Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengetahuan Gizi terkait
Penyakit Degeneratif, Pola Konsumsi, dan Aktivitas Fisik Mahasiswa IPB adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama terkait
iv
v
ABSTRAK
Kata kunci: aktivitas fisik, pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif, pola
konsumsi.
ABSTRACT
This study aims to analyze the association between nutrition knowledge with
food consumption pattern and physical activity of students in Bogor Agricultural
University. Design of this study was cross sectional with purposive sampling 80
students in nutrition science and forest management Bogor Agricultural University.
Nutrition knowledge related degenerative disease in sample GIZ (79.3±9.5) was
higher than MNH (39.3±17.1). The average frequency of consumption dietary fats,
sweetened food, salty and preserved food, fast food, soft drink and caffeinated
beverages in sample MNH (8.8±5.2; 2.1±3.7; 16.5±11.2; 7.9±2.2; 4.6±3.7; 3.6±4.2;
2.6±3.0) times/week was higher than sample GIZ (7.8±4.0; 0.9±1.3; 13.5±8.7;
4.1±2.8; 2.3±3.3; 1.3±2.6) times/week, respectively. However, the average
vi
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Dr Rimbawan
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
x
xi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Maret 2015
ini ialah Pengetahuan Gizi terkait Penyakit Degeneratif, Pola Konsumsi, dan
Aktivitas Fisik Mahasiswa IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS yang telah membimbing penulis sejak awal
perumusan tema hingga selesainya karya tulis ini, juga atas segala bentuk
dukungan lain yang telah diberikan, sekaligus dosen pembimbing akademik
yang telah membimbing dan memberikan dukungan selama menjalankan studi
di Departemen Ilmu Gizi.
2. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS sebagai dosen pemandu seminar dan penguji
sidang yang telah memberikan masukan yang teramat berharga bagi penulis.
3. Mahasiswa Ilmu Gizi dan Manajemen Hutan 49 yang telah bersedia menjadi
mitra dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis.
4. Ayahanda tercinta, Sumanto dan Ibunda tercinta, Wartianah yang selalu
memberikan kasih sayang serta teladan atas semangat menuntut ilmu dan juga
adik tersayang, Riqqi Wafdan As-Syahid atas segala dukungan yang diberikan.
5. Elma, Aviani, Widya, dan kak Faiza sebagai rekan seperjuangan dalam
penelitian, serta teman-teman lain yang telah membantu dalam proses
pengambilan data.
6. Saudara seperjuangan Manggolo Putro 48 (Renita, lilis, siti, alfi, dani, lusi, fajar,
doni, alfian), Bahriyatul Ma’rifah, dan Mochamad Tholkhah Syamhadi yang
telah memberikan banyak inspirasi dan semangat yang telah diberikan selama
ini.
7. Teman-teman Gizi 48 yang telah memberikan banyak inspirasi, semangat, ruang
untuk diskusi dan berbagi, serta bantuan lainnya.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang belum
disebutkan yang juga turut membantu dalam proses penyelesaian karya tulis ilmiah
ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
mengurangi konsumsi gula, garam, lemak, dan alkohol, serta melakukan aktivitas
fisik yang cukup dan teratur (Kemenkes 2011).
Awosan et al. (2014) menyatakan, kebiasaan makan yang tidak sehat
(konsumsi tinggi gula, garam, lemak jenuh, dan lainnya) dan gaya hidup yang tidak
sehat (merokok, konsumsi alkohol, dan aktivitas fisik) merupakan faktor risiko
utama penyakit jantung dan penyakit tidak menular lainnya. Menurut Hoppu et al.
(2010), banyak perhatian di sekitar mengenai remaja yang memiliki kebiasaan
dalam memilih makanan, termasuk rendahnya konsumsi buah dan sayur serta
tingginya konsumsi makanan dan minuman manis dan Montazerifar et al. (2012)
dalam penelitiannya menyebutkan bahwa remaja memiliki kebiasaan dalam
mengonsumsi makanan asin yang tinggi.
Peningkatan pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif diharapkan dapat
digunakan sebagai langkah dalam mencegah terjadinya penyakit degeneratif sejak
dini, mengingat bahwa penyakit degeneratif merupakan penyakit kronis yang
kejadiannya dalam kurun waktu yang lama dan merupakan penyakit turunan
dimana anak akan berisiko lebih tinggi apabila orang tua memiliki riwayat penyakit
ini. Selain pengetahuan, pola makan dan aktivitas fisik yang baik perlu
direalisasikan. Terkait dengan perilaku hidup sehat, peran setiap anggota keluarga
dan peran ibu atau perempuan dalam rumah tangga sangat penting. Oleh karena itu,
sumber informasi baik formal maupun informal sangat diperlukan untuk dapat
meningkatkan pengetahuan.
Penelitian ini menggunakan contoh mahasiswa Ilmu Gizi semester 6 dan
mahasiswa diluar program studi gizi yaitu mahasiswa jurusan Manajemen Hutan
semester 6 di Institut Pertanian Bogor. Melihat bahwa mahasiswa Gizi semester 6
sudah mendapatkan pendidikan formal mengenai penyakit degeneratif, diharapkan
memiliki pengetahuan gizi, pola makan, dan aktivitas fisik lebih baik dibanding
mahasiswa jurusan Manajemen Hutan yang tidak menerima pendidikan formal gizi.
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan
gizi terkait penyakit degeneratif dengan pola konsumsi dan aktivitas fisik
mahasiswa IPB.
3
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi karakteristik contoh (uang saku dan asal daerah) dan
keluarga (pendapatan dan riwayat penyakit orang tua).
2. Membandingkan pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif contoh.
3. Membandingkan pola konsumsi (konsumsi sayur dan buah, konsumsi
makanan manis, konsumsi makanan berlemak dan jeroan, konsumsi makanan
asin dan awetan, konsumsi fast food dan soft drik, serta konsumsi minuman
berkafein) contoh.
4. Membandingkan aktivitas fisik contoh.
5. Mengidentifikasi tekanan darah contoh.
6. Menganalisis hubungan karakteristik contoh dan keluarga, pengetahuan gizi
terkait penyakit degeneratif, pola konsumsi, dan aktivitas fisik contoh.
