ENZIM
A. Tujuan
Tujuan dari praktikum acara I Enzim adalah:
1. Mengetahui pengaruh pH terhadap aktivitas enzim diastase/amilase.
2. Mengetahui pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim diastase/amilase.
3. Mengetahui aktivitas amilase yang diisolasi dari biji kacang hijau dan
taoge.
B. Tinjauan Pustaka
1. Teori
Enzim pada hakekatnya merupakan katalis efektif, yanng
bertanggung jawab bagi terjadinya reaksi kimia terkoordinasi yang
terlibat dalam proses biologi dari sistem kehidupan. Seperti katalis
anorganik, suatu enzim mempercepat kecepatan reaksi dengan
menurunkan energi aktivasi yang diperlukan untuk terjadinya reaksi.
Sebagai suatu katalis, suatu enzaim tidak dirusak dalam suatu reaksi
dan karena itu tetap tidak berubah dan dapat digunakan kembali. Suatu
ciri yang menonjol dari suatu enzim sebagai katalis adalah spesifisitas
substrat, yang menentukan fuungsi biologinya (Armstrong, 1995).
Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk
reaksi-reaksi
kimiadidalam
sistem
biologi.
Satu
jenis
enzim
pertama yang ditemukan dan diisolasi oleh Anselme Payen pada tahun
1833. Amilase mewakili sekitar 30% dari produksi enzim industri di
seluruh dunia(Ompusunggu, 2011).
Enzim dapat mempercepat reaksi (sebagai katalis), enzim tidak
diubah oleh reaksi yang dikatalisnya, dan enzim tidak mengubah
kedudukan normal dari keseimbangan kimia. Dengan kata lain enzim
dapat membantu mempercepat pembentukan produk, tetapi akhirnya
jumlah produktetap sama dengan produk yang diperoleh tanpa enzim.
Kondisi yang mempengaruhi aktifitas enzim diantaranya konsentrasi
enzim, konsentasi substrat, pH, dan suhu (Risnoyatiningsih, 2011).
Jenis-jenis enzim amilase:
a. -amilase (EC 3.2.1.1)
-amilase adalah kalsium metalloenzymes, benar-benar
tidak dapat berfungsi dengan tidak adanya kalsium. -amilase
memotong karbohidrat rantai panjang pada lokasi acak di
sepanjang rantai pati, yang pada akhirnya menghasilkan maltotriosa
dan maltosa dari amilosa, atau maltosa, glukosa dan "limit-dextrin
"dari amilopektin. -amilase cenderung lebih cepat kerjanya
dibanding -amilase karena dapat bekerja di mana saja pada
substrat. Secara fisiologis pada manusia, baik amilase ludah dan
pankreas adalah -amilase. Juga ditemukan pada tumbuhan, jamur
(ascomycetes dan basidiomycetes) dan bakteri (Bacillus).
b. -amilase (EC 3.2.1.2)
-amilase adalah bentuk lain dari amilase disintesis oleh
bakteri, jamur, dan tanaman. -amilase mengkatalisis hidrolisis
ikatan glikosidik kedua -(1,4), bekerja membentuk ujung
nonreducing, memecah maltosa menjadi dua unit glukosa pada
suatu waktu. Selama pematangan buah, -amilase memecah pati
menjadi maltosa, sehingga menghasilkan rasa manis pada buah
yang matang. -amilase dan -amilase dijumpai dalam biji, amilase muncul dalam bentuktidak aktif sebelum perkecambahan,
sedangkan -amilase dan protease muncul setelah perkecambahan
dimulai. Jaringan hewan tidak mengandung -amilase.
kurangnya
interaksi
jarak
jauh
tetapi
juga
dari
yang
baik
untuk
kesehatan,
namun
jika
status
glukosa,
merupakan
bentuk
jika
level
glukosa
seluler
rendah.
Glikogen
akan
Taoge
Larutan buffer pH 4, 6, 8
Enzim diastase
Larutan amilum 1%
Larutan selulosa 1%
Larutan glikogen 1%
Larutan glukosa 0.01M, 0.02M, 0.03M, 0.04M
Reagen benedict
Larutan Iod 0,01 N
memecah maltosa menjadi dua unit glukosa pada suatu waktu. Selama
pematangan buah, -amilase memecah pati menjadi maltosa, sehingga
menghasilkan rasa manis pada buah yang matang. -amilase dan amilase dijumpai dalam biji, -amilase muncul dalam bentuktidak aktif
sebelum perkecambahan, sedangkan -amilase dan protease muncul
setelah perkecambahan dimulai. Jaringan hewan tidak mengandung amilase.
c. -Amilase / glukoamilase (EC 3.2.1.3)
-amilase/ glukoamilase memecah ikatan glikosidik -(1,6), selain
memecah ikatan glikosidik (1,4) terakhir pada ujung non-reducing
dari amilosa dan amilopektin, sehingga menghasilkan glukosa. Tidak
seperti bentuk lain dari amilase, -amilase yang paling efisien dalam
lingkungan asam dan memiliki pH optimum 3(Ompusunggu, 2011).
Cara kerja -amilase pada molekul amilosa terjadi 2 tahap pertama,
degradasi amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara
acak. Degradasi ini terjadi sangat cepat dan diikuti dengan menurunnya
viskositas degan cepat pula. Yang kedua, relatif sangat lambat yaitu
pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir yang terjadi secara
tidak acak. Sedangkan cara kerja -amilase pada molekul amilopektin
akan menghasilkan glukosa, maltosa, dan -limit dextrin. Jenis - limit
dextrin yaitu oligosakarida yang terdiri dari 4 atau lebih residu gula yang
mengandung ikatan -1,6 (Risnoyatiningsih, 2011).
Salah satu faktor yang mempengaruhi reaksi enzimatis adalah pH.
Penentuan pH optimum dari enzim amilase dilakukan sesuai dengan
prosedur aktivitas enzim amilase. Penentuan pH optimum kerja enzim
amilase dilakukan sesuai dengan prosedur penentuan aktivitas enzim
amilase, dengan menvariasikan pH menggunakan buffer fosfat 0,2 M
yaitu: pH 5,8; 6,0; 6,2; 6,4; 6,6; 7,0. Salah satu faktor yang mempengaruhi
reaksi enzimatis adalah suhu. Bila suhu yang digunakan melebihi suhu
optimum akan terjadi kerusakan struktur enzim. Penentuan suhu optimum
dari enzim amilase dilakukan sesuai dengan prosedur aktivitas enzim
amilase. Dengan menggunakan suhu optimum 35C. Penentuan suhu
11
optimum
akan
menyebabkan
enzimterdenaturasi
dan
konfeksioneri (permen coklat dan lain lain), pengganti gum arab dan lain
lain (Pudjihastuti, 2010).
Larutan pati akan bereaksi dengan iod membentuk warna biru, karena
iod masuk kedalam kumparan molekul pati. Senyawa ini hanya stabil
dalam larutan dingin. Pada pemanasan, warna biru akan hilang karena
molekul pati merenggang, sehingga iod lepas dari kkumparan pati, tapi
akan menjadi biru bila didinginkan. Amilosa akan memberikan warna yang
lebih biru bila dibandingkan dengan amilopektin (Bintang, 2010).
Timbulnya warna biru menunjukan adanya pati dalam contoh,
sedangkan warna merah menunjukan adanya glikogen atau eritrodekstrin
(Winarnno, 2002). Hasil yang didapat dari uji iodium adalah pati yang
direaksikan dengan iodium akan membentuk ikatan kompleks yang
memberikan warna biru. Penambahan iodium pada suatu polosakarida
akan menyebabkan terbentuknya kompleks adsorpsi bewarna spesifik.
Amilum atau pati dengan iodium menghasilkan warna biru atau ungu.
Timbulnya warna biru menandakan bahwa bagian dari amilosa lah yang
membentuk senyawa. Sementara warna ungu atau merah lembayung
menandakan reaksi yang terjadi adalah antara amilopektin dengan iodium.
