DI SUSUN OLEH :
G1011221306
Dosen Pengampu
FAKULTAS KEHUTANAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat serta rahmat-
Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas karya tulis ilmiah mata kuliah Geologi Dan
Ilmu Tanah tanpa terkendala masalah apapun.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Hj. Ratna Herawatiningsih, M.Si selaku
dosen pengampu mata kuliah Geologi Dan Ilmu Tanah yang telah mengajari dengan ilmu yang
berguna dan bermanfaat yang nantinya akan dipergunakan dalam masa mendatang. Demikian
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-satu yang telah
membantu penulis dalam melengkapi laporan praktikum ini.
Dalam laporan praktikum ini tentunya penulisan laporan praktikum jauh dari
kesempurnaan, mengingat keterbatasan dan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih bagi pembaca yang telah membaca laporan ini sehingga dapat
memberikan wawasan bagi pembaca.
Saya sebagai penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah membaca laporan
ini meski dalam penyusunan masih banyak kekurangan, oleh karena itu saya menerima kritik
dan saran dari pembaca agar laporan praktikum ini dapat menjadi lebih baik.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara keempat di dunia setelah Kanada, Uni Soviet dan Amerika
Serikat yang memiliki lahan gambut yang luas. Luas lahan gambut di Indonesia ditaksir
14,95 juta hektar tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua serta sebagian kecil
di Sulawesi.
Produktivitas lahan gambut sangat tergantung dari pengelolaan dan tindakan manusia.
Lahan gambut dikenal sebagai lahan yang rapuh atau rentan terhadap perubahan
karakteristik yang tidak menguntungkan. Pengelolaan lahan gambut perlu hati-hati agar
tidak terjadi perubahan karakteristik yang menyebabkan penurunan produktivitas lahan,
apalagi menjadi tidak produktif. Salah satu pertimbangan yang harus diperhatikan dalam
pemanfaatan lahan gambut adalah tingkat ketebalan gambut tersebut. Adapun luasannya
tentu saja akan mengalami perubahan dinamika akibat adanya faktor-faktor tertentu salah
satunya adalah kebakaran hutan.
Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) hampir selalu terjadi setiap tahunnya. Data
KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia) mencatat
bahwa berdasarkan interpretasi citra landsat oleh KLHK menyebutkan jika, luas indikatif
dari Bulan Januari s.d. September 2019 adalah seluas 857.756 Ha. Luasan areal terbakar
tersebut terbagi menjadi di lahan gambut seluas 227.304 Ha, dan di lahan tanah mineral
seluas 630.451 Ha. Angka luasan indikatif karhutla tahun 2019 tersebut ternyata masih
67% lebih rendah jika dibandingkan dengan angka luasan indikatif karhutla tahun 2015
yang sebesar 2.611.411 Ha. Namun demikian luasan indikatif karhutla tahun 2019 masih
sangat mungkin untuk meningkat hingga akhir tahun ini. Lokasi luasan areal terbakar tahun
2019 ini terbesar di Provinsi Kalimantan Tengah dengan luasan mencapai 134.227 Ha,
disusul secara berurutan oleh Provinsi Kalimantan Barat seluas 127.462 Ha, Provinsi NTT
seluas 119.459 Ha, Provinsi Kalimantan Selatan seluas 131.454 Ha, Provinsi Riau seluas
75.870 Ha, Provinsi Sumatera Selatan seluas 52.716 Ha , Provinsi Kalimantan Timur seluas
50.055 Ha, Provinsi Jambi seluas 39.638 Ha, Provinsi Papua seluas 26.777 Ha, dan Provinsi
NTB seluas 22.046 Ha. Selebihnya untuk Provinsi lainnya di Indonesia, luasan indikatif
karhutla nya di bawah angka 20 ribu Ha.²
Berdasarkan data dari KLHK tersebut, maka dapat diketahui bahwa kebakaran hutan
ini akan meningkat setiap tahunnya apabila tidak ditangani dengan baik. Kegiatan pertanian
4
dan perkebunan, termasuk Hutan Tanaman Industri (HTI) dan kelapa sawit memberikan
kontribusi yang nyata bagi rusaknya ekosistem gambut. Dalam hal ini, reklamasi dengan
sistem drainase berlebihan yang menyebabkan keringnya gambut menjadi faktor penyebab
kerusakan lahan gambut yang cukup signifikan. Terganggunya keseimbangan hidrologis
lahan gambut ini bisa dilihat pada bulan basah, dimana tinggi muka air gambut meningkat
dan menggenangi permukaan. Sebaliknya pada bulan kering, tinggi muka air gambut
menurun sehingga menyebabkan gambut menjadi kering dan mudah terbakar.
