bagi suatu
kelompok sosial. Tanda V menunjukkan suatu
tanda kekuatan dan kemenangan yang biasanya
dipakai dalam kampanye presiden di Amerika
Serikat. Atau di Indonesia dipakai untuk menunjukkan kemenangan Golkar.
c. Ilustrator. Tanda-tanda non verbal dalam komunikasi. Tanda ini merupakan gerakan anggota tubuh yang menjelaskan atau menunjukkan contoh
sesuatu. Seorang ibu melukiskan ukuran tubuh
putrinya yang seusia anak SD dengan menaikturunkan tangannya dari permukaan tanah.
d. Adaptor. Sebuah gerakan anggota tubuh yang bersifat spesifik. Pada mulanya gerakan ini berfungsi untuk menyebarkan atau membagi ketegangan
anggota tubuh, misalnya meliuk-meliukan tubuh,
memulas tubuh, menggaruk kepala, dan loncatan
kaki. Sebagai contoh gerakan mengusap-usap
kepala orang lain sebagai tanda kasih sayang (alters adaptors), sedangkan gerakan menggaruk
kepala untuk menunjukkan kebingungan (self
adaptors).
e. Regulator. Gerakan yang berfungsi mengarahkan, mengawasi, mengkoordinasi interaksi dengan seksama. Sebagai contoh, kita menggunakan
kontak mata sebagai tanda untuk memperhatikan
orang lain yang sedang berbicara dan mendengarkan orang lain. Regulator merupakan tanda
utama yang bersifat interaktif, bentuknya ikonik
dan intrinsik.

cara pengambilan gambar yang memperlihatkan


mulai bagian kepala sampai bahu, (3) close up, cara
pengambilan gambar yang hanya memperlihatkan
bagian kepala saja.

III. PENUTUP


Kartun editorial politik lebih mengedepankan
pesan dan situasi penggambaran kartun daripada figur
atau tokoh yang dimunculkan. Mengenai kandungan
kritiknya dalam kartun editorial yang sering lugas,
tegas kadangkala pedas, tampaknya dipengaruhi oleh
situasi dalam menyikapi kebijakan atau peristiwa
yang sedang terjadi.

Pada era tahun 1965, kartun politik menggunakan bahas ungkap visual dengan berbagai, yakni :
sebagai judul yang ditulis besar dan biasanya terletak
diatas, sebagai caption (keterangan gambar), sebagai
balon kata (berisi dialog), sebagai identitas nama atau
label (identifikasi tertulis yang diletakkan pada objek), dan sebagai onomatopea (peniruan verbal pada
bunyi tanpa arti seperti dor, huh).

Penyampaian pesan nonverbal yang sangat
berpengaruhi adalah mengenai cara pengambilan
gambar dalam kartun politik era tahun 1896 lebih
banyak menggunakan full figure (long shot), yaitu
cara pengambilan gambar yang menunjukkan keseluruhan tubuh dari kepala sampai kaki, sehingga semua
elemen kartun tersebut tampil untuk menunjukkan
pesan yang ingin disampaikan. Namun kadangkala
juga menggunakan cara pengambilan gambar memakai tipe medium close up, cara pengambilan gambar yang memperlihatkan mulai bagian kepala sampai
bahu, serta tipe close up, cara pengambilan gambar
yang hanya memperlihatkan bagian kepala saja.

Pesan dalam kartun politik era tahun 1965
tampak dengan gaya visualnya yang sederhana, memKetika berkomunikasi non verbal maka banyak orang perhitungkan segi artistik seperti memperhitungkan
mempelajari mengenai pernyataan diri dengan mela- komposisi, hitam putih, dan pengolahan blok. Kartun
lui tanda dan simbol yang memberikan pesan tertentu politik era tahun 1965 lebih mengedepankan pesan
Salah satu bentuk pernyataan diri adalah pakaian. Se- dan situasi penggambaran kartun daripada figur atau
bagai pesan artifaktual, adalah pakaian akan memben- tokoh yang dimunculkan, sehingga karya kartunnya
tuk citra tubuh. Pakaian merupakan salah satu bentuk lebih mengutamakan pesan bukan kebagusan teknis.
daya tarik fisik yang melekat pada tubuh seseorang. Dalam era tahun 1965, kartun politik memikirkan
Orang bisa menerka ekspresi emosi dan perasaan betul kandungan humor dalam setiap karya kartunnya.
melalui pakaian dan asesories yang melengkapinya.
Kartunis era tahun 1965 dalam menyampaikan
Penyampaian pesan non-verbal yang sangat berpen-
garuhi adalah mengenai cara pengambilan gambar, kritik yang kadang terasa tajam khususnya pada masa
menurut Wiil Eisner (1985: 42) ada tiga cara pengam- akhir Orde Lama dan munculnya Orde Baru tersebut
bilan gambar, yaitu : (1) full figure (long shot), yaitu sebagai keputusan yang dipengaruhi oleh situasi pada
cara pengambilan gambar yang menunjukkan ke- saat itu dimana semangat untuk mengadakan perubahan
seluruhan tubuh dari kepala sampai kaki, (2) me- di masyarakat. Selain itu kartunis di era tahun 1965, dadium (medium close up), cara pengambilan gambar lam karya kartun politik memilih gaya penggambaran
34

yang efisien, efektif, dan spontan serta lebih mementingkan kualitas dibalik rupa. Oleh karena itu kartunis
di era tahun 1965 tidak terlalu suka kebagusan teknik
gambar, tapi lebih ketepatan gagasan.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Benedict R.OG. 1990. Language and
Power: Exploring Political Culture of Indonesia. Ithaca : Cornell University Press.
Bishop, Franklin. 2006. The Cartoonists Bible. London. Quarto Publishing plc,.
Lubis, Mochtar. 197. Manusia Indonesia. Jakarta. Idayu Pers.
Mahamood, Mulyadi. 1999. Kartun dan Kartunis.
Selangor. Stilglow Sdn. Bhd
McCloud, Scott. 2001. Understanding Comics. Jakarta. Kepustakaan Populer Gramedia.
Priyanto, S. 2005. Metafora Visual Kartun pada Surat
Kabar Jakarta 1950-1957. Disertasi. Disertasi.
Bandung. FSRD ITB.
Rauf, Maswadi. 1993. Komunikasi Politik : Masalah
Bidang Kajian dalam Ilmu Politik. Jakarta.
Gramedia Pustaka Utama.
Setiawan, Muhammad Nashir. 2002. Menakar Panji
Koming. Jakarta. Penerbit Buku Kompas.
Sibarani, Agustin. 2001. Karikatur dan Politik. Jakarta. Garda Budaya.
Susanto, Astrid S. 1974. Komunikasi dalam Teori dan
Praktek Bandung. Binacipta.
Wagiono. 1983. The Change of Styles in Graphics
Satires. Thesis. NY. Pratt Univ.

35

IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY


MELALUI PROGRAM TANGO PEDULI GIZI
Siti Qonaah
Program Studi Kehumasan Akom BSI Jakarta
Jl. Kayu Jati V No.2, Pemuda Rawamangun, Jakarta Timur
siti.sqa@bsi.ac.id
Abstract

Adoption program Tango Nias village in 2012 is the implementation of corporate social responsibility
programs implemented by PT Orang Tua and an expansion of Tango Nutrition Care has been implemented
since 2010-2011. The program consists of several activities those are supplementary feeding, home visit, the
home of lusty tango, nutritional counseling assistance and a healthy lifestyle, economic empowerment and
improvement of health infrastructure. Implementation of this research was to determine the corporate social
responsibility programs through nutrition care tango 2012. In this study, researchers used a qualitative approach and case studies, as a method of research which suggests that this activity is part of corporate social
responsibility in the field of family empowerment and community development. Meanwhile the corporate social responsibility through adoption tango village program Nias can increase family empowerment in family
health and Nias community development.
Keywords: Corporate Social Responsibility, Family Empowerment, Community Development
Abstraksi

Program Adopsi Desa Tango Nias 2012 merupakan implementasi dari program corporate social
responsibility (CSR) yang dilaksanakan oleh PT Orang Tua dan merupakan pengembangan dari Tango
Peduli Gizi yang telah dilaksanakan selama tahun 2010-2011. Program yang dilaksanakan terdiri dari beberapa kegiatan yaitu pemberian makanan tambahan, home visit, rumah sehat tango, pendampingan penyuluhan gizi dan pola hidup sehat, pemberdayaan ekonomi dan perbaikan prasarana kesehatan. Penelitian
ini untuk mengetahui Implementasi Corporate Sosial Responsibility melalui Program Tango Peduli Gizi
2012. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dan study kasus, sebagai metode
penelitian yang memberikan gambaran bahwa melalui kegiatan ini merupakan bagian kegiatan corporate
social responsibility dalam bidang perberdayaan keluarga dan pengembangan masyarakat. Dengan demikian dengan corporate social responsibility melalui program adopsi desa Tango Nias dapat meningkatkan pemberdayaan keluarga dalam peningkatan kesehatan keluarga dan pengembangan masyarakat Nias.
Kata kunci : Corporate Social Responsibility, Pemberdayaan keluarga, Pengembangan Masyarakat

I.

PENDAHULUAN


Corporate social Responsibility (CSR)
merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi pasal
74 Undang-undang Perseroan terbatas (UUPT)
yang terbaru yakni UU no 40 tahun 2007. Melalui undang-undang ini, Industri atau koprasi wajib
untuk melaksanakannya, tetapi kewajiban ini bukan suatu beban yang memberatkan, pembangunan suatu negara bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau industri, tetapi setiap insan manusia
36

berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial


kualitas hidup masyarakat.

Bentuk kepedulian melalui program CSR
yang dimaksudkan sebagai proses komunikasi
orang-orang atau perusahaan terhadap lingkungannya, dengan (1) membangun hubungan antar sesama
manusia; (2) pertukaran informasi (3) menguatkan
sikap dan tingkah laku orang lain (4) berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu (Cangara, 2005).

Dalam mewujudkan kesejahteraan sosial

hidup masyarat tidak terlepas dari kesehatan gizi


masyarakat. Di skala nasional, masalah gizi buruk
memang masih menghantui Indonesia. Komnas perlindungan anak mencatat bahwa Indonesia berada
pada peringkat lima di dunia untuk angka kurang gizi,
tercatat sebanyak delapan juta anak balita atau 3,5 %
dari seluruhan balita di Indonesia mengalami gizi buruk stunting (tinggi badan lebih rendah dibanding
balita normal) dan 900 ribu bayi (4,5% dari total bayi
di indonesia) mengalami gizi buruk. Data Riskesdas
2010 menyatakan bahwa Sumatra Utara termasuk
Nias masuk dalam peringkat ke 14 dari 18 provinsi
yang masih memiliki prevalensi berat kurang di atas
angka prevalensi nasional (mix marketing communications: edisi Juni 2013 : 70)

Berdasarkan hal tersebut PT. Orang Tua
melaksanakan Program CSR berupa Program adopsi
desa Tango Nias 2012, yang sasaran utamanya di
desa Banua Gea, kecamatan Tuhemberue, Kabupaten
Nias Utara. Hal ini dilaksanakan oleh Tango dengan
tujuan meningkatkan kondisi kesehatan dan gizi anak
terjaga dengan tersedianya pangan sumber gizi dan
sanitasi yang memadai melalui program perbaikan
ekonomi renovasi rumah serta pendampingan gizi,
selain itu belum banyak peran swasta yang terlibat
dalam upaya pemberantasan gizi buruk.

Desa Banus Gea terdiri dari enam dusun, desa
berpenduduk kurang lebih 2.938 jiwa dari 647 kepala
keluarga itu memiliki cukup banyak kasus mal nutrisi, mata pencaharian utama warganya adalah petani
karet dengan penghasilan yang tidak menentu. Menurut mix marketing communications: edisi Juni 2013
: 68), minimnya penghasilan rata-rata keluarga serta
keterbatasan waktu pengetahuan ibu menjadi pemicu
tidak tercukupi gizi dan kondisi sarana kesehatan
yang jauh dan minim fasilitas.

Tanggung jawab sosial di artikan sebagai berikut :


merupakan kontribusi dari dunia usaha terhadap pembangunan berkelanjutan dengan mempertimbangkan
dampak ekonomi, sosial dan lingkungan dari kegiatannya. (csr review: 2007)

Dari uraian tersebut maka yang dimaksud corporate social responsibility adalah tanggung jawab
perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas dengan pembangunan berkelanjutan serta memperhatikan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan.
2.2. Manfaat CSR


Agar Corporate Social Responsibility (CSR)
dapat dilaksanakan secara terus menerus, Perusahaan
harus sudah menggunakan Prinsip Triple Botton Line
yang berpijak pada pemikiran bahwa selain mengejar
keuntungan, perusahaan juga harus melihat sisi kesejahteraan lingkungan atau dikenal dengan istilah 3 P
(profit, People, Planet).

Wibisono (2007; 32) menyatakan bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan harus memperhatikan unsur tiga P, yaitu profit (keuntungan) setiap
perusahaan pasti akan berlomba-lomba untuk meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya.

Selanjutnya people (masyarakat) masyarakat
merupakan pemangku kepentingan yang utama bagi
perusahaan dikarenakan dukungan masyarakat sangat
di perlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup,
dan perkembangan perusahaan. Untuk mempekokoh
komitmen dalam tanggung jawab sosial, perusahaan
perlu memiliki pandangan bahwa CSR adalah investasi kedepan. Karena melalui hubungan yang harmonis dan citra yang baik timbal baliknya masyarakat
juga akan ikut menjaga eksistensi perusahaan.

Lalu planet (lingkungan), lingkungan adalah
sesuatu yang terkait dengan seluruh bidang kehiduII. KAJIAN LITERATUR
pan kita. Hubungan kita dengan lingkungan adalah
hubungan sebab akibat, dimana jika merawat lingkun2.1. Corporate Sosial Responsibility
gan, maka lingkunganpun akan memberikan manfaat
kepada kita. Keberlanjutan perusahaan hanya akan

Kotler & Nancy (2005:4) corporate social re- terjamin apabila perusahaan memperhatikan dimensi
sposiblity (CSR) adalah: komitmen perusahaan untuk sosial dan lingkungan hidup.
meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui prak-
Wibisono (2007;78) menyatakan, tiga alatis bisnis yang baik dan mengkontribusikan sebagaian san mengapa kalangan dunia mesti merespon dan
sumber daya perusahaan.
mengembangkan isu tanggung jawab sosial sejalan

Wibisono (2007:8) CSR didefinisikan se- dengan operasi usahanya antara lain :
bagai tanggung jawab perusahaan kepada pe- a. Perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan
mangku kepentingan untuk berlaku etis, memioleh karenanya wajar bila perusahaan mempernimalkan dampak negatif dan memaksimalkan
hatikan kepentingan masyarakat.
dampak positif yang mencakup aspek ekonomi so- b. Kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya
sial dan lingkungan (triple botton line) dalam rangmemiliki hubungan yang bersifat saling keterganka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan)
tungan. Dan juga untuk mendapatkan dukungan
37

dukungan dari masyarakat


c. Tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara
untuk meredam atau menghindari konflik.
Lebih lanjut Wibisono (2007:84) menguraikan 10 keuntungan yang dapat diperoleh oleh perusahaan jika
melakukan program CSR yaitu:
a. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan
citra perusahaan
b. Layak mendapatkan ijin sosial operasional dari
masyarakat sekitar, yakni komunitas utama perusahaan
c. Mereduksi resiko bisnis perusahaan, oleh karena
itu pelaksanaan program CSR sebagai langkah
preventif untuk mencegah memburuknya hubungan dengan pemangku kepentingan perlu mendapat perhatian.
d. Melebarkan akses daya, rekam jejak yang baik
dalam pengelolaan CSR merupakan keunggulan
bersaing bagi perusahaan yang dapat membantu meluluskan jalan menuju sumber daya yang
diperlukan perusahaan.
e. Membentangkan akses menuju market
f. Mereduksi biaya
g. Memperbaiki hubungan dengan pemangku kepentingan.
h. Memperbaiki hubungan dengan regulator.
i. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan
j. Peluang mendapatkan penghargaan.

