ANITA ANGGRAENI
Anita Anggraeni
NIM I14130016
iv
v
ABSTRAK
ANITA ANGGRAENI. Keragaan Perilaku Remaja Putri terkait Anemia Gizi,
Aktivitas Fisik, dan Kebiasaan Makan di Pondok Pesantren Ummul Quro Bogor.
Dibimbing oleh SITI MADANIJAH.
ABSTRACT
ANITA ANGGRAENI. The Behavior of Adolescent Girls related to Nutritional
Anemia, Physical Activity, and Eating Habits at Ummul Quro Boarding School,
Bogor. Supervised by SITI MADANIJAH.
ANITA ANGGRAENI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
:
x
xi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2017 ini ialah
anemia, dengan judul “Keragaan Perilaku Remaja Putri terkait Anemia Gizi,
Aktivitas Fisik, dan Kebiasaan Makan di Pondok Pesantren Ummul Quro
Bogor”. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
banyak memberikan ilmu, arahan, bimbingan, dan motivasi sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai prasyarat kelulusan.
2. Prof Dr Ir Ikeu Tanziha, MS selaku dosen penguji skripsi yang telah banyak
memberikan masukan dan arahan untuk perbaikan skripsi.
3. Bapak Amat Muhidin (ayah), Ibu Nunung Lestari (ibu), Edi Lukito (adik),
Ndriyo (paman), dan Hidayat Priatmaja yang telah banyak memberikan doa,
dukungan, kasih sayang, serta semangat.
4. Kemenristek Dikti yang telah memberikan bantuan berupa beasiswa
Bidikmisi selama 4 tahun masa perkuliahan.
5. Bapak Harliyana, selaku kepala MA Pondok Pesantren Ummul Quro Al-
Islami serta santriwati kelas XI IPA yang telah memberikan kesempatan dan
membantu penulis selama mengumpulkan data.
6. Teman-teman enumerator diantaranya Kusmiyanti, Aizzatun Nisa, Andini
Retno, Sri Chafidotus Sakdanah, Fitri Utari, Anindita Nurul PH, Laillia
Ghaisani, Mela Eviany, Mery Dwi Safitri, Nuzul Putriandani, Revina Febri,
Kamila K Jannah, Nur Karimah, Shelvi Sasmita, Irma Nurmala, Lutfiana
Mahmudah, Citra Fitri Lestari, dan Aghniya Nailah Rifdah yang telah
bersedia melakukan wawancara langsung kepada subjek penelitian.
7. Seluruh teman-teman Gizi Masyarakat Angkatan 50, teman-teman Ikatan
Mahasiswa Pekalongan-Batang (IMAPEKA) Angkatan 50, teman-teman
asisten praktikum tahun ajaran 2016/2017, teman-teman kamar 113 Asrama
Putri A1 TPB IPB, teman-teman SMA Negeri 3 Pekalongan Angkatan
2012/2013, dan teman-teman PKL kloter 1 RSIJ Pondok Kopi yang
senantiasa memberikan dukungan maupun motivasi kepada penulis.
Anita Anggraeni
xii
xiii
DAFTAR ISI
ABSTRAK v
PRAKATA x
DAFTAR ISI xiii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan 3
Hipotesis 3
Manfaat 3
KERANGKA PEMIKIRAN 4
METODE 6
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 6
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 6
Jenis dan Cara Pengambilan Data 7
Pengolahan dan Analisis Data 8
Definisi Operasional 10
HASIL DAN PEMBAHASAN 12
Gambaran Umum Pondok Pesantren 12
Karakteristik Contoh dan Keluarga 12
Perilaku tentang Anemia 14
Konsumsi Pangan 20
Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Anemia 25
Hubungan Karakteristik Contoh dengan Perilaku Anemia dan Konsumsi
Pangan 26
Hubungan Perilaku Anemia dengan Konsumsi Pangan 29
SIMPULAN DAN SARAN 31
Simpulan 31
Saran 31
xiv
DAFTAR PUSTAKA 32
RIWAYAT HIDUP 36
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 Bagan kerangka pemikiran keragaan perilaku remaja putri terkait anemia gizi,
aktivitas fisik, dan kebiasaan makan 5
2 Alur penarikan contoh penelitian 6
xvi
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Hipotesis
Manfaat
KERANGKA PEMIKIRAN
berdampak pada sikap dan praktik yang baik pula. Dengan demikian, dapat
mendorong remaja untuk mengonsumsi makanan yang dapat mencukupi
kebutuhan gizinya sesuai dengan anjuran Angka Kecukupan Gizi (AKG). Secara
sistematik, kerangka pemikiran tersebut dapat disederhanakan dalam alur pada
Gambar 1.