Manfaat Penelitian
KERANGKA PEMIKIRAN
Penyakit degeneratif
Hipertensi
Diabetes mellitus
Jantung koroner
Stroke
Kanker, dll
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang berhubungan tetapi tidak diteliti
: Hubungan yang diteliti
: Hubungan yang tidak diteliti
METODE
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dimana data di ambil
pada waktu tertentu secara bersamaan. Tempat penelitian dipilih secara purposive
sesuai dengan kriteria contoh yaitu mahasiswa di Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dilakukan di Institut Pertanian Bogor, Kecamatan Dramaga, Kabupaten
Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Maret 2015.
Contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa jurusan Ilmu
Gizi dan Manajemen Hutan semester 6 program sarjana Institut Pertanian Bogor.
Jumlah contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah 80 orang, yaitu
sebanyak 40 orang mahasiswa Ilmu Gizi dan 40 orang mahasiswa Manajemen
Hutan yang dipilih secara purposive. Adapun kriteria contoh dalam penelitian ini
adalah 1) Mahasiswa Manajemen Hutan IPB semester 6; 2) Mahasiswa Ilmu Gizi
IPB semester 6; 3) Tidak mengambil minor atau supporting course Ilmu Gizi untuk
mahasiswa Manajemen Hutan; 4) Tinggal mandiri atau tidak tinggal dengan orang
tua, kerabat, kakek atau nenek ; 5) Bersedia mengikuti kegiatan penelitian.
Jumlah sampel minimal dari penelitian ini diperoleh menggunakan rumus
Slovin sebagai berikut :
N
n
1 N d 2
238
n=
1 + 238 (0.01)
n = 70.41 orang, dibulatkan menjadi 71 orang
Keterangan :
N : besar populasi
n : jumlah contoh minimal
d : presisi (10% atau 0.1)
Pembagian jumlah sampel pada mahasiswa Ilmu Gizi dan Manajemen Hutan
dilakukan secara proporsional berdasarkan jumlah contoh minimum yang
diperoleh. Penentuan jumlah contoh masing-masing kelompok dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut:
𝑁1 𝑁2
n GIZ = xn n MNH = xn
𝑁 𝑁
139 99
= x 71 = x 71
238 238
= 41 orang = 30 orang
7
Keterangan :
n Gizi : jumlah contoh GIZ
n MNH : jumlah contoh MNH
N1 : jumlah populasi GIZ
N2 : jumlah populasi MNH
N : total populasi (GIZ + MNH)
n : jumlah contoh minimal
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer meliputi data karakteristik contoh (uang saku dan asal
daerah), data karakteristik keluarga (pendapatan dan riwayat penyakit orang tua).
Data pola konsumsi dikelompokkan menggunakan Semi Quantitative Food
Frequencies Questionaires (SQFFQ), data pengetahuan gizi terkait penyakit
degeneratif, dan data aktivitas fisik meliputi jenis dan durasi aktivitas serta tingkat
aktivitas fisik contoh. Selain itu, juga dilakukan pengukuran tekanan darah
mahasiswa menggunakan tensi meter digital. Data sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini adalah database mahasiswa Manajemen Hutan dan mahasiswa Ilmu
Gizi semester 6 serta gambaran umum mayor. Data primer seluruhnya dikumpulkan
melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Variabel, cara, dan alat
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Keterangan :
PAL : Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik)
PAR : Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis
aktivitas per satuan waktu tertentu)
Definisi Operasional
Contoh adalah mahasiswa Manajemen Hutan dan Ilmu Gizi semester 6 di Institut
Pertanian Bogor yang memenuhi syarat dipilih secara purposive.
Riwayat penyakit orang tua adalah penyakit degeneratif yang pernah/ sedang di
derita oleh orang tua contoh.
Penyakit degeneratif adalah penyakit yang diturunkan atau penyakit yang timbul
akibat kebiasaan makan dan gaya hidup yang tidak sehat.
Pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif adalah pemahaman contoh
mengenai berbagai macam jenis penyakit degeneratif dan upaya
pencegahannya serta kejadian pemicu penyakit degeneratif.
Pola konsumsi adalah jenis, frekuensi, dan jumlah contoh dalam mengonsumsi
makanan manis, makanan berlemak dan jeroan, makanan asin dan awetan,
fast food dan soft drink, serta minuman berkafein.
Konsumsi sayur dan buah adalah kebiasaan contoh mengonsumsi sayur dan buah,
dinilai menggunakan Food Frequency Questionary yang dihitung
berdasarkan frekuensinya dalam hari, minggu, dan bulan.
Makanan manis adalah makanan yang didominasi rasa manis seperti dodol, kue-
kue manis, coklat dsb; yang dinilai berdasarkan frekuensinya dalam hari,
minggu, dan bulan.
Makanan berlemak adalah makanan yang didominasi kandungan lemak seperti
gorengan, keju, gajih, kerang-kerangan dsb; yang dinilai berdasarkan
frekuensinya dalam hari, minggu, dan bulan.
Jeroan adalah makanan berupa hati, usus, ampela, babat dsb; yang dinilai
berdasarkan frekuensinya dalam hari, minggu, dan bulan.
Makanan asin adalah makanan yang didominasi rasa asin dan tinggi kandungan
natrium seperti corned beef, keripik asin, ikan asin, telur asin dsb; yang
dinilai berdasarkan frekuensinya dalam hari, minggu, dan bulan.
Makanan yang diawetkan adalah makanan yang menggunakan bahan pengawet
alami ataupun buatan seperti asinan, ikan kaleng, daging kaleng, dendeng,
buah kaleng dsb; yang dinilai berdasarkan frekuensinya dalam hari, minggu,
dan bulan.
Fast food adalah makanan siap saji yang tinggi kalori seperti fried chicken, fried
fries, hamburger, pizza, spagetti dsb; yang dinilai berdasarkan frekuensinya
dalam hari, minggu, dan bulan.
Soft drink adalah minuman ringan non alkohol baik yang berkarbonasi atau tidak
yang dikemas dalam bentuk kemasan siap dikonsumsi seperti teh kemasan,
pepsi, fanta, sprite, coca cola dsb; yang dinilai berdasarkan frekuensinya
dalam hari, minggu, dan bulan.
Minuman berkafein adalah minuman yang mengandung kafein seperti kopi,
coklat dsb; yang dinilai berdasarkan frekuensinya dalam hari, minggu, dan
bulan.
Aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran energi.
Diukur dengan menggunakan kuesioner aktivitas fisik meliputi jenis dan
lama kegiatan selama 24 jam dan dikategorikan menjadi ringan, sedang, dan
berat.