Menurut Iriantara (2007:61) bahwa kita bisa
melihat bagaimana ruang lingkup tugas yang bisa di
jalankan seorang staf atau praktisi public relations
dalam konteks tanggung jawab korporat dengan melihat bidang-bidang program tanggung jawab sosial,
bidang programnya antara lain.
a. Komunitas dan masyarakat dengan memperkerjakan tenaga lokal, program pengembangan
masyarakat.
b. Program-program karyawan seperti keberagaman
di tempat bekerja (khusus dalam manajemen)
dengan partisipasi dalam pengembalian keputusan.
c. Program penangan pelanggan/produk seperti program pelabelan komunikasi dengan pelanggan
berdasarkan standar perusahaan.
Lebih lanjut Iriantara (2007:61) menyatakan, Kegiatan-kegiatan tanggung jawab social corporate antara
lain :
a. Memfasilitasi, melalui pemberian intensif bagi
perusahaan untuk terlibat dalam agenda-agenda
tanggung jawab sosial yang mendorong perbaikan sosial dan lingkungan.
38

b. Kemitraan, dengan mengembangkan kemitraan


strategis antara pemerintah perusahaan dan
masyarakat madani untuk menangani permasalahan-permasalahn sosial dan lingkungan yang
kompleks
c. Kesehatan dan pendidikan dengan memberikan
pemahaman, pengetahuan tentang hal arti penting kebersihan dan kesehatan .
2.3 Pemberdayaan Keluarga

Pemberdayaan menurut Rodwell (1996;305)
adalah memampukan orang lain melalui proses transfer termasuk didalamnya transfer kekuatan atau power, otoritas, pilihan dan perijinan sehingga mampu
menentukan pilihan dan membuat keputusan dalam
mengontrol hidupnya.

Gibson (1991:354) Penjelasan lain tentang
pemberdayaan adalah proses sosial dalam mengenal, mempromosikan, dan meningkatkan kemampuan
orang untuk memenuhi\ kebutuhannya, menyelesaikan masalahnya sendiri dan memobilisasi sumbersumber yang diperlukan untuk
mengontrol hidup mereka.

Nurhaeni dkk, (2011) dalam majalah kesehatan makara memahami pemberdayaan sebagai yang
bisa digunakan untuk merubah, tidak hanya seorang
individu tetapi termasuk merubah kondisi dan biasanya kondisi sosial dan politik yang berada pada status
tidak berdaya.

Paliadelis P dkk (2005;31) menjelaskan
bahwa pemberdayaan keluarga memiliki makna bagaimana keluarga memampukan dirirnya sendiri
dengan difasilitasi orang lain untuk meningkatkan atau mengontrol status kesehatan keluarga.
2.4. Pengembangan Masyarakat (Community development)

Salah satu bentuk dari tanggung jawab sosial
yang sering diterapkan di Indonesia adalah community development. Perusahaan mengedepankan konsep ini akan lebih menekankan pembanggunan sosial dan pembangunan kapasitas masyarakat sosial
sehingga akan menggali potensi masyarakat lokal
yang menjadi modal sosial perusahaan untuk maju
dan berkembang. Selain dapat menciptakan peluangpeluang sosial-ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dengan kualifikasi yang di inginkan, cara
ini juga dapat membangun citra sebagai perusahaan
yang ramah dan peduli lingkungan, selain itu tumbuh
rasa percaya dari masyarakat, rasa memiliki perlahanlahan muncul dari masyarakat sehingga masyarakat
merasakan bahwa kehadiran perusahaan didaerah

dan bermanfaat. (Susanto: 2003)



Susanto (2007) menyatakan, Salah satu bentuk dari tanggung jawab sosial perusahaan yang diterapkan Indonesia adalah community development. Perusahaan yang mengedepankan konsep ini akan lebih
menekankan pembangunan sosial dan pembangunan
kapasitas masyarakat sehingga menggali potensi
masyarakat lokal yang menjadi modal perusahaan untuk maju dan berkembang. Selain dapat menciptakan
peluang-peluang sosial-ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dan kualifikasi yang diinginkan
cara ini juga dapat membanggun citra sebagai perusahaan yang ramah dan peduli lingkungan. Selain itu,
akan tumbuh rasa percaya dari masyarakat, rasa memiliki perlahan-lahan muncul dari masyarakat sehingga
masyarakat merasakan bahwa kehadiran perusahaan
di daerah mereka akan berguna dan bermanfaat.

Program yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam kaitannya dengan tanggung jawab sosial
di Indonesia dapat di golongkan dalam tiga bentuk
yaitu:
a. Public relations, usaha untuk menanamkan
persepsi positif kepada komunitas tentang kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan
b. Strategy defensive, usaha yang dilakuan perusahaan guna menangkis anggapan negative komunitas yang sudah tertanan terhadap kegiatan
perusaan, dan biasanya untuk melawan serangan
negatif dari anggapan komunitas. Usaha CSR
yang dilakuan adalah untuk merubah anggapan
yang berkembang sebelumnya dengan mengantinya dengan yang baru yang bersifat positif.
c. Kegiatan yang berasal dari visi perushaan,
melakukan program untuk kebutuhan komunitas
sekitar perusahaan atau kegiatan perusahaan yang
berbeda dari hasil perusahaan itu sendiri.
Wijanarko (2005) Program pengembangan masyarakat
di Indonesia dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu :
a. Community relations, yaitu kegiatan-kegiatan
yang menyangkut pengembangan kesepahaman
melalui komunikasi dan informasi kepada para
pihak yang terkait. Dalam kategori ini, program
lebih cenderung , mengarah pada bentuk-bentuk
kedermawanan (charity) perusahaan.
b. Community service, merupakan pelayanan perusahaan untuk memenuhi kepentingan masyarakat
atau kepentingan umum. Inti dari kategori ini adalah memberikan kebutuhan yang ada di masyarakat
dan pemecahan masalah di lakukan oleh
masyarakat sendiri sedangkan perusahaan hanyalah sebagai fasilitator dari pemecahan tersebut.
c. Community empowering, program-program yang

berkaitan dengan memberikan akses yang lebih


luas kepada masyarakat untuk menunjang kemandiriannya seperti pembentukan usaha industri kecil lainnya yang secara alami anggota
masyarakat sudah mempunyai pranata pendukungnya dan perusahaan memberikan akses kepada pranata sosial yang ada tersebut agar dapat
berlanjut. Dalam kategori ini adalah kemandirian
komunitas.


Kindervatter dalam Iriantara (2007:173) menyatakan bahwa pengembangan masyarakat memiliki
komponen-komponen sebagai berikut :
a. Berorientasi pada kebutuhan baik material maupun non material
b. Memanfaatkan
kesejatian
(endogenous)
masyarakat setempat termasuk visi dan misinya
masa depan
c. Mandiri yang berarti mendasar pada kekuatan
dan sumber daya yang dimilikinya
d. Bersifat ekologis yang memanfaatkan sumber
daya secara rasional dan penuh kesadaran
e. Didasarkan pada transformasi structural yang berarti adanya perubahan dalam relasi sosial, kegiatan ekonomi dan struktur kekuasaan.
2.6. Pendekatan Pendekatan Program Pengembangan
Masyarakat

Menurut Suryadi (2009) menguraikan ada 3
pendekatan dalam community development. Tiga
pendekatan atau model itu adalah:
a. Locality development approach, beranggapan
bahwa perubahan komunitas bisa terjadi optimal
melalui partisipasi luas dari berbagai spectrum
masyarakat ditingkat local dalam menetapkan
tujuan dan aksi. Tujuan dari pendekatan locality
development adalah meningkatkan kapasitas komunitas dan membantu komunitas lebih mandiri
sehingga mampu menyelesaikan masalah.
b. Sosial planning approach, menggunakan proses teknis mengatasi masalah sosial (termasuk
kemiskinan, perumahan, kesehatan) yang ada
melalui perubahan yang ada melalui perubahan
yang terencana berdasarkan hasil penelitian dan
perencanaan yang rasional.
c. Social action approach, didasarkan pada anggapan kelompok populasi yang terbelakang perlu
diorganisir agar beraliansi dengan yang lainnya,
dengan tujuan mendorong terjadinya respon dari
komunitas yang lebih besar untuk meningkatkan
sumber daya atau perlakuan yang lebih adil dan
demokratis.
39

III. METODE PENELITIAN




Metodelogi pada penelitian ini yaitu metode
studi kasus. Menurut Kriyantono (2006 : 66) metode
studi kasus yaitu metode riset yang menggunakan
berbagai summber data yang bisa digunakan untuk
meneliti menguraikan dan menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu kelompok, suatu
program, organisasi atau peristiwa secara sistematis.
Mulyana (2001:201) studi kasus periset bertujuan
memberikan uraian yang lengkap dan mendalam
mengenai subjek yang diteliti.

Data yang diperoleh akan di analisis secara
kualitatif yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami dan merangkai data yang telah dikumpulkan
dan disusun secara sistematik kemudian di tarik kesimpulan.

Pawito (2008:102) mengemukakan bahwa dalam penelitian kualitatif, kesimpulan yang dihasilkan
pada umumnya tidak dimaksudkan sebagai generalisasi, tetapi sebagai gambaran interpretative tentang
realitas atau gejala yang diteliti secara holistik dalam
setting tertentu, disini dikandung arti bahwa temuan
apapun yang di hasilkan pada dasarnya bersifat terbatas pada kasus yang di amati. Karena itu, prinsip
berpikir induktif lebih menonjol dalam penarikan
kesimpulan dalam penelitian komunikasi kualitatif.

Metode kualitatif menurut Bogdan dan Taylor
dalam Ruslan (2010:215) diharapkan mampu menghasilkan suatu uraian mendalam tentang ucapan, tulisan dan tingkah laku yang dapat diamati dari suatu
individu, kelompok masyarakat, organisasi tertentu
dalam suatu konteks setting tertentu yang di kaji dari
sudut pandang yang utuh komprehensif dan holistik
Moleong (2002:11) mengemukakan bahwa salah
satu karakterisik dalam penelitian kualitatif adalah
deskriptif. Dalam hal ini data yang dikumpulkan
berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka.
Hal ini disebabkan adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang di kumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah
di teliti. Dengan demikian laporan penelitian akan
berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran
penyajian laporan tersebut.

Data yang di ambil peneliti dalam penulisan
ini dapat melalui studi kepustakaan atau sumber tertulis (library research).

di Nias. Pada tahun itu Tango berhasil membantu memulihkan kurang lebih 572 anak dari keadaan gizi
buruk dan gizi kurang melalui dua program, yaitu
pemberian makanan tambahan dan balai pemulihan
gizi.

Program Adopsi Desa Banus Gea dipilih berdasarkan hasil evaluasi Tango Peduli Gizi 2010 , saat
itu ditemukan bahwa program pemberian makanan
tambah anak-anak dan pemulihan gizi anak Nias dan
ruteng (NTT) di nilai efektif untuk memperbaiki gizi
mereka. Akan tetapi kondisi yang telah pulih itu sulit di pertahankan ketika mereka kembali kerumah.

Program ini bekerja sama dengan Yayasan
Obor Berkat Indonesia (OBI) dari survei yang dilakukan Tango dan OBI, penyebab tingginya gizi
buruk di Nias antara lain faktor budaya, dimana
mereka tidak diperbolehkan untuk ber-KB, kondisi rumah yang tidak memenuhi standar kesehatan, faktor ekonomi keluarga yang rendah, dan faktor makanan yang tidak memenuhi gizi seimbang.

Selain itu faktor penyebab yang lainnya faktor ekonomi keluarga yang rendah berpengaruh
terhadap ketersediaan pangan yang dapat di komsumsi. Faktor sanitasi sekitar dan tempat tinggal yang buruk menyebabkan anak-anak mudah
terkena penyakit. Faktor kebiasaan yang tidak
mencerminkan hidup serta minimnya pengetahuan
pengetahuan mengolah sumber daya yang ada.

Pada tahun 2011 hingga 2012 program ini
dilanjutkan dengan titik berat pada program pemberdayaan keluarga yang bertujuan agar kondisi kesehatan
dan gizi anak terjaga dengan tersedianya pangan sumber gizi yang memadai, melalui program perbaikan
ekonomi, renovasi rumah serta pendampingan gizi.

Terdapat dua aktivitas besar yang akan dilakukan, yaitu Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dan
mendukung dana operasional Feeding Centre yang
dikelola oleh OBI. Pemberian Makanan Tambahan
adalah program pemberian gizi yang akan ditujukan
untuk anak-anak usia 5 - 12 tahun, setelah sebelumnya dilakukan survei data Antropometri (Berat Badan/BB; Tinggi Badan/ TB; Lingkar Lengan/ LILA ),
untuk memastikan kondisi gizi dan sebagai parameter
evaluasi ke depannya.

Melalui program ini, 500 anak Indonesia akan
mendapatkan tambahan gizi. Angka tersebut diluar
pasien yang mendapatkan perawatan intensif dari
Feeding Center. Untuk Kabupaten Nias, bantuan PMT
IV PEMBAHASAN
akan terbagi dalam tiga desa, yaitu Desa Sitolu Banua,
Desa Baledano, dan Desa Sisarahili. Untuk masing
Salah satu wujud kepedulian Tango terhadap masing desa di bagi kepada 100 anak yang membupeningkatan gizi anak-anak Indonesia dicetuskan tuhkan berdasarkan survei yang telah dilakukan termelalui program Tango Peduli Gizi pada tahun 2010 lebih dahulu. Sedangkan anak-anak yang terdeteksi
40

memiliki status gizi sangat buruk sehingga membutuhkan tindak lanjut, dapat langsung mendapatkan
perawatan intensif di fasilitas Feeding Center yang
terdapat di Kabupaten Nias. Dalam setahun, Feeding
Center tersebut dapat menampung sekitar 72 anak
yang mengalami gizi buruk hingga tingkat gizi sangat
buruk.

Pada program PMT ini, anak- anak akan
diberikan makanan bergizi 4 sehat 5 sempurna serta
wafer Tango sebagai pelengkap nutrisi. Feeding Center diperuntukkan bagi anak gizi buruk yang membutuhkan perawatan intesif dari staf medis.

Di Feeding Center, anak-anak harus menjalani rawat inap. Setiap hari perkembangan mereka
akan dipantau oleh dokter spesialis anak. Pemberian
makanan pun sangat diperhatikan. Jumlah kalori yang
diberikan akan disesuaikan dengan kondisi anak tersebut. Selain itu, orang tua si pasien pun mendapatkan
edukasi mengenai pentingnya kesehatan dan gizi bagi
anak-anak mereka termasuk didalamnya pemberian
gizi yang seimbang terhadap anak.
Program Adopsi Desa Banus Gea dilaksanakan
dengan beberapa jenis kegiatan, yakni:
a. Pemberian makanan tambahan untuk anak bergizi kurang selama 3 bulan
b. Home visit dan perawatan anak bergizi buruk
c. Rumah sehat tango yang meliputi perbaikan sanitasi dan ventilasi rumah untuk keluarga dengan
anak bergizi buruk,
d. Pendampingan penyuluhan gizi serta pola hidup
sehat (mencakup pengetahuan untuk mengolah
bahan makanan yang tesedia di sekitar untuk
menghasilkan makanan bergizi, cara mengolah
makanan yang baik dan benar dan pola prilaku
yang sehat) untuk ibu-ibu dan anak-anak
e. Pemberdayaan ekonomi dan pengadaan gizi
dengan memberikan bibit ternak (ayam) serta
sayuran sebagai sumber gizi desa serta tambahan
ekonomi
f. Perbaikan prasarana kesehatan (lima puskesmas
pembantu) pemberian alat kesehatan serta pendamping, penyuluhan dan pemberian motivasi
untuk tenaga ahli di wilayah tersebut.

Dalam melaksanakan program Tango peduli
gizi di Nias terdapat beberapa hambatan yaitu, tidak
mudahnya mendapatkan komitmen dari orang tua
untuk mengikuti program permberdayaan karena
hal tersebut di khususnya pada keluarga yang mau
berswadaya selama rangkaian program tersebut dijalankan. Dalam melaksankan program tersebut Tango menyiaapkan tim media dan pendamping yang selalu memantau serta mengevaluasi jalannya program

tahap demi tahap termasuk perkembangan kondisi


kesehatan gizi serta kegiatan pemberdayaan keluarga.