Keterangan :
METODE
Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer meliputi karakteristik contoh dan keluarga (usia, uang saku, berat badan,
aktivitas fisik, pendidikan orang tua, pendapatan orang tua), perilaku anemia
(pengetahuan, sikap, dan praktik), konsumsi pangan (jenis pangan, URT, dan
berat) dan kebiasaan makan (jenis dan frekuensi pangan). Data sekunder yaitu
letak geografis dan gambaran umum pondok pesantren yang diperoleh melalui
arsip data sekolah.
Data karakteristik, perilaku anemia, dan aktivitas fisik contoh diperoleh
melalui kuesioner yang diisi oleh contoh. Konsumsi pangan contoh diperoleh
melalui pengisian kuesioner food recall 2x24 jam. Kebiasaan makan contoh
diperoleh melalui pengisian food frequency questionnaire (FFQ).Variabel dan
cara pengumpulan data primer dan sekunder yang disajikan pada Tabel 1.
Data yang telah dikumpulkan disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis
secara deskriptif dan statistik dengan menggunakan program Microsoft Excell dan
Statistical Program for Social Sciences (SPSS) versi 22 for Windows. Data
pengetahuan anemia diperoleh dari kuesioner dengan total 20 buah pertanyaan,
sikap anemia 15 pernyataan, dan praktik anemia 15 pernyataan. Jumlah jawaban
benar kemudian diberi skor dan dikategorikan. Pengetahuan, sikap, dan praktik
anemia dibedakan menjadi tiga kategori yaitu kurang (skor<60), cukup (skor 60-
80), dan baik (skor >80) (Khomsan 2000).
Pengukuran aktivitas fisik pada contoh dilakukan sebanyak dua kali yaitu
pada hari biasa (hari sekolah) dan hari libur kemudian dicari rata-rata keduanya.
Aktivitas fisik pada contoh diukur dengan menggunakan kuesioner yang cara
pengisiannya dengan diarsir pada jumlah waktu yang dihabiskan selama
melakukan aktivitas tertentu dengan interval masing-masing 5 menit selama 24
jam. Setelah didapat lama waktu tiap aktivitas fisik, kemudian dicari nilai PAR
(Physical Activity Rate) dan PAL (Physical Activity Level) setiap orang selama 24
jam dan ditentukan kategorinya yaitu termasuk ringan, sedang, atau berat
berdasarkan nilai PAL tersebut (FAO/WHO/UNU 2001).
Data konsumsi pangan yang diketahui melalui metode recall 2x24 jam
secara berturut-turut dikonversikan ke dalam satuan energi (kkal), protein (g), zat
besi (mg), vitamin A (mcg), vitamin C (mg), vitamin B9 (mcg), dan vitamin B12
(mcg) dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).
Konversi dihitung dengan menggunakan rumus (Hardinsyah dan Briawan 1994)
sebagai berikut:
KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)
Keterangan:
KGij = Kandungan zat gizi i dalam bahan makanan j
Bj = Berat makanan j yang dikonsumsi (g)
Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan j
BDDj = Bagian bahan makanan j yang dapat dimakan
Definisi Operasional
Pondok Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan yang menekankan pada
pengajaran ilmu-ilmu syariah (hukum) agama dengan kitab kuning dan
metode kajian tradisional.
Remaja adalah proses transisi masa kanak-kanak menuju dewasa yang masih
dalam masa pertumbuhan dan perkembangan secara fisik, mental, dan
aktivitas.
Contoh adalah siswi Pondok Pesantren Ummul Quro kelas XI IPA 1 dan XI IPA
2 yang telah memenuhi kriteria inklusi contoh penelitian dan bersedia
mengikuti penelitian.
