Pengelolaan Kawasan
Tahap berikutnya dilaksanakan tata batas kawasan hutan Bakiriang yang di dalamnya
termasuk SM Bakiriang yang dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan anggaran yang
tersedia dengan tahapan sebagai berikut:
Letak geografis kawasan
10 16’ 02” sampai dengan 10 25’ 40” Lintang Selatan (LS) dan 1220 15’ 59” sampai dengan
1220 26’ 41” Bujur Timur (BT)
ekosistem pantai,
KeanekaragamanHayati
Potensi flora di dalam kawasan SM. Bakiriang, mencakup potensi flora pada komposisi
hutan hujan dataran rendah pada daerah pegunungan, dan perbukitan, komposisi flora pada lokasi
ini terdiri dari, Damar (Agathis sp), Meranti merah dan putih (Shorea sp), Kume (Palaquium sp),
kemudian disusul dengan jenis Siuri (Koordersiodendron pinnatum), Nantu (Endiandra sp), Palapi
(Heriteira sp), Bayur (Pterospermum sp).
Kemudian pada stratum lebih rendah dijumpai jenis; Kenari (Canarium sp), Kenanga
(Cananga odorata), Dao (Dracontomelon dao), Palijo (Cinnamommum sp), Kemiri (Aleurites
moluccana), dan Gopasa (Vitex gopasa).
Pada daerah-daerah yang terbuka akan muncul jenis-jenis pioner, yang mendominasi lahan
tersebut dengan jenis antara lain; Kawae (Trema orientalis), Waneran (Macaranga orientalis), dan
Pamuru (Elmerilia ovalis).
Pada daerah pesisir pantai atau ekosistem hutan Pantai, dijumpai jenis-jenis flora antara
lain; Bintangur (Callophyllum inophylum), Benuang laki (Duabanga moluccana), Cemaranpantai
(Casuarina equisetifolia), Pulai (Alstonia scholaris), Sengon laut (Albizzia falcataria), Pangi
(Pangium edula), dan beberapa jenis lainnya.
Dijumpai pula beberapa jenis pada hutan rawa dan ekosistem hutan bakau, diantaranya
jenis; Prepat laut (Soneratia sp), Prepat darat (Rhizophora sp), Payapi (Avicennia marina), DAN
Boise (Bruguera gymnorhiza), pada rawa-rawa dijumpai antara lain; Nipah (Nipa fruticans), Jabon
(Anthocephalus chinensis), Sagu (Metrosideros sagu), dan Binuang laki (Duabanga moluccana).
Sebagian besar jenis-jenis flora tersebut di atas merupakan pakan bagi burung Maleo di dalam
kawasan SM. Bakiriang Burung maleo (Macrocephalon maleo). Fauna lain yang dapat dijumpai
dalam kawasan SM Bakiriang yaitu: Kera hitam sulawesi (Macaca tonkeana), Musang coklat
(Macrogalidia muschenbroeckii), Keaatau Kakatua hijau(Tanygnatussumatranus), Nuri hijau kep
ala biru(Trichoglosossusornatus), Pecuk ular(Anhingamelanogaster), Kepodang
(Orioluschinensis), Mandar sulawesi(Aramidopsisplateni), Gagak hitam(Corvusenca), Rangkong
sulawesi (Rhyticeros cassidix), dan Penelopides exarhatus), Bangau (Egreta alba, Egeta
intermedia, Egreta garzeta).
Potensi kawasan
jenis tanah
Jenis tanah yang terdapat dalam kawasan SM Bakiriang terdiri atas jenis aluvium muda
berasal dari endapat pantai (daerah pantai). Jenis tanah yang umumnya dijumpai pada wilayah
pantai yaitu aluvium endapan laut campuran endapan muara hingga aluvium non vulkanik dan
endapan estuarin yang berasal dari sungai gambut (endapan bahan organik gambut).
Pada bagian pegunungan jenis tanah yang menyusun kawasan SM Bakiriang yaitu batu
pasir, konglomerat, batu lumpur serpih, dan batu marmer serta batu gamping dengan jenis ultiso
(potsolik merah kuning), dan jenis laosol (Inceptisol).
Posisi Kawasan konservasi dalam DAS
Kawasan SM Bakiriang merupakan kelompok hutan yang memiliki fungsi sebagai hutan
lindung dan dari kawasan hutan lindung tersebut dijumpai beberapa sungai yang mengalir aktif.
Sungai Sinorang merupakan sungai yang terbesar dan panjang yang mengalir dan berhulu di
Pengunungan Batui dalam kawasan SM Bakiriang. Hulu Sungai Toili yang mengalir pada bagian
timur kawasan adalah Pegunungan Batui, begitu pula halnya dengan Sungai Tumpu. Di bagian
daerah pantai mengalir Sungai Bakiriang yang berhulu di daerah Perbukitan Bakiriang dan bagian
dari pegunungan batu kapur atau gamping. Keberadaan sungai-sungai tersebut dimanfaatkan
masyarakat sebagai sumber pengairan bagi sawah-sawah dan kebun-kebun penduduk di
sekitarnya.