12
Karakteristik Contoh
Uang Saku
Uang saku merupakan jumlah uang yang dikeluarkan oleh mahasiswa untuk
memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan selama satu bulan. Uang saku dapat
berasal dari orang tua, beasiswa, ataupun sumber lain (Fitriana 2011). Uang saku
mahasiswa dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu <Rp 600 000, Rp600 000
- 1 199 999, Rp 1 200 000-1 799 999, dan >Rp 1 800 000. Sebaran contoh
berdasarkan uang saku per bulan ditunjukkan pada Tabel 5.
Secara keseluruhan baik GIZ (72.5%) ataupun MNH (80.0%) memiliki uang
saku sebesar Rp 600 000-1 199 999. Uang saku paling rendah yaitu < Rp 600 000
sebanyak 2.5% pada GIZ dan tidak ada pada MNH. Uang saku di atas Rp 1 800 000
hanya dimiliki oleh contoh GIZ (5.0%). Rata-rata uang saku per bulan GIZ (1 008
750 ± 358 574) lebih tinggi dibanding MNH (938 750 ± 287 225). Hasil uji Mann
Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p ≥0.05) antara
kedua contoh berdasarkan uang saku.
Asal Daerah
Salah satu faktor yang mempengaruhi jenis dan jumlah pangan yang
dikonsumsi adalah asal daerah/ suku. Pola kebudayaan mempengaruhi orang dalam
memilih makanan. Suku melalui sistem sosial budaya mempunyai pengaruh
terhadap apa, kapan, dan bagaimana makanan dikonsumsi oleh keluarga.
Kebudayaan tidak hanya menentukan makanan apa yang dimakan, tetapi untuk
siapa dan dalam keadaan bagaimana pangan tersebut dimakan. Kebiasaan makan
keluarga dipengaruhi pula oleh aturan atau tatanan yang didasarkan kepada adat
istiadat dan agama (Suhardjo 1989). Asal daerah dalam penelitian ini dibedakan
menjadi dua, yaitu Jawa dan luar Jawa. Mayoritas contoh GIZ (65.0%) dan MNH
(70.0%) berasal dari Pulau Jawa, hanya 35.0% (GIZ) dan 30.0% (MNH) berasal
dari luar Pulau Jawa. Hasil uji beda Chi-square menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang nyata (p ≥0.05) antara kedua contoh berdasarkan asal daerah,
karena baik contoh GIZ maupun MNH mayoritas berasal dari pulau Jawa. Sebaran
contoh berdasarkan asal daerah ditunjukkan dalam Tabel 6.
14
Karakteristik Keluarga
petani/ nelayan/ buruh dan MNH (5.0%) bekerja sebagai pegawai swasta atau
lainnya. Menurut Suhardjo (1989), seseorang yang memiliki pendidikan biasanya
memiliki pekerjaan dengan upah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang
tidak memiliki pendidikan. Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua dapat
dilihat pada Tabel 8.
Rata-rata pendapatan per bulan orang tua contoh GIZ (Rp 6 180 000 ± 6 084
288) lebih tinggi dari pada MNH (Rp 4 403 125 ± 3 790 661). Mayoritas pendapatan
orang tua contoh GIZ (32.5%) dan MNH (40.0%) antara Rp 3 000 000 - 5 999 999.
Pendapatan orang tua < Rp 3 000 000 sebanyak 30.0% (GIZ) dan 37.5% (MNH),
16
sedangkan pendapatan orang tua > Rp 12 000.000 paling banyak pada contoh GIZ
(10.0%) dibanding MNH (2.5%). Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak
terdapat perbedaan yang signifikan (p ≥0.05) antara kedua contoh berdasarkan
pendapatan orang tua.
Data pendapatan per kapita per bulan keluarga contoh diperoleh dari jumlah
total pendapatan seluruh anggota keluarga dibagi jumlah anggota keluarga yang
menjadi tanggungan kepala keluarga. Pendapatan per kapita per bulan menurut BPS
(2014) adalah <Rp 302 735 yang dikategorikan miskin dan ≥Rp 302 735
dikategorikan tidak miskin. Rata-rata pendapatan per kapita per bulan orang tua
Gizi (Rp 2 242 006 ± 2 478 942) lebih tinggi dibanding MNH (Rp 1 781 597 ± 1
902 587).
Besar Keluarga
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah,
ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumber daya yang
sama. Besar keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan
pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan pengeluaran pangan menurun
seiring dengan peningkatan jumlah anggota keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa
besar keluarga dapat mempengaruhi pengeluaran pangan rumah tangga (Sanjur
1982 diacu dalam Sukandar 2007). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kemiskinan
dan besar keluarga disajikan dalam Tabel 10.
Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa keluarga contoh GIZ yang tidak
miskin dengan kategori besar keluarga sedang adalah 62.9%, sedangkan keluarga
contoh GIZ yang tidak miskin dengan kategori besar keluarga sedang dan kecil
memiliki presentase sama yaitu 46.2%. Mayoritas kedua contoh termasuk dalam
keluarga yang tidak miskin dengan besar keluarga sedang.
keluarga difokuskan pada penyakit degeneratif yang dibedakan antara ayah dan ibu.
Sebaran contoh berdasarkan riwayat penyakit orang tua dapat dilihat pada Tabel 11.
Berdasarkan Tabel 11, orang tua contoh GIZ (45.0%) lebih banyak menderita
penyakit degeneratif dibanding orang tua contoh MNH (15.0%). Hasil uji beda
menggunakan Chi-square menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p
<0.05) antara orang tua kedua contoh berdasarkan riwayat penyakit degeneratif
yang diderita. Penjabaran dari penyakit degeneratif yang diderita oleh orang tua
contoh dapat dilihat pada Tabel 12.
Berdasarkan Tabel 12, ayah contoh GIZ (15.0%) dan MNH (5.0%) menderita
penyakit hipertensi, sedangkan ibu dari contoh GIZ (7.5%) dan MNH (2.5%)
menderita penyakit hipertensi. Ayah dari contoh GIZ (7.5%) dan MNH (5.0%)
menderita penyakit diabetes melitus dan ibu yang menderita penyakit diabetes
melitus baik contoh GIZ dan MNH sebesar 2.5%. Sedangkan penyakit jantung
koroner hanya diderita oleh ibu dari contoh GIZ (5.0%). Selain itu, ayah contoh
GIZ (15.0%), MNH (12.5%) dan ibu contoh GIZ (20.0%), MNH (12.5%) menderita
penyakit diluar kategori di atas seperti hipotensi, anemia, dan ambeyen.
