PENDAHULUAN
B. Lokasi
Suaka Margasatwa Tanjung Amolengo terletak di ujung tenggara daratan utama Pulau
Sulawesi tepatnya di Desa Amolengo dan Desa Ampera, Kecamatan Kolono,
Kabupaten Konawe Selatan dengan batas-batas :
Sebelah Utara : Desa Amolengo
Sebelah Timur : Selat Buton
Sebelah Selatan : Teluk Kolono
Sebelah Barat : Desa Rumba-Rumba
Oleh karena letak SM Tanjung Amolengo terletak di daerah tanjung, desa-desa yang
terletak di sekitarnya merupakan desa pesisir atau tepi pantai. Ada 3 (tiga) desa yang
merupakan desa sekitar kawasan SM Tanjung Amolengo yaitu Desa Ampera, Desa
Amolengo dan Desa Langgapulu yang semuanya termasuk wilayah Kecamatan Kolono
Timur.
C. Sejarah Kawasan
Menurut Mustari (1996) menyatakan bahwa aktivitas di hutan Tanjung Amolengo
dimulai pada tahun 1940-an, ketika beberapa orang suku Kadatua dari Pulau Buton
yang mencoba menghindar dari kekejaman penjajah Jepang yang datang ke tanjung
untuk membuka hutan untuk berladang. Mereka membuka hutan di bagian selatan
Tanjung Amolengo, tepatnya di sekitar hutan pantai di blok hutan Pelangaria. Sisa-
sisa tanaman kebun kebun mareka masih dapat dijumpai di blok hutan tersebut
diantaranya kapuk (Ceiba petandra) dan asam (Tamarindus indica). Mereka tidak
lama menempati derah itu dan sebelum tahun 1950-an mereka sudah meninggalkan
tempat itu oleh sebab-sebab yang tidak diketahui pasti.
Selama pemberontakan DI/TII Kahar Muzakar pada periode tahun 1955-1962, hutan
Tanjung Amolengo merupakan salah satu basis gerilya yang cukup strategis. Pada
tahun 1962, DI/TII mengalami kekalahan dari tentara nasional, sehingga mereka
meninggalkan lokasi itu.
Selanjutnya dalam periode 1962 sampai 1974, suku pendatang Menui dari perbatasan
Sulawesi Tenggara – Tengah datang ke hutan datang ke hutan Tanjung Amolengo
dengan maksud yang sama dengan dengan suku Kadatua yaitu membuka hutan untuk
ladang. Hutan yang dibuka oleh suku ini terletak dibagian selatan dan barat hutan
Tanjung Amolengo. Sekitar dua pertiga kawasan hutan tersebut dibuka selama
periode itu. Dalam periode yang sama, suku Bajo juga membuka hutan dibagian Timur
Amolengo dengan maksud yang sama. Hanya sebagian kecil hutan Tanjung Amolengo
yang tidak sempat dibuka oleh para peladang berpindah dalam periode tersebut
diatas, yaitu dibagian tengah kawasan yang dirujuk sebagai hutan primer saat ini.
Sebelum para peladang datang ke daerah itu, hutan Tanjung Amolengo merupakan
habitat penting berbagai jenis satwa liar endemik Sulawesi khususnya Anoa. Melihat
kondisi habitat dan populasi Anoa terancam, maka Pemerintah cq. Departemen
Pertanian menunjuk kawasan hutan seluas 850 hektar ini sebagai kawasan hutan
dengan fungsi Suaka Margasatwa pada tahun 1975, dengan SK Menteri Pertanian
Nomor 423/Kpts/Um/10/1975. Proses penunjukkan diawali dengan terbitnya
Rekomendasi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara Nomor Pta.
4/1/11 tanggal 16 Januari 1973, yang kemudian ditindak lanjuti dengan surat Direktur
Jenderal Kehutanan (saat itu) kepada Menteri Pertanian Nomor 2504/DJ/I/1975
tanggal 26 Agustus 1975. Kawasan ini telah ditetapkan berdasarkan Keputusan
Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 95/KPTS-II/1999 tanggal 2 Maret 1999
dengan luas 605 Ha.