Evaluasi program pemberdayaan keluarga
yang terdiri dari pemdampingan gizi, pemberdayaan
ekonomi dan renovasi rumah sehat dinilai telah memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan
gizi anak.

Beberapa indikator keberhasilan yang berhasil adalah kenaikan berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan atas anak yang menjadi target program dan
perilaku lebih bersih, lebih sehat, lebih ceria dengan
peningkatan kemampuan berkomunikasi yang juga
terlihat pada keluarga.

Pada kaitan ini Yuna Eka Kristina selaku Head
of corporate Marketing Communications Orang Tua
Grup menyatakan. Program TTG dijalankan bukan
hanya sebagai bukti tanggung jawab, namun juga
menjadi komitmen perusahaan yang akan dijalankan
sepenuh hati. Berdasarkan komitmen itu program
terus dijalankan dan dikembangkan dari tahun ketahun. Pada periode pertama fokus pada anak, periode
kedua program target dikembangkan pada keluarga
dan pada periode ketiga (2012-2013) dikembangkan
dengan wilayah dalam bentuk desa adopsi (mix
marketing, 70)

Dalam mengembangkan program CSR, PT.
Tango menjalankan program pemberdayaan keluarga yang bertujuan agar kondisi kesehatan dan gizi
anak terjaga dengan tersedianya pangan sumber gizi
yang memadai, melalui program perbaikan ekonomi,
renovasi rumah serta pendampingan gizi dan program
pengembangan masyarakat melalui perbaikan ekonomi.

Keluarga-keluarga yang mengikuti program
tersebut berhasil mendapatkan tambahan penghasilan
melalui ternak lele, ayam, maupun babi yang di berikan. Kaum ibu juga mendapatkan tambahan pengetahuan untuk memanfaatkan sumber daya yang dimiliki
dalam memenuhi gizi anak.

Dalam Program pelatihan mengenai pemberdayaan ekonomi yang mencakup pemberian benih
hewan atau bibit tanaman yang dapat digunakan untuk pemenuhan kecukupan gizi sehari-hari, sebagai
tambahan pemasukan ekonomi, serta pendampingan
cara memasarkan hasil ternak Tango menyalurkan
bantuan berupa 18.000 benih lele budidaya, ayam,
dan babi, untuk diternakkan. Diharapkan, hasil ternak ini bisa menjadi pemenuh gizi keluarga sekaligus menambah penghasilan.Salah satu keluarga yang
sudah sukses mengikuti program ini adalah keluarga
dari Darma Nazara di Desa Onositoli, Nias Utara
yang diberikan bantuan berupa benih lele dan ayam
41

kampung. Darma memanen sekitar 50 kg lele, Ini


merupakan hal yang membanggakan, karena sebelumnya pendapatan keluarga dengan 6 orang anak ini
tidak menentu. Ditambah lagi, sekarang keluarga ini
makan lele yang padat protein minimal seminggu 2
kali
V. PENUTUP

Dalam melaksanakan program Adopsi Desa
Tango Nias 2012 Di Banua Gea yang berkerja sama
dengan LSM Yayasan Obor Berkat Indonesia (OBI),
secara rutin mengevaluasi pelaksanaan program. Pada
evaluasi ditemukan fakta fakta baru yang mempengaruhi keputusan terutama mengenai keberlangsungan program. Hasil evluasi tersebut kemudian dirumuskan dalam progam selanjutnya dengan merujuk
pada estimasi program.

Seiring dengan diluncurkannya Program Tango Peduli Gizi Anak Indonesia ini, Tango pun meluncurkan website www.tangopeduligizi.com. Segala
informasi mengenai Program Tango Peduli Gizi Anak
Indonesia dapat dilihat disini. Di website ini menginformasikan kemajuan program. Konsumen juga dapat berinteraksi dengan anak- anak program. Dengan
demikian Tango dapat menciptakan ikatan emosional
antara konsumen dengan anak-anak di Kabupaten
Nias dan Nusa Tenggara Timur. Dalam setiap pelaksanaannya, Wafer Tango berharap bahwa program Tango Peduli Gizi Anak Indonesia yang dilakukan secara
Kontinyu dan berkesinambungan ini dapat menjadi
sebuah program berkepanjangan dengan pendekatan
multidimensional yang komprehensif untuk dapat
mendorong perubahan perilaku dan membangun kemandirian masyarakat dalam jangka panjang hingga
mampu memperbaiki kondisinya sendiri, dan pada
akhirnya dapat membantu pemerintah menciptakan
generasi muda Indonesia yang sehat bergizi baik.

42

DAFTAR PUSTAKA
A.B. Susanto. CSR dalam Perspektif Ganda. Harian
Bisnis Indonesia. 2 September 2007
---------, Memberikan Gerakan Hijau. Majalah
Ozon. 5 Februari 2003.
Gibson CH. 1991. A Concept Analysis of Empowerment. J. Adv. Nurs.
Hulme PA. 1999. Family Empowerment: A nursing
intervention on with suggested outcomes for
families of children with a chronic health condition. J. Fam. Nurs.
Iriantara Yosal. 2007. Commuity Relations, Konsep
dan Aplikasinya. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Riset Komunikasi. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Moleong, Lexy, J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung. PT Remaja Rosda Karya.
Nenglita, December 2nd, 2011 http://mommiesdaily.
com/2011/12/02/cerita-tentang-gizi-di-nias
Nurhaeni dkk. Pemberdayaan Keluarga pada Anak
Balita Pneumoniadi Rumah sakit: persepsi
Perawat Anak dan Keluarga, Majalah Makara,
kesehatan, vol 15, no 2 Desember 2011
Paliadelis P, Cruickshank M. Wainohu. 2005. Implementing family-centered care: An exploratio of
the beliefs and practices of paediatric nurses.
Aust. J. Adv. Nurs.
Pawito. 2008. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta. LKIS.
R, & Stevens H. 2005. Implementing Family Centered
Care: An exploratio of the beliefs and practices
of paediatric nurses. Aust. J. Adv. Nurs.
Rodwell CM. 1996. An analysis of the concept of empowerment. J. Adv. Nurs.
Ruslan, Rosady. 2011. Metodologi Penelitian Public
Relations dan Komunikasi. Jakarta. Rajawali
pers.
Setyanti, Chistina Andika, Tango Peduli Gizi di Nias
Segera Tuntas http://female.kompas.com/
read/2012/01/26/13004152/Tango.Peduli.Gizi.
di.Nias.Segera.Tuntas
Severin Werner J, Tankard James W, JR. 2008. Teori
Komunikasi. Jakarta, Kencana.
Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan
Evaluasi Kinerja. Jakarta, Fak.Ekonomi Univ.
Ind.
Wibisono, Yusuf. 2007. Membedah Konsep & Aplikasi CSR. Gresik. Fasco Publishing.
Wijanarko, Himawan. Reputasi. Majalah Trust 4-10
Juli 2005.


bulanan vol 1. No 1, 2007, Jakarta)
http://www.ot.co.id/news.aspx?news_id=10
http://www.wafertango.com/peduligizi

43

HUBUNGAN PENGGUNAAN ENDORSER MIRIP OBAMA DALAM IKLAN TV


VERSI OBAMA DENGAN BRAND IMAGE BINA SARANA INFORMATIKA
Jusuf Fadilah
Program Studi Periklanan Akom BSI Jakarta
jusuf.jff@bsi.ac.id
Abstract


In order to determine the source, advertiser always looking for a person who can attract the attention of his target market, whether a singer, a movie star, an athlete or a fashion model. Theyre looking for a
person who can deliver the message of the ads its self to the target market. This study used Bandura's modeling theory, theory endorser, and the theory of brand image to help the researchers to observe the influence
of endorser against creating a brand image, and focus the research standpoint to the variables defined. The
amount of population that being observed are 279 college students of Salemba 45,from 2nd and 4th semester.
The reason of choosing this population is, since these college students are part of community that soon will
become adolescence by absorbing kinds of information that they receives. Then, these college students are
becoming the right target of the research, because of BSI put its product to the range of age between age of
18 24 and it has close relation with a term of an active young people (whom has many activities). To know
how big the influence of endorser (X Variable) to Image Creation (Y Variable) of BSI Obama Resemblance
Version on a Televisions Advertisement in circle of 2nd and 4th Semester Diplomas College Students of
Advertising at BSI Salemba 45 by using pearson correlation analysis which is Pearsons Product Moment
correlation. The results of this research is producing a correlation value of 0.718 and a determinant coefficient value of 51.5% . That mean theres an endorser influence of Obama resemblance on a creation of BSI
Brand Image values of 0.718, which has a strong positive relation with a relation percentage values of 51.5%.
Keyword : advertisement, endorser, brand image

Abstraksi

Dalam menentukkan sumber,pengiklan selalu mencari siapa yang yang akan menarik perhatian target
khalayaknya apakah seorang penyanyi, bintang film, atlet atau seorang model. Mereka mencari seorang yang
mampu menyampaikan pesan iklan kepada khalayak. Penelitian ini menggunakan teori modeling Bandura,
teori endorser, dan teori brand image untuk membantu peneliti untuk mengamati pengaruh endorser ter-hadap
terciptanya sebuah citra merek, dan memfokuskan sudut pandang penelitian terhadap variabel-variabel yang
ditetapkan. Populasi yang diteliti adalah 279 orang mahasiswa/i Advertising salemba 45 semester dua dan empat. Alasan memilih populasi ini karena mahasiswa/i semester ini adalah bagian dari masyarakat yang sedang
menuju dewasa dengan menyerap segala informasi yang mereka terima, kemudian mereka dapat menyaring
kembali informasi-informasi yang didapat. Kemudian para mahasiswa/i ini sesuai dengan target penelitian,
BSI memposisikan produknya di kisaran umur 18 24 tahun dan erat hubungannya dengan orang muda yang
aktif (memiliki banyak kegiatan). Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Endorser (variabel X) terhadap
pembentukkan citra (variabel Y) BSI Versi Mirip Obama dalam iklan televisi di kalangan mahasiswa/I
D3 Advertising semester dua dan empat BSI Salemba 45 digunakan analisis korelasi Pearson yaitu korelasi
Pearsons Product Moment. Hasil dari penelitian ini menghasilkan nilai korelasi sebesar 0,718 dan koefisien
penentu sebesar 51,5 %. Dapat diartikan bahwa terdapat pengaruh endorser mirip Obama terhadap pembentukkan brand image BSI bernilai 0,718 yaitu memiliki tingkat hubungan yang positif kuat dengan presentase
hubungan sebesar 51,5 %.
Kata Kunci : periklanan, endorser, brand Image
44

I. PENDAHULUAN

Persaingan antar merk dalam dunia periklanan semakin ketat, setiap biro iklan berlomba-lomba
menciptakan sebuah iklan yang mampu menarik
perhatian khalayak. Dalam melakukan persuasi ada
empat faktor penting yang diambil dari formula Laswell yaitu source, message, channel, dan receiver.
Dalam menentukan source pengiklan selalu mencari siapa yang akan menarik perhatian target khalayaknya apakah seorang penyanyi, bintang film, atlet atau seorang model. Mereka mencari seorang yang
mampu menyampaikan pesan iklan kepada khalayak.
Ditengah kompetisi perguruan tinggi, kini waktunya
bagi Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi
Swasta untuk dapat menarik hati bagi para lulusan
SMA/SMK. Program-program yang ditawarkan harus dibuktikan lewat karya nyata sehingga perguruan
tinggi harus mampu melakukan terobosan-terobosan
baru sehingga keberadaannya tidak makin terpuruk.
Perguruan tinggi tidak hanya dapat merekrut calon
mahasiswa, tetapi harus dapat memikirkan bagaimana
cara menyiapkan calon sarjana baru dengan lapangan
kerja yang ada. Jangan sampai perguruan tinggi hanya dapat mencetak sarjana baru, tetapi mereka tidak
dapat disalurkan. Tenaga mereka tidak dapat dibutuhkan di masyarakat karena terlampau banyak keluaran
sarjana baru yang tidak dapat dimanfaatkan. Hal ini
akan berdampak secara luas terhadap masalah sosial.
Kenyataan ini sama halnya membodohi masyarakat
dan akan menambah jumlah barisan penganggur intelek.

Kehadiran perguruan tinggi diketahui sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, pusat
penelitian, dan pengabdian terhadap masyarakat. Sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, harus
melakukan penelitian (research) dan pengembangan
(development) atau sering dikenal dengan singkatan
R & D. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan
yang semakin pesat, perguruan tinggi dituntut untuk
menjadi pusat pengkajian, perkembangan, maupun
sumber ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, perguruan
tinggi tidak hanya dijadikan sebagai penggagas ilmu
pengetahuan, tetapi harus dijadikan knowledge museum yang dapat dijadikan sebagai acuan referensi
penelitian.

Tayangan Iklan (TVC) BSI dengan menggunakan Endorser Mirip Obama adalah salah satu cara untuk membentuk citra produk dalam benak masyarakat.
Endorser dapat dipakai sebagai pendukung agar membantu khalayak mengingat brand tertentu, dengan celebrity endorser pesan komunikasi yang ingin disampaikan menjadi lebih mudah ditangkap oleh khalayak.

Dalam iklan berdurasi 30 detik ini menceritakan


Obama yang saat ini menjadi pemimpin negara adikuasa di dunia, yaitu Amerika Serikat, melakukan
kunjungan ke sekolahnya sewaktu menjalani masamasa kecilnya di Indonesia, ia berkunjung ke sekolahnya dahulu di SD Menteng dengan membawa
ajudan-ajudannya. Alur cerita dimulai saat ajudanajudan presiden Obama mempersiapkan kedatangan
sang presiden. Lalu munculah iringan mobil kenegaraan yang berhenti tepat di depan SD Menteng.
Tidak berapa lama kemudian keluarlah sang Presiden
dengan ekspresinya yang sedang bernostalgia dengan
keadaan di sekolah. Lalu di akhir cerita, sang Presiden Obama pergi meninggalkan sekolah SD Menteng
dengan berkata, dulu saya sekolah di sini, kalau kuliah BSI aja!

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam iklan
ini menyangkut busana, setting lokasi, make up dan
pembentukan suasana melalui warna dan cahaya. Pada
iklan televisi ini model mirip Obama menggunakan
pakaian formal untuk kenegaraan yaitu jas, dengan
dasi dan sepatu pantofel. Pembuatan iklan menggunakan set lokasi SD untuk memperkuat karakter Obama,
mulai dari di dalam mobil hingga masuk ke sekolah.
Polesan make up yang ditampilkan pun bersifat alami tanpa menggunakan aplikasi make up berlebihan.
Selain itu pencahayaan dibuat sederhana dengan tata
lampu tidak terlalu terang dan memberikan kesan
alami. Tata warna cukup unik karena semua adegan
terlihat datar (dengan kontras warna yang tipis), namun memiliki kontras spesifik pada warna merah atau
oranye, hal ini bertujuan untuk memperkuat asosiasi
antara iklan tersebut dengan lingkungan sekitar.

Dalam Kerangka ekuitas merk berbasis konsumen, citra merk termasuk dalam salah satu dimensinya, citra merk sebagai jenis asosiasi yang
muncul pada benak konsumen bukan hal yang mudah
namun bisa dilakukan dengan banyak cara.

Pada saat ini yang menjadi persepsi di mata
masyarakat adalah brand BSI menjadi pilihan yang
baik atau terjangkau bagi perguruan tinggi swasta namun yang menjadi tujuan utama dari pembuatan iklan
dengan menggunakan endorser yaitu menjadikan BSI
sebagai perguruan tinggi swasta yang memiliki kredibilitas tinggi pada kesuksesan seseorang.

Proses pembentukan brand image di mata khalayak menjadi penting karena sebelum seseorang memutuskan untuk kuliah, sebelumnya mereka memiliki
pandangan terdahulu terhadap produk. Citra merk yang
baik tidak terbangun secara otomatis. Komunikasi pemasaran yang berkelanjutan pada umumnya dibutuhkan untuk menciptakan asosiasi yang mendukung, kuat
45

dan mungkin unik mengenai merk. Para bintang televisi, aktor film, para atlet terkenal dan pribadi-pribadi
yang telah mati digunakan secara luas di dalam iklan
majalah, iklan radio dan iklan televisi untuk mendukung citra produk. Dalam prosesnya brand image
dibentuk dari asosiasi merk dan sikap positif, kekuatan serta keunikan merk.

