Anda di halaman 1dari 10

I.

PENDAHULUAN

A. Letak dan Luas


Secara geografis Suaka Margasatwa Tanjung Amolengo terletak antara 122º48’ BT –
122º50’ BT dan 3º57’ LS – 3º59’ LS dengan luas ± 605 Ha. Secara administratif
kehutanan termasuk dalam Wilayah Dinas Kehutanan Kabupaten Konawe Selatan.
Sedangkan secara administratif pemerintahan kawasan konservasi ini termasuk
dalam wilayah Desa Amolengo dan Desa Ampera, Kecamatan Kolono Timur
Kabupaten Konawe Selatan.

B. Lokasi
Suaka Margasatwa Tanjung Amolengo terletak di ujung tenggara daratan utama Pulau
Sulawesi tepatnya di Desa Amolengo dan Desa Ampera, Kecamatan Kolono,
Kabupaten Konawe Selatan dengan batas-batas :
Sebelah Utara : Desa Amolengo
Sebelah Timur : Selat Buton
Sebelah Selatan : Teluk Kolono
Sebelah Barat : Desa Rumba-Rumba
Oleh karena letak SM Tanjung Amolengo terletak di daerah tanjung, desa-desa yang
terletak di sekitarnya merupakan desa pesisir atau tepi pantai. Ada 3 (tiga) desa yang
merupakan desa sekitar kawasan SM Tanjung Amolengo yaitu Desa Ampera, Desa
Amolengo dan Desa Langgapulu yang semuanya termasuk wilayah Kecamatan Kolono
Timur.

C. Sejarah Kawasan
Menurut Mustari (1996) menyatakan bahwa aktivitas di hutan Tanjung Amolengo
dimulai pada tahun 1940-an, ketika beberapa orang suku Kadatua dari Pulau Buton
yang mencoba menghindar dari kekejaman penjajah Jepang yang datang ke tanjung
untuk membuka hutan untuk berladang. Mereka membuka hutan di bagian selatan
Tanjung Amolengo, tepatnya di sekitar hutan pantai di blok hutan Pelangaria. Sisa-
sisa tanaman kebun kebun mareka masih dapat dijumpai di blok hutan tersebut
diantaranya kapuk (Ceiba petandra) dan asam (Tamarindus indica). Mereka tidak
lama menempati derah itu dan sebelum tahun 1950-an mereka sudah meninggalkan
tempat itu oleh sebab-sebab yang tidak diketahui pasti.
Selama pemberontakan DI/TII Kahar Muzakar pada periode tahun 1955-1962, hutan
Tanjung Amolengo merupakan salah satu basis gerilya yang cukup strategis. Pada
tahun 1962, DI/TII mengalami kekalahan dari tentara nasional, sehingga mereka
meninggalkan lokasi itu.
Selanjutnya dalam periode 1962 sampai 1974, suku pendatang Menui dari perbatasan
Sulawesi Tenggara – Tengah datang ke hutan datang ke hutan Tanjung Amolengo
dengan maksud yang sama dengan dengan suku Kadatua yaitu membuka hutan untuk
ladang. Hutan yang dibuka oleh suku ini terletak dibagian selatan dan barat hutan
Tanjung Amolengo. Sekitar dua pertiga kawasan hutan tersebut dibuka selama
periode itu. Dalam periode yang sama, suku Bajo juga membuka hutan dibagian Timur
Amolengo dengan maksud yang sama. Hanya sebagian kecil hutan Tanjung Amolengo
yang tidak sempat dibuka oleh para peladang berpindah dalam periode tersebut
diatas, yaitu dibagian tengah kawasan yang dirujuk sebagai hutan primer saat ini.
Sebelum para peladang datang ke daerah itu, hutan Tanjung Amolengo merupakan
habitat penting berbagai jenis satwa liar endemik Sulawesi khususnya Anoa. Melihat
kondisi habitat dan populasi Anoa terancam, maka Pemerintah cq. Departemen
Pertanian menunjuk kawasan hutan seluas 850 hektar ini sebagai kawasan hutan
dengan fungsi Suaka Margasatwa pada tahun 1975, dengan SK Menteri Pertanian
Nomor 423/Kpts/Um/10/1975. Proses penunjukkan diawali dengan terbitnya
Rekomendasi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara Nomor Pta.
4/1/11 tanggal 16 Januari 1973, yang kemudian ditindak lanjuti dengan surat Direktur
Jenderal Kehutanan (saat itu) kepada Menteri Pertanian Nomor 2504/DJ/I/1975
tanggal 26 Agustus 1975. Kawasan ini telah ditetapkan berdasarkan Keputusan
Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 95/KPTS-II/1999 tanggal 2 Maret 1999
dengan luas 605 Ha.
D. Aksesibilitas Kawasan
Suaka Margasatwa Tanjung Amolengo dapat dicapai melalui perjalanan darat dari
Kendari ke SM Tanjung Amolengo dengan mobil selama ± 2 jam. Angkutan umum ke
lokasi ini tersedia setiap harinya.

E. Kondisi Fisik Kawasan


Kawasan SM. Tanjung Amolengo mempunyai topografi datar/landai. Sedangkan tipe
iklim menurut Schmidt & Fergusson adalah termasuk tipe C dengan curah hujan
tahunan rata-rata sebesar 1.980 mm/tahun. Bulan-bulan terkering adalah Agustus,
September, Oktober dan November. Suhu berkisar antara 20 0 hingga 340 C, dengan
kelembaban relatif 80%.

F. Potensi Hayati dan Non Hayati


1. Ekosistem
Tipe ekosistem di kawasan SM Tanjung Amolengo secara umum termasuk tipe
ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah yang mana merupakan kawasan
dengan topografi datar/landai. Lantai hutan banyak didominasi oleh tumbuhan
bawah dan semak/belukar.
Ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah di SM Tanjung Amolengo terdiri dari
empat formasi hutan yaitu hutan primer, hutan sekunder, hutan mangrove dan
hutan pantai. Hutan primer terletak di bagian tengah kawasan yaitu di kelerengan
yang terjal dan bagian berbukit dengan ciri pepohonan berdiameter besar dan
tinggi dengan lantai hutan relatif bersih dari herba dan semak/tumbuhan bawah.
Sedangkan hutan sekunder terletak di pinggiran kawasan dan hampir di sekeliling
kawasan yang ditandai dengan jarangnya pohon berdiameter besar serta rapatnya
semak, herba dan tumbuhan bawah.

2. Flora
Berdasarkan hasil inventarisasi Tim BKSDA Sulawesi Tenggara saat pengumpulan
data pada bulan September 2014, vegetasi pohon yang terdapat di SM Tanjung
Amolengo didominasi oleh jenis Konduri (Parkia javanica), Rhizopora (Rhizopora
sp), dan Api-api (Avicenia marina). Tingkat tiang didominasi oleh holea
(Cleistanthus sumatranus), Putat (Baringtonia racemosa) dan Tolihemanu.
Komposisi tumbuhan bawah (herba) di SM Tanjung Amolengo antara lain dari
family Poaceae dan Cyperaceae.

Gambar 1. Vegetasi penyusun SM Tanjung Amolengo

3. Fauna
Suaka Margasatwa Tanjung Amolengo memiliki keanekaragaman fauna terutama
jenis endemik Sulawesi antara lain anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis),
monyet hitam sulawesi (Macaca ochreata), babi hutan (sus celebensis), musang
sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii), rangkong (Aceros cassidix), bajing
(Callosciurus sp.) serta beberapa jenis reptil diantaranya biawak (Varanus
togianus), ular sanca (Phyton reticulatus), dan tokek (Gecko gecko). Menurut
Mustari (1996) sedikitnya terdapat 54 jenis burung dari 20 famili antara lain
cikalang kecil (Fregata ariel), bangau (Ciconia episcopus), belibis (Dendrocygna
arquata), elang bondol (Haliastur indus) dan lain-lain. Selain menjadi habitat bagi
berbagai jenis satwaliar seperti yang telah disebutkan di atas, SM Tanjung
Amolengo juga merupakan habitat utama lebah madu. Jenis lebah yang ada di
kawasan ini adalah lebah hitam (Apis dorsata) dan lebah kuning (Apis indica).
Lebah madu menghasilkan madu yang bernilai ekonomi tinggi yang manfaatnya
sudah dikenal oleh hampir seluruh masyarakat.

