Temu Salmawati
ii
79%, berarti kurang lebih 20% makanan yang tidak termakan. Pada umumnya
tingkat kecukupan energi ada pada kategori normal dan tingkat kecukupan protein
ada pada kategori defisit berat. Tingkat ketersediaan energi berdasarkan kecukupan
energi sebagian besar contoh (89,2%) berada pada kategori normal. Tingkat
ketersediaan protein terhadap kecukupan protein sebagian besar contoh berada
pada kategori defisit berat yaitu sebesar 73%.
Secara keseluruhan status gizi penderita skizofrenia yang diteliti umumnya
berada pada kategori (24% kurus, 68% normal, 8% gemuk). Faktor-faktor yang
mempengaruhi status gizi contoh antara lain tingkat kecukupan energi, protein,
vitamin B1, vitamin C, keadaan kesehatan dan lama dirawat. Hasil pengujian statistik
analisis regresi linier berganda menunjukkan nilai adjusted R square sebesar 0,654,
ini berarti bahwa besarnya pengaruh dari keenam variabel tersebut terhadap
variabel status gizi adalah sebesar 65,4%, sisanya 34,6% dipengaruhi oleh faktor
lain yang tidak dianalisis dalam penelitian ini. Dari keenam variabel yang
mempengaruhi status gizi ternyata variabel yang paling berpengaruh adalah tingkat
kecukupan vitamin B1 (p<0,00) namun pengaruhnya bersifat negatif terhadap status
gizi. Hal ini diduga karena hampir 75% sumber energi berasal dari karbohidrat,
sementara ketersediaan vitamin B1 kurang dari kebutuhan sehingga karbohidrat
tidak bisa dirubah menjadi energi.
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Temu Salmawati
A54103302
PENYELENGGARAAN MAKANAN, TINGKAT KECUKUPAN
DAN STATUS GIZI PENDERITA SKIZOFRENIA
DI RUMAH SAKIT Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Program Studi Gizi Masyarakat Dan Sumberdaya Keluarga
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Temu Salmawati
A54103302
Menyetujui :
Mengetahui :
Dekan Fakultas Pertanian
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Halaman
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Struktur organisasi Instalasi Gizi ...................................... 61
2. Denah Instalasi Gizi........................................................... 62
3. Daftar Menu 10 Hari Penderita Kelas III ........................... 63
4. Sebaran contoh berdasarkan indeks massa tubuh ……… 64
5. Sebaran contoh berdasarkan kebutuhan, konsumsi dan 65
tingkat kecukupan zat gizi ….……………………………..
x
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang memegang
peranan penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Fungsi dari
rumah sakit memberikan pelayanan yang sempurna, baik pencegahan maupun
pengobatan penyakit. Dalam UU No. 23/1992 tentang kesehatan disebutkan
berbagai sarana atau tempat untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang
menangani khusus satu macam penyakit adalah Rumah Sakit Khusus,
diantaranya adalah Rumah Sakit Jiwa (Depkes 1991-1992).
Salah satu upaya pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Khusus seperti
Rumah Sakit Jiwa adalah pelayanan gizi yang dalam pelaksanaannya
berintegrasi dengan pelayanan kesehatan lain yang ada di rumah sakit.
Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan faktor penunjang dalam rangka
meningkatkan status gizi pasien (Depkes 1990). Saat ini pelayanan gizi mulai
dijadikan tolok ukur mutu pelayanan di rumah sakit karena makanan merupakan
kebutuhan dasar manusia dan sangat dipercaya menjadi faktor pencegah dan
membantu penyembuhan suatu penyakit.
Ruang lingkup kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit dibagi atas empat
kegiatan pokok yaitu :1) Asuhan gizi pasien rawat jalan 2) Asuhan gizi pasien
rawat inap 3) Penyelenggaraan makanan 4) Penelitian dan pengembangan gizi
(Depkes 2003a). Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) merupakan pelayanan
yang diberikan di rumah sakit bagi penderita rawat jalan dan penderita rawat
inap, untuk memperoleh makanan yang sesuai guna mencapai syarat gizi yang
maksimal. Bentuk pelayanan gizi di rumah sakit tergantung pada tipe rumah sakit
dan macam pelayanan spesialistik yang diberikan di rumah sakit tersebut
(Moehyi 1995). Bentuk pelayanan gizi yang paling umum terdapat di rumah sakit
adalah penyelenggaraan makanan bagi penderita yang dirawat di ruang rawat
inap di rumah sakit.
Pelayanan gizi yang diberikan di rumah sakit disesuaikan dengan
keadaan penderita dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status
metabolisme tubuhnya. Keadaan gizi penderita sangat berpengaruh pada proses
penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat
berpengaruh terhadap keadaan gizi penderita. Sering terjadi kondisi
klien/penderita semakin buruk karena tidak diperhatikan keadaan gizinya. Hal ini
diakibatkan karena tidak tercukupinya kebutuhan zat gizi tubuh untuk perbaikan
2
organ tubuh. Laporan dari berbagai survei di rumah sakit membuktikan kejadian
hospital malnutrition dengan asuhan gizi yang tidak tepat sebagai faktor resiko
(Prosiding ASDI 2005).
Menurut Suharjo (1989) mengkonsumsi pangan berarti juga
mengkonsumsi zat gizinya. Salah satu faktor penyebab terjadinya kurang gizi
adalah kurangnya intake zat gizi essensial karena makanan yang dikonsumsi
tidak cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya. Bila keadaan ini terjadi pada
penderita yang dirawat di rumah sakit, selain akan menurunkan status gizi
penderita, juga akan memperpanjang hari rawat dan meningkatkan biaya
perawatan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunita Almatsier dibeberapa
rumah sakit umum di Jakarta tahun 1991 menunjukkan 20 – 60% penderita
menderita kurang gizi pada saat dirawat di rumah sakit. Berbagai faktor
penyebab kurang gizi pada pasien yang dirawat, diantaranya adalah asupan zat
gizi yang kurang karena kondisi pasien, hilangnya nafsu makan, faktor ekonomi,
defresi (faktor stress), kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan lama
dirawat yang dapat menimbulkan kebosanan terhadap makanan yang disajikan.
Untuk mencegah dan mempertahanankan keadaan gizi perlu adanya perhatian
serta monitoring status gizi dan asupan makanan oleh tim kesehatan.
Untuk menghindari terjadinya masalah gizi kurang pada penderita di
rumah sakit maka perlu dilakukan penyelenggaraan makanan yang memenuhi
syarat gizi dan kesehatan bagi penderita yang dirawat. Tujuan penyelenggaraan
makanan di rumah sakit adalah untuk menyediakan makanan yang kualitasnya
baik dan jumlahnya sesuai dengan kebutuhan serta pelayanan yang layak dan
memadai bagi klien atau konsumen yang membutuhkan. Makanan yang
disediakan harus memenuhi standar dan kecukupan yang dianjurkan. Khusus
untuk penderita jiwa yang mengalami gangguan mental, disamping memenuhi
syarat-syarat gizi seperti standar diet, cita rasa, penampilan yang perlu
diperhatikan juga adalah makanan harus aman untuk dikonsumsi misalnya tidak
berduri dan bertulang. Selain itu jenis dan bentuk peralatan makanpun harus
dipertimbangkan yaitu tidak beresiko dalam hal ini dapat digunakan untuk
menyakiti diri sendiri atau orang lain, misalnya terbuat dari melamin atau plastik
dan mudah untuk digunakan (Depkes 1990).
Penyajian makanan untuk penderita dirumah sakit sangat kompleks, hal
ini disebabkan karena kondisi fisik dan mental menurun akibat penyakit yang
dideritanya. Khusus di rumah sakit jiwa, disamping terapi medis penderita jiwa
3
juga membutuhkan terapi diet dengan tinggi kalori tinggi protein, tinggi vitamin C
dan asupan makanan yang adekuat. Karena faktor stress yang tinggi serta
kondisi yang kronis sehingga dapat menyebabkan hari perawatannya relatif lebih
lama. Reaksi dari obat-obatan psikotropik juga mempunyai berbagai pengaruh
terhadap nafsu makan, fungsi pencernaan, absorbsi serta metabolisme zat-zat
gizi. Selama dalam perawatan terjadi interaksi antara obat dan makanan yang
diberikan (Styonegoro 1984).
Skizoprenia merupakan gangguan jiwa berat yang biasanya dimulai
sebelum usia 25 tahun, ciri khas dari gangguan ini adalah halusinasi waham,
pikiran dan gangguan perilaku. Cara makan dan nafsu makan penderita
gangguan jiwa sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi. Suatu saat makan
seperti biasa dan pada saat lain tidak mau makan yang dapat berlangsung dalam
waktu yang cukup lama. Keadaan ini berpengaruhi terhadap konsumsi makan
dan tingkat konsumsinya yang pada akhirnya menyebabkan status gizinya
terganggu. Berdasarkan alasan-alasan di atas maka perlu dilakukan
penelitian tentang penyelenggaraan makanan dan tingkat konsumsi makanan
penderita skizofrenia di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
Tujuan
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penyelenggaraan makanan,
tingkat kecukupan dan status gizi penderita skizofrenia rawat inap di RSMM
Bogor.
Tujuan Khusus.
1. Mempelajari proses kegiatan penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi
di RSMM Bogor mulai dari perencaan menu sampai dengan evaluasi.
2. Mempelajari tingkat ketersediaan, konsumsi dan kebutuhan energi,
protein, vitamin B1 (Thiamin) dan vitamin C contoh pada setiap menu
yang di sajikan selama sepuluh hari.
3. Mempelajari tingkat kecukupan energi dan protein.
4. Mengetahui status gizi penderita skizofrenia rawat inap dan faktor-faktor
yang mempengaruhi status gizi.
4
Kegunaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
gambaran tentang penyelenggaraan makanan, tingkat kecukupan dan status gizi
penderita skizofrenia yang dirawat di RSMM Bogor. Selain itu diharapkan hasil
penelitian ini dapat memberikan masukan dalam usaha untuk perbaikan dan
peningkatan pelayanan makanan di rumah sakit.
TINJAUAN PUSTAKA
Penyelenggaraan Makanan
Penyelenggaraan makanan merupakan salah satu dari empat kegiatan
pokok yang ada di rumah sakit. Penyelenggaraan makanan merupakan suatu
rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian
makanan kapada konsumen, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang
optimal melalui pemberian diet yang tepat, dan termasuk sampai kegiatan
pencatatan, pelaporan dan evaluasi (Depkes 2003a).
Tujuan dilaksanakannya penyelenggaraan makanan di rumah sakit untuk
menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi konsumen yang
membutuhkannya.
Sasaran penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah konsumen
atau pasien maupun karyawan. Sesuai dengan kondisi rumah sakit dapat juga
dilakukan penyelenggaraan bagi pengunjung (pasien rawat jalan atau keluarga
pasien). Dalam penyelenggaraan makanan rumah sakit, standar masukan (input)
meliputi biaya, tenaga, sarana dan prasarana, metoda, peralatan. Sedangkan
standar proses meliputi penyusunan anggaran belanja bahan makanan setahun,
perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan harian dan
bulanan, pengadaan/pembelian, penerimaan dan penyimpanan bahan makanan,
persiapan bahan makanan, pengolahan makanan dan pendistribusian makanan.
Sedangkan standar keluaran (output) adalah mutu makanan dan kepuasan
konsumen. Menurut Mukrie. et al (1990) manajemen penyelenggaraan makanan
berfungsi sebagai sistem dengan tujuan untuk menghasilkan makanan yang
berkualitas baik.
Perencanaan Menu
Perencanaan menu adalah suatu kegiatan penyusunan menu yang akan
diolah untuk memenuhi selera konsumen/pasien dan kebutuhan zat gizi yang
memenuhi prinsip gizi seimbang. Perencanaan menu merupakan proses
bertahap terdiri dari apa yang akan disajikan dan kapan makanan tersebut
disajikan. Tujuan perencanaan menu adalah tersedianya siklus menu sesuai
dengan pedoman menurut klasifikasi pelayanan yang ada di rumah sakit (Depkes
2003a).
Keberhasilan dan kegagalan suatu penyelenggaraan makanan
ditentukan oleh menu yang disusun atau hidangan yang disajikan. Untuk
menghasilkan menu yang baik perlu diperhatikan variasi menu dan kombinasi
hidangan untuk menghindari kebosanan karena pemakaian jenis bahan makanan
atau jenis masakan yang berulang (Mukrie. et al 1990)
Perencanaan menu akan baik hasilnya bila disusun oleh sekelompok
orang (panitia kerja) yang terdiri dari orang-orang yang banyak kaitannya dalam
penyelenggaraan makanan (Depkes 1991a). Dalam perencanaan menu ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
1. Kebutuhan gizi individu maupun kelompok populasi
2. Kebiasaan makan dan preferensinya terhadap makanan
3. Peraturan dan macam rumah sakit
4. Macam dan jumlah orang yang dilayani
7
hendaknya perlu diperhatikan jumlah, jenis, ukuran, kualitas bahan dan batas
kadaluarsanya.
Bahan makanan yang dikirim rekanan diterima di ruang penerimaan
bahan makanan oleh panitia penerima yang dibentuk oleh pimpinan rumah sakit.
Penerimaan bahan makanan berdasarkan bon pesanan bahan makanan yang
telah dibuat sehari sebelumnya.
Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tatacara menata,
menyimpan, memelihara keamanan bahan makanan kering dan basah baik
kualitas maupun kuantitas di gudang bahan makanan kering dan basah serta
pencatatan dan pelaporannya (Depkes 2003a). Menurut Tarwotjo (1983)
penyimpanan bahan makanan adalah suatu kegiatan yang menyangkut
pemasukan bahan makanan, penyimpanan serta penyaluran bahan makanan ke
bagian persiapan dan pengolahan. Dalam penyimpanan bahan makanan perlu
diperhatikan beberapa hal antara lain :
1. Bahan-bahan yang cepat mengalami proses pembusukan, tengik,
kekeringan.
2. Bahan yang dapat disimpan beberapa jam, beberapa hari dan beberapa
bulan.
3. Bagaimana cara pengaturannya dalam ruang penyimpanan bahan
makanan.
Metode penyimpanan bahan makanan yang baik harus memperhatikan
prinsip first in first out (FIFO) yang artinya bahan makanan yang terdahulu
diletakkan terdepan atau teratas. Untuk mempermudah maka setiap bahan
makanan yang diterima diberi tanggal penerimaan (Yuliati dan Santoso 1995).
Untuk semua kelas rumah sakit diperlukan ruang penyimpanan untuk
bahan makanan kering yaitu gudang bahan makanan dan ruang pendingin atau
ruang pembeku (freezer) untuk bahan makanan basah. Petugas pengelola bahan
makanan harus mencatat semua jenis dan jumlah bahan makanan yang diterima
dan disimpan di gudang atau tempat penyimpanan serta mencatat setiap
pengeluaran (Moehyi 1992b).
Pendistribusian Makanan
Pendistribusian makanan merupakan serangkaian kegiatan menyalurkan
makanan sesuai dengan jumlah porsi dan jenis makanan konsumen yang
dilayani baik makanan biasa maupun makanan khusus (Depkes 2003a).
Distribusi makanan merupakan tahap akhir dari kegiatan penyelenggaraan
makanan, bila cara menyajikannya kurang menarik dapat mengecewakan
konsumen yang berarti pula merupakan kegagalan bagi petugas penyelenggara
makanan yang telah susah payah bekerja seharian (Tarwotjo 1983).
Pada umumnya ada dua cara distribusi makanan yang dilakukan di
rumah sakit, yaitu :
10
rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit baik rawat
inap maupun rawat jalan, untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan
kesehatan maupun mengoreksi kelainan metabolisme, dalam rangka upaya
preventif, kuratif, rehabilitatif dan promotif (Depkes 2003a).
Usaha pelayanan kesehatan di rumah sakit bertujuan agar tercapai
kesembuhan penderita di dalam waktu sesingkat mungkin, untuk itu maka perlu
dilakukan kegiatan pengembangan pelayanan gizi rumah sakit. Makanan yang
memenuhi kebutuhan gizi dan termakan habis akan mempercepat penyembuhan
dan memperpendek hari rawat. Ini berarti pula dengan biaya yang sama rumah
sakit dapat memberikan pelayanan lebih baik.
Instalasi gizi sebagai salah satu pusat biaya (cost center) di rumah sakit
dengan salah satu kegiatan pokoknya yaitu penyelenggaraan makanan bagi
pasien rawat inap dan pegawai, harus mampu mengolah dana yang terbatas
dengan efisien dan efektif dalam upaya memberikan mutu pelayanan yang baik
dengan tarif yang bersaing.
Biaya untuk makanan mengambil bagian terbesar dari biaya pengelolaan
rumah sakit. Dari data yang dikumpulkan, 20 – 40% dari belanja di rumah sakit
adalah untuk bahan makanan. Agar pemanfataannya berdaya guna dan berhasil
guna maka biaya yang sangat besar ini perlu dikelola dengan baik, karena
makanan yang menarik dan memenuhi cita rasa, banyak berpengaruh terhadap
citra rumah sakit.
Pemberian penyuluhan dan konsultasi gizi yang terarah sesuai dengan
keadaan, kebutuhan dan kemampuan pasien serta lingkungannya dapat
merubah sikap dan kebiasaan makannya. Keadaan gizi baik dapat mencegah
timbulnya penyakit kembali (Depkes 1991a).
umur, jenis kelamin, aktivitas, komplikasi penyakit dan faktor stress (Depkes
2003b).
Makanan merupakan suatu bentuk terapi yang bertujuan untuk
memelihara status gizi secara normal atau optimal walaupun terjadi peningkatan
kebutuhan gizi akibat penyakit yang dideritanya. Disamping itu untuk
memperbaiki terjadinya defisiensi zat gizi serta kelebihan atau kekurangan berat
badan pasien.
Berdasarkan Moehyi (1995) sebagai dasar dalam menentukan diet bagi
orang sakit digunakan beberapa patokan antara lain :
a. Diet yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan akan berbagai unsur gizi
essensial (glukosa, asam amino tertentu, vitamin dan mineral).
b. Mempertimbangkan kebiasaan orang sakit dalam kegiatan sehari-hari.
c. Jenis bahan makanan yang disajikan haruslah yang dapat diterima.
d. Bahan makanan yang digunakan adalah yang mudah diolah, mudah
didapat, alami dan lazim dimakan.
e. Memberikan penjelasan kepada penderita dan keluarganya tentang
tujuan dan manfaat diet yang diberikan.
f. Diet khusus diberikan jika benar-benar diperlukan dan dalam waktu yang
tidak terlalu lama.
g. Makanan diusahakan diberikan melalui mulut.
yang menyerang susunan saraf pusat yang menimbulkan gangguan antara lain
kejang, kesadaran menurun dan dimensia yang membutuhkan diet khusus.
Pemberian diet disini bertujuan untuk mempertahankan status gizi
normal, dengan memberikan makanan sesuai dengan kebutuhan pasien, dimana
kalori dan protein diberikan sesuai kondisi berat ringannya penyakit (Depkes
2003b). Diet yang direkomendasikan untuk penderita gangguan jiwa antara lain :
1. Memberikan diet ketogenik dengan menyesuaikan lemak sebagai sumber
energi utama bertujuan untuk menurunkan serangan kejang.
2. Pemberian makanan tinggi kalori pada kesadaran menurun untuk
mengoreksi adanya stress. Protein, lemak, vitamin dan mineral
disesuaikan dengan penyakitnya.
3. Bentuk makanan cair, lunak atau makanan biasa dapat diberikan secara
oral, enteral atau parenteral sesuai dengan tingkat kesadaran pasien.
4. Pada dimensia, pengaturan diet dan penyusunan menu makanan sesuai
status gizi pasien.
5. Pemberian vitamin dan mineral disesuaikan untuk meningkatkan daya
tahan tubuh.
Departemen Kesehatan menetapkan peraturan pemberian makanan
untuk penderita gangguan jiwa dengan diet tinggi kalori tinggi protein (Depkes
1991b).
Selain diberikan terapi diet pada pasien gangguan jiwa diberikan juga
obat-obatan sebagai terapi medis. Pengobatan yang bersifat psikotropik
mempunyai pengaruh terhadap nafsu makan, fungsi pencernaan, penyerapan
dan metabolisme zat gizi (Styonegoro 1984).
kalium dan kalsium. Jadi stress yang berkepanjangan akan menguras zat-zat
gizi yang ada dalam tubuh. Untuk mengantisipasi kehilangan zat gizi pada
penderita stress sebaiknya kita perhatikan makanan yang kaya akan nutrisi anti
stress seperti terlihat dalam Tabel 3.
Kesehatan Jiwa
Berdasarkan UU No 3 tahun 1996 dijelaskan yang dimaksud dengan
kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu
berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Sedangkan gangguan jiwa adalah
gangguan pada fungsi kejiwaan. Yang dimaksud dengan fungsi kejiwaan adalah
proses berfikir, emosi, kemauan dan perilaku psikomotorik termasuk berbicara.
Penyebab timbulnya gangguan jiwa (neurose) dan penyakit jiwa
(psychose) merupakan akibat dari tidak mampunya orang dalam menghadapi
kesukaran dengan wajar atau ia tidak sanggup menyesuaikan diri dengan situasi
yang dihadapi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan
jiwa antara lain frustasi (tekanan perasaan), konflik/pertentangan batin dan
kecemasan (anxiety) (Daradjat, Z 2001).
Dari hasil berbagai penyelidikan dapat dikatakan bahwa gangguan jiwa
adalah kumpulan keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan
fisik maupun mental. Keabnormalan tersebut tidak disebabkan oleh sakit atau
rusaknya bagian-bagian anggota badan, walaupun kadang gejalanya terlihat
pada fisik. Keabnormalan itu terlihat dalam bermacam-macam gejala antara lain
ketegangan batin (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah/cemas,
perbuatan yang terpaksa (compulsive), hysteria, rasa lemah dan tidak mampu
mencapai tujuan, takut pikiran buruk. Semuanya itu mengganggu ketenangan
hidup misalnya tidak bisa tidur nyenyak, tidak ada nafsu makan dan sebagainya.
16
Ada perbedaan antara neurose dan psychose. Orang yang terkena neurose
masih mengetahui dan merasakan kesukarannya, kepribadiannya tidak jauh dari
realitas dan masih hidup dalam alam kenyataan. Sedangkan orang yang kena
psychose kepribadiannya sangat terganggu, tidak ada integritas dan hidup jauh
dari alam kenyataan (Daradjat, Z 2001).
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa (PPDGJ) III
gangguan jiwa diartikan sebagai adanya kelompok gejala-gejala atau perilaku
yang ditemukan secara klinis yang disertai adanya penderitaan (distress) dan
berkaitan dengan terganggunya fungsi seseorang. Bila disimpulkan ganguan jiwa
adalah kondisi terganggunya fungsi mental diantaranya emosi, pikiran, kemauan,
perilaku psikomorik dan verbal (Maslim, R 1996).
Energi
Kebutuhan gizi antar individu yang berat badannya relatif sama dan
berasal dari kelompok umur yang sama dapat bervariasi, hal ini karena
kebutuhan zat gizi dipengaruhi oleh faktor aktifitas dan faktor stress. Namun
variasi kebutuhan energi lebih kecil dibandingkan variasi kebutuhan protein dan
zat gizi lainnya pada kelompok umur yang sama (Hardinsyah & Martianto 1992).
Berdasarkan pendapat Hamilton dan Whitney (1982) serta komisi ahli
FAO/WHO dan UNU (1985) dalam Hardinsyah dan Martianto (1992) menetapkan
bahwa angka kecukupan energi seseorang pada kelompok umur tertentu sama
dengan sedikit lebih tinggi dari rata-rata kebutuhan energi kelompok tersebut.
Untuk mencapai tingkat aman (save level) biasanya ditambahkan energi sebesar
1 – 5 % dari kebutuhan. Energi dapat disimpan dalam tubuh dalam bentuk lemak
18
yang dapat diubah kembali menjadi energi. Kekurangan energi dalam jangka
pendek dapat ditutup oleh kelebihan konsumsi energi pada hari lain. Angka
kecukupan energi dinyatakan dalam satuan kalori per orang per hari.
Protein
Protein bagi tubuh berguna sebagai zat pembangun atau pertumbuhan
dan pemeliharaan tubuh, karena merupakan bahan pembentuk jaringan baru
dalam tubuh serta dapat mempertahankan daya tahan tubuh terhadap serangan
penyakit tertentu, karena protein merupakan pembentuk anti body. Fungsi protein
juga sebagai zat pengatur karena protein merupakan bahan pembentuk enzim
dan hormon yang berperan sebagai pengatur dalam metabolisme tubuh.
Penentuan kecukupan protein berdasarkan rata-rata kebutuhan protein
contoh (orang) ditambah sejumlah tertentu yang besarnya kira-kira 20-30 persen.
Angka kecukupan protein dinyatakan dalam satuan gram per orang per hari
(Crude Protein atau protein kasar) (Hardinsyah & Martianto 1992).
Karbohidrat
Karbohidrat didalam tubuh merupakan salah satu sumber energi utama
selain itu karbohidrat berperan untuk membuat cadangan energi didalam tubuh
dan dapat memberikan rasa kenyang. Sebagian besar karbohidrat berasal dari
tumbuh-tumbuhan yang merupakan sumber energi termurah seperti jenis padi-
padian dan umbi-umbian (Almatsier 2004).
Pada umumnya semua jenis karbohidrat terdiri atas unsur-unsur
karbon(C), hidrogen(H), dan oksigen (O). Karbohidrat yang penting dalam ilmu
gizi dibagi dalam dua golongan, yaitu karbohidrat sederhana atau gula
sederhana dan karbohidrat kompleks. Kebutuhan karbohidrat bagi tubuh adalah
60% - 70% dari kebutuhan energi. Karbohidrat dalam tubuh dimetabolisme
menjadi energi dengan bantuan vitamin B1, jika kebutuhan energi sudah
mencukupi maka karbohidrat yang sudah masuk kedalam tubuh disimpan
sebagai glikogen di dalam hati atau jaringan otot dan dipakai kembali apabila
tubuh memerlukannya (Uripi 2004).
Vitamin B1 (Thiamin)
Vitamin B1 merupakan anggota pertama dari suatu kelompok vitamin-
vitamin yang disebut B komplek. Untuk pemenuhan konsumsi vitamin B1 hal-hal
19
yang harus diperhatikan adalah sifat-sifat fisik dan kimianya, karena vitamin B1
larut dalam air, tidak larut dalam lemak, stabil dalam pemanasan/ph asam tetapi
terurai pada suasana basa/netral (Sediaoetama 2000).