Kebakaran hutan dan lahan gambut merupakan kebakaran permukaan dimana api
membakar bahan bakar yang ada di atas permukaan seperti pepohonan maupun semak-
semak, kemudian api menyebar tidak menentu secara perlahan di bawah permukaan
(Ground fire), membakar bahan organik melalui pori-pori gambut dan melalui akar semak
belukar ataupun pohon yang bagian atasnya terbakar. Selanjutnya api menjalar secara
vertical dan horizontal berbentuk seperti kantong asap dengan pembakaran yang tidak
menyala (smoldering) sehingga hanya asap yang berwarna putih saja yang nampak di atas
permukaan, yang sering dikenal dengan kabut asap yang terjadi akibat kebakaran hutan
yang bersifat masif. Oleh karena peristiwa kebakaran tersebut terjadi di bawah tanah dan
tidak nampak di permukaan, selain itu tanahnya merupakan tanah basah/gambut yang
mengandung air maka proses kegiatan pemadamannya tentu akan menimbulkan kesulitan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan merupakan lahan dengan luas minimum 0,05–1,0 hektar yang terdiri dari 10–30%
pohon dengan ketinggian minimum 2–5 meter. Hutan mempunyai permasalahan yang cukup
banyak, salah satu permasalahan hutan yang paling besar adalah kebakaran hutan. Kebakaran
hutan adalah keadaan api yang tidak terkontrol di kawasan hutan yang menyebabkan
terbakarnya vegetasi hutan seperti pohon, gambut dan rumput (FAO, 2006).
Berdasarkan data yang diperoleh World Wildlife Fund (WWF) Indonesia, mulai dari tahun
1997 sampai tahun 2006, kebakaran di hutan Indonesia terjadi di lima provinsi yang
mempunyai jumlah hotspot tertinggi secara berturut-turut pada kurun tahun 1997–2006 adalah
Kalimantan Tengah, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur
(Rahmayanti, 2007).
Kebakaran hutan dan lahan merupakan suatu peristiwa yang dapat terjadi secara alami
maupun oleh perbuatan manusia, yang ditandai dengan penjalaran api dengan bebas serta
mengkonsumsi bahan bakar hutan dan lahan yang dilaluinya (Adinugroho, 2004).
Dengan memanfaatkan bantuan teknologi modern seperti machine learning, fenomena pola
kebakaran hutan di lahan gambut ini dapat diinvestigasi dan dibuatkan pemodelan dengan
metode random forest. Metode lain yang telah dilakukan untuk memprediksi titik kebakaran
dengan metode Fuzzy Analytic Hierarchy Process (FAHP). Namun, metode ini kurang efektif
jika dibandingkan dengan metode random forest sebab hasil model bergantung pada pemberian
skor. Sedangkan, metode random forest dapat mempelajari sampel data yang tidak saling
berkorelasi. Hasil dari metode ini pun memiliki tingkat kesalahan yang rendah (Yiu, 2019).
Menurut Brown dan Davis (1973), kebakaran hutan adalah pembakaran yang tidak
terkendali dan terjadi dengan tidak sengaja pada areal tertentu yang kemudian menyebar
secara bebas serta mengkonsumsi bahan bakar yang tersedia di hutan seperti serasah, rumput,
cabang kayu yang sudah mati, patahan kayu, tunggul, daun-daunan dan pohon-pohon yang
masih hidup.
