Anda di halaman 1dari 91

PENGETAHUAN SIKAP DAN PRAKTIK PHBS DAN PGS SERTA

HUBUNGANNYA DENGAN KONSUMSI PANGAN DAN


STATUS GIZI SISWA SMA DI KOTA DAN DESA

RIO RIZAWAN PUTRA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengetahuan Sikap


dan Praktik PHBS dan PGS serta Hubungannya dengan Konsumsi Pangan dan
Status Gizi Siswa SMA di Kota dan Desa” adalah benar karya saya dengan arahan
dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2018

Rio Rizawan Putra


NIM I14140024
ABSTRAK
RIO RIZAWAN PUTRA. Pengetahuan Sikap dan Praktik PHBS dan PGS serta
Hubungannya dengan Konsumsi Pangan dan Status Gizi Siswa SMA di Kota dan
Desa. Dibimbing oleh ALI KHOMSAN.
Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam upaya pembangunan
Sumber Daya Manusia (SDM). Faktor yang mempengaruhi kesehatan meliputi
lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan hereditas. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis pengetahuan, sikap dan praktik PHBS dan PGS serta
hubungannya dengan konsumsi pangan dan status gizi pada siswa SMA di kota dan
desa. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan jumlah
subjek 39 siswa di SMA Negeri 6 Bogor dan 39 siswa di SMA Negeri 1 Leuwiliang.
Subjek merupakan siswa kelas X yang dipilih secara systematic random sampling.
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden (98.7%) memiliki pengetahuan
PHBS yang tinggi dan sebanyak 93.5% responden memiliki sikap PHBS yang baik,
tetapi sebagian besar (64.1%) responden memiliki praktik PHBS yang cukup. Sama
seperti PHBS, mayoritas responden (61.5%) responden memiliki pengetahuan PGS
yang tinggi dan sebanyak 55.1% responden memiliki sikap PGS yang baik, tetapi
sebagian besar (73.1%) responden memiliki praktik PGS yang cukup. Golongan
pangan yang paling sering dikonsumsi adalah makanan pokok, lauk hewani dan
sayur, sedangkan golongan pangan yang paling jarang dikonsumsi adalah
minuman, lauk nabati dan jajanan. Mayoritas responden (73.3%) memiliki status
gizi normal, responden yang memiliki status gizi gemuk dan obesitas sebanyak
masing-masing 11.5% serta sebanyak 3.8% responden kurus. Hasil uji Spearman
Correlation menunjukkan adanya hubungan terhadap sikap PHBS dengan praktik
PHBS dan pengetahuan PGS dengan sikap PGS (p<0.05). Terdapat hubungan
antara sikap PHBS dengan sikap PGS dan praktik PHBS dengan praktik PGS,
namun tidak terdapat hubungan pengetahuan PHBS dengan pengetahuan PGS.
Terdapat hubungan praktik PHBS dengan persepsi lingkungan rumah, namun tidak
terdapat hubungan dengan persepsi lingkungan sekolah. Terdapat hubungan yang
signifikan antara praktik PGS dengan frekuensi konsumsi lauk nabati dan sayur.
Kata kunci: Konsumsi pangan, perilaku hidup bersih dan sehat, perilaku gizi
seimbang, siswa, status gizi.
ABSTRACT
RIO RIZAWAN PUTRA. Knowledge Attitude and Practice of Clean and Healthy
Life Behavior and Balanced Diet and the Relationship with Food Consumption and
Nutritional Status of School Students. Supervised by ALI KHOMSAN.

Health is one of important factors in human resource development. The


affecting factors of health are environment, behavior, health service and heredity.
The aim of this study was to analyze knowledge, attitude and behavior of clean and
healthy life behavior (CHLB) and balance diet and the relationship with food
consumption and nutritional status among urban and rural senior high school
student. This study was a cross-sectional study with the number of subjects are 39
students on SMA Negeri 6 Bogor and 39 students on SMA Negeri 1 Leuwiliang. The
subjects are 10th grade students selected by systematic random sampling. The result
showed majority of respondents (98.7%) had a high level of clean and healthy life
knowledge and 93.5% respondents had a good clean and healthy life attitude, but
most of the respondents (64.1%) had a moderate value on behaving clean and
healthy living. Similar to clean and healthy life behavior, majority of respondents
(61.5%) had a high level of balanced diet knowledge and 55.1% respondents had a
good balanced diet attitude, but most of the respondents (73.1%) had a moderate
value on behaving balanced diet. The group most commonly consumed food were
staple foods, animals and vegetables, while the most rarely consumed food were
instant drinks, vegetable side dishes and snacks. Majority of respondents (73.3%)
had normal nutritional status, respondents who had overweight and obese
nutritional status were 11.5% each and 3.8% of respondents were underweight.
Spearman Correlation test result indicated a correlation to clean and healthy life
attitude with clean and healthy life practice and balanced diet knowledge to
balanced diet attitude (p<0.05). There was a significant correlation between clean
and healthy life to balance diet attitude and clean and healthy life to balanced diet
practice, but there was no correlation between clean and healthy life to balanced
diet knowledge. There was a significant relationship of behaving clean and healthy
life to the perception of home environment, but there was no significant relationship
to the perception of school environment. There was a significant correlation
between balanced diet to vegetable side dishes and vegetable consumption
frequency.
Keywords: balanced diet, clean and healthy life behavior, food consumption,
nutritional status, students.
PENGETAHUAN SIKAP DAN PRAKTIK PHBS DAN PGS SERTA
HUBUNGANNYA DENGAN KONSUMSI PANGAN DAN
STATUS GIZI SISWA SMA DI KOTA DAN DESA

RIO RIZAWAN PUTRA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
Dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkat serta karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pengetahuan Sikap dan Praktik PHBS dan PGS Serta
Hubungannya dengan Konsumsi Pangan dan Status Gizi Siswa SMA di Kota dan
Desa”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi di Departemen Gizi Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku dosen pembimbing skripsi dan
pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, saran, dan arahan
kepada penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS selaku dosen pemandu seminar sekaligus dosen
penguji sidang yang telah memberikan masukan, arahan, dan saran demi
penyempurnaan karya tulis ini.
3. Pihak SMA Negeri 6 Bogor, SMA Negeri 1 Leuwiliang, Ibu Ermy Dharyanti,
dan Bapak Hilman Iriana S yang telah membantu dalam kelancaran penelitian.
4. Mama (Endah Azizah), Papa (Ferry Kurniawan), Adik (Muhammad Rafly dan
Muhammad Farhan) yang selalu memberikan dukungan berupa kasih sayang,
doa dan perhatian serta motivasi kepada penulis.
5. I Komang Gede Widiana, Elia Rizki Pramono, Bambang Tri Daxoko yang
selalu memberi dukungan dan mewarnai kehidupan perkuliahan penulis
dengan canda dan tawa.
6. Cici Sri Awaliah, Mahda Rosalina, Muhammad Almas Radifan, Maria
Adelina, Ni Putu Ayu Prisiana dan Romadhony Ardiansyah atas segala
masukan, bantuan, dukungan, semangat, dan motivasi yang telah diberikan
kepada penulis.
7. Teman-teman Gizi Masyarakat angkatan 51 dan semua teman-teman dari
Institut Pertanian Bogor angkatan 51, yang telah memberikan semangat dan
dukungan kepada penulis.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yang tidak
bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan usulan penelitian ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk
perbaikan penulisan selanjutnya.

Bogor, Agustus 2018

Rio Rizawan Putra


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar belakang 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
KERANGKA PEMIKIRAN 3
METODE 4
Desain, Waktu, dan Lokasi Penelitian 4
Jumlah dan Cara Penarikan Subjek 4
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5
Pengolahan dan Analisis Data 6
Definisi Operasional 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Gambaran Umum Sekolah 9
Karakteristik Responden 10
Pengetahuan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 14
Sikap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 16
Praktik Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 18
Pengetahuan Gizi Seimbang 24
Sikap Gizi Seimbang 26
Praktik Gizi Seimbang 28
Persepsi Lingkungan Sekolah 34
Persepsi Lingkungan Rumah 41
Konsumsi Pangan 45
Status Gizi 48
Hubungan Antar Variabel 49
SIMPULAN DAN SARAN 53
DAFTAR PUSTAKA 55
LAMPIRAN 60
RIWAYAT HIDUP 75
DAFTAR TABEL

1 Kriteria inklusi dan ekslusi pemilihan subjek 5


2 Jenis dan cara pengumpulan data 6
3 Kategori karakteristik subjek dan keluarga 7
4 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U menurut Kemenkes (2010) 8
5 Sebaran responden berdasarkan karakteristik 11
6 Sebaran responden berdasarkan karakteristik keluarga 12
7 Sebaran responden berdasarkan karakteristik ekonomi 13
8 Sebaran responden berdasarkan pengetahuan PHBS 14
9 Sebaran responden yang menjawab pertanyaan pengetahuan PHBS dengan
benar 15
10 Sebaran responden berdasarkan sikap PHBS 16
11 Sebaran responden terhadap pernyataan sikap PHBS 17
12 Sebaran responden berdasarkan praktik PHBS 18
13 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan mencuci tangan 19
14 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan jajan 20
15 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan menyiram jamban 21
16 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan memantau berat badan 21
17 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan menjaga kebersihan diri 22
18 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan menjaga kebersihan lingkungan 23
19 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan merokok 24
20 Sebaran responden berdasarkan pengetahuan PGS 24
21 Sebaran responden yang menjawab pertanyaan pengetahuan PGS dengan
benar 25
22 Sebaran responden berdasarkan sikap PGS 26
23 Sebaran responden terhadap pernyataan sikap PGS 27
24 Sebaran responden berdasarkan praktik PGS 29
25 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan sarapan 30
26 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan konsumsi buah dan sayur 31
27 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan konsumsi makanan beresiko 32
28 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan minum air putih 32
29 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan konsumsi pangan sumber protein 33
30 Sebaran responden berdasarkan persepsi lingkungan sekolah 36
31 Persepsi responden terhadap kebersihan lingkungan sekolah 36
32 Persepsi responden terhadap fasilitas jamban sekolah 38
33 Persepsi responden terhadap pengelolaan sampah sekolah 40
34 Persepsi responden terhadap kondisi udara sekolah 41
35 Sebaran responden berdasarkan persepsi lingkungan sekolah 41
36 Persepsi responden terhadap persepsi kebersihan lingkungan rumah 42
37 Persepsi responden terhadap fasilitas jamban rumah 43
38 Persepsi responden terhadap pengelolaan sampah rumah 44
39 Persepsi responden terhadap kondisi udarah rumah 45
40 Sebaran frekuensi konsumsi makanan responden (kali/minggu) 46
41 Sebaran responden berdasarkan status gizi 49
42 Hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku 50
43 Hubungan PHBS dan PGS 50
44 Hubungan praktik PHBS dan persepsi lingkungan 51
45 Hasil tabulasi silang praktik PGS dan status gizi 52
46 Hubungan praktik PGS dan frekuensi konsumsi pangan 52
47 Hubungan pendapatan per kapita dan frekuensi konsumsi pangan 53
48 Hubungan pendidikan orangtua dengan PHBS dan PGS 53

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran pengetahuan, sikap dan praktik PHBS dan PGS 4


serta hubungannya dengan konsumsi pangan dan status gizi siswa SMA
di kota dan desa

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesinoner Penelitian 61
1

PENDAHULUAN

Latar belakang

Tujuan utama pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang


memungkinkan rakyat untuk menikmati umur panjang, sehat dan menjalankan
kehidupan yang produktif. Keberhasilan suatu bangsa dalam pencapaian
pembangunan sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia (SDM) yang
dimiliki. Sumber daya manusia yang berkualitas adalah yang memiliki fisik yang
tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima dan menguasai ilmu pengetahuan
serta teknologi. Kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Dalam Human Development Report (HDR) 2016,
UNDP mencatat IPM 2015 di Indonesia mencapai 68.9 dan masih berstatus
pembangunan manusia “sedang”. Capaian ini menempatkan Indonesia pada
peringkat 113 diantara 188 negara di dunia. Sementara itu, di ASEAN Indonesia
berada pada posisi ke-5. Badan Pusat Statistik mencatat IPM Indonesia pada tahun
2016 telah mencapai 70.18, meningkat sebesar 0.63 dari tahun sebelumnya.
Capaian pada tahun 2016 menempatkan Indonesia pada status pembangunan
manusia “tinggi”. IPM terbentuk dari 3 dimensi dasar yaitu umur panjang dan hidup
sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak.
Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam upaya pembangunan
Sumber Daya Manusia (SDM). Menurut Notoatmojo (2007), faktor yang
mempengaruhi kesehatan meliputi lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan
hereditas. Faktor perilaku memiliki pengaruh terbesar kedua setelah faktor
lingkungan terhadap taraf kesehatan individu. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) adalah bentuk untuk mewujudkan paradigma sehat bagi individu, keluarga
dan masyarakat yang berorientasi sehat dengan tujuan untuk meningkatkan,
memelihara dan melindungi kesehatannya baik fisik, mental, spiritual maupun
sosial (Depkes 2002). Perilaku hidup bersih sehat (PHBS) adalah upaya untuk
memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi individu,
keluarga dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan
informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku (Notoatmojo 2007).
Riskesdas (2013) mencatat terdapat beberapa indikator untuk menilai PHBS
individu diantaranya adalah cuci tangan, BAB dengan jamban, konsumsi sayur dan
buah dan aktivitas fisik. Proporsi penduduk berperilaku cuci tangan dengan benar
meningkat dari 23.2% pada tahun 2007 menjadi sebesar 47.0% pada tahun 2013.
Demikian pula dengan perilaku BAB dengan jamban terjadi peningkatan dari
71.1% pada tahun 2007 menjadi 82.6% pada tahun 2013. Proporsi aktivitas fisik
tergolong kurang aktif secara umum adalah 26.1%. Proporsi penduduk Indonesia
dengan perilaku sedentari ≥6 jam perhari adalah sebesar 24.1%. Sedangkan
proporsi rata-rata nasional dengan perilaku konsumsi kurang sayur dan atau buah
sebesar 93.5%, angka ini menunjukkan tidak ada perubahan dibandingkan tahun
2007. Selain itu, terdapat penilaian terhadap perilaku konsumsi makanan beresiko,
antara lain kebiasaan mengonsumsi makanan/minuman manis, asin, berlemak,
dibakar/dipanggang, diawetkan, berkafein dan berpenyedap rasa adalah perilaku
beresiko menimbulkan penyakit degeneratif. Perilaku konsumsi makanan beresiko
2

pada kelompok penduduk usia ≥10 tahun paling banyak adalah konsumsi bumbu
penyedap yaitu sebesar 77.3%, diikuti makanan dan minuman manis sebesar 53.1%
dan makanan berlemak sebesar 40.7%.
Remaja menurupakan penerus bangsa dalam pembangunan nasional. Perlu
adanya pembinaan dan peningkatan taraf kesehatan remaja agar proses tumbuh
kembangnya dapat berlangsung secara optimal, baik pertumbuhan fisik maupun
mental. Lingkungan menjadi faktor terbesar yang memiliki pengaruh terhadap taraf
kesehatan individu. Faktor lingkungan fisik yang memiliki pengaruh penting
terhadap proses tumbuh kembang yang optimal adalah zat gizi yang harus dipenuhi
dari makanan sehari-hari (Fauzi 2012). Permasalahan gizi yang banyak ditemui di
kalangan remaja adalah permasalahan gizi ganda, yaitu gizi kurang dan gizi lebih.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, prevalensi remaja usia 16-18 tahun yang
mengalami kegemukkan di Indonesia meningkat dari 1.4% pada tahun 2007 mejadi
7.3% pada tahun 2013. Sedangkan prevalensi kurus pada remaja usia 16-18 tahun
2013 di Indonesia sebesar 9.4%. Masalah gizi ganda pada remaja terjadi
dikarenakan perilaku gizi yang salah, yaitu ketidakseimbangan antara konsumsi
gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan (Depkes 2003).
Golongan remaja sudah lebih aktif dalam memilih makanan yang disukai
dan sudah tidak bergantung kepada orang tua seperti saat masih anak-anak.
Kebutuhan energi kelompok remaja juga lebih besar terkait dengan aktivitas fisik
yang lebih banyak. Oleh sebab itu sangat penting bagi kelompok remaja untuk
mendapatkan asupan gizi yang sesuai dengan kebutuhannya. Pola makan yang tidak
sehat pada remaja terjadi karena kurangnya pengetahuan gizi akibat dari
penyampaian informasi kesehatan yang diberikan dengan tidak benar dan tidak
tepat Banyak remaja yang memiliki kebiasaan konsumsi makanan jajanan yang
rendah gizi, kebiasaan konsumsi makanan cepat saji, kebiasaan tidak sarapan pagi,
dan malas minum air putih. Selain itu juga banyak remaja yang sangat membatasi
pola makan karena takut mengalami kegemukkan. Remaja yang mengalami
masalah gizi akan berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM) dan
dapat berakibat pada hilangnya generasi muda (loss generation) serta berdampak
pada keadaan perekonomian bangsa di masa yang akan datang (Fauzi 2012).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti tertarik
untuk menganalisis pengetahuan, sikap, dan praktik PHBS dan PGS serta
hubungannya dengan konsumsi pangan dan status gizi siswa SMA di kota dan desa.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat


dirumuskan pokok-pokok permasalahan yang menjadi fokus penelitian antara lain:
1. Bagaimana karakteristik siswa SMA, pengetahuan, sikap, dan praktik
PHBS dan PGS siswa SMA di kota dan desa?
2. Apakah terdapat perbedaan pengetahuan, sikap dan praktik PHBS dan
PGS antara siswa SMA di kota dan desa?
3. Bagaimana konsumsi pangan dan status gizi siswa SMA di kota dan desa?
4. Apakah terdapat hubungan pengetahuan, sikap, dan praktik PHBS dan
PGS dengan konsumsi pangan dan status gizi siswa SMA di kota dan
desa?
3

Tujuan Penelitian

Tujuan umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengetahuan,
sikap, dan praktik PHBS dan PGS serta hubungannya dengan konsumsi pangan dan
status gizi pada siswa SMA di kota dan desa.

Tujuan khusus
Secara khusus tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Mengidentifikasi karakteristik siswa SMA, pengetahuan, sikap, dan praktik
PHBS dan PGS siswa SMA di kota dan desa.
2. Menganalisis perbedaan pengetahuan, sikap dan praktik PHBS dan PGS
antara siswa SMA di kota dan di desa.
3. Mempelajari konsumsi pangan dan status gizi siswa SMA di kota dan desa.
4. Menganalisis hubungan pengetahuan, sikap, dan praktik PHBS dan PGS
dengan konsumsi pangan dan status gizi siswa SMA di kota dan desa.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan keterampilan


peneliti serta sebagai tempat belajar menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama
di bangku perkuliahan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi kepada masyarakat mengenai keterkaitan antara pengetahuan, sikap, dan
praktik PHBS dan PGS dengan konsumsi pangan dan status gizi pada siswa SMA
di kota dan desa. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan pada
guru dan pemangku kepentingan terkait penerapan PHBS dan PGS pada siswa
SMA.

KERANGKA PEMIKIRAN

Perilaku hidup bersih dan sehat perlu diterapkan dalam rangka


meningkatkan, memelihara, dan melindungi kesehatan baik fisik, mental, spiritual
maupun sosial. PHBS harus diterapkan di tempat seseorang berada sesuai kondisi
dan situasi yang dijumpai. PHBS siswa di sekolah dipengaruhi oleh faktor-faktor
yaitu lingkungan sekolah, karakteristik siswa dan pengetahuan serta sikap siswa.
Kebersihan lingkungan sekolah mencerminkan perilaku kebersihan warga sekolah.
Karakteristik siswa yang diteliti dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin,
berat badan dan tinggi badan. Pengetahuan dan sikap siswa akan berpengeruh
langsung terhadap perilaku hidup bersih dan sehat siswa di sekolah. Secara
sistematik, kerangka pemikiran hubungan pengetahuan, sikap, dan perilaku PHBS
dan PGS dengan konsumsi pangan dan status gizi siswa disajikan pada Gambar 1.
4

Karakteristik siswa:
-Usia
-Jenis Kelamin
-Urutan Anak

Pengetahuan, sikap, Pendidikan Pengetahuan, sikap,


dan praktik PHBS orang tua dan praktik PGS

Pekerjaan dan
Sanitasi lingkungan pendapatan Konsumsi pangan
sekolah dan rumah orangtua

Infeksi Status Gizi (IMT/U)

Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
: Hubungan yang diteliti
: Hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka pemikiran pengetahuan, sikap, dan praktik PHBS dan PGS
serta hubungannya dengan konsumsi pangan dan status gizi siswa SMA di kota dan
desa.

METODE

Desain, Waktu, dan Lokasi Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian survei dengan desain


cross-sectional. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2018 bertempat di SMA
Negeri 6 Bogor dan SMAN 1 Leuwiliang. Pemilihan tempat penelitian dilakukan
secara purposive dengan pertimbangan untuk mewakili wilayah kota dan desa serta
belum adanya penelitian yang serupa di kedua tempat tersebut.

Jumlah dan Cara Penarikan Subjek

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X yang berusia 13-18 tahun
di SMA Negeri 6 Bogor dan SMAN 1 Leuwiliang. Pemilihan subjek berdasarkan
kriteria inklusi dan eksklusi dapat dilihat pada Tabel 1.
5

Tabel 1 Kriteria inklusi dan ekslusi pemilihan subjek


No Kriteria
Inklusi:
1. Bersekolah di SMA Negeri 6 Bogor atau SMAN 1 Leuwiliang
2. Siswa kelas X
3. Tidak menderita penyakit kronis
4. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani informed consent
Eksklusi :
1. Memilki kelainan kongenital/ cacat bawaan atau kelainan neurologis
2. Sedang mengikuti penelitian lain

Penentuan jumlah subjek minimal berdasarkan pada perhitungan subjek


minimal untuk Lemeshow et al. (1997):
n > (Zα)2 x p x (1-p)
d2
n > (1.96)2 x 0.103 x (1-0.103)
(0.1)2
n > 35.5  36 orang
Keterangan:
n = Jumlah subjek minimal
Zα = Nilai baku normal pada tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai α
yang ditentukan. Nilai α yang digunakan adalah 0.05, maka Zα = 1.96
P = Prevalensi remaja (13-18 tahun) underweight di Indonesia
(Riskesdas 2013)
d = Presisi sebesar 10%
Berdasarkan hasil perhitungan di atas diperoleh subjek minimal sebanyak 36
orang untuk masing-masing wilayah, untuk menghindari adanya subjek yang drop
out maka jumlah subjek ditambah 10% dari subjek minimal sehingga diperoleh
besar subjek untuk dalam penelitian sebanyak 40 orang siswa kelas X di SMA
Negeri 6 Bogor dengan jumlah 20 berjenis kelamin laki-laki dan 20 perempuan
serta 40 orang siswa SMAN 1 Leuwiliang dengan jumlah 20 berjenis kelamin laki-
laki dan 20 berjenis kelamin perempuan. Teknik pengambilan subjek dengan cara
systematic random sampling berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh peneliti.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dengan cara wawancara dan pengukuran langsung dengan
menggunakan kuesioner yang sebelumnya telah dijelaskan oleh peneliti sedangkan
data sekunder yaitu gambaran sekolah dan jumlah siswa yang ada di sekolah
tersebut. Data primer yang dikumpulkan antara lain: karakteristik siswa dan
orangtua yang diperoleh melalui wawancara kuesioner. Pengetahuan, sikap dan
praktik PHBS dan PGS diperoleh dengan memberikan beberapa pertanyaan kepada
siswa terkait PHBS dan PGS yang diisi langsung oleh siswa menggunakan lembar
isian terstruktur. Konsumsi pangan diperoleh menggunakan formulir Food
Frequency Questionnaire (FFQ). Data antropometri untuk penilaian status gizi
6

diperoleh dengan cara pengukuran langsung berat badan menggunakan timbangan


digital dengan ketelitian 0.1 kg dan pengukuran tinggi badan menggunakan
microtoise dengan ketelitian 0.1 cm. Jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat
pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data


No Variabel Jenis data Cara pengumpulan
1. Karakeristik 1. Usia Diisi langsung oleh
siswa 2. Jenis kelamin siswa
3. Urutan anak
4. Jumlah saudara kandung
2. Karakteristik 1. Pendidikan orangtua Diisi langsung oleh
orangtua 2. Pekerjaan orangtua siswa
3. Pendapatan orangtua
4. Pengetahuan, Pengetahuan, sikap, dan Diisi langsung oleh
sikap, dan praktik praktik siswa mengenai siswa
PHBS dan PGS PHBS dan PGS
siswa
5. Konsumsi pangan Pola konsumsi pangan Wawancara langsung
mencakup jenis dan jumlah dengan siswa
bahan makanan yang menggunakan lembar
dikonsumsi dalam 1 bulan isian Food Frequency
terakhir Questionnaire (FFQ)
6. Status gizi 1. Berat badan Pengukuran langsung
(IMT/U) 2. Tinggi badan menggunakan:
1. Timbangan
ketelitian 0.1 kg
2. Microtoise ketelitian
0.1 cm

