Pulau Putri Barat merupakan sebuah pulau kecil yang terletak di utara Kepulauan
Seribu, DKI Jakarta. Pulau Putri Barat terletak antara 106.56 – 106.55 BT dan 5.59 - 5.59 LS.
Menurut Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil batasan pulau kecil yang dianut adalah pulau dengan luas lebih kecil atau
sama dengan 2000 km2 beserta kesatuan ekosistemnya. Pulau Putri Barat berbeda dengan
Pulau Putri dimana Pulau Putri ditujukan untuk pariwisata dengan resort yang modern
menawarkan pelayanan terbaik. Berbeda dengan Putri Barat, pulau ini tidak memiliki
penduduk tetap dengan fasilitas yang cukup hanya untuk penjagaan. Namun meskipun tidak
terdapat resort yang mewah keindahan alam di Pulau Putri Barat tidak kalah menarik dari
Pulau Putri dan lagi lingkungan yang terjaga dari aktivitas manusia merupakan kunci dari
masih lestarinya pulau ini. Pulau Putri Barat memiliki ekosistem meliputi ekosistem
mangrove, ekosistem lamun, dan ekosistem terumbu karang. Pantai pada Pulau Putri Barat
memiliki tipe substrat pasir yang masih terjaga kelestariannya dilihat dari minimnya sampah
yan berada pada pantai tersebut.
PULAU GENTENG BESAR
Pulau Kelapa Dua merupakan pulau pemukiman terkecil di wilayah Kepulauan Seribu.
Luasnya hanya 1,9 Ha dengan jumlah penduduk 337 jiwa. Letaknya juga tidak berjauhan
dengan Pulau Kelapa atau Pulau Kelapa Satu dan Pulau Harapan. Pulau Kelapa Dua
bentuknya menyerupai ikan. Pada bagian depannya lebar sehingga bisa ditinggali tetapi
mengerucut hingga pantai sebelah utara dan selatan hanya seluas dua tiga kali melangkah
Untuk menuju Pulau ini, kita dapat menggunakan perahu kecil dari Pulau Kelapa ataupun
dari Pulau Harapan.
Agak sedikit berbeda dengan pulau-pulau pemukiman lainnya, di pulau ini masih dapat
kita . jumpai rumah-rumah panggung khas masyarakat pesisir yang terbuat dari kayu. Konon
cerita ini berkata bahwa banyak penduduk Pulau Kelapa Dua ini yang berasal dari Bugis yang
memang merupakan pelaut pelaut ulung sehingga terdampar di Pulau Kelapa Dua hingga
beberapa generasi saat ini. Disini terdapat perusahaan pembesaran ikan berasal dari Jepang
yang cukup khas di Pulau kelapa Dua ini adalah Ikan Bawal Putih. Ikan Bawal Putih ini
sangat terkenal dan bahkan bisa mencapai 15 kilogram beratnya. Kondisi eksisting ini bisa
saja menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung yang datang ke pulau Kelapa Dua.
Perairan pulau Kelapa Dua yang tergolong kecil sebagaimana didefinisikan dalam UU
1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang menyebutkan
Pulau yang berukuran kurang atau sama dengan 2000 km2 beserta perairan di sekitarnya
tergolong pulau kecil dan menurut Triatmodjo (1999) bahwa suatu perairan yang mempunyai
luasan yang sempit akan dipengaruhi oleh kondisi hidro Oseanografi seperti pasang surut.
Pengaruh pasang surut tersebut akan menyebabkan perairan di Pulau Kelapa Dua mempunyai
dinamika yang terkait dengan intensitas pengaruh dari pasang surut maupun faktor hidro
oseanografi yang lain. Kondisi tersebut membutuhkan pengamatan data yang dapat
digunakan untuk melakukan peramalan tentang kondisi perairan di Pulau Kelapa Dua.
Penelitian ini dilakukan pada kondisi pasang dan surut, hal ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pasang surut terhadap faktor lain yang diukur seperti suhu, salinitas, kecerahan,
arus dan gelombang. Nilai elevasi pasang surut perairan Pulau Kelapa Dua memiliki nilai
elevasi muka air laut (MSL) sebesar 70 cm, muka air laut rendah terendah (LLWL) sebesar
30 cm, dan muka air laut tinggi tertinggi sebesar 110 cm. Tipe pasang surut perairan Pulau
Kelapa Dua adalah Tipe Pasang Surut tunggal dengan nilai bilangan Formhzal (F) sebesar 3,
80. Peramalan pasang surut dipengaruhi oleh lamanya pengamatan untuk mendapatkan hasil
yang optimal. Pasang surut dapat mempengaruhi persebaran suhu, salinitas dan kecerahan
serta parameter oseanografi lain seperti Arus dan Gelombang.