Secara umum dapat dilihat bahwa contoh GIZ tidak memiliki kesulitan dalam
menjawab pertanyaan tentang pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif. Hal ini
dapat dilihat pada jumlah presentase contoh GIZ yang menjawab benar lebih besar
dibanding contoh MNH.
Pertanyaan ke-1 sampai ke-5 merupakan pertanyaan gizi umum. Pertanyaan
ke-1 tentang susunan makanan dengan gizi seimbang, sebanyak 77.5% contoh GIZ
menjawab dengan benar lebih banyak dibanding contoh MNH (52.5%). Pertanyaan
ini dapat dijawab dengan benar oleh 65.0% contoh. Hal ini karena sebagian besar
contoh mengetahui susunan makanan dengan gizi seimbang, dimana contoh GIZ
telah mendapatkan informasi dari mata kuliah penilaian status gizi dan contoh
MNH mendapatkan informasi dari institusi pendidikan dan media massa. Menurut
Permenkes (2014), susunan makanan dengan gizi seimbang menurut pedoman gizi
seimbang adalah makanan pokok, lauk pauk (hewani dan nabati), sayuran, buah,
dan susu.
Pertanyaan ke-2 mengenai makanan yang mengandung serat, sebanyak
87.5% contoh GIZ mampu menjawab pertanyaan dengan benar lebih banyak
dibanding contoh MNH (70.0%). Pertanyaan ini dapat dijawab dengan benar oleh
lebih dari 70.0% contoh. Menurut Kusharto (2006), makanan yang mengandung
tinggi serat adalah sayuran, buah-buahan, dan kacang-kacangan.
20
Pertanyaan ke-3 tentang manfaat mengonsumsi sayur dan buah dapat dijawab
dengan benar oleh contoh GIZ (95.0%) lebih banyak dibanding contoh MNH
(35.0%). Sebanyak 65.0% contoh dapat menjawab pertanyaan dengan benar.
Menurut Kusharto (2006), manfaat mengonsumsi buah dan sayur adalah dapat
mencegah berbagai macam penyakit diantaranya, jantung koroner, hipertensi,
stroke, dan diabetes mellitus.
Pertanyaan ke-4 tentang frekuensi makan buah dan sayur, sebanyak 95.0%
contoh GIZ mampu menjawab pertanyaan dengan benar lebih banyak dibanding
contoh MNH (7.5%). Perbandingan keduanya cukup jauh karena mayoritas contoh
MNH tidak mengetahui frekuensi makan buah dan sayur yang dianjurkan setiap
hari. Menurut Riskesdas (2013), konsumsi sayur dan buah dikatakan cukup apabila
dikonsumsi minimal 5 porsi per hari selama 7 hari dalam seminggu.
Pertanyaan ke-5 tentang frekuensi olahraga yang baik dalam seminggu,
sebanyak 22.0% (GIZ) dapat menjawab pertanyaan dengan benar lebih banyak
dibanding contoh MNH (15.0%). Hasil presentase yang menjawab pertanyaan
dengan benar untuk pertanyaan ini sedikit. Hal ini disebabkan karena banyak
diantara kedua contoh yang tidak mengetahui anjuran lama olahraga yang baik.
Contoh GIZ seharusnya dapat menjawab soal ini karena informasi mengenai lama
olahraga yang baik telah didapatkan pada mata kuliah Gizi Olahraga. Menurut
Werner dan Sharon (2005), standar aktivitas fisik untuk dapat mencapai kesehatan
khususnya aktivitas sedang adalah 30 menit selama 5-6 kali per minggu.
Pertanyaan ke-6 sampai dengan ke-25 merupakan pertanyaan tentang
pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif. Pertanyaan ke-6 mengenai
pengertian penyakit degeneratif yang mampu dijawab oleh 92.5% (GIZ) lebih
banyak dibanding contoh MNH (55.0%). Contoh GIZ mengetahui pertanyaan ini
karena telah mendapatkan informasi pada mata kuliah patofisiologi, sedangkan
contoh MNH kebanyakan mengetahui informasi ini dari media massa. Menurut
Handajani et al. (2010), penyakit degeneratif merupakan penyakit tidak menular
yang muncul akibat proses kemunduran fungsi tubuh, dimana terjadi perubahan dari
keadaan normal menjadi lebih buruk.
Pertanyaan ke-7 tentang macam-macam penyakit degeneratif, sebanyak
97.5% contoh GIZ mampu menjawab pertanyaan dengan benar lebih banyak
dibanding contoh MNH (42.5%). Contoh GIZ mengetahui pertanyaan ini karena
telah mendapatkan informasi pada mata kuliah patofisiologi, sedangkan contoh
MNH hanya sebagian kecil mengetahui dari orang tua dan media massa. Menurut
Handajani et al. (2010), macam-macam penyakit degeneratif diantaranya adalah
diabetes, jantung koroner, hipertensi, kanker dan lain-lain.
Pertanyaan ke-8 tentang apakah keturunan merupakan salah satu faktor risiko
penyakit degeneratif, sebanyak 77.5% (GIZ) menjawab pertanyaan dengan benar
dan hanya 10.0% (MNH) yang menjawab benar. Contoh GIZ mengetahui
pertanyaan ini karena telah mendapatkan informasi pada mata kuliah patofisiologi,
sedangkan contoh MNH hanya sebagian kecil mengetahui dari media massa.
Menurut Khasanah (2012), keturunan berperan cukup besar pada penyakit
degeneratif. Banyak penelitian menunjukkan bahwa orang yang memiliki sejarah
keluarga dengan diabetes, memiliki tingkat risiko lebih tinggi terkena diabetes.
21
Menurut Nelms et al. (2010), makanan yang mengandung tinggi natrium adalah
daging panggang, keju kemasan, dan jus tomat kaleng.
Pertanyaan ke-21 tentang penyakit yang disebabkan oleh terlalu banyak
mengonsumsi jeroan, sebanyak 92.5% (GIZ) mampu menjawab pertanyaan dengan
benar lebih banyak dibanding contoh MNH (30.0%). Secara keseluruhan lebih dari
60.0% kedua contoh mampu menjawab pertanyaan ini dengan benar. Contoh GIZ
mendapatkan informasi ini pada mata kuliah patofisiologi, sedangkan MNH
sebagian kecil mengetahui dari media massa. Menurut Khasanah (2012),
mengonsumsi jeroan binatang dalam jumlah yang banyak dan waktu yang lama
dapat menyebabkan penyakit jantung koroner dan kanker (terutama kanker kolon).