Masalah yang terjadi adalah endorser yang
digunakan untuk iklan TVC BSI ini belum cukup
terkenal di masyarakat. Yang harus diperhatikan dalam memilih artis pendukung iklan yaitu, kesesuaian
tokoh dengan karakter merk. Hal ini dilakukan agar
calon konsumen mampu dengan mudah mengerti
karakter merk yang sedang dilihatnya. Tokoh yang
diangkat sebaiknya memiliki karakter yang sesuai
dengan segmen pasar yang diincar pihak pengiklan.
Endorser mirip Obama setidaknya mencerminkan
karakter Obama yang sesungguhnya sebagai kaum
intelektual yang sukses di masa muda, profesional
dan pantang menyerah.

Dalam rangka memperkuat validitas penelitian
ini, penulis melakukan survei terhadap mahasiswa/i
jurusan perilanan BSI Kampus Salemba semester
2 dan 4. Hal-hal yang melatar belakangi pemilihan
populasi ini dikarenakan mahasiswa periklanan BSI
Salemba semester 2 dan 4 berumur 18 24 tahun,
tingkat ekonomi C B - A dan mengerti tentang dunia periklanan. Setelah mengamati iklan televisi yang
bersangkutan, maka faktor-faktor tersebut diharapkan
sesuai dengan penelitian yang dilakukan.

Masalah yang menarik perhatian peneliti adalah endorser artis mirip Obama digunakan saat pemberitaan heboh dengan terpilihnya Obama sang anak
Menteng menjadi orang nomor satu di Amerika, yang
berencana melakukan kunjungan kenegaraan untuk
pertama kalinya ke Indonesia.
II. KAJIAN LITERATUR
2.1. Komunikasi

Menurut Everett M. Rogers dalam Mulyana
(2001:62) komunikasi adalah proses dimana suatu
ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau
lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku
mereka.

Periklanan erat hubungannya dengan komunikasi massa, pesan yang dimuat melalui media akan memberikan efek kepada khalayak
yang banyak. Mcluhan (2008;142) mengatakan
bahwa kita sebenarnya hidup dalam suatu desa
global, pernyataan ini mengacu pada kemungkinan jutaan orang di seluruh dunia untuk dapat
46

berhubungan dengan hampir setiap sudut dunia. Komunikasi massa itu sendiri mengandung pengertian di
mana suatu organisasi media memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik yang luas dan pada
sisi lain merupakan sisi di mana pesan tersebut dicari,
digunakan dan dikonsumsi oleh audience (Sendjaja,
2002:21). Iklan yang dimuat pada televisi memiliki
kekuatan massa dalam memberikan pesan luas terhadap khalayak. Ketika sebuah pesan iklan disebarkan
melalui media, maka pengiklan bisa melihat seberapa
besar promosi yang dilakukan oleh biro iklan.
2.2. Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah suatu proses di
mana para komunikator menggunakan media untuk
menyebarkan berbagai pesan secara luas, dan secara
terus-menerus menciptakan makna-makna yang diharapkan dapat mempengaruhi khalayaknya yang
besar dan berbeda-beda dengan melalui berbagai
cara (DeFleur dan McQuail, 1985:7). Wright (1991)
berpendapat komunikasi massa merupakan bentuk
komunikasi yang memiliki ciri-ciri pesan yang beragam, khalayak yang heterogen, jangkauan yang luas
dan dampak yang kuat.

Komunikasi massa memiliki andil dalam
mempengaruhi pikiran khalayak. Media massa
memilki efek yang berbahaya sekaligus menular bagi
masyarakat, mampu mempengaruhi pola pikir audiencenya. Rata-rata orang yang terpengaruh media
dikarenakan ia mengalami keputusan dengan institusi
sosial yang sebelumnya justru melindungi dari efek
negatif media (Sutaryo, 2005:9 Mei 2012)
a. Ciri-ciri Komunikasi Massa

Ciri-ciri komunikasi massa menurut Elizabeth Noelle Neumann (dalam Jalaluddin Rakhmat,
1994) adalah sebagai berikut:
1. Bersifat tidak langsung, artinya harus melalui
media teknis.
2. Bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi
antara peserta-peserta komunikasi.
3. Bersifat terbuka, artinya ditujukan pada publik
yang tidak terbatas dan anonim.
4. Mempunyai publik yang secara tersebar.

Pesan-pesan media tidak dapat dilakukan secara langsung artinya jika kita berkomunikasi melalui
surat kabar, maka komunike kita tadi harus diformat
sebagai berita atau artikel, kemudian dicetak, didistribusikan, baru kemudian sampai ke audien. Antara
kita dan audien tidak bisa berkomunikasi secara langsung, sebagaimana dalam komunikasi tatap muka.
Istilah yang sering digunakan adalah interposed.

Konsekuensinya adalah, karakteristik yang kedua,


tidak terjadi interaksi antara komunikator dengan
audien. Komunikasi berlangsung satu arah, dari komunikator ke audien,dan hubungan antara keduanya
impersonal.

Karakteristik pokok ketiga adalah pesan-pesan
komunikasi massa bersifat terbuka, artinya pesan-pesan dalam komunikasi massa bisa dan boleh dibaca,
didengar, dan ditonton oleh semua orang. Karakteristik keempat adalah adanya intervensi pengaturan
secara institusional antara si pengirim dengan si penerima. Dalam berkomunikasi melalui media massa,
ada aturan, norma, dan nilai-nilai yang harus dipatuhi.
Beberapa aturan perilaku normatif ada dalam kode
etik, yang dibuat oleh organisasi-organisasi jurnalis
atau media. Dengan demikian, komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai suatu jenis komunikasi yang
ditujukan kepada sejumlah audien yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media massa cetak atau
elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima
secara serentak dan sesaat (Elric, 2012:9 Mei 2012).
b. Efek Komunikasi Massa
Berdasarkan teorinya, efek komunikasi massa dibedakan menjadi tiga macam efek, yaitu efek terhadap
individu, masyarakat, dan kebudayaan.
1. Efek komunikasi massa terhadap individu,
Menurut Steven A. Chafee, komunikasi massa
memiliki efek-efek berikut terhadap individu:
a).Efek ekonomis: menyediakan pekerjaan,
menggerakkan ekonomi (contoh: dengan
adanya industri media massa membuka
lowongan pekerjaan)
b).Efek sosial: menunjukkan status (contoh: seseorang terkadang dinilai dari media massa yang
ia baca, seperti suratkabar Pos Kota memiliki
pembaca berbeda dibandingkan dengan pembaca suratkabar Kompas)
c).Efek penjadwalan kegiatan
d).Efek penyaluran/ penghilang perasaan
e).Efek perasaan terhadap jenis media (Universitas Muhammadiyah Malang, 2011:9 Mei
2012)
2. Efek komunikasi massa terhadap masyarakat
dan kebudayaan

Teori spiral keheningan oleh Noelle-Newmann, menjelaskan bagaimana terbentuknya pendapat umum, terletak dalam suatu proses saling
mempengaruhi antara komunikasi massa, komunikasi antarpribadi, persepsi individu atas pendapatnya sendiri dalam hubungannya dengan pendapat

orang lain dalam masyarakat (Sendjaja, 2004:5.30).


Teori Penentuan Agenda oleh Combs dan Shaw,
menyatakan bahwa audience tidak hanya mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya melalui media
massa, tetapi juga mempelajari seberapa besar arti
penting diberikan pada suatu isu atau topik dari cara
media massa memberikan penekanan terhadap topik
tersebut (Sendjaja, 2004:5.26).

Selain itu komunikasi massa menurut Kappler
(1960) juga memiliki efek:
a) Conversi, yaitu menyebabkan perubahan
yang diinginkan dan perubahan yang tidak
diinginkan.
b) Memperlancar atau malah mencegah perubahan
c) Memperkuat keadaan (nilai, norma, dan
ideologi) yang ada.
2.3. Periklanan

Menurut masyarakat periklanan Indonesia
iklan adalah suatu pesan yang berisikan informasi
yang berhubungan dengan sebuah produk melalui
media berupa televisi, radio, majalah Koran, billboard
dan lainnya, kepada sebagian atau seluruh masyarakat
yang merupakan sasaran dari iklan tersebut (Kasali,
1995:11).

Periklanan adalah suatu proses komunikasi
massa yang melibatkan sponsor tertentu, yakni si
pemasang iklan (pengiklan), yang membayar jasa
sebuah media massa atas penyiaran iklannya. Adapun
iklannya tersebut biasanya dibuat atas pesanan si pemasang iklan itu, oleh sebuah agen atau biro iklan
atau oleh bagian public relation atau humas lembaga
pemasang iklan itu sendiri. (Suhandang, 2005:13)

Periklanan menurut Kotler (2005:277) didefinisikan sebagai segala bentuk penyajian non-personal
dan promosi ide, barang, atau jasa oleh suatu sponsor
tertentu yang memerlukan pembayaran.

Merujuk pada ketiga definisi di atas, maka
terdapat enam elemen umum yang terdapat dalam
mendefinisikan iklan. Keenam elemen tersebut adalah :
a. Iklan merupakan bentuk komunikasi yang dibayar
b. Terdapat sponsor yang diidentifikasi
c. Kebanyakan iklan dibuat untuk mempersuasi atau
mempengaruhi konsumen agar melakukan sesuatu, meskipun dalam beberapa kasus sering dijumpai bahwa pesan iklan yang dibuat bertujuan
untuk membuat konsumen mengenal (aware)
produk atau perusahaan
d. Pesan disebarkan melalui berbagai macam media
47

massa agar dapat mencapai audiens yang dapat


menjadi konsumen potensial.
e. Sebagai bentuk dari komunikasi massa, maka
iklan bersifat non-personal.
Berdasarkan keenam faktor di atas, maka iklan dapat
didefinisikan sebagai komunikasi non-personal yang
bertujuan untuk mempersuasi atau mempengaruhi
sikap calon konsumen atau konsumen yang disebarkan melalui media massa (Wells dkk, 2000:6).

Sementara fungsi Periklanan menurut Engel
dalam Widyatama (1997:149) :
a. Menciptakan dan mempertahankan citra baik bagi
produk
b. Menciptakan penjualan bagi pabrikan dan pedagang loak
c. Memperkenalkan penggunaan baru sebuah
produk
d. Memberikan informasi yang berharga bagi konsumen
e. Memberikan penawaran, kupon, dan sample
f. Menekankan merek dagang
g. Menjaga dan memelihara ketertarikan konsumen
pasca pembelian
h. Menarik dealer dan distributor baru.
2.4. Endorser

Endorser adalah individu yang terkenal atau
dihormati seperti selebritis atau ahli suatu produk
atau jasa yang berbicara untuk sebuah perusahaan
atau brand, tidak penting apakah pembicaraan itu
berdasarkan pengalaman pribadi atau pernah menggunakan produk atau jasa dari brand tersebut (Belch
dan Belch, 1986:285) Endorser dapat menciptakan
elemen emosional dari brand, yaitu bagaimana brand
diekspresikan, diinformasikan, ditampilkan dan dijanjikan.

Menurut Telis, endorser memiliki tipe, yaitu :
(1993:180)
a. Selebritis, sosok selebriti mudah menarik perhatian konsumen yang lalu membentuk brand
awareness dan brand image. Sebabnya, selebritis dikenal masyarakat luas, termasuk pengenalan
akan citranya sehinga mudah terjadi transfer image mereka pada brand image. Kegemaran akan
seorang selebritis juga dapat mempengaruhi brand
liking. Namun, endorser ini umumnya bukan ahli
di bidang brand yang diiklankan.
b. Ahli, endorser jenis ini cocok digunakan untuk
produk teknis atau yang memerlukan jaminan
aman bagi konsumen. Menggunakan ahli dapat
mengurangi kekhawatiran akan efek samping atau
proses penggunaan produk.
48

3. Konsumen yang merasa puas, endorser tipe ini cocok digunakan ketika diantisipasi akan ada identifikasi audiens yang kuat akan peran mereka dan
menumbuhkan kepercayaan akan produk.

Terkait dengan konteks penelitian ini, maka
perlu memahami endorser tipe selebiritis. McCracken (1989) mengemukakan Meaning Transfer Model
yang merupakan penggambaran proses pada tipe selebritis. Premis utama model ini yaitu selebriti memiliki simbol-simbol tertentu yang dapat ditransfer ke
produk/merk yang diendorse. Model ini terdiri dari
tiga tahap yakni culture, endorsement, dan consumtion.

Tahap I culture, selebriti berbeda dengan endorser biasa yang non-selebriti. Walaupun endorser
biasa dapat memberikan informasi demografis seperti
jenis kelamin, usia dan status ; namun penggambarannya relatif samar-samar dan tidak jelas. Berbeda
dengan selebriti yang menyampaikannya dengan
lebih bermakna, dengan karakteristik dan gaya setiap
selebriti memiliki makna tertentu karena mereka telah
membentuknya melalui setiap penampilan mereka sebagai public figure.

Tahap II, endorsement. Pemilihan selebriti
tertentu didasarkan pada makna-makna yang mereka
simbolkan dan pada perencanaan pemasaran yang cermat. Pemasar harus menentukan simbol-simbol yang
sesuai degan produk mereka, kemudian menentukan
selebriti yang sesuai dengan simbol-simbol tersebut. Setelah selebriti dipilih, iklan yang dibuat harus
mengidentifikasi dan menyampaikan makna / simbol
dari produk, memuat makna-makna yang ingin dicapai dari selebriti sebagai endorser. McCracken (1989)
menyatakan bahwa terkadang iklan memiliki makna
tertentu bagi selebriti yang menjadi endorser, dan
bahkan dapat membantu mengubah image mereka di
mata publik. Namun demikian, pada dasarnya iklan
tidak dibuat untuk mengubah yang mereka simbolkan, melainkan untuk mentransfernya. Pada akhirnya,
iklan harus dibuat sedemikian rupa untuk mengesankan terdapatnya kesamaan antara selebriti dengan
produk, sehingga akan menarik konsumen memasuki
tahap akhir dari model ini.

Tahap III, consumtion. Tahap terakhir ini yang
paling kompleks dan bahkan sulit tercapai. Tidaklah
mudah bagi konsumen memiliki suatu objek untuk
memiliki makna objek tersebut. Dalam hal ini, tidak
terdapat transfer maupun perubahan makna dengan
sendirinya. Kebiasaan sangat penting dalam proses
ini (Belch dan Belch, 1995:195).

Menurut konstruk ini, selebriti menjadi contoh dan figur yang inspiratif bagi konsumen. Model ini menjelaskan bagaimana

proses selebriti endorsemen terjadi sebagai proses pemindahan makna tertentu yang digambarkan dalam
tiga tahap : bagaimana makna / simbol tertentu dimiliki oleh selebriti, bagaimana simbol tersebut berpindah dari selebriti ke produk dan bagaimana simbol
tersebut berpindah dari produk ke konsumen. Oleh
karena itu, selebriti merupakan kunci dalam model
ini.

mengingat merk bisa ditingkatkan dengan banyaknya


terpaan.

David A. Aaker menyebutkan bahwa brand
equity adalah serangkaian aset dan kewajiban yang
terkait dengan sebuah merk, nama dan simbol yang
menambah atau mengurangi nilai yang diberikan
sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan/atau
pelanggan perusahaan tersebut (Sadat, 2009:163).