6
BAB III
PEMBAHASAN
Gambut terbentuk dari tumpukan material organik yang terakumulasi selama ribuan
tahun. Secara alami, tumpukan material organik tersebut basah dan menyimpan air dalam
jumlah besar. Adapun yang dimaksud dengan Lahan gambut adalah kawasan dengan tanah
gambut. Sifat tanah gambut mirip dengan spons yang mampu menyerap dan menahan air.
7
Kegiatan pengeringan membuat air yang tersimpan pada gambut mengalir pada kanal-kanal
buatan dan material organik yang semula basah berubah menjadi kering. Begitu juga pada
musim kemarau tanah gambut akan menjadi sangat kering dan mudah terbakar.
Selain faktor tersebut, mayoritas penyebab kebakaran hutan dan lahan gambut
khususnya di Indonesia adalah karena ulah manusia. Baik itu yang sengaja melakukan
pembakaran itu sendiri maupun yang tidak sengaja melakukan pembakaran atau faktor
kelalaian dari manusia tersebut dalam memadamkan api. Pada umumnya kebakaran hutan
dan lahan gambut terjadi karena adanya api yang berasal dari pembakaran vegetasi yang
memang disengaja akan tetapi tidak dikendalikan pada saat terjadinya kegiatan pembakaran
tersebut.
8
Pembakaran terjadi dalam rangka untuk pembukaan area perkebunan dan
pembukaan lahan yang dilakukan oleh masyarakat. Hal tersebut dilakukan karena menurut
mereka adalah cara cepat dan murah untuk membuka lahan, dan mengharapkan lahannya
bersih, mudah dikerjakan, bebas hama, dan penyakit serta mendapatkan abu hasil
pembakaran yang kaya mineral, motif demikian yang dilakukan oleh korporasi saat ini bail
oleh perkebunan kelapa sawit maupun oleh pengusaha hutan tanaman industri maupun non
hutan seperti sagu, padi.
Selain itu kebakaran yang disebabkan oleh api yang berasal dari aktivitas manusia
selama pemanfaatan sumber daya alam, seperti misalnya pembakaran semak belukar yang
menghalangi akses manusia dalam pemanfaatan sumber daya alam serta pembuatan api
untuk memasak oleh para penebang liar dan pencari ikan di dalam hutan. Kelalaian dalam
memadamkan api dapat menimbulkan kebakaran.
9
5. Terganggunya proses dekomposisi tanah gambut karena mikroorganisme
yang mati akibat kebakaran.
6. Perkembangan populasi dan komposisi vegetasi hutan juga akan terganggu
dikarenakan benih-benih vegetasi didalam tanah rusak akibat kebakaran
sehingga akan menurunkan keanekaragaman hayati.
7. Rusaknya siklus hidrologi.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kebakaran hutan din lahan
gambut yaitu sebagai berikut :
10
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Penyebab kebakaran hutan dan lahan gambut selain faktor alam seperti fenomena el
nino, angin kencang, kekeringan karena musim kemarau juga disebabkan oleh faktor
manusia untuk pembukaan areal lahan, aktivitas pemanfaatan sumber daya alam dan
penguasaan lahan.
2. Dampak kebakaran hutan dan lahan telah menimbulkan kerusakan dan pencemaran
terhadap lingkungan hidup yang secara nyata yaitu adanya perubahan kualitas fisik dan
kimia gambut, terganggunya proses dekomposisi tanah gambut, perkembangan
populasi dan komposisi vegetasi hutan terganggu, rusaknya siklus hidrologi, emisi
karbon yang sangat besar.