Pertanyaan ke-22 tentang makanan yang dapat memicu penyakit diabetes
mellitus dan hipertensi, sebanyak 77.5% (GIZ) mampu menjawab pertanyaan
dengan benar lebih banyak dibanding contoh MNH (32.5%). Secara keseluruhan
lebih dari 50.0% kedua contoh mampu menjawab pertanyaan ini dengan benar.
Contoh GIZ mendapatkan informasi ini pada mata kuliah patofisiologi, sedangkan
MNH sebagian kecil mengetahui dari orang tua dan media massa. Menurut Nuryati
(2009), konsumsi makanan penghasil kalori (makanan/ minuman manis) dalam
jumlah besar berpotensi menimbulkan obesitas. Obesitas ini merupakan faktor
risiko terjadinya penyakit diabetes mellitus dan hipertensi. Menurut Khasanah
(2012), makanan asin dan awetan mengandung kadar natrium tinggi yang
berpotensi menyebabkan hipertensi.
Pertanyaan ke-23 tentang batas maksimal pengulangan dalam menggoreng
bahan makanan agar tidak menimbulkan zat karsinogenik (penyebab kanker),
sebanyak 47.5% (GIZ) mampu menjawab pertanyaan dengan benar lebih banyak
dibanding contoh MNH (12.5%). Secara keseluruhan kurang dari 50.0% kedua
contoh yang mampu menjawab pertanyaan ini dengan benar karena banyak contoh
yang tidak mengetahui informasi ini. Menurut Khomsan (2004), penggunaan
minyak goreng yang berulang-ulang (lebih dari 4 kali) dalam proses menggoreng
menimbulkan zat karsinogenik (zat pemicu timbulnya kanker).
Pertanyaan ke-24 tentang kebiasaan konsumsi makanan pemicu kanker,
sebanyak 35.0% (GIZ) mampu menjawab pertanyaan dengan benar lebih banyak
dibanding contoh MNH (15.0%). Secara keseluruhan kurang dari 50.0% kedua
contoh mampu menjawab pertanyaan ini dengan benar karena banyak contoh yang
tidak mengetahui informasi ini. Menurut Sharon et al. (2008), kebiasan konsumsi
daging merah, makanan dengan natrium tinggi, suplemen beta karoten, dan diet
tinggi kalsium (> 1500 per hari) akan memicu timbulnya penyakit kanker. Asupan
kalsium yang berlebih berkaitan erat dengan meningkatnya risiko kanker prostat.
Peningkatan kalsium membuat penurunan regulasi 1.25(OH)2 vitamin D dan
terjadilah proliferasi sel kanker prostat. Karena adanya inisiator yang menyebabkan
promotor untuk membuat kanker tumbuh progresif.
Pertanyaan ke-25 tentang sumbangan gizi terbesar dalam soft drink, sebanyak
57.5% (GIZ) mampu menjawab pertanyaan dengan benar lebih banyak dibanding
contoh MNH (27.5%). Secara keseluruhan kurang dari 50.0% kedua contoh mampu
menjawab pertanyaan ini dengan benar karena banyak contoh yang tidak
mengetahui informasi ini. Menurut Raviany (2011), soft drink adalah minuman
24
berkarbonasi yang diberi tambahan bahan perasa dan pemanis seperti gula, yang
menyumbang tinggi energi.
Sebagian besar contoh GIZ dan MNH mampu menjawab pertanyaan nomor
17 dan 18 dengan benar lebih banyak diantara pertanyaan yang lain. Informasi
nomor 17 dan 18 yang diperoleh contoh GIZ berasal dari mata kuliah patofisiologi
yang telah diberikan, sedangkan contoh MNH diperoleh dari teman dan media
massa.
Sumber Informasi
Menurut Khomsan (2009), seseorang dapat memperoleh pengetahuan gizi
melalui berbagai sumber seperti, buku-buku pustaka, televisi, radio, majalah, surat
kabar, dan orang lain (suami, teman, tetangga, ahli gizi, dokter, dan lain-lain).
Sebaran contoh berdasarkan sumber informasi dapat dilihat pada Tabel 14.
Berdasarkan Tabel 15, melalui uji beda Mann Whitney diketahui bahwa
pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif antara contoh GIZ dan MNH
menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0.05). Hal ini dapat dilihat dari
pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif dengan kategori baik pada contoh
GIZ (47.5%) dan MNH (0.0%), sedangkan untuk kategori pengetahuan yang
kurang contoh GIZ (7.5%) dan MNH (85.0%). Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa contoh GIZ memiliki pengetahuan gizi terkait penyakit
degeneratif lebih baik dibandingkan dengan contoh MNH.
Pola Konsumsi
Konsumsi Jeroan
Jeroan seperti usus, hati, ampela, babat, otak, dan paru, banyak mengandung
lemak jenuh (saturated fatty acid/ SFA). Kandungan kolesterol pada jeroan 4-15
kali lebih tinggi dibandingkan pada daging. Asam lemak jenuh cenderung
meningkatkan kolesterol darah, 25%-50% lemak yang berasal dari hewani dan
produknya merupakan asam lemak jenuh. Setiap peningkatan 1% energi dari asam
lemak jenuh, diperkirakan akan meningkatkan 2.7 mg/dl kolesterol darah, tetapi hal
ini tidak terjadi pada semua orang. Kelebihan lemak jenuh akan menyebabkan
peningkatan kadar LDL kolesterol (Almatsier 2013). Menurut Khasanah (2012),
mengonsumsi jeroan binatang dalam jumlah banyak dan waktu lama, dapat
menyebabkan penyakit jantung koroner dan kanker (terutama kanker usus besar).
Sebanyak 47.5% (GIZ) dan 40.0% (MNH) mengonsumsi jeroan <3
kali/minggu, hanya 5.0% contoh MNH yang mengonsumsi jeroan ≥7 kali/minggu.
Rata-rata frekuensi konsumsi jeroan pada contoh MNH (2.1 ± 3.7) kali/minggu
lebih tinggi dibanding contoh GIZ (0.9 ± 1.3) kali/minggu. Menurut Riskesdas
(2013), konsumsi makanan jeroan dikatakan sering apabila dikonsumsi ≥1 kali/hari.
Sebagian besar contoh (58.75%) mengonsumsi jeroan dengan kategori jarang. Hasil
uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p ≥0.05)
antara frekuensi konsumsi jeroan pada kedua contoh. Sebaran contoh berdasarkan
frekuensi konsumsi jeroan dapat dilihat pada Tabel 18.
Rata-rata konsumsi jeroan contoh MNH (77.9 ± 135.9) g/minggu lebih tinggi
dibanding contoh GIZ (37.6 ± 61.1) g/minggu. Hasil uji beda Mann Whitney
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p=0.179) antara kedua contoh
berdasarkan jumlah konsumsi jeroan.
Berikut ini merupakan data tentang kebiasaan contoh dalam mengonsumsi
jeroan. Jenis jeroan yang paling banyak dikonsumsi pada contoh GIZ adalah ampela
(42.5%) dengan rata-rata frekuensi (1.0 kali/minggu), sedangkan jenis jeroan yang
paling banyak dikonsumsi oleh contoh MNH adalah hati (50.0%) dengan rata-rata
frekuensi (1.5 kali/minggu). Jenis jeroan yang paling sedikit dikonsumsi adalah
usus pada contoh GIZ (17.5%) dan MNH (22.5%) dengan rata-rata frekuensi
konsumsi contoh MNH (1.3 kali/minggu) lebih tinggi dibanding GIZ (0.5
kali/minggu). Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan mengonsumsi jeroan dapat
dilihat pada Tabel 19.
28
Berdasarkan Tabel 21, jenis makanan manis yang paling banyak dikonsumsi
pada contoh GIZ (77.5%) dengan rata-rata frekuensi konsumsi (1.3 kali/minggu)
dan MNH (82.5%) dengan rata-rata frekuensi konsumsi (1.6 kali/minggu) adalah
coklat. Jenis makanan manis yang paling sedikit dikonsumsi oleh contoh GIZ
(12.5%) dan MNH (25.0%) adalah dodol, dengan rata-rata frekuensi konsumsi
MNH (0.4 kali/minggu) lebih tinggi dibanding GIZ (0.05 kali/minggu).
contoh GIZ tidak pernah mengonsumsi makanan asin dan awetan. Rata-rata
frekuensi konsumsi makanan asin dan awetan pada contoh MNH (7.9±2.2)
kali/minggu lebih tinggi dibanding contoh GIZ (5.9±3.2) kali/minggu. Menurut
Riskesdas (2013), konsumsi makanan asin dan awetan dikatakan sering apabila
dikonsumsi ≥1 kali/hari. Sebagian besar contoh (75.0%) mengonsumsi makanan
asin dan awetan dengan kategori sering. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan
terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara kedua contoh berdasarkan frekuensi
konsumsi makanan asin dan awetan. Montazerifar et al. (2012) dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa remaja memiliki kebiasaan dalam mengonsumsi makanan asin
yang tinggi. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi makanan asin dan
awetan dapat dilihat pada Tabel 22.
Rata-rata konsumsi makanan asin dan awetan pada contoh MNH (13.8 ±
22.1) g/minggu lebih tinggi dibanding contoh GIZ (12.8 ± 22.9) g/minggu. Hasil
uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata
(p=0.930) antara kedua contoh berdasarkan jumlah konsumsi makanan asin dan
awetan. Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan mengonsumsi makanan asin dan
awetan dapat dilihat pada Tabel 23.
oleh contoh GIZ (50.0%) dan MNH (32.5%) adalah snack asin, dengan rata-rata
frekuensi konsumsi MNH (2.6 kali/minggu) lebih tinggi dibanding GIZ (1.0
kali/minggu). Jenis makanan asin dan awetan yang paling sedikit dikonsumsi pada
contoh GIZ adalah dendeng (12.0%) dengan rata-rata konsumsi (0.4 kali/minggu),
sedangkan pada contoh MNH adalah corned beef (5.0%) dengan rata-rata konsumsi
(2.5 kali/minggu).
Berdasarkan Tabel 25, dapat dilihat bahwa jumlah yang mengonsumsi sayur
pada kategori kurang, MNH (97.5%) lebih banyak dibanding GIZ (90.0%), hanya
10.0% (GIZ) dan 2.5% (MNH) yang mengkonsumsi sayur dengan kategori cukup.
Secara keseluruhan, jumlah konsumsi sayur pada kedua contoh masih berada pada
kategori kurang (93.75%). Hoppu et al. (2010) menyatakan bahwa, remaja
memiliki kebiasaan dalam memilih makanan, termasuk rendahnya konsumsi sayur.
Hasil uji Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05)
antara kedua contoh berdasarkan kategori konsumsi sayur.
Berikut ini merupakan data kebiasaan contoh dalam mengonsumsi sayur.
Jenis sayuran yang paling banyak dikonsumsi pada contoh GIZ adalah wortel
(87.5%) dengan rata-rata frekuensi konsumsi (3.2 kali/minggu), sedangkan pada
contoh MNH adalah kangkung (90.0%) dengan rata-rata frekuensi konsumsi (2.3
kali/minggu). Jenis sayuran yang paling sedikit dikonsumsi contoh GIZ (40.0%)
dan MNH (30.0%) adalah labu siam, dengan rata-rata frekuensi konsumsi GIZ (1.0
kali/minggu) dan contoh MNH (1.1 kali/minggu). Sebaran contoh berdasarkan
kebiasaan mengonsumsi sayur dapat dilihat pada Tabel 26.
seminggu. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang
nyata (p ≥0.05) antara kedua contoh berdasarkan frekuensi konsumsi buah. Sebaran
contoh berdasarkan frekuensi konsumsi buah dapat dilihat Tabel 27.
Berdasarkan Tabel 28, dapat dilihat bahwa jumlah yang mengonsumsi buah
pada kategori kurang, MNH (75.0%) lebih banyak dibanding GIZ (57.5%), hanya
42.5% GIZ dan 25.0% MNH yang mengkonsumsi buah dengan kategori cukup.
Secara keseluruhan, jumlah konsumsi buah pada kedua contoh masih berada pada
kategori kurang (66.2%). Hoppu et al. (2010) menyatakan bahwa, remaja memiliki
kebiasaan dalam memilih makanan, termasuk rendahnya konsumsi buah. Hasil uji
Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara kedua
contoh berdasarkan kategori konsumsi buah.