LAMUN
(c)
Gambar 5. (a) Lamun jenis Thalassia hemprichii di alam, (b) Thalassia hemprichii di sabak,
(c) Sketsa Thalassia hemprichii (Sumber : www.bioflux.com.r )
(a) (b)
(c)
Gambar 6. (a) Foto Cymodocea serrulata di alam,
(b) Cymodocea serrulata yang ditemukan di Pulau Genteng Kecil,
(c) Sketsa Cymodocea serrulata (Sumber: Short FT dan Coles RG 2001)
(a) (b)
(c)
Gambar 7. (a) Cymodocea rotundat di alam, (b) Cymodocea rotundata yang ditemukan di
Pulau Genteng Kecil (c) Sketsa Cymodocea rotundata (Sumber: Google)
Tabel 3. Morfometrik akar dan daun Cymodocea rotundata
Karakteristik Akar Karakteristik Daun
Panjang Panjang Panjang Lebar Jumlah
Pulau
Rhizome Akar Daun Daun Daun
(cm) (cm) (cm) (cm)
Genteng
6-13 2,5-11 0,4-6,7 0,3-0,9 3-5
Besar
Genteng
1,3-4,3 3-11 0,4-12,5 0,2-0,4 3-5
Kecil
Lamun spesies Cymodocea rotundata ini hanya ditemukan pada dua dari empat pulau
yang dijadikan lokasi pengamatan. Hal tersebut dapat disebabkan karena adanya
perbedaan dari parameter fisika dan kimia perairan. Kondisi lingkungan perairan di
ekosistem lamun mempengaruhi kehidupan yang ada didalamnya. Salah satu faktor yang
mempengaruhi yaitu sedimen. Kandungan nutrien dalam sedimen yang berperan dalam
pertumbuhan lamun dapat memiliki nilai yang berbeda akibat ada atau tidaknya pengaruh
antropogenik disekitar ekosistem tersebut. Perbedaan jenis substrat pada keempat pulau
juga mempengaruhi keberadaan suatu jenis lamun. Pulau Genteng Kecil dan Genteng
Besar memiliki tipe substrat pasir dengan pecahan karang yang menjadi habitat spesies
C.rotundata dengan tipe rhizome yang menjalar jauh ini dapat tumbuh.
Halophila ovalis
Kingdom : Plantae
Filum : Tracheophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Alismatales
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Halophila
Species : H. ovalis
Halophila ovalis adalah salah satu spesies lamun yang tersebar di perairan Indo-
Pasifik Barat (FishBase 2019). H. ovalis hidup di perairan tropis pada kedalaman 2-79 m
dan menjadi makanan bagi ikan herbivora, dugong, dan penyu. Suhu perairan yang sesuai
untuk H. ovalis yaitu 24.6 - 29°C. Populasi H. ovalis tergolong ke dalam populasi yang
stabil menurut Short et al. (2010). Ciri-ciri H. ovalis yaitu memiliki daun berbentuk bulat
telur, jumlah pembuluh daun melintang sepuluh atau lebih, dan permukaan daun tidak
berambut (Hutomo dan Nontji 2014).
Lamun H. ovalis (Gambar 7) dapat ditemukan di padang lamun Pulau Putri Barat,
Pulau Kelapa Dua, dan Pulau Genteng Kecil. Jenis substrat di ketiga lokasi adalah pasir.
Karakteristik morfologi dari H. ovalis di setiap lokasi berbeda-beda (Tabel 4). Sampel H.
ovalis di Pulau Kelapa Dua memiliki panjang rhizome, panjang daun, dan lebar daun
yang lebih besar dibandingkan dengan sampel H. ovalis yang diambil di Pulau Putri Barat
dan Genteng Kecil. Hal ini dapat disebabkan oleh kadar fosfat yang lebih tinggi di Pulau
Kelapa Dua (± 0.005 mg/L) dibandingkan dengan di Pulau Putri Barat (± 0.002 mg/L)
dan di Pulau Genteng Kecil (± 0.0001 – 0.0007 mg/L). Kebutuhan fosfor pada lamun
mencapai 7 mg/m2 per hari (Hemminga dan Duarte 2000), maka kadar fosfat yang tinggi
akan mendukung pertumbuhan lamun termasuk H. ovalis. Selain itu, kadar klorofil-a di
Pulau Kelapa Dua (± 0.3 mg/L) lebih rendah daripada di kedua pulau lainnya (± 0.6 – 0.8
mg/L). Kadar klorofil-a berbanding lurus dengan kelimpahan fitoplankton. Duarte (1995)
menyatakan bahwa fitoplankton dan lamun berkompetisi dalam pemanfaatan cahaya dan
penyerapan nutrien untuk fotosintesis.
(a) (b)
(c)
(c)
Gambar 9. (a) Halodule pinifolia di alam (Sumber : seagrasspotter.org),
(b) Lamun Halodule pinifolia di sabak,
(c) Sketsa Lamun Halodule pinifolia (serdaducemara.wordpress.com)
Halophila minor di Pulau Genteng Besar tumbuh pada substrat pasir pecahan
karang, dan berdampingan dengan Cymodocea rotundata, dan Cymodocea serulata.
Halophila minor merupakan jenis lamun pionir sehingga dapat tumbuh dengan baik pada
berbagai kondisi lingkungan perairan. Pulau Genteng Besar memiliki kondisi perairan yang
jernih serta tidak ada aktifitas manusia yang menyebabkan banyaknya limpasan nutrien serta
limbah yang dapat mengganggu stabilitas perairan, hal tersebut sangat mendukung beberapa
jenis lamun untuk tumbuh dengan baik, salah satunya Halophila minor. Kondisi lingkungan
perairan yang masih sangat baik menyebabkan Halophila minor ditemukan cukup banyak di
Pulau Genteng Besar, dengan panjang daun (0,4-1) cm dan lebar daun (0,4-0,8 cm).
(a) (b)
(a) (b)
(c)
Gambar 11. (a) Syringodium iseotifolium di alam (Sumber : seagrasspotter.org),
(b) Syringodium iseotifolium di sabak,
(c) Sketsa Syringodium iseotifolium (Azkab 1999)
Sistem perakaran yang dimiliki oleh Syringodium iseotifolium berupa akar serabut
dengan rambut-rambut kecil yang halus dan tipis seperti benang berwarna kecoklatan
yang berfungsi sebagai jangkar untuk melekatkan tubuhnya pada substrat berpasir agar
tidak mudah rusak terkena hempasan ombak. Rhizome seringkali terbenam di dalam
substrat yang dapat meluas secara ekstensif dan memiliki peran utama sebagai alat
reproduksi secara vegetatif (McKenzie 2008). Rhizoma Syringodium iseotifolium
memiliki arah tumbuh yang merebah dan sejajar dengan adanya substrat berpasir yang
ditandai dengan memiliki akar di tiap nodusnya.
Menurut Dahuri et al. (2004) pengaruh pasang surut serta struktur substrat dapat
mempengaruhi zonasi sebagian lamun dan pertumbuhannya. Lamun Syringodium
iseotifolium merupakan jenis lamun yang hidup pada substrat pasir dan pecahan karang
(rubble) (Patty 2016). Hal ini sesuai dengan kondisi Pulau Kelapa Dua yang memiliki
substrat dominan pasir dan pecahan karang (rubber).
Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan lamun yaitu diduga karena kurang
tersedianya nutrien pada lokasi penelitian dimana nilai nitrat dan fosfat pada daerah
Pulau Putri, Genteng Kecil, Genteng Besar tergolong rendah dan kurang subur dan
banyaknya epifit yang menempel di daun lamun ini sehingga menyebabkan cahaya
matahari sulit menembus dan menghambat laju pertumbuhan lamun (Wirawan 2014).
Selain itu, menurut Ganassin dan Gibbs (2008) faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
lamun adalah penguburan dengan pasir, perubahan kondisi perairan yang drastis,
konsntrasi amonia sedimen yang tinggi, pertumbuhan epifit dan akibat kegiatan
antropogenik.
MAKROALGA
Makroalga adalah alga yang berukuran besar, dari beberapa centimeter (cm)
sampai bermeter-meter. Alga termasuk dalam Kingdom Protista mirip dengan tumbuhan,
dengan struktur tubuh berupa talus dan memiliki pigmen klorofil sehingga dapat
berfotosintesis. Peranan penting keberadaan makroalga di perairan laut antara lain sebagai
organisme produser yang bermanfaat bagi kehidupan organisme, terutama organisme-
organisme herbivora. Berperan sebagai penyedia karbonat dan pengokoh substrat dasar
sehingga bermanfaat bagi stabilitas dan kelanjutan keberadaan terumbu karang.
Makroalga dapat pula berperan dalam menunjang kebutuhan hidup manusia yakni sebagai
bahan pangan dan industri (Ira et al. 2018).
Makroalga merupakan sumberdaya hayati yang sangat potensial untuk
dikembangkan dan tersebar di daerah pesisir intertidal. Makroalga atau “seaweed”
memiliki peranan penting baik dari segi biologis, ekologis maupun ekonomis yang dapat
mempertahankan keanekaragaman sumberdaya hayati laut. Organisme ini sangat rentan
terhadap perubahan kondisi lingkungan atau tekanan ekologis baik secara alami seperti
faktor angin, gelombang, arus dan musim menjadi faktor pemicu perubahan habitat
makroalga. Tekanan antropogenik seperti limbah domestik, buangan sampah padat,
aktivitas masyarakat perkotaan, frekuensi transportasi kapal di daerah Teluk, kegiatan
pembangunan tata kota dan aktivitas masyarakat di perairan cenderung mempengaruhi
pertumbuhan perkembangan keanekaragaman makroalga (Ayhuan et al 2017).
Makroalga atau lebih dikenal dengan seaweed mempunyai fungsi dari segi
biologis, ekologis maupun ekonomis. Secara ekologi, komunitas makroalga mempunyai
peranan dan manfaat terhadap lingkungan sekitarnya yaitu sebagai tempat perlindungan
bagi spesies-spesies ikan tertentu (nursery grounds), tempat pemijahan (spawning
grounds), sebagai tempat mencari makanan alami ikan-ikan dan hewan herbivore (feeding
grounds). Dari segi ekonomi, makroalga merupakan komoditi yang sangat baik untuk
dikembangkan mengingat kandungan kimia yang dimilikinya. Makroalga dimanfaatkan
secara luas baik dalam bentuk raw material seluruh bagian tumbuhan maupun dalam
bentuk olahan. Di Indonesia biasanya digunakan sebagai lalapan, obat, manisan, dan
sayuran. Kemudian dari segi biologis, makroalga mempunyai andil yang besar dalam
meningkatkan produktivitas primer, penyerap bahan polutan, penghasil bahan organik
dan sumber produksi oksigen bagi organisme akuatik di lingkungan perairan Pemanfaatan
makroalga saat ini sudah dikembangkan secara luas dalam berbagai bidang industri yakni
sebagai sumber makanan, sumber senyawa alginat, adsorben logam berat, sumber
senyawa bioaktif untuk pengembangan farmasi, penghasil bioethanol dan biodisel, pupuk
organik, dan juga berpotensi untuk bahan dasar pengganti plastik (Dwimayasanti dan
Kurnianto 2018).
Padina australis
Kingdom: Plantae
Divisi : Phaeophyta
Class : Phaeophyceae
Ordo : Dictyotales
Famili : Dictyotaceae
Genus : Padina
Spesies : Padina australis
Alga laut adalah bagian terbesar dari tumbuhan laut, namun dari segi morfologi
tumbuhan ini mempunyai perbedaan dengan tumbuhan-tumbuhan yang ada di daratan.
Pertumbuhan alga laut pada umumnya bersifat uniaksial maupun multiaksial. Pertumbuhan
uniaksial biasanya membentuk percabangan yang sederhana pada thallus utama, sedangkan
pertumbuhan yang bersifat multiaksial biasanya membentuk percabangan yang lebih
kompleks karena lebih banyak cabang. Pertumbuhan alga sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan perairan, antara lain cahaya, suhu, salinitas, dan kandungan nutrien. Padina
australis berbentuk seperti batang, berdaun banyak seperti kipas, dan berwarna cokelat.
Akarnya berbentuk serabut disebut holdfast untuk menempel pada substrat sehingga dapat
beradaptasi terhadap gerakan ombak pada daerah intertidal. Kromatofora berwarna cokelat
yang mengandung pigmen fotosintetik, fukosantin, dan klorofil a. Selnya berflagel dua, tidak
sama panjang. Di bagian yang mirip daun terdapat garis-garis horisontal (garis konsentris). Di
ujung daun terdapat penebalan disebut penebalan gametangia (sebagai reproduksi gamet dan
pelindung pinggiran daun agar tidak sobek karena ombak besar pada zona pasang-surut).
