Anda di halaman 1dari 6

A.

Kawasan Cagar Alam

1.

B. Suaka Margasatwa

1. Suaka margasatwa Muara Angke (SMMA)

Semula SMMA ditetapkan sebagai cagar alam oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 17
Juni 1939, dengan luas awal 15,04 ha. Kemudian kawasan ini diperluas sehingga pada sekitar
tahun 1960-an tercatat memiliki luas 1.344,62 ha. Dengan meningkatnya tekanan dan kerusakan
lingkungan baik di dalam maupun di sekitar kawasan Muara Angke, sebagian wilayah cagar alam
ini kemudian menjadi rusak. Sehingga, setelah 60 tahun menyandang status sebagai cagar alam,
pada tahun 1998 Pemerintah mengubah status kawasan ini menjadi suaka margasatwa untuk
merehabilitasinya. Perubahan status ini ditetapkan melalui SK Menteri Kehutanan dan
Perkebunan No 097/Kpts-II/1998 sebagai Suaka Margasatwa Muara Angke dengan total luas 25,02
ha.

Meski SMMA merupakan suaka margasatwa terkecil di Indonesia, namun peranannya cukup
penting. Bahkan BirdLife International – salah satu organisasi pelestarian burung di dunia –
memasukkan kawasan Muara Angke sebagai salah satu daerah penting bagi burung (IBA,
Important Bird Areas) di Pulau Jawa [1].Vegetasi semula di SMMA adalah hutan mangrove pantai
utara Jawa, dengan keanekaragaman jenis yang cukup tinggi. Akan tetapi akibat tingginya tingkat
kerusakan hutan di wilayah ini, saat ini diperkirakan hanya tinggal 10% yang tertutup oleh
vegetasi berpohon-pohon. Sebagian besar telah berubah menjadi rawa terbuka yang ditumbuhi
rumput-rumputan, gelagah (Saccharum spontaneum) dan eceng gondok (Eichchornia crassipes).

Tercatat sekitar 30 jenis tumbuhan dan 11 di antaranya adalah jenis pohon, yang hidup di SMMA.
Pohon-pohon mangrove itu di antaranya adalah jenis-jenis bakau (Rhizophora mucronata, R.
Apiculata), api-api (Avicennia spp.), pidada (Sonneratia caseolaris), dan kayu buta-buta (Excoecaria
agallocha). Beberapa jenis tumbuhan asosiasi bakau juga dapat ditemukan di kawasan ini seperti
ketapang (Terminalia catappa) dan nipah (Nypa fruticans).

Selain jenis-jenis di atas, terdapat pula beberapa jenis pohon yang ditanam untuk reboisasi.
Misalnya asam Jawa (Tamarindus indica), bintaro (Cerbera manghas), kormis (Acacia
auriculiformis), nyamplung (Calophyllum inophyllum), tanjang (Bruguiera gymnorrhiza), dan waru
laut (Hibiscus tiliaceus).SMMA merupakan tempat tinggal aneka jenis burung dan berbagai satwa
lain yang telah sulit ditemukan di wilayah Jakarta lainnya. Jakarta Green Monster mencatat
seluruhnya ada 91 jenis burung, yakni 28 jenis burung air dan 63 jenis burung hutan, yang hidup di
wilayah ini. Sekitar 17 jenis di antaranya adalah jenis burung yang dilindungi.

Jenis burung yang sering dijumpai antara lain adalah pecuk-padi kecil (Phalacrocorax niger),
cangak (Ardeola spp.), kuntul (Egretta spp.), kareo padi (Amaurornis phoenicurus), mandar batu
(Gallinula chloropus), betet biasa (Psittacula alexandri), merbah cerukcuk (Pycnonotos goiavier),
kipasan belang (Rhipidura javanica), remetuk laut (Gerygone sulphurea) dan lain-lain. Beberapa di
antaranya merupakan burung khas hutan bakau seperti halnya sikatan bakau (Cyornis rufigastra).
Selain itu, SMMA juga menjadi rumah bagi perenjak Jawa (Prinia familiaris).

SMMA juga dihuni oleh beberapa jenis burung endemik, yang hanya ada di Pulau Jawa. Misalnya
cerek Jawa (Charadrius javanicus) dan bubut Jawa (Centropus nigrorufus). Bubut Jawa diketahui
sebagai salah satu spesies terancam punah di dunia, dengan penyebaran terbatas di beberapa
tempat saja termasuk di SMMA. Burung terancam punah lainnya yang menghuni kawasan ini ialah
bangau bluwok (Mycteria cinerea). Di Pulau Jawa, bangau jenis ini diketahui hanya berbiak di
Pulau Rambut yang terletak tidak jauh dari Muara Angke.