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat
berulang tahun, semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja.
Antropometri adalahstudi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh
manusia seperti berat badan.
Uang saku adalah uang yang diberikan oleh orang tua yang diperuntukkan untuk
membeli makanan dan minuman.
Pendidikan orang tua adalah suatu jenjang yang ditempuh oleh orang tua siswa,
yakni jenjang pendidikan formal. Jenjang pendidikan formal yang termasuk
jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi.
Pendapatan orang tuaadalah penerimaan bersih orang tua baik berupa uang
kontan maupun tidak yang berasal dari kegiatan usaha dan pekerjaan yang
dilakukan selama satu bulan.
Anemia adalah rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan hematokrit dalam darah
sesuai batas yang direkomendasikan karena disebabkan oleh kurangnya
konsumsi pangan sumber zat besi, asam folat, vitamin A, dan vitamin B12.
Informasi adalah pengetahuan yang didapatkan dari pembelajaran, pengalaman,
atau instruksi. Informasi merupakan data yang bermakna dan dapat
dipahami oleh penerima informasi.
Akses informasiadalahkemudahan yang diberikan kepada seseorang atau
masyarakat untuk memperoleh informasi publik yang dibutuhkan.
11
Karakteristik contoh yang dianalisis meliputi usia, uang saku, dan aktivitas
fisik, sedangkan karakteristik keluarga yang dianalisis yaitupendidikan orang tua,
dan pendapatan orang tua.Contoh dalam penelitian ini merupakan siswi kelas XI
IPA 1 dan XI IPA 2 MA Ummul Quro. Data sebaran contoh berdasarkan
karakteristik contoh dapat dilihat pada Tabel 3.
13
Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan usia, uang saku, dan aktivitas fisik
Jumlah
Karakteristik
n %
Usia (tahun)
16 27 34.6
17 47 60.3
18 4 5.1
Total 78 100.0
Uang saku (Rp/bulan) (Slamet 1993)
Kurang (100 000 –416 667) 57 73.1
Sedang (416 668 –733 334) 12 15.4
Besar (733 335 –1 050 000) 9 11.5
Total 78 100.0
Median (minimum, maksimum) 300 000 (100 000, 1 050 000)
Aktivitas Fisik (FAO/WHO/UNU 2001)
Ringan (1.40-1.69) 74 94.9
Sedang (1.70-1.99) 4 5.1
Berat (2.00-2.40) 0 0.0
Total 78 100.0
Rata-rata±SD 1.52±0.1
dengan baik. Perbedaan aktivitas fisik hari biasa dan hari libur yaitu, tidak adanya
kegiatan olahraga pagi bersama saat hari biasa, sedangkan pada hari libur selalu
diadakan olahraga yaitu senam pagi, namun tidak semua contoh penelitian
mengikuti olahraga tersebut karena faktor-faktor seperti kesadaran diri, rasa
malas, dan ketiduran. Selain itu, aktivitas fisik hari biasa lebih banyak dihabiskan
untuk kegiatan belajar mengajar dan mengaji, sedangkan hari libur untuk
ekstrakulikuler, piket, dan dijenguk orang tua. Contoh yang memiliki aktivitas
fisik sedang merupakan contoh yang mengikuti lebih dari satu jenis kegiatan
ekstrakulikuler yang kegiatannya banyak dilakukan di luar ruangan seperti
pramuka dan paskibra serta contoh yang menjadi pengurus organisasi pondok
yang rutin melalukan piket pondok setiap hari libur. Selanjutnya, sebaran contoh
berdasarkan karakteristik keluarga dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan dan pendapatan orang tua
Jumlah
Karakteristik
n %
Pendidikan orang tua (UU No. 20 Tahun 2003)
SD dan sederajat 9 11.5
SMP dan sederajat 7 9.0
SMA dan sederajat 36 46.2
Perguruan Tinggi 26 33.4
Total 78 100.0
Pendapatan per kapita orang tua (Rp/bulan) (BPS 2014)
Rendah (<1 500 000) 14 17.9
Sedang (1 500 000 – 2 499 999) 18 23.1
Tinggi (2 500 000 – 3 500 000) 21 26.9
Sangat Tinggi (>3 500 000) 25 32.1
Total 78 100.0
Median (minimum, maksimum) 3 000 000 (500 000, 10 000 000)
termasuk status anemia merupakan pengaruh dari sikap dan perilaku seseorang
dalam pemilihan makanan yang dipengaruhi oleh pengetahuan (Suryani et al.
2015). Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan dapat dilihat pada Tabel 5.
Kemudian untuk tabel kategori tingkat sikap anemia pada contoh dapat
dilihat pada Tabel 8.
Skor sikap anemia remaja putri berkisar antara 55-97 dari selang skor
minimum 0 dan skor maksimum 100 dengan rata-rata skor 77.4±7.9.Tabel 8 diatas
menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (80.8%) memiliki sikap anemia yang
tergolong cukup. Hal ini menunjukkan bahwa perlu dilakukan edukasi kepada
contoh untuk lebih meningkatkan kesadaran akan pentingnya sikap tentang
anemia yang baik agar dapat mendorong contoh untuk melakukan praktik yang
baik pula, sehingga dapat mencegah anemia. Sementara itu, penelitian Sihotang
dan Febriany (2012) di SMA Negeri 15 Medan juga menunjukkan bahwa
sebanyak 59.6% contoh mempunyai sikap tentang anemia yang cukup dan 40.4%
memiliki sikap tentang anemia yang baik.
seminggu maupun setiap hari selama haid (Tabel 9). Berdasarkan hasil
wawancara, contoh yang rutin mengonsumsi tablet tambah darah karena
dipengaruhi oleh saudara atau kerabat dari contoh yang bekerja di bidang
kesehatan, sehingga contoh mendapatkan informasi yang lebih banyak terkait
anemia serta mendukung penerapan praktik yang baik pula.
Sayuran hijau dan pangan hewani mengandung zat besi yang dapat
membantu mencegah anemia, sedangkan vitamin C merupakan zat gizi yang
dapat meningkatkan penyerapan zat besi (Citrakesumasari 2012). Hasil penelitian
menunjukkan, sebagian kecil contoh mengonsumsi sayuran hijau (35.9%), pangan
hewani (17%), dan buah-buahan sumber vitamin C (6.41%) setiap hari, namun
sebanyak 94.9% contoh mengonsumsi pangan nabati setiap hari (Tabel 9). Hal ini
karena ketersediaan pangan nabati yang lebih banyak di pondok pesantren
dibandingkan pangan hewani. Sementara itu, hampir keseluruhan contoh tidak
mengonsumsi teh (96.2%) maupun kopi (100%) setelah makan. Hal ini
merupakan penerapan yang baik karena teh dan kopi dapat menghambat
penyerapan zat besi di dalam tubuh karena mengandung zat tanin dan polifenol
(Citrakesumasari 2012).
Selain faktor makanan, faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian
anemia diantaranya lama jam tidur, olahraga teratur, kebiasaan minum air putih,
dan kebiasaan sarapan. Sebanyak 42.3% contoh selalu tidur cukup 6-8 jam setiap
malam, 33.3% contoh berolahraga secara rutin dalam seminggu, hampir separuh
contoh (46.2%) meminum air putih sebanyak 8-10 gelas per hari, dan 52.6%
contoh terbiasa sarapan setiap pagi (Tabel 9). Tidur cukup berfungsi mengelola
tingkat stres yang akan menurunkan risiko mengalami anemia, sedangkan air
putih berfungsi untuk mencegah dehidrasi yang dapat menyebabkan pusing kepala
akibat anemia dan membantu melancarkan fungsi organ tubuh termasuk produksi
sel darah. Sementara itu, untuk olahraga akan merangsang kelenjar endokrin
menghasilkan hormon yang diperlukan untuk meningkatkan produksi sel-sel
darah merah sehingga akan meningkatkan kadar hemoglobin (Permaesih et al.