Pati dalam suasana asam bila dipanaskan akan terhidrolisis menjadi
senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Pengujian laju hidrolisis dapat
dilakukan dengan penambahan iodium. Hasil hidrolisis ini akan dibentuk
amilodekstrin yang memberi warna biru dengan iodium, entrodekstrin
yang memberi warna merah dengan iodium, serta berturut-turut akan
dibentuk akroodekstrin, maltosa, dan glukosa yang tidak memberi warna
dengan iodium(Pridamaulia,2011).
Pada praktikum pengaruh pH terhadap aktivitas enzim dilakukan
menggunakan sampel amilum 1% yang dimasukan kedalam tabung reaksi
sebanyak 3ml dan ditambahkan buffer 4,6 dan 8 pada masing-masing
tabung dan ditambahkan 1ml diastase, digojog hingga homogen.
Meneteskan sampel pada plat tetes sebanyak 1 tetes dan menambahkan
larutan iod 1 tetes, digunakan sebagai hasil 0 yang menghasilkan warna
kuning pudar untuk pH 4, coklat pudar untuk pH 6 an ungu untuk pH 8.
13
Memasukan sisa sampel pada inkubasi selama 5menit, lalu diteteskan pada
plat tetes dan ditambahkan 1 tetes larutan iod dan menghasilkan warna
kekuningan pada pH 4, kecoklatan pada pH 6 dan ungu pada pH 8.
Pemanasan dilakukan kembali hingga menit ke 20 yang didapatkan hasil
pada menit ke 10 terjadi warna kuning pada pH 4, coklat muda pada pH 6
dan ungu pekat pada pH 8. Pada menit ke 15 didapatkan warna kuning
muda pada pH 4, coklat pada pH 6 dan ungu pekat pada pH 8. Sedangkan
pada menit ke 20, terjadi warna kuning kecoklatan pada pH 4, coklat muda
pada pH 6 dan ungu pekat pada pH 8. Perbedaan warna yang terjadi
dikarenakan setiap enzim memiliki pH optimum masing-masing yaitu
sekitar 6-8.Dari praktikum yang talah dilakukan sudah terbukti dan sesuai
dengan teori bahwa setiap enzim memiliki pH optimum diantara 5-8 yang
ditandai dengan menghasilkan warna ungu saat diuji dengan larutan iod.
Tabel 1.1.1.2 Uji Benedict Pengaruh pH terhadap Enzim Diastase
Kel.
Substrat
Buffer
Perubahan Warna
Larutan Amilum
8,11,14
pH 4
Bening mejadi biru muda
1%
Larutan Amilum
9,12
pH 6
Bening mejadi biru muda
1%
Larutan Amilum
10,13,15
pH 8
Bening mejadi biru muda
1%
Larutan Benedict
Biru terang menjadi merahbata
1, 4, 7
pH 4
2ml
dengan endapan merahbata
Larutan Benedict
Biru terang menjadi merahbata
2, 5
pH 6
2ml
dengan endapan merahbata
Larutan Benedict
Biru terang menjadi merahbata
3, 6
pH 8
2ml
dengan endapan merahbata
Sumber: Laporan Sementara
Uji benedict dilakukan untuk menguji kandungan karbohidrat
seperti monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Uji benedict
menunjukkan hasil yang positif jika gula yang dikandung dalam
karbohidrat memiliki sifat pereduksi, yang mengandung gugus aldehida
atau keton bebas akan mereduksi ion Cu2+ dalam suasana alkalis, menjadi
Cu+, yang mengendap sebagai Cu2O (kupro oksida) berwarna merah bata.
Yang termasuk gula pereduksi adalahmonosakarida dan disakarida kecuali
14
15
Warna Endapan
Glukosa
Biru menjadi Coklat
Merah Bata
0.01M
kemerahan
Glukosa
Biru menjadi Hijau
9,13
Merah Bata
0.02M
kebiruan
Glukosa
Biru menjadi Merah
10,14
Merah Bata
0.03M
kecoklatan
Glukosa
11,15
Biru menjadi Merah pekat
Merah Bata
0.04M
Glukosa
Biru menjadi Biru
1, 5
Merah Bata
0.01M
kemerahan
Glukosa
Biru menjadi Merah
2,6
Merah Bata
0.02M
kecoklatan
Glukosa
Biru menjadi Merah
3,7
Merah Bata
0.03M
kecoklatan
Glukosa
4
Biru menjadi Merah bata
Merah Bata
0.04M
Sumber: Laporan Sementara
Pada uji benedict digunakan sampel glukosa yang berbeda
8,12
Perubahan Warna
Bening menjadi Kuning
Bening menjadi Orange
Bening menjadi Biru pekat
Bening menjadi Kuning
Bening menjadi Orange
Bening menjadi Biru pekat
17
18
19
3,14,
15
ekstrak tauge + 3
Ungu kehitaman
Ungu kehitaman
ml buffer
3ml amilum + 1ml
Bening menjadi
Kuning menjadi
1,2,3
ekstrak kacang
Hitam keunguan
Kuning pucat
hijau + 3 ml buffer
3ml amilum + 1ml
4,5,6
Bening menjadi
Bening menjadi
ekstrak tauge + 3
,7
Ungu pekat
Kuning bening
ml buffer
Sumber: Laporan Sementara
Amilase secara umum diproduksi oleh tumbuhan, hewan, manusia
dan mikroba, tetapi enzim amilase yang berasal dari fungi dan bakteri
mendominasi penggunaan enzim amilase di bidang industri. Beberapa dari
jenis Bacillus sp. dan Actinomycetes, termasuk Termomonospora dan
Thermoactinomycetes merupakan kelompok yang memiliki kemampuan
besar dalam meproduksi enzim amilase, Bacillus licheniformis memiliki
kemampuan untuk menghasilkan enzim amilase dalam kondisi lingkungan
yang bersifat alkalis (Sianturi, 2008). Enzim adalah molekul protein yang
berperan sebagai biokatalis dan berfungsi untuk mengkatalisis reaksireaksi metabolisme yang berlangsung pada mahkluk hidup (Bahri, 2012).
Kecambah setiap perlakuan diblender dengan ditambahkan air
sebanyak 200 mL. Selanjutnya bubur kecambah disaring dan didekantasi
sehingga terpisah antara ekstrak dan endapan pati. Ekstrak selanjutnya
disentrifugasi dengan putaran 2700 rpm selama 4 menit, Supernatan diuji
aktivitasnya menggunakan 1 mL larutan pati 1% (b/v); 0,05 mL larutan I2
1%, serta 1,5 mL larutan bufer fosfat pH 7. Ke dalam tabung reaksi
ditambahkan 2 mL ekstrak enzim, dikocok, dan disimpan pada temperatur
ruang. Perubahan warna larutan diamati dan dicatat waktu perubahannya
(Bahri, 2012).
Pertama-tama menimbang kacang hijau dan kecambah 25gram,
lalu masng-masing sampel dihaluskan dengan mortal. Setelah halus
sampel kacang hijau dan kecambah ditambahkan 25 ml aquades kedalam
mortal. Menyaring sampel yang telah halus dengan kertas saring. Sampel
disaring dan menghasilkan ekstrak, kacang hijau dan kecambah,
menyiapkan 4 tabung reaksi masing-masing tabung diisi amilum 1%
20
E. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum Acara I Ezim adalah:
1. pH berpengaruh terhadap aktivitas enzim amilase dan diastase dalam
menghidrolisis substrat karena berubahnya keadaan ion substratenzim.
2. Enzim menunjukkan aktivitas maksimum pada suatu kisaran pH yang
disebut optimum, yang umumnya antara pH 4,5 sampai 8,0. Pada
temperatur rendah, reaksi enzimatis
optimum
akan
menyebabkan
enzimterdenaturasi.