Berikut ini merupakan data tentang kebiasaan contoh dalam mengonsumsi
buah. Jenis buah-buahan yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh GIZ (82.5%)
dan MNH (72.5%) adalah pisang, dengan rata-rata frekuensi konsumsi GIZ (2.3
kali/minggu) lebih tinggi dibandingkan dengan MNH (1.7 kali/minggu). Jenis
buah-buahan yang paling sedikit dikonsumsi contoh GIZ adalah alpukat (40.0%)
dengan rata-rata frekuensi (1.3 kali/minggu), sedangkan contoh MNH adalah
mangga (40.0%) dengan rata-rata frekuensi (1.2 kali/minggu). Sebaran contoh
berdasarkan kebiasaan mengonsumsi buah dapat dilihat pada Tabel 29.
34
beda Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p=0.847)
antara kedua contoh berdasarkan jumlah konsumsi fast food.
Berikut ini merupakan data tentang kebiasaan contoh dalam mengonsumsi
fast food. Jenis fast food yang paling banyak dikonsumsi oleh kedua contoh adalah
mie instan (95.0%) dengan rata-rata frekuensi konsumsi contoh MNH (2.2
kali/minggu) lebih tinggi dibandingkan dengan GIZ (1.7 kali/minggu). Jenis fast
food yang paling sedikit dikonsumsi contoh GIZ adalah Hamburger (25.0%)
dengan rata-rata frekuensi konsumsi (0.3 kali/minggu), sedangkan pada contoh
MNH adalah Pizza (10.0%) dengan rata-rata frekuensi konsumsi (0.5 kali/minggu).
Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan mengonsumsi fast food dapat dilihat pada
Tabel 31.
seseorang yang mengonsumsi soft drink 1 porsi atau lebih per hari dapat
menyebabkan penyakit diabetes mellitus dibanding mereka yang hanya
mengonsumsi soft drink 1 porsi per bulan. Hasil uji beda Mann Whitney
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p ≥0.05) antara kedua contoh
berdasarkan frekuensi konsumsi soft drink. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi
konsumsi soft drink dapat dilihat pada Tabel 32.
Rata-rata konsumsi soft drink pada contoh MNH (765.6 ± 801.9) ml/minggu
lebih tinggi dibanding contoh GIZ (490.5 ± 697.5) ml/minggu. Hasil uji beda Mann
Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p=0.112) antara
kedua contoh berdasarkan jumlah konsumsi soft drink. Sebaran contoh berdasarkan
kebiasaan mengonsumsi soft drink dapat dilihat pada Tabel 33.
Berdasarkan Tabel 33, jenis soft drink yang paling banyak dikonsumsi oleh
contoh GIZ (80.0%) dan MNH (72.5%) adalah teh kemasan, dengan rata-rata
frekuensi konsumsi MNH (3.1 kali/minggu) lebih tinggi dibanding GIZ (2.0
kali/minggu). Jenis soft drink yang paling sedikit dikonsumsi contoh GIZ adalah
fanta (17.5%) dengan rata-rata konsumsi (0.3 kali/minggu), sedangkan pada contoh
MNH adalah fanta dan sprite (17.5%) dengan rata-rata konsumsi secara berturut-
turut (0.8 kali/minggu) dan (0.6 kali/minggu).
dieliminir dari tubuh pada enam jam pertama. Kafein dapat menyebabkan
ketergantungan jika dikonsumsi empat cangkir atau lebih per hari. Gejalanya mulai
dari sakit kepala, lemah/ lesu, nyeri otot (pegal-pegal). Kafein juga bisa berakibat
fatal jika dikonsumsi dengan dosis yang ekstrim (over dosis) (Nuryati 2009).
Penelitian kohort yang dilakukan oleh Uiterwaal et al. (2007) menunjukkan
bahwa, seseorang yang tidak mengonsumsi kopi memiliki risiko rendah terkena
hipertensi daripada orang yang mengonsumsi >0-3 gls/hari. Namun, pada wanita
yang mengonsumsi >0-6 gls/hari memiliki risiko lebih rendah dari pada wanita
yang mengonsumsi >0-3 gls/hari. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi
minuman berkafein dapat dilihat pada Tabel 34.
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan pergerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka,
dimana terjadi adanya penggunaan energi atau pengeluaran energi dalam tubuh dan
memberikan efek menyehatkan. Oleh karena itu, berkurangnya aktivitas fisik akibat
dari kehidupan yang semakin modern dengan kemajuan teknologi akan
menimbulkan obesitas, penyakit jantung, diabetes, kanker kolon, dan hipertensi
(Werner & Sharon 2005). Aktivitas fisik dibedakan menjadi tiga macam, yaitu
aktivitas berat, aktivitas sedang, dan aktivitas ringan. Aktivitas berat adalah
kegiatan yang secara terus-menerus dengan melakukan kegiatan fisik minimal 10
menit sampai meningkatnya denyut nadi dan napas lebih cepat dari biasanya selama
tiga hari dalam satu minggu. Aktifitas fisik sedang apabila melakukan kegiatan fisik
sedang minimal lima hari atau lebih dengan total lamanya beraktivitas 150 menit
dalam satu minggu. Selain dari dua kondisi tersebut termasuk dalam aktivitas fisik
ringan. Seperti halnya dijelaskan oleh Werner & Sharon (2005) dalam bukunya
bahwa, standar aktivitas fisik untuk dapat mencapai kesehatan khususnya aktivitas
fisik sedang adalah 30 menit selama 5-6 kali per minggu.
Berdasarkan Tabel 36, rata-rata kegiatan tidur meningkat di hari libur pada
contoh GIZ (2.0 jam) dan MNH (1.0 jam). Pada hari kuliah biasanya kedua contoh
tidur malam pada pukul 22.00 WIB dan bangun pada pukul 05.00 WIB. Pada hari
libur biasanya contoh tidur malam pukul 23.00 atau 23.30 WIB dan bangun pada
pukul 05.00 WIB untuk beribadah, kemudian tidur lagi hingga pukul 08.00 atau
09.00 WIB. Setelah itu, pada siang hari di hari libur juga tidur siang selama 2-3
jam. Rata-rata kegiatan ringan pada contoh GIZ (15.2 jam/hari) di hari kuliah lebih
lama dibanding contoh MNH (14.1 jam/hari) dan sebaliknya untuk hari libur,
contoh MNH (12.1 jam/hari) lebih lama dibanding GIZ (11.5 jam/hari). Alokasi
kegiatan ringan lebih lama di hari kuliah dibanding hari libur pada kedua contoh.