2004). Sebaran contoh berdasarkan praktik yang benar dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan praktik yang benar
Jumlah
No Materi Pertanyaan
n %
Aspek Pencegahan Anemia
1 Pengecekan kadar Hb 28 35.9
2 Konsumsi tablet/suplemen tambah darah rutin 1x/minggu 3 3.8
3 Konsumsi tablet/suplemen tambah darah rutin setiap hari selama haid 3 3.8
4 Konsumsi sayuran hijau setiap hari 28 35.9
5 Konsumsi pangan hewani setiap hari 13 17.0
6 Konsumsi pangan nabati setiap hari 74 94.9
7 Tidak mengonsumsi teh setelah makan 75 96.2
8 Tidak mengonsumsi kopi setelah makan 78 100
9 Konsumsi buah yang banyak mengandung vitamin C setiap hari 5 6.4
10 Tidur cukup (6-8 jam) setiap malam 33 42.3
11 Selalu berolahraga secara rutin 26 33.3
12 Tidak pernah melewatkan sarapan pagi 41 52.6
13 Tidak pilih-pilih makanan 47 60.3
14 Tidak membeli jajanan tidak sehat 43 55.1
15 Minum cukup air putih (8-10 gelas per hari) 36 46.2
20
Skor praktik anemia remaja putri berkisar antara 13-80 dari selang skor
minimum 0 dan skor maksimum 100 dengan nilai median 40. Tabel 10 diatas
menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (78.2%) memiliki praktik tentang
anemia yang tergolong kurang. Sementara itu, hanya sebagian kecil contoh
(21.8%) memiliki praktik anemia tergolong cukup, serta tidak ada contoh yang
memiliki praktik anemia yang tergolong baik. Hal ini serupa dengan penelitian
Tashara et al. (2015) di India bahwa sebanyak 58.3% wanita usia subur memiliki
praktik anemia yang kurang baik. Menurut (Notoatmodjo 2005), praktik atau
tindakan merupakan wujud nyata dari sikap. Stimulus yang diterima oleh
seseorang akan mendorong seseorang untuk melakukan penilaian terhadap apa
yang diterima, kemudian akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang
diketahui atau disikapinya. Artinya, praktik tentang anemia pada contoh sangat
perlu ditingkatkan melalui peningkatan akses informasi dan motivasi sebagai
pendorong serta ketersediaan makanan yang lebih bervariasi dari pihak pondok
pesantren.
Konsumsi Pangan
Kebiasaan Makan
Frekuensi makan tergolong dalam kebiasan makan secara umum (Ulfah
dan Latifah 2007). Kebiasaan makan contoh dalam penelitian diukur melalui FFQ
yang terdiri atas 7 golongan pangan dengan pilihan frekuensi makan dalam satu
hari, satu minggu, dan satu bulan terakhir. Kebiasaan makan tergolong dalam
praktik tentang anemia dari segi kuantitatif. Adapun frekuensi konsumsi pangan
contoh selama satu minggu dapat dilihat pada Tabel 11.
berhubungan dengan derajat kematangan fisik pada remaja (Brown et al. 2011).