21
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong Frank B. Biokimia. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Bahri Syaiful., Moh Mirzan dan Moh Hasan. 2012. Karakterisasi Enzim Amilase
DariKecambah Biji Jagung Ketan (Zea mays ceratina L.). Vol.1 No.
1.Jurnal Natural Science.
Bashir Rashida. 2014. Growth Kinetics, Purification and Characterization of amylase Produced from Bacillus Licheniformis DSM-1969 using
Lignocellulosic Banana Waste as an Elicitor. Vol. 9 No. 4.
Bintang Maria. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Erlangga. Jakarta.
Dutta Tapan. 2006. The Effect of Temperature, pH and Salt on Amylase in
Heliodiaptomus viduus (Gurney) (Crustasea: Copepoda: Calanoida).
Vidyasagar University. India.
Dosztanyi Zsusanna., Veronika Csizmok., Peter Tompa dan Istvan Simon. 2005.
The Pairwise Energy Content Estimated from Amino Acid Composition
Discriminates between Folded and Intrinsically Unstructed Proteins.
Hungary.
22
23
LAMPIRAN
24
25
f. Gambar 1.5 Aktivas Enzim Amilase dan Ekstrak Kacang Hijau dan
Tauge
26
ACARA II
ISOLASI AMILUM DARI UBI KAYU DAN HIDROLISISNYA
A. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum Isolasi Amilum dari Ubi Kayu dan
Hidrolisisnya adalah :
a. Melakukan isolasi pati dari ubi kayu.
b. Mengamati terjadinya hidrolisis pati.
c. Melakukan uji kualitatif terhadap hidrolisis pati dengan cara uji Pikrat, uji
Selliwanof, uji Fehling dan reaksi peragian pada larutan suspensi ragi roti
dan larutan sukrosa dengan uji Benedict dan uji Iod.
B. Tinjauan Pustaka
1. Teori
Hidrolisis merupakan proses pemecahan senyawa karbohidrat (ubi
kayu) menjadi gula-gula sederhana dengan bantuan katalis dan panas.
Katalis proses hidrolisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
katalis asam yaitu HCl pekat. Untuk hidrolisis bahan yang banyak
mengandung pati diperlukan asam klorida, karena ikatan-ikatan molekul
dalam pati lebih mudah terurai jika terkena asam dan suhu tinggi. Pada
waktu hidrolisis pati dan serat ubi kayu dipecah menjadi polimer-polimer
dan kemudian monomer-monomer gula sederhana. Pati yang terdiri dari
polimer amilosa dan amilopektin dihidrolisis menjadi glukosa, sedangkan
27
dan
karenanya
tidak
dapat
mereduksi
larutan
Fehling
28
29
dalam
peringkat
makanan,
terutama
berbasis
karbohidrat
30
31
penyusun
pati,
bersama-sama
dengan
amilosa
viskositas
tinggi
dan
tinggi
freeze-thaw
stabilitas
yang
32
33
adalah
memiliki
(Ratnayani, 2008).
Ragi roti
kemanisan
(Saccharomyces
2,5
kali
cerevisiae),
dari
ragi
ini
glukosa
harus
peragian,
dan
semua
gula
dimanfaatkan
untuk
l. Blender
m. Alat parut
n. Pisau
o. Kain saring
p. Propipet
q. Lempeng porselin /Test plate
2. Bahan
a. Ubi kayu
b. Alkohol 95%
c. HCl pekat
d. H2SO4 pekat
e. Na2CO3 1M
f. Aquades
g. Pereaksi Fehling
h. Pereaksi Selliwanof
i. Pereaksi Pikrat (asam pikrat jenuh)
j. Ragi roti
k. Buffer fosfat pH 6,6-6,8
l. Larutan iodin 0,01M
m. Larutan glukosa 1%
n. Larutan fruktosa 1%
o. Larutan pati 1%
p. Hidrolisat pati
q. Larutan Benedict
35
3. Cara Kerja
a. Isolasi Pati Dari Umbi
Ubi kayu dikupas dan ditimbang sebanyak 100 gram
Hasil diendapkan
Larutan keruh
dan mengendap
Larutan jernih
Didekantasi
b. Hidrolisis Pati
25 ml larutan
pati 1 %
Dimasukkan ke
dalam gelas beker
Ditambah 10 tetes HCl
pekat dan ditidihkan
sampai 30 menit
Ditambahkan 1 tetes
larutan Iod 0,01 N
Diamati perubahannya
Ditambahkan 5 ml
pereaksi Fehling
Dimasukkan ke dalam
tabung reaksi
Diamati perubahannya
c. Uji Pikrat
2 ml larutan glukosa
1%, fruktosa 1%,
hidrolisat pati 1% dan
larutan pati 1%
Dicampur
Ditambahkan 1 ml larutan asam
pikrat jenuh dan 0,5 ml Na2CO3
1M pada masing-masing tabung
reaksi
d. Uji Selliwanof
Pereaksi
Selliwanof 3 ml
3 tetes
larutan
glukosa
1%
3 tetes
larutan
fruktosa
1%
3 tetes
larutan
pati 1%
3 tetes
larutan
hidrolisat pati
e. Uji Benedict
2 ml pereaksi benedict
1 ml suspensi ragi 5% + 1 ml
sukrosa 10%
Dipanaskan selama 5
menit di penangas
Kel
.
1,2
3,4
5,6
Sampel
1 tetes
larutan
pati 1%
1 tetes
larutan
pati 1%
Perubahan Warna
Awal
Akhir
Uji
Waktu
(menit)
Iod
Bening
Iod
10
Bening
Iod
15
Bening
Iod
Bening
Iod
10
Bening
Iod
15
Bening
Fehing
10
Bening
Fehling
15
Bening
Fehling
10
Bening
Fehling
15
Bening
1 ml
larutan
pati 1%
1 ml
larutan
pati 1%
Keterangan
Belum
terhidrolisis
(pekat)
Belum
terhidrolisis
Coklat
sempurna
(sedikit pudar)
Terhidrolisis
Orange
sempurna
(pudar
Belum
Ungu
terhidrolisis
Kehitaman
(pekat)
Belum
terhidrolisis
Coklat
sempurna
(sedikit pudar)
Terhidrolisis
Orange
sempurna
(pudar)
Setelah
Biru
dipanaskan ada
bening
endapan merah
bata
Setelah
dipanaskan ada
Biru
lebih banyak
bening
endapan merah
bata
Setelah
Biru
dipanaskan ada
bening
endapan merah
bata
Setelah
dipanaskan ada
Biru
lebih banyak
bening
endapan merah
bata
Ungu
Kehitaman
karena menjadi satu dari dua senyawa penyusun pati, bersama-sama dengan
amilosa (Bustan dkk, 2013).
Dalam proses hidrolisis rantai polisakarida tersebut dipecah menjadi
monosakarida-monosakarida
(Kirt-Othmer,
1983).
Hidrolisis
adalah
dengan iod, tetapi produk turunan pati seperti dekstrin yang memiliki panjang
polimer
lebih
rendah
akan
membentuk
warna
ungu
kemerahan
Sampel
Sukrosa
1%
Fruktosa
1%
3,7
11,15
4,8
Hidrolisat
pati 1%
Larutan
pati 1%
Perubahan warna
Sebelum
Sesudah
Keterangan
Kuning
Kuning
Kuning
bening
Coklat muda
Kuning
Merah
Kuning
bening
Merah
kecoklatan
Kuning
Kuning
Kuning
bening
Kuning
bening
sedikit
kehijauan
Kuning
Kuning
Tidak mengandung
gugus pereduksi
Tidak mengandung
gugus pereduksi
Mengandung gugus
pereduksi
Mengandung gugus
pereduksi
Tidak mengandung
gugus pereduksi
Tidak mengandung
gugus pereduksi
Tidak mengandung
gugus pereduksi
Tidak mengandung
gugus pereduksi
Kuning
Kuning keruh
keruh
Sumber : Laporan sementara
Karbohidrat pereduksi dapat ditunjukkan dengan beberapa cara antara
12,16
lain uji Fehling, uji Benedict, dan uji asam pikrat. Trinitrofenol atau asam
pikrat jenuh dalam suasana basa dapat digunakan untuk menunjukan
karbohidrat pereduksi. Reaksi yang terjadi dalam uji ini adalah oksidasi
karbohidrat pereduksi menjadi asam onat dan reduksi asam pikrat yang
berwarna
kuning
menjadi
asam
pikramat
yang
berwarna
merah
(Sumardjo, 2008).
Pada hasil percobaan, fruktosa positif mengandung gugus pereduksi.
Hal ini ditandai dengan berubahnya warna dari kuning menjadi merah setelah
Sampel
1,5
9,13
Sukrosa
1%
2,6
Perubahan warna
Sebelum
Sesudah
Orange
Bening
kemerahan
Bening
Merah
Bening
Merah
Bening
Merah
Bening
Bening
Bening
Bening
Bening
Bening
kekuningan
Bening
Bening
Fruktosa
1%
10,14
3,7
11,15
4
12,16
Hidrolisat
pati 1%
Larutan
pati 1%
Keterangan
Tidak mengandung
ketosa
Positif
mengandung
ketosa
Positif
mengandung
ketosa
Positif
mengandung
ketosa
Tidak mengandung
ketosa
Tidak mengandung
ketosa
Tidak mengandung
ketosa
Tidak mengandung
ketosa
ketoheksosa,
pati. Setelah itu dipanaskan di penangas air mendidih secara bersamaan lalu
diamati perubahan yang terjadi tetapi sebelum dipanaskan di penangas air
mendidih masing-masing sampel masih berwarna bening, setelah itu untuk
memanaskan masing-masing sampel tidak boleh menyentuh bawah ke
penangas dan diamati masing-masing sampel sampel terjadi perubahan
warna. Waktu yang dipanaskan selama 3 menit. Untuk sampel sukrosa 1%
untuk kelompok 1 dan 5 berubah menjadi orange kemerahan. Sedangkan pada
kelompok 9 dan 15 sampel sukrosa 1% berubah menjadi merah. Sampel
fruktosa 1% kelompok 2,6,10, dan 14 berubah menjadi menjadi merah.
Sampel hidrolisat pati 1% kelompok 3,7,11, dan 15 tetap menjadi warna
bening dan sampel larutan pati 1% kelompok 4,12, dan 15 menjadi warna
bening kekuningan. Jadi, untuk kedua sampel fruktosa terbentuk warna merah
karena positif adanya ketosa dan untuk salah satu sampel sukrosa juga positif
mengandung ketosa karena terbentuk warna merah juga. Sedangkan satu
sampel sukrosa yang tidak terbentuk warna merah, hidrolisat pati, dan larutan
pati 1% tidak terjadi perubahan warna menjadi merah. Sebenarnya larutan
sukrosa, fruktosa dan hidrolisat pati terbentuk ketosa. Tetapi, pada praktikum
fruktosa dan sampel sukrosa yang kedua saja yang terbentuk sedangkan pada
hidrolisat pati dan sampel sukrosa yang kesatu terjadi penyimpangan.
Kemungkinan besar penyimpangan terjadi karena faktor kurang bersihnya
dalam mencuci tabung reaksi sehingga kandungan gula-gula lainnya yang
masih tersisa di tabung reaksi ikut serta dalam percobaan ini.
Sampel
1 ml larutan
suspensi ragi
roti 5% dan
larutan
sukrosa 10%
Perubahan warna
Sebelum
Sesudah
Biru
Biru
Biru
Biru
Keterangan
Tidak
mengandung
gula
pereduksi
Tidak
mengandung
12,16
1 ml larutan
suspensi ragi
roti 5% dan
larutan
sukrosa 10%
Biru
Biru
Biru
Biru
gula
pereduksi
Tidak
mengandung
gula
pereduksi
Tidak
mengandung
gula
pereduksi
ml suspense pati 5%. Setelah itu diamati warna yang ada adalah lapisan satu
berupa benedict berwarna biru, lapisan kedua berwarna biru keruh, lapisan
ketiga berupa suspense pati berwarna putih. Setelah itu dipanaskan pada air
bersuhu 100C selama 5 menit dan menghasilkan 4 lapis warna yaitu lapisan
terbawah/pertama berwarna biru, lapisan kedua berwarna biru kehijauan,
lapisan ketiga berwarna kuning keruh, dan lapisan keempat berwarna putih
keruh. Maka sampel sukrosa tidak memiliki gula pereduksi karena sampel
yang dihasilkan tidak ada endapan merah bata.
9,13
3,4
Sampel
5 ml
larutan
suspensi
ragi 20%
+ 5 ml
hidrolisat
pati
5 ml
larutan
suspensi
ragi roti
20%+ 5
Perubahan warna
Sebelum
Sesudah
Keruh,
terdapat
endapan
Keruh,
putih
Keruh, ada
endapan
dengan
jumlah
sedang
Keruh,
endapan lebih
banyak
Warna terdapat
2 jenis. Ada
endapan krem
dibawah,
diatas bening
Lebih keruh,
endapan lebih
banyak
Keterangan
Banyaknya
gelembung masih
tetap sama dari
awal sampai akhir
Ada sedikit
gelembung
Banyaknya
gelembung lebih
banyak di akhir
daripada di awal
10,14
1,2
9,13
3,4
10,14
ml
hidrolisat
pati
5 ml
larutan
suspensi
ragi roti
20%+ 5
ml
larutan
pati 1%
5 ml
larutan
suspensi
ragi roti
20%+ 5
ml
larutan
pati 1%
Keruh
Keruh,
terdapat
sedikit
endapan
Keruh
Ada endapan
krem dibagian
bawah dan
dibagian atas
bening
Lebih keruh,
terdapat lebih
banyak
endapan dari
sebelumnya
Ada endapan
krem dibagian
bawah,
dibagian atas
bening
Ada gelembung
awal hingga menit
ke-20 ada
gelembung
kemudian
gelembung hilang
Banyaknya
gelembung masih
tetap sama dari
awal sampai akhir
Tidak ada
gelembung
Keruh,
terdapat
sedikit
endapan
Lebih keruh,
endapan lebih
banyak
Banyaknya
gelembung di akhir
lebih banyak
daripada di awal
Keruh
Ada endapan
krem dibagian
bawah,
dibagian atas
bening
Ada gelembung (1
buah) dari awal
hingga menit akhir
suatu fungsi anaerobik. Ada 2 macam peragian glukosa yang dekat saling
berhubungan: peragian homolaktat atau glikolisis dan peragian alkoholat.
Glikolisa dijumpai baik dalam mikroorganisme (termasuk lactobacillus yang
menjadi susu asam) maupun dalam sel dari kebanyakan hewan tingkat tinggi,
termasuk mamalia (Page, 1997).
Pada percobaaan uji peragian ini memiliki tujuan yaitu mengetahui
reaksi peragian pada larutan pati dan hidrolisat pati. Dari hasil percobaan
dapat dilihat terdapat gelembung-gelembung dan disebabkan oleh aktivitas
ragi tersebut dipengaruhi oleh aktivitas penyerapan hidrolisis. Dari ke-4
tabung yang dilakukan percobaan dapat dilihat bahwa tabung yang berisi
hidrolisat patilah yang lebih banyak dibandingkan larutan pati itu disebabkan
karena pati adalah polisakarida dan hidrolisat pati berupa monosakarida dan
disakarida.