Curah hujan
Curah hujan tertinggi rata-rata adalah 243 mm/ bulan di Kecamatan Batui Selatan,
sedangkan di Kecamatan Moilong dan Kecamatan Toili rata-rata curah hujan tertinggi adalah 171
mm/ bulan, dengan suhu udara rata-rata terendah 21 0C dan tertinggi 33 0C.
Ketinggian
0 – 700 m dpl
kelerengan/topografi
Kawasan SM Bakiriang umumnya memiliki topografi wilayah yang bervariasi dari mulai
dari datar hingga pegunungan. kemiringan lereng 0 – < 8% (landai) pada daerah pantai, 8 – <
15% pada daerah perbukitan (landai sampai agak curam), 15 - < 25% juga pada daerah perbukitan
(curam) dan 25 - < 40% pada daerah pegunungan, serta kemiringan lereng ≥ 40% pada daerah
pegunungan (sangat curam).
Aksesibilitas menuju kawasan
Kawasan SM Bakiriang, dapat ditempuh dengan kendaraan darat baik roda 4 (empat)
maupun roda 2 (dua). Jarak tempuh antara Palu – Kawasan SM Bakiriang ± 700 Km dengan
waktu tempuh ± 12 – 16 jam, menggunakan kendaraan umum atau pribadi.
Terdapat seditikitnya 3 (tiga) akses masuk ke Kawasan SM Bakiriang ini, ketiga pintu itu
adalah dari Desa Sukamaju di sebalah timur kawasan, Desa Samalore di sebelah barat kawasan
dan Desa Moilong di sebelah selatan kawasan. Pencapaian akses masuk tersebut adalah sebagai
berikut:
· Kota Luwuk – Desa Sukamaju (± 90 km) dapat ditempuh dengan kendaraan beroda 2 (dua)
atau beroda 4 (empat) dan dilanjutkan dengan kendaraan roda 2 (dua) untuk masuk ke Dusun
Tumpu Jaya I Desa Sinorang yang berbatasan dengan kawasan tersebut melewati Sungai
Sinorang.
· Kota Luwuk – Desa Samalore (± 100 km) ditempuh dengan roda 2 (dua) atau roda 4 (empat)
dan dilanjutkan sampai masuk ke Dusun Tumpu Jaya II Desa Sinorang yang terletak dalam
kawasan melewati areal perkebunan kelapa sawit PT. Kurnia Luwuk Sejati.
· Kota Luwuk – Desa Moilong (± 100 km) ditempuh dengan roda 2 (dua) atau roda 4 (empat)
dan dilanjutkan berjalan kaki menyusuri pinggiran Pantai Sinorang (Selat Peling) sampai masuk
ke areal Penangkaran Burung maleo di bagian Pantai Sinorang melewati Desa Sumberharjo dan
Desa Slametharjo atau dapat pula menggunakan sampan/perahu motor dari Desa Sinorang ke areal
penangkaran tersebut
Kondisi Penataan Zona/blok
Sudah dilakukan penataan blok berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Konservasi Sumber
Daya Alam dan Eksosistem Nomor : SK.431/KSDAE/SET/KSA.0/12/2016 tanggal 28 Desember
2016.
Ekonomi dan social budaya masyarakat sekitar kawasan
Kehidupan masyarakat di sekitar kawasan SM. Bakiriang, cukup harmonis dengan
keragaman penduduk. Masyarakat lokal masih tetap memelihara adat istiadat secara turun
temurun, termasuk adat Tumpe yang dilakukan sejak Jaman Kerajaan Banggai. Mata pencaharian
masyarakat pada umumnya bertani dan berkebun, sebagian yang berada di daerah pesisir pantai
dengan mata pencaharian nelayan.
Aspek budaya yang datang bersamaan dengan masuknya para Transmigran dari Jawa dan
Bali yang ditempatkan di sekitar wilayah SM. Bakiriang, tidak mempengaruhi secara signifikan
perkembangan budaya lokal. Masyarakat lokal pada umumnya menganut agama Islam, sedangkan
para transmigran ada beragama Islam, Hindu dan Nasrani. Masing-masing kelompok masyarakat
secara harmonis melaksanakan ibadah menurut agama dan keyakinannya masing-masing.
Masyarakat dengan mata pencaharian sebagai petani di sekitar kawasan SM. Bakiriang,
sangat didukung oleh keberadaan lahan yang subur dan pengairan/irigasi yang memadai, sehingga
keberhasilan usaha sektor pertanian sangat memungkinkan bagi pertumbuhan ekonomi
masyarakat
Desa Penyangga Kawasan Konservasi: