Maret 2014
MAKNA GAMBAR ILUSTRASI PADA SAMPUL MAJALAH TEMPO
Ana Ramadhayanti
MAKNA BERITA MELALUI UNSUR-UNSUR DAN STRUKTUR BERITA DI MEDIA KOMPAS ONLINE PADA BERITA PELANTIKAN PEJABAT, JEFFERSON SIAP DINONAKTIFKAN
Damayanti
STUDI SEMIOTIKA SOSIAL WEB KOMUNITAS KASKUS MENGENAI KINERJA PEMERINTAHAN
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Irwanto
KAJIAN BAHASA UNGKAP DALAM KARTUN POLITIK
Supriyadi
IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY MELALUI PROGRAM TANGO PEDULI
GIZI
Siti Qonaah
HUBUNGAN PENGGUNAAN ENDORSER MIRIP OBAMA DALAM IKLAN TV VERSI OBAMA
DENGAN BRAND IMAGE BINA SARANA INFORMATIKA
Jusuf Fadilah
TEORI DAN PERSPEKTIF DALAM PENELITIAN ILMU KOMUNIKASI
Halimatusadiah
DAFTAR ISI
JUDUL ................................................................................................................................................
DAFTAR ISI .......... ............................................................................................................................
PENGANTAR REDAKSI ...................................................................................................................
i
ii
iii
16
30
36
44
54
ii
Pelindung
Yayasan Bina Sarana Informatika
PENGANTAR REDAKSI
Bismillahirrohmanirrohim
Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Penanggung Jawab
Direktur Akademi Komunikasi BSI Jakarta
Salah satu parameter yang digunakan untuk
menilai suatu penerbitan berkala ialah keseriusan
seluruh dewan redaksi, yakni adanya kesinambuStaf Ahli
ngan menerbitkan sesuai dengan komitmen kami
Prof. Ahman Sya, M.Sc
untuk memberikan yang terbaik buat para pemDr. Purwadhi, M.Pd
baca, maka Jurnal Komunikasi Akademi KomuDr. Iis Iskandar
nikasi Bina Sarana Informatika ini kami usahakan
selalu hadir sesuai dengan skala waktu yang telah
Pemimpin Redaksi
diprogramkan.
Irwanto, M.I Kom
Tetapi terlepas dari hal itu semua, redaksi
mengucapkan puji syukur kehadirat Alloh SWT
Dewan Redaksi
atas terbitnya Jurnal Komunikasi Akademi KoHalimatusadiah, M.Si
munkasi Bina Sarana Informatika edisi volume V.
Anisti, S.Sos
No. 1 bulan Maret 2014.
I. Ketut Martana, S.Sos
Redaksi setiap saat menerima sumbangan
naskah berupa artikel, hasil penelitian atau karya
ilmiah yang belum pernah dipublikasikan di media
Alamat Penyunting dan Tata Usaha
lain.
Jl. Kayu Jati V No 2, Pemuda Rawamangun, Ja
Akhirnya, Redaksi mengucapkan terima
karta-Timur
kasih kepada seluruh penulis yang telah berpartiTelp : (021) 29385140
sipasi dalam penerbitan jurnal edisi ini. Semoga
Fax : (021) 29385146
Jurnal kali ini dapat memenuhi khasanah ilmu
Laman: http://ejournal.bsi.ac.id
pengetahuan bagi sivitas akademika Bina Sarana
e-mail: jurnal.komunikasi@bsi.ac.id
Informatika dan masyarakat pada umumnya.
Wassalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Redaksi
iii
2.2. Sampul
Menurut Rustan Surianto (2009:129) menjelaskan bahwa seperti pada buku, sampul majalah
juga mendapat pengananan khusus. Karena selain
sebagai identitas majalah, penampilan sampul yang
atraktif bisa menarik orang untuk membeli majalahnya. Meletakkan judul-judul artikel yang menarik
pada sampul, menampilkan satu elemen visual atau
teks yang kontroversial adalah beberapa cara untuk
menarik perhatian pembeli.
2.3. Gambar Ilustrasi
Sudiana (1986:37) menjelaskan, Ilustrasi (dalam hal ini termasuk pula foto, diagram, peta, grafik,
dan tanda-tanda) dapat mengungkapkan suatu hal
secara lebih cepat dan lebih berhasil guna dari pada
teks. Menurut Kusrianto (2007:140) mendefinisikan
Ilustrasi secara harfiah berarti seni gambar yang dimanfaatkan untuk memberikan penjelasan atas suatu
maksud dan tujuan secara visual.
Lebih lanjut Kusrianto (2007:140) menerangkan ilustrasi merupakan pemanfaatan seni gambar
untuk menjelaskan suatu maksud dan tujuan dengan
cara visual, ilustrasi mempermudah pembaca dalam
memahami sesuatu. Dengan bantuan ilustrasi pembaca diharapkan akan lebih mudah memahami suatu
maksud dan tujuan.
Menurut Basuki, Lanawati & Soekarno menjelaskan bahwa Gambar ilustrasi adalah gambar yang
sederhana, tetapi mempunyai makna dan dapat menimbulkan kesan yang menarik dan memikat. Menurut Murtono, (2007:11) menjelaskan bahwa gambar
ilustrasi adalah gambar berupa foto atau lukisan yang
digunakan untuk memperjelas isi buku, karangan,
cerita, atau keadaan.
2.4. Makna
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) kemdiknas menjelaskan bahwa makna adalah makna dann satu arti. Dalam hal ini kata arti menjelaskan maksud yang terkandung pada gambar ilustrasi sampul majalah Tempo.
2.5. Teori Semiotika Barthes
Menurut Wibowo (2011:16) menjelaskan
bahwa Barthers melontarkan konsep tentang konotasi
dan denotasi sebagai kunci dari analisisnya. Barthers
menggunakan versi yang jauh lebih sederhana saat
membahas model glossematic sign (tanda-tandaglossematic). Mengabaikan dimensi dari bentuk dan
substansi, Barthers mendefinisikan sebuah tanda
(sign) sebagai sebuah sistem yang terdiri dari (E)
sebuah ekspresi atau signifier dalam hubungannya
(R) dengan content (atau signified) (C): ERC.
Menurut Wibowo (2011:16) menjelaskan bahwa sebuah sistem tanda primer (primary sign system) dapat menjadi sebuah elemen dari sebuah sistem
tanda yang lebih lengkap dan memiliki makna yang
berbeda ketimbang semula. Lebih jauh lagi ia menjelaskan bahwa primary sign adalah denotatif sedangkan secondary paling tidak intersubjektif. Ini adalah
satu dari connotative semiotics. Konsep konotatif inilah yang menjadi kunci penting dari model semiotika
Roland Barthers.
Menurut Fiske dalam Wibowo (2011:16) menjelaskan bahwa model ini sebagai Signifikasi dua tahap (two order of signification). Lewat model ini Barthers menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama
merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan
Signified (content) di dalam sebuah tanda terhadap
realitas external. Itu yang disebut Barthers sebagai
denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda (sign).
Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal
ini yang menggambarkan interaksi yang terjadi ketika
tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca seta nilai-nilai dari kebudayaanya. Konotasi
mempunyai makna yang subjektif atau signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, anda kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek
tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan
produk kelas sosial yang sudah mempunyai dominasi. Mitos primitif, misalnya mengenai hidup dan
mati, manusia dan dewa. Sedangkan mitos masa kini
misalnya mengenai femininitas, maskulinitas, ilmu
pengetahuan, dan kesuksesan (Wibowo: 2011:17).
Mitos adalah suatu wahana dimana suatu
ideologi berwujud. Mitos dapat berangkat menjadi
Mitologi yang memainkan peranan penting dalam
kesatuan-kesatuan budaya. Menurut Umar Yunus
dalam Wibowo (2011:17) menjelaskan bahwa mitos
tidak dibentuk melalui penyelidikan, tetapi melalui
anggapan berdasarkan observasi kasar yang digeneralisasikan oleh karenanya lebih banyak hidup dalam
masyarakat.
Pada sisi lain Cobley dan Jansz dalam
Sobur (2009:68) menyatakan bahwa Barthes membahas fenomena keseharian yang luput dari perhatian. Dia menghabiskan waktu untuk menguraikan dan menunjukkan bahwa konotasi yang
terkandung dalam mitologi-mitologi tersebut biasanya
merupakan hasil konstruksi yang cermat. Berdasarkan teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam
teori Barthers terdapat konsep tentang konotasi, denotasi dan mitos sebagai kunci dari analisanya. Denotasi
merupakan makna paling nyata dari tanda (sign) atau
merupakan sistem pemaknaan tataran pertama.
Sementara itu konotasi adalah istilah yang digunakan
Barthers untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua
atau sistem pemaknaan tataran kedua.
Mitos merupakan bagaimana kebudayaaan
menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang
realitas atau gejala alam. Mitos ini tidak dibentuk
melalui penyelidikan, tetapi melalui anggapan berdasarkan observasi kasar yang digeneralisasikan oleh
karenanya lebih banyak hidup dalam masyarakat.
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metodelogi kualitatif, karena dalam riset ini informasi yang diperoleh dengan pengumpulan data sedalam-dalamnya (
2006a:56). Pengumpulan data yang digunakan berupa, observasi (field observations), wawancara mendalam (intensive/dept interview) dan studi pustaka. Subjek penelitian dalam hal ini adalah Tempo dan objek
penelitian majalah. Metode yang digunakan adalah
melalui pisau analisis denotatif, konotatif dan mitos.
Mengingat dalam teori ini, Barthers menggunakan konsep konotasi dan denotasi sebagai kunci dari analisisnya. Di dalam teori Barthers terdapat
makna yang lebih luas mengenai konotasi dan denotasi. Sementara itu untuk mengetahui makna sampul
majalah Tempo secara lebih dalam dan spesifik maka
digunakanlah teori semiotika Barthes. Setelah itu data
yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis dengan
pendekatan semiotik.
IV. PEMBAHASAN
4.1. Makna Edisi 6-12 Agustus 2013
Pada sampul majalah Tempo edisi 6-12 Agustus 2012 terdapat tulisan Simsalabim Jenderal SIM.
Tampak gambar seorang polisi, hal ini terlihat dari
pakaian yang digunakan yaitu pakaian berwarna
cokelat muda serta celana berwarna cokelat tua selayaknya pakaian polisi sedang mengendarai sepeda
motor. Di bagian kanan bawah gambar sampul tersebut juga terdapat tulisan Inspektur Jenderal Djoko
Susilo yang mana adalah nama seorang pejabat tinggi
Polri sehingga jelas bahwa gambar tersebut adalah
Djoko Susilo. Kemudian terdapat pula layar yang
3
masyarakat. Dalam kasus simulator ini menimbulkan mitos bahwa anggota polisi adalah seorang yang
merasa bahwa dirinya tidak bersalah, karena mereka
beranggapan bahwa dirinya adalah pihak yang benar
dan tidak pernah salah, meskipun pada kenyataannya bahwa mereka memang terbukti bersalah. Sedangkan KPK merupakan lembaga yang menangani
kasus korupsi di tanah air, baik yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok. KPK menjadi
malaikat penyelamat negara karena berwenang
menindak para tersangka dalam setiap kasus korupsi.
Munculnya gambar ilustrasi pada Majalah Tempo
edisi 6-12 Agustus 2012 menghasilkan keadaan di
mana terjadinya konflik antara Polri dan KPK. Hal
ini bermula ketika KPK menangkap Gubernur Akademisi Polri, yaitu Irjen Djoko Susilo dan beberapa
petinggi Polri lainnya pada 27 Juli lalu. Djoko Susilo
diduga telah melakukan korupsi pada kasus simulator SIM yang menyebabkan kerugian puluhan miliiar rupiah bagi negara. Setelah Djoko diperiksa oleh
KPK, Polri melakukan serangan balik terhadap KPK
dengan mencoba menangkap salah seorang penyidik
KPK, Kompol Novel Baswedan, dengan tuduhan terlibat kasus penganiayaan delapan tahun lalu. Serangan balik itu dinilai mengada-ada karena kasus yang
telah lama terjadi baru diperkarakan sekarang.
Perseteruan tersebut menghasilkan dampak
negatif kedua lembaga tersebut dikarenakan citra
mereka buruk di mata masyarakat. Kekecewaan dan
ketidakpercayaan masyarakat pun meningkat akibat
hukum dapat dipermainkan layaknya video games
pada komputer. Dan dalam kehidupan ini, korupsi
tidak akan pernah berhenti meskipun sudah ada lembaga KPK. Namun apabila kedua lembaga ini tidak
mampu bekerja sama, maka hal ini tidak semata-mata
menghapuskan tindak korupsi di Indonesia.
Dalam
tampilan
sampul
menge- DAFTAR PUSTAKA
nai
masalah
kasus
simulator
SIM,
Majalah Tempo sebanyak dua kali menyajikan sam- Albarran, Alan B. 1996. Media Economics, Underpul mengenai masalah tersebut sebagai sampul story.
standing Market, Industries and Concept. Iowa.
Adapun dua edisi tersebut yaitu, edisi 6-12 Agustus
Iowa State University Press.
2012 dan edisi13-19 Agustus 2012.
Baimess, Paul R. 1999. Voter Segmentation and CanPenelitian ini menggunakan metode analisis semiotididates Positioning. London, Sage.
ka model Barhtes dalam menganalisa makna gambar Basuki, Lanawati & Soekarno. Paduan Membuat Deilustrasi tentang kasus Simulator SIM pada majalah
sain Ilustrasi Busana Tingkat Dasar, Terampil,
Tempo. Penggunaan analisis semiotika dengan mendan Mahir. Kawan Pustaka. Jakarta.
goperasionalisasikan elemen yang ada dalam model Cangara, Hafied. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi.
Barthes yaitu, denotasi, konotasi dan mitos.
Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Danesi, Marcel. 2012. Pesan, Tanda, dan Makna. YoVI. PENUTUP
gyakarta. Jalasutra.
Emzir. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Analisis
Sampul pada majalah berita mingguan Tempo
Data. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
pada edisi pekan pertama dan kedua bulan Agustus Elvinaro, Ardianto et all. 2007. Komunikasi massa
2012 adalah perpaduan antara gambar ilustrasi yang
Suatu Pengantar. Jakarta. Simbiosa Rekatama
berupa karikatur dan tulisan. Ini konsekuensi dari
Media.
laporan utama yang disajikan oleh majalah tersebut. Endraswara, Suwardi. 2006. Penelitian Kebudayaan
Sebagai sampul, tentunya redaksi majalah Tempo inIdeologi, Epistermologi, dan Aplikasi. Yogyagin merepresentasi laporan utama sekaligus membuat
karta: Pustaka Widyatama.
pembaca tertarik. Sampul ibarat etalase dalam sebuah Kamus Pusat Bahasa. 2001. Kamus Besar Bahasa Intoko. Penampilan di etalase memegang peranan pentdonesia. edisi ketiga, cetakan pertama. Jakarta:
ing terhadap isi dari toko itu. Begitu juga yang terjadi
Balai Pustaka.
pada sampul majalah berita mingguan Tempo ini.
Kamus online http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/
Walau harus sesuai dengan fakta namun
index.php
redaksi memiliki hak dan wewenang penuh untuk Kriyantono, Rachmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komembuat sampul sesuai dengan kebijkan redaksinya.
munikasi. Jakarta: Prenada Media Group.
Tapi pembuatan sampul yang diambil dari sudut ( Hansson, Bruno. 2008. Fashion Branding. Jakarta.
angle) peristiwa oleh redaksi sarat akan kepentingan
PT. Gramedia Putaka Utama.
redaksi itu sendiri atau boleh dibaca sebagai kekuatan Haryatmoko. 2007. Etika Komunikasi Manipulasi
yang ada di belakang redaksi. Sehingga makna yang
Media. Kekerasan dan Pornografi. Yogyakarmuncul pada sampul juga penuh akan kepentingan
ta. Kanisius.
kekuatan tadi.