Pada praktikum peragian dilakukan dengan menggunakan 2 buah
sampel yaitu hidrolisa pati dan larutan pati. Memasukkan suspensi ragi 20%
sebanyak 5 ml, buffer pH 6 sebanyak 5 ml ke dalam 2 buah tabung reaksi dan
masing-masing diberi 5 ml hidrolisa pati dan 5 ml larutan pati 1 %
menghasilkan gelombang kecil dan endapan berwarna krem pada kedua
tabung. Didiamkan selama 60 menit dan pada hidrolisa pati menghasilkan
gelembung dan endapan lebih banyak dibandingkan sampel larutan pati dan
warna pada hidrolisa pati kurang keruh jika dibandingkan dengan pati.
E. Kesimpulan
1. Uji isolasi pati bertujuan untuk mengetahui bagaimana tahapan dalam
mengisolasi pati dari ubi kayu dan untuk mengetahui berapa % pati yang
terdapat pada ubi kayu dari hasil percobaan. Dan hasil randemen yang
didapatkan sebesar 17,792 %.
2. Hidrolisis merupakan proses pemecahan senyawa karbohidrat (ubi kayu)
menjadi gula-gula sederhana dengan bantuan katalis dan panas.
Katalisator yang digunakan berupa asam yaitu asam klorida (HCl).
3. Pada Uji iod, pada menit ke-15 larutan pati 1% mengalami hidrolisis
sempurna. Dengan perubahan warna dari bening menjadi orange.
4. Pada uji Fehling dalam menit ke-15 terdapat endapan merah bata yang
lebih banyak dibandingkan dengan menit ke-10, sehingga dapat
DAFTAR PUSTAKA
Iryani, A. Sry. 2013. Pengaruh Jenis Katalis Asam Terhadap Studi Kinetika
Proses Hidrolisis Pati dalam Ubi Kayu . Iltek,Volume 8, Nomor 15,
April 2013.
Jufri, Mahdi, Effionora Anwar, dan Putri Margaining Utami. 2006. Uji Stabilitas
Mikroemulsi Menggunakan Hidrolisat Pati (DE 35-40) sebagai
Stabilizer. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III, No. 1. April 2006, Hal
8-9.
Lehninger, Albert L. 2002. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Mastuti, Endang dan Dwi Ardiana Setyawardhani. 2010. Pengaruh Variasi
Temperatur dan Kosentrasi Katalis pada Kinetika Reaksi Hidrolisis
Tepung Kulit Ketela Pohon Ekuilibrium Vol. 9 No. 1 Hal : 23-24.
Ratnayani, K, Dwi Adhi S, dan Gitadewi. Penentuan Kadar Glukosa dan Fruktosa
pada Madu Randu dan Madu Kelengkeng dengan Metode
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Jurnal Kimia Vol. 2, No.2, Juli
2008 Hal : 77-86.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Organik. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Shanita, S. Nik, H. Hasnah dan C.W. Khoo. 2011. Amylose and Amylopectin in
Selected Malaysian Foods and its Relationship to Glycemic Index.
Sains Malaysiana Vol.40, No. 8, Hal : 865870.
Sumarjdo, Damin. 2008. Pengantar Kimia. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Susmiati, Yuana. 2011. Dektosifikasi Hidrolisat Asam dari Ubi Kayu untuk
Produksi Bioetanol. Agrointek Vol. 5,No. 1 Maret 2011, Hal 9-11.
Triyono, Agus. 2008. Karakteristik Gula Glukosa dari Hasil Hidrolisa Pati Ubi
Jalar (Ipomoea Batatas,L.) Dalam Upaya Pemanfaatan UmbiUmbian. Jurnal Teknik Kimia dan Tekstil. Yogyakarta.
Zusfahair dan Dian Riana Ningsih. 2012. Pembuatan Dekstrin dari Pati Ubi Kayu
Menggunakan Katalis Amilase Hasil Fraksinasi dari Azospirillum Sp.
Jg3. Molekul, Vol. 7, No. 1. Mei 2012, Hal 9-13.
LAMPIRAN
1.
2.
Foto
ACARA III
LIPIDA
A.
Tujuan
Tujuan dari praktikum acara III Lipida adalah:
1. Mengetahui kelarutan lemak atau minyak dan terjadinya emulsi
2. Mengetahui ketidakjenuhan lipid
3. Mengetahui adanya kandungan kolesterol dalam bahan yang diuji
menggunakan uji Libermann-Burchat
B.
Tinjauan Pustaka
1. Teori
Pengujian lemak secara kimiawi didasarkan pada penelitian atau
penetapan bagian tertentu dari komponen kimia minyak atau lemak.
Pengujian-pengujian minyak tersebut meliputi: total minyak atau lemak,
bilangan penyabunan, bilangan iod, bilangan asam, bilangan Reichert
penyakit
jantung
koroner
serangan
jantung
atau
stroke
(Soeharto, 2001).
Asam lemak adalah asam monokarboksilat rantai lurus tanpa cabang
yang mengandung atom karbon genap mulai dari C-4, tetapi yang paling
banyak adalah C-16 dan C-18. Asam lemak dapat dikelompokkan
berdasarkan panjang rantai, ada tidaknya ikatan rangkap dan isomer transcis. Berdasarkan jumlah ikatan rangkap, asam lemak terdiridari asam lemak
jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemakjenuh dapat dibagi lagi
menjadi tiga golongan, yaitu asamlemak jenuh (saturated fatty acid, SFA),
asam lemak tak jenuhtunggal (mono unsaturated fatty acids, MUFA), dan
asam lemak tak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acid, PUFA) Asam
lemak tak jenuh dikenal dalam bentuk cis dan transisomer. Secara alamiah
asam lemak tak jenuh biasanya berbentuk cis-isomer dan hanya sedikit
dalam bentuk trans (trans fatty acid, TFA) yakni di dalam ruminansia dan
susu (Silalahi, 2011).
Asam lemak Jenuh (Saturated Fatty Acid/SFA) adalah asam lemak
yang tidak memiliki ikatan rangkap pada atom karbon. Ini berarti asam
lemak jenuh tidak memiliki tidak peka terhadap oksidasi dan pembentukan
radikal bebas seperti halnya asam lemak tidak jenuh. Efek dominan dari
asam lemak jenuh adalah peningkatan kadar kolesterol total dan K-LDL
(Kolesterol LDL) (Sartika, 2008).
Asam lemak jenuh mengandung 12-22 atom karbon. Asam lemak tak
jenuh tunggal memilki satu karbon yang berikatan ganda. Monoss umumnya
memiliki panjang rantai 16-22 dan ikatan ganda dengan konfigurasi cis. Ini
berarti bahwa atom hidrogen di kedua sisi ikatan ganda tersebut berorientasi
kea rah yang sama. Trans isomer dapat dihasilkan selama industry
pengolahan (hidrogenasi) minyak tak jenuh dan dihasilkan dalam saluran
pencernaan ruminansia (Rustan and Drevon, 2005).
Ikatan ganda yang lebih dari satu selalu dipisahkan dengan gugus
metilena
rangkapnya adalah sis (cis). Dengan demikian maka asam lemak tidak jenuh
yang mengandung banyak ikatan ganda akan membelok dan menutup
(Martoharsono, 1990).
Lemak dan minyak sangat penting dalam tubuh manusia, karena
kandungan tinggi asam lemak sangat diperlukan untuk pengembangan pada
jaringan manusia. Minyak kelapa murni (VCO) dalam industri lemak dan
minyak tergolong relatif baru dalam bidang keilmuan yang saat ini
berkembang pesat. Kandungan VCO terdapat sejumlah besar asam lemak
rentai menengah seperti kaprat, kaproat, dan kaprilat asam yang juga
berfungsi sebagai antimikroba (Rohman dkk, 2011).
Kelarutan asam lemak lebih tinggi dari komponen gliseridanya.
Asam-asam lemak tersebut larut dalam pelarut organik polar maupun non
polar. Makin panjang rantai karbon kelarutan minyak/lemak makin rendah.
Asam yang tak jenuh lebih mudah larut dibanding asam lemak tak jenuh
dengan panjang rantai yang sama, dengan demikian asam lemak yang
derajat
ketidakjenuhannya
lebih
tinggi
lebih
mudah
larut
absorpsi minyak nabati telah diuji dan ternyata lebih baik daripada air
(Fadjarwaty, 2010).
Biji wijen dan minyak telah lama dikategorikan sebagai makanan
kesehatan tradisional di India dan Negara Negara Asia Timur lainnya.
Minyak wijen telah ditemukan mengandung cukup jumlah dari lignin wijen:
sesamin, episesamin dan sesamolin. Minyak wijen juga mengandung
vitamin E (40 mg atau 100 gr minyak), 43% lemak tak jenuh ganda asam,
dan 40% lemak tak jenuh tunggal asam (Sankar dkk, 2006).
Minyek wijen bersifat larut dalam alkohol dan dapat bercampur
dengan eter, khloroform, petroleum benzene dan CS 2, tetapi tidak larut
dalam eter. Setelah dimurnikan, minyak berwarna kuning pucat dan tidak
menimbulkan gejala kabut pada suhu 00C. Minyak wijen ini bersifat
synergist terhadap phrethrum yang merupakan sifat yang khas dari minyak
wijen. Minyak wijen mempunyai nilai putaran optic positif, jadi unsure non
gliserida dalam minyak lebih positif putaran optiknya, dibandingkan dengan
asam-asam lemak maupun gliserida. Beberapa jenis ester berada dalam
bentuk padat, cair, mudah menguap atau terdiri dari senyawa jenuh dan
tidak jenuh. Masing-masing ester tersebut menentukan sifat fisiko-kimia
dari minyak, sehingga jumlah dan jenis dari ester menentukan sifat fisikokimia minyak. Kegunaan dari minyak dan lemak juga ditentukan oleh sifat
fisiko-kimianya. Pengujian sifat fisiko-kimia juga digunakan untuk
identifikasi jenis dan penilaian mutu minyak dan lemak, yang meliputi
pengujian kemurnian terutama pelarut terhadap pelarut organik, sifat
penyabunan, jumlah ikatan rangkap atau derajat ketidakjenuhan, ketengikan
dan lain-lain. Uji tersebut bersifat kuantitatif atau kualitatif, dan dapat
dilakukan berdasarkan cara asidimetri, enometri, oksidimetri dan uji khusus
lainnya (Ketaren, 1988).
Pembuatan minyak kelapa dapat dilakukan dengan carabasah atau
cara kering. Pembuatan minyakkelapa dengan cara basah diawali dengan
pembuatan
santanyang
merupakan
emulsi
minyak
dalam
air,
teknik
pemecahan
emulsi,
yaitu
cara
tradisional(dengan
Metode Penelitian
1. Alat
a. Tabung reaksi
b. Pipet tetes
c. Pipet ukur
d. Pro pipet
e. Rak (untuk tabung reaksi)
f. Gelas beaker
g. Kapas
h. Alumunium Foil
2. Bahan
a. Khloroform
b. Eter
c. Aquades
d. VCO
e. Larutan Na2CO3 1 %
f. Pereaksi Hubl Iod
g. Asam Asetat Anhidrida
h. Minyak Kelapa
i. Minyak Wijen
j. Minyak Sawit
k. Mentega Cair
l. Minyak Jelantah
m. Minyak Zaitun
3. Cara Kerja
a. Percobaan 1: Pengamatan Kelarutan Lemak dan Terjadinya Emulsi
b. Percobaan 2
c. Percobaan 3
D.
1,5
Tidak
Kuning, Jernih
minyak sawit
Eter + 5 tetes
2,6
Tidak
Kuning, Jernih
minyak sawit
Aquades + 5 tetes
3,7
Tidak
Kuning, Jernih
minyak sawit
4
8,15
9,14
Na2CO3 + 5 tetes
minyak sawit
Kloroform + 5 tetes
minyak sawit
Eter + 5 tetes
minyak sawit
Ya
Tidak
Tidak
Putih, Keruh
Bening,
Jernih
Bening,
Jernih
10,13
Aquades + 5 tetes
minyak sawit
Tidak
Keruh
11,12
Na2CO3 + 5 tetes
minyak sawit
Ya
Sedikit
Keruh
Kelarutan adalah kemampuan dari suatu zat kimia tertentu untuk larut
dalam suatu pelarut.Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut
yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Kelarutan minyak atau
lemak tergantung dari polaritasnya. Asam lemak yang bersifat polar cenderung
larut dalam pelarut polar dan asam lemak non polar larut dalam pelarut non
polar. Asam lemak berantai panjang cenderung tidak larut dalam air. Kelarutan
asam lemak lebih tinggi dari komponen gliseridanya. Asam-asam lemak
tersebut larut dalam pelarut organik polar maupun non polar. Makin panjang
rantai karbon kelarutan minyak atau lemak makin rendah. Asam lemak yang
tak jenuh lebih mudah larut dibanding asam lemak tak jenuh dengan panjang
rantai
yang
sama,
dengan
demikian
asam
lemak
yang
derajat
jenis pelarut ini memiliki sifat non polar sebagaihalnya minyak dan lemak
netral. Kelarutan dari minyak dan lemak ini dipergunakan sebagai dasar untuk
mengekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung
minyak (Ketaren, 1988).
Pada percobaan ini dilakukan untuk mengamati kelarutan lemak dan
pembentukan emulsi yang terjadi. Senyawa golongan lipid mempunyai sifat
kelarutan yang berbeda. Lipid larut dalam pelarut organik non-polar dan
pelarut polar yang dipanaskan. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini
adalah minyak sawit. Sedangkan pelarut yang digunakan untuk menguji
kelarutan lemak adalah kloroform, eter, aquades, dan Na 2CO31%. Pada sampel
kloroform dan etermenunjukan bahwaminyak sawit larut dalam kloroform dan
eter karena kedua sampel tersebut merupakan senyawa non-polar sehingga
sampel dengan minyak dapat saling tarik-menarik antarmolekul. Hal ini sudah
sesuai dengan teoribahwa lemak dan minyak bersifat non-polar sehingga
hanya dapat larut dalam pelarut organik non-polar, seperti kloroform,
heksana, petroleum eter, atau dietil eter.Untuk sampel aquades, menunjukkan
hasil bahwa minyak sawit tidak larut dalam aquades.Aquades adalah pelarut
yang bersifat polar sedangkan minyak sawit bersifat non polar, sehingga kedua
zat ini tidak bisa bercampur (Bintang, 2010).
Emulsi (emulsion) adalah suatu sistem koloid yang fase terdispersi dan
medium pendispersinya berupa cairan yang tidak dapat bercampur. Misalnya
benzena dalam air, minyak dalam air, dan air susu. Mengingat keduanya tidak
dapat bercampur, keduanya akan segera memisah. Untuk menjaga agar emulsi
tersebut mantap dan stabil, perlu ditambahkan zat ketiga yang disebut
emulgator atau zat pengemulsi (emulsifiying agent). Beberapa bahan kimia
alami dapat digunakan sebagai emulgator, seperti gelatin, pektin, kuning telur,
pasta kanji, kasein, albumin, gom arab, dan madu alam. Dengan agensia
pengemulsi, dimungkinkan terbentuknya campuran yang stabil antara lemak
dan air. Cairan dinamakan emulsi. Emulsi ini dapat berupa emulsi lemak dalam
air, misalnya susu, atau air dalam lemak, misalnya mentega Emulsi merupakan
suatu campuran yang tidak stabil dari dua cairan yang pada dasarnya tidak
saling bercampur, pada umumnya untuk membuat kedua cairan tersebut dapat
bercampur diperlukan zat pengemulsi (pengemulsifying agent) sehingga
sediaan emulsi dapat stabil. Beberapa zat pengemulsi diantaranya gom arab,
tragakan, gelatin, pectin, lecithin, stearil alcohol, bentonit, dan zat pembasah
atau surfaktan. Berdasarkan struktur zat pengemulsi bersifat amfifilik karena
memiliki molekul-molekul yang terdiri dari bagian hidrofibik (oleofilik) dan
hidrofilik (oleofibik) (Wathoni dkk, 2007).