Gambar 2. Searah jarum jam (1 dan 2) jejak dan kotoran anoa (3) kura-kura dan (4) burung
rangkong/halo yang terdapat di SM Tanjung Amolengo
4. Pariwisata
Kawasan SM Tanjung Amolengo dan sekitarnya memiliki potensi wisata alam
berupa panorama alam dan wisata penelitian/pendidikan. Panorama alam
biasanya berupa obyek wisata alam baik yang berada dalam kawasan maupun di
luar kawasan, diantaranya adalah :

a. Pera 1 dan Pera 2


Pera 1 seluas ± 2 ha dan Pera 2 seluas ± 0,7 ha merupakan padang
penggembalaan (feeding ground) berupa padang rumput yang dikelilingi oleh
hutan. Berbagai jenis satwa liar memanfaatkan Pera untuk mencari makan
antara lain anoa, babi hutan, dan burung. Pada musim hujan Pera ini tergenang
air dan sering dijumpai burung belibis air berenang di sana. Anoa sering datang
ke tempat ini untuk minum selain mengasin di pantai dan pada tepian pera
sering dijadikan sebagai tempat berkubang.
Di pinggir Pera 1 telah dibangun menara pengintai setinggi 15 meter untuk
aktivitas pengamatan satwa, namun sayang sekarang kondisinya sudah rusak
dan perlu untuk dibangun kembali.
b. Pantai Baturempe
Pantai Baturempe terletak di Blok Hutan Baturempe, antara pal 94 – 95. Pantai
ini memiliki garis pantai yang tidak terlalu panjang (hanya sekitar 25 m), pasir
putih dan landai dengan ombak yang cukup keras. Pengunjung dapat berenang
di pantai ini atau bersampan menikmati panorama sekitar.
Gambar 3. Pera 1 dan Pantai Baturempe dengan vegetasi mangrove
c. Kawasan wisata penelitian/pendidikan dengan melakukan penelitian
keanekaragaman hayati berupa satwa, tumbuhan dan ekosistemnya, karena
memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan memiliki beberapa satwa liar
dan endemik Sulawesi seperti anoa, maleo dan monyet hitam sulawesi.

G. Sosial Ekonomi dan Budaya


1. Penduduk
Secara rinci luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk sekitar SM
Tanjung Amolengo dapat dilihat seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Sekitar SM Tanjung
Amolengo s/d Tahun 2015

Luas Jumlah Jumlah Rumah Kepadatan


No Desa
(Km2) (Jiwa) Tangga (Jiwa/Km2)
1 2 3 4 5 6
1. Ampera 16,08 386 279 24
2. Amolengo 12,01 360 272 30
3. Langgapulu 11,42 521 359 46
Sumber : Kecamatan Kolono Timur dalam Angka, Badan Pusat Statistik
Kab. Konawe Selatan, Tahun 2016.

Tabel 2. Jumlah Penduduk dan Sex Ratio Penduduk Sekitar Suaka Margasatwa
Tanjung Amolengo s/d Tahun 2015

Jumlah Penduduk Jumlah


No Desa Sex Ratio
Pria Perempuan (Jiwa)
1 2 3 4 5 6
1. Ampera 191 195 386 98
2. Amolengo 177 183 360 97
3. Langgapulu 260 261 521 100
Sumber : Kecamatan Kolono Timur dalam Angka, Badan Pusat Statistik
Kab. Konawe Selatan, Tahun 2016.
2. Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat di kecamatan sekitar SM Tanjung Amolengo
umumnya tergolong masih rendah. Hal ini terlihat dari sarana pendidikan
yang ada dimana di ketiga desa yang masih minim, yang datanya disajikan
dalam Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Fasilitas Sekolah Sekitar SM Tanjung Amolengo s/d Tahun 2015

No. Kecamatan/Desa TK SD SMP SMA


1 2 3 5 7 9
1. Ampera - - 1 -
2. Amolengo - 1 - -
3. Langgapulu - 1 - -
Sumber : Kecamatan Kolono Timur dalam Angka, Badan Pusat Statistik Kab. Konawe
Selatan, Tahun 2016.