Rata-rata asupan zat gizi contoh dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Rata-rata asupan energi dan zat gizi contoh
No Zat Gizi AKG (16-18 tahun) Asupan
1 Energi (kkal) 2125 1519±4991)
2 Protein (g) 59 44.9±17.61)
3 Fe (mg) 26 10.74 (2.98, 39.64)2)
4 Vitamin A (mcg) 600 766.46 (45.78, 3432.65)2)
5 Vitamin C (mg) 75 14.71 (0.70, 149.33)2)
6 Vitamin B9 (mcg) 400 91.77±34.471)
7 Vitamin B12 (mcg) 2.4 1.45 (0.00, 9.81)2)
Keterangan: 1) Rata-rata ± SD, 2) Median (Minimum, Maksimum)
Berdasarkan data asupan rata-rata zat gizi contoh yang ditampilkan pada
Tabel 12, menunjukkan bahwa rata-rata asupan untuk energi, protein, Fe, vitamin
C, vitamin B9, dan vitamin B12 masih tergolong kurang atau dibawah anjuran
AKG. Sementara itu untuk asupan vitamin A sudah baik karena sudah sesuai dan
mendekati AKG. Asupan energi yang kurang pada contoh diduga disebabkan oleh
kebiasaan makan bersama-sama dalam satu wadah di pondok pesantren. Menurut
penuturan contoh, dalam satu wadah atau tempat makan, biasanya diperuntukkan
untuk 3-5 orang sehingga ketika pengambilan makan pada saat jam makan pagi,
siang, atau malam contoh langsung mengambil dalam porsi besar. Akan tetapi,
meskipun porsi besar jika dibagi untuk 3-5 orang, pembagian tidak merata dimana
ada contoh yang mendapat porsi nasi banyak maupun porsi nasi sedikit. Hal inilah
yang mempengaruhi asupan energi pada contoh. Selain itu, asupan yang kurang
pada contoh berdasarkan penelitian Masturoh (2012) juga disebabkan karena
faktor kebosanan terhadap menu makanan dan adanya beberapa makanan yang
tidak disukai. Masturoh (2012) menyebutkan bahwa masih cukup banyak contoh
santri Ummul Quro yang hanya mengonsumsi ½ bagian makanan dan ¾ bagian
makanan. Selain itu, karena beberapa contoh cenderung mengambiljumlah/porsi
makanan lebih sedikit dibandingkan dengan yang disediakan dengan alasan ingin
berdiet karena ingin kurus. Remaja putri cenderung sangat mementingkan bentuk
badannya, sehingga banyak yang berdiet tanpa nasihat atau pengawasan seorang
ahli kesehatan dan gizi (Sediaoetama 2006).
Rata-rata asupan protein, Fe, dan vitamin B12 tergolong kurang dari AKG
yang dianjurkan diduga karena menu lauk hewani yang sangat jarang disajikan di
pondok pesantren. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara langsung
dengan contoh, didapatkan bahwa menu sehari-hari yang disajikan di pondok
pesantren yang paling sering adalah pangan nabati seperti tahu dan tempe. Tahu
dan tempe hampir selalu ada di setiap waktu makan, sedangkan untuk pangan
hewani sangat jarang disajikan, biasanya hanya seminggu sekali saja sehingga
sangat kecil kontribusinya untuk asupan protein, Fe, maupun vitamin B12. Akan
tetapi, sebagian besar contoh mengonsumsi pangan hewani namun berasal dari
pangan olahan seperti baso, kornet, dan sosis.
Rata-rata asupan vitamin C yang kurang pada contoh diduga disebabkan
karena contoh jarang sekali mengonsumsi sayuran dan buah-buahan yang banyak
mengandung vitamin C. Hal ini dapat teramati langsung saat jam makan, tidak ada
pemberian buah oleh pihak pondok pesantren, hanya makanan pokok dan lauk
pauk saja. Sebagian besar contoh juga tidak membeli buah di kantin maupun di
23
luar pesantren. Menurut Khomsan dan Anwar (2009), sayuran hijau dan
buahbuahan yang mengandung vitamin C tinggi sangat baik dikonsumsi karena
dapat meningkatkan absorpsi besi non-heme hingga 4 kali lipat. Vitamin C dan
besi membentuk senyawa kompleks askorbat besi sehingga lebih mudah diserap
oleh usus. Kemudian, untuk asupan vitamin B9 atau asam folat yang kurang
diduga karena contoh sangat jarang mengonsumsi sayuran hijau pada setiap kali
makan utama. Sayuran hijau merupakan makanan yang banyak mengandung asam
folat dan vitamin lainnya (Brown et al. 2011). Hal ini juga teramati secara
langsung saat jam makan, dimana pihak pondok pesantren juga jarang menyajikan
aneka macam sayuran hijau dalam menu makan santrinya. Sebagian besar contoh
hanya mengambil satu macam jenis lauk pauk saja, misalnya tempe, tahu, atau
ayam saja. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penyebab asupan zat gizi
yang kurang dari AKG pada contoh disebabkan oleh menu makanan yang tidak
bervariasi. Berikut ini adalah siklus menu selama satu minggu di Pondok
Pesantren Ummul Quroberdasarkan Masturoh (2012).
