Anda di halaman 1dari 74

ANALISIS JANGKA PANJANG FAKTOR YANG

MEMENGARUHI PRODUKSI PANGAN SEBAGAI BAGIAN


DARI KETERSEDIAAN PANGAN DI INDONESIA

SHEILLA LOKANITA RAHAYU

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Jangka


Panjang Faktor yang Memengaruhi Produksi Pangan Sebagai Bagian dari
Ketersediaan Pangan di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2018

Sheilla Lokanita Rahayu


NIM H14140059
ABSTRAK
SHEILLA LOKANITA RAHAYU. Analisis Jangka Panjang Faktor yang
Memengaruhi Produksi Pangan Sebagai Bagian dari Ketersediaan Pangan di
Indonesia. Dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO.
Ketahanan pangan menjadi fokus penting setiap negara, termasuk Indonesia.
Salah satu dimensi ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan. Kecukupan
ketersediaan pangan diperlukan Indonesia untuk memenuhi kebutuhan
penduduknya yang terus meningkat. Sumber ketersediaan pangan adalah produksi
pangan domestik, impor pangan, dan bantuan pangan. Banyak faktor yang dapat
memengaruhi ketersediaan pangan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
melihat kondisi ketersediaan pangan di Indonesia dan menganalisis pengaruh
jangka panjang beberapa faktor terhadap produksi pangan di Indonesia. Periode
penelitian yang digunakan sebanyak 39 tahun, yaitu mulai tahun 1976 hingga
2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vector Error
Correction Model (VECM). Penelitian ini memberikan hasil bahwa berdasarkan
indikator FAO ketersediaan pangan di Indonesia berkembang baik. Selain itu,
impor pangan, luas lahan pertanian, PDB per kapita, modal, dan produktivitas
tenaga kerja di sektor pertanian memiliki pengaruh jangka panjang terhadap
produksi pangan di Indonesia.
Kata kunci: Indonesia, Ketersediaan Pangan, VECM

ABSTRACT

SHEILLA LOKANITA RAHAYU. Long Term Analysis Factors Affecting Food


Production as A Part of Food Availability in Indonesia. Guided by NUNUNG
NURYARTONO.
Food security becomes an important focus of every country, including
Indonesia. One of the dimensions of food security is food availability. Sufficiency
of food availability is needed by Indonesia to fulfil the needs of its growing
population. Sources of food availability are domestic food production, food
imports, and food aid. Many factors could affect food availability. Therefore, this
study aims to look at the conditions of food availability in Indonesia and analyze
the long-term effects of several factors on food production in Indonesia. The
period used in this research is 39 years, starting from 1976 until 2014. The method
utilized for this research is Vector Error Correction Model (VECM). The result of
this research shows that based on FAO indicator, food security in Indonesia is
well developed. In addition, food imports, agricultural land area, GDP per capita,
capital formation, and labor productivity in the agricultural sector have long-term
effects on food production in Indonesia.
Keywords: Food Availability, Indonesia, VECM.
ANALISIS JANGKA PANJANG FAKTOR YANG
MEMENGARUHI PRODUKSI PANGAN SEBAGAI BAGIAN
DARI KETERSEDIAAN PANGAN DI INDONESIA

SHEILLA LOKANITA RAHAYU

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
Judul Skripsi : Analisis Jangka Panjang Faktor yang Memengaruhi Produksi
Pangan Sebagai Bagian dari Ketersediaan Pangan di Indonesia
Nama : Sheilla Lokanita Rahayu
NIM : H14140059

Disetujui oleh

Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi


Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Sahara, SP MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema karya ilmiah
yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2018 ini adalah ketahanan pangan dengan
judul Analisis Jangka Panjang Faktor yang Memengaruhi Produksi Pangan
Sebagai Bagian dari Ketersediaan Pangan di Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi
selaku pembimbing serta Bapak Dr Syamsul Hidayat Pasaribu, MSi dan Ibu Heni
Hasanah, SE MSi selaku dosen penguji yang telah memberi saran. Di samping itu,
terima kasih penulis sampaikan kepada Kak Amin dan Silvia atas bantuannya
dalam hal pengolahan data, serta Kak Kiki atas sarannya dalam hal penulisan.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik, serta seluruh
keluarga dan teman-teman atas doa dan kasih sayangnya. Tak lupa penulis
ungkapkan terima kasih kepada seluruh keluarga Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan angkatan 51, khususnya teman sebimbingan (Undung Permatasari,
Sheila Wulandari, Ixananda Arcedia, dan Raras Aisyah), serta teman-teman
Institut Pertanian Bogor atas segala doa dan bantuannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2018