Bulu cambuk dan sporangium beruang satu dan transparan, berkembangbiak secara aseksual
dengan oogonium. Habitatnya kebanyakan di air laut. Padina australis ditemuka di empat
sasiun pengamatan. Hal ini dapat terjadi karena substrat dari ke empat stasiun tersebut terdiri
dari pasir yang tercampur dengan batu dan patahan karang. Hal tersebut mendukung untuk
tumbuhnya makroalga salah satunya adalah Padina australis (Ode dan Wasahua 2014).
(a) (b)
Gambar 10. (a) Makroalga Padina australis di alam,
(b) Padina australis di sabak
Tabel 8. Hasil Pengamatan Padina australis
(a) (b)
Gambar 11. (a) Cystoseira sp. di alam (Sumber : doris.ffessm.fr)
(c) Cystoseira sp. di Pulau Putri Barat
Spesies dari genus Cystoseira sp yang ditemukan saat pengamatan adalah spesies
Cystoseira compressa. Cystoseira compressa. (Gambar 11) ditemukan pada saat
pengamatan di Pulau Putri Barat. Makroalga jenis ini memiliki daun berwarna coklat
dan tipe percabangan monopodial. Selain itu, Cystoseira compressa. memiliki pelekat
berbentuk cakram yang berguna untuk menempel pada substrat dasar. Pada saat
pengamatan di Pulau Putri Barat ditemukan cukup banyak Cystoseira compressa. dengan
ukuran yang beragam. Ukuran terbesar yang ditemukan mencapai 20 cm, sedangkan
yang terkecil berukuran 10 cm. Substrat di Pulau Putri Barat yang menjadi tempat hidup
Cystoseira compressa berupa pasir berbatu. Pengamatan terkait habitat ditemukannya
Cystoseira compressa. di Pulau Putri Barat menunjukkan bahwa Cystoseira compressa.
hidup pada habitat epilitik.
Persebaran makroalga Cystoseira compressa hanya terdapat di Pulau Putri Barat
dari empat pulau lokasi pengamatan. Hal ini dapat terjadi kemungkinan dikarenakan
untuk genus kondisi wilayah dan sumber nutrient yang cocok hanya terdapat di Pulau
Putri Barat.
Halimeda macroloba
Kingdom : Plantae
Divisi : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Bryopsidales
Famili : Halimedaceae
Genus : Halimeda
Spesies : Halimeda macroloba
Halimeda adalah rumput laut yang termasuk kedalam ordo Bryopsidales, klas
Chlorophyta. Halimeda merupakan genus calcified coenocytic green algae . Kelompok
algae jenis ini dikenal mempunyai nilai penting secara ekologis di daerah perairan tro-
pis. (Bandeira dan Pedrosa et al. 2004 dalam Subagio 2009)
Genus Halimeda dicirikan dengan karakteristik talus coenocytic, genus ini
berkembang baik di terumbu karang bersubstra keras. Talus Halimeda banyak
mengandung kapur dan membentuk koloni-koloni atau berkelompok dan mempunyai
alat perekat berupa rhizoiddan bersegmen. Pada umumnya Halimeda mempunyai bentuk
percabangan yang hampir sama yaitu dichotomous dan trichotomous, bentuk segmen
yang silindris dan garis permukaan utrikel yang hampir sama yaitu heksagonal dan
polygonal (Tampubolon 2013). klasifikasi makroalga Halimeda macroloba menurut
Tampubolon et al. (2013)
(a) (b)
Gambar 12. (a) Halimeda macroloba di alam (Sumber : http://www.picture-worl.org)
(b) Halimeda macroloba di Pulau Putri Barat
Tabel 10. Hasil Pengamatan Halimeda macroloba
Tipe dan
Ukuran Jenis Keterangan
Lokasi Bentuk Klasifikasi Habitat
(cm) Substrat Warna
Percabangan
Putri Barat 5-8 Dichotomous Epilitik Pasir/Batu Hijau
Kelapa Dua 7-15,5 Dichotomous Epipalik Pasir Hijau
Genteng
8 Dichotomous Epipalik Pasir Hijau
Besar
Genteng Epipalik Pasir Hijau
6-21 Dichotomous
Kecil Epilitik Batu Hijau
Berdasarkan Gambar 12. makroalga jenis Halimeda macroloba. pada setiap pulau
memiliki warna hijau dengan tipe dan bentuk percabangan dichotomous. Jenis substrat
pada setiap pulau dimana ditemukannya Halimeda macroloba berupa pasir. Halimeda
macroloba dominan ditemukan menempel pada pasir (epipalik), tetapi ada juga
ditemukan menempel pada batu/ karang (epilitik). Ukuran Halimeda macroloba. yang
ditemukan pada setiap pulau memiliki ukuran yang berbeda, Pulau Putri Barat memiliki
rentang 5-8 cm, Pulau Kelapa Dua memiliki rentang 7-15.5 cm, pada Pulau Genteng
Kecil memiliki rentang 8-21 cm dan Genteng Besar memiliki rentang 6-8 cm.
a) b)
Gambar 14. a) Turbinaria gracilis di perairan Pulau Putri Barat Barat,
b) Turbinaria gracilis di sabak
Makroalga Turbinaria gracilis dapat ditemukan di dua pulau yaitu Pulau Putri Barat
dan Pulau Genteng Kecil. Titik pengamatan lainnya yakni perairan pesisir Pulau Genteng
Besar dan Pulau Kelapa Dua tidak ditemukan individu spesies tersebut. Genus Turbinaria
pada umumnya dapat hidup di habitat yang memiliki karakter bebatuan dan kaya nutrien
(Magruder dan Hunt 1979). Perairan di Pulau Genteng Kecil dan Pulau Putri Barat sedikit
ditemukan keberadaannya penduduk dan aktivitas antropogenik. Sementara Pulau Kelapa
Dua dengan adanya keberadaan penduduk dan juga fasilitas pelabuhan yang memungkinkan
tingginya frekuensi keluar masuknya kapal atau perahu bermotor di lingkungan perairan,
memiliki karakter lingkungan yang berbeda dengan kedua pulau lainnya. Adanya aktivitas
antropogenik dan keberadaan penduduk mempengaruhi ekosistem lingkungan perairan,
dengan bertambahnya limbah pencemaran, polutan, dan meningkatnya aktivitas perikanan.
Faktor-faktor tersebut mungkin mempengaruhi persebaran Turbinaria gracilis di titik
pengamatan.
Pengaruh aktivitas antropogenik terhadap karakter perairan terjadi melalui berbagai
proses. Pencemaran hasil aktivitas antropogenik mempengaruhi tingkat kekeruhan perairan.
Perairan yang keruh akan mempersulit masuknya penetrasi cahaya sehingga aktivitas
fotosintetik oleh organisme autotrof dalam hal ini makroalga terbatas (Koesoebiono 1979).
Pembuangan limbah ke dalam perairan laut dapat meningkatkan ketersediaan bahan organik
di wilayah tersebut yang sekaligus menurunkan konduktivitas air. Materi organik
menghambat hantaran transportasi elektron pada mineral yang ada di air sehingga
kecenderungannya adalah perairan yang bersifat non polar. Cemaran bahan organik yang
tinggi juga didukung oleh total padatan terlarut (TDS) yang rendah dan mengansumsi mineral
yang terlarut mengalami pengendapan atau membentuk koloid (Syawal et al. 2016). Pulau
Putri Barat dan Genteng Kecil, karena tidak memiliki kependudukan yang tetap sehingga
aktivitas antropogenik yang terjadi lebih rendah intensitasnya bila dibandingkan dengan
Pulau Kelapa Dua, memiliki karakter air yang memiliki ketersediaan bahan organik yang
wajar dan penetrasi cahaya yang mencukupi, sehingga kadar mineral dan nutrien tidak
menghambat pertumbuhan Turbinaria gracilis di wilayah tersebut.
Genteng
21,5-29 Pinnate distichous Epilitik Batu Coklat
Kecil
Dictyota sp.
Kingdom : Chromista
Filum : Ochrophyta
Kelas : Phaeophyceae
Ordo : Dictyotales
Famili : Dictyoceae
Genus : Dictyota
Spesies : Dictyota sp.
Dictyota sp. merupakan jenis makroalga yang banyak terdapat di daerah tropis dan
subtropis. Makroalga jenis Dictyota sp. merupakan makroalga dari kelas phaeophiceae. Pada
sel tubuh Dictyota sp. mengandung pigmen warna yaitu coklat kekuningan (xanthophyl)
sehingga sering disebut alga coklat. Untuk menyimpan cadangan makanan, makroalga
phaeophyta memiliki laminarin dan manitol untuk menyimpannya (Wiryato 2015).
Ciri-ciri yang dimiliki Dictyota sp. seperti thallus nya yang berbentuk pita dengan
kisaran panjang 5 cm dan lebar 2-3 mm. Jenis ini sering membentuk gumpalan di habitat
asinya karena memiliki ujung yang runcing yang membentuk rumpun yang rimbun.
Merupakan jenis yang memiliki klasifikasi epipelik karena hidupnya menempel pada pasir.
Dictyota sp. memiliki cabang yang banyak sehingga di habitat aslinya terlihat seperti jala.
Dictyota sp. beradaptasi terhadap pengaruh ombak terutama di daerah intertidal dengan cara
melekat holdfast yang kuat pada substrat sehingga tidak mudah terhempas oleh ombak
(Numiyati 2013).
(a) (b)
Gambar 15. (a) Dictyota sp. di Pulau Kelapa Dua, (b) Dictyota sp. di sabak
Tabel 13. Hasil Pengamatan Dictyota sp.
Phylum :Chlorophyta
Class :Ulvophyceae
Order :Bryopsidales
Family :Caulerpaceae
Genus :Caulerpa
Species :C. racemosa
Alga hijau (Chlorophyceae) merupakan alga yang memiliki pigmen berupa klorofil a
dan b, beta, gamma, karoten, dan santofil. Alga ini pada umumnya berwarna hijau (Aslan
1998). Caulerpa termasuk jenis alga hijau yang terdapat di perairan Indonesia yang belum
banyak dimanfaatkan dan termasuk dalam feather seaweed. Feather seaweed adalah rumput
laut yang dapat dimakan, mempunyai zat antibakteri, antijamur, antioksidan, antitumor dan
bisa digunakan untuk terapi tekanan darah rendah dan gondok (Saptasari 2010).
Ciri secara umum dari Caulerpa adalah keseluruhan tubuhnya terdiri dari satu sel
dengan bagian bawah yang menjalar menyerupai stolon yang mempunyai rhizoid sebagai alat
pelekat pada subtrat serta bagian yang tegak, Bagian yang tegak disebut asimilator karena
mempunyai klorofil. Stolun dan rhizoid bentuknya hampir sama dari jenis ke jenis.
Sedangkan asimilator mempunyai bentuk bermacam-macam tergantung jenisnya. Caulerpa
asimilatornya memanjang, pipih menyerupai spiral dengan pinggir bergerigi atau
bergelombang. Diantara asimilator ada yang membentuk percabangan dan ada pula yang
berdiri sendiri tidak bercabang.