Difisiensi vitamin B1 dapat mengganggu metabolisme karbohidrat yang
akan menghasilkan energi, sehingga menggangu fungsi organ-organ yang
mendapat energinya seperti syaraf, otot dan jantung. Karena vitamin B1
berperan sebagai kofaktor enzim untuk metabolisme karbohidrat.
Kebutuhan vitamin B1 biasanya dihubungkan dengan intake energi. Pada
beberapa kasus mati kelaparan saat itu intake vitamin B1 adalah 0, karena
jaringan penyimpan thiamin habis dengan cepat. Maka direkomendasikan intake
vitamin B1 1 mg per hari yang diperlukan orang dewasa untuk memelihara
penyimpanan dalam tubuh pada saat intake kalori terbatas (Hardinsyah &
Martianto 1992).
Vitamin C
Bentuk vitamin C ada dua yaitu asam askorbat dan dehidro askorbat yang
kegunaannya sama bagi manusia, namun asam askorbat lebih menonjol.
Sumber vitamin C banyak terdapat pada buah-buahan segar dan sayuran hijau.
Vitamin C pada makanan agak labil dan mudah rusak oleh oksidasi, pemasakan
yang lama dan temperatur yang tinggi harus dihindarkan.
Vitamin C diperlukan tubuh karena berfungsi dalam pembentukan
substansi antar sel dan berbagai jaringan, selain itu berperan juga untuk
meningkatkan daya tahan tubuh. Menurut Winarno (1997) vitamin C mempunyai
peranan utama dalam pembentukan kolagen interseluler. Selain itu asam
askorbat sangat penting peranannya didalam proses hidroksilasi 2 asam amino
prolin dan lisin yang merupakan komponen kolagen yang penting. Kedua
senyawa tersebut berperan dalam proses penyembuhan luka serta daya tahan
tubuh dalam melawan infeksi dan sterss. Vitamin C juga terlibat dalam
pembentukan hormon dan neurotransmiter tertentu, seperti epinephrine
(adrenalin) yang dikeluarkan selama keadaan stress. Kecukupan vitamin C yang
dianjurkan bagi orang dewasa adalah 60 mg per hari. Umumnya vitamin C yang
dapat ditahan tubuh sangat sedikit, dan kelebihannya dalam tubuh dibuang
melalui air kemih (Winarno 1997). Menurut pendapat William (1995) kekurangan
vitamin C yang serius jarang terjadi. Namun ada beberapa hal yang dapat
meningkatkan kebutuhan vitamin C antara lain merokok, penggunaan aspirin,
20
kontrasepsi oral, serta keadaan stress. Anemia juga dapat terjadi jika terjadi
defisiensi berat vitamin C. Vitamin C merupakan anti oksidan yang sangat bagus.
Status Gizi
Status gizi adalah suatu keadaan tubuh seseorang atau sekelompok
orang sebagai akibat dari konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat-zat gizi
dari makanan dalam jangka waktu yang lama. Makanan yang memenuhi
kebutuhan zat gizi tubuh umumnya membawa kearah status gizi yang baik.
Status gizi seseorang juga berkaitan langsung dengan tingkat kesehatan
(Suharjo. et al 1985).
Masih menurut Suharjo (1990) status gizi seseorang dipengaruhi oleh
jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi dan keadaan tubuh seseorang yang
dapat menyebabkan gangguan penyerapan zat gizi atau investasi penyakit
parasit. Hal ini menunjukkan bahwa gizi kurang dapat terjadi karena tingkat
konsumsi energi tidak mencukupi kebutuhan sehingga mengakibatkan hampir
seluruh zat gizi lainnya ikut berkurang. Dampak dari kekurangan zat gizi
khususnya energi dan protein pada tahap awal akan menimbulkan rasa lapar
dalam jangka waktu tertentu, berat badan menurun dan disertai dengan
menurunnya kemampuan kerja atau produktifitas menurun (Hardinsyah &
Martianto 1989). Untuk mendukung pernyataan di atas Khumaidi 1987
mengatakan bahwa dalam perhitungannya konsumsi pangan lebih ditekankan
pada kebutuhan energi dan protein. Sebab apabila kebutuhan akan energi dan
protein sudah terpenuhi, maka kebutuhan zat gizi lainnya akan mengikuti atau
sekurang-kurangnya tidak terlalu sulit untuk memenuhi kekurangannya.
Ukuran tubuh merupakan refleksi dan keadaan pertumbuhan, dapat
digunakan untuk menilai gangguan pertumbuhan dan keadaan kurang gizi
karena keadaan pertumbuhan sangat erat kaitannya dengan masalah konsumsi
energi dan protein (Setiawan 1994). Untuk menilai status gizi seseorang
berdasarkan konsumsi makanan dilakukan dengan cara melihat perbandingan
konsumsi pangan dengan kecukupan gizi, karena tingkat kecukupan gizi
seseorang tergantung pada apa yang dikonsumsinya. Meskipun tubuh
memerlukan semua golongan zat gizi, namun tubuh memerlukan sebagian
diantaranya dalam jumlah yang berbeda pada berbagai tahap perkembangan
tubuhnya.
21
IMT biasanya digunakan untuk menghitung status gizi orang dewasa dengan
menggunakan ambang batas tertentu.
KERANGKA PEMIKIRAN
Pelayanan gizi di rumah sakit terbagi dalam empat kegiatan pokok yaitu
asuhan gizi pasien rawat jalan, asuhan gizi pasien rawat inap, penyelenggaraan
makanan dan, penelitian dan pengembangan gizi. Semua kegiatan ini telah
dilaksanakan oleh Instalasi Gizi Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor
(RSMM).
Sistem penyelenggaraan makanan di RSMM dilakukan sendiri secara
penuh oleh rumah sakit yang dikenal sebagai swakelola. Penyelenggaraan
makanan rumah sakit merupakan rangkaian dari beberapa kegiatan yang saling
terkait antara input, proses dan output. Kegiatan yang dilakukan dalam
penyelenggaraan makanan antara lain adalah pengadaan, perencanaan menu,
perencanaan kebutuhan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan,
pengolahan, pendistribusian makanan serta pancatatan dan pelaporan.
Rangkaian kegiatan penyelenggaraan makanan yang direncanakan
dengan baik akan menghasilkan suatu susunan hidangan atau menu yang
bervariasi dalam siklus menu yang ditentukan. Variasi susunan hidangan ini
akan mempengaruhi ketersedian makanan di rumah sakit. Menu yang disediakan
disesuaikan dengan standar yang telah ditentukan untuk tiap kelas perawatan
yang berpengaruh juga terhadap ketersediaan zat gizi (energi, protein, vitamin
B1, vitamin C).
Konsumsi makanan dan tingkat konsumsi penderita skizoprenia
dipengaruhi oleh adanya ketersediaan zat gizi yang disediakan oleh instalasi gizi
berdasarkan siklus menu. Selain itu konsumsi makanan juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain perilaku makan, keadaan kesehatan, dan
karakteristik penderita yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan dan lama
dirawat.
Seberapa banyak makanan yang dikonsumsi oleh penderita terhadap
makanan yang disediakan secara langsung dapat mempengaruhi status gizi
penderita, disamping itu keadaan kesehatan juga berpengaruh terhadap status
gizi.
23
Penyelenggaraan Makanan RS
• Pengadaan/Pembelian
• Perencanaan menu
Sumber Daya • Perencanaan kebut BM
- Tenaga • Penerimaan dan Penyimpanan
- Fasilitas • Pengolahan
- Biaya • Distribusi Makanan
• Pencatatan dan pelaporan
Perilaku Makan
Keadaan Konsumsi Makanan
Kesehatan
Karakteristik
- Umur
- Jenis kelamin
- Pendidikan
- Lama dirawat
Status Gizi
Tabel 4 Variabel, kategori, jenis dan alat yang digunakan dalam pengumpulan
data
No Variabel Kategori Jenis data Cara Alat yang digunakan
pengumpulan data
1 Penyelenggaraan makanan (PGRS Depkes, Primer Wawancara dan Kuesioner dan check
2004), Pengadaan, Perencanaan menu, observasi list
Perencanaan kebutuhan BM, Penyimpanan,
Persiapan, Pengolahan, Pendistribusian,
Pencatatan dan pelaporan
2 Umur (Maramis, 16 – 35 th Primer Mencatat dari Kuesioner
1990) 36 – 55 th buku rekam medik
> 55 th
3 Jenis kelamin - laki-laki
- wanita
4 Pendidikan - SD
- SLTP
- SLTA
- Perguruan Tinggi
5 Pekerjaan Belum kerja
PNS
Buruh/tani
6 Lama dirawat 1 – 3 bulan Primer Mencatat dari Kuesioner
4 – 6 bulan buku status.