Hoetasoehoet, Ali Mochtar. 2002. Manajemen Media
Pada konteks komunikasi massa, makna direMassa. Jakarta. Yayasan Kampus Tercinta.
ka oleh komunikator, namun publik pun juga punya Majalah tempo . Edisi 6-12 Agustus 2012.
otoritas untuk memaknai pesanya yang direka komu- Majalah tempo Edisi 13-19 Agustus 2012
nikator tadi. Ada yang menarik di transaksi makna Moleong, Lexi J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif.
pada konteks komunikasi massa. Pada sisi lain redakBandung.PT Remaja Rosdakarya.
si mendesain pesan dengan harapan makna yng diper- Murtono, Sri dkk. 2007. Seni Budaya dan Keterampioleh publik bisa sesuai dengan kehendak redaksi.
lan. Jakarta. Yudstira.
Namun pada sisi lain, publik juga memiliki otoritas Rustan, Surianto. 2009. Lay Out Dasar & Penerauntuk memaknai pesan tersebut sesuai dengan penpannya. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama
galaman dan kemampuannya masing-masing.
Salim, Agus. 2000. Teori dan Paradigmaa Penelitian
Bila pemikiran Barthes diadaptasi untuk mengSosial. Yogya. PT Tiara Wacana.
kaji penelitian makna pada majalah Tempo, dalam hal Sibarani, Agustin. 2001. Karikatur dan Politik. Inini kasus simulasi SIM di Tubuh Polri. Sudah sepatutstitut Studi Arus Informasi. Garba Budaya. PT.
nya baik redaksi ataupun publik bisa memaknainya
Media Lintas Inti Nusantara.
secara konotasi dan denotasi. Sehingga makna pun Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media: Suatu Penbebas tidak bertuan. Begitu juga yang terjadi pada
ganjar untuk Analisis
Wacana , Analisis SeSampul Majalah Tempo edisi pekan pertama dan kedmiotika komunikasi. Bandung. Remaja Rosda.
ua Agustus 2012.
7
I. PENDAHULUAN
dalam menghubungkan komunikator dan komunikasn secara missal, berjumlah banyak, bertempat
Kasus Bupati Tomohon akhir-akhir ini men- tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen, dan
jadi sangat menarik disoroti media massa. Bukan saja menimbulkan efek tertentu. (Liliweri, 1991). Harrold
karena melibatkan pejabat yang berstatus narapidana D. Laswell (Ardianto & Erdinaya, 2006) seorang ahli
namun juga karena kasusnya sangat erat dengan posi- politik di Amerika memberikan formula komunikasi
si jabatan pemerintah yakni korupsi Anggaran Penda- who say what, in which channel, to whom with what
patan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini menarik effect (siapa mengatakan apa melalui saluran apa denkarena menjadi suatu yang sangat ironis. Ketika pe- gan efek apa).
merintah sedang menggembar-gemborkan pemberantasan korupsi, sementara tersangka koruptor yang Tabel 01. Formula Lasswell
sedang menjalani pemeriksaan justeru dilantik sebagai pejabat. Pelantikan tersebut menimbulkan banyak
pertanyaan karena sang pejabat yang dilantik tersebut
sedang dalam masa pemeriksaan atas kasus kerupsi
yang erat kaitannya dengan kedudukannya.
Media massa dalam hal ini memiliki fungsi sebagai kontrol sosial yang dapat mengkritik apa yang
terjadi di dalam masyarakat. Apa yang ditulis media
massa menjadi bukan hanya sebuah informasi tetapi
lebih menohok dan menggelitik perasaan pembaca
untuk melihat bagaimana peran-peran pejabat pemerintah serta kebijaksanaan yang dibuat.
Media massa memiliki andil untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat untuk menguak
permasalahan yang terjadi baik di dalam dan di luar
negeri, untuk melihat bagaimana peran-peran yang
dilakoni baik oleh masyarakat maupun pemerintah.
Didalam penulisan berita, terdapat unsur-unsur yang Sumber: Ardianto & Erdinaya, 2006
menjadi patokan dalam berita. Selain itu juga terdapat struktur berita yang disusun oleh media dalam me-
Dengan mengikuti Formula Laswell dapat dinyajikan berita sehingga penulisannya tersebut tidak pahami bahwa dalam proses komunikasi massa tersaya enak dan mudah dibaca serta dipahami namun dapat lima unsur yang disebut komponen atau unsur
juga menyajikan unsur terpenting dari sebuah berita dalam proses komunikasi, yaitu:
yang diangkat oleh media massa.
Dalam kasus pelantikan Bupati Tomohon
a. Who (siapa): komunikator, orang yang menyamyang di tulis oleh media massa Kompas on line, Pepaikan pesan dalam proses komunikasi massa,
neliti tertarik ingin mengetahui makna berita melalui
bisa perorangan atau mewakili suatu lembaga,
unsur-unsur berita yang digunakan serta penyajian
organisasi maupun instansi.
berita dari segi struktur berita yang disampaikan oleh
b. Says What (apa yang dikatakan): pertanyaan
media massa Kompas on line khususnya dalam kasus
umum, dapat berupa suatu ide, informasi, opiBupati Tomohon. Dengan kata lain perrmasalahannya
ni, pesan dan sikap, yang erat kaitannya dengan
yakni bagaimana makna yang disampaikan melalui
masalah analisis pesan.
unsur-unsur dan struktur Berita pada Media Massa
c. In Which Channel (melalui saluran apa): Media
Kompas on line dalam kasus Bupati Tomohon?
komunikasi atau saluran yang digunakan untuk
melaksanakan kegiatan komunikasi.
II. KAJIAN LITERATUR
d. To Whom (kepada siapa): komunikan atau audiens yang menjadi sasaran komunikasi. Kepada
2.1. Komunikasi Massa
siapa pernyataan tersebut diajukan, berkaitan
dengan masalah penerima pesan. Dalam hal ini
Komunikasi
massa menurut Tan dan
diperlukan adanya analisis khalayak (audience
Wright
adalah
merupakan
bentuk
komuanalysis)
nikasi yang menggunakan
saluran (media)
e. With what effect (dengan efek apa): hasil yang
10
berada dibagian atas. Makin ke bawah bentuk piramida tersebut makin mengecil dan meruncing, ibaratnya makin ke bawah volume berita tersebut makin
sedikit, sementara isinya juga menjadi kurang penting
F Rahardi (2006).
Menurut Tebba (2005) cara menulis berita
yaitu ditulis dengan gaya piramida terbalik, dimana
semuya yang dianggap penting diletakkan pada lead
atau intro. Masih menurut Tebba (2005), piramida
terbalik diperlukan agar khalayak yang biasanya
selalu sibuk tetap bisa mengeahui peristiwa yang
terjadi. Gaya piramida terbalik juga untuk memudahkan para redaktur, produser atau penyunting untukmemotong bgian berta yang kurang penting yang
terletak pada bagian bawah. Ini terutama berlaku
bagi media cetak seperti majalah dan surat kabar.
Unsur-unsur berita menurut Tebba (2005): 1. what
(apa peristiwa yang terjadi), 2. who ( siapa yang terlibat dalam peristiwa), 3. where ( dimana peristiwa terjadi), 4. when (kapan peristiwa terjadi), 5. why (mengapa terjadi) dan 6. How (bagaimana peristiwanya)
III. METODE PENELITIAN
Metodologi yang digunakan adalah kualitatif
deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode analisis isi difokuskan pada muatan isi teks berita. Tipe penelitian yang signifikan untuk menjelaskannya adalah
tipe penelitian kualitatif (Tuchman, 1991).
Bogdan dan Taylor (1997) mendefenisikan
metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian
yang menghasilkan data desktiptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari perilaku yang dapat diamati. Sedangkan Kirk dan Miller (1986) mengatakan, bahwa
penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pengamatan pada manusia dalam kawasannya
sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut
dalam bahasa dan peristilahannya (Moeloeng, 2000).
Objek analisis dalam penelitian ini adalah teks
berita. Digunakannya teks berita sebagai analisis karena data teks merupakan cerminan situasi atau kondisi yang sebenarnya terjadi. Data yang dikumpulkan
berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka.
Dengan demikian laporan penelitian berisi kutipankutipan data untuk memberi gambaran penyajian
tersebut. Pertanyaan dengan kata tanya mengapa,
alasan apa dan bagaimana terjadinya akan senantiasa dimanfaatkan oleh peneliti sehingga peneliti tidak
akan memandang bahwa sesuatu itu sudah demikian
keadaannya (Moeloeng, 2000).
Analisis akan dilakukan terhadap berita kasus
Bupati Tomohon dengan judul: Pelantikan Pejabat
12
Tabel 02. Unsur Berita Pelantikan Pejabat Jefferson Siap Dinonaktifkan Kompas on line tanggal
10 Januari 2011
Tabel 03. Struktur Berita Pelantikan Pejabat Jefferson Siap Dinonaktifkan Kompas on line tanggal
10 Kanuari 2011
Penekanan pada lead : Jefferson sebagai terdakwa kasus korupsi Kaget ketika dirinya dilantik
dan siap dinonaktifkan.
Penekanan
pada
body:
Jefferson
siap
dinonaktifkan
karena
mengiku
KPK telah mengirim surat untuk menonaktifkan Jefferson. Makna pada Lead:
J e f ferson siap dinonaktikan dan kaget dirinya dilantik
Makna pada body: Jefferson siap dinonaktifkan karena mengikuti aturan ia dilantik karena ada permintaan orang lain
Makna pada penutup: Minta izin syukuran
bukan untuk pelantikan, pelantikannya telah menimbulkan kontroversi, KPK telah mengirim surat
menonaktifkan Jefferson. Sehingga hal yang ingin
disampaikan adalah: Jefferson siap dinonaktifkan
karena dirinya sendiri kaget dilantik, Jefferson mengikuti aturan ia dilantik atas permintaan. Tujuannya:
Menyatakan Jefferson dilantik bukan atas keinginannya, ia hanya mengikuti permintaan untuk dilantik.
Jika ingin menonaktifkannya dia sudah siap karena
dia sudah tahu aturannya.
Berita tersebut memberi makna: Jefferson
sebagai orang yang mengerti aturan, dan mengikuti
permintaan atasan untuk dilantik, karenanya ia sudah
siap dinonaktifkan
V. PENUTUP
Media massa Merupakan salah satu sarana
untuk pengembangan kebudayaan, bukan hanya budaya dalam pengertian seni dan simbol tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata-cara, mode, gaya
hidup dan norma-norma.
Masing-masing media memiliki unsur-unsur
struktural atau tata kalimat, seperti sebuah bahasa.
Media cetak misalnya, memiliki rancangan halaman,
gaya huruf tertentu, dan sebagainya. Media-media
lain mungkin memiliki berbagai unsur komposisi suara dan visual yang dapat mempengaruhi konsumen
dalam berbagai cara, pengaruh sebuah media sangat
bergantung pada fitur-fitur strucktural ini
Makna adalah suatu yang bersifat intrinsik
dari suatu benda. Sedangkan yang dimaksud sebagai
struktur tulisan dalam dunia jurnalistik adalah Susunan, bangunan, atau pola tulisan tersebut, misalnya
pada umumnya struktur berita adalah piramida terbalik, bagian yang runcing berada di bawah
Dari unsur berita, pada kasus ini penggunaan
lebih banyak pada unsur Who dan What, penggunaan
unsur tersebut dilakukan secara berulang-ulang yaitu
unsur Who dalam hal ini Jefferson dan unsur What
dalam kalimat siap dinonaktifkan.
Pengulangan ini akan memberi makna
yang kuat mengenai kesiapan Jefferson dinonaktifkan atau tidak dilantik. Dari Struktur Berita hal
yang ingin disampaikan adalah: Jefferson siap dinonaktifkan karena dirinya sendiri kaget dilantik,
14
Jefferson mengikuti aturan ia dilantik atas permintaan orang lain Tujuannya tulisan tersebut adalah menyatakan Jefferson dilantik bukan atas keinginannya,
ia hanya mengikuti permintaan untuk dilantik. Jika
ingin menonaktifkannya dia sudah siap karena dia sudah tahu aturannya.
Berita tersebut memberi makna sebagai Jefferson sebagai orang yang mengerti aturan, dan
mengikuti permintaan atasan untuk dilantik, pelantikan tersebut bukan atas kehendaknya, karenanya ia
sudah siap dinonaktifkan
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro, Erdinaya. 2006. Komunikasi
Massa. Bandung. Simbiosa Rekatama Media.
Albarran, Alan B. 1996. Media Economics, Understanding Market, Industries and Concept. Iowa.
Iowa State University Press.
Baimess, Paul R. 1999. Voter Segmentation and Candidates Positioning. London, Sage.
Basuki, Lanawati & Soekarno. Paduan Membuat Desain Ilustrasi Busana Tingkat Dasar, Terampil,
dan Mahir. Jakarta. Kawan Pustaka.
Cangara, Hafied. 2008. Pengantar Ilmu Komunikasi.
Edisi Revisi. Jakarta. PT Radja Grafindo Persada.
Effendy, Onong Uchyana. 1993. Televisi Siaran Teori
dan Praktek. Bandung. Mandar Maju
Husaini, Adian. 2002. Sebuah Rekayasa Mengubah
Citra. Jakarta. Gema Insani Press.
Liliweri, Alo. 1991. Memahami Peran Komunikasi
Massa Dalam Masyarakat. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
LittleJohn, Stephen W. 1996. Theories of Human
Communication Fifth Edition. Terjemahan
edisi Indonesia 1 (Chapter 1-9), dan edisi Indonesia 2 (Chapter 10-16). Jakarta. Salemba
Humanika.
McQuail, Dennis. 1987. Teori Komunikasi Massa.
Suatu Pengantar. Jakarta. Erlangga.
Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosdakarya
Muda, Deddy Iskandar. 2005. Jurnalistik Televisi
Menjadi Reporter Profesional.
Bandung.
Remaja Rosda Karya.
Rahardi, F. 2006. Menulis Artikel. Feature. dan Esai.
Tangerang. Kawan Pustaka.
Tebba, Sudirman. 2005. Jurnalistik Baru. Tanggerang. Penerbit Kalam Indonesia
Tuchman, Gaye. 1980. Making News A Study in the
Construction of Reality. New York: Free Press.
15
yang akan semakin menonjol peranannya pada generasi X, generasi yang terbentuk dalam abad informasi (Susanto: 2001).
Bentuk komunikasi bermediasi internet dengan peralatan komputer, menumbuhkan suatu interaksi komunitas berbasis teknologi internet. Biasa dikenal dengan beberapa istilah diantaranya
komunitas dunia maya, komunitas virtual atau komunitas cyber. Saat ini masyarakat Indonesia mengalami proses pengkristalan jejaring sosial. Ini bisa
dilihat dengan semakin marak masyarakat yang memanfaatkan jaringan internet. Mulai dari mencari
manapun untuk saling berkomunikasi dengan cepat dan mudah. Fitur internet paling populer e-mail,
fitur yang dipakai oleh para pengguna internet untuk
bertukar pesan, dan World Wide Web (www), sebuah
sistem situs komputer yang sangat luas yang dapat
dikunjungi oleh siapa saja dengan program browser
dan dengan menyambungkan komputer dengan pada
internet (Severin : 2008).
Internet mengubah komunikasi dengan beberapa cara fundamental. Media massa tradisional pada
dasarnya menawarkan model komunikasi satu untuk banyak. Sedangkan internet memberikan model
tambahan yakni, banyak untuk satu (e-mail ke satu
alamat sentral, banyaknya pengguna yang berinteraksi dengan satu website) dan banyak untuk banyak
(e-mail, miliss, kelompok-kelompok baru). Internet
menawarkan potensi komunikasi yang lebih terdesentralisasi dan lebih demokratis dibandingkan yang
ditawarkan oleh media masa sebelumnya (Severin
2008:).
2.2. Komunitas Dunia Maya
Perkembangan teknologi informasi juga tidak
saja mampu menciptakan masyarakat dunia global,
namun secara materi mampu mengembangkan ruang gerak kehidupan baru bagi masyarakat, sehingga
tanpa disadari, komunitas manusia telah hidup dalam
dunia kehidupan, yaitu kehidupan masyarakat nyata
dan kehidupan masyarakat maya (cybercommunity).
(Bungin 2006:).
Tidak hanya itu saja pengembangan jaringan dan sistem-sistem realitas virtual bukan hanya
tentang menciptakan pasar-pasar baru bagi peralatan elektronik baru atau membuat rumah kita lebih
cerdas. Tetapi hal itu terutama tentang membangun
komunitas-komunitas dan memudahkan interaksi manusia (Fidler: 2003).
Purbo (2003) memahami bahwa komunitas
maya ternyata terbentuk dalam forum diskusi dan
silaturahmi antar warga dunia maya. Aplikasi surat
elektronik (e-mail) merupakan fasilitas utama yang
digunakan untuk membangun komunitas yang mempunyai kekuatan besar.
Pada awalnya masyarakat maya adalah sebuah
fantasi manusia tentang dunia lain yang lebih maju
dari dunia saat ini. Fantasi tersebut adalah sebuah
hiperealitas manusia tentang nilai, citra dan makna
kehidupan manusia sebagai lambang dari pembebasan manusia terhadap kekuasaan materi dan alam
semesta. Namun ketika teknologi manusia mampu
mengungkapkan misteri pengetahuan itu, maka manusia bisa menciptakan ruang kehidupan baru bagi
Pertama fungsi ideasional, untuk membentuk, mempertahankan dan memperjelas hubungan diantara anggota masyarakat. Kedua fungsi impersonal, untuk menyampaikan informasi diantara anggota masyarakat.
Ketiga fungsi tekstual, untuk menyediakan kerangka,
pengorganisasian diskursus (wacana) yang relevan
dengan situasi.
Pada prosesnya bahasa yang dipakai merupakan hasil dari konstruksi yang mengalami proses
dialektika sosial. Frans M. Parera dalam Berger dan
Luckman (1990) menyatakan, adanya dialektika
antara diri (self) dalam hal ini anggota web dengan
dunia sosialnya, yang pada hal ini adalah alam Kaskus.
Dialektika tersebut berlangsung melalui tiga momen
simultan. Pertama, eksternalisasi, yaitu penyesuaian
diri dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia. Kedua, obyektifitas, yaitu interaksi sosial yang
terjadi dalam dunia intersubyektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi. Ketiga,
internalisasi, yaitu proses ketika individu mengidentifikasi dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau
tempat individu menjadi anggotanya (Bungin: 2008).
Masih menurut Berger dan Luckmann
(Bungin: 2008), tiga momen dialektika itu melalui
proses konstruksi sosial yang dilihat dari segi asal
mulanya merupakan hasil ciptaan manusia, yaitu buatan interaksi intersubjektif.
Pertama, tahapan eksternalisasi berlangsung
ketika produk sosial (dalam hal ini bahasa teks
serta simbol) tercipta di masyarakat, kemudian individu mengeksternalisasinya atau menyesuaikan diri
ke dalam dunia sosio kulturalnya sebagai bagian dari
produk manusia.
Kedua, tahapan obyektifasi produk sosial
terjadi dalam dunia intersubjektif masyarakat. Hal
terpenting dalam obyektivasi adalah pembuatan signifikasi, yakni pembuatan tanda-tanda oleh manusia.
Sehingga sebuah tanda dapat dibedakan dari obyektivasi-obyektivasi lainnya, karena tujuannya yang
eksplisit yang digunakan sebagai isyarat atau indeks
bagi pemaknaan subyektif. Dengan demikian obyektivas juga dapat digunakan sebagai tanda, meskipun semula tidak dibuat untuk maksud itu. Sebuah wilayah
penandaan (signifikasi) dapat menjembatani wilayahwilayah kenyataan, dapat didefinisikan sebagai sebuah
simbol, dan modus linguistik yang dinamakan dengan bahasa simbol. Maka pada tingkat simbolisme,
signifikasi linguistik terlepas secara maksimal dari
disini dan sekarang dari kehidupan sehari-hari.
Sehingga bahasa memegang peranan penting dalam
obyketivasi terhadap tanda-tanda dan bahkan tidak
saja memasuki wilayah de facto melainkan juga
apriori yang berdasarkan kenyataan lain tidak dapat
19
hasil kerja serta prosesnya oleh seseorang dan kelompok berdasarkan tanggung jawab yang dijalankan
secara legal, sesuai dengan nilai moral dan etika dalam mencapai tujuan dalam satu kurun waktu yang
ditentukan.
III. METODE PENELITIAN
Pada dasarnya metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kualitatif. Menurut Bogdan dan
Taylor (1975) dalam Moleong (1998), metodologi
kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Metode ini diarahkan pada latar dan individu
tersebut secara utuh. Dengan demikian, tidak boleh
mengisolasi individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.
Metode semiosis yang dipergunakan dalam
riset ini adalah metode semiotika sosial dari M.A.K.
Halliday dan Ruqaiya Hassan. Lewat metode ini peneliti akan melihat teks dan simbol yang digunakan
pada web komunitas Kaskus, termasuk cara pemberitaan maupun istilah-istilah yang digunakan. Menurut
Halliday (1994) semiotika sosial adalah pendekatan
yang memberi tekanan pada konteks sosial yaitu pada
fungsi sosial yang menentukan bentuk bahasa. Perhatian utamanya terletak pada hubungan antara bahasa
dengan struktur sosial, dengan memandang struktur
sosial sebagai sesuatu segi dari sistem sosial. Selanjutnya, Halliday (1978) merumuskan bahwa komunikasi
yang terjalin akan berdasarkan pengalaman masingmasing partisipan sehingga bersifat intersubjektifitas.
Sesuai dengan metode peneltian yang ditetapkan sebelumnya, maka unit analisa data yang digunakan peneliti adalah teks dan simbol. Tentunya yang
terdapat pada komunitas web Kaskus yakni pada
forum Berita dan Politik dengan tema setahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pada periode
kedua pemerintahannya.
Data primer didapatkan melalui pengumpulan komentar terhadap unggahan berita (thread) yang
terkait objek penelitian yakni kinerja pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono pada periode kedua
masa pemerintahannya pada komunitas web Kaskus
dengan tehnik purposif yakni thread yang terdapat
pada tanggal 11,19,20 serta 21 Oktober 2010.
Metode penelitian yang digunakan untuk
mendapatkan data primer adalah observasi teks. Halhal yang menjadi aspek observasi antara lain kata,
istilah, frase, gambar atau suatu cara penulisan bahkan penyembunyian fakta tertentu (Hamad, 2004).
->->keluar ->->
Gambar 01. Visualisasi split personality komunikator
Dari gambar tersebut dipahami, ketika komunikator
akan berinteraksi pada dunia maya, maka ia keluar
dari dunia realitas lalu masuk ke dunia maya. Saat
komunikator berada pada dunia maya (garis hitam
putus-putus). ia jadi sosok yang berubah atau semu
dengan segala identitas imajinasinya sendiri ia bisa
22
dengan unggahan anggota yang bersangkutan. Apresiasi tersebut ditandai dengan bentuk simbol cendol yang merupakan apresiasi tertinggi yang berlaku dalam keanggotaan web komunitas Kaskus.
Tidak sembarang anggota bisa memberikan ataupun
mendapatkan cendol. Hanya yang telah berpangkat kaskus addict (telah melakukan unggahan lebih
dari 2000) bisa memberikan cendol dan hanya anggota yang mampu memberikan thread yang baik yang
bisa mendapatkannya. Meski kata baik disini sangat
objektif karena tidak ada indikator pasti, tergantung
dari kehendak yang ingin memberikan simbol cendol.
Pengertian leluasa selanjutnya, yakni hanya anggota
yang berpangkat tinggi (berpangkat Kaskus Addict)
saja yang diperkenankan untuk memberikan simbol
bata sebagai tanda bahwa thread atau komentar yang
dilakukan oleh para anggota web komunitas kaskus
tidak baik. Simbol cendol dan bata ini nantinya akan
muncul pada identitas anggota web komunitas kaskus
ini, contoh :
Dari hasil analisa ditemukan juga bahwa pelibat wacana kategorisasi anggota web komunitas Kaskus
mempunyai struktur meskipun semu. Struktur yang
ada berfungsi sebagai identitas level dalam komunitas tersebut. Pada Komunitas Kaskus level ini disebut sebagai pangkat. Tiap anggota web komunitas
mempunyai pangkat. Kepangkatan ini akan mempengaruhi kebebasan dalam melakukan interaksi. Kebebasan yang dimaksud bukan kebebasan berpendapat
tapi lebih yang dimaksud disini ialah kewenangan
memberikan apresiasi pada anggota komunitas
Kaskus yang lainnya. Bentuknya disimbolkan dengan
gambar bata warna merah serta gambar cendol. Gambar bata sebagai dianggap negatif bagi si pemberinya. Sedangkan gambar cendol warna hijau sebagai
apresiasi positif bagi si pemberinya. Indikasi negatif
dan positif yang dimaksud tidak memiliki indikator
ilmiah pasti dan sangat subjektif. Intinya cenderung
pada suka atau tidak suka dari si pemberi tersebut
Dengan adanya simbol cendol dan bata
pada pada web komunitas ini memunculkan kategorisasi dilihat dari kredibilitasnya dalam memberikan informasi ataupun komentar. Telah dijelaskan sebelumnya tingkat kredibilitas ditinjau
dari simbol cendol serta bata yang terdapat pada
identitas Kaskuser yang unggahannya telah diberikan apresiasi atau justru dimaki, yakni kategori:
a. Kaskuser teladan, yaitu anggota web komunitas
yang telah memiliki cendol karena unggahannya
telah diapresiasi baik oleh anggota lainnya. Simbol tersebut tersematkan pada identitasnya.
b. Kaskuser biasa, yaitu anggota web komunitas
Kaskus yang tidak memiliki cendol ataupun bata.
Selama berinteraksi konditenya belum pernah
diberikan apresiasi ataupun belum pernah membuat anggota lain memakinya.
c. Kaskuser mbalelo, yaitu anggota web komuitas
kaskus yang telah dilempar bata. Sebagaimana
yang telah dijelaskan, biasanya Kaskuser yang
mendapat bata akibat dari ulahnya yang buat geram anggota lain karena melanggar aturan ataupun
etika yang berlaku. Simbol bata itu disematkan
pada identitas imajinernya.
Sayangnya pada konteks ini konsep semiotika sosial
yang diusung oleh MAK Halliday serta Hassan tidak
mampu menjelaskan tentang pelibat wacana (komunikator semu) atau split personality yang terjadi pada
dunia maya web komunitas Kaskus dengan alam realita. Sesuai dengan temuan data, maka pelibat wacana
yang termasuk dalam kategorisasi anggota web komunitas Kaskus memiliki peluang untuk split personalitiy.
Baik komentar ataupun identitas yang dimiliki pada dunia maya bisa tidak sesuai dengan yang ada di web komunitas tersebut.
Selain itu pula, temuan dalam penelitian ini
ternyata mampu menjelaskan bahwa struktur juga memegang peranan dalam pelibat wacana semiotika sosial
Halliday. Adanya struktur kepangkatan yang mempengaruhi kebebasan dalam berinteraksi sebagai indikasi
adanya aturan yang terstruktur dalam pelibat wacana.
4.4. Sarana Wacana
Dari data yang dianalisa sebelumnya, ditemukan bahwa bahasa pada web komunitas Kaskus merupakan suatu sistem simbol yang memiliki makna, dan
makna adalah arti yang mengacu pada suatu fakta atau
peristiwa. Sehingga melahirkan realitas bahasanya
secara tersendiri. Dengan demikian, bahasa tidak saja
mampu mengkomunikasikan suatu fakta, tetapi juga
menjadi syarat yang menjembatani permainan bahasa
atau mengakomodasi komunikasi sosial antarbudaya
yang berbeda.
Dunia maya mengisyaratkan sebuah jagat raya
maya antara tempat kita tinggal, tumbuh dan berkembang dengan bahasa mayanya, dan menjiwai setiap
tindakan kita dengan nafas mayanya. Jadi segenap
kompleksitas kemanusiaan anggota web komunitas
Kaskus adalah realitas maya.
Bahasa dunia maya memproduksi dan mensimulasi simbol-simbol kebahasaan lewat produksi
citra atau simulasi tanda. Sebuah tanda tidak mengacu pada suatu referensi apapun. Simulasi adalah
penciptaan model-model realitas tanpa usul-usul atau
referensi realitas. Dalam konteks bahasa web komunitas Kaskus, setiap makna, setiap tanda ataupun citra
tidak lagi mengacu pada realitas sesungguhnya. Ia
hanya merupakan permainan bahasa yang tidak ditujukan untuk mencapai komunikasi pesan yang efektif
dari kedalaman makna itu sendiri, melainkan sekedar
kesenangan bermain dengan bahasa dan kenikmatan
yang disebut Roland Barthes sebagai Jouissance, atau
yang diistilahkan Baudrillard ekstasi komunikasi
(Hadi, 2001: 97) atau penulis mengistilahkan sebagai
orgasme komunikasi.
V. PENUTUP
Proses komunikasi pada web komunitas
memiliki pola interaktif yang interpretasi maknanya
akan terus berkembang. Terkait dengan penelitian ini
yakni makna teks serta simbol pada web komunitas
Kaskus, maka makna teks serta simbol tersebut akan
terus berkembang dan melenceng dari makna aslinya.
27
pelibat wacana serta sarana wacana. Anggota web komunitas Kaskus melakukan proses konstruksi realitas Creswell, John W. 2003. Research Design:
pada teks serta simbol yang digunakan sehingga web
Qualitative, Quantitative and Mixed Methods
Kaskus ini menjadi kampung yang imajiner namun
Approaches (2nd ed.). Thousand Oaks: Sage
nyata dalam benak dan pikiran partisipan yang terlibat.
Publications.
Secara garis besar medan wacana teks serta Fidler, Roger. 2003. Mediamorfosis. Yogyakarta.
simbol pada forum berita politik pada web komunitas
Bentang Budaya.
Kaskus yang terkait dengan kinerja Presiden Susilo Griffin, Em. 2006. A First Look At Communication
Bambang Yudhoyono (SBY) pada periode kedua peTheory (5th ed.). Boston: McGraw-Hill
merintahannya bermakna mendukung dan mengkritik. Lincoln, Yvonna S dan Egon G. Guba. 2009. Para
Partisipan yang terlibat komunikasi mendigmatic Controversies, Contradictions, and
garah pada kesenangan, keasyikan dan kedekatan
Emerging Confluences. Dalam Norman K.
sehingga teks serta simbol yang dipakai maknanya
Denzin dan Yvonna S. Lincoln (eds.), Handbook
tidak hanya mengacu pada realitas sesungguhnya
of Qualitative Research (2nd ed.).Thousand
yang terdapat pada kehidupan sehari-hari, tapi juga
Oaks: Sage Publications Inc.
permainan penggunaan bahasa atau penulis meng- Hadi, Astar. 2005. Matinya Dunia Cyber Space. Jaistilahkan sebagai pecapaian orgasme komunikasi.
karta. LKIS.
Sementara sarana wacana yang digunakan pada teks Halliday, M.A.K & Ruqaiya Hasan. 1992. Bahasa,
dan simbol tersebut ada yang bermakna denotasi
Konteks, dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa Dadan konotasi. Namun sayangnya semiotika ini tidak
lam Pandangan Semiotik Sosial. Yogyakarta.
mampu menjelaskan tentang pelibat wacana yang koGadjah Mada University Press.
munikatornya semu atau mengalami split personality Hamad, Ibnu. 1997. Media Massa Sebagai Wahana
yang terjadi pada dunia maya web komunitas Kaskus.
Benturan Antar Peradaban (sebuah studi semi
Berinteraksi pada web komunitas Kaskus
otika sosial), tesis Pasca UI.
dibutuhkan referensi pemahaman teks serta simbol http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php.
bagi partisipan sehingga tidak terjadi salah paham
(10/10/11)
dalam memaknai. Sementara saran bagi penyedia http://www.kaskus.us/ (10/10/10)
layanan web komunitas Kaskus perlunya dipikir- h t t p : / / w w w . k a s k u s . u s / s h o w p o s t .
kan perangkat lunak bagi penyedia web komuniphp?p=140462595&postcount=3 (02/03/11)
tas sejenis untuk mencegah terjadinya pembuatan Ilyas. Yaslis, Kinerja-Teori. 1999. Penilaian dan Peidentitas palsu ataupun identitas ganda pada web
nelitian. Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan. Jakomunitas. Serta perlu adanya penelitian lebih lankarta, FKM-UI.
jut mengenai komunikasi dunia maya, mengingat M. Phil, Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. Jakarta,
trend interaksi sosial saat ini berbasis dunia maya.
Rajagrafindo Persada,.
Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika: Tafsir
DAFTAR PUSTAKA
Cultural studies atas Matinya Makna. Yogyakarta. Jalasutra.
A.B, Susanto. 2001. Potret-Potret Gaya Hidup Me- ---------. 2010. Post Realitas. Yogyakarta. Jalasutra.
tropolis. Jakarta. Kompas.
Purbo, W. Ono. 2003. Filosofi Naif Dunia Maya. JaBarley, S. 1983. Semiotics and the Study of Occukarta. Republika,.
pational and Organizational Cultures, da- Rauf, Maswadi. 1993. Komunikasi Politik : Masalah
lam Administrative Science Quarterly. No.28,
Bidang Kajian dalam Ilmu Politik. Jakarta,
hlm.393-413
Gramedia Pustaka Utama.
Budiman, Maneke. 2001. Semiotika Dalam Tafsir Ruky, Achmad S. 2006. Sistem Manajemen Kinerja.
Sastra: Antara Riffattere dan Barthes Dalam
Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Bahan Pelatihan Semiotika. Jakarta. Pusat Pe- Severin Werner J, Tankard James W, JR. 2008. Teori
nelitian Kemasyarakatan dan Budaya LPUI.
Komunikasi. Jakarta, Kencana.
Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi. Jakar- Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan
ta. Kencana Prenada Media Grup.
Evaluasi Kinerja. Jakarta, Fak.Ekonomi Univ.
--------------------. 2008. Konstruksi Sosial Media
Ind.
Massa. Jakarta. Kencana Prenada Media Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media Suatu
Group.
Pengantar
Untuk
Analisis
Wacana,
28
.
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
---------, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung. PT. Rosdakarya.
Turkle, S. 1995. Life on The Screen : Identify in The
age of The Internet. New York. Simon and
Schuster.
29
Abstract
Editorial cartoons (politics) to put forward a message and a cartoon depiction of a situation rather
than a figure or figures that appear. The use of verbal language is the linguistic aspect that often can not be
avoided in view of a work of political cartoons. Use of verbal elements such as words, phrases, sentences,
discourse besides witty drawings is required as the most important element in the cartoon. Non-verbal communication is often used to describe the feelings and emotions, non-verbal communication is often called communication without words (for not say). Characteristics of non-verbal communication is non-verbal messages
of meaning and non-verbal functions have differences in the way the studies and content.
Key words : political cartoons, language of expression
Abstraksi
Kartun editorial (politik) lebih mengedepankan pesan dan situasi penggambaran kartun daripada figur
atau tokoh yang dimunculkan. Mengenai kandungan kritiknya dalam kartun editorial yang sering lugas, tegas
kadangkala pedas, tampaknya dipengaruhi oleh situasi dalam menyikapi kebijakan atau peristiwa yang sedang
terjadi. Pesan dalam kartun politik era tahun 1965 tampak dengan gaya visualnya yang sederhana, memperhitungkan segi artistik seperti memperhitungkan komposisi, hitam putih, dan pengolahan blok. Kartun politik
era tahun 1965 lebih mengedepankan pesan dan situasi penggambaran kartun daripada figur atau tokoh yang
dimunculkan, sehingga karya kartunnya lebih mengutamakan pesan bukan kebagusan teknis. Dalam era tahun
1965, kartun politik memikirkan kandungan humor dalam setiap karya kartunnya.
Kata kunci : kartun politik, bahasa ungkap
I. PENDAHULUAN
Kartun diciptakan berawal dari satu gagasan
yang dimulai dari realitas yang disajikan. Kartun
tampil tidak sekedar hanya untuk memberikan informasi sebagaimana berita, tetapi kartun memberinya dimensi, sehingga realitas yang disajikan
terasa bertambah berwarna selain juga membuat
relasinya tersenyum dan tertawa walau kadang terasa getir. Kartun adalah sebuah gambar yang bersifat reprensentatif dan simbolik, mengandung unsur
sindiran, lelucon, atau humor. Kartun biasanya muncul dalam publikasi secara periodik, dan paling sering menyoroti masalah politik atau masalah publik.
Namun masalah-masalah sosial kadang juga menjadi target, misalnya dengan mengangkat kebiasaan
hidup masyarakat, peristiwa olahraga, atau mengenai
kepribadian seseorang (Setiawan, 2002:34). Dengan
kata lain, kartun merupakan metafora visual hasil
ekspresi dan interpretasi atas lingkungan sosial politik yang tengah dihadapi oleh seniman pembuatnya.
30
Media kartun biasanya disajikan sebagai selingan setelah para pembaca menikmati rubrik-rubrik
atau artikel yang lebih serius. Melalui kartun, para
pembaca dibawa ke dalam situasi yang lebih santai.
Meskipun pesan-pesan di dalam beberapa kartun
sama seriusnya dengan pesan-pesan yang disampaikan lewat berita dan artikel, namun dengan kartun
dapat dengan mudah dicerna dan dipahami maknanya. Walaupun bukanlah menjadi tujuan utama orang
dalam membaca suatu surat kabar kehadiran kartun
sebagai bagian dari rubrik dari surat kabar. Kehadiran kartun harus diakui mampu menyampaikan pesan yang amat luas, mendalam, dan tajam dalam menyikapi kondisi riil yang berkembang di masyarakat
kita.
Kritik kartun sebenarnya hanya usaha penyampaikan masalah aktual ke permukaan, sehingga
muncul dialog antara yang dikritik dan yang mengkritik, serta dialog antara masyarakat itu sendiri,
dengan kelompok militer, terutama dengan Siliwangi. Mingguan Mahasiswa Indonesia populer dalam
kampanye menjatuhkan Soekarno dan menjadi media
kaum intelektual dalam melahirkan konsep-konsep
awal Orde Baru.
Dalam setiap penerbitannya mingguan ini
menyajikan rubrik kartun yang tematik sesuai fokus
berita dan situasi aktual yang terjadi. Bersama rekanrekannya, seperti Haryadi Suadi, Sanento Yuliman,
Keulman (Ke), Dendi Sudiana, Ganjar Sakri (Gas),
T. Sutanto (TS) yang merupakan kartunis mahasiswa
boleh dikatakan berani melancarkan kritikan-kritikan
terhadap pemerintahan pada masa itu.
Dengan coretan yang sederhana tetapi langsung pada sasarannya, mereka mencoba menelanjangi kepincangan dalam sikap hidup yang terjadi pada
masa itu, serta ungkapan rasa ketidakpuasan terhadap
pemimpin dan pemerintahannya. Pada waktu pers
mahasiswa mempunyai ciri tersendiri dalam gaya
menulis dan keberaniannya untuk mengkritik dengan
sangat pedas.
Bahwa mahasiswa selain diluar dunia kegiatan akademis, kadang-kadang mempunyai ikatan-ikatan afiliasi kepada suatu ormas atau orpol
yang harus dihindari meski belum terikat statusnya, hingga belum tergolong dalam functional group yang diikat oleh unsur esprit de corps
ataupun vested interest (Susanto, 1974:442).
Sampai beberapa bulan setelah usaha kudeta
1965, masa depan politik Indonesia masih belum
jelas. Pada akhirnya, Soeharto membangun apa yang
dikenal orde baru Indonesia, untuk membedakannya
dengn orde lama dari masa pemerintahan Soekarno.
Orde baru dibentuk dengan dukungan yang sangat
besar dari kelompok-kelompok yang ingin terbebas
dari kekacauan masa lalu. Namun dalam perjalanan
waktu, kondisi pada masa orde baru juga mengalami
pasang surut, dimana korupsi merajalela, pertentangan politik, keadaan ekonomi, kewibawaan hukum
yang dipertanyakan, dan masalah sosial lainnya
seperti keamanan yang kurang stabil. Dari kondisi
masyarakat yang seperti itu, membuat perkembangan
gaya kartun politik lebih bersifat tajam walau dengan kandungan humor yang lebih kental namun satire daripada masa orde lama dikarenakan masyarakat
belajar dari pengalaman masa lalu yang menjadikan
masyarakat lebih kritis, peka, dan sensitif. Setiap era
pemerintahan dalam menjalankan kekuasaan pasti harus menghadapi kenyataan akan kritik dari masyarakat
sebagai kontrol terhadap pemerintah, namun di era
Orde Baru, pembatasan terhadap kebebasan bersuara
lebih terasa sekali dan cenderung bersifat represif.
Pemerintah orde baru mempunyai kekuasaan
32
(2001:51) menyatakan bahwa hal ini bukanlah sesuatu yang baru, karena pada awalnya adalah gambar
dan tulisan memang menyatu. Abjad pada awalnya
adalah gambar berstilasi; pada perkembangan selanjutnya ia menjadi semakin abstrak dan akhirnya
unsur gambarnya hilang.
Dalam kartun sering terdapat ungkapan-ungkapan khas yang menempati wilayah diantara visual
dan verbal, yaitu bentuk-bentuk gambar yang telah
menyimbol atau sebaliknya bentuk tulisan yang
mengikon. Ungkapan-ungkapan ini dikenal sebagai
quipu (tanda atau simbol), dan onomatopea. Bentuk
quipu yang menonjol adalah balon dan panel. Balon
menunjukkan ucapan atau pikiran suatu obyek, dan
panel menunjukkan pemisahan waktu dan ruang.
Ada beberapa cara di dalam kartun untuk
menampilkan tulisan atau huruf secara visual, yakni
: sebagai judul yang ditulis besar dan biasanya terletak diatas, sebagai caption (keterangan gambar),
sebagai balon kata (berisi dialog), sebagai identitas
nama atau label (identifikasi tertulis yang diletakkan pada objek), dan sebagai onomatopea (peniruan
verbal pada bunyi tanpa arti seperti dor, huh) (Priyanto, 2005:116).
2.3. Bahasa Non Verbal
Komunikasi non verbal acapkali dipergunakan untuk menggambarkan perasaan dan emosi, komunikasi non-verbal acapkali disebut komunikasi
tanpa kata (karena tidak berkata-kata). Karakteristik
dari komunikasi non verbal adalah pemaknaan pesan non-verbal maupun fungsi non verbal memiliki
perbedaan dalam cara dan isi kajiannya. Pemaknaan
(meanings) merujuk pada cara interprestasi suatu
pesan; sedangkan fungsi (functions) merujuk pada
tujuan dan hasil suatu interaksi.
Pembagian bahasa non verbal, menurut
Knapp dan Tubs (1978) dalam Liliweri menjadi tujuh kelompok, antara lain, yaitu : gerakan tubuh (kinesik), karakteristik fisik yang meliputi gerakan atau
keadaan penampilan tubuh secara menyeluruh, perilaku meraba, paralinguistik, proksemik, artifacts,
dan faktor lingkungan (Liliweri, 1994:112-113).
Tubuh manusia merupakan transmiter utama kode-kode presentasional, Argyle (1972) dalam
Fiske (2006:124) membuat susunan daftar 10 kode,
yaitu : kontak tubuh, proksimity (proksemik), orientasi, penampilan, anggukan kepala, ekspresi wajah, gestur (kinesik), postur, gerak mata dan kontak
mata, dan aspek non verbal percakapan.
Sedangkan
Duncan
dalam
Liliweri
(1994:114) menjelaskan pembagian dimensi bahasa
III. PENUTUP
Kartun editorial politik lebih mengedepankan
pesan dan situasi penggambaran kartun daripada figur
atau tokoh yang dimunculkan. Mengenai kandungan
kritiknya dalam kartun editorial yang sering lugas,
tegas kadangkala pedas, tampaknya dipengaruhi oleh
situasi dalam menyikapi kebijakan atau peristiwa
yang sedang terjadi.
Pada era tahun 1965, kartun politik menggunakan bahas ungkap visual dengan berbagai, yakni :
sebagai judul yang ditulis besar dan biasanya terletak
diatas, sebagai caption (keterangan gambar), sebagai
balon kata (berisi dialog), sebagai identitas nama atau
label (identifikasi tertulis yang diletakkan pada objek), dan sebagai onomatopea (peniruan verbal pada
bunyi tanpa arti seperti dor, huh).
Penyampaian pesan nonverbal yang sangat
berpengaruhi adalah mengenai cara pengambilan
gambar dalam kartun politik era tahun 1896 lebih
banyak menggunakan full figure (long shot), yaitu
cara pengambilan gambar yang menunjukkan keseluruhan tubuh dari kepala sampai kaki, sehingga semua
elemen kartun tersebut tampil untuk menunjukkan
pesan yang ingin disampaikan. Namun kadangkala
juga menggunakan cara pengambilan gambar memakai tipe medium close up, cara pengambilan gambar yang memperlihatkan mulai bagian kepala sampai
bahu, serta tipe close up, cara pengambilan gambar
yang hanya memperlihatkan bagian kepala saja.
Pesan dalam kartun politik era tahun 1965
tampak dengan gaya visualnya yang sederhana, memKetika berkomunikasi non verbal maka banyak orang perhitungkan segi artistik seperti memperhitungkan
mempelajari mengenai pernyataan diri dengan mela- komposisi, hitam putih, dan pengolahan blok. Kartun
lui tanda dan simbol yang memberikan pesan tertentu politik era tahun 1965 lebih mengedepankan pesan
Salah satu bentuk pernyataan diri adalah pakaian. Se- dan situasi penggambaran kartun daripada figur atau
bagai pesan artifaktual, adalah pakaian akan memben- tokoh yang dimunculkan, sehingga karya kartunnya
tuk citra tubuh. Pakaian merupakan salah satu bentuk lebih mengutamakan pesan bukan kebagusan teknis.
daya tarik fisik yang melekat pada tubuh seseorang. Dalam era tahun 1965, kartun politik memikirkan
Orang bisa menerka ekspresi emosi dan perasaan betul kandungan humor dalam setiap karya kartunnya.
melalui pakaian dan asesories yang melengkapinya.
Kartunis era tahun 1965 dalam menyampaikan
Penyampaian pesan non-verbal yang sangat berpen-
garuhi adalah mengenai cara pengambilan gambar, kritik yang kadang terasa tajam khususnya pada masa
menurut Wiil Eisner (1985: 42) ada tiga cara pengam- akhir Orde Lama dan munculnya Orde Baru tersebut
bilan gambar, yaitu : (1) full figure (long shot), yaitu sebagai keputusan yang dipengaruhi oleh situasi pada
cara pengambilan gambar yang menunjukkan ke- saat itu dimana semangat untuk mengadakan perubahan
seluruhan tubuh dari kepala sampai kaki, (2) me- di masyarakat. Selain itu kartunis di era tahun 1965, dadium (medium close up), cara pengambilan gambar lam karya kartun politik memilih gaya penggambaran
34
yang efisien, efektif, dan spontan serta lebih mementingkan kualitas dibalik rupa. Oleh karena itu kartunis
di era tahun 1965 tidak terlalu suka kebagusan teknik
gambar, tapi lebih ketepatan gagasan.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Benedict R.OG. 1990. Language and
Power: Exploring Political Culture of Indonesia. Ithaca : Cornell University Press.