3. Tata Guna dan Pola Penggunaan Lahan


Penggunaan lahan di Desa sekitar kawasan SM Tanjung Amolengo di
Kecamatan Kolono Timur dikelompokkan menjadi lahan sawah, lahan kering
dan lainnya. Di Desa Ampera, Amolengo dan Langgapulu tidak terdapat
lahan sawah, yang ada lahan bukan yang meliputi pekarangan, dan kebun
dan lahan untuk non pertanian. Dari jenis penggunaan lahan tersebut yang
paling luas adalah lahan kering. Selengkapnya data tentang penggunaan
lahan tersebut disajikan dalam Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Pola Penggunaan Lahan di Sekitar SM Tanjung Amolengo Kecamatan
Kolono Timur s/d Tahun 2015

Lahan Sawah Lahan Kering Lahan Lainnya


No. Kecamatan/Desa
(Ha) (Ha) (Ha)
1 2 3 4 5
1. Desa Ampera - 1.596,8 11,2
2. Desa Amolengo - 1.189,9 11,1
3. Desa Langgapulu - 1.133,8 8,2
Sumber : Kecamatan Kolono Timur dalam Angka, Badan Pusat Statistik Kab. Konawe
Selatan, Tahun 2016.
4. Perekonomian
Sebagian besar mata pencaharian penduduk di sekitar kawasan SM Tanjung
Amolengo adalah petani perkebunan dan perikanan laut. Masyarakat Desa
Ampera dan Amolengo sebagian besar masyarakatnya adalah petani kebun
dengan komoditi utama kelapa, dan komoditi lainnya jambu mete,
sedangkan masyarakat Desa Langgapulu mayoritas adalah nelayan
perikanan laut.
Masyarakat petani di sekitar kawasan SM Tanjung Amolengo pada
umumnya banyak mengusahakan tanaman jangka panjang seperti jambu
mente, kakao, kelapa dan kopi. Hasil pertanian ini merupakan mata
pencaharian utama penduduk petani yang pengelolaannya masih bersifat
tradisional.

5. Agama dan Kepercayaan


Kehidupan beragama yang kondusif sangat menunjang kestabilan
perekonomian penduduk penduduk desa sekitar SM Tanjung Amolengo
mayoritas adalah pemeluk agama Islam.
Tabel 5. Jumlah Pemeluk Agama di Sekitar SM Tanjung Amolengo Kecamatan
Kolono Timur
Agama
No Desa
Islam Katolik Protestan Hindu Budha
1 2 3 4 5 6 7
1. Desa Ampera 100% - - - -
2. Desa Amolengo 100% - - - -
3. Desa Langgapulu 100% - - - -
Sumber : Badan Pusat Statistik Prop. Sulawesi Tenggara, Tahun 2016.

Tabel 6. Jumlah Sarana Peribadatan di Sekitar SM Tanjung Amolengo Kecamatan


Kolono Timur

Tempat Ibadah
No Desa
Mesjid Mushalla Langgar Gereja Pura
1 2 3 4 5 6 7
1. Desa Ampera 1 -- -- -- --
2. Desa Amolengo 1 -- -- -- --
3. Desa Langgapulu 1 -- -- -- --
Sumber : Badan Pusat Statistik Prop. Sulawesi Tenggara, Tahun 2016.
6. Budaya dan Kesenian
Penduduk desa-desa sekitar kawasan SM Tanjung Amolengo terdiri dari
beberapa suku yaitu suku Muna, Buton, Bugis, Makassar, Bajo, Menui,
Wawonii/Kulisusu dan Tolaki sehingga memiliki beraneka ragam budaya
(dan seni), antara lain :
 Seni tari : tari lulo, tari modinggu, tari lariangi, tari mondotambe, tari
mosehe, tari motasu, dan tari lulonggada
 Seni suara : moanggo, taenanggo, dan lulonggada

Anda mungkin juga menyukai