7 - 12 bulan
7 Keadaan kesehatan Diare Pengamatan dan
Demam catatan Medik.
Sehat
8 IMT (Almatsier, < 18,5 = kurus Primer Penimbangan dan a. Timbangan
2004) 18,5–25,0 = normal pengukuran detecto
25,1 - 29 = gemuk b. Alat ukur microtois
9 Kebutuhan energi Lk = 66+(13,7xBB)+(5xTB)-(6,8xU) Perhitungan
(Harris Benedict) Pr = 655+(9,6xBB)+(1,8xTB)-(4,7xU)
10 Ketersediaan : a. Defisit < 90 % Primer Penimbangan Timbangan makanan
energi, protein, b. Normal 90 – 119%
terhadap kebutuhan c. Diatas angka
(Direktorat Bina Gizi kebutuhan > 120%
Masyarakat, 1996)
11 Tingkat kecukupan - Defisit berat <70% Primer Penimbangan Timbangan makanan
energi protein - Defisit sedang 70-79%
terhadap kebutuhan - Defisit ringan 80-89%
- Normal 90–119%
Pengolahan Data
Data penyelenggaraan makanan dianalisis secara deskriptif, data
karakteristik contoh meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, lama
dirawat dan keadaan kesehatan pengkatagoriannya dapat dilihat pada Tabel 4.
Data ketersediaan makanan yang disajikan dan data konsumsi makan
26
Tabel 5 Faktor aktivitas dan faktor penyakit untuk menetapkan kebutuhan energi
orang sakit
No Aktivitas Faktor No Faktor Penyakit Faktor
1 Tirah-baring total 1,2 1 Non-stress ventilator dependen 1,0-1,2
2 Ambulasi 1,3 2 Demam, per 1º C 1.13
3 Infeksi ringan hingga sedang 1,2-1,4
4 Trauma multiple 1,35-1,55
5 Stress vintilator dependen 1,4-1,6
6 Sebsis 1,5-1,8
Sumber : Asuhan Nutrisi Rumah Sakit (Hartono A.2000)
Analisa Data
Data penyelenggaraan makanan, data ketersediaan makanan,data
konsumsi makanan dianalisis secara diskriptif. Dan untuk mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi status gizi contoh dilakukan analisis statistik regresi
linear berganda metode enter dengan menggunakan program SPSS 11.0 for
windows.
Definisi Operasional
Penyelenggaraan makanan : merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan
di RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor mulai dari perencanaan menu,
perencanaan kebutuhan bahan makanan, pembelian, penerimaan,
penyimpanan, persiapan, pengolahan dan pendistribusian makanan
sampai dengan pencatatan dan pelaporan..
Makanan rumah sakit : adalah makanan yang disediakan oleh instalasi gizi
untuk penderita rawat inap.
Siklus menu : adalah susunan hidangan makanan yang disajikan untuk
penderita skizofrenia dalam satu putaran menu.
Konsumsi pangan : adalah jumlah makanan yang dikonsumsi oleh pasien
Skizofrenia (energi, protein, karbohidrat, vitamin C dan vitamin B1) rata-
rata perorang perhari.
Penderita skizofrenia : adalah penderita sakit jiwa di RS Dr. H . Marzoeki
Mahdi Bogor yang telah diidentifikasi oleh tenaga medis sebagai
penderita skizofrenia.
28
penyuluhan dan konsultasi gizi rawat jalan serta penelitian dan pengembangan
gizi terapan.
Strategi yang dijalankan instalasi gizi untuk meningkatkan kualitasnya
adalah menerapkan manajemen pelayanan gizi secara profesional, mengikuti
pendidikan dan pelatihan bagi pegawai instalasi gizi, melaksanakan penelitian
dan pengembangan gizi. Proses manajemen yang dilakukan di Instalasi Gizi
RSMM Bogor meliputi perencanaan kebutuhan bahan makanan dan kebutuhan
biaya/anggaran belanja, perencanaan sarana dan prasarana, pelayanan gizi di
ruang rawat inap, penyuluhan dan konsultasi gizi serta pengembangan dan
penelitian gizi terapan. Dalam melaksanakan proses manajemen tersebut kepala
instalasi gizi membagi habis tugas pokok dan fungsinya ke dalam struktur
organisasi yang telah disahkan oleh Direktur (lampiran 1).
Macam diet yang diberikan kepada pasien di RSMM Bogor sebagian
besar adalah makanan biasa untuk pasien psikiatri. Selain itu untuk pasien
psikiatri yang menderita penyakit fisik maupun pasien umum Instalasi Gizi
RSMM Bogor juga menyelenggarakan makanan diet khusus sesuai anjuran
dokter, seperti diet DM, hati, jantung, rendah lemak dan lain-lain walaupun
jumlahnya masih terbatas.
Ketenagaan
Instalasi Gizi RSMM Bogor dipimpin oleh seorang ahli gizi dengan
pendidikan penjenjangan D IV Gizi dan Pasca Sarjana MARS UI. Jumlah SDM di
Instalasi Gizi RSMM Bogor sebanyak 45 orang, yang terdiri dari seorang kepala
instalasi gizi, 4 orang sarjana gizi, 7 orang ahli madya gizi, 1 orang menengah
gizi, 2 orang penanggung jawab dan administrasi gudang bahan makanan serta
27 orang juru masak dan 3 orang tanaga cleaning service.
Jadwal kerja dibagi menjadi 2 shift, yaitu pagi dimulai pukul 05.00 WIB
sampai pukul 12.00 WIB dan untuk dinas siang mulai pukul 11.30 WIB sampai
pukul 17.30 WIB. Terkecuali di dapur pelayanan umum dinas siang mulai pukul
13.00 WIB sampai pukul 20.00 WIB.
Instalasi Gizi RSMM Bogor dalam sehari memproduksi makanan matang
kurang lebih 1.520 porsi dengan berbagai jenis makanan diet dan dibagi menjadi
3 kali makan, yaitu pagi, siang dan sore/malam berikut snack. Untuk makan pagi
persiapan bahan makanan sebagian dilakukan sehari sebelumnya. Pengolahan
makan pagi dimulai pukul 05.30 WIB dan didistribusikan pukul 07.30 WIB. Waktu
31
makan siang persiapan dan pengolahan dimulai pukul 08.00 WIB sampai pukul
11.00 WIB dan dilanjutkan dengan distribusi makanan siang pukul 12.00 WIB.
Pengolahan makan malam pukul 13.00 WIB dan didistribusikan pukul 17.00 WIB.
Sejalan dengan perkembangan pelayanan kesehatan di RSMM Bogor
maka ruang penyelenggaraan makanan dibagi menjadi 3 tempat yaitu dapur
untuk pengolahan makanan pasien psikiatri, dapur pengolahan makanan pasien
napza dan dapur pengolahan makanan pasien umum.
Salah satu faktor yang menentukan dalam penyelenggaraan makanan
banyak adalah tenaga kerja yang memiliki kemampuan dan keterampilan yang
sesuai dengan bidangnya. Macam ketenagaan yang diperlukan juga dibedakan
atas tenaga yang ahli dan tenaga tidak ahli. Tenaga ahli adalah pegawai yang
telah mendapat pendidikan khusus gizi seperti sarjana gizi, sarjana muda gizi
dan pembantu ahli gizi (pengatur gizi). Tenaga tidak ahli antara lain tenaga
pemasak, pembersih atau pekerja lain.
Berdasarkan Depkes RI (1991) ditentukan sebagai patokan untuk setiap
75 – 100 tempat tidur diperlukan 1 tenaga ahli gizi dan 2 tenaga menengah gizi
dan untuk setiap 60 –75 tempat tidur memerlukan 1 tenaga pembersih. Menurut
Mukrie (1983) untuk setiap 15 –30 porsi makanan diperlukan 1 orang juru masak.
Jumlah tenaga di instalasi gizi secara keseluruhan berjumlah 45 orang,
namun khusus untuk dapur psikiatri tenaganya ada 29 orang, bila perhitungan
tenaga berpatokan pada Depkes RI (1991) maka terdapat kekurangan tenaga
sebanyak 25 orang, yaitu 10 orang tenaga menengah gizi, 11 orang tenaga juru
masak dan 4 orang tenaga pembersih (cleaning service).
Keadaan kuantitas tenaga menengah gizi, juru masak dan tenaga
pembersih yang kekurangan ini sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan
gizi di ruang rawat, kualitas makanan yang diproduksi dan sanitasi lingkungan
ruang produksi makanan.
instalasi gizi terbuat dari keramik yang tidak licin dan tidak menyerap air, tahan
terhadap asam, mudah dibersihkan dan kuat, warna disesuaikan dengan cat
dinding berwarna hijau muda sehingga memberikan nuansa yang sejuk. Dinding
yang halus dan mudah dibersihkan serta dapat memantulkan cahaya yang cukup
bagi ruangan. Langit-langit cukup tinggi dan tertutup dilengkapi dengan tempat
pembuangan asap sehingga udara panas dapat bersirkulasi dengan baik.
Kondisi pencahayaan atau penerangan dapur cukup baik dengan adanya cahaya
lampu dan jendela-jendela kaca yang cukup tinggi oleh karena itu sinar matahari
dapat langsung masuk, hal ini memudahkan pertukaran udara, selain itu ventilasi
udara di dapur cukup memadai, sehingga dapat mengeluarkan asap dan bau
makanan.
Arus kerja di instalasi gizi cukup baik sesuai dengan urutan kegiatan kerja
yang meliputi gerak dari penerimaan bahan makanan, persiapan, pemasakan,
dan distribusi makanan. Untuk tempat ruang pencucian disini tidak dibedakan
antara tempat pencucian bahan makanan dan peralatan. Hal ini kurang baik
karena seharusnya bak untuk mencuci perlatan dipisahkan untuk menjaga
hygiene dan sanitasi makanan.
Prasarana atau peralatan yang ada saat ini dilihat dari kualitas dan
kuantitasnya masih kurang memadai dan banyak yang model lama terutama
alat-alat memasak untuk kapasitas besar. Untuk memasak nasi digunakan rice
cooker dengan kapasitas 6 – 7 kg yang terdiri dari 6 unit. Untuk memasak air
minum pasien digunakan boilling pan yang terdiri dari 3 unit dengan kapasitas
1.000 liter. Untuk pencucian peralatan yang mengandung lemak telah tersedia
fasilitas kran air panas. Untuk peralatan makan yang digunakan pasien rawat
inap bervariasi tergantung kelas perawatan. Pada pasien psikiatrri kelas I
menggunakan plato melamin, kelas II menggunakan rantang plastik yang
bersekat-sekat dan bertutup sedangkan kelas III sangat bervariasi ada yang
menggunakan plato stainlessteel, plato melamin dan ada yang menggunakan
piring plastik. Untuk meningkatkan mutu pelayanan, instalasi gizi telah
merencanakan kebutuhan peralatan makan pasien diruangan sesuai standar
untuk mengganti peralatan lama.
Biaya Makan
Biaya makanan adalah besarnya biaya yang harus dibayarkan pasien
sesuai kelas perawatan untuk menganti biaya produksi makanan yang diperlukan
34
Penyelenggaraan Makanan
Tujuan dilaksanakannya penyelenggaraan makanan di rumah sakit
adalah untuk menyediakan makanan pasien yang kualitasnya baik dan jumlah
yang sesuai dengan kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi
konsumen yang membutuhkannya.
Sasaran penyelenggaraan makanan di RSMM Bogor disamping pasien
psikiatri ada juga pasien narkoba dan pasien umum (pasien dengan berbagai
penyakit) serta karyawan. Menurut Widayati (1990) untuk penyembuhan atau
pemulihan penderita skizofrenia diperlukan dukungan yaitu kondisi fisik yang
sehat. Hal ini berarti menunjukkan pentingnya penyelenggaraan makanan di
rumah sakit, sebab makanan merupakan salah satu faktor penunjang untuk
kesembuhan pasien.
Kegiatan penyelenggaraan makanan di RSMM Bogor meliputi
pengadaan, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan,
penerimaan dan penyimpanan, pengolahan, pendistribusian makanan dan
pencatatan pelaporan. Alur proses kegiatan penyelenggaraan makanan di
RSMM Bogor dapat dilihat pada Tabel 10.
36
Perencanaan Menu
Perencanaan menu merupakan salah satu kegiatan dalam
penyelenggaraan makanan yang merupakan tolok ukur keberhasilan dan
kegagalan suatu penyelenggaraan makanan. Perencanaan menu sangat
diperlukan untuk menghasilkan susunan hidangan yang serasi dan dapat
memenuhi selera dan kebutuhan gizi konsumen. Menurut Mukrie (1990) untuk
menghasilkan menu yang baik perlu diperhatikan variasi menu dan kombinasi
hidangan untuk menghindari kebosanan karena pemakaian jenis bahan
makanan atau jenis masakan yang berulang. Tujuan dari perencanaan menu
adalah tersedianya beberapa macam susunan hidangan atau menu yang
dilengkapi dengan pedoman pemberian makanan untuk penderita rawat inap. Di
Instalasi Gizi RSMM Bogor perencanaan menu dibuat setiap tiga bulan sekali
yang mengacu pada menu periode sebelumnya.
Sub Bagian Perencanaan bertugas merencanakan menu berdasarkan
evaluasi makanan yang dilakukan oleh ahli gizi yang mengunjungi ruangan.
Selain itu juga berdasarkan saran yang diberikan oleh petugas pengolahan
makanan, perawat di ruangan serta penderita. Instalasi Gizi RSMM Bogor
sampai saat ini belum membentuk Tim Penyusun Menu, namun secara tidak
langsung dalam pelaksanaannya perencanaan menu telah melibatkan berbagai
unsur yaitu perawat, ahli gizi, petugas pengolahan, penderita dan Bidang
Penunjang Medik. Berdasarkan Depkes RI (1990) dalam merencanakan menu
sebaiknya dibentuk tim yang terdiri dari kepala instalasi gizi dan staf, kepala
perawatan, dokter ruangan, bagian tata usaha dan bagian keuangan.
Perencanaan menu dibuat berdasarkan standar kecukupan, anggaran
yang tersedia, indeks harga, peraturan pemberian makan dari Depkes dan
rumah sakit, standar porsi dan pola menu yang seimbang. Pola menu untuk tiap
kelas perawatan berbeda-beda sesuai dengan besarnya biaya yang ditetapkan.
Tabel 11 Standar pemberian bahan makanan sehari penderita psikiatri di RSMM Bogor
Bahan Standar Kelas I Kelas II Kelas III
No
Makanan Porsi(g) Frekuensi Harga Frekuensi Harga Frekuensi Harga
1 Beras 450 3x 1.800 3x 1.800 3x 1.800
2 Lauk Hewani 100/50* 4x 7.000 3x 5.000 2x 3.000
3 Lauk Nabati 50/40* 2 x 800 3x 1.000 4x 1.000
4 Buah 125 2x 2.400 1x 1.200 1x 1.000
5 Snack 1x 800 1x 800 1x 800
6 Sayur 200 3x 2.000 3x 2.000 3x 1.700
7 Bumbu 1.200 1.200 1.000
Ttotal 16.000 13.000 10.300
Sumber : Instalasi Gizi RSMM. *Lauk hewani 100 g(ayam,ikan), 50 g (daging,hati, telur)
*Lauk Nabati 50 g (tahu), 40 g (tempe)
39
Unsur panitia penerima barang dari instalasi gizi diperlukan karena lebih
memahami spesifikasi bahan makanan yang diperlukan.
Panitia penerima barang menerima bahan makanan setiap hari sesuai
dengan bon pesanan bahan makanan yang dibuat oleh instalasi gizi dari rekanan
secara konvensional dan sampling. Cara konvensional artinya panitia penerima
barang memeriksa dan mengecek waktu, jumlah, jenis dan spesifikasi bahan
makanan, apabila bahan makanan tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditentukan maka dikembalikan untuk diganti yang sesuai. Cara sampling artinya
panitia penerima barang tidak mengecek semua barang yang diterima tetapi
hanya mengambil contohnya saja dari beberapa bagian apakah layak untuk
diterima. Menurut Moehyi (1992) semua bahan makanan yang dikirim rekanan
harus diperiksa guna mengetahui jumlah dan kualitas bahan makanan apakah
sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam SPK/kontrak kerja. Bahan
makanan basah seperti daging sapi, daging ayam dan hati sapi diterima dalam
bentuk kemasan besar yaitu 4 – 5 kg perkemasan sehingga sangat sulit
pengawasannya ketika dilakukan pemorsian, sebaiknya diterima dalam bentuk
kemasan lebih kecil agar lebih mudah pemorsiannya.
Penyimpanan bahan makanan dibagi dua yaitu penyimpanan bahan
makanan kering dan basah. Bahan makanan basah dikirim setiap hari seperti
lauk hewani (ikan, daging ayam, daging sapi, hati sapi), lauk nabati (tahu,
tempe), buah, sayur dan langsung diolah. Untuk bahan makanan kering dikirim
sebulan sekali dan disimpan di gudang bahan makanan kering, cara permintaan
bahan kering dengan membuat bon yang dilakukan setiap hari sesuai kebutuhan
harian dan dicatat di buku catatan keluar masuk bahan makanan.
Distribusi Makanan
Rangkaian kegiatan terakhir dari penyelenggaraan makanan adalah
distribusi makanan. Pendistribusian makanan di Instalasi Gizi RSMM Bogor
menggunakan dua sistem yaitu sistem sentralisasi untuk pasien kelas II dan
makanan diet khusus, sedangkan untuk kelas I dan III menggunakan sistem
desentralisasi.
Makanan untuk kelas II ditempatkan dalam rantang plastik bersekat dan
bertutup sedangkan untuk makanan diet khusus ditempatkan dalam plato
melamin yang ditutup plastik wrap. Makanan untuk kelas I ditempatkan dalam
rantang yang disediakan oleh instalasi gizi. Makanan untuk kelas III dengan
sistem desentralisasi yaitu makanan ditempatkan dalam rantang aluminium
43
dalam jumlah banyak (untuk satu bangsal) dan baru dibagikan di ruangan oleh
pramuhusada/perawat yang ada diruangan. Pemorsian nasi dan sayuran di
ruang kelas III berdasarkan jumlah penderita dan standar porsi yang sudah
ditentukan dari instalasi gizi. Alat makan yang digunakanpun berbeda-beda ada
yang memakai plato aluminium atau stainlessteel dan ada juga yang memakai
piring plastik. Untuk alat makan dari plato porsi nasi, sayur dan lauk dapat
dipisahkan jadi makanan tidak tercampur jadi satu sedangkan yang memakai
piring makanan dicampur jadi satu sehingga penampilannya kurang menarik.
Berdasarkan pendapat Tarwotjo (1983) distribusi makanan merupakan
tahap akhir dari kegiatan penyelenggaraan makanan, bila menyajikannya kurang
menarik dapat mengecewakan konsumen yang berarti pula merupakan
kegagalan bagi petugas penyelenggara makanan yang telah susah payah
bekerja seharian.
Penyajian makanan agar menarik sebaiknya menggunakan plato, tetapi
pada kenyataannya tidak semua ruangan dapat menggunakan plato karena
masing-masing ruangan merawat penderita jiwa dengan kriteria berbeda. Untuk
ruangan yang merawat penderita gaduh gelisah maka alat makan yang
digunakan terbuat dari plastik. Di ruang kelas I distribusi makanan dengan cara
desentralisasi dari instalasi gizi, setelah sampai di ruangan makanan disajikan di
atas meja secara prasmanan. Pasien diajar untuk makan bersama-sama secara
prasmanan dengan diawasi oleh perawat. Cara ini hanya dapat diterapkan untuk
kelas I karena jumlah pasien sedikit yaitu kurang lebih 20 orang.
Pendistribusian makanan dari instalasi gizi ke ruang rawat inap psikiatri
dibawa dengan menggunakan mobil untuk makan pagi, siang dan sore.
Sementara untuk snack jam 10.00 WIB diambil sendiri oleh pasien. Hal ini
dimaksudkan sebagai terapi bagi penderita jiwa, jadi mereka dilibatkan untuk
membantu melakukan kegiatan yang tidak membahayakan.
Karakteristik Contoh
Umur
Sebaran contoh berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 13. Umur
contoh dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu contoh yang berumur 16 – 35 tahun,
36 – 55 tahun dan yang berumur di atas 55 tahun. Hasil penelitian menunjukkan
lebih dari separuh jumlah contoh laki-laki berada pada usia 16 – 35 tahun yaitu
30%, sedang pada contoh wanita sebagian besar ada pada kategori usia 36 – 55
tahun yaitu sebesar 19%. Namun secara keseluruhan usia contoh sebagian
45
besar berada pada kategori usia produktif yaitu 16 – 55 tahun. Menurut Idaiani
(2002) kelompok umur yang rawan untuk menderita skizofrenia dengan berbagai
tipe adalah berkisar antara 16 – 55 tahun. Berdasarkan pendapat Kaplan et.al
(1997) munculnya gangguan mental tipe skizofrenia pada masa remaja terjadi
karena pada saat remaja seseorang memerlukan ego yang kuat untuk berfungsi
secara mandiri, mengendalikan dorongan-dorongan internal seperti seks dan
energi serta untuk mengatasi stimulasi eksternal yang kuat.
Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan persentasi terbesar penderita skizofrenia
adalah laki-laki sebesar 57% dan wanita 43%. Sebaran contoh menurut jenis
kelamin terlihat pada Tabel 14.
Pendidikan
Tingkat pendidikan contoh digolongkan SD, SLTP, SLTA dan Perguruan
Tinggi. Tabel 15 memperlihatkan persentase tingkat pendidikan tertinggi yaitu
pada tingkat SLTA, pada laki-laki 27% dan wanita 20%. Sedangkan persentase
tingkat pendidikan terendah adalah tingkat perguruan tinggi (PT) yaitu sebesar
10%.
46
Pekerjaan
Sebaran contoh menurut pekerjaan terlihat pada Tabel 16. Pekerjaan
contoh dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu belum bekerja, PNS dan buruh.
Tabel 16 memperlihatkan sebagian besar contoh laki-laki dan wanita belum
bekerja dengan persentase laki-laki 51% dan wanita 35%.
Hasil penelitian ini didukung oleh temuan Gunawan dan Yusup (2001)
yang menyatakan penderita skizofrenia sebagian besar tidak bekerja (63,1%)
karena gejala penyakit skizofrenia telah timbul saat usia remaja. Menurut Thong
dan Almatsier (1992) bahwa penyakit skizofrenia merupakan gangguan psikiatrik
yang banyak menimbulkan masalah baik medik, psikologik maupun sosial yang
dapat menimbulkan disfungsi sosial, pekerjaan maupun perawatan diri.
47
Disamping itu sepertiga dari penderita skizofrenia tidak mampu bekerja setelah
selesai menjalani perawatan (cacat mental).
Lama rawat
Lama rawat dihitung sejak pertama masuk ke RSMM Bogor. Untuk
periode perawatan yang sedang dijalani penderita skizofrenia hingga penelitian
berlangsung. Sebaran contoh menurut lama rawat dapat dilihat pada Tabel 17.
Keadaan Kesehatan
Keadaan kesehatan adalah kondisi kesehatan yang dialami contoh
dalam kurun waktu satu bulan terakhir saat dilakukan penelitian. Keadaan
kesehatan contoh dapat dilihat pada Tabel 18.
Konsumsi Contoh
Tabel 19 Rata-rata ketersediaan zat gizi makanan rumah sakit yang diterima
contoh selama siklus menu.
Menu Hari Energi Protein Vitamin B1 (mg) Vitamin C
Ke (kkal) (g) (mg)
1 2.497 61,15 0,70 194,25
3 2.458 74,14 0,73 105,05
5 2.572 73,21 0,95 128,05
7 2.604 69,91 1,09 53,05
9 2.454 57,16 0,73 139,25
Rata-rata menu
2.516 67,11 0,84 128,79
ganjil
2 2.496 59,42 0,59 125,65
4 2.364 54,83 0,78 153,15
6 2.250 50,11 0,56 160,30
8 2.206 48,34 0,40 33,95
10 2.314 52,51 0,60 125,35
Rata-rata menu
2.326 53,04 0,58 119,68
genap
Rata-rata 2.421±126,61 60,08±8,94 0,71±0,27 121,80±45.62
terdapat sayur timun. Rata-rata ketersediaan energi sebesar 2.421 kkal, protein
60,08 g, vitamin B1 0,71mg dan vitamin C 121,80 mg
Tabel 23 Rata-rata konsumsi, kebutuhan dan tingkat kecukupan zat gizi contoh
Rata-rata Kebutuhan Rata-rata Konsumsi Tingkat Kecukupan
Zat Gizi
Laki-laki Wanita Laki-laki Wanita Laki-laki Wanita
Energi 2.218±243,12 1.929±134,19 2.318 ± 170,44 1.998 ± 184,45 104 % 103 %
Protein 83,18 ±9,12 72,33 ± 17,22 52,20 ± 2,47 47,57 ± 4,01 64 % 66%
Vit. B1 1,07 ± 0,17 1,11 ± 0,17 0,62 ± 0,04 0,57 ± 0,05 58 % 51 %
Vit. C 53,73 ± 8,61 55,56 ± 8,53 101,98 ± 9,84 87,77 ± 15,22 190 % 138 %
defisit berat, selebihnya berada dalam kategori defisit sedang (22%) dan defisit
ringan (5%). Hal ini disebabkan karena ketersediaan protein dalam makanan
yang disediakan rumah sakit belum mencukupi kebutuhan.
.
Status Gizi
Penilaian status gizi pada penderita skizofrenia dilakukan dengan
pengukuran antropometri, yaitu pengukuran tinggi badan dan penimbangan berat
badan. Untuk mengetahui keadaan status gizi dihitung berdasarkan nilai Indeks
Massa Tubuh (IMT) dan dikategorikan berdasarkan Penuntun Diet Almatzier
2004.
Tabel 25 memperlihatkan bahwa sebagian besar penderita skizofrenia
berstatus gizi normal yaitu laki-laki (35%) dan wanita (33%). Hasil ini didukung
oleh hasil penelitian Ridwan (2004) yang menyatakan umumnya penderita
skizofrenia rawat inap (73,7 %) berstatus gizi baik.
merupakan akibat dari konsumsi sebelumnya. Oleh karena itu data konsumsi
pangan yang diperoleh saat ini bukan merupakan gambaran status gizi contoh
secara langsung, namun hanya memberikan gambaran sesaat dari tingkat
kecukupan seseorang saat diteliti. Menurut Roedjito (1989) tingkat kecukupan
merupakan ratio angka konsumsi sebenarnya dengan kecukupannya.