(a) (b)
(a) (b)
Gambar 18. (a) Ulva Lactuca di alam (Sumber : commons.wikimedia.org),
(b) Ulva Lactuca di sabak
Tabel 57. Hasil Pengamatan Ulva Lactuca
(a) (b)
Gambar 19. (a) Neomeris annulata di alam (Sumber : www.livealgae.co.uk )
(b) Neomeris annulata di Pulau Putri Barat
Tipe dan
Ukuran Klasifikasi Jenis Keterangan
Lokasi Bentuk
(cm) Substrat Substrat Warna
Percabangan
Tidak
Pulau Putri 0.5-2 Epilitik Pasir/batu Hijau
bercabang
Brown Filamentous Algae (Ectocarpus siliculosus)
Superphylum : Heterokonta
Class : Phaeophyceae
Ordo : Ectocarpales
Family : Ectocarpaceae
Genus : Ectocarpus
Species : Ectocarpus siliculosus ((Dillwyn) Lyngbye 1819)
Filamentous Algae dapat ditemukan di seluruh dunia di lingkungan air laut dan air
tawar. Algae jenis ini sebagian besar lebih menyukai air yang stagnan, kaya nutrisi, dan
hangat. Manfaat dari algae ini bagi ekosistem yaitu sebagai sumber makanan untuk protozoa
dan invertebrata, serta penyedia oksigen dan tempat hidup hewan kecil (Haberland et al.
2017). Brown filamentous algae atau Ectocarpus siliculosus ditemukan pada saat pengamatan
di Pulau Putri Barat. Makroalga jenis ini memiliki warna coklat muda hingga krem, panjang,
dan berhelai mirip rambut. Ukuran dari makroalga jenis ini bervariasi, ukuran terbesar yang
di temukan dialam mencapai 30 cm sedangkan ukuran terkecil di temukan mencapai 1 cm
(Charrier et al. 2007). Jenis substrat di pulau Putri Barat berupa pasir berbatu sehingga cocok
untuk habitat brown filamentous algae. Habitat dari brown filamentous algae atau Ectocarpus
siliculosus adalah epilitik.
Pulau Putri Barat tidak berpenduduk tetap hanya ada beberapa warga untuk berjaga,
tetapi seringkali pulau ini dikunjungi wisatawan, karena pulau ini tidak berpenduduk
keanekaragaman ekosistemnya masih cukup terjaga, sehingga nutrient di pulau ini masih
cukup tinggi dan cocok untuk habitat pertumbuhan berbagai jenis makroalga salah satunya
Brown filamentous algae atau Ectocarpus siliculosus. Pulau ini mungkin saja memiliki
tingkat pasang tinggi. Menurut Davey (2000) bahwa Ectocarpus siliculosus sering ditemukan
pada daerah yang memiliki pasang tinggi, tumbuh pada algae lain terutama Harmosera,
bentuk dan pola pertumbuhannya tersebar melekat oleh rizoid pada sel yang lebih rendah,
tidak memiliki batang pangkal dengan cabang lateral panjang secara bertahap meruncing
untuk membentuk rambut panjang.
(a) (b)
Gambar 20. (a) Ectocarpus siliculosus di alam, (b) Ectocarpus siliculosus di sabak
Tabel 79. Hasil Pengamatan Ectocarpus siliculosus
Kingdom : Plantae
Divisi : Phaeophyta
Kelas : Phaeophyceae
Ordo : Scytosiphonaces
Family : Scytosiphonaceae
Genera : Hydrochlatrus
Spesies : Hydroclathrus clathratus
Makroalga Hydrochlatrus clathratus ditemukan di tiga pulau yaitu pulau Kelapa Dua,
Pulau Genteng Besar dan Pulau Putri. Jenis makroalga ini termasuk kedalam makroalga
epilitik yaitu makroalga yang hidup pada substrat batu berpasir pada rataan terumbu. Makro
alga cokelat H. clathratus (C. Agardh) Hower memiliki ciri –ciri yaitu membentuk rumpun
sirkular dengan percabangan yang tersusun seperti jaring, menggumpul dan berwarna cokelat.
Bentuk thallus seperti jaring, licin, lunak, memiliki lubang dengan diameter 0,7-2,2 cm,
menggumpal, warna thallus cokelat pirang. Alga ini tumbuh melekat pada substrat berbatu
atau berpasir di rataan terumbu (Paraeng et al 2016).
Habitat utama makroalgae adalah zona pasang surut yang berhubungan dengan
sedimen, sehingga mempengaruhi pertumbuhan makro algae. Dalam hal ini makro algae
merupakan ekosistem yang rentan terhadap berbagai aktivitas manusia dan frekuensi
transportasi perkapalan yang tinggi. Aktivitas masyarakat di perairan cenderung
mempengaruhi keanekaragaman makro algae (Irawan 2017). Pulau Kelapa dua, Genteng
Besar, dan Pulau Putri diketahui tidak terlalu terdampak aktivitas manusia sehingga beberapa
jenis makroalga, salah satunya Hydroclathrus clathratus dapat tumbuh di perairan pulau-
pulau tersebut.
(a) (b)
Gambar 21. (a) Hydrochlatrus clathratus di alam (Sumber :
atlasoflife.naturemapr.org), (b) Hydrochlatrus clathratus di sabak
Tabel 20. Hasil Pengamatan Hydrochlatrus clathratus
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Rhizophora
Spesies : Rhizophora apiculata
Rhizophora apiculata merupakan salah satu tumbuhan bakau yang paling banyak
ditemukan pada daerah pesisir pantai. Spesies ini dapat tumbuh mencapai 30 m dengan
diameter pohon mencapai 50 cm3. Selain itu, spesies ini dapat tumbuh pada tanah yang
berlumpur, berpasir, dan tergenang (Atok et al. 2016). Mangrove jenis ini merupakan
komponen mayor dari bakau dan dapat tumbuh pada daerah dengan lumpur agak keras
dan dangkal, tergenang air pasang harian serta dapat membentuk tegakan murni.Spesies
ini merupakan tanaman tropis yang bersifat halophytic atau toleran terhadap garam.