Tabel 13 Menu makanan asrama Pondok Pesantren Ummul Quro
Hari Pagi Siang Malam
Senin Nasi Nasi Nasi
Tahu tempe kecap Tahu tauge santan Tempe kacang panjang
Selasa Nasi Nasi Nasi
Bihun goreng Tahu kecap Tempe kecap
Sop Sop
Rabu Nasi Nasi Nasi
Bihun goreng Opor ayam Tempe tauge santan
Kamis Nasi Nasi Nasi
Mie goreng Ikan asin Tahu kecap
Sayur asem Sayur asem
Jumat Nasi Nasi Nasi
Tempe kecap Telur rebus kuah santan Tahu tauge santan
Sabtu Nasi Nasi Nasi
Tahu tempe kecap Tahu kol santan Tahu tempe santan
Minggu Nasi tempe kecap Nasi Nasi
Ikan asin Tahu kecap
Sayur urap Sayur urap
oleh keadaan pesantren yang jarang menyajikan makanan yang beragam sehingga
tidak ada pilihan bagi contoh untuk membuat variasi menu saat makan utama.
Selain jam makan utama atau pada saat jam istirahat, sebagian besar contoh
menuturkan bahwa biasanya mereka lebih cenderung untuk membeli makanan
jajanan yang rasanya gurih dan digoreng dibandingkan buah potong.
Hasil tingkat kecukupan energi dan zat gizi yang defisit pada contoh juga
dipengaruhi oleh tingkat ketersediaan makanan di Pondok Pesantren Ummul
Quro. Berdasarkan penelitian menurut Masturoh (2012) menyebutkan bahwa
tingkat ketersediaan energi dibandingkan dengan rata-rata kecukupan hanya
sebesar 57.1%, protein 62.1%, Fe 38.4%, vitamin A 15.9%, dan vitamin C 20.4%.
Persen tingkat ketersediaan yang rendah inilah yang dapat menyebabkan asupan
zat gizi yang rendah pula.
Uji hubungan yang dilakukan diambil pada aspek yang sama antara ketiga
domain. Hal ini mencakup aspek pencegahan anemia pada domain pengetahuan,
sikap, dan praktik serta aspek sebab-akibat anemia pada domain pengetahuan dan
sikap. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearmanuntuk aspek pencegahan anemia,
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan
dengan sikap (p= 0.970), pengetahuan dengan praktik (p= 0.187), maupun sikap
dengan praktik (p= 0.348). Kemudian, hasil uji korelasi Spearman untuk aspek
sebab-akibat anemia, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara pengetahuan dengan sikap (r= 0.265, p= 0.019). Asumsi dari hasil ini
adalah ketika seseorang mengetahui dengan baik berbagai macam penyebab dan
akibat yang ditimbulkan oleh anemia, maka sikap orang tersebut akan baik pula.
Hasil penelitian ini didukung dengan perolehan informasi yang didapat oleh
contoh diantaranya melalui guru di sekolah dan juga media cetak maupun
elektronik. Hal ini sejalan dengan penelitan Shojaeizadeh (2001) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan anemia
dengan sikap anemia (p= 0.001) pada remaja putri di sekolah menengah Kota
Qasvin, Iran. Amalia (2009) berpendapat tingkat pengetahuan berpengaruh
terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar,
pengalaman, dan kejelasan konsep mengenai obyek tertentu. Tabel 16
menunjukkan sebaran contoh berdasarkan pengetahuan dan sikap tentang sebab-
akibat anemia.
mendorong pembentukan sikap yang baik pula karena sudah tertanam sejak
kecil.Hal ini sejalan dengan Amalia (2009) bahwa tingkat pendapatan sangat
berpengaruh terhadap perubahan sikap seseorang. Hubungan karakteristik contoh
dengan perilaku anemia dapat dilihat pada Tabel 18.
(2013) yang menyatakan bahwa pengetahuan anemia yang baik pada remaja putri
di Ponpes Asy-Syarifah Kabupaten Demak diikuti dengan asupan protein yang
baik. Kemudian untuk asupan zat besi, sejalan dengan Putri et al. (2013) yang
menyatakan bahwa pengetahuan anemia santri putri yang baik tidak berpengaruh
terhadap asupan zat besi. Faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan remaja
putri tersebut diantaranya adalah movitasi karena adanya kebutuhan dan
keinginan, ketersediaan bahan makanan, dan keterbatasan uang saku.