Hal ini karena pada saat kuliah, contoh GIZ maupun MNH lebih banyak duduk
memperhatikan mata kuliah dari pada hari libur yang waktunya sering dipakai
untuk tidur.
Kegiatan sedang di hari libur maupun di hari kuliah pada contoh MNH lebih
lama dibanding contoh GIZ. Rata-rata kegiatan sedang pada hari libur meningkat
pada contoh GIZ (1.2 jam/hari) lebih lama dibanding contoh MNH (0.9 jam/hari).
Pada hari libur alokasi waktu untuk kegiatan sedang seperti mengerjakan pekerjaan
rumah tangga lebih lama dibanding hari kuliah. Kegiatan berat pada hari libur baik
contoh GIZ maupun MNH lebih lama dibanding hari kuliah. Rata-rata kegiatan
berat pada hari libur meningkat pada contoh GIZ (0.5 jam/hari) dan contoh MNH
(0.1 jam/hari). Kegiatan berat yang dilakukan oleh contoh GIZ adalah jogging,
aerobik, dan bersepeda, sedangkan contoh MNH adalah badminton, aerobik,
jogging, dan sepak bola.
Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur seperti olahraga dapat
menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah dan melatih otot
jantung sehingga menjadi terbiasa bila jantung mendapat pekerjaan yang lebih berat
karena ada kondisi tertentu. Olahraga yang teratur juga merangsang pelepasan
endorfin (morfin endogen) yang menimbulkan euphoria dan relaksasi otot sehingga
tekanan darah tidak meningkat (Sihombing 2010). Selain mencegah terjadinya
hipertensi, aktivitas fisik yang teratur juga dapat menjaga daya tahan dan kebugaran
tubuh serta mencegah penyakit kardiovaskular (Kemenkes 2011).
Hipertensi
merubah gaya hidup seperti pola konsumsi menjadi lebih baik. Hal ini didukung
oleh Hoppu et al. (2010) yang menyatakan bahwa, faktanya pengetahuan tentang
diet saja tidak cukup untuk mengadopsi kebiasaan makan yang baik.
buah (p=0.007; r=0.299), dan minuman berkafein (p=0.036; r=-0.235). Hal ini
dapat diartikan bahwa semakin tinggi pengetahuan, frekuensi konsumsi sayur dan
buah semakin tinggi serta konsumsi makanan asin awetan dan minuman berkafein
semakin rendah. Menurut Grosso et al. (2012), pengetahuan gizi yang tinggi
berhubungan signifikan dengan tingginya konsumsi sayur dan buah. Dauchet et al.
(2007) menyatakan bahwa, tingginya konsumsi buah dan sayur berhubungan
dengan penurunan prevalensi hipertensi. Menurut Uiterwaal et al. (2007)
menunjukkan bahwa, seseorang yang tidak mengkonsumsi kopi memiliki risiko
rendah terkena hipertensi daripada orang yang mengonsumsi >0-3 gls/hari.
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi terkait
penyakit degeneratif dengan aktivitas fisik (p=0.165;r=-0.157). Hal ini dapat
diartikan bahwa semakin tinggi pengetahuan contoh maka aktivitas fisiknya
semakin rendah. Sejalan dengan penelitian Zulaika (2011), yang menemukan
hubungan tidak signifikan antara pengetahuan gizi dengan aktivitas fisik. Tidak ada
hubungan yang signifikan pada penelitian ini diduga karena aktivitas fisik kedua
contoh relatif sama. Berbeda dengan penelitian Grosso et al. (2012) yang
menyatakan bahwa, seseorang yang memiliki pengetahuan gizi tinggi tidak
mungkin menghabiskan waktunya lebih dari 3 jam untuk kegiatan sedentari setiap
harinya. Jamner et al. (2004) dalam penelitiannya menyebutkan, intervensi berbasis
sekolah yang bertujuan meningkatkan aktivitas remaja dengan kebiasaan sedentari
berhubungan signifikan dengan aktivitas fisik rendah, sedang, dan tinggi, dimana
ntervensi tersebut dapat meningkatkan aktivitas fisik remaja.
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Aisyiyah FN. 2009. Faktor risiko hipertensi pada empat kabupaten/ kota dengan
prevalensi hipertensi tertinggi di Jawa dan Sumatera [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Almatsier S. 2013. Prinsip Dasar Ilmu Gizi Edisi 9. Jakarta (ID): PT. Gedia Pustaka
Utama.
Atmarita, FTS. 2004. Analisis situasi gizi dan kesehatan masyarakat. Di dalam:
Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta (ID): LIPI.
Awosan KJ, Ibrahim MTO, Essien E, Yusuf AA, Okolo AC. 2014. Dietary pattern,
lifestyle, nutrition status, and prevalensi of hypertension among traders in
46
Belgium Flanders and the Veneto Region of italy. Journal of Public Health.
20(3):312-317.doi:10.1093/eurpub/ckp150.
Weinberg BA and Bealer BK. 2002. The Miracle of Caffeine: Manfaat Tak Terduga
Kafein Berdasarkan Penelitian Paling Mutakhir. Warastuti, penerjemah;
Ekawati RS dan Aini N, editor. Bandung (ID): PT. Mizan Publika.
Terjemahan dari: The Caffeine Advantage.
Werner WKH and Sharon AH. 2005. Life Time Physical Fitness and Wellness a
Personalized Prog. America (US): Thomson Learning.
[WHO] World Health Organization. 2003. WHO Fruit and vegetable promotion
initiative-report of the meeting. Geneva, 25-27 August 2003. Geneva,
Switzerland (EU): World Health Organization.
. 2008. Intervention Diet and Physical Activity:
What Works.
. 2011. Noncommunicable Disease Country
Profile. Geneva, Switzerland (EU): World Health Organization.
Wilson ED, Anthony DO, Louise H, David C, Timothy D. 2009. Influences on
consumption of soft drinks and fast foods in adolescents. Asia Pasific Journal
Clinical Nutrition. 18(3):447-452.
Wulansari ND. 2009. Konsumsi serta preferensi buah dan sayur pada remaja SMA
dengan status sosial ekonomi yang berbeda di Bogor [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Zulaika. 2011. Konsumsi serat dan fast food serta aktivitas fisik orang dewasa yang
berstatus gizi obes dan normal [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
50
51
LAMPIRAN
52
53
RIWAYAT HIDUP