Pengolahan dan Analisis Data

Data-data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan menggunakan program


komputer Microsoft Excel 2010 dan Statistical Package for Social Science (SPSS)
versi 16.0. Data tersebut dianalisis secara deskriptif dan inferensial. Tahapan
pengolahan data terdiri atas editing, entry dan cleaning. Analisis deskriptif
digunakan untuk menggambarkan karakteristik subjek, karakteristik keluarga,
pengetahuan, sikap dan praktik PHBS dan PGS, konsumsi pangan, dan status gizi
subjek. Analisis secara inferensia menggunakan beberapa uji yaitu uji Kolmogorov-
Smirnov untuk menguji kenormalan data yang dikumpulkan. Apabila tersebar
normal, maka uji kolerasi yang digunakan adalah Pearson, sedangkan bila data
tidak tersebar normal menggunakan uji Spearman dan uji hubungan menggunakan
chi square. Uji beda dilakukan menggunakan uji T-Test jika data menyebar normal
sedangkan uji Mann-Whitney digunakan jika data menyebar tidak normal. Nilai
p<0.005 menunjukkan terdapat perbedaan nyata antar kedua kelompok pada
variable yang diuji. Pengkategorian karakteristik subjek dan keluarga dapat dilihat
pada Tabel 3.
7

Tabel 3 Kategori karakteristik subjek dan keluarga


No Karakteristik Kategori Sumber
1. Karakteristik a. Usia BKKBN
subjek b. Jenis kelamin 1997
i. Laki-laki
ii. Perempuan
c. Besar keluarga
i. Kecil (≤ 4 orang)
ii. Sedang (5-7 orang)
iii. Besar (≥ 8 orang)
2. Pendidikan ayah a. Tidak sekolah Balibangkes
b. Tamat SD atau sederajat 2013
c. Tamat SMP atau sederajat
d. Tamat SMA atau sederajat
e. Tamat Perguruan Tinggi
3. Pendidikan ibu a. Tidak sekolah Balibangkes
b. Tamat SD atau sederajat 2013
c. Tamat SMP atau sederajat
d. Tamat SMA atau sederajat
e. Tamat Perguruan Tinggi
4. Pekerjaan ayah a. Tidak bekerja
b. Buruh tani
c. Buruh non tani
d. Jasa (ojeg/supir)
e. PNS/TNI
f. Pegawai swasta
g. Pedagang/wiraswasta
h. Lainnya
5. Pekerjaan ibu a. Ibu rumah tangga
b. Buruh tani
c. Buruh non tani
d. Jasa (ojeg/supir)
e. PNS
f. Pegawai swasta
g. Pedagang
h. Lainnya
6. Pendapatan per a. Miskin (≤ Rp317 430/kapita/bulan) BPS 2015
kapita b. Tidak miskin (> Rp317 430/kapita/bulan)

Pengetahuan subjek terkait PHBS dan PGS dinilai dengan memberikan skor
1 pada jawaban benar dan skor 0 pada jawaban salah. Sikap subjek terkait PHBS
dan PGS terbagi atas jawaban setuju, ragu-ragu, dan tidak setuju. Praktik PHBS dan
PGS subjek terbagi atas jawaban tidak pernah (skor 0 pada pernyataan positif),
kadang-kadang (skor 1) dan selalu (skor 2 pada pernyataan positif). Persepsi subjek
terhadap sanitasi lingkungan sekolah dan rumah dinilai dengan memberikan skor
terhadap masing-masing kategori yang diberikan kepada subjek. Jawaban terbagi
atas jawaban sangat kurang, kurang, cukup, baik dan jawaban sangat baik, yang
diberikan skor 1 sampai 5. Seluruh jawaban dikategorikan menjadi rendah (skor
<60%), sedang (skor 60-80%) dan tinggi (skor >80%) (Khomsan 2000).
8

Konsumsi pangan subjek dinilai menggunakan Food Frequency


Questionnaire (FFQ) selama 1 bulan terakhir. Makanan yang dikonsumsi terdiri
atas makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, buah, jajanan dan
minuman. Status gizi subjek dinilai dengan menghitung Z skor berdasarkan indeks
massa tubuh menurut umur (IMT/U). Indeks massa tubuh subjek diperoleh
menggunakan rumus sebagai berikut:
Berat badan (kg)
IMT =
Tinggi badan2 (m2 )

Setelah diketahui IMT subjek dilakukan perhitungan untuk menentukan


status gizi subjek berdasarkan nilai Z skor IMT/U yang diperoleh menggunakan
rumus sebagai berikut:

Indeks massa tubuh subjek −Median


Z skor =
Standar Deviasi

Menurut Kemenkes (2010), kategori berdasarkan IMT/U kelompok usia


remaja dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U menurut Kemenkes (2010)


Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z skor)
Sangat Kurus <-3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 1 SD
Gemuk >1 SD sampai dengan 2 SD
Obesitas >3 SD

Definisi Operasional

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan berat jaringan


yang ada pada tubuh dalam satuan kg.
Food Frequency Questionnaire (FFQ) metode frekuensi pangan yang bertujuan
untuk memperoleh data konsumsi pangan secara kualitatif dan informasi
deskriptif tentang pola konsumsi. Kuesionernya mempunyai dua komponen
utama yaitu daftar pangan dan frekuensi konsumsi pangan.
Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi subjek pada
waktu tertentu
Pendapatan orangtua adalah penghasilan yang didapat oleh ayah dan ibu subjek
dalam 1 bulan
Pekerjaan orangtua adalah jenis mata pencaharian utama dari ayah dan ibu subjek
sebagai sumber pengahasilan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non
pangan
Pendidikan orangtua adalah pendidikan formal terakhir yang diselesaikan oleh
ayah dan ibu subjek.
Pengetahuan perilaku gizi seimbang adalah informasi yang diketahui oleh siswa
terkait makanan yang sehat dan bergizi serta gaya hidup sehat.
9

Pengetahuan perilaku hidup bersih dan sehat adalah informasi yang diketahui
oleh siswa terkait perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-
hari.
Praktik gizi seimbang adalah kebiasaan siswa dalam memilih makanan yang sehat
dan bergizi serta gaya hidup sehat.
Praktik hidup bersih dan sehat adalah kebiasaan siswa terkait perilaku hidup
bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari.
Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian.
Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup
perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebaginya .
Sekolah adalah lembaga yang diberi wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan
pembelajaran.
Sikap gizi seimbang adalah reaksi atau respon siswa terkait makanan yang sehat
dan bergizi dalam kehidupan sehari-hari.
Sikap hidup bersih dan sehat adalah reaksi atau respon siswa terkait perilaku
hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari
Status gizi adalah keadaan gizi subjek yang diakibatkan oleh konsumsi,
penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan yang diperoleh dari data
antropometri. Perhitungan status gizi yang digunakan adalah IMT/U.
Subjek adalah remaja berusia 13-18 tahun dengan jenis kelamin laki-laki dan
perempuan yang duduk di kelas X SMA Negeri 6 Bogor atau SMA Negeri
1 Leuwiliang.
Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal dalam satuan cm.
Usia merupakan lama hidup dalam satuan tahun.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Sekolah

SMA Negeri 6 Bogor


SMA Negeri 6 Bogor adalah salah satu dari 10 Sekolah Menengah Atas
Negeri yang berada di Kota Bogor. Sekolah ini berlokasi di Jalan Walet no. 13,
Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor dengan luas tanah 10 610 m 2. SMA Negeri
6 Bogor berdiri sejak 15 Juli 1991. Saat ini SMA Negeri 6 Bogor memiliki
akreditasi A dengan jumlah tenaga pengajar sebanyak 55 orang. Sekolah ini
memiliki visi menjadi seolah unggul dalam prestasi dan pelayanan yang berimtaq,
beriptek, berbudaya lingkungan serta kompetitif memasuki perguruan tinggi
ternama di tingkat nasional maupun internasional. Serta memiliki misi untuk
meningkatkan kompetensi profesi tenaga kerja pendidik dan kependidikan,
meningkatkan kualitas pembelajaran, mengembangkan sarana dan prasarana,
mengembangkan sekolah berbudaya lingkungan, meningkatkan budaya sekolah,
menggali akses dan kerja sama dengan berbagai pihak untuk prestasi sekolah.
Sekolah ini memiliki 28 ruang kelas, 5 ruang laboratorium dan 1 ruang
perpustakaan. Jumlah rombongan belajar saat penelitian dilakukan adalah sebanyak
28 dengan jumlah kelas X sebanyak 10 kelas yang terdiri dari 8 kelas jurusan MIPA
10

dan 2 kelas jurusan IPS. Jumlah keseluruhan murid kelas X sebanyak 362 siswa
yang terdiri dari 171 laki-laki dan 191 perempuan. Sekolah SMA Negeri 6 Bogor
terletak di dalam perumahan dan cukup jauh dari jalan raya sehingga sekolah ini
jauh dari kebisingan dan polusi asap kendaraan. Banyak terdapat pohon yang besar
dan rindang di lingkungan sekolah ini sehingga menambah kesejukkan
lingkungannya. Sekolah ini memiliki aturan agar siswa melepas alas kakinya saat
masuk ke dalam kelas untuk mengurangi kotoran di kelas.

SMA Negeri 1 Leuwiliang


SMA Negeri 1 Leuwiliang terletak di Kampung Sawah Kulon No. 47
RT04/02 Jalan Raya Leuwiliang dengan luas tanah 7 869 m 2. Sekolah ini berdiri
pada tahun 1976 dengan nama filial SMA Negeri 1 Bogor, artinya sebelum berganti
nama menjadi SMA Negeri 1 Leuwiliang sekolah ini merupakan bagian dari SMA
Negeri 1 Bogor. SMA Negeri 1 Leuwiliang memiliki visi menjadi sekolah unggulan
di provinsi Jawa Barat yang berwawasan global dengan berdasarkan keimanan dan
ketakwaan. Serta memiliki misi unggul di bidang akademik dan unggul di bidang
non akademik. Sekolah ini memiliki 28 ruang kelas, 3 ruang laboratorium dan 1
ruang perpustakaan. Jumlah pengajar di SMA Negeri 1 Leuwiliang adalah 46 orang.
Sekolah ini sudah memiliki akreditasi A dengan jumlah rombongan belajar kelas X
sebanyak 10 kelas yang terdiri dari 6 kelas jurusan MIPA, 3 kelas jurusan IPS dan
1 kelas jurusan Bahasa. Jumlah keseluruhan murid kelas X sebanyak 356 siswa
dengan jumlah siswa perempuan sebanyak 190 siswa dan 199 siswa laki-laki.
Walaupun sekolah ini terletak di dekat jalan raya, sekolah ini memiliki banyak
pohon rindang di lingkungannya sehingga dapat mengurangi polusi yang berasal
dari jalan raya. Bagian ruang kelas tidak terletak di depan sekolah tetapi terletak di
belakang sekolah untuk mengurangi kebisingan dari jalan raya. Hampir seluruh
bagian sekolah ini memiliki lantai keramik atau semen.

Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini meliputi


jenis kelamin, usia dan urutan anak, kategori keluarga, tingkat pendidikan orang
tua, pekerjaan orang tua dan pendapatan keluarga. Jumlah responden dalam
penelitian ini sebanyak 78 responden dengan masing-masing 39 responden
mewakili daerah kota dan desa. Sebanyak 51.3% responden di daerah kota berjenis
kelamin perempuan dan 53.8% berjenis kelamin perempuan di daerah desa.
Usia responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini berada dalam
rentang 14-17 tahun. Pada daerah kota sebanyak 48.7% responden berusia 16 tahun
dan 46.2% berusia 15 tahun serta masing-masing 2.6 persen berusia 14 dan 17
tahun. Sedangkan di daerah desa lebih banyak responden yang berusia 15 tahun
(61.5%) dibanding yang berusia 16 tahun (38.5%). Urutan kelahiran responden
sangat beragam, dari mulai anak pertama sampai anak kelima, namun sebagian
besar responden merupakan anak pertama baik di daerah kota (41%) dan daerah
desa (51.3%). Sebaran responden berdasarkan karakteristiknya dapat dilihat pada
Tabel 5.
11

Tabel 5 Sebaran responden berdasarkan karakteristik


Kota Desa Total
Kategori (n=39) (n=39) (n=78) p-value
n % n % n %
Jenis Kelamin
Laki-laki 19 48.7 18 46.2 37 47.4
Perempuan 20 51.3 21 53.8 41 52.6
Usia
14 tahun 1 2.6 0 0 1 1.3
15 tahun 18 46.2 24 61.5 42 53.8
16 tahun 19 48.7 15 38.5 34 43.6
17 tahun 1 2.6 0 0 1 1.3
Rataan ± SD 15.99 ± 0.44 15.38 ± 0.49 15.45 ± 0.55 0.306
Urutan Anak
Pertama 16 41.0 20 51.3 36 46.2
Kedua 12 30.8 10 25.6 22 28.2
Ketiga 6 15.4 7 17.9 13 16.7
Keempat 2 5.1 2 5.1 4 5.1
Kelima 3 7.7 0 0 3 3.8

Menurut BKKBN (1997), kategori keluarga dibagi menjadi 3 yaitu,


keluarga kecil (<4 orang), sedang (5-7 orang) dan besar (>7 orang). Sebagian besar
responden yang mewakili daerah desa berasal dari keluarga sedang (56.4%) dan
tidak terdapat responden yang berasal dari keluarga besar. Pada daerah kota,
sebanyak 48.7% responden berasal dari keluarga kecil dan sedang serta terdapat
2.6% responden berasal dari keluarga besar.
Terdapat perbedaan (p<0.05) terhadap pendidikan ayah dan ibu responden
di daerah kota dan desa. Mayoritas pendidikan ayah responden di daerah kota dan
desa adalah SMA/Sederajat dan Perguruan Tinggi, dengan rincian sebanyak 33.3%
lulusan SMA/Sederajat pada daerah kota dan 48.7% pada daerah desa. Ayah
responden yang merupakan lulusan Perguruan Tinggi pada daerah kota lebih
banyak dibanding ayah responden dari daerah desa yaitu 64.1% dan 20.5%. Hal ini
menunjukkan mayoritas ayah responden memiliki tingkat pendidikan yang baik,
selain itu tidak terdapat ayah responden yang tidak sekolah. Tingkat pendidikan ibu
reponden juga memiliki kesamaan dengan tingkat pendidikan ayah responden, yaitu
sebagian besar merupakan lulusan SMA/Sederajat dan Perguruan Tinggi. Seperti
halnya pendidikan ayah, ibu responden di daerah kota yang merupakan lulusan
Perguruan Tinggi memiliki persentase paling besar yaitu 53.8% dan yang terbesar
kedua adalah lulusan SMA/Sederajat dengan persentase 30.8%. tingkat pendidikan
ibu responden di daerah desa juga memiliki kesamaan dengan tingkat pendidikan
ayah di daerah responden, yaitu didominasi dengan lulusan SMA/Sederajat (33.3%)
kemudian diikuti dengan lulusan Perguruan Tinggi (25.6%). Sebaran responden
berdasarkan karakteristik keluarga dapat dilihat pada Tabel 6.
12

Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan karakteristik keluarga


Kota Desa Total
Kategori (n=39) (n=39) (n=78) p-value
n % n % n %
Kategori Keluarga
Kecil (<4 orang) 19 48.7 17 43.6 36 46.2
0.303
Sedang (5-7 orang) 19 48.7 22 56.4 41 52.6
Besar (>7 orang) 1 2.6 0 0 1 1.3
Pendidikan Ayah
Tidak Sekolah 0 0.0 0 0.0 0 0.0
SD 0 0.0 5 12.8 5 6.4
0.000
SMP 1 2.6 7 18.0 8 10.3
SMA 13 33.3 19 48.7 32 41.0
Perguruan Tinggi 25 64.1 8 20.5 33 42.3
Pendidikan Ibu
Tidak Sekolah 0 0.0 1 2.6 1 1.3
SD 1 2.6 6 15.4 7 9.0
0.003
SMP 5 12.8 9 23.1 14 17.9
SMA 12 30.8 13 33.3 25 32.1
Perguruan Tinggi 21 53.8 10 25.6 31 39.7
Pekerjaan Ayah
Tidak Bekerja 1 2.6 0 0.0 1 1.3
Buruh Tani 0 0.0 0 0.0 0 0.0
Buruh Non-tani 2 5.1 1 2.6 3 3.8
Jasa 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0.084
PNS/TNI 9 23.1 9 23.1 18 23.1
Pegawai Swasta 17 43.6 10 25.6 27 34.6
Wiraswasta 8 20.5 14 35.9 22 28.2
Lainnya 2 5.1 5 12.8 7 9.0
Pekerjaan Ibu
Ibu Rumah Tangga 31 79.5 28 71.8 59 75.6
Buruh Tani 0 0.0 0 0.0 0 0.0
Buruh Non-tani 0 0.0 0 0.0 0 0.0
Jasa 4 10.3 6 15.4 10 12.8 0.477
PNS/TNI 1 2.6 2 5.1 3 3.8
Pegawai Swasta 1 2.6 2 5.1 3 3.8
Wiraswasta 2 5.1 1 2.6 3 3.8
Lainnya 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Jenis pekerjaan ayah responden didominasi oleh PNS/TNI, Pegawai Swasta


dan Wiraswasta. Ayah responden yang bekerja sebagai PNS/TNI di daerah kota dan
desa memiliki angka yang sama yaitu sebesar 23.1%. Ayah responden yang bekerja
sebagai Pegawai Swasta di daerah kota lebih banyak dibandingkan ayah responden
yang bekerja sebagai Pegawai Swasta di daerah desa yaitu 43.6% dan 25.6%. Hal
13

ini berlawanan dengan ayah responden yang bekerja sebagai Wiraswasta, Ayah
responden yang bekerja sebagai Wiraswasta di daerah desa lebih tinggi
dibandingkan di daerah kota yaitu sebesar 35.9% untuk daerah desa dan 20.5%
untuk daerah kota. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada pekerjaan ayah dan
ibu responden di kota dan di desa. Jenis pekerjaan yang dimiliki oleh ibu responden
di daerah kota adalah sebagai Ibu Rumah Tangga yaitu sebesar 79.5%, Ibu Rumah
Tangga juga merupakan pekerjaan yang paling banyak dimiliki oleh ibu responden
di daerah desa dengan persentase sebesar 71.8%. Hal ini menunjukkan bahwa
pekerjaan ibu reponden didominasi oleh Ibu Rumah Tangga baik di daerah kota dan
desa. Namun terdapat juga ibu responden yang bekerja sebagai PNS, Pegawai
Swasta, Wiraswata dan di bidang Jasa.
Pendapatan adalah imbalan yang diterima baik berbentuk uang maupun
barang, yang dibayarkan perusahaan, kantor atau majikan (BPS 2017). Menurut
Murohman (2011), pendapatan mempunyai hubungan yang searah dengan tingkat
konsumsi, kenaikan pendapatan akan diikuti oleh kenaikan tingkat konsumsi,
sedangkan penurunan pendapatan akan menurunkan tingkat konsumsi. Berdasarkan
Badan Pusat Statistik (2015), status ekonomi seseorang dikategorikan tidak miskin
apabila memiliki pendapatan per kapita lebih dari Rp 317 430 dan dikategorikan
miskin apabila memiliki pendapatan per kapita kurang dari atau sama dengan Rp
317 430. Distribusi responden berdasarkan karakteristik ekonomi dapat dilihat pada
Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan karakteristik ekonomi


Kota Desa Total
(n=39) (n=39) (n=78) p-
Kategori
n % n % value
n %
Pendapatan (Rupiah)
<2 500 000 1 2.6 2 5.1 3 3.8
2 500 000 – 5 000 000 21 53.8 24 61.5 45 57.7
>5 000 000 17 43.6 13 33.3 30 38.5
Rataan Pendapatan Keluarga 6 551 282 4 902 564 5 726 923
0.043
± SD ± 4 417 065 ± 2 360 697 ± 3 614 857
Pendapatan Per Kapita
Miskin (≤Rp 317 430) 1 2.6 1 2.6 2 2.6
0.070
Tidak Miskin (>Rp317 430) 38 97.4 38 97.4 76 97.4
1 466 331 1 107 051 1 286 691
Rataan Per Kapita ± SD
± 1 050 661 ± 618 467.4 ±875 347.6

Terdapat perbedaan nyata pada rataan pendapatan keluarga namun tidak


terdapat perbedaan terhadap pendapatan per kapita keluarga responden di kota dan
desa. Sebagian besar pendapatan keluarga responden berada pada rentang Rp 2 500
000 – Rp 5 000 000, yaitu sebesar 53.8% pada responden di kota dan 61.5% di
daerah desa. Selain itu terdapat sebesar 43.6% responden di daerah kota memiliki
pendapatan di atas Rp 5 000 000, angka ini lebih besar dibandingkan responden di
daerah desa dengan persentase 33.3%. Rata-rata pendapatan keluarga responden di
daerah kota (6 551 282 ± 4 417 065) lebih tinggi dibandingkan pendapatan keluarga
di daerah desa (Rp 4 902 564 ± 2 360 697). Berdasarkan pendapatan per kapita,
14

hampir seluruh keluarga responden memiliki status ekonomi tidak miskin. Rata-
rata pendapatan per kapita responden di daerah kota (Rp 1 466 331 ± 1 050 661)
lebih tinggi dibandingkan responden di daerah desa (Rp 1 107 051 ± 618 467.4)
Menurut Sari (2016) Semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga, semakin kecil
proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga.
Dapat dikatakan bahwa rumah tangga akan semakin sejahtera bila persentase
pengeluaran untuk makanan jauh lebih kecil dibandingkan persentase pengeluaran
untuk non makanan.

Pengetahuan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang mengadakan


penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap obyek terjadi
melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba dengan tersendiri, namun sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh
melalui mata dan telinga. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian presepsi terhadap
obyek. Pengetahuan dapat dibagi menjadi 6 tingkatan, dimulai dari tahu (know),
memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis
(synthesis) dan evaluasi (evaluation). Semakin tinggi tingkat pengetahuan
seseorang maka semakin tinggi pula kemampuan individu tersebut dalam
melakukan suatu penilaian, hal inilah yang akan menjadi landasan seseorang untuk
bertindak (Notoatmodjo 2012). Pengetahuan PHBS responden diukur melalui
kuesioner yang berkaitan dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Setiap pertanyaa
yang mampu dijawab dengan benar akan diberi nilai 1 dan pertanyaan yang dijawab
dengan salah diberi nilai 0.
Seluruh responden di daerah kota memperoleh nilai yang tinggi untuk
pengetahuan PHBS. Pada responden di daerah desa, mayoritas responden (94.9%)
mendapatkan nilai yang tinggi untuk pengetahuan PHBS dan sebanyak 5.1%
mendapat nilai sedang. Hasil ini menunjukkan responden di daerah kota lebih
banyak mendapat nilai pengetahuan PHBS yang tinggi dibandingkan responden di
daerah desa. Sebaran responden berdasarkan pengetahuan PHBS dapat dilihat pada
Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan pengetahuan PHBS


Kota Desa Total p-value
Kategori (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
Rendah (<60%) 0 0 0 0.0 0 0.0
Sedang (60-80%) 0 0 1 2.6 1 1.3
Tinggi (>80%) 39 100 38 97.4 76 98.7
Rataan ± SD 97.9 ± 3.4 96.6 ± 5.0 97.3 ± 4.4 0.000

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah


pendidikan, umur, lingkungan dan sosial budaya. Semakin tinggi tingkat
pendidikan dan status sosial seseorang maka tingkat pengetahuannya akan semakin
15

tinggi pula. Begitu juga dengan umur, semakin bertambahnya umur seseorang maka
pengetahuannya juga semakin bertambah (Wawan 2010).