Rhizophora apiculata terdapat pada dua pulau yakni pada Pulau Putri Barat Barat dan
Pulau Kelapa Dua. Spesies ini memiliki tipe dan bentuk akar yang sama yakni akar
tunjang untuk Pulau Putri Barat Barat dan pulau Kelapa Dua. Lalu untuk bentuk dan
ukuran buahnya, praktikan tidak menemukan buah yang sudah matang pada pohonnya.
Lalu untuk bentuk daun pada Pulau Putri Barat Barat berbentuk elips runcing dengan
ukuran daun minimum yaitu 9.5 cm dan maksimum yaitu 13.8 cm. Sedangkan bentuk
daun pada pulau Kelapa Dua berbentuk elips runcing dengan ukuran daun minimum
yaitu 13.1 cm dan maksimum yaitu 17.9 cm. Pada Pulau Putri Barat Barat, praktikan
menemukan bunga dengan 4 kelopak. Pada pulau Kelapa Dua, praktikan tidak
menemukan bunga. Jenis substrat pada spesies Rhizophora apiculata pada kedua pulau
yaitu pasir. Warna bunga pada mangrove Rhizophora apiculata di Pulau Putri Barat
Barat berwarna putih gading. Berdasarkan penjelasan diatas tidak terdapat perbedaan
yang signifikan pada Rhizophora apiculata di kedua pulau. Perbedaannya hanya terletak
pada ada atau tidaknya bunga pada mangrove tersebut.
(a) (b)
Gambar 22. (a) Ukuran Daun Pulau Putri Barat Barat,
(b) Bunga Pulau Putri Barat Barat
Gambar 23. Ukuran Daun Pulau Kelapa Dua
(a) (b)
Gambar 25. (a) Bentuk akar dari Ceriops tagal di Pulau Kelapa Dua
(b) Bentuk dan ukuran daun Ceriops tagal di Pulau Kelapa Dua
(a) (b)
Gambar 26. (a) Bentuk Daun Pemphis acidula (b) Bunga Pemphis acidula di sabak
Tabel 17. Morfometrik Pemphis acidula
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 27. (a) Pohon Xylocarpus rumphii (b) Daun Xylocarpus rumphii
(c) Buah Xylocarpus rumphii (d) Bunga Xylocarpus rumphii
Pada pengamatan, Xylocarpus rumphii ditemukan di Pulau Kelapa Dua. Spesies ini
termasuk mangrove sejati. Xylocarpus rumphii memiliki kondisi tertentu untuk tumbuh.
Spesies ini dapat dijumpai pada daerah dengan toleransi suhu udara 21-26oC (LPP
Mangrove 2006 dalam Suryani 2018).
KESIMPULAN
Gilman EL, Ellison J, Duke NC, Field C. 2008. Threats to mangroves from climate change
and adaptation options: A Review. J. Aquatic Botany. 89:237- 250.
Guiry. 2007. Algaebase. Irlandia.: National University of Ireland Galway.
Hartati R, DJunaedi A, Hariyadi, Mujiyanto. 2012. STruktur komunitas padang lamun di
perairan Pulau Kumbang, Kepulauan Karimunjawa. Jurnal Ilmu Kelautan. 17(4): 217-
225.
Hemminga MA, Duarte CM. 2000. Seagrass Ecology. Cambridge(UK): Cambridge
University Press.
Hidayat, Estiti B.1995. Taksonomi Tumbuhan (Crytogamae). Bandung (ID):ITB Bandung.
Hidayat N. 2005. Kajian Hidro-Oseanografi untuk deteksi proses-proses fisik di Pantai.
Jurnal SMARTek. 3 (2): 73 - 85.
Islami F, Ridlo A, Pramesti R. 2016. Aktivitas antioksidan ekstrak rumput laut Turbinaria
decurrens bory de saint-vincent dari Pantai Krakal, Gunung Kidul, Yogyakarta. Journal
of Marine Research. 3(4): 605 – 616.
Ira, Rahmadani, Irawati N.2018.Komposisi jenis makroalga di Perairan Pulau Hari Sulawesi
Tenggara. Jurnal Biologi Tropis.18(2):141-158.
Irawan A. 2003. Asosiasi makrozoobentos berdasarkan letak padang lamun di estuaria
Bontang Kuala, Kota Bontang, Kalimantan Timur [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Irwansyah, Sugiyarto, Mahajoeno E. 2017. Mangrove diversity in the Serewe Gulf of
Lombok Island West Nusantara Tenggara. AIP Conference Proceedings.
1868(1):090005
Izzati M. 2007. Skreening potensi antibakteri pada beberapa spesies rumput laut terhadap
bakteri patogen pada udang windu. BIOMA.9(2):62-67
Kadi A, Atmadja WS. 1988. Rumput Laut, Jenis, Reproduksi, Produksi, Budidaya dan Pasca
Panen. Seri Sumberdaya Alam. Jakarta (ID) : P3O-LIPI.
Kepel RC, Mantiri DMH, Manu GD. 2015. Pertumbuhan alga coklat Padina australis Hauch
perairan pesisir, Desa kampung Ambon, Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten
Minahasa Utara. Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi.2(2):78-85
Kiswara W. 2009. Perspektif lamun dalam produktivitas hayati pesisir. Lokakarya Nasional
Pengelolaan Ekosistem Lamun : Peran Ekosistem Lamun dalam Produktivitas Hayati
dan Meregulasi Perubahan Iklim. Jakarta (ID): PKSPL-IPB, DKP, LIPI, KLH.
Latifah, Eva.2004.Biologi 2. Bandung (ID) : Remaja Rodaskarya.
Littler MM, Taylor PR, Littler DS (1989) Complex interactions in the control of coral
zonation in a Caribbean reef flat. Oecologia. 80:331–340.
Madlener JC.1977. The Sea Vegetable Book. New York: C.N. Potter/Crown Publisher.
Magruder WH, Hunt JW. 1979. Seaweeds of Hawai‘i. Honolulu (US): Oriental Publ. Co.
Meriam WPM, Kepel RC, Lumingas LJL. 2016. Inventarisasi makroalga di peraian pesisir
pulau Mantehage kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi
Utara. Jurnal Ilmiah Platax. 4(2): 84-108.
McKenzie L. 2008. Seagrass Education Book. Diakses melalui
http/www.seagrasswatch.org/info_centre/education/Seagrass_Educators_Handbook.pd
f pada tanggal 15 November 2019.
Nagelkerken I, Blaber SJM, Bouillon S, Green P, Haywood M, Kirton LG, Meynecke J,
Pawlik O, Penrose J, Sasekumar HM, Somerfield PJ. 2008. The habitat function of
mangroves for terrestrial and marine fauna: A Review. J. Aquatic Botany. 89:55–185.
Noor YR, Kazali M, Suryadiputra INN. 1999. Panduan pengenalan mangrove di Indonesia.
Wetland International Indonesia Programme.
Nurhidayati T, Saptarini D, Jadid N. 2009. Ethnobotanical and Plant Profile Studies at
Karimunjawa Village of Jepara Regency, Central Java. The Journal for Technology and
Science. 20(1):1-9.
Nurmiyati. 2013. Keragaman, distribusi dan nilai penting makroalga di Pantai sepanjang
Gunung Kidul. Jurnal Bioedukasi.6(1): 12-21.
Nybakken. J. 1998. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologi. Jakarta (ID) : PT. Gramedia
Jakarta.
Ode I, Wasahua J. 2014. Jenis-jenis alga coklat potensial di perairan pantai Desa Hutumuri
Pulau Ambon. J Ilmiah Agribisnis dan Perikanan. 7(2):39-45
Patty SI. 2016. Pemetaan kondisi padang lamun di Perairan Ternate, Tidore dan sekitarnya.
Jurnal Ilmiah Platax. 4(1): 9-18.
Plaza M, Santoyo S, Jamie L, Blairsy RGG, Herrero M, Senorans M, Ibanez E. 2010.
Screening for bioactive compounds from alga. J. Pharm Biomed Anal. 51: 450-455.
Rasyid A. 2002. Ekstraksi natrium alginat dari Turbinaria decurrens asal Perairan Pulau
Otangala (Sulawesi Utara). Makalah Seminar Rumput Laut, Mini Simposium
Mikroalgae dan Kongres I Ikatan Fikologi Indonesia. Pusat Penelitian Oseanografi
LIPI.
Rawung S, Tilaar FF, Ronduwu AB. 2018 Inventarisasi lamun di perairan Marine Field
Station Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNSRAT Kecamatan Likuoang Timur
Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Ilmiah Platax. 6(2): 38-45.
Reine WFP, Junior GCT. 2002. Plant Recources of South-East Asia No.15 (1) Cryptogams:
Algae. Bogor(ID):Prosea Foundation.
Sarfika M. 2012. Pertumbuhan dan produksi lamun Cymodocea rotundata dan Cymodocea
serrulata di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Subagiyo. 2009. Uji pemanfaatan rumput laut halimeda sp. Sebagai sumber makanan
fungsional untuk memodulasi system pertahanan non spesifik pada udang putih
(Litopenaeus vannamei). Jurnal ilmu kelautan. 14(3):142-149
Suryani N. 2018. Kajian ekosistem hutan mangrove di Muara Sungai Batang Manggung
Kecamatan Pariana Utara Kota Pariaman Provinsi Sumatera barat. Jurnal Geografi.
10(2):144-156.
Syawal MS, Wardiatno Y, Hariyadi S. 2016. Pengaruh aktivitas antropogenik terhadap
kualitas air, sedimen dan moluska di Danau Maninjau, Sumatera Barat. Jurnal Biologi
Tropis. 16 (1): 1 – 14.
Tampubolon A, Grevo S, Gerung, Wagey B. 2013. Biodiversitas alga makro di Laguna Pulau
Pasige, Kecamatan Tagulandang, Kabupaten Sitaro. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis.
2(1):35-43
Triatmodjo B. 1999. Teknik Pantai. Yogyakarta(ID):Beta Offset.
Tomascik T, Mah AJ, Nontji A, Moosa MK. 1997. The ecology of Indonesian Seas Part
Two. Periplus Edition.
Udagedara S, Fernando D, Perera N , Tanna A, Bown R. 2017. A first record of Halodule
pinifolia Miki den Hartog, and new locality of nationally endangered Halophila
beccarii Asc, from the eastern coast of Sri Lanka. Aqua Biol. 5(5): 328-335
Waycott M, McMahon K, Mellors J, Calladine A, Kleine D. 2004. A Guide to Tropical
Seagrasses of the Indo-West Pasific. In Tropical Seagrass Identification.
www.seagrasswatch.org/id_seagrass.html [Diakses 15 November 2019]
Wirawan AA. 2014. Tingkat kelangsungan hidup lamun yang ditransplantasi secara
multispesies di Pulau Barrang Lompo [skripsi]. Makassar (ID): UNHAS Makassar.
Wiryato J. 2015. Beberapa jenis makroalga yang ditemukan di zona pasang surut Pantai
Pandawa Badung Bali [skripsi]. Bali(ID): Universitas Udayana.
Yudhantoko M, Handoyo G, Zainuri M. 2016. Karakteristik dan Peramalan Pasang Surut di
Pulau Kepala Dua, Kabupaten Kepulauan Seribu. Jurnal Oseanografi. 5(3):368-377.