Bishop, Franklin. 2006. The Cartoonists Bible. London. Quarto Publishing plc,.
Lubis, Mochtar. 197. Manusia Indonesia. Jakarta. Idayu Pers.
Mahamood, Mulyadi. 1999. Kartun dan Kartunis.
Selangor. Stilglow Sdn. Bhd
McCloud, Scott. 2001. Understanding Comics. Jakarta. Kepustakaan Populer Gramedia.
Priyanto, S. 2005. Metafora Visual Kartun pada Surat
Kabar Jakarta 1950-1957. Disertasi. Disertasi.
Bandung. FSRD ITB.
Rauf, Maswadi. 1993. Komunikasi Politik : Masalah
Bidang Kajian dalam Ilmu Politik. Jakarta.
Gramedia Pustaka Utama.
Setiawan, Muhammad Nashir. 2002. Menakar Panji
Koming. Jakarta. Penerbit Buku Kompas.
Sibarani, Agustin. 2001. Karikatur dan Politik. Jakarta. Garda Budaya.
Susanto, Astrid S. 1974. Komunikasi dalam Teori dan
Praktek Bandung. Binacipta.
Wagiono. 1983. The Change of Styles in Graphics
Satires. Thesis. NY. Pratt Univ.
35
I.
PENDAHULUAN
Corporate social Responsibility (CSR)
merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi pasal
74 Undang-undang Perseroan terbatas (UUPT)
yang terbaru yakni UU no 40 tahun 2007. Melalui undang-undang ini, Industri atau koprasi wajib
untuk melaksanakannya, tetapi kewajiban ini bukan suatu beban yang memberatkan, pembangunan suatu negara bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau industri, tetapi setiap insan manusia
36
Agar Corporate Social Responsibility (CSR)
dapat dilaksanakan secara terus menerus, Perusahaan
harus sudah menggunakan Prinsip Triple Botton Line
yang berpijak pada pemikiran bahwa selain mengejar
keuntungan, perusahaan juga harus melihat sisi kesejahteraan lingkungan atau dikenal dengan istilah 3 P
(profit, People, Planet).
Wibisono (2007; 32) menyatakan bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan harus memperhatikan unsur tiga P, yaitu profit (keuntungan) setiap
perusahaan pasti akan berlomba-lomba untuk meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya.
Selanjutnya people (masyarakat) masyarakat
merupakan pemangku kepentingan yang utama bagi
perusahaan dikarenakan dukungan masyarakat sangat
di perlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup,
dan perkembangan perusahaan. Untuk mempekokoh
komitmen dalam tanggung jawab sosial, perusahaan
perlu memiliki pandangan bahwa CSR adalah investasi kedepan. Karena melalui hubungan yang harmonis dan citra yang baik timbal baliknya masyarakat
juga akan ikut menjaga eksistensi perusahaan.
Lalu planet (lingkungan), lingkungan adalah
sesuatu yang terkait dengan seluruh bidang kehiduII. KAJIAN LITERATUR
pan kita. Hubungan kita dengan lingkungan adalah
hubungan sebab akibat, dimana jika merawat lingkun2.1. Corporate Sosial Responsibility
gan, maka lingkunganpun akan memberikan manfaat
kepada kita. Keberlanjutan perusahaan hanya akan
Kotler & Nancy (2005:4) corporate social re- terjamin apabila perusahaan memperhatikan dimensi
sposiblity (CSR) adalah: komitmen perusahaan untuk sosial dan lingkungan hidup.
meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui prak-
Wibisono (2007;78) menyatakan, tiga alatis bisnis yang baik dan mengkontribusikan sebagaian san mengapa kalangan dunia mesti merespon dan
sumber daya perusahaan.
mengembangkan isu tanggung jawab sosial sejalan
Wibisono (2007:8) CSR didefinisikan se- dengan operasi usahanya antara lain :
bagai tanggung jawab perusahaan kepada pe- a. Perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan
mangku kepentingan untuk berlaku etis, memioleh karenanya wajar bila perusahaan mempernimalkan dampak negatif dan memaksimalkan
hatikan kepentingan masyarakat.
dampak positif yang mencakup aspek ekonomi so- b. Kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya
sial dan lingkungan (triple botton line) dalam rangmemiliki hubungan yang bersifat saling keterganka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan)
tungan. Dan juga untuk mendapatkan dukungan
37
Kindervatter dalam Iriantara (2007:173) menyatakan bahwa pengembangan masyarakat memiliki
komponen-komponen sebagai berikut :
a. Berorientasi pada kebutuhan baik material maupun non material
b. Memanfaatkan
kesejatian
(endogenous)
masyarakat setempat termasuk visi dan misinya
masa depan
c. Mandiri yang berarti mendasar pada kekuatan
dan sumber daya yang dimilikinya
d. Bersifat ekologis yang memanfaatkan sumber
daya secara rasional dan penuh kesadaran
e. Didasarkan pada transformasi structural yang berarti adanya perubahan dalam relasi sosial, kegiatan ekonomi dan struktur kekuasaan.
2.6. Pendekatan Pendekatan Program Pengembangan
Masyarakat
Menurut Suryadi (2009) menguraikan ada 3
pendekatan dalam community development. Tiga
pendekatan atau model itu adalah:
a. Locality development approach, beranggapan
bahwa perubahan komunitas bisa terjadi optimal
melalui partisipasi luas dari berbagai spectrum
masyarakat ditingkat local dalam menetapkan
tujuan dan aksi. Tujuan dari pendekatan locality
development adalah meningkatkan kapasitas komunitas dan membantu komunitas lebih mandiri
sehingga mampu menyelesaikan masalah.
b. Sosial planning approach, menggunakan proses teknis mengatasi masalah sosial (termasuk
kemiskinan, perumahan, kesehatan) yang ada
melalui perubahan yang ada melalui perubahan
yang terencana berdasarkan hasil penelitian dan
perencanaan yang rasional.
c. Social action approach, didasarkan pada anggapan kelompok populasi yang terbelakang perlu
diorganisir agar beraliansi dengan yang lainnya,
dengan tujuan mendorong terjadinya respon dari
komunitas yang lebih besar untuk meningkatkan
sumber daya atau perlakuan yang lebih adil dan
demokratis.
39
di Nias. Pada tahun itu Tango berhasil membantu memulihkan kurang lebih 572 anak dari keadaan gizi
buruk dan gizi kurang melalui dua program, yaitu
pemberian makanan tambahan dan balai pemulihan
gizi.
Program Adopsi Desa Banus Gea dipilih berdasarkan hasil evaluasi Tango Peduli Gizi 2010 , saat
itu ditemukan bahwa program pemberian makanan
tambah anak-anak dan pemulihan gizi anak Nias dan
ruteng (NTT) di nilai efektif untuk memperbaiki gizi
mereka. Akan tetapi kondisi yang telah pulih itu sulit di pertahankan ketika mereka kembali kerumah.
Program ini bekerja sama dengan Yayasan
Obor Berkat Indonesia (OBI) dari survei yang dilakukan Tango dan OBI, penyebab tingginya gizi
buruk di Nias antara lain faktor budaya, dimana
mereka tidak diperbolehkan untuk ber-KB, kondisi rumah yang tidak memenuhi standar kesehatan, faktor ekonomi keluarga yang rendah, dan faktor makanan yang tidak memenuhi gizi seimbang.
Selain itu faktor penyebab yang lainnya faktor ekonomi keluarga yang rendah berpengaruh
terhadap ketersediaan pangan yang dapat di komsumsi. Faktor sanitasi sekitar dan tempat tinggal yang buruk menyebabkan anak-anak mudah
terkena penyakit. Faktor kebiasaan yang tidak
mencerminkan hidup serta minimnya pengetahuan
pengetahuan mengolah sumber daya yang ada.
Pada tahun 2011 hingga 2012 program ini
dilanjutkan dengan titik berat pada program pemberdayaan keluarga yang bertujuan agar kondisi kesehatan
dan gizi anak terjaga dengan tersedianya pangan sumber gizi yang memadai, melalui program perbaikan
ekonomi, renovasi rumah serta pendampingan gizi.
Terdapat dua aktivitas besar yang akan dilakukan, yaitu Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dan
mendukung dana operasional Feeding Centre yang
dikelola oleh OBI. Pemberian Makanan Tambahan
adalah program pemberian gizi yang akan ditujukan
untuk anak-anak usia 5 - 12 tahun, setelah sebelumnya dilakukan survei data Antropometri (Berat Badan/BB; Tinggi Badan/ TB; Lingkar Lengan/ LILA ),
untuk memastikan kondisi gizi dan sebagai parameter
evaluasi ke depannya.
Melalui program ini, 500 anak Indonesia akan
mendapatkan tambahan gizi. Angka tersebut diluar
pasien yang mendapatkan perawatan intensif dari
Feeding Center. Untuk Kabupaten Nias, bantuan PMT
IV PEMBAHASAN
akan terbagi dalam tiga desa, yaitu Desa Sitolu Banua,
Desa Baledano, dan Desa Sisarahili. Untuk masing
Salah satu wujud kepedulian Tango terhadap masing desa di bagi kepada 100 anak yang membupeningkatan gizi anak-anak Indonesia dicetuskan tuhkan berdasarkan survei yang telah dilakukan termelalui program Tango Peduli Gizi pada tahun 2010 lebih dahulu. Sedangkan anak-anak yang terdeteksi
40
memiliki status gizi sangat buruk sehingga membutuhkan tindak lanjut, dapat langsung mendapatkan
perawatan intensif di fasilitas Feeding Center yang
terdapat di Kabupaten Nias. Dalam setahun, Feeding
Center tersebut dapat menampung sekitar 72 anak
yang mengalami gizi buruk hingga tingkat gizi sangat
buruk.
Pada program PMT ini, anak- anak akan
diberikan makanan bergizi 4 sehat 5 sempurna serta
wafer Tango sebagai pelengkap nutrisi. Feeding Center diperuntukkan bagi anak gizi buruk yang membutuhkan perawatan intesif dari staf medis.
Di Feeding Center, anak-anak harus menjalani rawat inap. Setiap hari perkembangan mereka
akan dipantau oleh dokter spesialis anak. Pemberian
makanan pun sangat diperhatikan. Jumlah kalori yang
diberikan akan disesuaikan dengan kondisi anak tersebut. Selain itu, orang tua si pasien pun mendapatkan
edukasi mengenai pentingnya kesehatan dan gizi bagi
anak-anak mereka termasuk didalamnya pemberian
gizi yang seimbang terhadap anak.
Program Adopsi Desa Banus Gea dilaksanakan
dengan beberapa jenis kegiatan, yakni:
a. Pemberian makanan tambahan untuk anak bergizi kurang selama 3 bulan
b. Home visit dan perawatan anak bergizi buruk
c. Rumah sehat tango yang meliputi perbaikan sanitasi dan ventilasi rumah untuk keluarga dengan
anak bergizi buruk,
d. Pendampingan penyuluhan gizi serta pola hidup
sehat (mencakup pengetahuan untuk mengolah
bahan makanan yang tesedia di sekitar untuk
menghasilkan makanan bergizi, cara mengolah
makanan yang baik dan benar dan pola prilaku
yang sehat) untuk ibu-ibu dan anak-anak
e. Pemberdayaan ekonomi dan pengadaan gizi
dengan memberikan bibit ternak (ayam) serta
sayuran sebagai sumber gizi desa serta tambahan
ekonomi
f. Perbaikan prasarana kesehatan (lima puskesmas
pembantu) pemberian alat kesehatan serta pendamping, penyuluhan dan pemberian motivasi
untuk tenaga ahli di wilayah tersebut.
Dalam melaksanakan program Tango peduli
gizi di Nias terdapat beberapa hambatan yaitu, tidak
mudahnya mendapatkan komitmen dari orang tua
untuk mengikuti program permberdayaan karena
hal tersebut di khususnya pada keluarga yang mau
berswadaya selama rangkaian program tersebut dijalankan. Dalam melaksankan program tersebut Tango menyiaapkan tim media dan pendamping yang selalu memantau serta mengevaluasi jalannya program
42
DAFTAR PUSTAKA
A.B. Susanto. CSR dalam Perspektif Ganda. Harian
Bisnis Indonesia. 2 September 2007
---------, Memberikan Gerakan Hijau. Majalah
Ozon. 5 Februari 2003.
Gibson CH. 1991. A Concept Analysis of Empowerment. J. Adv. Nurs.
Hulme PA. 1999. Family Empowerment: A nursing
intervention on with suggested outcomes for
families of children with a chronic health condition. J. Fam. Nurs.
Iriantara Yosal. 2007. Commuity Relations, Konsep
dan Aplikasinya. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Riset Komunikasi. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Moleong, Lexy, J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung. PT Remaja Rosda Karya.
Nenglita, December 2nd, 2011 http://mommiesdaily.
com/2011/12/02/cerita-tentang-gizi-di-nias
Nurhaeni dkk. Pemberdayaan Keluarga pada Anak
Balita Pneumoniadi Rumah sakit: persepsi
Perawat Anak dan Keluarga, Majalah Makara,
kesehatan, vol 15, no 2 Desember 2011
Paliadelis P, Cruickshank M. Wainohu. 2005. Implementing family-centered care: An exploratio of
the beliefs and practices of paediatric nurses.
Aust. J. Adv. Nurs.
Pawito. 2008. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta. LKIS.
R, & Stevens H. 2005. Implementing Family Centered
Care: An exploratio of the beliefs and practices
of paediatric nurses. Aust. J. Adv. Nurs.
Rodwell CM. 1996. An analysis of the concept of empowerment. J. Adv. Nurs.
Ruslan, Rosady. 2011. Metodologi Penelitian Public
Relations dan Komunikasi. Jakarta. Rajawali
pers.
Setyanti, Chistina Andika, Tango Peduli Gizi di Nias
Segera Tuntas http://female.kompas.com/
read/2012/01/26/13004152/Tango.Peduli.Gizi.
di.Nias.Segera.Tuntas
Severin Werner J, Tankard James W, JR. 2008. Teori
Komunikasi. Jakarta, Kencana.
Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan
Evaluasi Kinerja. Jakarta, Fak.Ekonomi Univ.
Ind.
Wibisono, Yusuf. 2007. Membedah Konsep & Aplikasi CSR. Gresik. Fasco Publishing.
Wijanarko, Himawan. Reputasi. Majalah Trust 4-10
Juli 2005.
bulanan vol 1. No 1, 2007, Jakarta)
http://www.ot.co.id/news.aspx?news_id=10
http://www.wafertango.com/peduligizi
43
Abstraksi
Dalam menentukkan sumber,pengiklan selalu mencari siapa yang yang akan menarik perhatian target
khalayaknya apakah seorang penyanyi, bintang film, atlet atau seorang model. Mereka mencari seorang yang
mampu menyampaikan pesan iklan kepada khalayak. Penelitian ini menggunakan teori modeling Bandura,
teori endorser, dan teori brand image untuk membantu peneliti untuk mengamati pengaruh endorser ter-hadap
terciptanya sebuah citra merek, dan memfokuskan sudut pandang penelitian terhadap variabel-variabel yang
ditetapkan. Populasi yang diteliti adalah 279 orang mahasiswa/i Advertising salemba 45 semester dua dan empat. Alasan memilih populasi ini karena mahasiswa/i semester ini adalah bagian dari masyarakat yang sedang
menuju dewasa dengan menyerap segala informasi yang mereka terima, kemudian mereka dapat menyaring
kembali informasi-informasi yang didapat. Kemudian para mahasiswa/i ini sesuai dengan target penelitian,
BSI memposisikan produknya di kisaran umur 18 24 tahun dan erat hubungannya dengan orang muda yang
aktif (memiliki banyak kegiatan). Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Endorser (variabel X) terhadap
pembentukkan citra (variabel Y) BSI Versi Mirip Obama dalam iklan televisi di kalangan mahasiswa/I
D3 Advertising semester dua dan empat BSI Salemba 45 digunakan analisis korelasi Pearson yaitu korelasi
Pearsons Product Moment. Hasil dari penelitian ini menghasilkan nilai korelasi sebesar 0,718 dan koefisien
penentu sebesar 51,5 %. Dapat diartikan bahwa terdapat pengaruh endorser mirip Obama terhadap pembentukkan brand image BSI bernilai 0,718 yaitu memiliki tingkat hubungan yang positif kuat dengan presentase
hubungan sebesar 51,5 %.