Di samping jenis-jenis burung, di SMMA juga masih dijumpai kelompok-kelompok liar monyet kra
atau juga biasa disebut monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Mereka hidup berkelompok
hingga belasan ekor yang terdiri dari beberapa jantan dan betina. Makanan utamanya ialah
dedaunan muda dan buah-buahan hutan bakau seperti buah pidada (Sonneratia caseolaris).
Monyet ekor panjang memiliki peranan yang penting di dalam Suaka Margasatwa Muara Angke,
karena membantu penyebaran biji-bijian tumbuhan hutan. Biji-biji yang tak dapat dicerna itu akan
dikeluarkan kembali bersama dengan fesesnya.

Jenis mamalia lain yang dapat ditemukan di SMMA, akan tetapi jarang terlihat, adalah berang-
berang cakar-kecil (Aonyx cinerea). Karnivora kecil pemakan ikan dan aneka hewan air ini
terutama aktif di malam hari (nokturnal).

SMMA juga menjadi tempat hidup berbagai spesies reptilia seperti biawak air (Varanus salvator),
ular sanca kembang (Python reticulatus), ular sendok Jawa alias kobra Jawa (Naja sputatrix), ular
welang (Bungarus fasciatus), ular kadut belang (Homalopsis buccata), ular cincin mas (Boiga
dendrophila), ular pucuk (Ahaetula prasina) dan ular bakau (Cerberus rhynchops). Menurut
informasi dari warga sekitar, di SMMA masih ditemukan pula jenis buaya muara (Crocodylus
porosus).Suaka margasatwa ini terletak berbatasan dengan kompleks permukiman Pantai Indah
Kapuk (PIK). Pintu masuknya berada di seberang kompleks ruko Niaga Mediterania, di bagian
timur PIK.

Untuk menuju SMMA, yang termudah adalah dengan mencapai Mega Mall Pluit lebih dulu.
Pertokoan ini mudah dicapai dengan berbagai kendaraan umum dari arah Grogol atau Jakarta
Kota melalui Jembatan Tiga. Kendaraan dari arah jalan tol dalam kota Jakarta hendaknya keluar di
pintu tol Jembatan Tiga.

Kemudian mengikuti jalan Pluit Indah di muka Mega Mall ke arah barat, dan dilanjutkan
menyeberangi perempatan dengan jembatan memasuki jalan Muara Karang (Pluit Karang) terus
ke arah barat hingga ke ujungnya. Menyeberangi perempatan agak serong ke kiri (arah barat
daya) terletak jalan Mandara Permai, jalan masuk menuju Pantai Indah Kapuk.

Tidak jauh dari perempatan serong tersebut terdapat gerbang Pantai Indah Kapuk, dan setelah
menyeberang jembatan dan melalui bundaran, di sebelah kanan jalan (sebelah utara, sekitar 500
meter dari gerbang) adalah Suaka Margasatwa Muara Angke. Kendaraan dapat diparkir di
kompleks ruko Niaga Mediterania, tepat di seberang pintu masuk Suaka Margasatwa.

Lokasi ini dapat pula dicapai dari arah barat kompleks PIK, yakni dengan memasuki wilayah PIK
lebih dulu dan menuju jalan Pantai Indah Kapuk Utara 2, terus ke arah timur hingga kompleks ruko
Mediterania.

Kali Angke, batas timur SMMA, jalur lalu-lintas perahu

nelayan. Pohon api-api tumbuh di sepanjang tepiannya.

2. Tanjung Putting (Kalimantan)

Tanjung Puting (Kalimantan) It is a conservation area with an area of 300,040 ha and is a wildlife
reserve selected by UNESCO as a biosphere reserve. The inhabitants of this area are orang-utans.
WiWilayah konservasi dengan luas area 300.040 ha dan merupakan suaka margasatwa yang dipilih
oleh UNESCO sebagai cagar biosfer. Penghuni kawasan ini merupakan orang-utan. Wilayah ini
menjadi rumah dan daerah konservasi bagi flora fauna. Bentang alam Tanjung Putting yang paling
populer adalah Tanjung Harapan, yang berupa area pantai dengan bebatuan yang
mempertemukan Laut Jawa dengan Kalimantan. Di sana juga terdapat tempat rehabilitasi orang-
hutan yang disebut Camp Leakey.