4.2 Saran
1. Dilakukan penegakan hukum pasca kebakaran. Berdasarkan PP No. 45 tahun 2004
tentang Perlindungan Hutan, kegiatan penanganan pasca kebakaran hutan dan lahan
gambut meliputi kegiatan penegakkan hukum dan rehabilitasi lahan gambut. Kegiatan
penegakkan hukum didasarkan pada peraturan perundangan yang terkait dengan
pembakaran, antara lain: UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, dan UU
No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan yang kemudian diganti menjadi UU No.39
tahun 2014. Rehabilitasi lahan gambut sebaiknya dilakukan dengan menggunakan
jenis-jenis endemik yang tumbuh di lahan gambut seperti jelutung yang dapat ditanam
dengan pola agroforestry, sehingga produktivitas lahan menjadi optimal.
2. Dalam hal pemadaman kebakaran hutan dan lahan gambut, yang perlu disiapkan
adalah: organisasi pemadam kebakaran, sistem deteksi dini melalui informasi hotspot
dan sistem patroli, pelatihan teknik dan strategi pemadaman kebakaran (langsung
maupun tidak langsung), pemadaman udara, maupun teknologi hujan buatan.
11
DAFTAR PUSTAKA
Masganti, Khairil Anwar, Maulia Aries Susanti. 2017. Potensi dan Pemanfaatan Lahan
Gambut Dangkal untuk Pertanian (Potential and Utilization of Shallow Peatland for
Agriculture). Balai Penelitian Pertanian, Banjarbaru
Dian Nur Pratiwi, S.H., M.H.Li. Pengaruh Kebakaran Hutan Dan Lahan Gambut Terhadap
Lingkungan Hidup, Pengadilan Negeri Pulang Pisau.
Yuliana Astuti, Dwi Astiani, Ratna Herawatingingsih. 2020. Pengaruh Pembakaran Berulang
Pada Lahan Gambut Terhadap Karakteristik Tanah Di Desa Rasau Jaya Umum
Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat. Jurnal Hutan Lestari. Vol.8(3): 668-68.
Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura.
Yulia Qamariyanti, R.Usman, D.Rahmawati. 2023. Pencegahan dan Penanggulangan
Kebakaran Lahan Gambut dan Hutan. Jurnal Ilmu Lingkungan. Fakultas Hukum.
Universitas Lambung Mangkurat.
Annisa R.K, Fauzan.M.S, M.Fariz H., Dany, P.L. 2021. Hasil Studi Pola Kebakaran Lahan
Gambut Melalui Citra Satelit Sentinel-2 Dengan Pengimplementasian Machine
Learning Metode Random Forest : Kajian Literatur. Journal of Geospatial Information
Science. Vol.4 No. 2. 81-85. Fakultas Teknik. Program Studi Teknik Geodesi.
Universitas Gadjah Mada.
Bambang Hero Saharjo. 2020. Materi Diklat Sertifikasi Lingkungan Hidup; Pembuktian llmiah
dalam Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Akibat Kebakaran Hutan
dan/atau Lahan, Bogor, Indonesia.
Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan-Direktorat Jenderal Pengendalian
Perubahan Iklim Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. n.d. “Luas
Kebakaran.” Retrieved December 20, 2020.
(http://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/luas_ kebakaran).
Suryadi UE. Notohadisuwarno S. Maas A. 2003. Penilaian Hidrofibisitas Gambut Ombrogen
Pontianak Akibat Variabilitas Muka Air Tanah dan Penggunaan Lahan Program Studi
Ilmu Tanah. Yogyakarta. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Susandi,
Oksana, Arminudin AT. 2015. Analisis Sifat Fisika Tanah Gambut Pada Hutan Gambut
di Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Jurnal Agroteknologi 5 (2):
12
23-28.
Adinugroho, W.C, I N.N. Suryadiputra, B.H. Saharjo, L. Siboro. (2004). Panduan
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Gambut. Edisi ke-1. Wetlands International.
Bogor.
Yiu, T. (2019). Understanding Random Forest: How The Algorithm Works and Why It Is So
Effective, websites, https://towardsdatascience.com/ understandingrandom-forest,
Accessed on 12 November 2020.
13