Emulsi dibuat dengan cara menghomogenisasi minyak kaya asam
lemak -3 (5% b/v) dalam larutan natrium kaseinat (10% b/v) pada tekanan
2500 psi selama 15 menit. Fosfolipid ditambahkan sebelum homogenisasi pada
konsentrasi 0, 0.5, 1.0, 1.5, 2.0, dan 2.5% (b/v) (Estiasih, 2012).
Pada percobaan uji pembentukan emulsi digunakan empat sampel, yaitu
kloroform, eter, aquades, dan Na2CO31%. Didapatkan hasil bahwa minyak
sawit dengan kloroform, eter, maupun aquades tidak terjadi pembentukan
emulsi. Sedangkan untuk Na2CO31%, minyak sawit terjadi pembentukan
emulsi. Pada hasil percobaan telah benar kecuali pada aquades. Emulsi
(emulsion) adalah suatu sistem koloid yang fase terdispersi dan medium
pendispersinya berupa cairan yang tidak dapat bercampur. Aquades adalah
pelarut yang bersifat polar sedangkan minyak wijen bersifat non polar,
sehingga kedua zat ini tidak bisa bercampur. Minyak atau lemak dapat
membentuk emulsi dengan air. Pada uji dengan menggunakan Na2CO3 terjadi
pembentukan emulsi. Karena Na2CO3 merupakan zat emulgator sehingga pada
penambahan lipid kedalam larutan air dan Na2CO3 terjadi emulsi karena larutan
Na2CO3 membantu menurunkan tegangan permukaan air. Pada uji dengan
menggunakan kloroform dan eter tidak terjadi pembentukan emulsi. Kloroform
dan eter termasuk senyawa non polar, sehingga minyak wijen larut dengan baik
dalam senyawa tersebut dan tidak terbentuk emulsi.
Emulgator adalah bagian berupa zat yang berfungsi untuk menstabilkan
emulsi. Mekanisme kerja dari emulgator yaitu menurunkan tegangan
antarmuka permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film pada
permukaan globul-globul fasa terdispersinya. Daya kohesi suatu zat selalu
sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair akan terjadi perbedaan tegangan
banyak
diantaranya
yaitu
pada
tanaman
cengkeh
matahari
berubah
menjadicoklat
hitam
yang
berbau
lokal,karminatif,
antiemetik,
antiseptik,
dan
antispasmodik
Kelompok
1
2
3
4
5,7
6
9,15
8,11
10
12
13
14
Sampel
Minyak Jelantah
Minyak Wijen
Minyak Sawit
Minyak Kelapa
Mentega cair
Minyak Zaitun
Minyak Sawit
Minyak Kelapa
Minyak Sawit
Minyak Wijen
MinyakJelantah
Mentega Cair
pereaksi hubl iodine akan mengadisi ikatan rangkap pada lemak tidak jenuh,
sehingga warna pereaksi (merah muda) tidak terlihat (Bintang, 2010).
Sifat-sifat dari kloroform yaitu mudah menguap, tidak berwarna,
memiliki bau yang tajam dan menusuk. Bila terhirup dapat menimbulkan
kantuk. Tidak dapat bereaksi dengan palmitamida, namun dapat sebagai larutan
pemurni pada palmitamida. Larut dalam air, alkohol, benzena, eter, ptroleum
eter, karbon tetraklorida, dan karbon disulfida. Pereaksi huble iodin memiliki
kandungan iodium yang dapat bereaksi dengan ikatan rangkap dalam asam
lemak. Tiap molekul iodium mengadakan reaksi adisi pada suatu ikatan
rangkap (Kusnawidjoja, 2008).
Uji ketidakjenuhan (iod hubl) berprinsip dengan menentukan ikatan
rangkap yang ada dalam suatu bahan (asam lemak). Iodium akan mengadisi
ikatan rangkap, sehingga warna pereaksi tidak terlihat. Mekanisme uji
ketidakjenuhan ini diawali dengan tabung dihomogenkan sampai bahan larut.
Setelah itu, 10 tetes pereaksi Hubl Iodine dimasukkan ke dalam tabung sambil
dikocok dan perubahan warna yang terjadi terhadap campuran diamati.
Terdapat 6 sampel pada percobaan ini yaitu campuran antara kloroform dan iod
Hubl dengan minyak kelapa, minyak wijen, minyak sawit, minyak zaitun,
mentega cair dan minyak jelantah masing-masing dalam tabung reaksi yang
berbeda. Ketika ditambahkan tetesan minyak, terjadi perubahan warna yang
semula merah muda lalu menjadi pudar kembali. Hal ini terjadi karena pereaksi
hubl iodin akan mengadisi ikatan rangkap pada lemak tidak jenuh, sehingga
dengan melakukan uji ini dapat diketahui tingkat kejenuhan suatu lemak
(Anggraini dan Tjahjani, 2012).
Dari percobaan yang telah dilakukan kelas A, diketahui bahwa untuk
sampel 10 ml kloroform + 10 tetes Hubl Iodine + 1 tetes minyak jelantah
dibutuhkan 3 tetes minyak untuk mengubah warna larutan dari merah muda
menjadi bening. Sementara untuk sampel 10 ml kloroform + 10 tetes Hubl
Iodine + 1 tetes minyak wijen dibutuhkan 3 tetes, untuk sampel 10 ml
kloroform + 10 tetes Hubl Iodine + 1 tetes minyak sawit dibutuhkan 4 tetes dan
untuk sampel 10 ml kloroform + 10 tetes Hubl Iodine + 1 tetes minyak kelapa
dibutuhkan 9 tetes. Untuk sampel 10 ml kloroform + 10 tetes Huble Iodine + 1
tetes mentega cair dibutuhkan 3 tetes dan untuk sampel 10 ml kloroform + 10
tetes Hubl Iodine + 1 tetes minyak zaitun dibutuhkan 1 tetes. Jumlah tetesan
yang sangat banyak untuk sampel minyak kelapa dikarenakan sampel minyak
kelapa yang digunakan, paling banyak mengandung ikatan rangkapnya. Maka
dari itu, Huble Iod bekerja secara maksimal untuk memecah ikatan rangkap
pada minyak kelapa untuk dijadikan ikatan tunggal. Sehingga dibutuhkan
banyak tetes minyak untuk mengubah warna larutan dari merah muda menjadi
bening. Padahal menurut teori, minyak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
biasanya bersifat jenuh. Seharusnya minyak jelantah yang seharusnya paling
banyak mengandung ikatan rangkap dan membutuhkan banyak tetes minyak
untuk mengubah warnanya menjadi bening. Hal itu mungkin dikarenakan
minyak jelantah bekas goreng ayam yang digunakan dalam praktikum belum
digunakan untuk menggoreng ayam untuk waktu yang lama atau mungkin baru
digunakan
untuk
penggorengan
menggoreng
maupun
proses
ayam
dalam
regenerasi
jumlah
minyak
sedikit.
goreng
Proses
bekasnya
linolenatnya (asam lemak tidak jenuh ganda, PUFA) secara statistik tidak
mengalami perubahan (Rukmini, 2007).