Brand image adalah sebagai jenis asosiasi
2.5. Efek Pesan
yang muncul dalam benak konsumen ketika mengingat sebuah merk tertentu. Asosiasi ini dikonseptu
Iklan juga mampu memunculkan dampak lisasikan berdasarkan jenis, dukungan, kekuatan dan
psikologis. Dampak iklan sangat beragam, meliputi keunikkan (Shimp, 2003:134). Brand community
aspek kognitif, afektif dan konatif, baik secara send- menjadi tujuan iklan BSI yang paling utama dengan
iri-sendiri maupun bersama. (Universitas Sumatra menggandeng artis mirip Obama guna menarik perUtara, 2011:9 Mei 2012).
hatian para masyarakat untuk menjadi sosok profea.Efek kognitif, pengaruh psikologis yang terjadi sionalisme muda yang sukses serta memiliki banyak
dalam wilayah kognitif dapat menumbuhkan per- bakat dan pencapaian.
hatian khalayak terhadap sesuatu secara lebih tinggi dibandingkan yang lainnya. Dalam efek kognitif III. METODE PENELITIAN
ini dibahas tentang bagaimana media massa dapat
membantu khalayak dalam mempelajari informasi
Jenis penelitian yang digunakan pada penuyang bermanfaat dan mengembangkan keterampi- lisan ini adalah penelitian Kuantitatif. Sugiyono
lan kognitifnya.
(2008:8), mengatakan penelitian kuantitatif dapat dib. Efek afektif, iklan pada gilirannya menentu- artikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan
kan tingkat minat, kepercayaan dan keyakinan kita pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti
terhadap produk.Tujuan dari komunikasi massa pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan
bukan sekedar memberitahu khalayak tentang se- data menggunakan instrument penelitian, analisis
suatu, tetapi lebih dari itu, khalayak diharapkan data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan mendapat turut merasakan perasaan iba, terharu, sedih, guji hipotesis yang telah ditetapkan.
gembira, marah dan sebagainya.

Penelitian ini memiliki rumusan masalah asc. Efek konatif, merupakan akibat yang timbul sosiatif dengan tingkat korelasi kausal. Penelitian
pada diri khalayak dalam bentuk prilaku, tindakan kuantitatif assosiatif digunakan untuk menganalisa
atau kegiatan. Adegan kekerasan di TV membuat hubungan antara dua variabel yang ada dan dikatakan
orang menjadi beringas. Siaran memasak di tv kausal karena kedua variabel tersebut memiliki sifat
membuat ibu-ibu lebih gemar memasak dan kre- sebab akibat satu sama lainnya.
atif. Namun ada juga laporan bahwa, televisi gagal
Dalam penelitian ini terdapat variabel bebas
mendorong pemirsanya untuk menabung di bank. yaitu endorser yang mempengaruhi variabel terikat
Film tidak sanggup memotivasi remaja perkotaan dalam bentuk brand image. Peneliti ingin mengetauntuk menghindari pemakaian obat-obat terlarang hui seberapa besar pengaruh hubungan antara peng(Widyatama, 2007:17-24).
gunaan endorser dengan pembentukan brand image
sebuah produk. Endorser dalam beriklan bertujuan
2.6. Citra Merk (Brand Image)
untuk menciptakan asosiasi antara produk dengan endorser yang bersangkutan.

Kesadaran merk adalah dimensi dasar dalam
ekuitas merk. Ada dua tingkat kesadaran merk. Brand IV. PEMBAHASAN
recognition mencerminkan tingkat kesadaran yang
cenderung dangkal, sedangkan kemampuan meng- 4.1. Deskripsi Hasil Penelitian
ingat merk recall mencerminkan keadaan yang lebih
Berikut ini adalah hasil penelitian yang telah
mendalam. (Shimp, 2003:93) Khalayak yang melihat dilakukan dalam menjawab masalah pokok di atas.
iklan di televisi biasanya akan mengenal produk yang Penelitian ini dilakukan selama satu bulan yaitu Maret
diiklankan namun belum tentu mereka akan langsung 2012 di BSI Salemba Jakarta.
ingat pada produk yang bersangkutan. Kemampuan
Hasil penelitian berupa data yang dijelaskan
49

kedalam bentuk tabel, dihitung berdasarkan rumus


dengan mempergunakan skala Likert, dan membuat
kesimpulannya berdasarkan hasil data yang telah
ada.

Tabel IV.2
Hasil Perhitungan Uji Validitas Variabel Y
(Brand Image BSI di Kalangan Mahasiswa/i periklanan BSI Salemba

a. Uji Validitas

Validitas adalah ketepatan atau kecermatan
suatu instrument dalam mengukur apa yang ingin diukur. Dalam pengujian instrument pengumpulan data,
validitas bisa dibedakan menjadi validitas faktor dan
validitas item. Validitas faktor diukur bila item yang
disusun menggunakan lebih dari satu faktor (antara
faktor satu dengan yang lain ada kesamaan). Pengukuran validitas faktor dengan cara menkorelasikan
antara skor faktor (penjumlahan item dalam satu faktor dengan skor total faktor (total keseluruhan faktor),
sedangkan pengukuran validitas item dengan cara Dari hasil uji coba pada tabel kedua variabel, dikemengorelasikan antara skor item dengan skor total tahui bahwa koefisien korelasi semua butir memiliki
item.
skor di atas 0,229, sehingga semua butir yang terdapat
pada variabel X maupun variabel Y dinyatakan valid.
Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:
b. Uji Reliabilitas
1. Jika r hitung r table (uji 2 sisi dengan sig. 0,05)
maka instrument atau item-item pertanyaan ber-
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui
korelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan konsistensi alat ukur, apakah alat pengukur yang divalid).
gunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika
2. Jika r hitung < r table (uji 2 sisi dengan sig. 0,05) pengukuran tersebut diulang. Ada beberapa metode
maka instrument atau item-item pertanyaan tidak pengujian reliabilitas di antaranya metode tes ulang,
berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyata- formula belah dua dari Spearman-Brown, Formula
kan tidak valid) (Priyanto, 2008 : 23).
Rulon, formula Flanagan, Cronbachs Alpha, metode
formula KR-20, KR-21, dan metode Anova Hoyt. DaTabel IV.1
lam program SPSS dibahas untuk uji yang sering diHasil Perhitungan Uji Validitas Variabel X
gunakan penelitian mahasiswa adalah dengan meng(Endorsemen Mirip Obama pada TVC BSI)
gunakan metode alpha cronbach. Metode alpha sangat
cocok digunakan pada skor berbentuk skala (misal
1-4, 1-5) atau skor rentangan (misal 0-20, 0-50).

Uji Siginifikansi dilakukan pada taraf signifikansi 0,05, artinya instrument dapat dikatakan reliable bila nilai alpha lebih besar dari r kritis product
moment. Atau kita bisa menggunakan batasan tertentu seperti 0,6. Menurut Sekaran (1992) (dalam Priyanto, 2008 : 26), reliabilitas kurang dari 0,6 adalah
kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima dan di atas
0,8 adalah baik.

Hasil dalam uji reliabilitas pada variabel X
(Endorsement mirip Obama pada TVC BSI) adalah :
Tabel IV.3
Hasil Perhitungan Uji Reliabilitas Variabel X
Reliability Statistics

50

Berdasarkan tabel IV.3 diketahui bahwa reliabilitas


Variabel X (Endorsement Mirip Obama pada TVC
BSI) , Cronbach Alpha = 0,870 , maka variable X dapat dinyatakan reliable.
Hasil dalam uji reliabilitas pada variabel Y (Brand
Image BSI di kalangan mahasiswa/i Adevertising BSI
Salemba 45) adalah :
c. Pengujian Hipotesis

Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengarTabel IV.4
uh antara penggunaan Endorser terhadap pembentukHasil Perhitungan Uji Reliabilitas Variabel Y
kan Citra Merk dikalangan mahasiswa/i advertising
Reliability Statistics
BSI salemba semester dua dan empat, dan seberapa
kuat hubungan tersebut, maka dapat dihitung dengan
teknik korelasi produk momen atau Pearsons Product Moment Correlaion.
Tabel IV.7
Hasil Uji Koefisien Korelasi dan Koefisien penentuan
Berdasarkan tabel IV.3 diketahui bahwa reliabilitas
Variabel Y (Brand Image BSI) , Cronbach Alpha =
0,762 , maka variabel Y dapat dinyatakan reliable.
Karakteristik Responden
a. Berdasarkan Tingkatan Semester

Setelah kuesioner dibagikan, maka komposisi Model Summary
responden dilihat dari segi semester dapat dilihat
dengan tabel berikut ini :
Tabel IV.5
Berdasarkan Tingkatan Semester

b. Berdasarkan Tingkatan Semester



Dari kusioner yang telah diberikan kepada 74
responden, didapatkan hasil komposisi responden sesuai dengan umur yang tertera di bawah ini :

Sumber : Hasil pengolahan data menggunakan program SPSS 17.0


Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai
koefisien penentu (R) antara endorser Mirip Obama
(X) dengan Pembentukkan Citra Merk (Y) adalah
sebesar 0,718. Seperti yang telah dijelaskan pada Bab
III, nilai koefisien korelasi yang terletak antara 0,60
0,799 menunjukkan hubungan kuat.

Dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara
Endorser Mirip Obama (X) terhadap pembentukan
Citra Merk (Y).

Sedangkan untuk R Square diperoleh
nilai sebesar 0,515 atau 51,5 %, sehingga dapat disimpulkan bahwa kontribusi variabel Endorser Mirip Obama terhadap pembentukan
51

citra merk adalah sebesar 51,5 %. Maka 48.5 %


yang tersisa dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya
yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Nilai
R Square ini kemudian dapat ditulis ke dalam rumus
sebagai berikut :
KP = r x 100%
KP = 0,515 x 100%
KP = 51,5 %

sedangkan pernyataan Ha yang menyatakan adanya


pengaruh antara endorser aktor Mirip Obama terhadap brand image BSI dapat diterima.


Penelitian dilakukan kepada mahasiswa/i periklanan BSI Salemba semester dua dan emapat yang
respondennya sesuai dengan target konsumen dari
BSI. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa keberadaan BSI mempengaruhi kehidupan se1. Nilai t-hitung
hari-hari para remaja. Karena program jurusan yang
Nilai t-hitung berdasarkan hasil output table di bawah terdapat dalam perguruan tinggi BSI dapat membantu
ini adalah :
remaja untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam
menghadapi dunia kerja.
Tabel IV.8

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat
Nilai t-hitung
pengaruh penggunaan endorser aktor mirip Obama
terhadap pembentukan brand image BSI, mengetahui
hubungan, sifat hubungan dan seberapa besar pengaruh penggunaan endorser aktor mirip Obama terhadap
brand image BSI. Guna mengetahui ada atau tidaknya
Sumber: Hasil pengolahan dengan SPSS 17.0
pengaruh antara penggunaan endorser terhadap pembentukan brand image BSI digunakan teknik korelasi
Hasil tabel di atas menunjukkan nilai signifikansi un- product moment atau Pearsons Product Moment Cortuk variabel Endorser Mirip Obama sebesar 0,000 di relation, maka didapat hasil koefisien korelasi sebesar
mana nilai ini lebih kecil dari nilai signifikansi 0,01 0,718.Hal ini berarti terdapat pengaruh antara minat
(0,000 > 0,010) sehingga dapat diartikan bahwa ter- endorser mirip Obama terhadap pembentukan brand
dapat pengaruh yang signifikan dari variabel Endors- image BSI dan memiliki tingkat hubungan yang kuat.
er Mirip Obama terhadap pembentukkan citra merk Hal ini dikarenakan:
BSI.
1.
Adanya hubungan yang kuat antara pengguLangkah-langkah uji hipotesis yang juga dapat men- naan endorser aktor mirip Obama dengan pembendukung pernyataan di atas adalah :
tukkan brand image BSI. Hal ini terlihat data primer
1. Mencari nilai t hitung
yang diambil dari responden mahasiswa/I AdvertisNilai t hitung variabel Endorser Mirip Obama adalah ing BSI Salemba 45, diindikasikan bahwa aktor mirip
8,752 (pada tabel 4.8 Coefficients, kolom t, baris En- Obama dikenal dan memiliki reputasi yang baik di
dorser)
mata responden. Hal ini cukup berpengaruh untuk
2. Mencari t-tabel
meningkatkan brand image BSI.

= 0,1 / 2 = 0,05
2.
Hubungan endorser aktor mirip Obama den
df = 74 2 = 72
gan brand Image BSI besifat positif dengan tingka
t-tabel = 1,666
tan kuat. Berdasarkan data yang terkumpul, dimensi
3. Pengambilan keputusan
endorser memiliki score yang tinggi. Sementara itu

Setelah diketahui nilai dari t-hitung dan nilai dimensi brand image BSI memiliki score yang kuat
dari t-tabel maka dapat diambil keputusan bahwa:
untuk menciptakan hubungan efektif antara variabel x
dan variabel y dalam pembentukkan citra merk yang
Ho ditolak apabila nilai t-hitung > t-tabel
maksimal.
3.
Pengaruh penggunaan endorser aktor mirip
Ho = Tidak adanya pengaruh signifikan antara peng- Obama terhadap brand image BSI sebesar 51,5 %.
gunaan endorser aktor Mirip Obama terhadap brand Hal ini dipengaruhi oleh gencarnya pihak BSI dalam
image BSI. (Ho = Rxy = 0).
memasarkan progam jurusan peminatannya. Terbukti
Ha = Adanya pengaruh signifikan antara penggunaan dari tidak adanya keraguan responden mengenai brand
endorser aktor mirip Obama terhadap brand image association antara endorser aktor mirip Obama dengan
BSI. (Ha = Rxy > 0)
BSI. Selain itu, data primer mengindikasikan tidak

Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh adanya keraguan dalam benak responden mengenai
t-hitung lebih besar daripada t-tabel (8,752 > 1,666) mengenai diferensiasi merk, pengalaman responsehingga demikian Ho ditolak sedangkan pernyataan den, motivasi konsumsi dan pemenuhan kebutuhan.
52

V. PENUTUP

Dalammenghadapi persaingan di antara para
perguruan tinggi. Maka Bina Sarana Informatika terus berupaya untuk selalu mempertahankan posisinya
sebagai perguruan tinggi swasta yang murah di pasar
Indonesia. Upaya yang dilakukan adalah dengan
melaksanakan strategi pemasaran endorsemen guna
meningkatkan brand image BSI dibenak masyarakat.

Dari penelitian yang dilakukan dari bulan
Februari - Maret 2012 ini, dapat disimpulkan bahwa
:
a. Adanya hubungan yang kuat antara penggunaan
endorser aktor mirip Obama dengan pembentukkan brand image BSI. Hal ini terlihat data primer
yang diambil dari responden mahasiswa/I Advertising BSI Salemba 45, diindikasikan bahwa aktor
mirip Obama dikenal dan memiliki reputasi yang
baik di mata responden. Hal ini cukup berpengaruh
untuk meningkatkan brand image BSI.
b. Hubungan endorser aktor mirip Obama dengan
brand Image BSI besifat positif dengan tingkatan
kuat. Berdasarkan data yang terkumpul, dimensi
endorser memiliki score yang tinggi. Sementara itu
dimensi brand image BSI memiliki skor yang kuat
untuk menciptakan hubungan efektif antara variabel x dan variabel y dalam pembentukkan citra
merk yang maksimal.
Pengaruh penggunaan endorser aktor mirip Obama
terhadap brand image BSI sebesar 51,5 %. Hal ini
dipengaruhi oleh gencarnya pihak BSI dalam memasarkan progam jurusan peminatannya. Terbukti
dari tidak adanya keraguan responden mengenai
brand association antara endorser aktor mirip Obama
dengan BSI. Selain itu, data primer mengindikasikan
tidak adanya keraguan dalam benak responden mengenai diferensiasi merk, pengalaman responden, motivasi konsumsi dan pemenuhan kebutuhan.

Kasali, Rhenald. 1992. Manajemen Public Relation:


Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta .
PT. Pustaka Utama Grafiti.
Kasali, Rhenald. 1995. Manajemen periklanan, PAU
Ekonomi UI. Jakarta. PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.
Kotler, Philip. 1997. Marketting Management, Jakarta, Simon & Schuster Pte. Ltd.
Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunkasi- Suatu pengantar. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Priyanto, Dwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta. Media Pelajar.
Sadat, Andi M. 2009. Brand Belief. Jakarta, Salemba
Empat.
Senjaya, S. Djuarsa. 2007. Teori Komunikasi. Jakarta.
Univertias Terbuka.
Shimp. Terrence A. 2003. Advertising Promotion and
Supplemental Aspect Of
Integrated Marketing Communications, University of South
California.
Sugiyono. 2008. Metode penelitian Kuantitatif,
Kualitatif Dan R&D. Bandung. Alfabeta CV.
Tellis, Gerard J. 2004. Effective Advertising. New
Delhi.
Universitas Muhammadiyah Malang. 2011. http : //
mociphyta. student. umm.ac.id/files/2011/03/
vitt.docx (9 Mei 2012)
Universitas Sumatra Utara. 2011. repository. usu.
ac. id/ bitstream/ 123456789/ 20226/4/ Chapter%20II.pdf (9 Mei 2012)
Widyatama, Rendra. 2007. Pengantar Periklanan,
Yogyakarta. Pustaka Publisher.
William Wells, John Burnett, Sandra Moriarty. 2009.
Advertising : Principles and Practice. New Jersey. Pentice Hall.

DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal. 2009. http : //www.indianjournalofmarketing.Com / archives / 2009 / dec2009 . htm
(9 Mei 2012)
Belch, George E. and Michael E. Belch. 2002. Advertising and Promotion. NY. Mcgraw Hill,
DeFleur and Denis McQuail. 1985. Understanding
Mass Communication. London. Sage Publication
Elric,
Qiqii.
2012.
http://www.scribd.com/
doc/54493601/kom-massa (9 Mei 2012)
http://bsi.ac.id (9 Mei 2012)
53

TEORI DAN PERSPEKTIF DALAM PENELITIAN ILMU KOMUNIKASI


Halimatusadiah
Program Studi Kehumasan Akom BSI Jakarta
Jl. Kayu Jati V No.2, Pemuda Rawamangun, Jakarta Timur
halimatusadiah.hlm@bsi.ac.id
Abstract


This paper aims to provide an understanding of the theory and perspective in the research domain of
communication sciences. The theory is a guide book to explain, interpret and understand the intricacies of
human relationships. With the theory, we helped to clarify what are we observe that allow us to understand
relationships and interpret the events that occur. In observing this kind of theory will function better when we
put more emphasis on this aspect of the theory, not the truth benefits of theory. A good perspective of the Paradigm model has a different implilkasi in reality, looking at the relationship reality theory with the perspective
or the relationship between the researcher and the researched reality, values of researchers, and methodology.
That is, how a scientist or researcher to give a definition to a reality or phenomena, as well as theories to explain the phenomenon of the reality or the ditelitinya will be largely determined by the choice of perspective,
whether objective or are leaning towards more leaning towards subjective.
Keywords: communication, theory, perspectives, research

Abstraksi

Tulisan ini bertujuan memberikan pemahaman tentang teori dan perspektif dalam ranah penelitian
Ilmu Komunikasi. Teori adalah buku panduan untuk menjelaskan, menafsirkan dan memahami kerumitan
hubungan antar manusia. Dengan teori, kita dibantu untuk menjelaskan apa yang sedang kita amati yang memungkinkan kita untuk memahami hubungan-hubungan dan menafsirkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Dalam mencermati fungsi teori semacam ini akan lebih baik apabila kita lebih menekankan pada aspek kebermanfaatan teori, bukan kebenaran teori. Perspektif baik dari model Paradigma mempunyai implilkasi yang
berbeda dalam melihat realitas, melihat hubungan realitas teori dengan perspektif atau hubungan antara peneliti dengan realitas yang diteliti, nilai-nilai peneliti, dan metodologi. Artinya, bagaimana seorang ilmuwan
atau peneliti memberi definisi terhadap suatu realitas atau fenomena, serta teori untuk menjelaskan fenomena
atau realitas yang ditelitinya tersebut akan sangat ditentukan oleh pilihan perspektifnya, apakah yang condong
ke arah objektif ataukah lebih condong ke arah subjektif.
Kata kunci: komunikasi, teori, perspektif, penelitian
I. PENDAHULUAN

Ilmuwan komunikasi itu memiliki pandangan
yang divergen tentang apa itu komunikasi, sesuai dengan bidang mereka masing-masing, sehingga menjadi
sangat sulit kemudian untuk melakukan pemetaan
wilayah kajian teori komunikasi karena bisa saja para
ilmuwan ini tidak setuju pada pada suatu teori karena
tidak sesuai dengan pengalaman mereka. Dalam memahami ilmu komunikasi kita membutuhkan teropong (perspektif) yang dapat menuntun kita pada
pengertian/pengetahuan tentang konseptualisasi teori
dan perspektif dalam ilmu komunikasi.

Tulisan ini bertujuan memberikan pemahaman
tentang teori dan perspektif dalam ranah penelitian
54

ilmu komunikasi. Proses perkembangan teori tidak


terjadi dalam vakum (terlepas dari pengaruh ruang dan waktu). Tetapi, kerangka filosofis berlaku
ketika pembentukan dan pengujian teori terjadi.
II. PEMBAHASAN
2.1. Teori : Definisi dan Fungsi

Suatu teori adalah seperangkat konstruk
(konsep), batasan, dan proposisi yang menyajikan
suatau pandangan sistematis tentang fenomena dengan memerinci hubungan-hubungan antarvariable,

dengan tujuan menjelaskan dan memprediksikan gejala itu (Kerlinger dalam Miller 2005:14).

Batasan teori, ungkap Kerlinger, mengandung tiga hal, pertama, sebuah teori adalah seperangkat proposisi yang terdiri atas konstruk-konstruk
yang terdefinisikan dan saling terhubung. Kedua,
teori menyusun antarhubungan seperangkat variable
(konstruk) dan dengan demikian merupakan suatu
pandangan sistematis mengenai fenomena-fenomena
yang dideskrispsikan oleh variable-variable itu. Ketiga, teori itu menjelaskan fenomena.

Dalam pengertian luas, teori adalah serangkaian konsep-konsep, penjelasan-penjelasan dan
prinsip-prinsip yang teratur dari beberapa aspek
pengalaman manusia. (Littlejohn dan Foss, 2008:
14). Dalam pengertian semacam ini, Littlejohn dan
Foss juga menegaskan, bahwa teori adalah abstraksi dan konstruksi. Teori dikatakan sebagai abstraksi
karena teori mereduksi pengalaman ke dalam serangkaian kategori-kategori tertentu dan meninggalkan
kategori-kategori yang lain. Kategori ini bisa berupa
pola, hubungan atau variabel. Tidak ada sebuah teori
yang mampu mengungkap seluruh kebenaran dari
subjek yang diteliti. Teori dikatakan sebagai konstruksi, karena teori merupakan hasil kreasi manusia
untuk menjelaskan sesuatu yang terjadi di dunia ini.
Dalam upayanya untuk menjelaskan sesuatu tersebut
manusia menggunakan kategori-kategori konseptual
yang sudah dimilikinya. Manusia dihadapkan pada
pilihan-pilihan tertentu terhadap serangkaian kategori
konseptual yang sudah dimilikinya.

Teori membantu kita memahami atau menjelaskan fenomena yang kita amati dalam dunia sosial. Teori adalah jaring untuk menagkap dunia atau
cara kita mengartikan kehidupan sosial. Jadi, sebuah
teori harus merupakan abstraksi/pemikiran dari dunia
sosial. Sebuah teori bukan dengan sendirinya perilaku
komunikatif tetapi serangkaian pemikiran abstrak
yang membantu kita memahami perilaku tersebut.
Abstraksi bisa dalam beragam bentuk dan bisa disatukan salam berbagai cara, tetapi harus ditekankan bahwa teori berada pada level abstrak atau lebih tinggi
dari pengamatan aktual; teori memiliki tujuan menjelaskan dan menyistematisasi penemuan pada level
yang lebih rendah. Untuk memberikan pemahaman
pengamatan pada abstraksi, teori harus bisa melihat
sesuatu dibalik fenomena dalam dunia sosial.

Abraham Kaplan dan Stanley Deetz (dalam Littlejohn dan Foss, 2008:15) mengemukakan
bahwa pembentukan sebuah teori tidak hanya sekedar menemukan sebuah fakta tersembunyi, tetapi
ia sekaligus merupakan sebuah cara untuk melihat, mengatur dan menyajikan fakta itu sendiri.

Sejalan dengan itu, menurut Deetz, sebuah teori adalah sebuah cara untuk melihat dan memikirkan dunia
ini. Teori adalah sebuah lensa (teropong) untuk melihat dunia, bukan sebuah cermin. Artinya, semua
orang boleh menggunakan teropong masing-masing
untuk menjelaskan fenomena tertentu. Semua pihak
bisa mengkonstruksi teori masing-masing sesuai kepentingan masing-masing dengan segala implikasi
pada klaim kebenaran masing-masing.

Pandangan lain tentang teori dikemukakan
oleh Judee Burgoon (dalam Griffin, 2012: 2), teori
adalah a set of systematic, informed hunches about
the way things work (teori adalah serangkaian dugaan sistematis dan diinformasikan mengenai cara segala sesuatu bekerja). Maksudnya, sebelum berteori,
seorang ilmuwan mungkin melakukan serangkaian
tindakan seperti membaca buku atau artikel, mendengarkan orang berbicara, mengkonsumsi media,
melakukan pengamatan atau percobaan. Pengetahuan
yang didapatkan dari kegiatan tersebut akan mengenalkannya pada serangkaian konsep-konsep atau simbol-simbol tertentu dan melahirkan dugaan-dugaan
tertentu atas kaitan antara konsep atau simbol yang
satu dengan konsep atau simbol yang lain. Dengan
melihat rangkaian konsep atau simbol inilah seorang
ilmuwan bisa menjelaskan bagaimana segala sesuatu
bekerja atau suatu peristiwa terjadi.

Mendengar kata teori kita bisa mempunyai banyak bayangan. Karl Popper, seorang filosof
pembentuk pandangan abad 20 tentang pengetahuan,
mengatakan bahwa teori adalah jaring untuk menangkap apa yang kita sebut dunia (Popper, dalam
Miller. 2005:18). Ada juga yang menganalogkan dengan lensa (teropong) seperti Deetz. Mungkin ada juga
yang menganalogkan teori dengan peta (map) seperti
Em Griffin (2012: 5-6). Analogi-analogi semacam ini
sekaligus menunjukkan fungsi sebuah teori.

Teori adalah jaring-jaring untuk menangkap
dunia (theories are nets cast to catch what we call
the world). Terma jaring-jaring bersinonim dengan konsep . Artinya dunia tempat dimana kita
hidup dan tinggal dapat kita tangkap eksistensinya
apabila kita punya jaring (konsep) tertentu sebagai
pengetahuan dalam benak kita (stock of knowledge).

Teori analog dengan lensa (teropong). Sebuah
lensa atau teropong mampu melihat sesuatu hanya
sebagian saja yang masuk dalam cakupan lubang
lensa tersebut. Obyek-obyek lain di luar teropong
tersebut tidak akan terlihat. Teori adalah lensa, bukan cermin. Analog cermin mengandaikan segala
sesuatu terproyeksikan secara kongkrit, jelas dan
apa adanya di depan mata. Teori analog dengan peta.
Teori berfungsi sebagai peta untuk memberikan
55

petunjuk dan panduan bagaimana menjelajahi dan


mengalami dunia ini. Teori adalah buku panduan
untuk menjelaskan, menafsirkan dan memahami
kerumitan hubungan antar manusia. Dengan teori,
kita dibantu untuk menjelaskan apa yang sedang
kita amati yang memungkinkan kita untuk memahami hubungan-hubungan dan menafsirkan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Dalam mencermati
fungsi teori semacam ini akan lebih baik apabila
kita lebih menekankan pada aspek kebermanfaatan
teori, bukan kebenaran teori (dalam Sunarto, 2013).

Membahas masalah pendefinisian teori dalam ilmu sosial, D.C Phillips, dalam Miller (2005:19)
berpendapat. tidak ada aturan penggunaan yang
tepat, tetapi kita bisa berusaha menggunakan kata
secara konsisten dan menandai perbedaan yang
kita rasa penting. Seperti diungkap dalam pembahasan tersebut, kita bukan mencari definisi yang
benar dari satu istilah tertentu tetapi satu yang paling berguna, yaitu: definisi harus dinilai dalam hal
kegunaannya bukan dalam bahasan kebenarannya.
2.2. Perspektif Teori Komunikasi

Wacana meta-teori dalam disiplin ilmu
komunikasi ditandai dengan munculnya beragam perspektif yang dikemukakan oleh para ilmuwan komunikasi. Perspektif adalah kerangka
konseptual; seperangkat asumsi-asumsi; seperangkat nilai-nilai; dan seperangkat gagasan-gagasan
yang memengaruhi persepsi kita dan memengaruhi tindakan dalam suatu situasi (Charon, 1998).
Perspektif
ini
analog
dengan
standpoint,
viewpoint,
outlook
dan
position.

Perspektif berfungsi untuk memandu dan
mendikte secara virtual pengamatan dan pemahaman kita pada fenomena komunikasi yang ada. Demikian ditegasksn Aubrey Fisher (1978) pengaruh
mendasar dari perspektif adalah untuk mendefinisikan dan mengarahkan pemahaman seseorang pada
konsep-konsep komunikasi. Dengan demikian perbedaan perspektif yang digunakan akan mempunyai
implikasi penafsiran berbeda atas sebuah realita.

Sudut pandang sosial yang berbeda memiliki
pemikiran yang berbeda tentang apa itu teori dan apa
yang diberikan teori. Dengan kata lain, proses perkembangan teori tidak terjadi dalam vakum (terlepas dari
pengaruh ruang dan waktu). Tetapi, kerangka filosofis
berlaku di mana pembentuan dan pengujian teori terjadi. Kerangka ini cukup kuat untuk memengaruhi
keyakinan tentang apa yang termasuk sebagai teori dan
bagaimana teori seharusnya berfungsi dalam komunitas akademik dan dalam masyarakat yang lebih luas.
56

Beragam perspektif ini akhirnya mengantarkan kita


pada persoalan metodologi. Apa metodologi khas
dalam disiplin ilmu komunikasi? Jawaban atas pertanyaan ini mengantarkan kita pada pokok persoalan terkait paradigma Paradigma (paradigm) oleh
Kuhn (1970: 10) disejajarkan maknanya dengan ilmu
pengetahuan normal (normal science) dengan tujuan
untuk memberikan model praktek ilmu pengetahuan
aktual yang diterima yang didalamnya bisa dijumpai
hukum, teori, aplikasi dan instrumentasi yang mencerminkan koherensi tradisi-tradisi tertentu. Sementara
itu, Guba dan Lincoln (2010: 200) mendefinisikan
paradigma sebagai serangkaian keyakinan-keyakinan
dasar (basic beliefs) atau metafisika yang berhubungan dengan prinsip-prinsip utama atau prinsip-prinsip
pokok. Paradigma ini menggambarkan suatu pandangan dunia (worldview) yang menentukan, bagi penganutnya, sifat dari dunia sebagai tempat individu
dan kemungkinan hubungan dengan dunia tersebut
beserta bagian-bagiannya. Keyakinan-keyakinan itu
bersifat dasar dalam pengertian harus diterima secara
sederhana semata-mata berdasarkan kepercayaan saja
disebabkan tidak ada suatu cara final untuk menentukan kebenaran akhir.

Newman (2013: 108) mengemukakan bahwa
paradigma ilmiah merupakan keseluruhan sistem berpikir. Hal ini mencakup asumsi dasar, pentingnya pertanyaan yang harus dijawab atau teka-teki yang harus
dipecahkan, teknik penelitian yang harus digunakan,
dan contoh-contoh penelitian ilmiah yang baik.

Berangkat dari berbagai pendapat di atas, pada
intinya dapat dikatakan bahwa paradigma merupakan
konstruksi manusia (human construction), yaitu gagasan yang merepresentasikan beragam cara yang
dilakukan peneliti untuk memahami dunia (realitas). Sebagai konstruksi manusia, paradigma tidak
dipahami dalam lingkup benar atau salah. Paradigma
adalah cara melihat (way of looking) realitas, sehingga perlu dimengerti dalam konteks kegunaannya.
Melalui paradigma, peneliti bisa menetapkan pijakan
teori dan metoda penelitian yang digunakan. (Guba &
Lincoln, 2010: 133)

Secara filosofis, paradigma penelitian tersebut
mempunyai persoalan- persoalan dasar untuk dijadikan acuan dasar bagi peneliti terkait aspek ontologis,
epistimologis, aksiologis, dan metodologis.
2.3. Ontologi

Pertanyaan ontologi mencakup masalah seperti apa bentuk dan sifat realitas? dan oleh karena itu, apakah yang ada di sana yang dapat diketahui tentangnya? (Guba & Lincoln, 2010: 133)

Dengan kata lain, pertanyaan tentang ontologi membicarakan sifat dan fenomena yang kita bicarakan
dalam keilmuwan kita- kata apa dalam pembentukan teori. Bagi penelitian dalam bidang sosial seperti komunikasi, ini mencakup pertimbangan sifat dunia sosial dan entitas yang mendiami dunia.

Burrell dan Morgan, dalam Miller (2005), menandai suatu posisi pada peta ontologi sebagai sikap
realis. Banyak ilmuan mengambil sikap realis mengenai dunia fisik-seperti, mereka yakni pada kebenaran
kekerasan batu, pohon, planet dan sebagainya-tetapi
pandangan dunia sosial lebih penting bagi para ahli
teori komunikasi. Menurut ahli realis sosial, dunia
sosial yang eksternal bagi persepsi manusia adalah
dunia nyata yang terbuat dari struktur yang keras,
nyata dan relatif tidak berubah. Seorang realis sosial
melihat keduanya, dunia fisik dan sosial, terdiri atas
struktur-struktur yang ada di sana dan yang tidak
bergantung pada persepsi individu.

Sisi lain dari spektrum ontologi adalah sikap nominalis, posisi nominalis terpusat pada anggapan bahwa
dunia sosial adalah eksternal pada persepsi individu
tersusun tidak lebih dari sekedar nama, konsep dan label yang digunakan untuk membuat struktur realitas.
Jadi bagi seorang nominalis, tidak ada dunia diluar
sana-hanya nama, label entitas yang dibuat oleh individu. Kompetensi komunikasi hanyalah label yang
mungkin diberikan individu pada pengalaman diri
atau orang lain dalam kehidupan sosial, ia tidak nyata
dan bukan merupakan hal objektif.

Posisi ketiga, konstruksionisme simbolis, sangat berpengaruh dalam penelitian sosial sejak tahun
1960-an. Sikap ini disebut posisi konstruksionis sosial
(Berger & Luckman, dalam Miller. 2005). Menurut
posisi ini, kenyataan sosial tidak dijelaskan sebagai
sepenuhnya objektif (posisi realis) atau sepenuhnya
subjetkif (posisi nominalis). Tetapi, kenyataan sosial dilihat sebagai pembentukan intersubjektif yang
diciptakan melalui interaksi komunikatif.

Tabel 01: Posisi Ontologi


Sumber: Konstruksi Penulis



Seperti yang dinyatakan Leeds-Hurwitz (1992), Dalam pandangan ini, kenyataan sosial bukanlah satu
kenyataan atau serangkaian kenyataan yang terjadi
sebelum aktivitas manusia (kita) menciptakan dunia
sosial kita melalui perkataan dan simbolik lain, dan
melalui perilaku. Namun, kebanyakan konstruksionis sosial berpendapat bahwa kenyataan intersubjektif ini dianggap sebagai materi atau objek

karena individu memerlukan konstruksi sosial dan


terpengaruh oleh konstruksi sosial layaknya karakteristik objektif dari dunia sosial.

Menggambarkan hal ini lebih lanjut, ketiga posisi ontologi ini bisa dibandingkan dengan satu konsep tambahan. Misalnya,
bayangkan anggapan hierarki yang sentral pada komunikasi dalam suatu organisasi. Seorang realis beranggapan bahwa keberadaan level hierarki dalam
57

organisasi adalah satu hal nyata yang memengaruhi


individu setiap hari. Hierarki ini ditunjukkan dalam
beragam cara: diagram struktur organisasi yang didistribusikan dalam publikasi organisasi, dan semacamnya. Bagi seorang realis, hierarki adalah kenyataan
sosial dari kehidupan organisasi. Sebaliknya, seorang
nominalis beranggapan bahwa artibut hierarki hanyalah label sosial yang diciptakan oleh individu untuk melalui dunia sosial. Label ini bisa jadi sebagai
cara yang mudah untuk membantu dalam interaksiterutama bagi mereka yang memegang kekuasaan dalam organisasi-tetapi tidak memiliki kenyataan yang
inheren atau makna selain nama. Dan yang terakhir,
konstruksionis sosial berpendapat bahwa konsep hierarki adalah yang telah diberi makna melalui banyak interaksi komunikatif, baik secara historis (seperti melihat bagaimana kinerja organisasi selama
rentang waktu) dan dalam pengalaman saat ini (misalnya, cara kerja dalam organisasi tempat anda dipekerjakan). Seiring konsep hierarki menjadi bagian
dari tatanan sosial, ia memengaruhi interaksi komunikatif berikutnya (seperti kita selalu mengikuti rantai perintah dalam komunikasi organisasi) dan juga
berpotensi berubah oleh interaksi ini (seperti, kita
selalu dapat menentang sistem dengan persetujuan
bos). Ini menggambarkan cara suatu konsep dibentuk melalui interkasi sosial, menyambung dan memutus komunikasi, tetapi bisa menjadi begitu alami
sehingga kita tidak sadar pengaruhnya pada diri kita.

2.4. Epistimologi

Epistimologi adalah persoalan mengenai cara
kita mengetahui dunia di sekitar kita atau apa yang menyebabkan suatu klaim mengenainya benar (Newman,
2013: 106). Pertanyaan epistimologis menyangkut
persoalan apakah sifat hubungan yang terjalin antara
yang mengetahui atau calon yang mengetahui dengan
sesuatu yang dapat diketahui? Jawaban yang dapat
diberikan untuk pertanyaan ini dibatasi oleh jawaban yang telah diberikan untuk pertanyaan ontologis;
artinya, kini tidak dapat sembarang hubungan yang
dapat dipostulatkan (Guba & Lincoln, 2010: 133).
Senada dengan hal tersebut, dalam bukunya Communication Theories: Perspective, Processes and
Context Miller (2005: 28-29) mengemukakan, Posisi epistemologis yang mendominasi pemikiran ilmu
eksakta dan sosial selama abad 20 adalah posisi objektivis. Beberapa aspek dari epistemologi objektivis
sangat penting. Pertama, objektivis meyakini bahwa
kita dapat memahami dan menjelaskan dunia sosial
dan bahwa penjelasan tentang dunia sosial terakumulasi melalui upaya komunitas ilmuwan. Kedua,
objektivis yakin bahwa pengetahuan tentang dunia
sosial dapat diperoleh melalui pencarian kesamaan
dan hubungan sebab antarkomponen dari dunia sosial. Ketiga, objektivis yakin bahwa regularitas dan
hubungan sebab bisa ditemukan jika terdapat pemisahan antara penelitian dan subjek yang diteliti
(yaitu antara yang mengetahui dan yang diketahui).

Tabel 02 : Posisi Objectivist Dan Subjectivist Dalam Epistemologi

Sumber: Katherine Miller, Communication Theories, Perspectives, Processes, and Contexts, Second Edition, 2005: 29.

58

Dan yang terakhir, objektivis berpendapat bahwa


pemisahan ini bisa dipastikan-atau ditingkatkan- dengan menggunakan metode ilmiah. Secara singkat,
metode ilmiah menekankan bukti yang teramati, dan
sebanyak mungkin kontrol atas fenomena yang diteliti. Dalam sudut pandang epistemologi objektivis, metode ilmiah tetap diperlukan karena ilmuwan tidaklah bebas nilai, ia terikat oleh jenis kelaminnya (pria
dan wanita), pendapat, memiliki dogma, ideologi.
Inilah alasan digunakannya objektivitas prosedural,
yaitu untuk mengetahui segala sesuatu secara terukur
(Kerlinger, dalam Miller. 2005). Pilihan metodologis
seperti ini terkait erat dengan masalah epistemologi
dalam penelitian sosial.

Sebaliknya, posisi subjektivis menolak banyak prinsip dasar ini. Bagi subjektivis, dunia sosial
pada dasarnya adalah relatif dan hanya bisa dipahami
dari sudut pandang individu yang terlibat langsung
dalam aktivitas yang dipelajari (Burrell & Morgan,
dalam Miller. 2005). Jadi, subjektivis menghindari
anggapan suatu batas antara yang mengetahui dan
yang diketahui dan dengannya metode ilmiah yang
mencoba mendorong pemisahan. Subjektivis mendorong pertanyaan dari dalam melalui penggunaan
metode etnografi daripada penjelasan kausal dan hukum. Karena pengetahuan sudah tertentu dan relatif,
epistemologi subjektif juga menolak konsep generalisasi pengetahuan dan penyatuan pengetahuan, lebih
memilih pemahaman lokal yang muncul melalui penelitian.

Dalam konteks ini, pertanyaan-pertanyaan
mengenai penciptaan dan perkembangan pengetahuan, Miller menjelaskan posisi antara Objectivist dan
Subjectivist dalam epistemologi yang meliputi jenis
pengetahuan yang diperoleh melalui teori, komitmen
metodologi dalam pencarian pengetahuan dan tujuan
pengetahuan untuk pengembangan teori.

Secara singkat, dasar epistemologi mencakup
pemikiran ahli teori tentang apa itu pengetahuan dan
bagaimana pengetahuan bisa dilibatkan dalam dunia
sosial. Bagi objektivis, pengetahuan harus terdiri dari
pernyataan kausal tentang dunia sosial dan harus diambil melalui upaya dari satu komunitas ilmuwan menggunakan metode ilmiah yang sudah ada. Sebaliknya,
sudut pandang epistemologi subjektivis menyatakan
bahwa pengetahuan terletak dalam situasi lokal dan
karena itu harus disimpan melalui pengalaman atau
melalui interaksi kontinyu dengan yang mengalami.

dalam proses pengembangan teoretis dan pengujian.


Meskipun beberapa peneliti sosial mengusulkan bahwa perkembangan teori danpengujian biasa jadi proses yang bebas nilai, banyak yang berpendapat peran
nilai yang sangat terbatas (dalam Miller, 2005).

Nilai (aksiologis) terkait dengan persoalan
keyakinan subyektif peneliti diperbolehkan masuk
atau tidak dalam proses penelitian. Penelitian dalam
kategori objective melarang masuknya keyakinankeyakinan peneliti dalam proses penelitia (value
free). Akan tetapi ada juga penelitian yang justru
mensyaratkan keterlibatan intensif keyakinan peneliti
sebagai basis positioning peneliti atas objek sosial
tertentu (value laden).

Pandangan klasik ilmiah dari topik ini adalah bahwa nilai tidak boleh berperan dalam praktik
peneliti. Phillips, dalam Miller (2005:19) berpendapat, ilmuwan yang menganut pandangan ini percaya
bahwa ilmu pengetahuan sosial harus bebas nilai
karena jika kita membiarkan celah untuk masuknya
nilai, maka objektivitas akan hilang melalui celah
yang sama. Kebanyakan filusuf ilmu pengetahuandan kebnyakan peneliti sosial-menolak pandangan
ekstrem ini. Memang, mungkin lebih aman berkata
bahwa tidak ada peneliti sosial yang yakin bahwa nilai
bisa dihapus sepenuhnya dari proses penelitian dan
perkembangan teori. Seperti dinyatakan G.S Howard,
dalam Miller (2005), kontroversi tidak lagi tentang
apakah nilai mempengaruhi praktik ilmiah, tetapi lebih pada bagaimana nilai dilibatkan dan membentuk
praktik ilmiah. Dalam bagian ini, dibahas tiga sudut
pandang nilai terhadap masalah ini (dalam Miller,
2005: 19).

Salah satu sudut pandang menyatakan bahwa
peran nilai dalam penelitian sosial bisa dipilih dengan
membedakan diantara beragam jenis nilai dan aspek
yang berbeda dari proses ilmiah. Misalnya, George
Howard, dalam Miller (2005) membedakan antara
nilai nonepistemik (emosi, moral dan nilai etis) dan
nilai epistemik (nilai mengenai apa yang mencakup
teori dan penelitian yang baik). Howard berpendapat
bahwa nilai epistemik penting untuk memungkinkan
ilmuwan mengambil pilihan tentang teori apa yang
bisa diterima sebagai dasar, sementara nilai nonepistemik tidak boleh memengaruhi sikap imuwan
dan jika menggangu, itu adalah resiko dari keputusan.

Argumen yang sama dibuat dengan membedakan antara konteks penemuan dimana masalah
2.5. Aksiologi
penelitian dipilih dan dirumuskan serta konteks
justifikasi dimana hipotesis penelitian diperiksa,

Relevan dengan persoalan ini adalah aspek diuji dan dievaluasi secara kritis. Karl Popper, beraksiologis. Aspek aksiologi membahas peran nilai pendapat bahwa kita tidak dapat (dan tidak boleh)
59

menghilangkan nilai-nilai konteks penemuan tetapi


dalam konteks verifikasi kita harus memiliki mekanisme yang bisa menerima penghapusan nilai yang
terlalu ilmiah dari aktivitas ilmiah. Misalnya, nilai
mungkin memengaruhi pilihan peneliti sosial dalam
meneliti perbedaan interaksi seseorang yang berasal
dari kelompok budaya yang berbeda. Pada awalnya,
pilihan bidang penelitian ini mungkin didorong oleh
keterkaitan ilmuwan, jadi ada nilai tertentu yang
mendasari pilhan objek. Namun, setelah penelitian
berjalan, metode ilmiah harus mengabaikan pengaruh nilai dalam pengujian proposisi teoretis. Jadi,
menurut pandangan ini, pada taraf aksiologi, nilai
berperan dalam penelitian, tetapi peran itu terbatas
pada bahasan ketika beragam nilai memenaruhi ilmu.

Pandangan kedua terhadap hubungan antara nilai dan


teori berpendapat bahwa kita tidak mungkin mengabaikan pengaruh nilai dari bagian mana pun dari upaya
penetilian. Pandangan ini berpendapat bahwa beberapa orientasi nilai begitu melekat pada pola pikir kita
sehingga secara tidak sadar dipegang oleh semua ilmuwan (Phillips, dalam Miller 2005). Misalnya, Sandra Harding, dalam Miller (2005) berpendapat bahwa
dari sudut pandang feminis ada bias pria dalam aspek
dasar pemikiran ilmiah dan Stephanie Shields, dalam
Miller (2005) menemukan bahwa sejumlah besar penelitian pada perbedaan gender di abad 20 dipengaruhi
oleh bias sejarah (yaitu pemikiran tentang perbedaan
alam dan sosial antara pria dan wanita). Nilai-nilai
ini bisa masuk penelitian dan proses pengembangan
teori baik dengan cara yang tersembunyi atau nyata.

Tabel 03: Posisi Aksiologi

Sumber: Katherine Miller, Communication Theories, Perspectives, Processes, and Contexts, Second Edition, 2005: 29.
2.6. Metodologis

Aspek metodologis menyangkut persoalan
apa saja yang ditempuh peneliti (calon yang akan
mengetahui) untuk menemukan apapun yang ia percaya dapat diketahui. Terkait dengan hal ini, Guba
dan Lincoln (2010: 133) menegaskan, jawaban yang
dapat diberikan terhadap pertanyaan ini dibatasi
oleh jawaban-jawaban yang telah diberikan untuk
dua pertanyaan di awal (ontologis dan epistimologis); artinya tidak sembarang metode yang sesuai.
60

Aspek metodologis mempersoalkan cara bagaimana


peneliti dapat menemukan apapun yang ingin diketahuinya. Desain atau metode penelitian apa saja yang
bisa digunakan untuk menjelaskan dan memahami
realita komunikasi yang ada.

Penelitian komunikasi dapat dilakukan menggunakan dua pendekatan tunggal yang berbeda
karaktersitiknya, yaitu pendekatan kuantitatif (objectivist) dan pendekatan kualitatif (subjectivist)

. Secara umum dapat dipahami bahwa penelitian komunikasi dengan pendekatan objectivist berhubungan dengan pengujian hipotesis dan
data yang dikuantifikasikan melalui penggunaan
teknik-teknik pengukuran yang obyektif dan analisis statistik. Sedangkan penelitian komunikasi dengan pendekatan subjectivist memiliki keterkaitan
dengan analisis data visual dan data verbal yang
merupakan cerminan dari pengalaman sehari-hari.