Simpulan
Saran
Masalah anemia gizi yang relatif sering terjadi pada remaja putri dapat
diminimalisir dengan cara meningkatkan kesadaran diri atas pentingnya
penerapan perilaku kesehatan terkait anemia gizi. Hendaknya santri sebagai
remaja putri dapat menjalankan dengan baik ketiga komponen perilaku tentang
anemia yang meliputi pengetahuan, sikap, dan praktik. Hal ini dapat didukung
oleh pemberian informasi yang berasal dari lingkungan sekitar baik dari keluarga,
sekolah, teman sebaya, maupun fasilitas kesehatan dengan mengadakan
penyuluhan kesehatan terkait anemia oleh pihak pengurus pondok
pesantren.Selanjutnya, disarankan untuk pihak pengurus pondok pesantren agar
lebih memperhatikan lagi manajemen sistem pelayanan makanan yang disajikan
untuk seluruh santri, hendaknya lebih memperhatikan porsi makan dan variasi
makanan terutama lauk pauk sesuai dengan anjuran Pedoman Gizi Seimbang
(PGS) agar lebih beragam dan dapat memenuhi kecukupan gizi para santri.
32
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Utama.
Andarwulan N, Madanijah S, Zulaikhah. 2009. Monitoring dan verifikasi profil
keamanan pangan jajanan anak sekolah (PJAS) nasional tahun 2008 [laporan
penelitian]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Amalia F. 2008. Konsumsi pangan, pengetahuan gizi, aktivitas fisik danstatus gizi
pada remaja di Kota Sungai Penuh KabupatenKerinci Propinsi Jambi
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Amalia I. 2009. Hubungan antara pendidikan, pendapatan dan perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS) pada pedagang hidangan istimewa kampung (HIK)
di Pasar Kliwon dan Jebres Kota Surakarta [skripsi]. Surakata (ID):
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Astuti MP. 2013. Tingkat pengetahuan remaja putri tentang anemia pada siswi
kelas XI di SMA Muhammadiyah1 Sragen Tahun 2013 [skripsi]. Surakarta
(ID): STIKES Kusuma Husada.
Balcı YS, Aysun K, Dolunay G, Ibrahim EC. 2012. Prevalence and risk factors of
anemia among adolescents in Denizli, Turkey. Iran J Pediatr.22(1): 77-81.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Pendapatan rumah tangga [internet]. [diunduh
21 Oktober 2016]. Tersedia pada: http://sirusa.bps.go.id.
Brown JE, Isaacs JS, Lechtenberg E, Murtaugh MA, Sharbaugh C, Splett PL,
Stang J. Wooldridge NH. 2011. Nutrition Through The Life Cycle. USA
(US): Wadsworth Cengage Learning.
Citrakesumasari. 2012. Anemia Gizi, Masalah, dan Pencegahannya. Yogyakarta
(ID): Kalika.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pemantauan
Status Gizi Edisi 3. Jakarta (ID): EGC.
Denistikasari R. 2016. Hubungan antara asupan protein, zat besi (Fe) dan vitamin
C dengan kejadian anemia pada siswi SMK Penerbangan Bina Dhirgantara
Karanganyar [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Dewi AN. 2014. Hubungan kebiasaan sarapan dengan kadar hemoglobin pada
remaja putri [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Dixit S, Kant S, Agarwal GG. 2011. A community based study on prevalence of
anemia among adolescent girls and its association with iron intake and their
correlates. Indian J. Prev. Soc. Med. 42(4): 393-398.
FAO/WHO/UNU. 2001. Human Energy Requirement, Report of a Joint
FAO/WHO/UNU Expert Consultation. Rome 17-24 October.
Fitriana B. 2015. Pengaruh usia, pendidikan, pendapatan, faktor sosial, budaya,
pribadi, dan motivasi terhadap persepsi konsumsi pangan pokok dan non
33
RIWAYAT HIDUP