Kata Kunci : periklanan, endorser, brand Image
44
I. PENDAHULUAN
Persaingan antar merk dalam dunia periklanan semakin ketat, setiap biro iklan berlomba-lomba
menciptakan sebuah iklan yang mampu menarik
perhatian khalayak. Dalam melakukan persuasi ada
empat faktor penting yang diambil dari formula Laswell yaitu source, message, channel, dan receiver.
Dalam menentukan source pengiklan selalu mencari siapa yang akan menarik perhatian target khalayaknya apakah seorang penyanyi, bintang film, atlet atau seorang model. Mereka mencari seorang yang
mampu menyampaikan pesan iklan kepada khalayak.
Ditengah kompetisi perguruan tinggi, kini waktunya
bagi Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi
Swasta untuk dapat menarik hati bagi para lulusan
SMA/SMK. Program-program yang ditawarkan harus dibuktikan lewat karya nyata sehingga perguruan
tinggi harus mampu melakukan terobosan-terobosan
baru sehingga keberadaannya tidak makin terpuruk.
Perguruan tinggi tidak hanya dapat merekrut calon
mahasiswa, tetapi harus dapat memikirkan bagaimana
cara menyiapkan calon sarjana baru dengan lapangan
kerja yang ada. Jangan sampai perguruan tinggi hanya dapat mencetak sarjana baru, tetapi mereka tidak
dapat disalurkan. Tenaga mereka tidak dapat dibutuhkan di masyarakat karena terlampau banyak keluaran
sarjana baru yang tidak dapat dimanfaatkan. Hal ini
akan berdampak secara luas terhadap masalah sosial.
Kenyataan ini sama halnya membodohi masyarakat
dan akan menambah jumlah barisan penganggur intelek.
Kehadiran perguruan tinggi diketahui sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, pusat
penelitian, dan pengabdian terhadap masyarakat. Sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, harus
melakukan penelitian (research) dan pengembangan
(development) atau sering dikenal dengan singkatan
R & D. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan
yang semakin pesat, perguruan tinggi dituntut untuk
menjadi pusat pengkajian, perkembangan, maupun
sumber ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, perguruan
tinggi tidak hanya dijadikan sebagai penggagas ilmu
pengetahuan, tetapi harus dijadikan knowledge museum yang dapat dijadikan sebagai acuan referensi
penelitian.
Tayangan Iklan (TVC) BSI dengan menggunakan Endorser Mirip Obama adalah salah satu cara untuk membentuk citra produk dalam benak masyarakat.
Endorser dapat dipakai sebagai pendukung agar membantu khalayak mengingat brand tertentu, dengan celebrity endorser pesan komunikasi yang ingin disampaikan menjadi lebih mudah ditangkap oleh khalayak.
dan mungkin unik mengenai merk. Para bintang televisi, aktor film, para atlet terkenal dan pribadi-pribadi
yang telah mati digunakan secara luas di dalam iklan
majalah, iklan radio dan iklan televisi untuk mendukung citra produk. Dalam prosesnya brand image
dibentuk dari asosiasi merk dan sikap positif, kekuatan serta keunikan merk.
Masalah yang terjadi adalah endorser yang
digunakan untuk iklan TVC BSI ini belum cukup
terkenal di masyarakat. Yang harus diperhatikan dalam memilih artis pendukung iklan yaitu, kesesuaian
tokoh dengan karakter merk. Hal ini dilakukan agar
calon konsumen mampu dengan mudah mengerti
karakter merk yang sedang dilihatnya. Tokoh yang
diangkat sebaiknya memiliki karakter yang sesuai
dengan segmen pasar yang diincar pihak pengiklan.
Endorser mirip Obama setidaknya mencerminkan
karakter Obama yang sesungguhnya sebagai kaum
intelektual yang sukses di masa muda, profesional
dan pantang menyerah.
Dalam rangka memperkuat validitas penelitian
ini, penulis melakukan survei terhadap mahasiswa/i
jurusan perilanan BSI Kampus Salemba semester
2 dan 4. Hal-hal yang melatar belakangi pemilihan
populasi ini dikarenakan mahasiswa periklanan BSI
Salemba semester 2 dan 4 berumur 18 24 tahun,
tingkat ekonomi C B - A dan mengerti tentang dunia periklanan. Setelah mengamati iklan televisi yang
bersangkutan, maka faktor-faktor tersebut diharapkan
sesuai dengan penelitian yang dilakukan.
Masalah yang menarik perhatian peneliti adalah endorser artis mirip Obama digunakan saat pemberitaan heboh dengan terpilihnya Obama sang anak
Menteng menjadi orang nomor satu di Amerika, yang
berencana melakukan kunjungan kenegaraan untuk
pertama kalinya ke Indonesia.
II. KAJIAN LITERATUR
2.1. Komunikasi
Menurut Everett M. Rogers dalam Mulyana
(2001:62) komunikasi adalah proses dimana suatu
ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau
lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku
mereka.
Periklanan erat hubungannya dengan komunikasi massa, pesan yang dimuat melalui media akan memberikan efek kepada khalayak
yang banyak. Mcluhan (2008;142) mengatakan
bahwa kita sebenarnya hidup dalam suatu desa
global, pernyataan ini mengacu pada kemungkinan jutaan orang di seluruh dunia untuk dapat
46
berhubungan dengan hampir setiap sudut dunia. Komunikasi massa itu sendiri mengandung pengertian di
mana suatu organisasi media memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik yang luas dan pada
sisi lain merupakan sisi di mana pesan tersebut dicari,
digunakan dan dikonsumsi oleh audience (Sendjaja,
2002:21). Iklan yang dimuat pada televisi memiliki
kekuatan massa dalam memberikan pesan luas terhadap khalayak. Ketika sebuah pesan iklan disebarkan
melalui media, maka pengiklan bisa melihat seberapa
besar promosi yang dilakukan oleh biro iklan.
2.2. Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah suatu proses di
mana para komunikator menggunakan media untuk
menyebarkan berbagai pesan secara luas, dan secara
terus-menerus menciptakan makna-makna yang diharapkan dapat mempengaruhi khalayaknya yang
besar dan berbeda-beda dengan melalui berbagai
cara (DeFleur dan McQuail, 1985:7). Wright (1991)
berpendapat komunikasi massa merupakan bentuk
komunikasi yang memiliki ciri-ciri pesan yang beragam, khalayak yang heterogen, jangkauan yang luas
dan dampak yang kuat.
Komunikasi massa memiliki andil dalam
mempengaruhi pikiran khalayak. Media massa
memilki efek yang berbahaya sekaligus menular bagi
masyarakat, mampu mempengaruhi pola pikir audiencenya. Rata-rata orang yang terpengaruh media
dikarenakan ia mengalami keputusan dengan institusi
sosial yang sebelumnya justru melindungi dari efek
negatif media (Sutaryo, 2005:9 Mei 2012)
a. Ciri-ciri Komunikasi Massa
Ciri-ciri komunikasi massa menurut Elizabeth Noelle Neumann (dalam Jalaluddin Rakhmat,
1994) adalah sebagai berikut:
1. Bersifat tidak langsung, artinya harus melalui
media teknis.
2. Bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi
antara peserta-peserta komunikasi.
3. Bersifat terbuka, artinya ditujukan pada publik
yang tidak terbatas dan anonim.
4. Mempunyai publik yang secara tersebar.
Pesan-pesan media tidak dapat dilakukan secara langsung artinya jika kita berkomunikasi melalui
surat kabar, maka komunike kita tadi harus diformat
sebagai berita atau artikel, kemudian dicetak, didistribusikan, baru kemudian sampai ke audien. Antara
kita dan audien tidak bisa berkomunikasi secara langsung, sebagaimana dalam komunikasi tatap muka.
Istilah yang sering digunakan adalah interposed.
3. Konsumen yang merasa puas, endorser tipe ini cocok digunakan ketika diantisipasi akan ada identifikasi audiens yang kuat akan peran mereka dan
menumbuhkan kepercayaan akan produk.
Terkait dengan konteks penelitian ini, maka
perlu memahami endorser tipe selebiritis. McCracken (1989) mengemukakan Meaning Transfer Model
yang merupakan penggambaran proses pada tipe selebritis. Premis utama model ini yaitu selebriti memiliki simbol-simbol tertentu yang dapat ditransfer ke
produk/merk yang diendorse. Model ini terdiri dari
tiga tahap yakni culture, endorsement, dan consumtion.
Tahap I culture, selebriti berbeda dengan endorser biasa yang non-selebriti. Walaupun endorser
biasa dapat memberikan informasi demografis seperti
jenis kelamin, usia dan status ; namun penggambarannya relatif samar-samar dan tidak jelas. Berbeda
dengan selebriti yang menyampaikannya dengan
lebih bermakna, dengan karakteristik dan gaya setiap
selebriti memiliki makna tertentu karena mereka telah
membentuknya melalui setiap penampilan mereka sebagai public figure.
Tahap II, endorsement. Pemilihan selebriti
tertentu didasarkan pada makna-makna yang mereka
simbolkan dan pada perencanaan pemasaran yang cermat. Pemasar harus menentukan simbol-simbol yang
sesuai degan produk mereka, kemudian menentukan
selebriti yang sesuai dengan simbol-simbol tersebut. Setelah selebriti dipilih, iklan yang dibuat harus
mengidentifikasi dan menyampaikan makna / simbol
dari produk, memuat makna-makna yang ingin dicapai dari selebriti sebagai endorser. McCracken (1989)
menyatakan bahwa terkadang iklan memiliki makna
tertentu bagi selebriti yang menjadi endorser, dan
bahkan dapat membantu mengubah image mereka di
mata publik. Namun demikian, pada dasarnya iklan
tidak dibuat untuk mengubah yang mereka simbolkan, melainkan untuk mentransfernya. Pada akhirnya,
iklan harus dibuat sedemikian rupa untuk mengesankan terdapatnya kesamaan antara selebriti dengan
produk, sehingga akan menarik konsumen memasuki
tahap akhir dari model ini.
Tahap III, consumtion. Tahap terakhir ini yang
paling kompleks dan bahkan sulit tercapai. Tidaklah
mudah bagi konsumen memiliki suatu objek untuk
memiliki makna objek tersebut. Dalam hal ini, tidak
terdapat transfer maupun perubahan makna dengan
sendirinya. Kebiasaan sangat penting dalam proses
ini (Belch dan Belch, 1995:195).
Menurut konstruk ini, selebriti menjadi contoh dan figur yang inspiratif bagi konsumen. Model ini menjelaskan bagaimana
proses selebriti endorsemen terjadi sebagai proses pemindahan makna tertentu yang digambarkan dalam
tiga tahap : bagaimana makna / simbol tertentu dimiliki oleh selebriti, bagaimana simbol tersebut berpindah dari selebriti ke produk dan bagaimana simbol
tersebut berpindah dari produk ke konsumen. Oleh
karena itu, selebriti merupakan kunci dalam model
ini.
Tabel IV.2
Hasil Perhitungan Uji Validitas Variabel Y
(Brand Image BSI di Kalangan Mahasiswa/i periklanan BSI Salemba
a. Uji Validitas
Validitas adalah ketepatan atau kecermatan
suatu instrument dalam mengukur apa yang ingin diukur. Dalam pengujian instrument pengumpulan data,
validitas bisa dibedakan menjadi validitas faktor dan
validitas item. Validitas faktor diukur bila item yang
disusun menggunakan lebih dari satu faktor (antara
faktor satu dengan yang lain ada kesamaan). Pengukuran validitas faktor dengan cara menkorelasikan
antara skor faktor (penjumlahan item dalam satu faktor dengan skor total faktor (total keseluruhan faktor),
sedangkan pengukuran validitas item dengan cara Dari hasil uji coba pada tabel kedua variabel, dikemengorelasikan antara skor item dengan skor total tahui bahwa koefisien korelasi semua butir memiliki
item.
skor di atas 0,229, sehingga semua butir yang terdapat
pada variabel X maupun variabel Y dinyatakan valid.
Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:
b. Uji Reliabilitas
1. Jika r hitung r table (uji 2 sisi dengan sig. 0,05)
maka instrument atau item-item pertanyaan ber-
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui
korelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan konsistensi alat ukur, apakah alat pengukur yang divalid).
gunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika
2. Jika r hitung < r table (uji 2 sisi dengan sig. 0,05) pengukuran tersebut diulang. Ada beberapa metode
maka instrument atau item-item pertanyaan tidak pengujian reliabilitas di antaranya metode tes ulang,
berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyata- formula belah dua dari Spearman-Brown, Formula
kan tidak valid) (Priyanto, 2008 : 23).
Rulon, formula Flanagan, Cronbachs Alpha, metode
formula KR-20, KR-21, dan metode Anova Hoyt. DaTabel IV.1
lam program SPSS dibahas untuk uji yang sering diHasil Perhitungan Uji Validitas Variabel X
gunakan penelitian mahasiswa adalah dengan meng(Endorsemen Mirip Obama pada TVC BSI)
gunakan metode alpha cronbach. Metode alpha sangat
cocok digunakan pada skor berbentuk skala (misal
1-4, 1-5) atau skor rentangan (misal 0-20, 0-50).
Uji Siginifikansi dilakukan pada taraf signifikansi 0,05, artinya instrument dapat dikatakan reliable bila nilai alpha lebih besar dari r kritis product
moment. Atau kita bisa menggunakan batasan tertentu seperti 0,6. Menurut Sekaran (1992) (dalam Priyanto, 2008 : 26), reliabilitas kurang dari 0,6 adalah
kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima dan di atas
0,8 adalah baik.
Hasil dalam uji reliabilitas pada variabel X
(Endorsement mirip Obama pada TVC BSI) adalah :
Tabel IV.3
Hasil Perhitungan Uji Reliabilitas Variabel X
Reliability Statistics
50
Penelitian dilakukan kepada mahasiswa/i periklanan BSI Salemba semester dua dan emapat yang
respondennya sesuai dengan target konsumen dari
BSI. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa keberadaan BSI mempengaruhi kehidupan se1. Nilai t-hitung
hari-hari para remaja. Karena program jurusan yang
Nilai t-hitung berdasarkan hasil output table di bawah terdapat dalam perguruan tinggi BSI dapat membantu
ini adalah :
remaja untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam
menghadapi dunia kerja.
Tabel IV.8
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat
Nilai t-hitung
pengaruh penggunaan endorser aktor mirip Obama
terhadap pembentukan brand image BSI, mengetahui
hubungan, sifat hubungan dan seberapa besar pengaruh penggunaan endorser aktor mirip Obama terhadap
brand image BSI. Guna mengetahui ada atau tidaknya
Sumber: Hasil pengolahan dengan SPSS 17.0
pengaruh antara penggunaan endorser terhadap pembentukan brand image BSI digunakan teknik korelasi
Hasil tabel di atas menunjukkan nilai signifikansi un- product moment atau Pearsons Product Moment Cortuk variabel Endorser Mirip Obama sebesar 0,000 di relation, maka didapat hasil koefisien korelasi sebesar
mana nilai ini lebih kecil dari nilai signifikansi 0,01 0,718.Hal ini berarti terdapat pengaruh antara minat
(0,000 > 0,010) sehingga dapat diartikan bahwa ter- endorser mirip Obama terhadap pembentukan brand
dapat pengaruh yang signifikan dari variabel Endors- image BSI dan memiliki tingkat hubungan yang kuat.
er Mirip Obama terhadap pembentukkan citra merk Hal ini dikarenakan:
BSI.