Dari percobaan yang telah dilakukan kelas B, diketahui bahwa untuk
sampel 10 ml kloroform + 10 tetes Hubl Iodine + 1 tetes minyak jelantah
dibutuhkan 3 tetes minyak untuk mengubah warna larutan dari merah muda
menjadi bening. Sementara untuk sampel 10 ml kloroform + 10 tetes Hubl
Iodine + 1 tetes minyak wijen dibutuhkan 9 tetes, untuk sampel 10 ml
kloroform + 10 tetes Hubl Iodine + 1 tetes minyak sawit dibutuhkan 4 tetes dan
untuk sampel 10 ml kloroform + 10 tetes Hubl Iodine + 1 tetes minyak kelapa
dibutuhkan 3 tetes. Untuk sampel 10 ml kloroform + 10 tetes Huble Iodine + 1
tetes mentega cair dibutuhkan 1 tetes. Jumlah tetesan yang sangat banyak untuk
sampel minyak wijen dikarenakan sampel minyak wijen yang digunakan,
paling banyak mengandung ikatan rangkapnya. Maka dari itu, Huble Iod
bekerja secara maksimal untuk memecah ikatan rangkap pada minyak sawit
untuk dijadikan ikatan tunggal. Sehingga dibutuhkan banyak tetes minyak
untuk mengubah warna larutan dari merah muda menjadi bening. Menurut
teori, minyak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan biasanya bersifat jenuh.
Minyak jelantah dan minyak wijen termasuk dalam adam lemak tidak jenuh.
Sehingga kedua sampel itu mengandung ikatan rangkap dan membutuhkan
banyak tetes minyak untuk mengubah warnanya menjadi bening (Ketaren,
1988).
Asam lemak jenuh tidak memiliki ikatan rangkap pada rantai karbon
penyusunnya. Untuk asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan rangkap pada
rantai karbon penyusunnya minimal satu ikatan rangkap. Sehingga perbedaan
yang mencolok antara asam lemak jenuh dengan asam lemak tidak jenuh
adalah jumlah dan posisi ikatan rangkapnya. Asam lemak jenuh biasanya
terdapat dalam bentuk Cis dan asam lemak tidak jenuh memiliki titik didih
yang lebih rendah dibandingkan asam lemak jenuh (Amstrong, 1995).
Jadi dapat diurutkan bahwa dari sampel tersebut tingkat kejenuhan
paling tinggi adalah minyak zaitun, mentega cair, minyak sawit, minyak
kelapa, minyak wijen, dan minyak jelantah (Hart, 1983).
Minyak Sawit
Putih Keruh
Putih Keruh
Minyak Kelapa
Putih Keruh
Minyak Jelantah
Mentega Cair
Minyak Wijen
1 dan 7
Minyak Zaitun
Putih Bening
Mentega Cair
Kuning
9,13
Minyak Sawit
Bening
Kekuningan
Kuning
Keruh
Putih agak
keruh
10,11
Minyak kelapa
Putih Keruh
Bening
12
Minyak Wijen
14
Minyak Jelantah
Bening
Kuning
Kuning
Kehijauan
Kuning
Keruh
Kuning keruh
kehijauan
15
Minyak Zaitun
Bening
Putih keruh
Putih Keruh,
Endapan
Merah
Kehijauan,
Kuning Keruh Endapan
Merah
Kuning
Kuning Keruh
Kehijauan
Kuning
Merah Bata
Bening
Kuning
Keterangan
Non
Kolesterol
Non
Kolesterol
Kolesterol
Kolesterol
Non
Kolesterol
Non
Kolesterol
Non
Kolesterol
Non
Kolesterol
Non
Kolesterol
Non
Kolesterol
Kolesterol
Non
Kolesterol
minyak
karena
kloroform
sendiri
bersifat
non
polar
(Permatasari, 2011).
Warna yang dihasilkan jika uji menghasilkan hasil yang positif adalah
warna biru kehijauan atau hijau gelap. Warna ini muncul akibat adanya reaksi
antara gugus hidroksil dari kolesterol dengan reagen yang berupa asam asetat
dan asam sulfat pekat. Semakin banyak kolesterol yang terkandung dalam
sampel maka warna yang dihasilkan juga akan semakin terlihat hijau kebiruan
(Atinafu, 2011).
Dalam percobaan Lieberman-Burchard yang dipraktikkan pada
praktikum ini, digunakan sampel minyak jelantah yang mengandung lemak
ayam hasil penggorengan ayam, minyak wijen, minyak kelapa, dan minyak
goreng. Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan perubahan warna dari
keseluruhan sampel tidak ada yang menunjukkan warna hijau gelap atau hijau
kebiruan. Menurut teori, seharusnya jika hasil uji positif akan muncul warna
hijau gelap atau hijau kebiruan pada larutan sampel setelah diberi perlakuan
yang menunjukkan adanya kolesterol pada sampel. Untuk sampel minyak
goreng, minyak wijen, dan minyak kelapa tidak muncul warna hijau gelap yang
menunjukkan bahwa sampel-sampel tersebut negatif mengandung kolesterol
yang banyak karena warna sampel setelah perlakuan hanya keruh tanpa warna
hijau. Sementara untuk sampel minyak jelantah dimana digunakan minyak
bekas penggorengan ayam, didapatkan hasil yang mirip dengan sampel lain
yaitu hanyalah warna keruh tanpa warna kehijauan. Menurut teori seharusnya
sampel lemak ayam hasilnya positif karena lemak ayam mengandung 80 gram
kolesterol per seratus gram namun hasil praktikum menunjukkan hasil yang
negatif untuk sampel lemak ayam. Hal ini dimungkinkan karena sampel
minyak jelantah yang digunakan selain digunakan untuk menggoreng ayam,
juga telah digunakan untuk menggoreng bahan makanan yang lain. Untuk
sampel minyak goreng, minyak wijen, dan minyak kelapa tidak muncul warna
hijau gelap yang menunjukkan bahwa sampel-sampel tersebut negatif
mengandung kolesterol yang banyak karena warna sampel setelah perlakuan
hanya keruh tanpa warna hijau. Sementara untuk sampel minyak jelantah
dimana digunakan minyak bekas penggorengan ayam, didapatkan hasil yang
mirip dengan sampel lain yaitu hanyalah warna keruh tanpa warna kehijauan.
Menurut teori seharusnya sampel lemak ayam hasilnya positif karena lemak
ayam mengandung 80 gram kolesterol per seratus gram. Namun hasil
praktikum menunjukkan hasil yang negatif untuk sampel lemak ayam. Hal ini
dimungkinkan karena sampel minyak jelantah yang digunakan selain
digunakan untuk menggoreng ayam, juga telah digunakan untuk menggoreng
bahan makanan yang lain (Atinafu, 2011).
Penggorengan minyak pada suhu yang tinggi serta penggunaannya yang
berulang-ulang akan menyebabkan kerusakan pada ikatan rangkap asam lemak
sehingga akan timbul senyawa toksin serta radikal bebas. Jika senyawa ini
sampai pada tubuh manusia, maka akan timbul kerusakan pada DNA, jaringan
protein dan lemak tubuh. Itulah sebabnya masyarakat dihimbau agar tidak
menggunakan minyak goreng berulang-ulang dan dianjurkan untuk mengganti
minyak goreng maksimal setelah digunakan sebanyak 3 kali penggorengan
(Edwar, 2011).
Kolesterol dapat dipisahkan dari asam lemak dengan metode ekstraksi
kolesterol. Ekstraksi kolesterol dapat dilakukan dengan menggunakan larutan
eter atau heksana. Eter dapat menghasilkan peroksida yang dapat mendegradasi
sterol. Heksana juga merupakan pelarut yang baik untuk kolesterol karena
dibandingkan dengan pelarut lain heksana tidak berbahaya dan tidak
membentuk emulsi sebagai toluen dan tidak membentuk peroksida yang dapat
menurunkan kadar kolesterol serta tidak larut dalam air (Muharrami, 2011).
E.
Kesimpulan
Dari percobaan acara IIILipida dapat disimpulkan bahwa :
1. Minyak sawit tidak larut dalam aquades karena minyak bersifat non polar,
sedangkan aquades bersifat polar.
DAFTAR PUSTAKA
A, Rohman; Che Man, Y. B; Ismail, A and Hasyim, P. 2011. Monitoring The
Oxidative Stability Of Virgin Coconut Oil During Oven Test Using
Chemical Indexes And FTIR Spectroscopy. Journal International Food
Research Vol. 18 Hal. 303-310.
LAMPIRAN