Analisis statistik yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi status gizi contoh adalah uji regresi linear berganda dengan
metode enter. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi antara lain tingkat
kecukupan energi, protein, vitamin B1 dan vitamin C, keadaan kesehatan serta
lama dirawat.
Hasil pengujian statistik analisis regresi linier berganda menunjukkan nilai
adjusted R square sebesar 0,654. Ini artinya bahwa besarnya pengaruh dari
keenam variabel terhadap status gizi adalah sebesar 65,4%, sisanya sebesar
34,6% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dianalisis dalam penelitian ini. Dari
keenam variabel yang mempengaruhi status gizi ternyata variabel yang paling
berpengaruh adalah tingkat kecukupan vitamin B1 (p<0,00) namun pengaruhnya
bersifat negatif terhadap status gizi. Melihat keadaan ini sepertinya terjadi
kontradiksi antara tingkat kecukupan vitamin B1 dengan status gizi. Hal ini
diduga karena hampir 75% dari sumber energi barasal dari karbohidrat,
disamping itu ketersediaan vitamin B1 masih dibawah kebutuhan sehingga
kabohidrat tidak bisa dirubah menjadi energi. Dengan tidak diubahnya
karbohidrat menjadi energi, maka dia disimpan sebagai glikogen otot atau lemak.
Jadi status gizi contoh yang cenderung baik diakibatkan karena aktifitas yang
rendah.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan ada beberapa hal yang dapat
disimpulkan, yaitu :
1. Kegiatan penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi RSMM Bogor mengacu
pada sistem yang ditetapkan Depkes RI. Perencanaan menu dibuat setiap
tiga bulan sesuai dengan anggaran yang tersedia, sedangkan pola dan
kerangka menu dibuat setahun sekali. Namun kadang-kadang kerangka
menu dan frekwensi makan tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan.
Pengadaan bahan makanan dilakukan dengan lelang terbatas yang
dilakukan setiap bulan. Penerimaan bahan makanan dilakukan dengan cara
konvensional dan sampling. Pemorsian lauk pauk dilakukan pada saat
persiapan. Pemakaian standar bumbu yang baku belum bisa dilaksanakan.
Pendistribusian makanan dilakukan secara sentralisasi dan desentralisasi.
Pencatatan pelaporan dilakukan oleh masing-masing Sub Bagian dan
dilaporkan kepada kepala instalasi gizi setiap bulan, triwulan dan tahunan
sebagai bahan evaluasi.
2. Ketersediaan zat gizi antara menu bervariasi, ketersediaan pada menu-menu
genap relatif lebih rendah, karena tidak ada ekstra buah dan snack. Tingkat
ketersediaan energi dan vitamin C sudah memenuhi kebutuhan. Akan tetapi
protein dan vitamin B1 masih kurang dari kebutuhan. Rata-rata persentase
konsumsi zat gizi terhadap ketersediaan energi 82%, protein 85%, vitamin
B1 83% dan vitamin C 79%, berarti kurang lebih 20% makanan yang tidak
dimakan.
3. Tingkat ketersediaan energi berdasarkan kecukupan energi sebagian besar
contoh (59,5%) ada pada kategori normal. Tingkat ketersediaan protein
terhadap kecukupan protein sebagian besar contoh berada pada kategori
defisit berat (91,9%). Pada umumnya konsumsi terhadap tingkat kecukupan
energi ada pada kategori normal (89,2%) dan konsumsi terhadap tingkat
kecukupan protein ada pada kategori defisit berat (72%).
4. Secara keseluruhan status gizi penderita skizofrenia yang diteliti umumnya
berada pada kategori kurus (24%), normal (68%), gemuk (8%). Status gizi
contoh dipengaruhi oleh tingkat kecukupan energi, protein, vitamin B1,
vitamin C, keadaan kesehatan dan lama rawat, besarnya pengaruh keenam
56
Saran
Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Daradjat, Z. 2001. Kesehatan Mental. Jakarta : PT. Toko Gunung Agung Tbk
De Castro, J.M, 2004. The Time of Day of Food Intake Influence Overall Intake in
Human. J. Nutr. 134 : 104 – 111 Januari 2004
Depkes RI. 1987. Peraturan Pemberian Makan untuk Rumah Sakit Jiwa
Depkes RI. 1991a. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta : Ditjen
Pelayanan Medik
Depkes RI. 2003b. Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis. Jakarta : Ditjen Bina
Kesehatan Masyarakat. Direktorat Gizi Masyarakat
Escot. Silvia. Stump, Nutrition and Diagnosis Related Care Fourth Edition. dalam
Purwanti R. Asupan Zat Gizi pada Pasien Skizofrenia
58
Gunawan, G.O & Yusup, I. 2001. Hubungan Gejala Positif dan Negatif
Terhadap GAF pada Penderita Skizofrenia yang Dirawat di RSJP
Semarang. Semarang : Bagian Psikiatri RSJP Semarang.
Idaiani. SM. 2002. Hubungan Persepsi Dukungan Sosial Dengan Persepsi Pada
Keluarga Pasien Skizofrenia. Semarang : Bagian Psikiatri
Universitas Diponegoro Semarang.
Kaplan. H.I/ Sadock. B.J. Greb. J.A.1997. Sinopsis Psikiatri. (Wijaya Kusuma,
Penerjemah). Wiguna.I (Eds), (edisi ke.7) Jilid 1 dan 2. Jakarta :
Bina Rupa Aksara.
Maslim, R. 1990. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari
PPDGJ. III, Jakarta
Prosiding, ASDI. 2005. Pertemuan Ilmiah Nasional Dietetik II. Tahun 2005.
Bandung.
Sedia Oetama, A.Dj. 2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta :
Dian Rakyat.
Setiawan, B. 1994. Tehnik Pengkajian Situasi Pangan dan Gizi. Makalah Pada
Pelatihan Perencanaan Pangan dan Gizi, Biro Perencanaan
Departemen Pertanian, Kayuambon, Lembang
Suharjo. et al. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor : Pusat Antar Universitas. Pangan
dan Gizi. IPB.
Suharjo. et al. dan H, Riyadi. 1990. Penelitian Gizi Masyarakat PAV Pangan dan
Gizi IPB.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Williams MH. 1995. Nutrition for Fitness and Sprot, Brown & Benchmar, USA
ADMINISTRASI UMUM
61
Lampiran 2 Denah Instalasi Gizi RSMM Bogor
Ruang Pengawas Gudang Kecil Gudang Alat Gudang Basah Toilet Ruang Penerima BM
62
63
Lampiran 3
DAFTAR MENU PENDERITA KELAS III RUMAH SAKIT Dr H MARZOEKI MAHDI BOGOR
Nasi putih Nasi putih Nasi putih Nasi putih Nasi putih
Balado tempe Abon sapi Tahu acar Abon sapi Tahu kecap
Pagi
Tm sawi ijo Balado tahu Tempe goreng Balado tahu Tm sawi putih
Tm sawi putih Tm bayam Bobor kangkung
Snack Bb kc hijao Pisang rebus Susu
Nasi putih Nasi putih Nasi putih Nasi putih Nasi putih
Semur daging Kari tahu Dadar telur Balado telur Semur ayam
Siang
Tm kc panjang,toge Tm labu siam,soun Sayur sop Urap sayuran Pecel
Pepaya Pisang ambon Jeruk Pisang ambon
Nasi putih Nasi putih Nasi putih Nasi putih Nasi putih
Tahu cabe ijo Ayam bb kecap Kalio hati Tempe cabe ijo Ikan asin gabus
Sore Tempe acar Kr. Tempe+kc tanah Tm kol, soun,wortel Semur tahu Sayur asem
Sayur lodeh Tm kc panjang,toge, Laksa
wortel
Nasi putih Nasi putih Nasi putih Nasi putih Nasi putih
Telur asin Semur tahu Tempe bb rujak Semur telur Tempe goreng
Pagi
Tm bayam Tm kc. Panjang Sy kc. Panjang,kol Tm toge, kangkung Balado tahu
bb kuning Tm bayam
Snack Bb kc hijau Roti selai
Nasi putih Nasi putih Nasi putih Nasi putih Nasi putih
Balado tempe Ikan asin gabus Telur kecap Kalio hati Telur pindang
Siang Tahu semur Tempe bb rujak Kari lb siam,wortel, Sop kc merah Lalap
SG. Kc panj,labu Tm kangkung, toge kac. Panjang Pepaya sambal
Melon Semangka Pisang ambon
Nasi putih Nasi putih Nasi putih Nasi putih Nasi putih
Balado telur Empal basah Tahu kecap SG tahu kc jogo Tahu acar
Sore
Tm sawi ijo Kimlo SG. Tempe Gulai kapau Tempe bb rujak
Tm timun, soun sy sawi putih,wortel
64
65
66