1.
Adanya hubungan yang kuat antara pengguLangkah-langkah uji hipotesis yang juga dapat men- naan endorser aktor mirip Obama dengan pembendukung pernyataan di atas adalah :
tukkan brand image BSI. Hal ini terlihat data primer
1. Mencari nilai t hitung
yang diambil dari responden mahasiswa/I AdvertisNilai t hitung variabel Endorser Mirip Obama adalah ing BSI Salemba 45, diindikasikan bahwa aktor mirip
8,752 (pada tabel 4.8 Coefficients, kolom t, baris En- Obama dikenal dan memiliki reputasi yang baik di
dorser)
mata responden. Hal ini cukup berpengaruh untuk
2. Mencari t-tabel
meningkatkan brand image BSI.
= 0,1 / 2 = 0,05
2.
Hubungan endorser aktor mirip Obama den
df = 74 2 = 72
gan brand Image BSI besifat positif dengan tingka
t-tabel = 1,666
tan kuat. Berdasarkan data yang terkumpul, dimensi
3. Pengambilan keputusan
endorser memiliki score yang tinggi. Sementara itu
Setelah diketahui nilai dari t-hitung dan nilai dimensi brand image BSI memiliki score yang kuat
dari t-tabel maka dapat diambil keputusan bahwa:
untuk menciptakan hubungan efektif antara variabel x
dan variabel y dalam pembentukkan citra merk yang
Ho ditolak apabila nilai t-hitung > t-tabel
maksimal.
3.
Pengaruh penggunaan endorser aktor mirip
Ho = Tidak adanya pengaruh signifikan antara peng- Obama terhadap brand image BSI sebesar 51,5 %.
gunaan endorser aktor Mirip Obama terhadap brand Hal ini dipengaruhi oleh gencarnya pihak BSI dalam
image BSI. (Ho = Rxy = 0).
memasarkan progam jurusan peminatannya. Terbukti
Ha = Adanya pengaruh signifikan antara penggunaan dari tidak adanya keraguan responden mengenai brand
endorser aktor mirip Obama terhadap brand image association antara endorser aktor mirip Obama dengan
BSI. (Ha = Rxy > 0)
BSI. Selain itu, data primer mengindikasikan tidak
Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh adanya keraguan dalam benak responden mengenai
t-hitung lebih besar daripada t-tabel (8,752 > 1,666) mengenai diferensiasi merk, pengalaman responsehingga demikian Ho ditolak sedangkan pernyataan den, motivasi konsumsi dan pemenuhan kebutuhan.
52
V. PENUTUP
Dalammenghadapi persaingan di antara para
perguruan tinggi. Maka Bina Sarana Informatika terus berupaya untuk selalu mempertahankan posisinya
sebagai perguruan tinggi swasta yang murah di pasar
Indonesia. Upaya yang dilakukan adalah dengan
melaksanakan strategi pemasaran endorsemen guna
meningkatkan brand image BSI dibenak masyarakat.
Dari penelitian yang dilakukan dari bulan
Februari - Maret 2012 ini, dapat disimpulkan bahwa
:
a. Adanya hubungan yang kuat antara penggunaan
endorser aktor mirip Obama dengan pembentukkan brand image BSI. Hal ini terlihat data primer
yang diambil dari responden mahasiswa/I Advertising BSI Salemba 45, diindikasikan bahwa aktor
mirip Obama dikenal dan memiliki reputasi yang
baik di mata responden. Hal ini cukup berpengaruh
untuk meningkatkan brand image BSI.
b. Hubungan endorser aktor mirip Obama dengan
brand Image BSI besifat positif dengan tingkatan
kuat. Berdasarkan data yang terkumpul, dimensi
endorser memiliki score yang tinggi. Sementara itu
dimensi brand image BSI memiliki skor yang kuat
untuk menciptakan hubungan efektif antara variabel x dan variabel y dalam pembentukkan citra
merk yang maksimal.
Pengaruh penggunaan endorser aktor mirip Obama
terhadap brand image BSI sebesar 51,5 %. Hal ini
dipengaruhi oleh gencarnya pihak BSI dalam memasarkan progam jurusan peminatannya. Terbukti
dari tidak adanya keraguan responden mengenai
brand association antara endorser aktor mirip Obama
dengan BSI. Selain itu, data primer mengindikasikan
tidak adanya keraguan dalam benak responden mengenai diferensiasi merk, pengalaman responden, motivasi konsumsi dan pemenuhan kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal. 2009. http : //www.indianjournalofmarketing.Com / archives / 2009 / dec2009 . htm
(9 Mei 2012)
Belch, George E. and Michael E. Belch. 2002. Advertising and Promotion. NY. Mcgraw Hill,
DeFleur and Denis McQuail. 1985. Understanding
Mass Communication. London. Sage Publication
Elric,
Qiqii.
2012.
http://www.scribd.com/
doc/54493601/kom-massa (9 Mei 2012)
http://bsi.ac.id (9 Mei 2012)
53
Abstraksi
Tulisan ini bertujuan memberikan pemahaman tentang teori dan perspektif dalam ranah penelitian
Ilmu Komunikasi. Teori adalah buku panduan untuk menjelaskan, menafsirkan dan memahami kerumitan
hubungan antar manusia. Dengan teori, kita dibantu untuk menjelaskan apa yang sedang kita amati yang memungkinkan kita untuk memahami hubungan-hubungan dan menafsirkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Dalam mencermati fungsi teori semacam ini akan lebih baik apabila kita lebih menekankan pada aspek kebermanfaatan teori, bukan kebenaran teori. Perspektif baik dari model Paradigma mempunyai implilkasi yang
berbeda dalam melihat realitas, melihat hubungan realitas teori dengan perspektif atau hubungan antara peneliti dengan realitas yang diteliti, nilai-nilai peneliti, dan metodologi. Artinya, bagaimana seorang ilmuwan
atau peneliti memberi definisi terhadap suatu realitas atau fenomena, serta teori untuk menjelaskan fenomena
atau realitas yang ditelitinya tersebut akan sangat ditentukan oleh pilihan perspektifnya, apakah yang condong
ke arah objektif ataukah lebih condong ke arah subjektif.
Kata kunci: komunikasi, teori, perspektif, penelitian
I. PENDAHULUAN
Ilmuwan komunikasi itu memiliki pandangan
yang divergen tentang apa itu komunikasi, sesuai dengan bidang mereka masing-masing, sehingga menjadi
sangat sulit kemudian untuk melakukan pemetaan
wilayah kajian teori komunikasi karena bisa saja para
ilmuwan ini tidak setuju pada pada suatu teori karena
tidak sesuai dengan pengalaman mereka. Dalam memahami ilmu komunikasi kita membutuhkan teropong (perspektif) yang dapat menuntun kita pada
pengertian/pengetahuan tentang konseptualisasi teori
dan perspektif dalam ilmu komunikasi.
Tulisan ini bertujuan memberikan pemahaman
tentang teori dan perspektif dalam ranah penelitian
54
dengan tujuan menjelaskan dan memprediksikan gejala itu (Kerlinger dalam Miller 2005:14).
Batasan teori, ungkap Kerlinger, mengandung tiga hal, pertama, sebuah teori adalah seperangkat proposisi yang terdiri atas konstruk-konstruk
yang terdefinisikan dan saling terhubung. Kedua,
teori menyusun antarhubungan seperangkat variable
(konstruk) dan dengan demikian merupakan suatu
pandangan sistematis mengenai fenomena-fenomena
yang dideskrispsikan oleh variable-variable itu. Ketiga, teori itu menjelaskan fenomena.
Dalam pengertian luas, teori adalah serangkaian konsep-konsep, penjelasan-penjelasan dan
prinsip-prinsip yang teratur dari beberapa aspek
pengalaman manusia. (Littlejohn dan Foss, 2008:
14). Dalam pengertian semacam ini, Littlejohn dan
Foss juga menegaskan, bahwa teori adalah abstraksi dan konstruksi. Teori dikatakan sebagai abstraksi
karena teori mereduksi pengalaman ke dalam serangkaian kategori-kategori tertentu dan meninggalkan
kategori-kategori yang lain. Kategori ini bisa berupa
pola, hubungan atau variabel. Tidak ada sebuah teori
yang mampu mengungkap seluruh kebenaran dari
subjek yang diteliti. Teori dikatakan sebagai konstruksi, karena teori merupakan hasil kreasi manusia
untuk menjelaskan sesuatu yang terjadi di dunia ini.
Dalam upayanya untuk menjelaskan sesuatu tersebut
manusia menggunakan kategori-kategori konseptual
yang sudah dimilikinya. Manusia dihadapkan pada
pilihan-pilihan tertentu terhadap serangkaian kategori
konseptual yang sudah dimilikinya.
Teori membantu kita memahami atau menjelaskan fenomena yang kita amati dalam dunia sosial. Teori adalah jaring untuk menagkap dunia atau
cara kita mengartikan kehidupan sosial. Jadi, sebuah
teori harus merupakan abstraksi/pemikiran dari dunia
sosial. Sebuah teori bukan dengan sendirinya perilaku
komunikatif tetapi serangkaian pemikiran abstrak
yang membantu kita memahami perilaku tersebut.
Abstraksi bisa dalam beragam bentuk dan bisa disatukan salam berbagai cara, tetapi harus ditekankan bahwa teori berada pada level abstrak atau lebih tinggi
dari pengamatan aktual; teori memiliki tujuan menjelaskan dan menyistematisasi penemuan pada level
yang lebih rendah. Untuk memberikan pemahaman
pengamatan pada abstraksi, teori harus bisa melihat
sesuatu dibalik fenomena dalam dunia sosial.
Abraham Kaplan dan Stanley Deetz (dalam Littlejohn dan Foss, 2008:15) mengemukakan
bahwa pembentukan sebuah teori tidak hanya sekedar menemukan sebuah fakta tersembunyi, tetapi
ia sekaligus merupakan sebuah cara untuk melihat, mengatur dan menyajikan fakta itu sendiri.
Sejalan dengan itu, menurut Deetz, sebuah teori adalah sebuah cara untuk melihat dan memikirkan dunia
ini. Teori adalah sebuah lensa (teropong) untuk melihat dunia, bukan sebuah cermin. Artinya, semua
orang boleh menggunakan teropong masing-masing
untuk menjelaskan fenomena tertentu. Semua pihak
bisa mengkonstruksi teori masing-masing sesuai kepentingan masing-masing dengan segala implikasi
pada klaim kebenaran masing-masing.
Pandangan lain tentang teori dikemukakan
oleh Judee Burgoon (dalam Griffin, 2012: 2), teori
adalah a set of systematic, informed hunches about
the way things work (teori adalah serangkaian dugaan sistematis dan diinformasikan mengenai cara segala sesuatu bekerja). Maksudnya, sebelum berteori,
seorang ilmuwan mungkin melakukan serangkaian
tindakan seperti membaca buku atau artikel, mendengarkan orang berbicara, mengkonsumsi media,
melakukan pengamatan atau percobaan. Pengetahuan
yang didapatkan dari kegiatan tersebut akan mengenalkannya pada serangkaian konsep-konsep atau simbol-simbol tertentu dan melahirkan dugaan-dugaan
tertentu atas kaitan antara konsep atau simbol yang
satu dengan konsep atau simbol yang lain. Dengan
melihat rangkaian konsep atau simbol inilah seorang
ilmuwan bisa menjelaskan bagaimana segala sesuatu
bekerja atau suatu peristiwa terjadi.
Mendengar kata teori kita bisa mempunyai banyak bayangan. Karl Popper, seorang filosof
pembentuk pandangan abad 20 tentang pengetahuan,
mengatakan bahwa teori adalah jaring untuk menangkap apa yang kita sebut dunia (Popper, dalam
Miller. 2005:18). Ada juga yang menganalogkan dengan lensa (teropong) seperti Deetz. Mungkin ada juga
yang menganalogkan teori dengan peta (map) seperti
Em Griffin (2012: 5-6). Analogi-analogi semacam ini
sekaligus menunjukkan fungsi sebuah teori.
Teori adalah jaring-jaring untuk menangkap
dunia (theories are nets cast to catch what we call
the world). Terma jaring-jaring bersinonim dengan konsep . Artinya dunia tempat dimana kita
hidup dan tinggal dapat kita tangkap eksistensinya
apabila kita punya jaring (konsep) tertentu sebagai
pengetahuan dalam benak kita (stock of knowledge).
Teori analog dengan lensa (teropong). Sebuah
lensa atau teropong mampu melihat sesuatu hanya
sebagian saja yang masuk dalam cakupan lubang
lensa tersebut. Obyek-obyek lain di luar teropong
tersebut tidak akan terlihat. Teori adalah lensa, bukan cermin. Analog cermin mengandaikan segala
sesuatu terproyeksikan secara kongkrit, jelas dan
apa adanya di depan mata. Teori analog dengan peta.
Teori berfungsi sebagai peta untuk memberikan
55
Dengan kata lain, pertanyaan tentang ontologi membicarakan sifat dan fenomena yang kita bicarakan
dalam keilmuwan kita- kata apa dalam pembentukan teori. Bagi penelitian dalam bidang sosial seperti komunikasi, ini mencakup pertimbangan sifat dunia sosial dan entitas yang mendiami dunia.
Burrell dan Morgan, dalam Miller (2005), menandai suatu posisi pada peta ontologi sebagai sikap
realis. Banyak ilmuan mengambil sikap realis mengenai dunia fisik-seperti, mereka yakni pada kebenaran
kekerasan batu, pohon, planet dan sebagainya-tetapi
pandangan dunia sosial lebih penting bagi para ahli
teori komunikasi. Menurut ahli realis sosial, dunia
sosial yang eksternal bagi persepsi manusia adalah
dunia nyata yang terbuat dari struktur yang keras,
nyata dan relatif tidak berubah. Seorang realis sosial
melihat keduanya, dunia fisik dan sosial, terdiri atas
struktur-struktur yang ada di sana dan yang tidak
bergantung pada persepsi individu.
Sisi lain dari spektrum ontologi adalah sikap nominalis, posisi nominalis terpusat pada anggapan bahwa
dunia sosial adalah eksternal pada persepsi individu
tersusun tidak lebih dari sekedar nama, konsep dan label yang digunakan untuk membuat struktur realitas.
Jadi bagi seorang nominalis, tidak ada dunia diluar
sana-hanya nama, label entitas yang dibuat oleh individu. Kompetensi komunikasi hanyalah label yang
mungkin diberikan individu pada pengalaman diri
atau orang lain dalam kehidupan sosial, ia tidak nyata
dan bukan merupakan hal objektif.
Posisi ketiga, konstruksionisme simbolis, sangat berpengaruh dalam penelitian sosial sejak tahun
1960-an. Sikap ini disebut posisi konstruksionis sosial
(Berger & Luckman, dalam Miller. 2005). Menurut
posisi ini, kenyataan sosial tidak dijelaskan sebagai
sepenuhnya objektif (posisi realis) atau sepenuhnya
subjetkif (posisi nominalis). Tetapi, kenyataan sosial dilihat sebagai pembentukan intersubjektif yang
diciptakan melalui interaksi komunikatif.
2.4. Epistimologi
Epistimologi adalah persoalan mengenai cara
kita mengetahui dunia di sekitar kita atau apa yang menyebabkan suatu klaim mengenainya benar (Newman,
2013: 106). Pertanyaan epistimologis menyangkut
persoalan apakah sifat hubungan yang terjalin antara
yang mengetahui atau calon yang mengetahui dengan
sesuatu yang dapat diketahui? Jawaban yang dapat
diberikan untuk pertanyaan ini dibatasi oleh jawaban yang telah diberikan untuk pertanyaan ontologis;
artinya, kini tidak dapat sembarang hubungan yang
dapat dipostulatkan (Guba & Lincoln, 2010: 133).
Senada dengan hal tersebut, dalam bukunya Communication Theories: Perspective, Processes and
Context Miller (2005: 28-29) mengemukakan, Posisi epistemologis yang mendominasi pemikiran ilmu
eksakta dan sosial selama abad 20 adalah posisi objektivis. Beberapa aspek dari epistemologi objektivis
sangat penting. Pertama, objektivis meyakini bahwa
kita dapat memahami dan menjelaskan dunia sosial
dan bahwa penjelasan tentang dunia sosial terakumulasi melalui upaya komunitas ilmuwan. Kedua,
objektivis yakin bahwa pengetahuan tentang dunia
sosial dapat diperoleh melalui pencarian kesamaan
dan hubungan sebab antarkomponen dari dunia sosial. Ketiga, objektivis yakin bahwa regularitas dan
hubungan sebab bisa ditemukan jika terdapat pemisahan antara penelitian dan subjek yang diteliti
(yaitu antara yang mengetahui dan yang diketahui).
Sumber: Katherine Miller, Communication Theories, Perspectives, Processes, and Contexts, Second Edition, 2005: 29.
58
Sumber: Katherine Miller, Communication Theories, Perspectives, Processes, and Contexts, Second Edition, 2005: 29.
2.6. Metodologis
Aspek metodologis menyangkut persoalan
apa saja yang ditempuh peneliti (calon yang akan
mengetahui) untuk menemukan apapun yang ia percaya dapat diketahui. Terkait dengan hal ini, Guba
dan Lincoln (2010: 133) menegaskan, jawaban yang
dapat diberikan terhadap pertanyaan ini dibatasi
oleh jawaban-jawaban yang telah diberikan untuk
dua pertanyaan di awal (ontologis dan epistimologis); artinya tidak sembarang metode yang sesuai.
60
. Secara umum dapat dipahami bahwa penelitian komunikasi dengan pendekatan objectivist berhubungan dengan pengujian hipotesis dan
data yang dikuantifikasikan melalui penggunaan
teknik-teknik pengukuran yang obyektif dan analisis statistik. Sedangkan penelitian komunikasi dengan pendekatan subjectivist memiliki keterkaitan
dengan analisis data visual dan data verbal yang
merupakan cerminan dari pengalaman sehari-hari.
Pendekatan objective pada pembentukan teori
(yaitu Dublin, Hage, dalam Miller, 2005) cenderung
menekankan teori lebih dahulu dari pengamatan.
Yaitu, teori abstrak dikembangkan lebih awal setelah pengamatan senstif awal, kemudian pengamatan empiris digunakan untuk menguji teori tersebut.
Misalnya, dalam memiirkan teor perkembangan
hubungan dan pembentukan pertemanan, para ahli
teori deduktif mungkin pertama merumuskan usulan
spesifik tentang kesamaan sikap dan perkembangan
hubungan dan kemudian menguji usulan ini dengan
data empiris. Arahnya adalah dari usulan awal pada
masalah spesifik yang nampak dalam penelitian. Sebaliknya pendekatan subjectivis pada pembentuan teori
(Glaser & Strauss, dalam Miller, 2005) menekanan
Sumber: John W. Cresswell, Research Design, Qualitative & Quantitative Approaches, 1994: 5
61
Terkait dengan hal di atas, Sharan Meriam
(dalam Creswell, 2010:99) menekankan bahwa penelitian subjectivist memang lebih berhubungan
dengan penyusunan teori daripada mengujinya. Namun bukan berarti bahwa peneliti memasuki proyek
penelitian dengan pikiran kosong. Tetapi untuk menekankan bahwa teori harus diijinkan dalam analisa
data. Teori-teori yang sudah ada dapat digunakan
untuk melahirkan teori baru dengan menghubungkan
apa yang secara teoritis kelihatan mungkin dengan
temuan-temuan di lapangan.
Suatu teori adalah seperangkat konstruk
(konsep), batasan, dan proposisi yang menyajikan suatau pandangan sistematis tentang fenomena
dengan memerinci hubungan-hubungan antarvariable, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksikan gejala itu (Kerlinger. 1992:14). Karl Popper mengatakan bahwa teori adalah jaring untuk
menangkap apa yang kita sebut dunia (Popper, dalam Miller. 2005:18). Artinya, jaring yang
Sumber: Egon G. Guba & Yvonna S. Lincoln, Paradigmatic Controversies, Contradictions, and Emerging
Confluences, 2010: 195.
62
Dalam beberapa literatur metodologi penelitian sosial (komunikasi) ditemukan beragam peta tentang
paradigma. Sotirios Sarantakos (Social Research) dan
W. Lawrence Neumann (Social Research Methods,
Qualitative and Quantitative Approaches, Third Edition) membagi paradigma ke dalam tiga jenis, yaitu
positivisme, interpretif dan kritikal
Sedangkan Norman K. Denzin & Yvonna S. Lincoln (penyunting The Sage Handbook of Qualitative Research, Third Edition) membagi paradigma ke dalam lima jenis,
Sumber: Em Griffin, A First Look At Communication Theory, Sixth Edition, 2012: 518
Sementara itu, Miller (2005) juga memberi- berimplikasi
pada
metode
kan kerangka kerja teori-teori komunikasi yang annya,
sebagaimana
dalam
penelititabel
07
63
Sumber : Miller, (2005). Communication Theories: Perspectives, Processes and Contexts.Boston: McGrawHill
64
Perspektif Miller memberikan gambaran
mengenai telaah tentang paradigma dalam teori komunikasi. Paradigma Paradigma ilmiah merupakan
keseluruhan sistem pemikiran yang terdiri dari asumsi-asumsi dasar, pertanyaan-pertanyaan penting untuk
dijawab atau teka-teki untuk dipecahkan, dan teknikteknik penelitian yang digunakan, serta contoh-contoh penelitian ilmiah yang baik.
Perspektif baik dari model Paradigma yang ditawarkan Miller maupun Griffin tersebut jelas mempunyai implilkasi yang berbeda dalam melihat realitas, melihat hubungan realitas teori dengan perspektif
atau hubungan antara peneliti dengan realitas yang
diteliti, nilai-nilai peneliti, dan metodologi. Artinya,
bagaimana seorang ilmuwan atau peneliti memberi
definisi terhadap suatu realitas atau fenomena, serta
teori untuk menjelaskan fenomena atau realitas yang
ditelitinya tersebut akan sangat ditentukan oleh pilihan perspektifnya, apakah yang condong ke arah objektif ataukah lebih condong ke arah subjektif.
Belmont,CA: Thomson-Wadsworth
Miller, Katherine. 2005. Communication Theories:
Perspectives. Processes and Contexts. Boston:
McGraw-Hill
Neuman, W. Lawrence. 2013. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approach
(3rd ed.). Boston: Allyn and Bacon
Sunarto. 2013. Dalam tulisannya yang berjudul: Berteori dalam Penelitian Komunikasi.
III. PENUTUP
Kajian tentang teori dan perspektif dalam penelitian komunikasi ini telah membuka sebuah ruang
baru bagi kita untuk mendiskusikan perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan yang ada dalam
teori-teori komunikasi tanpa memunculkan sekatsekat keilmuan yang bersifat multidisiplin.
Keberadaan cara pandang yang diberikan
Griffin maupun Miller kemudian diharapkan dapat
memicu pemikiran-pemikiran baru bagi kita yang
mempelajari ilmu komunikasi dalam melihat teori
komunikasi. Di samping itu perspektif ini juga akan
membangun kajian yang holistik terkait dengan metode penelitian komunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Creswell, John W. 2003. Research Design:
Qualitative, Quantitative and Mixed Methods
Approaches (2nd ed.). Thousand Oaks: Sage
Publications
Griffin, Em. 2006. A First Look At Communication
Theory (5th ed.). Boston: McGraw-Hill
Lincoln, Yvonna S dan Egon G. Guba. 2009. Paradigmatic Controversies, Contradictions, and
Emerging Confluences. Dalam Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln (eds.), Handbook of
Qualitative Research (2nd ed.).Thousand Oaks:
Sage Publications Inc.:
Littlejohn, Stephen W. and Karen A. Foss. 2008,
Theories of Human Communication (9th ed.).
65
Ana Ramadhayanti, memiliki latar belakang akademis bidang komunikasi yang diselesaikannya pada Universitas BSI Bandung tahun 2013. Saat ini masih menempuh kuliah Pasca Sarjana di Universitas BSI Jakarta
jurusan Magister Manajemen. Sampai saat ini aktif mengajar dan mengampuh mata kuliah Etika Profesi Penyiaran, Jurnalistik Penyiaran dan Pengantar Dunia Penyiaran pada Akom BSI Jakarta. Selain itu juga aktif
menjadi reporter pada portal berita BSI.
Damayanti, Dosen di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta dengan mengampu mata
kuliah Investigasi Report, Jurnalistik Cetak dan Produksi Media PR. Saat ini sedang melanjutkan kuliah Pascasarjana Jurusan Komunikasi Pembangunan Fakultas Ekologi Pembangunan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Sementara gelar strata satu diperoleh di Institut Ilmu sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta. Sebelumnya pernah menjadi wartawan di majalah ekonomi bulanan SWA, majalah ekonomi Info Bisnis, Tabloid Adil, Serta
pernah mengelola majalah internal di beberapa instansi pemerintah.
Irwanto, latar belakang akademik yakni, S-1 Jurnalistik Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta
dan tamat pasca sarjana untuk konsenrasi Media Politik di Universitas Mercu Buana Jakarta. Saat ini sebagai dosen Akom BSI Jakarta untuk mata kuliah Produksi Berita TV serta mengajar mata kuliah Komunikasi
Massa di kelas karyawan Universitas BSI Bandung jurusan Ilmu Komunikasi. Sebagai praktisi jurnalis, pernah menjadi wartawan di suratkabar sore Harian Terbit Jakarta. Lalu menjadi reporter diantaranya di majalah
otomotif MOBIL, Tabloid Hukum Kriminal yang dikelola oleh Divisi Humas Mabes Polri serta koordinator
liputan pada program informasi dan hiburan di Lativi Jakarta. Pernah juga tergabung dalam tim penulisan
Buku Putih Reformasi Polri. Saat ini aktif memimpin divisi berita BSI TV.
Supriyadi, lahir di Jakarta pada 21 Desember 1980. Selain sebagai pengajar pada matakuliah teknik editing
pada akademi komunikasi jurusan Penyiaran Bina Sarana Informatika, samapai saat ini masih aktif sebagai
penulis lepas majalah Bisnis Komputer SDA ASIA dan dipercaya menjadi HeadStation BSITV. Telah menyelesaikan studi S-2 di STMIK Nusa Mandiri Jakarta Fakultas Ilmu Komputer.
Siti Qonaah, lahir di Bandung 26 Maret 1973 adalah dosen di Bina Sarana Informatika sejak bulan Mei
2007. Pendidikan S1 yang ditempuh di Fakultas komunikasi Jurusan Public Relations di Institut Ilmu Sosial
dan Politik (IISIP) Jakarta selesai pada tahun 1997. Saat ini beliau sudah menyelesaikan pendidikan Strata dua
(S2) Magister Manajemen pada Universitas BSI Bandung pada tahun 2012. Sebelum aktif di dunia pendidikan beliau bekerja pada bidang penelitian, penyiaran dan perbankan.
Jusuf Fadilah, lahir di Jakarta, pada 9 Februari 1987. Memyelesaikan strata-1 (S1) di Sekolah Tinggi Ilmu
Komunikasi Profesi Indonesia (STIKOM PROSIA) jurusan Komunikasi dengan peminatan periklanan. pada
2011. Lalu menyelesaikan Strata-2 (S2) di Universitas Mercu Buana Jurusan Media Industri dan Bisnis pada
2014. Kini ia aktif sebagai Akademisi di Bina Sarana Informatika sebagai dosen teori dan juga instruktur labolatorium desain grafis di program studi Periklanan, selain itu juga ia mengajar kursus desain di COME dan
juga sebagai desainer freelance.
Halimatusadiah, sebagai dosen tetap pada Akom BSI Jakarta jurusan Kehumasan dan mengajar di fakultas
komunikasi pada beberapa perguruan tinggi di Jakarta. Lulus S1 dari UIN Syarif Hidayatullah Fakultas Dakwah dan Komunikasi jurusan Community Development. Lalu menyelesaikan S2 di Universitas Sahid Jakarta
konsentrasi Public Relation. Saat ini kandidat dokter ilmu komunikasi di Universitas Sahid dengan konsentrasi Komunikasi Korporasi
66
PEDOMAN PENULISAN
JURNAL ILMIAH JURNAL KOMUNIKASI
1.
Naskah adalah asli, belum pernah diterbitkan/dipublikasikan di media cetak lain dan ditulis dengan
ragam Bahasa Indonesia baku atau dalam Bahasa Inggris.
2.
Naskah yang dimuat meliputi studi pustaka, gagasan , kajian dan aplikasi teori, studi kepustakaan
dan hasil penelitian. Tulisan fokus pada ranah kajian ilmu komunikasi.
3. -Jika riset isi naskah terdiri dari, . (a)Judul (b)Nama Penulis; tanpa gelar (c) Jabatan Akademik
dan Institusi (d) Alamat (alamat e-mail) (e)Abstract (f) Abstraksi (g)Pendahuluan (h) Kajian Literatur
(i) Metode Penelitian (j) Pembahasan (k) Penutup (j)Daftar Pustaka (k)Daftar Riwayat Hidup Singkat
Penulis.
- Jika non riset, isinya: a)Judul (b)Nama Penulis; tanpa gelar (c) Jabatan Akademik dan Institusi (d)
Alamat (alamat e-mail) (e)Abstract (f) Abstraksi (g) Pendahuluan (h) Kajian Literatur (i) Pembahasan
(j) Penutup (k)Daftar Pustaka (l)Daftar Riwayat Hidup Singkat Penulis
4.
Naskah diketik dalam satu spasi dengan menggunakan times new roman, ukuran 12 pitch, dengan
jumlah kata minimal 3000 kata atau 8 - 11 halaman kertas A4 (sudah termasuk gambar, table, ilustrasi,
dan daftar pustaka), dengan batas pengetikan adalah batas kiri = 4 cm, batas kanan, batas atas = 3 cm, dan
batas bawah = 2,5 cm.
5. Judul terdiri dari 14 kata dalam tulisan bahasa Indonesia atau 10 kata dalam Bahasa Inggris. Abstrak
berisi tidak lebih dari 250 kata dan merupakan intisari seluruh tulisan yang meliputi: latar belakang, tujuan, metode, hasil dan kesimpulan serta ditulis dalam Bahasa Inggris cetak miring. Diketik satu
spasi. Di bawah abstrak disertakan 3-5 kata kunci (keyword).
6.
Daftar Pustaka berisi informasi tentang sumber pustaka yang dirujuk dalam tubuh tulisan. Format
perujukan pustaka mengikuti cara Hardvard (author-date style). Sistem Harvard menggunakan nama
penulis dan tahun publikasi dengan urutan pemunculan berdasarkan nama penulis secara alfabetis.
7.
Naskah diserahkan kepada redaksi jurnal komunikasi dikirim lewat e-mail ke jurnal.komunikasi@
bsi.ac.id
8. Isi tulisan bukan merupakan tanggung jawab redaksi. Redaksi berhak mengedit redaksional tanpa
mengubah arti.
9.
Redaksi berhak menolak naskah yang tidak memenuhi syarat dan akan dikembalikan.
67