Vegetasi di sungai Sekonyer

C. Taman Nasional

1. Taman Nasional Lorentz

Taman Nasional Lorentz adalah sebuah taman nasional yang terletak di provinsi Papua, Indonesia.
Lahan yang ditempatinya seluas wilayah sebesar 2.505.600 Hektare. Dalam pembagian
administraif, Taman Nasional Lorent berada dalam wilayah Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten
Mimika, Kabupaten Asmat, Kabupaten Yahukimo, dan Kabupaten Puncak Jaya. Taman Nasional
Lorentz juga terbagi menjadi 16 distrik. Pemerintah Indonesia menetapkan kawasannya sebagai
taman nasional pada tahun 1997. UNESCO juga menetapkan Taman Nasional Lorentz sebagai
warisan dunia pada tahun 1999.

Lorentz merupakan taman nasional terbesar di Asia Tenggara. Taman ini masih belum dipetakan,
dijelajahi dan banyak terdapat tanaman asli, hewan dan budaya.

Wilayahnya juga terdapat persediaan mineral, dan operasi pertambangan berskala besar juga aktif
di sekitar taman nasional ini. Ada juga Proyek Konservasi Taman Nasional Lorentz yang terdiri dari
sebuah inisiatif masyarakat untuk konservasi komunal dan ekologi warisan yang berada di sekitar
Taman Nasional Loretz ini.

Dari tahun 2003 hingga kini, WWF-Indonesia Region Sahul Papua sedang melakukan pemetaan
wilayah adat dalam kawasan Taman Nasional Lorentz. Tahun 2003- 2006, WWF telah melakukan
pemetaan di Wilayah Taman Nasional Lorentz yang berada di Distrik (Kecamatan) Kurima
Kabupaten Yahukimo, dan Tahun 2006-2007 ini pemetaan dilakukan di Distrik Sawaerma
Kabupaten Asmat.
Nama Taman Nasional ini diambil dari seorang Penjelajah asal Belanda, Hendrikus Albertus
Lorentz,yang melewati daerah tersebut pada tahun 1909 yang merupakan ekspedisinya yang ke-
10 di Taman Nasional ini.

Taman Nasional Lorentz yang terletak di Provinsi Papua adalah taman nasional terluas di Asia
Tenggara. Terdapat banyak ragam jenis ekosistem dan vegetasi di taman nasional ini.

2. Taman Nasional Baluran

Taman Nasional Baluran adalah salah satu taman nasional di Indonesia yang terletak di wilayah
Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur, Indonesia. Namanya diambil dari nama gunung yang berada
di daerah ini, yaitu Gunung Baluran. Awalnya, kawasan taman nasional ini ditetapkan sebagai
hutan lindung pada tahun 1930 oleh Direktur Kebun Raya Bogor yang bernama K.W. Dammerman.
Statusnya kemudian diubah menjadi suaka margasatwa oleh Gubernur Hindia Belanda pada
tanggal 25 September 1937. Penetapan ulang sebagai suaka margasatwa diadakan oleh Menteri
Pertanian dan Agraria melalui Surat Keputusan Nomor. SK/II/1962 tanggal 11 Mei 1962. Status
taman nasional diperoleh pada tanggal 6 Maret 1980 oleh Menteri Pertanian dan dikukuhkan lagi
pada tahun 1997 oleh Menteri kehutanan. Luas lahannya seluas 25.000 ha. Taman Nasional
Baluran berbatasan dengan Selat Madura di utara, Selat Bali di timur, Desa Wonorejo dan Sungai
Bajulmati di selatan dan, serta Sungai Klokoran dan Desa Sumberanyar di barat. Wilayahnya dibagi
menjadi zona inti seluas 12.000 Ha, zona rimba seluas 5.537 ha, zona pemanfaatan intensif seluas
800 Ha, zona pemanfaatan khusus seluas 5.780 Ha, dan zona rehabilitasi seluas 783 Ha.
Pengelolaannya dibagi dua menjadi Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Bekol dan Seksi
Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Karangtekok. Seksi wilayah I meliputi sanggraloka Bama,
Lempuyang dan Perengan. Sedangkan seksi wilayah II meliputi sanggraloka Watu Numpuk,
Labuhan Merak dan Bitakol.
Wisatawan melihat gunung Baluran di padang sabana Bekol, Taman Nasional Baluran, Situbondo,

Jawa Timur

Anda mungkin juga menyukai