Tabel 9 Sebaran responden yang menjawab pertanyaan pengetahuan PHBS


dengan benar
Kota Desa Total
No Pertanyaan (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
1 Fungsi sabun adalah untuk membunuh kuman dan virus 39 100 37 94.9 76 97.4

2 Air mengalir dan sabun adalah komponen yang penting


39 100 38 97.4 77 98.7
pada saat melakukan cuci tangan

3 Membuang sampah sembarangan dapat menjadi sarang


39 100 38 97.4 77 98.7
penyakit

4 Ciri makanan yang sehat adalah makanan yang


38 97.4 36 92.3 74 94.9
berwarna mencolok

5 Ciri makanan yang bersih adalah makanan yang tidak


37 94.9 38 97.4 75 96.2
dibiarkan di tempat terbuka

6 Jamban yang bersih dan sehat adalah jamban yang


34 87.2 34 87.2 68 87.2
mengeluarkan bau tidak sedap

7 Olahraga teratur membuat tubuh sehat dan bugar 39 100 39 100 78 100

8 Penyebab timbulnya jentik-jentik nyamuk adalah


banyaknya genangan air dan sampah yang dibiarkan 39 100 39 100 78 100
menumpuk

9 Membersihkan ruang kelas dan kamar tidur setiap hari


36 92.3 32 82.1 68 87.2
adalah salah satu cara memberantas jentik nyamuk

10 Kebiasaan merokok dapat menimbulkan penyakit


39 100 38 97.4 77 98.7
kanker paru-paru yang mengganggu sistem pernapasan

11 Berat badan dan tinggi badan diukur secara teratur


38 97.4 39 100 77 98.7
bertujuan untuk memantau pertumbuhan badan

12 Tidak mencuci tangan sebelum makan dapat


39 100 38 97.4 77 98.7
menyebabkan timbulnya penyakit diare

13 Pada setiap ruangan (kelas, kantin, jamban) di sekolah


39 100 39 100 78 100
wajib disediakan tempat sampah

14 Contoh olahraga sederhana yang bisa kita lakukan


38 97.4 38 97.4 76 97.4
sehari-hari adalah jalan santai rutin setiap pagi

15 Makanan yang sehat dan bersih adalah makanan yang


39 100 39 100.0 78 100
diolah dengan aman dan bergizi
16

Berdasarkan Tabel 9, mayoritas pertanyaan-pertanyaan terkait perilaku


hidup bersih dan sehat (PHBS) dapat dijawab dengan benar oleh responden di
daerah kota dan desa. Hal ini dapat dilihat dari tingginya persentase jawaban benar
pada pertanyaan-pertanyaan yang diberikan, seperti pertanyaan tentang manfaat
olahraga teratur, penyebab timbulnya jentik-jentik nyamuk, kewajiban untuk
menyediakan tempat sampah, dan ciri makanan yang sehat dan bersih yang dapat
dijawab benar oleh semua responden di daerah kota dan desa. Terdapat juga
pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar oleh 98.7% responden
baik di daera kota dan daerah desa, yaitu pertanyaan terkait komponen penting saat
mencuci tangan, akibat dari membuang sampah sembarangan, akibat dari kebiasaan
merokok, tujuan pemantauan tinggi dan berat badan, dan akibat dari tidak
melakukan cuci tangan sebelum makan. Hal ini menunjukkan siswa dan siswi yang
menjadi responden penelitian sudah memiliki pengetahuan yang baik tentang
perilaku hidup bersih dan sehat.
Pengetahuan yang tergolong baik diharapkan dapat menunjang kemampuan
responden dalam menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Notoatmodjo (2010)
mengungkapkan perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Hal ini menandakan bahwa
pengetahuan merupakan faktor yang mendukung responden dalam berperilaku
hidup bersih dan sehat.

Sikap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Menurut Notoatmodjo (2003), sikap merupakan reaksi atau respon


seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas, namun merupakan predisposisi tindakan
suatu perilaku yang merupakan kesiapan seseorang untuk bereaksi terhadap objek
di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Berdasarkan
tingkatannya sikap dibagi menjadi 4 kategori, yaitu menerima (receiving),
merespon (responding), menghargai (valuating) dan bertanggung jawab
(responsible) (Notoatmodjo 2007). Penilaian sikap perilaku hidup bersih dan sehat
responden diperoleh dengan mengukur tanggapan terhadap pernyataan yang
diberikan. Responden akan diberikan nilai 2 jika setuju, nilai 1 diberikan jika
responden ragu-ragu, dan nilai 0 diberikan jika tidak setuju. Sebaran responden
berdasarkan sikap PHBS dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan sikap PHBS


Kota Desa Total
Kategori (n=39) (n=39) (n=78) p-value
n % n % n %
Rendah (<60%) 0 0 0 0.0 0 0.0
Sedang (60-80%) 1 2.6 3 7.7 4 5.1
Tinggi (>80%) 38 97.4 36 92.3 74 94.9
Rataan ± SD 93.9 ± 6.8 93.1 ± 8.1 93.5 ± 7.4 0.305
17

Berdasarkan sikap PHBS, sebagian besar responden mendapat nilai yang


tinggi yaitu sebesar 97.4% pada responden di daerah kota, angka ini lebih tinggi
dibandingkan responden pada daerah desa yaitu sebesar 92.3%. Selain itu tidak
terdapat responden dengan tingkat sikap yang rendah, baik di daerah kota atau di
daerah desa. Hal ini menunjukkan bahwa sikap siswa dan siswi yang menjadi
responden sudah tergolong baik. .

Tabel 11 Sebaran jawaban responden terhadap pernyataan sikap PHBS


Kota Desa Total
No Pertanyaan (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
1 Saya harus mencuci tangan menggunakan sabun
- Setuju 37 94.9 35 89.7 72 92.3
- Ragu-ragu 2 5.1 4 10.3 6 7.7
- Tidak Setuju 0 0 0 0.0 0 0.0
2 Saya harus mencuci tangan dengan air yang
mengalir
- Setuju 34 87.2 32 82.1 66 84.6
- Ragu-ragu 5 12.8 7 17.9 12 15.4
- Tidak Setuju 0 0 0 0.0 0 0.0
3 Saya harus membersihkan jamban setelah selesai
digunakan
- Setuju 39 100 38 97.4 77 98.7
- Ragu-ragu 0 0.0 1 2.6 1 1.3
- Tidak Setuju 0 0 0 0.0 0 0.0
4 Saya harus membuang sampah di tempat sampah
yang telah disediakan
- Setuju 35 89.7 37 94.9 72 92.3
- Ragu-ragu 4 10.3 2 5.1 6 7.7
- Tidak Setuju 0 0 0 0.0 0 0.0
5 Saya harus membersihkan kelas sesuai dengan
jadwal piket
- Setuju 28 71.8 32 82.1 60 76.9
- Ragu-ragu 11 28.2 5 12.8 16 20.5
- Tidak Setuju 0 0 2 5.1 2 2.6
6 Saya bersedia melakukan pemberantasan jentik
nyamuk untuk mencegah penyebaran penyakit
- Setuju 31 79.5 36 92.3 67 85.9
- Ragu-ragu 8 20.5 3 7.7 11 14.1
- Tidak Setuju 0 0 0 0.0 0 0.0
7 Saya tidak akan merokok di sekolah dan di dalam
rumah
- Setuju 39 100 36 92.3 75 96.2
- Ragu-ragu 0 0.0 3 7.7 3 3.8
- Tidak Setuju 0 0 0 0.0 0 0.0
8 Saya tidak akan meludah di sembarang tempat
- Setuju 33 84.6 27 69.2 60 76.9
- Ragu-ragu 4 10.3 10 25.6 14 17.9
- Tidak Setuju 2 5.1 2 5.1 4 5.1

Sikap merupakan komponen yang berpengaruh dalam pembentukan


perilaku. Sikap positif seseorang terhadap kesehatan kemungkinan tidak berdampak
18

langsung pada perilaku individu menjadi positif, tetapi sikap yang negatif terhadap
kesehatan hampir pasti berdampak pada perilakunya (Notoatmodjo 2007). Menurut
Azwar (2004) terdapat 3 faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap, yaitu
pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting dan pengaruh
kebudayaan. Sebagian besar pernyataan sikap ditanggapi dengan jawaban setuju
lebih dari 80% oleh responden, seperti pernyataan menggunakan sabun dalam
mencuci tangan (92.3%), menggunakan air mengalir dalam mencuci tangan
(84.6%), membersihkan jamban setelah digunakan (98.7%), membuang sampah di
tempat yang telah disediakan (92.3%), melakukan pemberantasan jentik nyamuk
(85.9%), dan tidak merokok di sekolah dan di dalam rumah (96.2%).
Responden yang tidak setuju terhadap pernyataan terkait membersihkan
kelas sesuai jadwal beralasan bahwa tidak terdapat jadwal piket yang ditetapkan.
Responden yang tidak bersedia mengonsumsi sayur dan buah 3 porsi sehari
menyatakan tidak suka memakan buah dan sayur. Sedangkan responden yang tidak
setuju untuk tidak meludah sembarangan tidak memiliki alasan tersendiri.

Praktik Hidup Bersih dan Sehat

Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat
diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku
kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berhubungan
dengan sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman, serta
lingkungan (Notoatmodjo 2007). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah
sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil
pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat
mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif
dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Riskesdas (2013) mencatat terdapat
beberapa indikator untuk menilai praktik PHBS individu diantaranya adalah cuci
tangan, BAB dengan jamban, konsumsi sayur dan buah dan aktivitas fisik.
Penilaian perilaku hidup bersih dan sehat berdasarkan jawaban responden terhadap
pernyataan-pernyataan yang diberikan. Responden diberi nilai 2 jika menjawab
“selalu” pada pernyataan positif atau menjawab “tidak pernah” pada pernyataan
negatif, diberi nilai 1 jika menjawab “kadang-kadang”, dan diberi nilai 0 jika
menjawab “tidak pernah” pada pernyataan positif atau menjawab “selalu” pada
pernyataan negatif. Sebaran responden berdasarkan praktik PHBS dapat dilihat
pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran responden berdasarkan praktik PHBS


Kota Desa Total
Kategori (n=39) (n=39) (n=78) p-value
n % n % n %
Rendah (<60%) 3 7.7 2 5.1 5 6.4
Sedang (60-80%) 27 69.2 23 59.0 50 64.1
Tinggi (>80%) 9 23.1 14 35.9 23 29.5
Rataan ± SD 75.4 ± 9.1 75.6 ± 9.7 75.5 ± 9.4 0.809
19

Berdasarkan Tabel 12, sebagian besar reponden di daerah kota dan desa
memiliki nilai praktik hidup bersih dan sehat yang tergolong sedang. Sebanyak
69.2% responden di daerah kota memiliki nilai praktik hidup bersih dan sehat yang
tergolong sedang, sedangkan di daerah desa, sebanyak 56.4% responden tergolong
sedang. Namun responden yang memiliki nilai praktik hidup bersih dan sehat yang
tergolong tinggi lebih banyak terdapat di daerah desa (38.5%) dibandingkan di
daerah kota (23.1%). Hasil ini menunjukkan praktik hidup bersih dan sehat
responden di daerah desa lebih baik dibanding responden di daerah kota. Terdapat
3 faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin,
dan faktor penguat. Faktor predisposisi adalah yang mempredisposisi terjadinya
perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan lain-lain.
Faktor pemungkin adalah faktor yang menjadi sarana dan prasarana atau fasilitas
untuk terjadinya perilaku kesehatan. Faktor penguat adalah faktor yang
memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun seseorang tahu dan
mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak mempraktikannya. Misalnya, ada
anjuran dari orang tua atau guru (Notoatmodjo 2005).
Menurut Kemenkes (2011), PHBS dapat dibagi dalam 5 tatanan, yaitu
tatanan rumah tangga, tatanan institusi pendidikan, tatanan tempat kerja, tatanan
tempat umum dan tatanan fasilitas kesehatan. PHBS di institusi pendidikan adalah
upaya pemberdayaan dan peningkatan kemampuan sasaran primer (siswa, guru dan
masyarakat lingkungan sekolah) untuk mempraktikkan perilaku yang dapat
menciptakan institusi pendidikan yang berprilaku hidup bersih dan sehat. PHBS di
institusi pendidikan mencakup antara lain mencuci tangan menggunakan sabun,
mengonsumsi makanan dan minuman sehat, menggunakan jamban sehat,
membuang sampah di tempat sampah, tidak merokok, tidak mengonsumsi narkoba,
alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA), tidak meludah sembarang
tempat, memberantas jentik nyamuk dan lain-lain.

Tabel 13 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan mencuci tangan


Kota Desa Total
No. Pertanyaan (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
1 Apakah anda selalu mencuci tangan sebelum
makan?
- Selalu 21 53.8 22 56.4 43 55.1
- Kadang-kadang 18 46.2 16 41.0 34 43.6
- Tidak Pernah 0 0 1 2.6 1 1.3
2 Apakah anda mencuci tangan menggunakan
air bersih yang mengalir dan sabun?
- Selalu 24 61.5 23 59.0 47 60.3
- Kadang-kadang 15 38.5 16 41.0 31 39.7
- Tidak Pernah 0 0 0 0.0 0 0.0
3 Apakah setelah mencuci tangan anda
mengeringkan tangan menggunakan
lap/tissue?
- Selalu 11 28.2 21 53.8 32 41.0
- Kadang-kadang 28 71.8 18 46.2 46 59.0
- Tidak Pernah 0 0 0 0.0 0 0.0
20

Mayoritas responden selalu mencuci tangan sebelum makan, hal ini sudah
tergolong baik dengan persentase 41% responden di daerah kota selalu mencuci
tangan sebelum makan dan di daerah desa sebesar 51.3%. Sedangkan sisanya
menjawab kadang-kadang. Pada kebiasaan mencuci dangan dengan air mengalir
dan sabun, sebanyak 61.5% di daerah kota dan 59.0% responden di daerah desa
selalu mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun. Sedangkan
sisanya yaitu 38.5% di daerah kota dan 41% di daerah desa menjawab “kadang-
kadang”. Biasanya responden yang tidak selalu mencuci tangan dengan air mengalir
dan sabun, hanya mencuci tangan dengan air yang disediakan di dalam wadah.
Mengeringkan tangan setelah dengan lap atau tisu adalah langkah yang dilakukan
setelah mencuci tangan. Berdasarkan Tabel 13, sebanyak 28.2% responden di
daerah kota dan 53.8% responden di daerah desa selalu mengeringkan tangan
setelah mencuci tangan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rabie dan Curtis
(2006), praktik cuci tangan dapat menurunkan insiden diare hingga 43-47%,
menurunkan transmisi ISPA hingga lebih dari 30%, dan dapat menurunkan 50%
insiden flu burung.

Tabel 14 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan jajan


Kota Desa Total
No. Pertanyaan (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
1 Apakah anda memilih jajanan yang sehat dan
bersih untuk dikonsumsi?
- Selalu 16 41 20 51.3 36 46.2
- Kadang-kadang 23 59 19 48.7 42 53.8
- Tidak Pernah 0 0 0 0.0 0 0.0
2 Apakah anda suka membeli jajanan yang
terlihat dengan warna mencolok?
- Selalu 2 5.1 1 2.6 3 3.8
- Kadang-kadang 30 76.9 31 79.5 61 78.2
- Tidak Pernah 7 17.9 7 17.9 14 17.9

Makanan jajanan juga dikenal sebagai “street food” adalah jenis makanan yang
dijual di kaki lima, pinggiran jalan, di stasiun, di pasar, tempat pemukiman serta tempat
yang sejenisnya (Mudjajanto 2005). Jajanan yang kurang terjamin kesehatan dan
kebersihannya dapat berpotensi menyebabkan keracunan dan gangguan pencernaan.
Survey BPOM tahun 2004 menunjukkan bahwa 60% jajanan sekolah tidak memenuhi
standar mutu dan keamanan. Survey BPOM tahun 2007 juga membuktikan bahwa 45%
jajanan sekolah merupakan makanan jajanan yang berbahaya (BPOM 2009). Sebaran
responden berdasarkan kebiasaan jajan dapat dilihat pada Tabel 10. Sebagian besar
responden di daerah kota tidak selalu memilih jajanan yang bersih dan sehat untuk
dikonsumsi yaitu sebanyak 41%, sedangkan sebagian besar responden di daerah desa
selalu memilih jajanan yang bersih dan sehat untuk dikonsumsi. Pada kebiasaan
membeli jajanan dengan warna mencolok, mayoritas responden di daerah kota dan di
daerah desa menjawab “kadang-kadang”. Terdapat 5.1% responden di daerah kota
selalu mengonsumsi jajanan dengan warna mencolok dan 2.6% responden di daerah
desa mengonsumsi jajanan dengan warna mencolok. Remaja biasanya membeli jajan
21

menurut kesukaan mereka sendiri tanpa memikirkan bahan-bahan yang terkandung


didalamnya (Judarwanto 2008). Menggunakan jamban yang bersih dan sehat
merupakan salah satu indikator dari perilaku bersih dan sehat. Salah satu upaya
untuk menjaga kebersihan dan kesehatan jamban adalah dengan menyiram jamban
dengan bersih setelah digunakan. Berdasarkan Tabel 15, seluruh responden di kota
selalu menyiram jamban dengan bersih setiap selesai menggunakannya. Sedangkan
di daerah desa terdapat 87.2% responden yang selalu menyiram jamban dengan
bersih dan sisanya menjawab “kadang-kadang”.

Tabel 15 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan menyiram jamban


Kota Desa Total
Apakah anda menyiram jamban dengan bersih (n=39) (n=39) (n=39)
setiap selesai menggunakannya?
n % n % n %
- Selalu 39 100 34 87.2 73 93.6
- Kadang-kadang 0 0 5 12.8 5 6.4
- Tidak Pernah 0 0 0 0.0 0 0.0

Meningkatnya kematian akibat penyakit tidak menular di Indonesia telah


menyadarkan para pengambil kebijakan untuk segera menetapkan kebijakan dalam
rangka mencegah kematian dini penduduk. Bukti ilmiah sangat kuat menunjukkan
bahwa aktivitas fisik menurunkan risiko kematian dini (meninggal lebih cepat
daripada umur rata-rata untuk kelompok penduduk spesifik), dari penyebab
kematian utama, seperti penyakit jantung dan kanker. Orang yang melakukan
aktivitas fisik aktif selama 7 jam dalam 1 minggu mempunyai risiko 40% lebih
rendah mengalami kematian dini dibandingkan mereka yang melakukan aktivitas
fisik kurang dari 30 menit seminggu. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh
yang meningkatkan pengeluaran tenaga/energi dan pembakaran energi. Aktivitas
fisik dikategorikan cukup apabila seseorang melakukan latihan fisik atau olah raga
selama 30 menit setiap hari atau minimal 3-5 hari dalam seminggu. (Kemenkes
2014).

Tabel 16 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan memantau berat badan


Kota Desa Total
No. Pertanyaan (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
1 Apakah anda melakukan olahraga dengan
teratur?
- Selalu 9 23.1 8 20.5 17 21.8
- Kadang-kadang 29 74.4 29 74.4 58 74.4
- Tidak Pernah
1 2.56 2 5.1 3 3.8
2 Apakah anda mengukur berat badan secara
rutin?
- Selalu 5 12.8 3 7.7 8 10.3
- Kadang-kadang 32 82.1 29 74.4 61 78.2
- Tidak Pernah 2 5.13 7 17.9 9 11.5
22

Berdasarkan Tabel 16, hanya sebesar 23.1% responden di kota dan 20.5%
responden di desa yang melakukan olahraga dengan teratur. Responden yang
melakukan olahraga teratur menyatakan bahwa dirinya mengikuti kegiatan
ekstrakulikuler yang ada di sekolah. Sedangkan sebagian besar lainnya tidak selalu
melakukan olahraga dengan teratur, dapat dilihat dari persentase responden yang
menjawab “kadang-kadang” yaitu sebesar 74.4% baik di daerah kota dan desa.
Olahraga teratur merupakan cara yang untuk mempertahankan berat badan
normal, hal ini tentunya harus dilakukan bersamaan dengan pola konsumsi
makanan yang memiliki susunan gizi seimbang dan beraneka ragam. Pemantauan
berat badan secara teratur dilakukan minimal 1 bulan sekali. Pemantauan berat
badan dan mempertahankannya dalam rentang normal memungkinkan seseorang
dapat mencegah berbagai penyakit tidak menular (Kemenkes 2014). Hasil
penelitian yang didapat menunjukkan hanya sebesar 12.8% responden di kota dan
7.7% responden di desa yang selalu mengukur berat badannya secara rutin.
Sedangkan 82.1% responden di kota dan 74.4% responden di desa menjawab
“kadang-kadang”. Responden di daerah kota yang menjawab tidak pernah
mengukur berat badannya dengan teratur adalah responden yang memiliki status
gizi obesitas dan berlebih
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang
dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan
seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri
(mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan
masyarakat. PHBS mencakup semua perilaku yang harus dipraktikkan di bidang
pencegahan dan penanggulangan penyakit, penyehatan lingkungan, kesehatan ibu
dan anak, keluarga berencana, gizi, farmasi dan pemeliharaan kesehatan
(Kemenkes 2011). Praktik perilaku hidup bersih dan sehat dimulai dari unit terkecil
yaitu individu. Sebaran responden berdasarkan kebiasaan dalam menjaga
kebersihan diri dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan menjaga kebersihan diri


Kota Desa Total
No. Pertanyaan (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
1 Apakah anda mandi sebanyak 2 kali sehari?
- Selalu 31 79.5 27 69.2 58 74.4
- Kadang-kadang 8 20.5 12 30.8 20 25.6
- Tidak Pernah 0 0 0 0.0 0 0.0
2 Apakah anda menggosok gigi sebelum tidur?
- Selalu 21 53.8 17 43.6 38 48.7
- Kadang-kadang 18 46.2 22 56.4 40 51.3
- Tidak Pernah 0 0 0 0.0 0 0.0

Mayoritas responden di daerah kota dan desa sudah melakukan kebiasaan


mandi dengan baik, dapat dilihat dari besarnya responden yang selalu mandi
minimal 2 kali sehari yaitu 79.5% pada responden di daerah kota dan 69.2% di
daerah desa. Namun terdapat sedikit perbedaan terhadap kebiasaan menggosok gigi
sebelum tidur, pada daerah kota sebagian besar responden selalu menggosok gigi
23

sebelum tidur yaitu sebesar 53.8%, sedangkan di daerah desa sebagian besar
responden (56.4%) tidak selalu menggosok gigi sebelum tidur.
Riskesdas (2013) menjelaskan definisi berperilaku benar dalam menyikat
gigi adalah kebiasaan menyikat gigi setiap hari sesudah makan pagi dan sebelum
tidur. Menurut Cahyadi (2015), kurangnya kebersihan gigi dan mulut menyebabkan
tertimbunnya mikroorganisme pada permukaan gigi yang disebut dengan plak gigi.
Frekuensi membersihkan gigi dan mulut sebagai bentuk perilaku akan
mempengaruhi baik atau buruknya kebersihan gigi dan mulut, di mana akan
mempengaruhi jugaa ngka karies dan penyakit penyangga gigi.

Tabel 18 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan menjaga kebersihan


lingkungan
Kota Desa Total
No. Pertanyaan (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
1 Apakah anda membersihkan ruang kamar tidur?
- Selalu 22 56.4 23 59.0 45 57.7
- Kadang-kadang 15 38.5 16 41.0 31 39.7
- Tidak Pernah 2 5.1 0 0.0 2 2.6
2 Apakah anda melihat sampah yang menumpuk di
kamar tidur anda?
- Selalu 2 5.1 2 5.1 4 5.1
- Kadang-kadang 11 28.2 11 28.2 22 28.2
- Tidak Pernah 26 66.7 26 66.7 52 66.7
3 Apakah anda mengikuti jadwal piket untuk
membersihkan ruang kelas?
- Selalu 10 25.6 26 66.7 36 46.2
- Kadang-kadang 28 71.8 13 33.3 41 52.6
- Tidak Pernah 1 2.6 0 0.0 1 1.3
4 Apakah anda membuang sampah pada tempat
sampah?
- Selalu 30 76.9 23 59.0 53 67.9
- Kadang-kadang 9 23.1 16 41.0 24 30.8
- Tidak Pernah 0 0 0 0.0 0 0.0

Selain kebersihan diri, perilaku hidup bersih dan sehat seseorang dapat
dilihat dari upaya individu tersebut dalam menjaga kebersihan lingkungan.
Kebiasaan responden dalam membersihkan ruang kamar tidur dan ruang kelas
memiliki persentase yang lebih baik di daerah desa dibandingkan daerah kota.
Persentase responden di daerah desa yang selalu membersihkan ruang tidur adalah
sebesar 59.0% sedangkan di daerah kota sebesar 56.4%. Terdapat 5.1% responden
di kota yang tidak pernah membersihkan kamar tidurnya, responden menyatakan
kamar tidurnya dibersihkan oleh orang tua atau asisten rumah tangga sehingga
mereka tidak perlu lagi membersihkan kamar tidurnya. Kebiasaan dalam mengikuti
piket juga lebih baik di daerah desa dengan persentase 66.7% selalu mengikuti
jadwal piket sedangkan di daerah kota hanya 25.6%. Hal ini diduga karena sekolah
24

di daerah kota memiliki sarana dan prasarana yang lebih baik, dalam hal ini adalah
petugas kebersihan, sehingga siswa dan siswi lebih cenderung mengandalkan
petugas kebersihan dalam membersihkan kelas.
Menurut hasil Riskesdas (2013), perilaku merokok penduduk 15 tahun ke
atas masih terjadi peningkatan dari 34.3% pada 2007 menjadi 36.3% pada 2013.
Pada kelompok usia 15-19 tahun persentase perokok setiap hari adalah sebesar
11.2% sedangkan perokok kadang-kadang sebesar 7.1%. Hasil penelitian yang
dilakukan menunjukkan 10.3% responden di kota dan 12.8% responden di desa
merupakan perokok kadang-kadang, angka ini lebih tinggi dibandingkan hasil
Riskesdas 2013. Sedangkan responden yang selalu merokok hanya terdapat di
daerah desa dengan persentase sebesar 2.6%, angka ini lebih rendah dibandingkan
hasil Riskesdas 2013 yaitu sebesar 11.2%.

Tabel 19 Sebaran responden berdasarkan merokok


Kota Desa Total
Pertanyaan (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
Apakah anda merokok?
- Selalu 0 0 1 2.6 1 1.3
- Kadang-kadang 4 10.3 5 12.8 9 11.5
- Tidak Pernah 35 89.7 33 84.6 68 87.2

Pengetahuan Gizi Seimbang

Usia remaja merupakan periode rentan gizi. Hal ini disebabkan karena pada
usia remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi, perubahan gaya hidup dan
kebiasan makan remaja mempengaruhi suatu asupan maupun kebutuhan gizinya
(Soetjiningsih 2007). Pemenuhan kebutuhan gizi pada masa ini perlu diperhatikan
karena terjadi peningkatan kebutuhan gizi untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangannya. Perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan pada remaja akan
sangat mempengaruhi asupannya (Pritasari 2017). Masalah gizi yang sering terjadi
pada usia remaja adalah gizi lebih dan gizi kurang. Gizi kurang disebabkan karena
tingkat konsumsi energi dan zat gizi kurang dari angka kecukupan gizi yang terjadi
secara kronis sedangkan gizi lebih terjadi karena asupan makan yang melebihi
angka kecukupan gizi disertai dengan kebiasaan makan yang kurang baik dan
kurang aktivitas fisik (Supariasa 2002). Salah satu penyebab timbulnya masalah
gizi dan perubahan kebiasaan makan pada remaja adalah pengetahuan gizi yang
rendah dan terlihat pada kebiasaan makan yang salah (Emilia 2009).

Tabel 20 Sebaran Responden Berdasarkan Pengetahuan PGS


Kota Desa Total
p-value
Kategori (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
Rendah (<60%) 0 0 0 0.0 0 0.0
Sedang (60-80%) 11 28.2 19 48.7 30 38.5
Tinggi (>80%) 28 71.8 20 51.3 48 61.5
Rataan ± SD 85.5 ± 6.3 83.3 ± 7.3 84.4 ± 6.9 0.154
25

Berdasarkan Tabel 20, sebagian besar responden memiliki pengetahuan gizi


seimbang yang tergolong tinggi baik di daerah kota dan daerah desa. Responden
yang memiliki pengetahuan gizi seimbang tergolong tinggi sebesar 71.8%,
sedangkan di daerah desa terdapat 51.3% responden dengan pengetahuan gizi
seimbang tergolong tinggi. Berdasarkan angka tersebut, terdapat lebih banyak
responden yang memiliki pengetahuan gizi seimbang yang tergolong tinggi
dibandingkan di responden daerah desa. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Setyawati dan Setyowati (2015) yang menunjukkan rata-rata
pengetahuan remaja di daerah kota lebih tinggi dibandingkan di daerah desa.
Namun dalam penelitian tersebut juga tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara pengetahuan remaja di daerah kota dan daerah desa.

Tabel 21 Sebaran responden yang menjawab pertanyaan pengetahuan PGS


dengan benar
Kota Desa Total
No Pertanyaan (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
1 Sarapan pagi berfungsi untuk memberikan energi
39 100 39 100.0 78 100.0
bagi tubuh dan meningkatkan konsentrasi
2 Porsi sarapan pagi yang baik adalah tidak terlalu
35 89.7 37 94.9 72 92.3
banyak jumlahnya
3 Manfaat zat gizi protein adalah membentuk sel dan
38 97.4 39 100.0 77 98.7
jaringan baru untuk tubuh dan zat pembangun tubuh
4 Dampak kekurangan gizi protein adalah tubuh
35 89.7 37 94.9 72 92.3
mengalami gangguan pertumbuhan
5 Jenis makanan sumber protein adalah jagung, mie,
34 87.2 22 56.4 56 71.8
roti, singkong, dan nasi
6 Manfaat mengonsumsi buah dan sayur antara lain
adalah untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh 38 97.4 38 97.4 76 97.4
dan memenuhi kebutuhan serat untuk tubuh
7 Zat gizi yang terkandung dalam buah dan sayur
38 97.4 39 100.0 77 98.7
adalah vitamin dan mineral
8 Dampak terlalu banyak mengonsumsi makanan
cepat saji / fast food (McD, KFC, CFC, dll) adalah 37 94.9 37 94.9 74 94.9
mengalami kegemukan
9 Makanan cepat saji banyak mengandung lemak 39 100 36 92.3 75 96.2
10 Konsumsi air putih yang baik dalam sehari adalah
38 97.4 38 97.4 76 97.4
sebanyak 8 gelas
11 Kurang mengonsumsi air putih dapat
38 97.4 39 100.0 77 98.7
mengakibatkan tubuh mengalami dehidrasi
12 Sebelum tidur kita tidak harus menyikat gigi
12 30.8 15 38.5 27 34.6
terlebih dahulu
13 Merokok dapat mengakibatkan penyakit jantung 38 97.4 34 87.2 72 92.3
14 Konsumsi sayur dan buah yang baik adalah 3
32 82.1 31 79.5 63 80.8
porsi/hari
15 Contoh jenis makanan yang mengandung protein
9 23.1 6 15.4 15 19.2
nabati adalah tahu, tempe, dan telur
26

Pengetahuan gizi memberikan bekal pada remaja terkait pemilihan makanan


yang sehat dan memberikan pengertian bahwa makanan berhubungan erat dengan
gizi dan kesehatan. Beberapa masalah gizi dan kesehatan pada saat dewasa
sebenarnya bisa diperbaiki pada saat remaja melalui pemberian pengetahuan dan
kesadaran tentang kebiasaan makan dan gaya hidup yang sehat (Johnston dan
Haddad 1985). Sebagian besar pertanyaan yang diberikan dapat dijawab dengan
benar oleh responden. Hal ini dapat dilihat dari besarnya persentase pertanyaan
yang dijawab benar, seperti pertanyaan tentang fungsi dari sarapan yang dijawab
dengan benar oleh seluruh responden. Selain itu juga terdapat pertanyaan yang
dijawab dengan benar oleh mayoritas responden, seperti pertanyaan tentang
manfaat protein, zat gizi yang terkandung di dalam buah dan sayur, serta akibat
kurangnya mengonsumsi air yang dapat dijawab dengan benar oleh 98.7%
responden. Pertanyaan tentang manfaat mengonsumsi buah dan sayur, dan tentang
rekomendasi jumlah meminum air dalam sehari dijawab dengan benar oleh 97.4%
responden. Pertanyaan yang paling sedikit dijawab dengan benar oleh responden
adalah pertanyaan tentang contoh jenis makanan sumber protein nabati, yang
dijawab dengan benar oleh 19.2% responden.

Sikap Gizi Seimbang

Permasalahan gizi yang seringkali dihadapi oleh remaja adalah


permasalahan gizi ganda, yaitu gizi kurang dan gizi lebih. Selain itu, anemia juga
menjadi permasalahan lain remaja akibat asupan gizi yang tidak sesuai. Masalah
gizi ganda pada remaja terjadi dikarenakan perilaku gizi yang salah, yaitu
ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan
(Depkes 2003). Pengenalan gaya hidup sehat melalui pola makan gizi seimbang
harus dimulai sejak dini untuk mencegah masalah gizi ganda dan penyakit
degeneratif di kemudian hari (Fauzi 2012).

Tabel 22 Sebaran responden berdasarkan sikap PGS


Kota Desa Total
p-value
Kategori (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
Rendah (<60%) 1 2.6 0 0.00 1 1.3
Sedang (60-80%) 15 38.5 19 48.7 34 43.6
Tinggi (>80%) 23 59.0 20 51.3 43 55.1
Rataan ± SD 84.4 ± 11.5 80.1 ± 9.1 82.3 ± 10.5 0.070

Secara umum, sebagian besar sikap gizi seimbang responden dalam


penelitian tergolong tinggi dengan persentase sebesar 55.1%. Mayoritas responden
di daerah kota memiliki sikap gizi seimbang yang tinggi dengan persentase 59.0%,
sama halnya dengan sebagian besar responden di daerah desa memiliki sikap gizi
seimbang yang tergolong tinggi dengan persentase sebesar 51.3%. Sebaran
responden berdasarkan jawaban terhadap pernyataan sikap PGS dapat dilihat pada
Tabel 23.
27

Tabel 23 Sebaran jawaban responden terhadap pernyataan sikap PGS


Pertanyaan Kota Desa Total
No (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
1 Saya bersedia mengonsumsi aneka ragam
makanan diperlukan untuk mendukung gizi
seimbang
- Setuju 34 87.2 31 79.5 65 83.3
- Ragu-ragu 5 12.8 8 20.5 13 16.7
2 Saya bersedia membiasakan diri untuk melakukan
sarapan pagi
- Setuju 32 82.1 33 84.6 65 83.3
- Ragu-ragu 7 17.9 6 15.4 13 16.7
3 Saya bersedia meminum 8 gelas air dalam satu
hari
- Setuju 32 82.1 32 82.1 64 82.1
- Ragu-ragu 7 17.9 7 17.9 14 17.9
4 Saya akan melakukan aktivitas fisik secara rutin
agar tetap sehat dan bugar
- Setuju 27 69.2 27 69.2 54 69.2
- Ragu-ragu 12 30.8 12 30.8 24 30.8
5 Saya bersedia membatasi konsumsi gorengan
- Setuju 28 71.8 13 33.3 41 52.6
- Ragu-ragu 11 28.2 25 64.1 36 46.2
- Tidak Setuju 0 0 1 2.6 1 1.3
6 Saya bersedia membatasi konsumsi makanan
cepat saji / fast food (McD, KFC, CFC, dll)
- Setuju 26 66.7 20 51.3 46 59.0
- Ragu-ragu 13 33.3 18 46.2 31 39.7
- Tidak Setuju 0 0 1 2.6 1 1.3
7 Mengonsumsi lemak tidak jenuh lebih baik
daripada lemak jenuh
- Setuju 21 53.8 23 59.0 44 56.4
- Ragu-ragu 16 41 13 33.3 29 37.2
- Tidak Setuju 2 5.13 3 7.7 5 6.4
8 Kebiasaan mengonsumsi alkohol dapat
mengganngu fungsi hati
- Setuju 37 94.9 35 89.7 72 92.3
- Ragu-ragu 2 5.13 3 7.7 5 6.4
- Tidak Setuju 0 0 1 2.6 1 1.3
9 Saya akan melakukan pengecekan label setiap
membeli makanan dalam kemasan
- Setuju 25 64.1 20 51.3 45 57.7
- Ragu-ragu 14 35.9 18 46.2 32 41.0
- Tidak Setuju 0 0 1 2.6 1 1.3
10 Saya akan melakukan pengukuran berat badan dan
tinggi badan perlu dilakukan secara rutin untuk
memantau pertumbuhan
- Setuju 23 59 21 53.8 44 56.4
- Ragu-ragu 16 41 18 46.2 34 43.6
28

Tabel 23 Sebaran jawaban responden terhadap pernyataan sikap PGS (lanjutan)


11 Saya bersedia membatasi konsumsi makanan asin,
manis dan berlemak
- Setuju 23 59 16 41.0 39 50.0
- Ragu-ragu 15 38.5 22 56.4 37 47.4
- Tidak Setuju 1 2.6 1 2.6 2 2.6
12 Saya bersedia mengonsumsi sayur dan buah
minimal 3 porsi dalam sehari
- Setuju 18 46.2 20 51.3 38 48.7
- Ragu-ragu 20 51.3 18 46.2 38 48.7
- Tidak Setuju 1 2.6 1 2.6 2 2.6

Menurut Sunaryo (2004), ada dua faktor yang mempengaruhi pembentukan


dan pengubahan sikap yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal
dari individu tersebut dalam menerima, mengolah, dan memilih segala sesuatu yang
berasal dari luar, serta menentukan mana yang akan diterima atau tidak diterima.
Faktor internal terdiri dari faktor motif, psikologis, dan fisiologis. Faktor eksternal
merupakan stimulus untuk mengubah dan membentuk sikap. Stimulus tersebut
dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Faktor eksternal terdiri dari faktor
pengalaman, situasi, norma, hambatan dan pendorong.
Berdasarkan Tabel 23, Pernyataan sikap yang paing banyak ditanggapi
dengan setuju oleh responden adalah pernyataan terkait akibat mengonsumsi
alkohol dengan persentase 92.3%, kemudian diikuti dengan pernyataan terkait
kesediaan mengonsumsi aneka ragam makanan dan kesediaan untuk sarapan pagi
dengan persentase tanggapan setuju sebesar 83.3%. selain itu pernyataan terkait
kesediaan meminum 8 gelas air dalam sehari ditanggapi dengan setuju oleh 82.1%
responden. Pernyataan yang mendapat tanggapan setuju paling rendah adalah
terkait kesediaan untuk membatasi konsumsi gorengan dengan persentase sebesar
52.6%. Sikap seseorang berhubungan dengan tingkat pendidikannya, semakin
tinggi tingkat pendidikannya, semakin baik pula sikap seseorang (Emilia 2009).

Praktik Gizi Seimbang

Gizi seimbang adalah susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi
dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan
memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup
bersih dan mempertahankan berat badan normal untuk mencegah masalah gizi.
Pedoman Gizi Seimbang yang telah diimplementasikan di Indonesia merupakan
pengganti slogan “4 Sehat 5 Sempurna” yang telah diperkenalkan sejak tahun 1952
namun sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) dalam bidang gizi serta masalah dan tantangan yang dihadapi.
Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4 pilar yang pada dasarnya merupakan rangkaian
upaya untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar dan zat gizi yang masuk
dengan memantau berat badan secara teratur. Pilar-pilar tersebut adalah
mengonsumsi anekaragam makanan, membiasakan perilaku hidup bersih,
melakukan aktivitas fisik dan memantau berat badan secara teratur untuk
mempertahankan berat badan normal (Kemenkes 2014).
29

Gizi seimbang yang diterapkan dibedakan berdasarkan kelompok usia, salah


satunya adalah gizi seimbang untuk remaja usia 10-19 tahun. Kondisi penting yang
berpengaruh terhadap kebutuhan zat gizi kelompok ini adalah pertumbuhan cepat
memasuki usia pubertas, kebiasaan jajan, menstruasi dan perhatian terhadap
penampilan fisik citra tubuh (body image) pada remaja puteri. Dengan demikian
perhitungan terhadap kebutuhan zat gizi pada kelompok ini harus memperhatikan
kondisi-kondisi tersebut (Kemenkes 2014). Penilaian praktik gizi remaja diperlukan
untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan praktik gizi saat ini dan mengubah
perilaku gizi ke arah yang lebih baik serta dapat mencegah penyebab penyakit
degeneratif (Emilia 2009). Penilaian praktik gizi seimbang pada remaja
memberikan informasi penting tentang perilaku gizi remaja dan implikasinya untuk
kesehatan, sehingga diharapkan berperan dalam upaya memperbaiki pola makan
mereka. Sebaran responden berdasarkan praktik gizi seimbang dapat dilihat pada
Tabel 24.

Tabel 24 Sebaran responden berdasarkan praktik PGS


Kota Desa Total
p-value
Kategori (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
Rendah (<60%) 8 20.5 9 23.1 17 21.8
Sedang (60-80%) 27 69.2 30 76.9 57 73.1
Tinggi (>80%) 4 10.3 0 0.0 4 5.1
Rataan ± SD 65.0 ± 9.5 63.8 ± 8.3 64.4 ± 8.9 0.968

Secara keseluruhan praktik gizi seimbang responden tergolong sedang, hal


ini dibuktikan oleh 73.1% responden yang memiliki praktik gizi seimbang
tergolong sedang. Namun terdapat 21.8% responden yang memiliki praktik gizi
seimbang yang rendah, dengan rincian 20.8% responden berasal dari daerah kota
dan 21.8% responden dari daerah desa yang memiliki praktik gizi seimbang yang
kurang. Terdapat 10.3% responden di daerah kota yang memiliki praktik gizi
seimbang yang tergolong tinggi, hasil ini lebih baik dibandingkan responden di
daerah desa yang tidak terdapat responden dengan praktik gizi seimbang yang
tinggi. Perubahan perilaku akan melalui proses, yaitu perubahan pengetahuan,
sikap, kemudian praktik. Beberapa penelitian telah membuktikan hal tersebut,
tetapi penelitian lain membuktikan bahwa proses perubahan perilaku tidak selalu
sejalan sesuai teori, bahkan di dalam praktik sehari-hari terjadi sebaliknya. Hal
tersebut berarti bahwa seseorang telah berperilaku positif, meskipun pengetahuan
dan sikapnya masih negatif. Bentuk perubahan perilaku antara lain perubahan
alami, terencana, dan adanya kesediaan untuk berubah. Dalam penelitian ini
diketahui bahwa seseorang telah berpengetahuan dan berperilaku positif, tetapi
sikapnya masih negatif. Setiap individu memiliki kesediaan berubah yang berbeda-
beda meski dengan kondisi yang sama (Notoatmodjo 2010).
Melalui Peraturan Menteri Kesehatan nomor 41 tahun 2014, diterbitkan 13
Pesan Dasar Gizi Seimbang (PDGS) sebagai Pedoman Umum Gizi Seimbang
(PUGS). Pesan-pesan tersebut adalah makanlah aneka ragam makanan, makanlah
makanan untuk memenuhi kecukupan energi, makanlah makanan sumber
karbohidrat setengah dari kebutuhan energi, batasi konsumsi lemak dan minyak
30

sampai seperempat dari kecukupan energi, gunakan garam beryodium, makanlah


makanan sumber zat besi, berikan ASI saja pada bayi sampai 6 bulan dan
tambahkan MP-ASI sesudahnya, biasakan makan pagi, minumlah air bersih yang
aman dan cukup jumlahnya, lakukan aktivitas fisik secara teratur, hindari minum-
minuman beralkohol, makanlah makanan yang aman bagi kesehatan, dan bacalah
label pada makanan yang dikemas.
Menurut Arisman (2002), remaja dikategorikan rentan terhadap masalah
gizi karena percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh yang memerlukan
lebih banyak energi dan zat gizi. Selain itu perubahan gaya hidup dan kebiasaan
makan remaja mempengaruhi suatu asupan maupun kebutuhan gizinya .
Implementasi PUGS melalui 13 pesan tersebut belum merupakan pilihan,
disebabkan kurangnya promosi akan pentingnya PUGS terhadap pertumbuhan dan
perkembangan kesehatan, sehingga ada kecenderungan seseorang untuk memilih
makanan yang kurang sehat. Kebiasaan ini bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti faktor keluarga, teman dan media terutama iklan di televisi. Kebiasaan
seperti ini umumnya terjadi di kalangan remaja (Salim 2013). Praktik gizi seimbang
remaja dapat diukur dengan menilai jawaban responden terhadap pernyataan yang
tercantum dalam PUGS. Indikator praktik gizi seimbang yang dinilai pada
penelitian ini adalah kebiasaan sarapan, kebiasaaan konsumsi buah dansayur,
kebiasaan konsumsi makanan yang beresiko, kebiasaan minum air putih, dan
kebiasaan mengonsumsi makanan sumber protein. Sebaran kebiasaan sarapan
responden dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan sarapan


Kota Desa Total
Apakah anda melakukan sarapan pagi? (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
- Selalu 24 61.5 23 59.0 47 60.3
- Kadang-kadang 13 33.3 13 33.3 26 33.3
- Tidak Pernah 2 5.1 3 7.7 5 6.4

Sarapan adalah kegiatan makan dan minum yang dilakukan antara


bangun pagi sampai jam 9 untuk memenuhi sebagian kebutuhan gizi harian (15-
30% kebutuhan gizi) dalam rangka mewujudkan hidup sehat, aktif, dan
produktif. Namun dalam kenyataannya Masyarakat Indonesia masih banyak
yang belum membiasakan sarapan. Padahal dengan tidak sarapan akan
berdampak buruk terhadap proses belajar di sekolah bagi anak sekolah,
menurunkan aktifitas fisik, menyebabkan kegemukan pada remaja, orang
dewasa, dan meningkatkan risiko jajan yang tidak sehat. Hasil penelitian yang
didapat menunjukkan mayoritas responden selalu melakukan sarapan pagi
dengan persentase 61.5% pada responden di daerah kota dan sebesar 59%
responden di daerah desa. Hasil ini tergolong baik sebagian besar responden
sudah membiasakan diri untuk sarapan pagi sebelum memulai aktivitasnya.
Pedoman Gizi Seimbang yang telah diimplementasikan di Indonesia
merupakan pengganti slogan “4 Sehat 5 Sempurna” yang telah diperkenalkan sejak
tahun 1952 namun sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK) dalam bidang gizi serta masalah dan tantangan yang
31

dihadapi. Terjadi perubahan paradigma dalam konsep dan strategi penanggulangan


masalah gizi, dari penekanan pada aspek kualitas pangan (protein) pada tahun 1950
menuju penekanan pada kebutuhan vitamin dan mineral (zat gizi mikro) pada tahun
1990. Secara umum sayuran dan buah-buahan merupakan sumber berbagai
vitamin, mineral, dan serat pangan. Sebagian vitamin, mineral yang terkandung
dalam sayuran dan buah-buahan berperan sebagai antioksidan dalam tubuh
(Kemenkes 2014). Namun menurut Riskesdas (2013), sebanyak 93.5% penduduk
Indonesia masih kurang mengonsumsi buah dan sayur. Konsumsi buah dan sayur
pada responden penelitian ini juga belum tergolong baik, hanya sebesar 15.4%
responden di kota yang mengonsumsi buah, sedangkan di desa sebanyak 10.3%
responden yang selalu mengonsumsi buah. Sebaliknya, untuk konsumsi sayur
daerah kota memiliki persentase lebih tinggi pada responden yang selalu
mengonsumsi sayur yaitu 28.2%, sedangkan di daerah desa sebesar 15.4%.

Tabel 26 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan konsumsi buah dan sayur


Kota Desa Total
No. Pertanyaan (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
1 Apakah anda mengonsumsi buah tiap hari?
- Selalu 6 15.4 4 10.3 10 12.8
- Kadang-kadang 32 82.1 35 89.7 67 85.9
- Tidak Pernah 1 2.6 0 0.0 1 1.28
2 Apakah anda mengonsumsi sayur tiap hari?
- Selalu 11 28.2 6 15.4 17 21.8
- Kadang-kadang 26 66.7 33 84.6 59 75.6
- Tidak Pernah 2 5.1 0 0.0 2 2.6

Perilaku konsumsi makanan beresiko, antara lain kebiasaan mengonsumsi


makanan/minuman manis, asin, berlemak, dibakar/panggang, diawetkan, berkafein,
dan berpenyedap adalah perilaku beresiko penyakit degeneratif. Perilaku konsumsi
makanan beresiko dikelompokkan ‘sering’ apabila penduduk mengonsumsi
makanan tersebut 1 kali atau lebih setiap hari (Riskesdas 2013).
Konsumsi makanan beresiko yang diamati pada penelitian ini adalah
konsumsi makanan cepat saji, konsumsi gorengan, konsumsi makanan manis dan
konsumsi mie instan. Hasilnya menunjukkan 5.1% responden di daerah kota dan di
desa sering mengonsumsi makanan cepat saji (1 kali atau lebih dalam sehari).
Persentase responden yang sering mengonsumsi gorengan adalah sebesar 5.1% di
daerah kota sedangkan di daerah desa menunjukkan hasil yang lebih tinggi yaitu
20.8%, namun persentase hasil penelitian ini masih lebih rendah dari hasil
Riskesdas (2013) yang menunjukkan persentase penduduk Indonesia yang
mengonsumsi makanan gorengan ≥1 kali per hari sebanyak 40.7%. Selain itu
terdapat sebanyak 33.3% responden di derah desa yang mengonsumsi cemilan
manis, persentase yang lebih rendah ditunjukkan oleh responden di daerah kota
yaitu sebesar 17.9%. Sama seperti konsumsi gorengan, terdapat persamaan
persentase responden yang selalu mengonsumsi mie instan di daerah kota dan desa
yaitu sebesar 12.8%. Sebaran Responden berdasarkan kebiasaan konsumsi
makanan beresiko dapat dilihat pada Tabel 27.
32

Tabel 27 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan konsumsi makanan beresiko


Kota Desa Total
No Pertanyaan (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
1 Apakah anda mengonsumsi makanan cepat
saji/fast food (McD, KFC, CFC, dll)?
- Selalu 2 5.1 2 5.1 4 5.1
- Kadang-kadang 37 94.9 34 87.2 71 91.0
- Tidak Pernah 0 0 3 7.7 3 3.8
2 Apakah anda mengonsumsi cemilan
gorengan?
- Selalu 2 5.1 8 20.5 10 12.8
- Kadang-kadang 35 89.7 31 79.5 66 84.6
- Tidak Pernah 2 5.1 0 0.0 2 2.6
3 Apakah anda mengonsumsi cemilan (snack)
manis?
- Selalu 7 17.9 13 33.3 20 25.6
- Kadang-kadang 31 79.5 25 64.1 56 71.8
- Tidak Pernah 1 2.6 1 2.6 2 2.6
4 Apakah anda mengonsumsi mie instan?
- Selalu 5 12.8 5 12.8 10 12.8
- Kadang-kadang 34 87.2 33 84.6 67 85.9
- Tidak Pernah 0 0.0 1 2.6 1 1.3

Peraturan Menteri Kesehatan nomor 30 tahun 2013 tentang Pencantuman


Informasi Kandungan Gula, Garam dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk
Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji menyebutkan bahwa konsumsi gula lebih dari
50 g (4 sendok makan), natrium lebih dari 2000 mg (1 sendok teh) dan lemak atau
minyak total lebih dari 67 g (5 sendok makan) per orang per hari akan meningkatkan
risiko hipertensi, stroke, diabetes, dan serangan jantung (Riskesdas 2013).

Tabel 28 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan minum air putih


Kota Desa Total
Apakah anda mengonsumsi air putih 8 gelas (n=39) (n=39) (n=78)
sehari?
n % n % n %
- Selalu 24 61.5 25 64.1 49 62.8
- Kadang-kadang 13 33.3 14 35.9 27 34.6
- Tidak Pernah 2 5.1 0 0.0 2 2.6

Air merupakan salah satu zat gizi makro esensial, yang berarti bahwa air
dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang banyak untuk hidup sehat, dan tubuh tidak
dapat memproduksi air untuk memenuhi kebutuhan ini. Sekitar 2/3 dari berat tubuh
kita adalah air. Air diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal
sehingga keseimbangan air perlu dipertahankan dengan mengatur jumlah masukan
air dan keluaran air yang seimbang. Bagi tubuh, air berfungsi sebagai pengatur
proses biokimia, pengatur suhu, pelarut, pembentuk atau komponen sel dan organ,
33

media tranportasi zat gizi dan pembuangan sisa metabolisme, pelumas sendi dan
bantalan organ. Proses biokimiawi dalam tubuh memerlukan air yang cukup.
Gangguan terhadap keseimbangan air di dalam tubuh dapat meningkatkan risiko
berbagai gangguan atau penyakit, antara lain (konstipasi), infeksi saluran kemih,
batu saluran kemih dan gangguan ginjal akut. Sebagian besar air yg dibutuhkan
tubuh dilakukan melalui minuman yaitu sekitar dua liter atau delapan gelas sehari
bagi remaja dan dewasa yang melakukan kegiatan ringan pada kondisi temperatur
harian di kantor/rumah tropis (Kemenkes 2014). Berdasarkan Tabel 28, Sebagian
besar responden sudah mengonsumsi air putih sebanyak 8 gelas sehari, dengan
persentase sebesar 61.5% responden di daerah kota dan 64.1% responden di daerah
desa selalu mngonsumsi air putih minimal 8 gelas sehari. Namun terdapat 5.1%
responden di daerah kota yang tidak pernah mengonsumsi air putih sebanyak 8
gelas sehari. Responden beralasan jumlah tersebut terlalu banyak untuk dikonsumsi
dalam sehari. Perlu adanya edukasi gizi kepada responden agar tidak terjadi
anggapan yang salah terkait praktik gizi yang salah.

Tabel 29 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan konsumsi pangan sumber


protein
Kota Desa Total
No. Pertanyaan (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
1 Apakah anda minum susu?
- - Selalu 21 53.8 16 41.0 37 47.4
- - Kadang-kadang 18 46.2 23 59.0 41 52.6
2 Apakah anda mengonsumsi daging sebagai
lauk pauk?
- Selalu 19 48.7 13 33.3 32 41.0
- Kadang-kadang 19 48.7 25 64.1 44 56.4
- Tidak Pernah
1 2.6 1 2.6 2 2.6
3 Apakah anda mengonsumsi ikan sebagai lauk
pauk?
- Selalu 11 28.2 10 25.6 21 26.9
- Kadang-kadang 25 64.1 26 66.7 51 65.4
- Tidak Pernah
3 7.7 3 7.7 6 7.7
4 Apakah anda mengonsumsi telur sebagai lauk
pauk?
- - Selalu 12 30.8 14 35.9 26 33.3
- - Kadang-kadang 27 69.2 25 64.1 52 66.7
5 Apakah anda mengonsumsi tahu/tempe
sebagai lauk pauk?
- Selalu 7 17.9 14 35.9 21 26.9
- Kadang-kadang 31 79.5 25 64.1 56 71.8
- Tidak Pernah 1 2.6 0 0.0 1 1.3

Pangan sumber protein terdiri dari sumber protein hewani dan protein
nabati. Kelompok pangan sumber protein hewani meliputi daging, ikan, telur, susu
34

dan olahannya. Kelompok pangan sumber protein nabati meliputi kacang-kacangan


dan olahannya seperti kedele, kacang hijau, tahu dan tempe. Meskipun kedua
kelompok pangan sumber protein hewani dan pangan sumber protein nabati sama-
sama menyediakan protein, tetapi masing-masing kelompok pangan tersebut
mempunyai keunggulan dan kekurangan. Pangan hewani mempunyai asam amino
yang lebih lengkap dan mempunyai mutu zat gizi yaitu protein, vitamin dan
minerallebih baik, karena kandungan zat-zat gizi tersebut lebih banyak dan mudah
diserap tubuh. Tetapi pangan hewani mengandung tinggi kolesterol (kecuali ikan)
dan lemak. Pangan protein nabati mempunyai keunggulan mengandung proporsi
lemak tidak jenuh yang lebih banyak dibanding pangan hewani.Juga mengandung
isoflavon, yaitu kandungan fitokimia dan antioksidan. Konsumsi kedele dan tempe
telah terbukti dapat menurunkan kolesterol dan meningkatkan sensitifitas insulin
dan produksi insulin. Sehingga dapat mengendalikan kadar kolesterol dan gula
darah. Namun kualitas protein dan mineral yang dikandung pangan protein nabati
lebih rendah dibanding pangan protein hewani. Oleh karena itu dalam mewujudkan
gizi seimbang kedua kelompok pangan ini (hewani dan nabati) perlu dikonsumsi
bersama kelompok pangan lainnya setiap hari, agar jumlah dan kualitas zat gizi
yang dikonsumsi lebih baik dan sempurna (Kemenkes 2014).
Susu merupakan sumber protein yang paling banyak dikonsumsi, sebanyak
53.8% responden di daerah kota selalu mengonsumsi susu dan 41.0% responden di
desa selalu mengonsumsi susu. Tetapi sebagian besar responden menjawab
“kadang-kadang” dalam konsumsi daging, ikan, telur, tahu dan tempe. Hanya
48.7% responden di kota dan 33.3% responden di desa yang selalu mengonsumsi
daging sebagai lauk pauk. Jenis daging yang paling sering dikonsumsi adalah
daging ayam. Konsumsi ikan pada responden di daerah kota dan desa tidak
memiliki perbedaan yang besar, sebanyak 28.2% responden di kota dan 25.6%
responden di desa selalu mengonsumsi ikan. Terdapat 7.7% responden di kota dan
desa yang tidak pernah mengonsumsi ikan. Responden menyatakan bahwa mereka
alergi ikan atau tidak menyukai ikan sejak kecil sehingga tidak pernah
mengonsumsi ikan. Telur merupakan sumber protein hewani yang cukup
terjangkau dari segi harga, tidak terdapat responden yang tidak pernah
mengonsumsi telur. Sebanyak 69.2% responden di kota dan 64.1% responden di
desa menjawab kadang-kadang. Tahu dan tempe merupakan sumber protein nabati
yang paling umum dikonsumsi di Indonesia, namun hasil yang didapatkan hanya
17.9% responden di kota dan 35.9% responden di desa yang selalu mengonsumsi
tahu dan tempe sebagai lauk pauk.

Persepsi Lingkungan Sekolah

Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam upaya pembangunan


Sumber Daya Masyarakat (SDM). Menurut Notoatmojo (2007), faktor yang
mempengaruhi kesehatan meliputi lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan
hereditas. Faktor lingkungan adalah faktor yang memiliki pengaruh paling besar
yaitu sebesar 45%, faktor perilaku 30%, faktor pelayanan kesehatan 20% dan faktor
genetic hanya berpengaruh 5% terhadap status kesehatan. Faktor lingkungan
mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi dan sebagainya.
Lingkungan yang paling dekat dengan remaja adalah lingkungan sekolah dan
35

lingkungan rumah. Kondisi lingkungan sekolah yang sehat adalah kondisi


lingkungan yang mendukung dan menunjang masyarakat yang berada di dalamnya
untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. Manfaat PHBS di lingkungan sekolah
yaitu agar terwujudnya sekolah yang bersih dan sehat sehingga siswa, guru dan
masyarakat lingkungan sekolah terlindungi dari berbagai ancaman penyakit,
meningkatkan semangat proses belajar mengajar yang berdampak pada prestasi
belajar siswa, citra sekolah sebagai institusi pendidikan semakin meningkat
sehingga mampu minat orang tua dan dapat mengangkat citra dan kinerja
pemerintah dibidang pendidikan, serta menjadi percontohan sekolah sehat bagi
daerah lain (Depkes 2008).
Sekolah merupakan tempat siswa untuk tumbuh dan berkembang secara
fisik, kejiwaan dan sosial. Sebagai suatu lingkunan yang dalam jangka waktu
tertentu ditempati oleh sejumlah siswa, maka secara langsung maupun tidak
langsung berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan kesehatan siswa
tersebut (Sumiyati 2015). Menurut (Slameto 2010), persepsi adalah proses yang
menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Seperti halnya
kesehatan sekolah, jika persepsi siswa benar, maka siswa akan mampu bersikap
dengan benar terhadap kebersihan sekolahnya sehingga memiliki kesadaran,
memberikan dukungan, berperilaku yang benar terhadap upaya kebersihan
lingkungan hidup khususnya di sekitar sekolah masing-masing.
Persepsi siswa tentang lingkungan sekolah merupakan anggapan siswa
mengenai lingkungan sekolahnya. Lingkungan sekolah yang baik akan memberikan
dampak positif kepada siswa sehingga siswa akan lebih mudah memahami materi
yang akan berdampak pada hasil belajar yang baik pula. Sedangkan apabila
lingkungan sekolah kurang baik maka akan menghambat hasil belajar siswa yang
maksimal (Hidayati 2016). Baik responden di daerah kota dan daerah desa
memberikan persepsi cukup beragam, terdapat siswa yang memiliki persepsi
rendah, sedang dan tinggi terhadap sekolahnya. Sebagian besar responden di daerah
kota memberikan persepsi dengan kategori cukup terhadap sekolahnya dengan
persentase 61.5%. Sama seperti responden di daerah kota, sebagian besar responden
di daerah desa memberikan persepsi yang sedang dengan persentase sebesar
(53.9%). Sebanyak 35.9% responden di daerah kota memberikan persepsi yang
tinggi terhadap sekolahnya, hasil ini berbanding terbalik dengan responden di
daerah desa yang 35.9% respondennya memberikan persepsi yang rendah terhadap
lingkungan sekolahnya. Hasil ini menunjukkan persepsi responden di kota terhadap
sekolahnya lebih baik dibandingkan persepsi responden di daerah desa. Perbedaan
yang ada terjadi karena perbedaan sarana dan prasarana yang ada di lingkungan
sekolah, yaitu sarana dan prasarana di lingkungan sekolah daerah kota lebih baik
dibandingkan sekolah di daerah desa.
Lingkungan sekolah yang bersih merupakan salah satu unsur yang harus
ada, dibina dan dikembangkan terus agar dalam proses pendidikan yang berjalan
mencapai hasil yang diharapkan. Namun kebersihan menjadi masalah terbesar di
sekolah. Menurut Hidayati (2016) dalam penelitiannya kepedulian siswa dan siswi
akan kebersihan semakin menurun, terlihat bahwa banyaknya sampah di
lingkungan sekolah khususnya di dalam kelas, siswa-siswi masih membuang
sampah sembarangan, jamban siswa yang kotor dan berbau, kerapian pakaian dan
tas yang belum terlihat, dan jajan di sembarang tempat yang jauh dari kata bersih.
36

Sebaran responden berdasarkan persepsi lingkungan sekolah dapat dilihat pada


Tabel 30.

Tabel 30 Sebaran responden berdasarkan persepsi lingkungan sekolah


Kota Desa Total
Kategori (n=39) (n=39) (n=78) p-value
n % n % n %
Rendah (<60%) 1 2.6 14 35.9 15 19.2
Sedang (60-80%) 24 61.5 21 53.9 45 57.7
Tinggi (>80%) 14 35.9 4 10.3 18 23.1
Rataan ± SD 77.0 ± 10.3 63.2 ± 11.0 70.1 ± 12.7 0.000

Penilaian persepsi lingkungan sekolah diberikan untuk menilai persepsi


responden terhadap lingkungan sekolah. Penilaian dilakukan dengan melihat aspek
kebersihan lingkungan sekitar sekolah, fasilitas jamban, pengelolaan sampah dan
kondisi udara di sekolah. Sebaran jawaban responden terhadap pertanyaan terkait
kebersihan lingkungan sekolah dapat dilihat pada Tabel 31.

Tabel 31 Persepsi responden terhadap kebersihan lingkungan sekolah


Kota Desa Total
No. Pertanyaan (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
1 Bagaimana kebersihan kelas di sekolah anda?
- Sangat baik 4 10.3 1 2.6 5 6.4
- Baik 9 23.1 2 5.1 11 14.1
- Cukup 22 56.4 25 64.1 47 60.3
- Kurang 4 10.3 10 25.6 14 17.9
- Sangat kurang
0 0 1 2.6 1 1.3
2 Bagaimana kebersihan jamban di sekolah anda?
- Sangat baik 3 7.7 0 0.0 3 3.8
- Baik 9 23.1 4 10.3 13 16.7
- Cukup 23 59 16 41.0 39 50.0
- Kurang 4 10.3 16 41.0 20 25.6
- Sangat kurang
0 0 3 7.7 3 3.8
3 Bagaimana kebersihan lingkungan sekolah
anda?
- Sangat baik 5 12.8 1 2.6 6 7.7
- Baik 27 69.2 20 51.3 47 60.3
- Cukup 6 15.4 14 35.9 20 25.6
- Kurang 1 2.6 4 10.3 5 6.4
- Sangat kurang
0 0 0 0.0 0 0.0
4 Bagaimana kebersihan kantin sekolah anda?
- Sangat baik 3 7.7 5 12.8 8 10.3
- Baik 20 51.3 20 51.3 40 51.3
- Cukup 12 30.8 10 25.6 22 28.2
- Kurang 4 10.3 4 10.3 8 10.3
- Sangat kurang 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Sebagian besar responden menilai kebersihan kelas yang cukup, yaitu


sebesar 56.4% di daerah kota dan 64.1% di daerah desa. Sebanyak 10.3% responden
37

di daerah kota memberikan nilai yang sangat baik dan 23.1% menilai baik untuk
kebersihan kelasnya. Sedangkan responden di daerah desa, hanya 2.6% yang
menilai kebersihan kelasnya sangat baik dan 5.1% yang menilai baik. Hasil ini
menunjukkan kebersihan kelas di sekolah daerah kota lebih baik dibandingkan
sekolah di daerah desa. Kebersihan kelas merupakan tanggung jawab bersama
seluruh siswa penghuninya, namun terdapat pihak lain yang ikut berperan dalam
kebersihan kelas yaitu petugas kebersihan sekolah. Jadi walaupun perilaku hidup
bersih dan sehat responden di desa lebih baik dibandingkan responden di daerah
kota, kebersihan kelas sekolah di daerah kota bisa mendapat penilaian lebih baik
karena petugas kebersihannya.
Menurut persepsi responden di daerah kota, sebanyak 7.7% responden
menilai kebersihan jamban di sekolahnya sudah sangat baik, 23.1% menilai baik
dan 59% responden menilai cukup. Sedangkan di daerah desa tidak terdapat
responden yang menilai kebersihan jamban sekolahnya dengan sangat baik dan
hanya terdapat 10.3% responden yang memiliki persepsi baik terhadap kebersihan
jamban sekolahnya. Sebagian besar responden di daerah desa memiliki persepsi
yang cukup dan kurang terkait kebersihan jamban sekolahnya yaitu sama-sama
sebesar 41%. Selain itu terdapat responden yang menilai kebersihan jamban
sekolahnya sangat kurang. Menurut pengamatan peneliti, hal ini disebabkan oleh
lokasi jamban yang ada di sekolah. Lokasi jamban sekolah yang menjadi tempat
penelitian di daerah kota bersebelahan dengan ruang kelas sehingga jamban dapat
diakses tanpa keluar kelas terlebih dahulu, berbeda dengan jamban sekolah yang
menjadi lokasi penelitian di daerah desa yang menempatkan jamban secara terpisah.
Hal ini dapat mempengaruhi kepedulian siswa terhadap kebersihan jamban. Lokasi
jamban yang bersebelahan di sekolah daerah kota membuat kesadaran siswa
meningkat, karena jika jamban tersebut kotor dan berbau, dapat mengganggu proses
pembelajaran mereka secara langsung sehingga siswa memiliki tanggungjawab
lebih atas jamban kelas mereka, selain itu hanya siswa-siswi kelas tersebut yang
dapat mengakses jamban tersebut. Berbeda dengan sekolah yang menjadi lokasi
penelitian di daerah desa, penempatan jamban yang terpisah dan jauh dari kelas
tidak akan mengganggu proses pembelajaran mereka secara langsung, sehingga
siswa-siswi tidak merasa memiliki tanggungjawab yang tinggi atas kebersihan
jamban sekolah, selain itu siswa-siswi merasa kebersihan jamban sekolahnya
merupakan tanggungjawab petugas kebersihan yang ada di sekolah.
Kebersihan lingkungan sekolah yang dinilai dari kebersihan lingkungan
sekitar sekolah, lorong dan lapangan sekolah. Kebersihan lingkungan sekolah
menjadi tanggungjawab semua masyarakat sekolah, seperti guru, siswa dan
masyarakat lingkungan sekolah. Mayoritas responden memiliki persepsi yang baik
terhadap sekolahnya baik responden di daerah kota dan daerah desa dengan
persentase masing-masing 69.2% dan 51.3%. Tidak terdapat responden yang
memiliki persepsi sangat kurang terhadap kebersihan lingkungan sekolah mereka.
Hal ini menunjukkan kebersihan lingkungan sekolah yang menjadi lokasi penelitian
sudah tergolong baik. Selain itu sebagian besar persepsi responden terhadap kantin
sekolah juga baik, yaitu sebesar 51.3% untuk masing-masing daerah kota dan desa.
Penggunaan jamban yang bersih dan sehat merupakan salah satu dari
indikator PHBS, menggunakan jamban yang bersih dan sehat setiap buang air besar
dan buang air kecil dapat menjaga lingkungan di sekitar sekolah menjadi bersih,
sehat dan tidak berbau. Selain itu, tidak mencemari sumber air yang ada di sekitar
38

lingkungan sekolah serta menghindari datangnya lalat atau serangga yang dapat
menularkan penyakit seperti diare, demam tifoid, kecacingan dan penyakit lainnya
(Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2009). Indikator jamban yang bersih dan sehat dapat
dilihat dari kebersihan air yang tersedia, kecukupan air yang tersedia dan
kecukupan jumlah jamban yang tersedia. Sebaran jawaban responden terhadap
fasilitas jamban sekolah dapat dilihat pada Tabel 32.

Tabel 32 Persepsi responden terhadap fasilitas jamban sekolah


Kota Desa Total
No. Pertanyaan (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
1 Bagaimana kebersihan air di sekolah anda?
- Sangat baik 10 25.6 2 5.1 12 15.4
- Baik 16 41.0 9 23.1 25 32.1
- Cukup 11 28.2 18 46.2 29 37.2
- Kurang 2 5.1 8 20.5 10 12.8
- Sangat kurang
0 0.0 2 5.1 2 2.6
2 Bagaimana kecukupan air di sekolah anda?
- Sangat baik 10 25.6 1 2.6 11 14.1
- Baik 13 33.3 2 5.1 15 19.2
- Cukup 12 30.8 9 23.1 21 26.9
- Kurang 4 10.3 24 61.5 28 35.9
- Sangat kurang
0 0.0 3 7.7 3 3.8
3 Bagaimana kecukupan jumlah jamban/WC
di sekolah anda?
- Sangat baik 19 48.7 1 2.6 20 25.6
- Baik 11 28.2 7 17.9 18 23.1
- Cukup 5 12.8 17 43.6 22 28.2
- Kurang 4 10.3 9 23.1 13 16.7
- Sangat kurang 0 0.0 5 12.8 5 6.4

Jamban yang ada di sekolah umumnya merupakan jamban yang digunakan


bergantian. Hal ini penting bagi seluruh masyarakat sekolah untuk menilai
kebersihan dan kepadatan kamar mandi yang ada di sekolah. Menguras bak air
minimal dilakukan seminggu sekali mengingat siklus berkembang biak nyamuk
yang membutuhkan waktu selama 7 sampai 8 hari untuk berkembang dari telur
menjadi nyamuk dewasa. Jika melebihi batas tersebut maka bak air dapat menjadi
sarang berkembang biak nyamuk. Syarat air bersih yaitu kualitas fisik yang
dipertahankan bukan hanya berdasarkan segi kesehatan saja, tetapi juga
menyangkut keamanan dan dapat diterima oleh pengguna air dan mungkin pula
menyangkut segi estetika (Dwipayanti 2008).
Penilaian terhadap kesediaan air dilakukan dengan melihat aspek kualitas
dan kuantits. Menurut 25.5% responden di daerah kota kebersihan air di sekolah
mereka sudah sangat baik, sebanyak 41.0% menilai baik dan 28.2% menilai cukup,
sedangkan sisanya menilai kurang. Pada responden di daerah desa hanya sebesar
5.1% yang menilai sangat baik dan 23.1% menilai baik, sebagian besar menilai
39

kebersihan air di sekolah mereka cukup, sedangkan 20.5% menilai kurang dan 5.1%
menilai sangat kurang. Hal ini juga terjadi terhadap penilaian kecukupan air dan
jumlah jamban, persentase penilaian kecukupan air sekolah di daerah kota lebih
baik dibandingkan sekolah di daerah desa. Sebanyak 25.6% responden di daerah
kota menilai kecukupan air di sekolahnya sangat baik dan 33.3% menilai baik,
sedangkan di daerah desa hanya 2.6% menilai sangat baik dan 5.1% menilai baik.
Penilaian terhadap kecukupan jamban sekolah di daerah kota terdapat 48.7%
respoden menilai sangat baik dan 28.2% menilai baik, sedangkan di daerah desa
hanya 2.6% yang menilai sangat baik dan 17.9% menilai baik.
Sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak
disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak
terjadi dengan sendirinya (Chandra 2007). Umumnya sampah dibagi menjadi dua
jenis, yakni sampah non organik dan sampah organik. Sampah organic adalah
sampah yang tidak dapat membusuk seperti logam, kaca dan plastik, sedangkan
sampah organik adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk seperti sisa-
sisa makanan, daun-daunan dan buah-buahan (Notoatmodjo 2003). Sampah
berhubungan erat dengan manusia dan lingkungan karena dapat menimbulkan
dampak positif dan dampak negatif terhadap manusia dan lingkungan, baik atau
buruknya dampak tersebut tergantung kepada pengelolaannya. Pengelolaan sampah
yang baik akan memberikan dampak menguntungkan seperti dapat digunakan
sebagai pupuk, sedangkan pengelolaan yang kurang baik dapat memberikan
dampak yang merugikan seperti menjadi sumber penyakit yang ditularkan melalui
bakteri pathogen dan serangga sebagai vektor (Rohani 2007). Pada Tabel 18 dapat
dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi yang baik terhadap
pengelolaan sampah di sekolah mereka dengan persentase sebesar 56.4% di daerah
kota dan 38.5% di daerah desa. Diikuti dengan persepsi yang cukup dengan
persentase 25.6% di daerah kota dan 33.3% di daerah desa. Selain itu 17.9%
responden di daerah kota menilai pengelolaan sampah di sekolahnya tergolong
sangat baik sedangkan di daerah desa 15.4% responden menilai sangat baik.
Pengelolaan sampah di kedua sekolah yang menjadi lokasi penelitian memiliki
kesamaan yaitu sampah dipisahkan berdasarkan jenisnya, kemudian pada sore hari
petugas kebersihan sekolah akan mengangkut sampah tersebut ke penampungan
yang lebih besar di dalam sekolah. Sampah organik akan dijadikan pupuk kompos
sedangkan sampah non organik akan diangkut oleh truk dan dan dibuang ke TPA.
Pada responden di daerah desa, terdapat 10.3% responden yang menilai
pengelolaan sampah di sekolah mereka kurang baik dan 2.6% menilai sangat
kurang baik. Mereka beralasan masih terdapat siswa-siswi yang tidak memilah
sampah organik dengan sampah non organik sebelum dibuang.
Salah satu permasalahan lingkungan sekarang adalah mengenai sampah
karena sampah dihasilkan oleh setiap individu terus-menerus tiap harinya, baik itu
sampah organik maupun non organik. Sementara sampah baru dihasilkan setiap
harinya, tempat untuk menampung sampah-sampah tersebut tidaklah bertambah
sehingga jika dibiarkan akan mengakibatkan penumpukan sampah yang berujung
pada timbulnya berbagai penyakit juga merusak keindahan lingkungan. Mengingat
hal ini, jumlah tempat sampah yang disediakan oleh pihak sekolah juga harus
diperhatikan agar tidak terjadi penumpukan sampah yang berlebih (Kusumaningtiar
2016). Sebagian besar responden di daerah kota memiliki persepsi jumlah tempat
sampah di sekolah mereka sudah sangat baik yaitu 43.6%, sedangkan di daerah desa
40

hanya 12.8% yang menilai sangat baik. Responden yang memiliki persepsi baik
sebesar 38.5% baik di daerah kota dan daerah desa. Berdasarkan pengamatan
peneliti, sekolah yang menjadi lokasi penelitian di daerah kota memiliki 2 buah
tempat sampah yang di letakkan di depan setiap kelas, sedangkan di sekolah yang
berada di desa, tempat sampah hanya terdapat 2 buah di setiap ujung lorong dan 2
buah di bagian ujung lainnya. Hal ini yang menyebabkan perbedaan terhadap
persepsi kecukupan jumlah tempat sampah yang tersedia. Sebaran jawaban
terhadap pertanyaan terkait pengelolaan sampah dapat dilihat pada Tabel 33.

Tabel 33 Persepsi responden terhadap pengelolaan sampah sekolah


Kota Desa Total
No. Pertanyaan (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
1 Bagaimana kecukupan jumlah tempat
sampah di sekolah anda?
- Sangat baik 17 43.6 5 12.8 22 28.2
- Baik 15 38.5 15 38.5 30 38.5
- Cukup 6 15.4 14 35.9 20 25.6
- Kurang 1 2.6 4 10.3 5 6.4
- Sangat kurang
0 0.0 1 2.6 1 1.3
2 Bagaimana pengelolaan sampah di sekolah
anda?
- Sangat baik 7 17.9 6 15.4 13 16.7
- Baik 22 56.4 15 38.5 37 47.4
- Cukup 10 25.6 13 33.3 23 29.5
- Kurang 0 0.0 4 10.3 4 5.1
- Sangat kurang 0 0.0 1 2.6 1 1.3

Kualitas udara yang baik didefinisikan sebagai udara yang bebas bakan
pencemar penyebab iritasi, ketidaknyamanan atau terganggunya kesehatan
penghuni. Kualitas udara dalam ruang sebenarnya ditentukan secara sengaja
ataupun tidak sengaja oleh penghuni ruangan itu sendiri. Ada gedung yang secara
khusus diatur, baik suhu maupun frekuensi pertukaran udaranya dengan memakai
peralatan ventilasi khusus, ada pula yang dilakukan dengan memanfaatkan keadaan
cuaca alamiah dengan mengatur bagian gedung yang dapat dibuka (Candrasari dan
Mukono 2013).
Persepsi responden terhadap kondisi udara di lingkungan sekolahnya sudah
tergolong baik. Hal ini dapat dilihat dari besarnya persentase responden yang
memiliki persepsi sangat baik dan baik. Sekolah yang menjadi lokasi penelitian di
daerah kota memiliki 51.3% responden dengan persepsi sangat baik dan 46.2%
responden dengan persepsi baik. Sedangkan sekolah yang menjadi lokasi penelitian
di daerah desa memiliki 23.1% responden dengan persepsi sangat baik dan 53.8%
dengan persepsi baik. Tidak terdapat responden yang memiliki persepsi kurang atau
sangat kurang, baik di sekolah daerah kota maupun di daerah desa. Berdasarkan
pengamatan peneliti, hasil yang baik ini disebabkan oleh lingkungan sekolah yang
asri, kedua sekolah banyak terdapat pohon-pohon yang dapat menyejukkan dan
41

memperbaiki kualitas udara, terlebih lagi pada sekolah di daerah kota yang terletak
jauh dari jalan raya sehingga jauh dari polusi kendaraan.

Tabel 34 Persepsi responden terhadap kondisi udara sekolah


Bagaimana kondisi udara di lingkungan Kota Desa Total
sekolah anda? (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
- Sangat baik 20 51.3 9 23.1 29 37.2
- Baik 18 46.2 21 53.8 39 50.0
- Cukup 1 2.6 9 23.1 10 12.8
- Kurang 0 0.0 0 0.0 0 0.0
- Sangat kurang 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Persepsi Lingkungan Rumah

Selain berfungsi sebagai tempat tinggal, rumah juga memiliki aspek fisik
dan lingkungan. Rumah yang ideal bukan hanya dilihat dari segi kemewahan,
keindahan arsitektural atau segi kemegahan dari bangunannya, melainkan
ditentukan dari seberapa besar pengaruhnya bagi kehidupan penghuninya. Pada
dasarnya, rumah membuat penghuninya merasa aman, nyaman dan tenang tinggal
di dalamnya. Terlepas seberapa besar atau kecil rumah tersebut. Rumah yang sehat
tidak hanya memberikan dampak positif bagi penghuninya, namun juga
menyebarkan aura positif disekitarnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Adrian (2015), kondisi lingkungan rumah ideal yang paling banyak diharapkan oleh
responden penelitiannya adalah kebersihan, kemudian diikuti oleh kemanan,
kenyamanan dan sehat. Kondisi lingkungan rumah ideal akan lebih baik jika
didukung oleh karakter lingkungan yang baik. Sebaran responden berdasarkan
persepsi lingkungan rumah dapat dilihat pada Tabel 35.

Tabel 35 Sebaran responden berdasarkan persepsi lingkungan rumah


Kota Desa Total
Kategori (n=39) (n=39) (n=78) p-value
n % n % n %
Rendah (<60%) 0 0 0 0.00 0 0.0
Sedang (60-80%) 20 51.3 22 56.4 42 53.8
Tinggi (>80%) 19 48.7 17 43.6 36 46.2
Rataan ± SD 82.7 ± 9.3 79.2 ± 10.0 81.0 ± 9.8 0.249

Sebagian besar responden memiliki persepsi terhadap lingkungan rumah


yang tergolong sedang, yaitu 51.3% oleh responden di daerah kota dan 56.4% oleh
responden di daerah desa, sedangkan sisanya memiliki persepsi yang tergolong
tinggi terhadap lingkungan rumah. Tidak terdapat responden yang memiliki
persepsi yang rendah terhadap ligkungan rumahnya, baik responden di daerah kota
maupun di daerah desa. Hasil yang baik ini dikarenakan penghuni rumah memiliki
tanggungjawab yang tinggi atas kebersihan rumah. Biasanya seorang ibu rumah
tangga memiliki tanggungjawab yang lebih atas kebersihan rumah, tetapi penghuni
42

rumah lainnya juga memiliki tanggung jawab atas kebersihan dari lingkungan
rumah. Rumah merupakan tempat berkumpul sehingga dapat terjadi penularan
penyakit dengan cepat apabila perilaku yang tidak mendukung kesehatan,
kebersihan lingkungan rumah kurang baik dan kebersihan individu kurang baik
(Harahap 2014).

Tabel 36 Sebaran responden terhadap persepsi kebersihan lingkungan rumah


Kota Desa Total
No. Pertanyaan (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
1 Bagaimana kebersihan kamar tidur anda?
- Sangat baik 5 12.8 3 7.7 8 10.3
- Baik 25 64.1 20 51.3 45 57.7
- Cukup 9 23.1 15 38.5 24 30.8
- Kurang 0 0.0 1 2.6 1 1.3
- Sangat kurang
0 0.0 0 0.0 0 0.0
2 Bagaimana kebersihan jamban di rumah
anda?
- Sangat baik 13 33.3 13 33.3 26 33.3
- Baik 24 61.5 22 56.4 46 59.0
- Cukup 2 5.1 4 10.3 6 7.7
- Kurang 0 0.0 0 0.0 0 0.0
- Sangat kurang
0 0.0 0 0.0 0 0.0
3 Bagaimana kebersihan lingkungan rumah
anda?
- Sangat baik 13 33.3 6 15.4 19 24.4
- Baik 23 59.0 22 56.4 45 57.7
- Cukup 3 7.7 10 25.6 13 16.7
- Kurang 0 0.0 1 2.6 1 1.3
- Sangat kurang
0 0.0 0 0.0 0 0.0
4 Bagaimana kebersihan dapur rumah anda?
- Sangat baik 10 25.6 7 17.9 17 21.8
- Baik 20 51.3 19 48.7 39 50.0
- Cukup 8 20.5 12 30.8 20 25.6
- Kurang 1 2.6 1 2.6 2 2.6
- Sangat kurang 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Penilaian persepsi lingkungan rumah yang dilakukan hampir sama dengan


penilaian yang terhadap persepsi lingkungan sekolah. Pertanyaan yang diberikan
berupa pertanyaan terkait kebersihan lingkungan rumah, fasilitas jamban yang ada
di rumah, pengelolaan sampah, dan kondisi udara di lingkungan rumah. Persepsi
responden terhadap kebersihan lingkungan rumah tergolong baik, dapat dilihat dari
tingginya persentase responden yang memberikan penilaian sangat baik dan baik
terhadap kebersihan kamar tidur, kebersihan jamban, kebersihan lingkungan rumah,
dan kebersihan dapur. Sebanyak 64.1% responden di daerah kota memberikan
43

penilaian baik terhadap kebersihan kamar tidurnya sedangkan di daerah desa


sebesar 51.3%. Sebagian besar responden menyatakan kamar tidurnya selalu
dibersihkan oleh dirinya sendiri, tetapi ada juga responden yang menyatakan kamar
tidurnya dibersihkan oleh orang tua ata asisten rumah tangga di rumah sehingga
kamar tidurnya tetap bersih. Kebersihan jamban rumah juga memiliki persepsi yang
baik dengan persentase sebesar 33.3% responden di daerah kota dan daerah desa
memberikan persepsi sangat baik. Selain itu 61.5% responden di daerah kota
memberikan persepsi yang baik terhadap kebersihan jamban, sedangkan responden
di daerah desa memiliki 56.4% yang memberikan persepsi baik terhadap kebersihan
jamban.
Dapur merupakan tempat untuk pengelolaan makanan, muali dari tahap
persiapan sampai penyajian. Peluang terjadinya kontaminasi makanan dapat terjadi
pada setiap tahap pengolahan makanan.Pengelolaan makanan yang tidak higienis
dan saniter dapat mengakibatkan adanya bahan-bahan di dalam makanan yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada konsumen (Naria 2005). Oleh sebab
itu kebersihan dapur harus dijaga agar tidak terjadi kontaminasi dan penularan
penyakit. Praktik membersihkan dapur adalah tindakan dalam upaya menjaga
kebersihan lingkungan dapur setelah digunakan. Sebaran persepsi responden
terhadap fasilitas jamban rumah dapat dilihat pada tabel 37.

Tabel 37 Sebaran responden terhadap fasilitas jamban rumah


Kota Desa Total
No. Pertanyaan (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
1 Bagaimana kebersihan air di rumah anda?
- Sangat baik 18 46.2 17 43.6 35 44.9
- Baik 18 46.2 18 46.2 36 46.2
- Cukup 3 7.7 3 7.7 6 7.7
- Kurang 0 0.0 1 2.6 1 1.3
- Sangat kurang
0 0.0 0 0.0 0 0.0
2 Bagaimana kecukupan air di rumah anda?
- Sangat baik 25 64.1 18 46.2 43 55.1
- Baik 10 25.6 15 38.5 25 32.1
- Cukup 3 7.7 5 12.8 8 10.3
- Kurang 1 2.6 1 2.6 2 2.6
- Sangat kurang
0 0.0 0 0.0 0 0.0
3 Bagaimana kecukupan jumlah jamban/WC di
rumah anda?
- Sangat baik 14 35.9 10 25.6 24 30.8
- Baik 18 46.2 13 33.3 31 39.7
- Cukup 6 15.4 14 35.9 20 25.6
- Kurang 1 2.6 2 5.1 3 3.8
- Sangat kurang 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Persepsi responden terhadap kebersihan dapur menunjukkan sebesar 25.6%


responden di daerah kota memiliki persepsi yang sangat baik sedangkan di daerah
44

desa sebesar 17.9%. Responden yang memberikan penilaian baik adalah sebesar
51.3% di daerah kota dan 48.7% di daerah desa.

Tabel 38 Sebaran responden terhadap pengelolaan sampah rumah


Kota Desa Total
No. Pertanyaan (n=39) (n=39) (n=78)
n % n % n %
1 Bagaimana kecukupan jumlah tempat sampah
di rumah anda?
- Sangat baik 10 25.6 6 15.4 16 20.5
- Baik 14 35.9 12 30.8 26 33.3
- Cukup 14 35.9 17 43.6 31 39.7
- Kurang 1 2.6 4 10.3 5 6.4
- Sangat kurang
0 0.0 0 0.0 0 0.0
2 Bagaimana pengelolaan sampah di rumah
anda?
- Sangat baik 8 20.5 8 20.5 16 20.5
- Baik 18 46.2 17 43.6 35 44.9
- Cukup 12 30.8 14 35.9 26 33.3
- Kurang 1 2.6 0 0.0 1 1.3
- Sangat kurang 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Volume sampah yang dihasilkan akan semakin meningkat seiring


meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan
karena setiap penduduk mulai dari bayi sampai orang tua pasti menghasilkan sisa
buangan dari proses aktivitas hidupnya seperti makan, masak, mandi, bekerja dan
sebagainya. Selain itu pola konsumsi masyarakat dan kemajuan teknologi
brkontribusi dalam menimbulkan sampah yang semakin beragam, antara lain
sampah kemasan yang berbahaya dan sulit siurai oleh alam (Rahman 2013).
Pengelolaan sampah berbeda-beda di setiap daerah, begitu pula dengan perilaku
masyarakatnya. Berdasarkan Tabel 38, Persepsi responden terhadap pengelolaan
sampah rumah tangga menunjukkan hasil 20.5% respoden di kota dan desa
memberikan penilaian yang sangat baik. Sebanyak 46.2% responden di daerah kota
memberikan penilaian yang baik, angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan di
daerah desa dengan persentase 43.6%. Sebagian pengelolaan sampah di rumah
responden menggunakan cara penumpukan yang kemudian akan diangkut menuju
TPA, tetapi terdapat juga pengelolaan sampah di rumah responden yang
menggunakan cara pembakaran. Namun asap dari pengelolaan sampah dengan
pembakaran dapat mengotori udara serta dapat menimbulkan bahaya kebakaran
(Chandra 2007). Penilaian terhadap kecukupan jumlah tempat sampah
menunjukkan hasil 25.6% responden di daerah kota memberikan penilaian sangat
baik serta 35.9% penilaian baik dan cukup. Sedangkan responden di daerah desa
memiliki 15.4% responden dengan penilaian sangat baik, 30.8% baik dan 43.6%
memberikan persepsi cukup.
Kualitas udara merupakan suatu faktor penting yang mempengaruhi
kesehatan manusia. Kondisi udara dipengaruhi oleh faktor tertentu seperti
parameter fisik, paparan bahan kimia serta kontaminasi biologis (Slezakova et al.
45

2012). Persepsi responden terhadap kondisi udara di lingkungan rumah


menunjukkan hasil yang baik, yakni sebesar 42.3% memiliki persepsi yang sangat
baik dan persepsi yang baik terhadap kondisi udara di lingkungan rumah. Sebaran
persepsi responden terhadap kondisi udara di lingkungan rumah dapat dilihat pada
Tabel 39.

Tabel 39 Sebaran responden terhadap kondisi udara rumah


Kota Desa Total
Bagaimana kondisi udara di lingkungan rumah (n=39) (n=39) (n=78)
anda?
n % n % n %
- Sangat baik 14 35.9 19 48.7 33 42.3
- Baik 19 48.7 14 35.9 33 42.3
- Cukup 5 12.8 6 15.4 11 14.1
- Kurang 1 2.6 0 0.0 1 1.3
- Sangat kurang 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk menentukan kebutuhan


gizi. Zat-zat gizi akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan
pekerjaan dan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Zat-zat gizi
akan menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur peroses dalam tubuh dan
mendukung proses pertumbuhan serta memperbaiki jaringan tubuh. Kegiatan stiap
individu berbeda tergantung oleh jenis kelamin, umur dan pekerjaan masing-
masing individu. Pola konsumsi pangan adalah susunan makanan yang mencakup
jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari yang umum
dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu. Di Indonesia dikenal susunan hidangan
yang terdiri atas lima kelompok yaitu makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati,
sayuran, serta buah (Santoso 2004). Pola konsumsi pangan umumnya dipengaruhi
oleh faktor sosial budaya, demografi, dan faktor gaya hidup, serta berkaitan dengan
risiko beberapa penyakit degeneratif (Jayati et al. 2014).
Penilaian konsumsi pangan individu dapat dilakukan dengan metode survei
konsumsi pangan. Tujuan survei konsumsi pangan adalah untuk pengukuran jumlah
makanan yang dikonsumsi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan,
sehingga diketahui kebiasaan makan dan dapat dinilai kecukupan makanan yang
dikonsumsi individu. Berdasarkan jenis data yang didapat, metode survei konsumsi
pangan dibagi dua yaitu yang bersifat kualitatif dan kuantitatif (Supariasa 2002).
Salah satu metode survey konsumsi pangan adalah Food Frequency Questionnaire
(FFQ). FFQ adalah metode untuk mengetahui atau memperoleh data tentang pola
dan kebiasaan makan individu pada kurun waktu tertentu, biasanya satu bulan,
tetapi dapat juga 6 bulan atau satu tahun terakhir. Terdapat dua bentuk metode
frekuensi makanan yaitu metode FFQ kualitatif dan metode FFQ semi kuantitatif.
Metode ini tergolong pada metode kualitatif, karena pengukurannya menekankan
pada frekuensi makan. Informasi yang diperoleh merupakan pola dan kebiasaan
makan (habitual intakes) (Widajanti 2009). Penilaian konsumsi pangan dengan
metode FFQ dengan membuat daftar nama makanan dan minuman dibagi
berdasarkan kelompok pangan kemudian dibuat kategori respon jumlah frekuensi
46

konsumsi terhadap daftar nama makanan yang sudah dibuat. Frekuensi pangan yang
ditulis berupa jumlah konsumsi dalam satu hari hingga dalam satu tahun, setelah itu
dibuat rata-rata dalam satu hari atau satu minggu. Sebaran frekuensi konsumsi
makanan responden dapat dilihat pada Tabel 40.

Tabel 40 Sebaran frekuensi konsumsi makanan responden (kali/minggu)


Kota Desa Total
Golongan Pangan (n=39) (n=39) (n=78) p-value
Rataan Rataan Rataan
Makanan Pokok 22.4 21.3 21.8 0.294
Lauk Hewani 24.4 23.8 48.1 0.569
Lauk Nabati 8.0 12.2 20.2 0.142
Sayuran 17.1 13.9 31.0 0.586
Buah-buahan 9.5 11.8 21.3 0.434
Susu dan Olahannya 12.5 9.1 21.6 0.027
Jajanan 6.0 9.6 15.6 0.008
Minuman 9.7 11.3 21.0 0.494

Berdasarkan Tabel 40 golongan pangan yang paling banyak dikonsumsi


oleh responden adalah makanan pokok. Rata-rata konsumsi sebanyak 22.4 kali per
minggu pada responden di daerah kota sedangkan pada responden di daerah desa
sebanyak 21.3 kali per minggu. Makanan pokok yang paling sering dikonsumsi oleh
responden adalah nasi dengan rata-rata konsumsi 19.4 kali per minggu pada daerah
kota dan 17.5 kali per minggu di daerah desa. Sedangkan jenis makanan pokok yang
paling jarang dikonsumsi adalah beras merah, yaitu sebesar 0.1 kali pada responden
di kota dan 0.2 pada responden di desa. Hal ini terjadi karena responden lebih
terbiasa memakan nasi putih yang memiliki sifat organoleptik lebih baik, selain itu
harga beras merah lebih mahal dibandingkan nasi putih.
Bahan pangan hewani adalah bahan makanan yang berasal dari hewan atau
produk-produk yang diolah dari bahan hewani. Pangan hewani mempunyai
memiliki berbagai keunggulan dibandingkan pangan nabati. Pangan hewani banyak
mengandung lemak dan protein yang berkualitas (Hardinsyah 2008). Berdasarkan
Tabel 40 konsumsi lauk hewani pada responden di daerah kota sebanyak 24.4 kali
per minggu sedangkan di daerah desa sebanyak 23.8 kali per minggu. Jenis pangan
hewani yang paling sering dikonsumsi adalah telur ayam, baik di daerah kota dan
daerah desa. Responden di daerah kota mengonsumsi telur ayam sebanyak 4.9 kali
per minggu sedangkan di daerah desa sebanyak 5.2 kali per minggu. Hal ini terjadi
karena telur mudah didapatkan dan memiliki harga yang relatif murah
dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya (Idayanti et al. 2009).
Lauk nabati adalah sumber protein yang berasal dari tumbuhan, lauk nabati
biasanya berupa kacang-kacangan dan olahannya seperti tahu dan tempe. Sumber
protein nabati memiliki harga yang lebih murah dibandingkan sumber protein
hewani, sehingga lebih terjangkau oleh daya beli sebagian besar masyarakat.
Namun protein nabati memiliki nilai gizi lebih rendah dibandingkan protein hewani
(Sediaoetomo 1989). Rata-rata responden di daerah kota mengonsumsi lauk nabati
sebanyak 8 kali per minggu sedangkan responden di daerah desa mengonsumsi lauk
nabati sebanyak 12.2 kali per minggu. Hasil ini sejalan dengan jawaban responden
47

terhadap pertanyaan tentang kebiasaan mengonsumsi lauk nabati yang


menunjukkan perentase responden di daerah desa yang selalu mengonsumsi lauk
nabati lebih banyak dibandingkan responden di daerah kota. Hal ini dapat terjadi
karena perbedaan pendapatan rumah tangga, pendapatan rumah tangga yang tinggi
cenderung mengonsumsi lauk nabati lebih sedikit (Sediaoetomo 1989).
Konsumsi sayur dan buah diperlukan tubuh sebagai sumber vitamin,
mineral dan serat dalam mencapai pola makan sehat sesuai anjuran pedoman gizi
seimbang untuk kesehatan yang optimal. Sebagian vitamin dan mineral yang
terdapat dalam sayur dan buah mempunyai fungsi sebagai antioksidan sehingga
dapat mengurangi kejadian penyakit tidak menular terkait gizi, sebagai dampak dari
kelebihan atau kekurangan gizi (Kemenkes 2014). Rata-rata responden di daerah
kota mengonsumsi sayur sebanyak 17.1 kali per minggu sedangkan responden di
daerah desa mengonsumsi sayur sebanyak 13.9 kali per minggu. Hasil ini sesuai
dengan jawaban responden terkait kebiasaan makan sayur, responden di daerah kota
memiliki kebiasaan makan sayur lebih baik. Jenis sayur yang paling sering
dikonsumsi responden di daerah kota dan desa adalah wortel yaitu sebanyak 2.6
kali per minggu. Konsumsi wortel mendapat angka tertinggi karena wortel sering
digunakan di berbagai menu makanan seperti sayur sop, capcay, sayur lodeh dan
lain-lain. Kangkung juga merupakan jenis sayur yang paling banyak dikonsumsi
responden di daerah kota yaitu sebanyak 2.6 kali per minggu. Sedangkan jenis
sayuran kedua yang paling banyak di konsumsi di daerah desa adalah bayam yaitu
sebanyak 2.2 kali per minggu. Terdapat persamaan jenis buah yang paling banyak
dikonsumsi oleh responden di daerah kota dan desa, jenis buah tersebut adalah
pisang. Rata-rata responden di daerah kota mengonsumsi pisang sebanyak 1.6 kali
per minggu sedangkan frekuensi konsumsi pisang oleh responden di desa sebanyak
4.4 kali per minggu. Pisang merupakan buah yang paling banyak dikonsumsi karena
harganya yang relatif murah dan mudah ditemukan. Hasil ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Nainggolan (2014) yang menunjukkan wortel dan pisang
merupakan jenis sayur dan buah yang paling sering dikonsumsi oleh remaja di kota
dan desa.
Remaja menjelang usia 20 tahun mengalami pembentukan tulang yang pesat
yang merupakan masa persiapan untuk mencapai puncak pertumbuhan massa
tulang (Mann dan Truswell 2002). Susu dan hasil olahannya merupakan sumber
kalsium yang utama. Kebiasaan mengonsumsi pangan sumber kalsium dapat
memberikan cadangan kalsium yang diperlukan dalam pertumbuhan dan
pembentukan tulang (Hardinsyah et al. 2008). Namun kebiasaan konsumsi susu di
Indonesia masih rendah. Menurut Khomsan (2004) budaya minum susu yang masih
rendah di Indonesia kemungkinan disebabkan karena masalah ekonomi dan
masalah lactose intolerance. Rata-rata frekuensi konsumsi susu responden di daerah
kota adalah 12.5 kali per minggu sedangkan di desa adalah 9.1 kali per minggu.
Hasil yang didapatkan lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Hardinsyah (2008) yaitu sebanyak 5.95 kali per minggu. Jenis olahan susu
yang paling banyak dikonsumsi oleh responden di kota adalah susu cair dengan
frekuensi 4.2 kali per minggu, sedangkan jenis susu yang paling banyak dikonsumsi
responden di daerah desa adalah susu cair dan susu kental manis dengan frekuensi
2.8 kali per minggu. Susu cair lebih disukai responden dengan alasan lebih praktis
dan mudah didapatkan. Hasil yang berbeda ditunjukkan penelitian yang dilakukan
Hardinsyah (2008), pada penelitian tersebut jenis susu yang paling banyak
48

dikonsumsi adalah susu bubuk. Jenis susu dapat mempengaruhi jumlah kalsium
yang dikonsumsi seseorang. Dalam Daftar Komposisi Bahan Makanan, kandungan
kalsium pada 100 gram setiap jenis susu berbeda-beda.
Makanan jajanan merupakan makanan dan minuman yang dipersiapkan
dan/atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian
umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan
lebih lanjut. Makanan jajanan juga dikenal sebagai “street food” adalah jenis makanan
yang dijual di kaki lima, pinggiran jalan, di stasiun, di pasar, tempat pemukiman serta
tempat yang sejenisnya (Mudjajanto 2005). Secara keseluruhan frekuensi konsumsi
jajanan responden di daerah desa (9.6 kali/minggu) lebih tinggi dibandingkan
responden di daerah kota (6.0 kali/minggu). Jenis jajanan yang paling banyak
dikonsumsi responden di daerah kota adalah bakso dengan frekuensi 1.5 kali per
minggu sedangkan jenis jajanan yang paling banyak dikonsumsi responden di daerah
desa adalah gorengan. Selain makanan jajanan, frekuensi konsumsi minuman
responden di daerah desa juga lebih tinggi dibandingkan di daerah kota. Rata-rata
frekuensi konsumsi minuman responden di daerah desa sebanyak 9.7 kali sedangkan
di daerah kota sebanyak 11.3 kali per minggu. Jenis minuman yang paling banyak
dikonsumsi responden di daerah kota adalah teh yaitu sebanyak 3.5 kali per minggu,
sedangkan jenis minuman yang paling banyak dikonsumsi di daerah desa adalah teh
kemasan. Perbedaan teh dengan teh kemasan adalah penyajiannya. Teh kemasan adalah
teh yang sudah siap dikonsumsi tanpa persiapan lebih lanjut sedangkan teh biasa adalah
hasil olahan daun teh yang masih perlu diseduh sebelum disajikan.

Status Gizi

Status gizi merupakan kondisi tubuh yang terjadi sebagaik akibat dari
konsumsi makanan dan pengunaan zat gizi. Status gizi merupakan gambaran dari
kondisi terpenuhinnya kebutuhan enegri dan zat gizi yang berasal dari makanan
yang dapat diukur dan ditentukan kedalam kategori gizi tertentu (Almatsier 2004).
Status gizi merupakan faktor yang terdapat pada level individu. Faktor yang
mempengaruhi secara langsung adalah asupan makanan dan infeksi. Pengaruh tidak
langsung dari status gizi yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak
dan lingkungan kesehatan yang tepat termasuk akses terhadap pelayanan kesehatan
(Riyadi 2001).
Status gizi dibedakan menjadi gizi buruk, gizi kurang, gizi baik dan gizi
lebih. Status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang
digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat
yang baik (Almatsier 2004). Masalah gizi pada dasarnya merupakan refleksi
konsumsi zat gizi yang belum mencukupi kebutuhan tubuh. Asupan gizi yang
kurang dalam makanan, dapat menyebabkan kekurangan gizi, sebaliknya orang
yang asupan gizinya berlebih akan menderita gizi lebih (Almatsier 2010).
Status gizi dapat diketahui melalui pengukuran beberapa parameter,
kemudian hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan standar atau rujukan.
Penilaian status gizi secara langsung dikelompokkan menjadi 5 metode, yaitu
antropometri, laboratorium, klinis, survei konsumsi pangan dan faktor ekologi
(Gibson 2005). Penilaian status gizi dengan metode antropometri adalah menilai
pertumbuhan dari individu. Contoh parameter antropometri yang sering digunakan
49

untuk menentukan status gizi adalah umur, tinggi badan dan berat badan (Thamaria
2017). Hasil pengukuran parameter antropometri dapat digunakan untuk
menghitung indeks antropometri, indeks antropometri yang digunakan pada
kelompok usia remaja adalah IMT/U. Indikator IMT/U dapat digunakan untuk
identifikasi kurus dan gemuk yang dapat berakibat pada resiko berbagai penyakit
degeneratif saat dewasa (Riskesdas 2013). Sebaran responden berdasarkan status
gizi dapat dilihat pada Tabel 41.

Tabel 41 Sebaran responden berdasarkan status gizi


Kota Desa Total p-
Status Gizi (n=39) (n=39) (n=78) value
n % n % n %
Obesitas 6 15.4 3 7.7 9 11.5
Gemuk 5 12.8 4 10.3 9 11.5
Normal 26 66.7 31 79.6 57 73.1
Kurus 2 5.1 1 2.6 3 3.8
BB Rataan ± SD (kg) 61.35 ± 20.06 54.07 ± 12.23 57.71 ± 16.91
TB Rataan ± SD (cm) 163.95 ± 8.87 158.48 ± 8.15 161.22 ± 8.88
Z-skor Rataan ± SD 0.52 ± 2.04 0.16 ± 1.27 0.34 ± 1.70 0.342

Berdasarkan Tabel 41, sebagian besar responden memiliki status gizi


normal yaitu sebesar 73.1%. Responden di daerah kota yang memiliki status gizi
baik sebanyak 66.7% sedangkan di daerah desa terdapat lebih banyak responden
dengan status gizi normal yaitu 79.6%. Terdapat 12.8% responden yang mengalami
kegemukan di daerah kota dan 15.4% mengalami obesitas. Responden di daerah
desa memiliki persentase lebih rendah pada status gizi gemuk dan obesitas, yakni
sebesar 10.3% dan 7.7%. Selain itu terdapat responden dengan status gizi kurus,
yaitu sebesar 5.1% terdapat di daerah kota dan 2.6% terdapat di daerah desa. Hasil
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nainggolan (2014) terhadap
remaja di kota dan desa. Penelitian tersebut menunjukkan responden di daerah desa
memiliki status gizi yang lebih baik, dengan persentase responden dengan status
gizi normal sebesar 86% pada responden di daerah kota dan 64% pada responden
di daerah kota.

Hubungan Antar Variabel

Hubungan Pengetahuan Sikap dan Praktik


Menurut Notoatmodjo (2003), terdapat 3 tingkat ranah perilaku, yaitu
pengetahuan, sikap dan praktik. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang
maka semakin tinggi pula kemampuan individu tersebut dalam melakukan suatu
penilaian, hal inilah yang akan menjadi landasan seseorang untuk bertindak
(Notoatmodjo 2012). Notoatmodjo (2010) mengungkapkan perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan Sikap merupakan komponen yang berpengaruh dalam pembentukan
perilaku. Sikap positif seseorang terhadap kesehatan kemungkinan tidak berdampak
langsung pada perilaku individu menjadi positif, tetapi sikap yang negatif terhadap
50

kesehatan hampir pasti berdampak pada perilakunya (Notoatmodjo 2007).


Hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku dapat dilihat pada Tabel 42.

Tabel 42 Hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku


PHBS PGS
Variabel
r p r p
Pengetahuan-sikap 0.097 0.400 0.247 0.029
Pengetahuan-praktik 0.144 0.207 0.146 0.201
Sikap-praktik 0.388 0.000 0.144 0.209

Hasil dari uji Spearman Correation menunjukkan adanya hubungan yang


nyata hanya terdapat pada sikap PHBS dengan praktik PHBS dan Pengetahuan PGS
dengan Sikap PGS (p<0.05). Artinya semakin baik sikap PHBS maka semakin baik
pula praktik PHBS dan semakin baik pengetahuan PGS maka semakin baik sikap
PGS. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Chandra et al. (2017) yang
menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara sikap PHBS dengan praktik
PHBS. Namun pada hubungan pengetahuan PHBS dengan praktik PHBS tidak
terdapat hubungan yang nyata, hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh Chandra et al. (2017) yang menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara
pengetahuan PHBS dengan praktik PHBS. Pengetahuan PGS dengan praktik PGS
juga tidak menunjukkan hubungan yang nyata. Hal ini diduga disebabkan
pengetahuan responden masih sekedar mengetahui dan memahami saja tetapi
belum mencapai tingkat mengaplikasikan. Selain itu sikap PGS juga tidak
menunjukkan hubungan yang nyata dengan praktik PGS. Menurut Notoatmodjo
(2007), seseorang yang memiliki sikap tidak mendukung cenderung memiki
tingkatan hanya sebatas menerima dan merespon saja, sedangkan seseorang
dikatakan telah memiliki sikap yang mendukung yaitu bukan hanya memiliki
tingkatan menerima dan merespon tetapi sudah mencapai tingkatan menghargai
atau bertanggung jawab.

Hubungan PHBS dan PGS


Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4 pilar yang pada dasarnya merupakan
rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar dan zat gizi
yang masuk dengan memantau berat badan secara teratur. Pilar-pilar tersebut adalah
mengonsumsi anekaragam makanan, membiasakan perilaku hidup bersih,
melakukan aktivitas fisik dan memantau berat badan secara teratur untuk
mempertahankan berat badan normal (Kemenkes 2014). Dapat diketahui bahwa
perilaku hidup sehat merupakan salah satu poin untuk membentuk perilaku gizi
seimbang. Hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan perilaku gizi
seimbang dapat dilihat pada Tabel 43.

Tabel 43 Hubungan PHBS dan PGS


Variabel r p
Pengetahuan PHBS-PGS -0.210 0.065
Sikap PHBS-PGS 0.529 0.000
Praktik PHBS-PGS 0.347 0.002
51

Hasil uji Spearman Correlation menunjukkan adanya hubungan yang nyata


(p<0.05) antara sikap PHBS dengan sikap PGS dan praktik PHBS dengan praktik
PGS. Nilai correlation coefficient pada sikap dan praktik memiliki nilai positif yang
memiliki arti semakin tinggi sikap PHBS maka sikap PGS juga semakin tinggi, hal
ini juga berlaku pada praktik PHBS dengan praktik PGS, semakin tinggi praktik
PHBS maka semakin tinggi pula praktik PGS.

Hubungan Praktik PHBS dan Persepsi Lingkungan


Perilaku hidup bersih dan sehat seseorang dapat dilihat dari upaya individu
tersebut dalam menjaga kebersihan lingkungan. Lingkungan yang paling dekat
dekan siswa sekolah adalah lingkungan rumah dan lingkungan sekolah. Menurut
(Slameto 2010), persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau
informasi ke dalam otak manusia. Persepsi responden tentang lingkungan rumah
dan sekolah merupakan anggapan siswa mengenai lingkungan rumah dan
sekolahnya. Hubungan praktik PHBS dengan persepsi lingkungan rumah dan
sekolah dapat dilihat pada Tabel 44.

Tabel 44 Hubungan praktik PHBS dan persepsi lingkungan


Praktik PHBS
Variabel
r p
Persepsi Lingkungan Sekolah 0.166 0.147
Persepsi Lingkungan Rumah 0.325 0.004

Berdasarkan hasil uji Spearman Correlation, terdapat hubungan yang nyata


antara praktik PHBS dengan persepsi lingkungan rumah, namun tidak terdapat
hubungan yang nyata antara praktik PHBS dengan persepsi lingkungan sekolah.
Hasil ini memiliki arti bahwa semakin baik praktik gizi seimbang maka semakin
baik pula persepsi lingkungan rumah. Perbedaan hasil ini diduga karena responden
merasa memiliki tanggung jawab yang lebih terhadap kebersihan rumahnya
dibandingkan kebersihan sekolah karena biasanya sekolah memiliki petugas
kebersihan sehingga murid kurang merasa peduli dengan kebersihan sekolah. Hasil
ini sejalan dengan penelitian Aprilia (2017) yang menunjukkan hasil adanya
hubungan yang signifikan antara praktik PHBS dengan persepsi kebersihan
lingkungan tempat tinggal.

Hubungan Praktik PGS dan Status Gizi


Hasil uji Chi-Square menunjukkan nilai p sebesar 0.394 (p>0.05) dan nilai
correlation coefficient 0.153. Artinya, tidak terdapat hubungan antara praktik gizi
seimbang responden dengan status gizi responden. Berdasarkan hasil tabulasi silang
praktik PGS dengan status gizi, sebanyak 14 (24.6%) dari 57 responden dengan
status gizi normal memiliki praktik gizi seimbang yang rendah atau dapat dikatakan
14 (82.4%) dari 17 responden yang memiliki praktik gizi seimbang yang kurang
memiliki status gizi normal Jumlah ini merupakan yang terbanyak dibandingkan
dengan responden lain pada status gizi lainnya. Pada responden dengan status gizi
malnutrisi, hanya terdapat 3 responden yang memiliki praktik gizi seimbang yang
kurang, sedangkan 16 orang lainnya memiliki praktik gizi seimbang yang cukup
52

dan 3 orang memiliki praktik gizi seimbang yang baik. Hasil tabulasi silang antara
praktik PGS dengan status gizi dapat dilihat pada Tabel 45.

Tabel 45 Tabulasi silang antara praktik PGS dengan status gizi


Praktik PGS Status Gizi
Total r p
Malnutrisi Normal
Tinggi 2 2 4
Sedang 16 41 57
0.153 0.394
Rendah 3 14 17
Total 21 57 78

Hubungan Praktik PGS dan Konsumsi Pangan


Mengonsumsi makanan yang beranekaragam merupakan salah satu dari 4
pilar yang ada dalam prinsip gizi seimbang. Pada penelitian ini peneliti bermaksud
untuk menganalisis hubungan antara praktik PGS dengan frekuensi konsumsi
pangan berdasarkan golongan makanannya. Hubungan antara praktik PGS dengan
frekuensi konsumsi pangan berdasarkan golongannya dapat dilihat pada Tabel 46.

Tabel 46 Hubungan praktik PGS dan frekuensi konsumsi pangan


Praktik PGS
Variabel
r p
Frekuensi Konsumsi Makanan Pokok 0.019 0.868
Frekuensi Konsumsi Lauk Hewani 1.164 0.152
Frekuensi Konsumsi Lauk Nabati 0.397 0.000
Frekuensi Konsumsi Sayur 0.260 0.022
Frekuensi Konsumsi Buah 0.194 0.089
Frekuensi Konsumsi Susu 0.028 0.808
Frekuensi Konsumsi Jajanan -0.132 0.251
Frekuensi Konsumsi Minuman -0.051 0.655

Uji Pearson Correlation dilakukan untuk melihat hubungan praktik PGS


dengan frekuensi konsumsi lauk nabati, sayur, buah, jajanan dan minuman.
Sedangkan uji Spearman Correlation dilakukan untuk melihat hubungan antara
praktik PGS dengan frekuensi konsumsi makanan pokok, lauk hewani dan susu.
Terdapat hubungan positif pada praktik PGS dengan frekuensi konsumsi lauk
nabati dan sayur. Hal ini menunjukkan semakin tinggi praktik PGS maka frekuensi
konsumsi lauk nabati dan sayur juga semakin tinggi.

Hubungan Pendapatan Per Kapita dan Konsumsi Pangan


Pendapatan mempunyai hubungan yang searah dengan tingkat konsumsi,
kenaikan pendapatan akan diikuti oleh kenaikan tingkat konsumsi, sedangkan
penurunan pendapatan akan menurunkan tingkat konsumsi (Murohman 2011).
Hubungan yang nyata hanya terlihat pada pendapatan per kapita dengan frekuensi
konsumsi minuman. Hasil correlation coefficient menunjukkan nilai negatif yang
memiliki arti semakin tinggi pendapatan per kapita maka frekuensi konsumsi
minuman menjadi semakin sedikit. Hubungan pendapatan per kapita dengan
frekuensi konsumsi pangan berdasarkan golongannya dapat dilihat pada Tabel 47.
53

Tabel 47 Hubungan pendapatan per kapita dan frekuensi konsumsi pangan


Pendapatan Per Kapita
Variabel
r p
Frekuensi Konsumsi Makanan Pokok -0.185 0.105
Frekuensi Konsumsi Lauk Hewani -0.099 0.388
Frekuensi Konsumsi Lauk Nabati -0.138 0.227
Frekuensi Konsumsi Sayur -0.179 0.117
Frekuensi Konsumsi Buah -0.021 0.853
Frekuensi Konsumsi Susu 0.113 0.322
Frekuensi Konsumsi Jajanan -0.122 0.286
Frekuensi Konsumsi Minuman -0.236 0.037

Hubungan Pendidikan Orangtua dengan PHBS dan PGS


Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah lingkungan dan
sosial budaya. Lingkungan yang paling dekat dengan responden adalah lingkungan
keluarga. Orangtua memiliki tanggung jawab dalam mendidik anaknya, salah
satunya dalam perilaku kesehatan. Berdasarkan hasil uji Pearson Chi Square dalam
penelitian ini, pendidikan ayah dan ibu memiliki hubungan terhadap praktik PGS
responden dengan nilai p masing-masing 0.000 dengan nilai r = 0.710 dan 0.779.
Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan orangtua
dengan praktik gizi seimbang subjek.

Tabel 48 Hubungan pendidikan orangtua dengan PHBS dan PGS


Variabel Pendidikan Ayah Pendidikan Ibu
r p R p
Pengetahuan PHBS 0.313 0.487 0.326 0.677
Sikap PHBS 0.440 0.095 0.283 0.977
Praktik PHBS 0.582 0.190 0.557 0.830
Pengetahuan PGS 0.405 0.227 0.803 0.353
Sikap PGS 0.539 0.369 0.633 0.094
Praktik PGS 0.710 0.000 0.779 0.000

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Responden merupakan siswa kelas X di SMA Negeri 6 Bogor dan SMA


Negeri 1 Leuwiliang dengan jumlah responden dari tiap sekolah sebanyak 39 siswa.
Mayoritas responden (98.7%) memiliki pengetahuan yang tinggi tentang PHBS dan
sebanyak 93.5% responden memiliki sikap PHBS yang baik (>80%), namun hanya
29.5% responden yang memiliki praktik PHBS yang baik sedangkan sebagian besar
lainnya (64.1%) memiliki nilai prakik PHBS sedang (60-80%). Sama seperti PHBS,
mayoritas responden (61.5%) memiliki tingkat pengetahuan PGS yang tinggi dan
sebanyak 55.1% responden memiliki sikap PGS yang baik, namun hanya terdapat
5.1% responden yang memiliki nilai praktik PGS tergolong tinggi, sedangkan
sebagian besar lainnya (73.1%) memiliki nilai praktik PGS sedang. Sebagian besar
responden (57.7%) memiliki persepsi yang cukup terhadap lingkungan sekolah dan
54

23.1% responden memiliki persepsi yang baik tentang lingkungan sekolahnya.


Mayoritas responden (53.8%) memiliki persepsi yang cukup terhadap lingkungan
rumah dan sisanya (46.2%) memiliki persepsi yang baik terhadap lingkungan
rumahnya. Terdapat perbedaan pada pendidikan ayah dan pendidikan ibu
responden di kota dengan desa. Tidak terdapat perbedaan terhadap pekerjaan ayah
dan tidak terdapat perbedaan pekerjaan ibu responden di kota dan desa. Terdapat
perbedaan pendapatan keluarga namun tidak terdapat perbedaan pendapatan per
kapita responden di kota dan desa. Terdapat perbedaan pengetahuan PHBS, sikap
PGS dan persepsi lingkungan antara responden di daerah kota dan desa.
Golongan pangan yang paling banyak dikonsumsi responden baik di daerah
kota dan desa adalah makanan pokok dengan frekuensi konsumsi 22.4 kali/minggu
pada responden di daerah kota dan 21.3 kali/minggu pada responden di desa. Jenis
makanan pokok yang paling banyak dikonsumsi adalah nasi. Golongan pangan
yang paling banyak dikonsumsi kedua adalah lauk hewani dengan frekuensi 24.4
kali/minggu pada responden di kota dan 23.8 kali/minggu pada responden di desa.
Jenis lauk hewani yang paling banyak dikonsumsi adalah telur ayam. Golongan
pangan yang paling jarang dikonsumsi responden di daerah kota adalah jajanan (6.0
kali/minggu) sedangkan di daerah desa adalah susu dan olahannya (9.1
kali/minggu). Terdapat perbedaan yang nyata antara frekuensi konsumsi makanan
jajanan dan susu serta olahannya pada responden di kota dan di desa. Mayoritas
responden (73.3%) memiliki status gizi normal. Sebanyak 15.4% dan 12.8%
responden di kota memiliki status gizi obesitas dan gemuk, sedangkan di daerah
desa hanya 7.7% yang mengalami obesitas dan 10.3% yang mengalami kegemukan.
Tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap status gizi responden di kota dan
desa.
Hasil uji Spearman Correlation menunjukkan adanya hubungan terhadap
sikap PHBS dengan praktik PHBS dan pengetahuan PGS dengan Sikap PGS
(p<0.05). Selain itu terdapat hubungan antara sikap PHBS dengan sikap PGS dan
praktik PHBS dengan praktik PGS, namun tidak terdapat hubungan pengetahuan
PHBS dengan pengetahuan PGS (p>0.05). Terdapat hubungan yang nyata antara
praktik PHBS dengan persepsi lingkungan rumah, tetapi tidak terdapat hubungan
antara praktik PHBS dengan persepsi lingkungan rumah. Hasil uji hubungan
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara praktik PGS terhadap
frekuensi konsumsi lauk nabati dan sayur, namun tidak terdapat hubungan antara
praktik PGS dengan frekuensi konsumsi makanan pokok, lauk hewani, buah, susu,
jajanan dan minuman. Hasil uji Chi Square terhadap praktik PGS dengan status gizi
menunjukkan nilai p sebesar 0.394, hasil ini memiliki arti bahwa tidak terdapat
hubungan praktik PGS dengan status gizi.

Saran

Secara umum pengetahuan dan sikap PHBS dan PGS siswa di kota dan desa
sudah baik, namun perlu adanya upaya untuk meningkatkan kesadaran terkait
pentingnya penerapan praktik PHBS dan PGS siswa baik di daerah kota dan daerah
desa. Praktik PHBS perlu ditingkatkan guna membiasakan siswa dalam berperilaku
hidup bersih yang akan berimplikasi dengan rasa tanggung jawab terhadap
kebersihan lingkungan, sedangkan praktik PGS perlu ditingkatkan guna
memperbaiki pola konsumsi siswa yang akan berimplikasi dengan status gizi siswa.
55

DAFTAR PUSTAKA
Adrian A. 2015. Lingkungan rumah ideal. Prosiding Temu Ilmiah IPBLI 2015. 3
(1): 57-62.
Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka
Utama.
______. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.
Aprilia SF. 2017. Studi perilaku hidup bersih dan sehat, perilaku gizi seimbang, dan
konsumsi pangan santri di pondok pesantren Bogor [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Arisman. 2002. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID): EGC.
Azwar S. 2004. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta (ID):
Pustaka Pelajar.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2009. Food Watch: Sistem
Keamanan Pangan Terpadu Pangan Jajanan Anak Sekolah. Jakarta (ID):
BPOM RI.
[Balibangkes] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta
(ID): Kementerian Kesehatan.
[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1997. Gerakan
Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta (ID): BKKBN.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015 Garis kemiskinan menurut kabupaten/kota
(rupiah/kapita/bulan.[online]. [Diakses pada 02 April 2018]. Terdapat:
https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1264.
______. 2017. Indeks Pembangunan Manusia 2016. Jakarta (ID): Badan Pusat
Statistik.
______. 2017. Statistik Pendapatan Februari 2017. Jakarta (ID): Badan Pusat
Statistik.
Cahyadi ED. 2015. Akumulasi plak, status karies dan pH saliva pada anak usia 4-5
tahun berdasarkan kebiasaan menyikat gigi dan diet [Thesis]. Yogyakarta
(ID): Universitas Gadjah Mada.
Candrasari CP, Mukono J. 2013. Hubungan kualitaas udara dalam ruang dengan
keluhan penghuni lembaga pemasyarakatan kelas IIA Kabupaten Sidoarjo.
Jurnal Kesehatan Lingkungan. 7 (1): 21-25.
Chandra B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta (ID): EGC.
Chandra, Fauzan A, Aquarista MF. 2017. Hubungan antara pengetahuan dan sikap
dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada siswa sekolah dasar
(SD) di Kecamatan Cerbon tahun 2016. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Khatulistiwa. 4 (3): 201-205.
56

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. 2009. Petunjuk Teknis Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga. Bandung (ID): Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Barat.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2002. Panduan Manajemen PHBS Menuju
Kabupaten/Kota Sehat. Pusat Promosi Kesehatan. Jakarta (ID): Depkes RI.
______. 2003. 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang Panduan Untuk Petugas. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
______. 2008. Buku Saku Pelaksanaan PHBS Bagi Masyarakat Di Wilayah
Kecamatan. Jakarta (ID): Kemenkes.
Dwipayanti U. 2008. Ketersediaan dan pengelolaan toilet di tempat wisata Pulau
Bali [skripsi]. Bali (ID): Universitas Udayana.
Emilia E. 2009. Pengetahuan sikap dan praktek gizi pada remaja dan implikasinya
pada sosialisasi perilaku hidup sehat. Media Pendidikan Gizi dan Kuliner. 1
(1): 1-10.
Fauzi CA. 2012. Analisis pengetahuan dan perilaku gizi seimbang menurut pesan
ke-6, 10, 11, 12 dari pedoman umum gizi seimbang (PUGS) pada remaja.
Jurnal Kesehatan Reproduksi. 3 (2): 91-105.
Gibson RS. 2005. Principle Nutrition Assessment. New York (US): Oxford
University Press.
Harahap LS, Cahaya I, Hasan W. 2014. Gambaran konsisi lingkungan kamar
hunian dan personal hygiene di asrama akademi kebidanan barunan husada
sibuhuan Kecamatan Lubuk Barumun Kabupaten Padang Lawas tahun
2013. Jurnal Lingkungan dan Kesehatan Kerja. 3 (2): 1-8.
Hardinsyah, Damayanthi E, Zulianti W. 2008. Hubungan konsumsi susu dan
kalsium dengan densitas tulang dan tinggi badan remaja. Jurnal Gizi dan
Pangan. 3 (1): 43-48.
Hardinsyah, Supariasa IDN. 2016. Ilmu Gizi Teori & Aplikasi. Jakarta (ID):
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hardinsyah. 2008. Cerdas dengan Pangan Hewani. Bogor (ID). Institut Pertanian
Bogor.
Hidayati N. 2016. Persepsi siswa terhadap kebersihan lingkungan di SDN 51 Banda
Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Prodi PGSD. 1 (1): 78-87.
Idayanti, Darmawati S, Nurullita U. 2009. Perbedaan variasi lama simpan telur
ayam pada penyimpanan suhu almari es dengan suhu kamar terhadap total
mikroba. Jurnal Kesehatan. 1 (2): 19-26.
Jayati LD, Madanijah S, Khomsan A. 2014. Pola konsumsi pangan, kebiasaan
makan, dan densitas gizi pada masyarakat Kasepuhan Ciptagelar, Jawa
Barat. Penel Gizi Makan. 37 (1): 33-42.
Johnston PK, Haddad EH. 1996. Adolescent Nutrition Assessment and
Management. New York (US): Chapman & Hall.
57

Judarwanto W. 2008. Perilaku makan anak sekolah. Jakarta (ID): Departemen


Kesehatan RI.
[KEMENKES] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Status Gizi
Anak. Jakarta (ID): Direktorat Bina Gizi.
______. 2011. Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Jakarta (ID):
Kementerian Kesehatan RI.
______. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta (ID): Kemenkes RI.
Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
______. 2004. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta (ID):
Gramedia.
Kusumaningtiar DA. 2016. Optimalisasi tempat sampah warna sebagai pemecahan
masalah di SDN 11 Duri Kepa Jakarta Barat. Jurnal Abdimas. 3 (1): 51-55.
Lemeshow S, Hosmer DW, Klar J, Lwanga SK, 1997. Besar Sampel dalam
Penelitian Kesehatan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Mann J, Truswell AS. 2002. Essentials of Human Nutrition. New York (ID):
Oxfprd University Press.
Mudjajanto ES. 2005. Keamanan Makanan Jajanan Tradisional. Jakarta (ID):
Buku Kompas.
Murohman. 2011. Analisis faktor yang memengaruhi pengeluaran konsumsi rumah
tannga di Indonesia (periode tahun 2000-2001) [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Nainggolan WA. 2014. Hubungan antara kebiasaan makan dan aktivitas fisik
dengan status gizi pada remaja di perkotaan dan di perdesaan [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Naria E. 2005. Higiene sanitaasi makanan dan minuman jajanan di kompleks USU
Medan [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Notoatmodjo S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta
(ID): Rineka Cipta.
______. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
______. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
______. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
______. 2012. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Parmenter K, Wardle J. 1999. Development of a general nutrition knowledge
questionnaire for adults. European Journal of Clinical Nutrition. 53: 298-
308.
58

Permaesih D. 2003. Status Gizi Remaja dan Faktor-Faktor yang


Mempengaruhinya. Bogor (ID): Puslitbang Gizi.
Pritasari, Damayanti D, Lestari NT. 2017. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta
(ID): Kemenkes RI.
Rabie T, Curtis V. 2006. Handwashing and risk of respiratory infections a
quantitative systematic review. Tropical Medicine and International
Health. 11(3): 258-267.
Rahman A. 2013. Perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga.
Jurnal Bina Praja. 5 (4): 215-220.
Riyadi H. 2001. Metode Penilaian Status Gizi secara Antropometri. Diktat
Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor (ID):
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Rohani L. 2007. Perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah di Desa Medan
Senembah Kabupaten Deliserdang dan di Kelurahan Asam Kumbang Kota
Medan tahun 2007 [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Salim A. 2013. Gambaran perilaku gizi seimbang terhadap status gizi remaja di
Madrasah Aliyah Negeri Kabupaten Mamuju tahun 2012. Media Gizi
Pangan. 15 (1): 31-37.
Santoso S. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta (ID): PT. Asdi Mahasatya.
Sari NA. 2016. Analisis pola konsumsi pangan daerah perkotaan dan pedesaan serta
keterkaitannya dengan karakteristik sosisal ekonomi di Provinsi Kalimantan
Timur. JEMI. 16 (2): 69-81.
Sediaoetaomo AD. 1989. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta (ID):
Dian Rakyat.
Setyawati VAV, Setyowati M. 2015. Karakter gizi remaja putri urban dan rural di
Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 11 (1): 43-52.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta (ID):
Rineka Cipta.
Slezakova K, Morais S, Pereira, Carmo M. 2012. Indoor air pollutant relevant
aspects and health impacts. Environmental Health Emerging Issues and
Practice. 6: 125-146.
Soetjiningsih. 2007. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta
(ID): CV Sagung Seto.
Sumiyati R. 2015. Tingkat pemahaman tentang kesehatan lingkungan sekolah pada
siswa kelas IV dan V SD Negeri Kembang Malang Panjatan Kulon Progo
DIY [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Negeri Yogyakarta.
Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Kesehatan. Jakarta (ID): EGC.
Supariasa IDN. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): EGC.
Thamaria N. Penilaian Status Gizi. 2017. Jakarta (ID): Kemenkes RI.
59

Wawan A. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan Sikap dan Perilaku Manusia.
Yogyakarta (ID): Nurha Medika.
Widajanti L. 2009. Survei Konsumsi Gizi. Semarang (ID): Universitas Diponegoro
Wong Y, Huang HC, Ohen SL, Yamanoto. 1999. Is the college environment
adequate for accessing to nutrition education? A study in Taiwan. Nutrition
Research. 19: 1327-1337.
60

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesinoner Penelitian Kode responden :

KUESIONER PENELITIAN

PENGETAHUAN SIKAP DAN PRAKTIK PHBS DAN PGS SERTA


HUBUNGANNYA DENGAN KONSUMSI PANGAN DAN
STATUS GIZI SISWA SMA DI KOTA DAN DESA

Tanggal Wawancara : .............................................................


Enumerator : .............................................................
Nama Responden : .............................................................
Nama Sekolah : .............................................................
Alamat : .............................................................

..............................................................
No. Telp/HP : .............................................................

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
61

Kode responden :

Persetujuan Setelah Penjelasan (Inform Consent)

Saya telah mendapat penjelasan secara rinci dan mengerti mengenai


penelitian “Pengetahuan, Sikap, dan Praktik PHBS dan PGS Serta
Hubungannya dengan Konsumsi Pangan dan Status Gizi Siswa SMA di Kota
dan Desa”, dengan ini saya:

Nama :
Alamat :

No. Telp/HP :

Menyatakan SETUJU/TIDAK SETUJU*) untuk ikut berpartisipasi


sebagai responden dalam penelitian ini dengan memberikan informasi yang
dibutuhkan penelitian sebagai berikut:

1. Identitas subjek
2. Karakteristik subjek
3. Karakteristik keluarga
4. Pengetahuan, sikap, dan praktik PHBS dan PGS
5. Konsumsi pangan selama 1 bulan (metode Food Frequency
Questionnaire)
6. Tinggi badan dan berat badan

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sukarela tanpa paksaan dari pihak
manapun untuk digunakan sebagaimana mestinya.

Bogor, 2018

( …………………………)

*) coret yang tidak perlu

Kode responden :
62

A. Karakteristik / Identitas Subjek


1. Nama :
2. Jenis kelamin (lingkari jawaban) : 1. Laki-laki 2. Perempuan
3. Tanggal lahir :
4. Usia : tahun bulan
5. Anak ke- :
6. Jumlah saudara kandung : orang
7. Berat badan : kg
8. Tinggi badan : cm
9. Alamat :

B. Karakteristik Keluarga
1. Besar keluarga : orang
2. Pendidikan ayah [1] Tidak sekolah
[2] Tamat SD atau sederajat
[3] Tamat SMP atau sederajat
[4] Tamat SMA atau sederajat
[5] Tamat PT
3. Pendidikan ibu [1] Tidak sekolah
[2] Tamat SD atau sederajat
[3] Tamat SMP atau sederajat
[4] Tamat SMA atau sederajat
[5] Tamat PT
4. Pekerjaan ayah [1] Tidak bekerja
[2] Buruh tani
[3] Buruh non tani
[4] Jasa (ojeg/supir)
[5] PNS/TNI
[6] Pegawai swasta
[7] Pedagang/wiraswasta
[8] Lainnya, sebutkan .................
5. Pekerjaan ibu [1] Ibu rumah tangga
[2] Buruh tani
[3] Buruh non tani
[4] PNS
[5] Pegawai swasta
[6] Pedagang
[7] Lainnya, sebutkan .................
6. Pendapatan ayah : Rp.
7. Pendapatan ibu : Rp.
63

C. Pengetahuan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Jika pernyataan di bawah ini menurut anda BENAR, maka berilah tanda
silang pada kolom B, dan jika pernyataan di bawah ini menurut anda SALAH,
maka berilah tanda silang pada kolom S.

Jawaban
No. Pernyataan
B S
1. Fungsi sabun adalah untuk membunuh kuman dan virus
Air mengalir dan sabun adalah komponen yang penting pada
2.
saat melakukan cuci tangan
Membuang sampah sembarangan dapat menjadi sarang
3.
penyakit
Ciri makanan yang sehat adalah makanan yang berwarna
4.
mencolok
Ciri makanan yang bersih adalah makanan yang tidak
5.
dibiarkan di tempat terbuka
Jamban yang bersih dan sehat adalah jamban yang
6.
mengeluarkan bau tidak sedap
7. Olahraga teratur membuat tubuh sehat dan bugar
Penyebab timbulnya jentik-jentik nyamuk adalah
8. banyaknya genangan air dan sampah yang dibiarkan
menumpuk
Membersihkan ruang kelas dan kamar tidur setiap hari
9.
adalah salah satu cara memberantas jentik nyamuk
Kebiasaan merokok dapat menimbulkan penyakit kanker
10.
paru-paru yang mengganggu sistem pernapasan
Berat badan dan tinggi badan diukur secara teratur bertujuan
11.
untuk memantau pertumbuhan badan
Tidak mencuci tangan sebelum makan dapat menyebabkan
12.
timbulnya penyakit diare
Pada setiap ruangan (kelas, kantin, jamban) di sekolah wajib
13.
disediakan tempat sampah
Contoh olahraga sederhana yang bisa kita lakukan sehari-
14.
hari adalah jalan santai rutin setiap pagi
Makanan yang sehat dan bersih adalah makanan yang diolah
15.
dengan aman dan bergizi
(Sumber: Aprilia 2017)
64

D. Pengetahuan Perilaku Gizi Seimbang

Jika pernyataan di bawah ini menurut anda BENAR, maka berilah tanda
silang pada kolom B, dan jika pernyataan di bawah ini menurut anda SALAH,
maka berilah tanda silang pada kolom S.

Jawaban
No. Pernyataan
B S
Sarapan pagi berfungsi untuk memberikan energi bagi tubuh
1.
dan meningkatkan konsentrasi
Porsi sarapan pagi yang baik adalah tidak terlalu banyak
2.
jumlahnya
Manfaat zat gizi protein adalah membentuk sel dan jaringan
3.
baru untuk tubuh dan zat pembangun tubuh
Dampak kekurangan gizi protein adalah tubuh mengalami
4.
gangguan pertumbuhan
Jenis makanan sumber protein adalah jagung, mie, roti,
5.
singkong, dan nasi
Manfaat mengonsumsi buah dan sayur antara lain adalah
6. untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan memenuhi
kebutuhan serat untuk tubuh
Zat gizi yang terkandung dalam buah dan sayur adalah
7.
vitamin dan mineral
Dampak terlalu banyak mengonsumsi makanan cepat saji /
8. fast food (McD, KFC, CFC, dll) adalah mengalami
kegemukan
9. Makanan cepat saji banyak mengandung lemak
Konsumsi air putih yang baik dalam sehari adalah sebanyak
10.
8 gelas
Kurang mengonsumsi air putih dapat mengakibatkan tubuh
11.
mengalami dehidrasi
12. Sebelum tidur kita tidak harus menyikat gigi terlebih dahulu
13. Merokok dapat mengakibatkan penyakit jantung
14. Konsumsi sayur dan buah yang baik adalah 3 porsi/hari
Contoh jenis makanan yang mengandung protein nabati
15.
adalah tahu, tempe, dan telur
(Sumber: Aprilia 2017)
65

E. Sikap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Jika anda SETUJU dengan pernyataan di bawah ini maka berilah tanda silang
pada kolom S, jika anda RAGU-RAGU dengan pernyataan di bawah ini maka
berilah tanda silang pada kolom RR, dan jika anda TIDAK SETUJU dengan
pernyataan di bawah ini maka berilah tanda silang pada kolom TS.

Jawaban
No. Pernyataan
S RR TS
1. Saya harus mencuci tangan menggunakan sabun
2. Saya harus mencuci tangan dengan air yang
mengalir
3. Saya harus membersihkan jamban setelah selesai
digunakan
4. Saya harus membuang sampah di tempat sampah
yang telah disediakan
5. Saya harus membersihkan kelas sesuai dengan
jadwal piket
6. Saya bersedia melakukan pemberantasan jentik
nyamuk untuk mencegah penyebaran penyakit
7. Saya tidak akan merokok di sekolah dan di dalam
rumah
8. Saya bersedia membatasi konsumsi makanan asin,
manis dan berlemak
9. Saya bersedia mengonsumsi sayur dan buah
minimal 3 porsi dalam sehari
10. Saya tidak akan meludah di sembarang tempat
66

F. Sikap Perilaku Gizi Seimbang

Jika anda SETUJU dengan pernyataan di bawah ini maka berilah tanda silang
pada kolom S, jika anda RAGU-RAGU dengan pernyataan di bawah ini maka
berilah tanda silang pada kolom RR, dan jika anda TIDAK SETUJU dengan
pernyataan di bawah ini maka berilah tanda silang pada kolom TS.

Jawaban
No. Pernyataan
S RR TS
1. Saya bersedia mengonsumsi aneka ragam makanan
diperlukan untuk mendukung gizi seimbang
2. Saya bersedia membiasakan diri untuk melakukan
sarapan pagi
3. Saya bersedia meminum 8 gelas air dalam satu hari
4. Saya akan melakukan aktivitas fisik secara rutin
agar tetap sehat dan bugar
5. Saya bersedia membatasi konsumsi gorengan
6. Saya bersedia membatasi konsumsi makanan cepat
saji / fast food (McD, KFC, CFC, dll)
7. Mengonsumsi lemak tidak jenuh lebih baik
daripada lemak jenuh
8. Kebiasaan mengonsumsi alkohol dapat
mengganngu fungsi hati
9. Saya akan melakukan pengecekan label setiap
membeli makanan dalam kemasan
10. Saya akan melakukan pengukuran berat badan dan
tinggi badan perlu dilakukan secara rutin untuk
memantau pertumbuhan
67

G. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Berilah tanda silang pada salah satu jawaban yang menurut anda paling
sesuai.

Jawaban
No. Pernyataan Kadang- Tidak
Selalu
kadang pernah
1. Apakah anda selalu mencuci tangan
sebelum makan?
2. Apakah anda mencuci tangan
menggunakan air bersih yang mengalir dan
sabun?
3. Apakah setelah mencuci tangan anda
mengeringkan tangan menggunakan
lap/tissue?
4. Apakah anda memilih jajanan yang sehat
dan bersih untuk dikonsumsi?
5. Apakah anda suka membeli jajanan yang
terlihat dengan warna mencolok?
6. Apakah anda menyiram jamban dengan
bersih setiap selesai menggunakannya?
7. Apakah anda melakukan olahraga dengan
teratur?
8. Apakah anda membersihkan ruang kamar
tidur?
9. Apakah anda mengikuti jadwal piket untuk
membersihkan ruang kelas?
10. Apakah anda merokok?
11. Apakah anda mengukur berat badan secara
rutin?
12. Apakah anda membuang sampah pada
tempat sampah?
13. Apakah anda melihat sampah yang
menumpuk di kamar tidur anda?
14. Apakah anda mandi sebanyak 2 kali
sehari?
15. Apakah anda menggosok gigi sebelum
tidur?
68

H. Perilaku Gizi Seimbang

Berilah tanda silang pada salah satu jawaban yang menurut anda paling
sesuai .

Jawaban
No. Pernyataan Kadang- Tidak
Selalu
kadang pernah
1. Apakah anda melakukan sarapan pagi?
2. Apakah anda mengonsumsi buah tiap hari?
3. Apakah anda mengonsumsi sayur tiap hari?
4. Apakah anda mengonsumsi makanan cepat
saji/fast food (McD, KFC, CFC, dll)?
5. Apakah anda mengonsumsi cemilan
gorengan?
6. Apakah anda mengonsumsi cemilan (snack)
manis?
7. Apakah anda mengonsumsi air putih 8 gelas
sehari?
8. Apakah anda menyikat gigi sebanyak 2 kali
sehari?
9. Apakah anda merokok?
10. Apakah anda minum susu?
11. Apakah anda mengonsumsi mie instan?
12. Apakah anda mengonsumsi daging sebagai
lauk pauk?
13. Apakah anda mengonsumsi ikan sebagai
lauk pauk?
14. Apakah anda mengonsumsi telur sebagai
lauk pauk?
15. Apakah anda mengonsumsi tahu/tempe
sebagai lauk pauk?
69

I. Persepsi Siswa Terhadap Sanitasi Lingkungan Sekolah

Berilah tanda silang pada kolom skor yang sesuai dengan persepsi anda.
Keterangan:
1 = Sangat kurang
2 = Kurang
3 = Cukup
4 = Baik
5 = Sangat Baik

No. Pertanyaan Skor


Bagaimana kebersihan kelas di sekolah
1. 1 2 3 4 5
anda?
Bagaimana kebersihan jamban di sekolah
2.
anda?
Bagaimana kebersihan lingkungan sekolah
3.
anda?
4. Bagaimana kebersihan kantin sekolah anda?
5. Bagaimana kebersihan air di sekolah anda?
6. Bagaimana kecukupan air di sekolah anda?
Bagaimana kecukupan jumlah jamban/WC
7.
di sekolah anda?
Bagaimana kecukupan jumlah tempat
8.
sampah di sekolah anda?
Bagaimana pengelolaan sampah di sekolah
9.
anda?
Bagaimana kondisi udara di lingkungan
10.
sekolah anda?
70

J. Persepsi Siswa Terhadap Sanitasi Lingkungan Rumah

Berilah tanda silang pada kolom skor yang sesuai dengan persepsi anda.
Keterangan:
1 = Sangat kurang
2 = Kurang
3 = Cukup
4 = Baik
5 = Sangat Baik

No. Pertanyaan Skor


1. Bagaimana kebersihan kamar tidur anda? 1 2 3 4 5
Bagaimana kebersihan jamban di rumah
2.
anda?
Bagaimana kebersihan lingkungan rumah
3.
anda?
4. Bagaimana kebersihan dapur rumah anda?
5. Bagaimana kebersihan air di rumah anda?
6. Bagaimana kecukupan air di rumah anda?
Bagaimana kecukupan jumlah jamban/WC
7.
di rumah anda?
Bagaimana kecukupan jumlah tempat
8.
sampah di rumah anda?
Bagaimana pengelolaan sampah di rumah
9.
anda?
Bagaimana kondisi udara di lingkungan
10.
rumah anda?
71

K. Konsumsi Pangan Satu Bulan Terakhir


(Food Frequency Questionnaire)

Nama / Kelas :
Tanggal Wawancara :

Frekuensi (kali per-) Ukuran per kali makan


Bahan makanan Ket
Hari Minggu Bulan URT Berat (g)
A. MAKANAN POKOK
Beras merah
Bihun
Biskuit
Jagung
Kentang
Kerupuk
Makaroni
Mie
Nasi
Roti
Sereal
Singkong
Tepung terigu
Lainnya….

B. LAUK HEWANI
Abon sapi
Ayam
Bebek
Corned beef
Daging sapi
Daging kambing
Hati ayam
Hati sapi
Ikan asin
Ikan bandeng
Ikan bawal
Ikan kakap
Ikan kembung
Ikan lele
72

Frekuensi (kali per-) Ukuran per kali makan


Bahan makanan Ket
Hari Minggu Bulan URT Berat (g)
Ikan mas
Ikan mujair
Ikan teri
Ikan tongkol
Kepiting
Kerang
Nugget
Rebon
Sarden
Sosis ayam
Sosis sapi
Telur ayam
Telur bebek
Udang
Lainnya….

C. LAUK NABATI
Kacang hijau
Kacang merah
Kacang tanah
Oncom
Sari kacang ijo
Sari kedelai
Tahu
Tauco
Tempe
Lainnya….

D. SAYURAN
Bayam
Brokoli
Buncis
Daun melinjo
Daun singkong
Jamur
73

Frekuensi (kali per-) Ukuran per kali makan


Bahan makanan Ket
Hari Minggu Bulan URT Berat (g)
Kacang panjang
Kangkung
Kembang kol
Ketimun
Kol
Labu siam
Lobak
Sawi
Selada
Tauge
Terong
Wortel
Lainnya….

E. BUAH-BUAHAN
Alpukat
Apel
Belimbing
Bengkuang
Jambu
Jeruk
Kedondong
Manga
Melon
Nanas
Papaya
Pisang
Salak
Semangka
Lainnya….

F. SUSU DAN OLAHANNYA


Ice cream
Keju
Susu bubuk
Susu cair
74

Frekuensi (kali per-) Ukuran per kali makan


Bahan makanan Ket
Hari Minggu Bulan URT Berat (g)
Susu kental manis
Yoghurt
Lainnya….

G. JAJANAN
Batagor
Bakso
Cilok
Gorengan
Mie ayam
Seblak
Siomay
Lainnya….

H. MINUMAN
Jus
Kopi
Teh
Soft drink
Teh kemasan
Lainnya….

(Sumber: Hardinsyah & Supariasa 2016)


75

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 12 November 1997. Penulis


merupakan putra pertama dari dua bersaudara pasangan Ir. Ferry Kurniawan dan
Endah Azizah. Pendidikan penulis diawali tahun 2003-2009 di Sekolah Dasar
Negeri Polisi 2 Bogor dan melanjutkan masa pendidikan di SMP Negeri 1 Bogor
tahun 2009-2012 serta SMA Negeri 6 Bogor tahun 2012-2014. Penulis diterima di
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri). Setelah 1 tahun mengikuti program Tingkat Persiapan
Bersama (TPB), penulis melanjutkan studi di mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA). Penulis melaksanakan Kuliah
Kerja Profesi (KKP) di Desa Cijeruk, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor pada
bulan Juli-Agustus 2017 dan melaksanakan Internship Dietetik (ID) di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Cibinong pada bulan Desember 2017 sampai Januari 2018.
Selama masa perkuliahan penulis aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan
kemahasiswaan dan kepanitiaan. Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan internal
maupun eksternal di departemen dan fakultas sebagai anggota divisi desain atau
logistik. Penulis menjadi staff BEM FEMA 2017 Departemen Apresiasi Seni dan
Budaya. Penulis pernah mewakilkan fakultas dalam perlombaan IPB Art Contest
(IAC) 2017 cabang Stand Up Comedy dan Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) 2017
cabang lompat jauh. Penulis juga pernah menjadi juri cabang lomba desain poster
pada 11th Ecology Sport and Art Event (ESPENT) yang diselenggarakan BEM
FEMA 2018.

Anda mungkin juga menyukai