D. Aksesibilitas Kawasan
Suaka Margasatwa Tanjung Amolengo dapat dicapai melalui perjalanan darat dari
Kendari ke SM Tanjung Amolengo dengan mobil selama ± 2 jam. Angkutan umum ke
lokasi ini tersedia setiap harinya.
2. Flora
Berdasarkan hasil inventarisasi Tim BKSDA Sulawesi Tenggara saat pengumpulan
data pada bulan September 2014, vegetasi pohon yang terdapat di SM Tanjung
Amolengo didominasi oleh jenis Konduri (Parkia javanica), Rhizopora (Rhizopora
sp), dan Api-api (Avicenia marina). Tingkat tiang didominasi oleh holea
(Cleistanthus sumatranus), Putat (Baringtonia racemosa) dan Tolihemanu.
Komposisi tumbuhan bawah (herba) di SM Tanjung Amolengo antara lain dari
family Poaceae dan Cyperaceae.
3. Fauna
Suaka Margasatwa Tanjung Amolengo memiliki keanekaragaman fauna terutama
jenis endemik Sulawesi antara lain anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis),
monyet hitam sulawesi (Macaca ochreata), babi hutan (sus celebensis), musang
sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii), rangkong (Aceros cassidix), bajing
(Callosciurus sp.) serta beberapa jenis reptil diantaranya biawak (Varanus
togianus), ular sanca (Phyton reticulatus), dan tokek (Gecko gecko). Menurut
Mustari (1996) sedikitnya terdapat 54 jenis burung dari 20 famili antara lain
cikalang kecil (Fregata ariel), bangau (Ciconia episcopus), belibis (Dendrocygna
arquata), elang bondol (Haliastur indus) dan lain-lain. Selain menjadi habitat bagi
berbagai jenis satwaliar seperti yang telah disebutkan di atas, SM Tanjung
Amolengo juga merupakan habitat utama lebah madu. Jenis lebah yang ada di
kawasan ini adalah lebah hitam (Apis dorsata) dan lebah kuning (Apis indica).
Lebah madu menghasilkan madu yang bernilai ekonomi tinggi yang manfaatnya
sudah dikenal oleh hampir seluruh masyarakat.
Gambar 2. Searah jarum jam (1 dan 2) jejak dan kotoran anoa (3) kura-kura dan (4) burung
rangkong/halo yang terdapat di SM Tanjung Amolengo
4. Pariwisata
Kawasan SM Tanjung Amolengo dan sekitarnya memiliki potensi wisata alam
berupa panorama alam dan wisata penelitian/pendidikan. Panorama alam
biasanya berupa obyek wisata alam baik yang berada dalam kawasan maupun di
luar kawasan, diantaranya adalah :
Tabel 2. Jumlah Penduduk dan Sex Ratio Penduduk Sekitar Suaka Margasatwa
Tanjung Amolengo s/d Tahun 2015
Tempat Ibadah
No Desa
Mesjid Mushalla Langgar Gereja Pura
1 2 3 4 5 6 7
1. Desa Ampera 1 -- -- -- --
2. Desa Amolengo 1 -- -- -- --
3. Desa Langgapulu 1 -- -- -- --
Sumber : Badan Pusat Statistik Prop. Sulawesi Tenggara, Tahun 2016.
6. Budaya dan Kesenian
Penduduk desa-desa sekitar kawasan SM Tanjung Amolengo terdiri dari
beberapa suku yaitu suku Muna, Buton, Bugis, Makassar, Bajo, Menui,
Wawonii/Kulisusu dan Tolaki sehingga memiliki beraneka ragam budaya
(dan seni), antara lain :
Seni tari : tari lulo, tari modinggu, tari lariangi, tari mondotambe, tari
mosehe, tari motasu, dan tari lulonggada
Seni suara : moanggo, taenanggo, dan lulonggada