Pendekatan objective pada pembentukan teori
(yaitu Dublin, Hage, dalam Miller, 2005) cenderung
menekankan teori lebih dahulu dari pengamatan.
Yaitu, teori abstrak dikembangkan lebih awal setelah pengamatan senstif awal, kemudian pengamatan empiris digunakan untuk menguji teori tersebut.
Misalnya, dalam memiirkan teor perkembangan
hubungan dan pembentukan pertemanan, para ahli
teori deduktif mungkin pertama merumuskan usulan
spesifik tentang kesamaan sikap dan perkembangan
hubungan dan kemudian menguji usulan ini dengan
data empiris. Arahnya adalah dari usulan awal pada
masalah spesifik yang nampak dalam penelitian. Sebaliknya pendekatan subjectivis pada pembentuan teori
(Glaser & Strauss, dalam Miller, 2005) menekanan

pengamatan sebagai yang lebih dahulu dalam


pendekatan ini, abstraksi teoris didasarkan pada
pengamatan empiris. Sebagai contoh, pendekatan induktif pada penelitian perkembangan hubungan akan
menyarankan sejumlah pengamatan (dan biasanya
berpatisipasi) dalam pengembangan hubungan sebelum dibuat usulan atau hipotesis. Segera setelah muncul dalam proses pengenbangan hubungan ia dapat
mengambil kesimpulan tetang proses abstrak yang
terlibat dalam proses perkembangan hubungan dalam penelitian kualitatif, kita bisa mengembangkan
teori selama proses pengumpulan data. Ini berarti
bahwa kita membentuk teori dari data atau mendasarkan teori tersebut pada data. (Newman, 2013:198).

Newman juga menegaskan bahwa, Arah penalaran teoritis dalam Penelitian kualitatif adalah penalaran induktif yang bermula dari observasi empiris
mengarah pada generalisasi teoritis yang abstrak. Ia
mulai dari bukti-bukti empiri kemudian dikonseptualisasikan dalam bentuk teori-teori. Lebih lanjut,
Newman menegaskan bahwa arahan induktif merupakan pendekatan untuk mengembangkan atau menegaskan suatu teori yang dimulai dengan bukti empiris
konkret dan berkembang menuju konsep yang lebih
abstrak dalam hubungan teoritis (Newman, 2013:
79).

Tabel 04 : Karakteristik Pendekatan Kuantitatif Dan Kualitatif

Sumber: John W. Cresswell, Research Design, Qualitative & Quantitative Approaches, 1994: 5
61


Terkait dengan hal di atas, Sharan Meriam
(dalam Creswell, 2010:99) menekankan bahwa penelitian subjectivist memang lebih berhubungan
dengan penyusunan teori daripada mengujinya. Namun bukan berarti bahwa peneliti memasuki proyek
penelitian dengan pikiran kosong. Tetapi untuk menekankan bahwa teori harus diijinkan dalam analisa
data. Teori-teori yang sudah ada dapat digunakan
untuk melahirkan teori baru dengan menghubungkan
apa yang secara teoritis kelihatan mungkin dengan
temuan-temuan di lapangan.

Suatu teori adalah seperangkat konstruk
(konsep), batasan, dan proposisi yang menyajikan suatau pandangan sistematis tentang fenomena
dengan memerinci hubungan-hubungan antarvariable, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksikan gejala itu (Kerlinger. 1992:14). Karl Popper mengatakan bahwa teori adalah jaring untuk
menangkap apa yang kita sebut dunia (Popper, dalam Miller. 2005:18). Artinya, jaring yang

dianalogkan dengan konsep, betapapun sederhananya,


tetap dibutuhkan. Keberadaan teori dalam penelitian
kualitatif tetap diperlukan, meskipun bersifat tentatif.
Artinya, teori yang sudah disiapkan bisa dibuang dan
diganti dengan teori baru sama sekali. Dalam proses
berteori ini sebenarnya peneliti sedang melakukan
upaya untuk mengkonstruksi teori: memberi label atas
realita tertentu. Persoalannya adalah apakah label itu
baru sama sekali atau mengikuti label-label yang sudah ada adalah masalah strategi penelitian. Disinilah
arti penting peneliti menyiapkan sebuah teori. (dalam
Sunarto, 2013).

Perbedaaan antara penelitian komunikasi
objectivist dengan subjectivist ditandai oleh adanya
paradigma sebagai pijakan filosofis yang memandu
peneliti dalam menjalankan aktivitas penelitiannya.
Paradigma dalam penelitian komunikasi tidak bersifat
monolitik. Artinya, terdapat lebih dari satu paradigma
yang dapat digunakan sebagai pijakan filosofis dalam
melakukan aktivitas penelitian.

Tabel 05: Basic Beliefs Of Alternative Inquiry Paradigms

Sumber: Egon G. Guba & Yvonna S. Lincoln, Paradigmatic Controversies, Contradictions, and Emerging
Confluences, 2010: 195.
62

Dalam beberapa literatur metodologi penelitian sosial (komunikasi) ditemukan beragam peta tentang
paradigma. Sotirios Sarantakos (Social Research) dan
W. Lawrence Neumann (Social Research Methods,
Qualitative and Quantitative Approaches, Third Edition) membagi paradigma ke dalam tiga jenis, yaitu
positivisme, interpretif dan kritikal

Sedangkan Norman K. Denzin & Yvonna S. Lincoln (penyunting The Sage Handbook of Qualitative Research, Third Edition) membagi paradigma ke dalam lima jenis,

yaitu positivism, postpositivism, critival theory et al.,


constructivism dan participatory. Leslie A. Baxter &
Earl Babbie (The Basics of Communication Research)
membagi paradigma ke dalam empat jenis, yaitu positivisme, sistem, interpretif dan kritikal.

Terkait dengan hal tersebut, James Anderson (dalam Griffin, 2012: 517-518) melakukan klasifikasi teori-teori komunikasi berdasarkan perspektif Objective dan Interpretive. Gagasan ini berguna
untuk memahami relasi antara paradigma penelitian dengan pemikiran teoritik tentang komunikasi

Tabel 6 : Teori-Teori Komunikasi Dalam Skala Objectivis-Subjectivis

Sumber: Em Griffin, A First Look At Communication Theory, Sixth Edition, 2012: 518
Sementara itu, Miller (2005) juga memberi- berimplikasi
pada
metode
kan kerangka kerja teori-teori komunikasi yang annya,
sebagaimana
dalam

penelititabel
07
63

Tabel 07: Teori-Teori Komunikasi Dalam Skala Objectivis-Subjectivis

Sumber : Miller, (2005). Communication Theories: Perspectives, Processes and Contexts.Boston: McGrawHill
64


Perspektif Miller memberikan gambaran
mengenai telaah tentang paradigma dalam teori komunikasi. Paradigma Paradigma ilmiah merupakan
keseluruhan sistem pemikiran yang terdiri dari asumsi-asumsi dasar, pertanyaan-pertanyaan penting untuk
dijawab atau teka-teki untuk dipecahkan, dan teknikteknik penelitian yang digunakan, serta contoh-contoh penelitian ilmiah yang baik.

Perspektif baik dari model Paradigma yang ditawarkan Miller maupun Griffin tersebut jelas mempunyai implilkasi yang berbeda dalam melihat realitas, melihat hubungan realitas teori dengan perspektif
atau hubungan antara peneliti dengan realitas yang
diteliti, nilai-nilai peneliti, dan metodologi. Artinya,
bagaimana seorang ilmuwan atau peneliti memberi
definisi terhadap suatu realitas atau fenomena, serta
teori untuk menjelaskan fenomena atau realitas yang
ditelitinya tersebut akan sangat ditentukan oleh pilihan perspektifnya, apakah yang condong ke arah objektif ataukah lebih condong ke arah subjektif.


Belmont,CA: Thomson-Wadsworth
Miller, Katherine. 2005. Communication Theories:
Perspectives. Processes and Contexts. Boston:
McGraw-Hill
Neuman, W. Lawrence. 2013. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approach
(3rd ed.). Boston: Allyn and Bacon
Sunarto. 2013. Dalam tulisannya yang berjudul: Berteori dalam Penelitian Komunikasi.

III. PENUTUP

Kajian tentang teori dan perspektif dalam penelitian komunikasi ini telah membuka sebuah ruang
baru bagi kita untuk mendiskusikan perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan yang ada dalam
teori-teori komunikasi tanpa memunculkan sekatsekat keilmuan yang bersifat multidisiplin.

Keberadaan cara pandang yang diberikan
Griffin maupun Miller kemudian diharapkan dapat
memicu pemikiran-pemikiran baru bagi kita yang
mempelajari ilmu komunikasi dalam melihat teori
komunikasi. Di samping itu perspektif ini juga akan
membangun kajian yang holistik terkait dengan metode penelitian komunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Creswell, John W. 2003. Research Design:
Qualitative, Quantitative and Mixed Methods
Approaches (2nd ed.). Thousand Oaks: Sage
Publications
Griffin, Em. 2006. A First Look At Communication
Theory (5th ed.). Boston: McGraw-Hill
Lincoln, Yvonna S dan Egon G. Guba. 2009. Paradigmatic Controversies, Contradictions, and
Emerging Confluences. Dalam Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln (eds.), Handbook of
Qualitative Research (2nd ed.).Thousand Oaks:
Sage Publications Inc.:
Littlejohn, Stephen W. and Karen A. Foss. 2008,
Theories of Human Communication (9th ed.).
65

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Ana Ramadhayanti, memiliki latar belakang akademis bidang komunikasi yang diselesaikannya pada Universitas BSI Bandung tahun 2013. Saat ini masih menempuh kuliah Pasca Sarjana di Universitas BSI Jakarta
jurusan Magister Manajemen. Sampai saat ini aktif mengajar dan mengampuh mata kuliah Etika Profesi Penyiaran, Jurnalistik Penyiaran dan Pengantar Dunia Penyiaran pada Akom BSI Jakarta. Selain itu juga aktif
menjadi reporter pada portal berita BSI.
Damayanti, Dosen di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta dengan mengampu mata
kuliah Investigasi Report, Jurnalistik Cetak dan Produksi Media PR. Saat ini sedang melanjutkan kuliah Pascasarjana Jurusan Komunikasi Pembangunan Fakultas Ekologi Pembangunan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Sementara gelar strata satu diperoleh di Institut Ilmu sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta. Sebelumnya pernah menjadi wartawan di majalah ekonomi bulanan SWA, majalah ekonomi Info Bisnis, Tabloid Adil, Serta
pernah mengelola majalah internal di beberapa instansi pemerintah.
Irwanto, latar belakang akademik yakni, S-1 Jurnalistik Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta
dan tamat pasca sarjana untuk konsenrasi Media Politik di Universitas Mercu Buana Jakarta. Saat ini sebagai dosen Akom BSI Jakarta untuk mata kuliah Produksi Berita TV serta mengajar mata kuliah Komunikasi
Massa di kelas karyawan Universitas BSI Bandung jurusan Ilmu Komunikasi. Sebagai praktisi jurnalis, pernah menjadi wartawan di suratkabar sore Harian Terbit Jakarta. Lalu menjadi reporter diantaranya di majalah
otomotif MOBIL, Tabloid Hukum Kriminal yang dikelola oleh Divisi Humas Mabes Polri serta koordinator
liputan pada program informasi dan hiburan di Lativi Jakarta. Pernah juga tergabung dalam tim penulisan
Buku Putih Reformasi Polri. Saat ini aktif memimpin divisi berita BSI TV.
Supriyadi, lahir di Jakarta pada 21 Desember 1980. Selain sebagai pengajar pada matakuliah teknik editing
pada akademi komunikasi jurusan Penyiaran Bina Sarana Informatika, samapai saat ini masih aktif sebagai
penulis lepas majalah Bisnis Komputer SDA ASIA dan dipercaya menjadi HeadStation BSITV. Telah menyelesaikan studi S-2 di STMIK Nusa Mandiri Jakarta Fakultas Ilmu Komputer.
Siti Qonaah, lahir di Bandung 26 Maret 1973 adalah dosen di Bina Sarana Informatika sejak bulan Mei
2007. Pendidikan S1 yang ditempuh di Fakultas komunikasi Jurusan Public Relations di Institut Ilmu Sosial
dan Politik (IISIP) Jakarta selesai pada tahun 1997. Saat ini beliau sudah menyelesaikan pendidikan Strata dua
(S2) Magister Manajemen pada Universitas BSI Bandung pada tahun 2012. Sebelum aktif di dunia pendidikan beliau bekerja pada bidang penelitian, penyiaran dan perbankan.
Jusuf Fadilah, lahir di Jakarta, pada 9 Februari 1987. Memyelesaikan strata-1 (S1) di Sekolah Tinggi Ilmu
Komunikasi Profesi Indonesia (STIKOM PROSIA) jurusan Komunikasi dengan peminatan periklanan. pada
2011. Lalu menyelesaikan Strata-2 (S2) di Universitas Mercu Buana Jurusan Media Industri dan Bisnis pada
2014. Kini ia aktif sebagai Akademisi di Bina Sarana Informatika sebagai dosen teori dan juga instruktur labolatorium desain grafis di program studi Periklanan, selain itu juga ia mengajar kursus desain di COME dan
juga sebagai desainer freelance.
Halimatusadiah, sebagai dosen tetap pada Akom BSI Jakarta jurusan Kehumasan dan mengajar di fakultas
komunikasi pada beberapa perguruan tinggi di Jakarta. Lulus S1 dari UIN Syarif Hidayatullah Fakultas Dakwah dan Komunikasi jurusan Community Development. Lalu menyelesaikan S2 di Universitas Sahid Jakarta
konsentrasi Public Relation. Saat ini kandidat dokter ilmu komunikasi di Universitas Sahid dengan konsentrasi Komunikasi Korporasi

66

PEDOMAN PENULISAN
JURNAL ILMIAH JURNAL KOMUNIKASI

1.

Naskah adalah asli, belum pernah diterbitkan/dipublikasikan di media cetak lain dan ditulis dengan
ragam Bahasa Indonesia baku atau dalam Bahasa Inggris.

2.

Naskah yang dimuat meliputi studi pustaka, gagasan , kajian dan aplikasi teori, studi kepustakaan
dan hasil penelitian. Tulisan fokus pada ranah kajian ilmu komunikasi.

3. -Jika riset isi naskah terdiri dari, . (a)Judul (b)Nama Penulis; tanpa gelar (c) Jabatan Akademik
dan Institusi (d) Alamat (alamat e-mail) (e)Abstract (f) Abstraksi (g)Pendahuluan (h) Kajian Literatur
(i) Metode Penelitian (j) Pembahasan (k) Penutup (j)Daftar Pustaka (k)Daftar Riwayat Hidup Singkat
Penulis.

- Jika non riset, isinya: a)Judul (b)Nama Penulis; tanpa gelar (c) Jabatan Akademik dan Institusi (d)
Alamat (alamat e-mail) (e)Abstract (f) Abstraksi (g) Pendahuluan (h) Kajian Literatur (i) Pembahasan
(j) Penutup (k)Daftar Pustaka (l)Daftar Riwayat Hidup Singkat Penulis
4.

Naskah diketik dalam satu spasi dengan menggunakan times new roman, ukuran 12 pitch, dengan
jumlah kata minimal 3000 kata atau 8 - 11 halaman kertas A4 (sudah termasuk gambar, table, ilustrasi,
dan daftar pustaka), dengan batas pengetikan adalah batas kiri = 4 cm, batas kanan, batas atas = 3 cm, dan
batas bawah = 2,5 cm.

5. Judul terdiri dari 14 kata dalam tulisan bahasa Indonesia atau 10 kata dalam Bahasa Inggris. Abstrak
berisi tidak lebih dari 250 kata dan merupakan intisari seluruh tulisan yang meliputi: latar belakang, tujuan, metode, hasil dan kesimpulan serta ditulis dalam Bahasa Inggris cetak miring. Diketik satu
spasi. Di bawah abstrak disertakan 3-5 kata kunci (keyword).
6.

Daftar Pustaka berisi informasi tentang sumber pustaka yang dirujuk dalam tubuh tulisan. Format
perujukan pustaka mengikuti cara Hardvard (author-date style). Sistem Harvard menggunakan nama
penulis dan tahun publikasi dengan urutan pemunculan berdasarkan nama penulis secara alfabetis.

7.

Naskah diserahkan kepada redaksi jurnal komunikasi dikirim lewat e-mail ke jurnal.komunikasi@
bsi.ac.id

8. Isi tulisan bukan merupakan tanggung jawab redaksi. Redaksi berhak mengedit redaksional tanpa
mengubah arti.
9.

Redaksi berhak menolak naskah yang tidak memenuhi syarat dan akan dikembalikan.

67

Anda mungkin juga menyukai