Sheilla Lokanita Rahayu


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii


DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 4
Ruang Lingkup Penelitian 5
TINJAUAN PUSTAKA 5
Ketahanan Pangan 6
Teori Produksi 10
Penelitian Terdahulu 11
Kerangka Pemikiran 12
Hipotesis Penelitian 13
METODE 13
Jenis dan Sumber Data 13
Definisi Operasional 14
Metode Analisis dan Pengolahan Data 14
Model Penelitian 17
HASIL DAN PEMBAHASAN 18
Kondisi Ketahanan Pangan Menurut (FAO) 18
Hasil Uji Pra Estimasi 20
Hasil Estimasi VECM 23
Pengaruh Guncangan Variabel Penelitian Terhadap Ketersediaan Pangan di
Indonesia: Analisis Impulse Response Function (IRF) 23
Pengaruh Guncangan Variabel Penelitian Terhadap Ketersediaan Pangan di
Indonesia: Analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) 32
SIMPULAN DAN SARAN 33
Simpulan 33
Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 34
LAMPIRAN 37
RIWAYAT HIDUP 62
DAFTAR TABEL
1 Hipotesis variabel independen terhadap produksi pangan domestik 13
2 Variabel dalam penelitian 14
3 Indikator ketahanan pangan menurut FAO 19
4 Rangkuman hasil uji stasioneritas dengan PP test 21
5 Rangkuman hasil uji stasioneritas dengan ADF test 21
6 Perkembangan impor nonmigas (komoditi pangan) tahun 2013 – 2017
(dalam juta dollar AS) 28
7 Tenaga kerja subsektor tanaman pangan berdasarkan golongan tingkat
pendidikan di Indonesia (jiwa) 31

DAFTAR GAMBAR
1 Konsep keterkaitan antara kerawanan pangan dengan kelaparan,
kekurangan gizi, dan kemiskinan 2
2 Persentase jumlah penduduk yang mengalami kekurangan gizi di
Indonesia tahun 2000 – 2015 2
3 Jumlah total penduduk Indonesia tahun 2000 – 2016 3
4 Kerangka kerja ketahanan pangan 7
5 Kerangka pemikiran 12
6 Perkembangan indikator ketersediaan pangan di Indonesia 20
7 Hasil IRF produksi pangan terhadap luas lahan pertanian pada model 1
(AGRL) dan model 2 (ARL) 24
8 Persentase luas lahan pertanian 24
9 Hasil IRF produksi pangan terhadap pertumbuhan ekonomi pada model
1 dan model 2 26
10 Hasil IRF produksi pangan terhadap impor pangan pada model 1 dan
model 2 27
11 Jumlah impor pangan utama dan pangan olahan di Indonesia pada tahun
2000 – 2016 28
12 Hasil IRF produksi pangan terhadap pembentukkan modal pada model
1 dan model 2 29
13 Hasil IRF produksi pangan terhadap produktivitas tenaga kerja pada
model 1 dan model 2 30
14 Share tenaga kerja subsektor tanaman pangan terhadap sektor pertanian
di Indonesia (jiwa) 31
15 Tenaga kerja subsektor tanaman pangan berdasarkan golongan usia di
Indonesia (jiwa) 31
16 Hasil FEVD produksi pangan model 1 32
17 Hasil FEVD produksi pangan model 2 32
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil uji stasioneritas data pada tingkat level dan first difference
dengan Phillips-Perron test 37
2. Hasil uji stasioneritas data pada tingkat level dan first difference
dengan Augmented Dickey Fuller test 41
3. Hasil Uji Lag Optimum 46
4. Hasil Uji Stabilitas VAR 47
5. Hasil Uji Kointegrasi 48
6. Hasil Estimasi VECM 50
7. Hasil Impulse Response Function (IRF) 56
8. Hasil Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) 58
1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Pangan menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 merupakan


kebutuhan dasar tiap manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat
Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk
melaksanakan pembangunan nasional. Hal tersebut menjadi dasar kebutuhan
utama untuk dapat menjalankan aktivitas sehari-hari. Selain itu, Undang-Undang
Dasar Tahun 1945 pasal 27 ayat 2 menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dengan
terpenuhinya kecukupan pangan, manusia dapat hidup sehat dan menjalankan
aktivitas sehari-hari dengan produktif. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai
kondisi ketahanan pangan. Kondisi ini menjamin setiap manusia baik dalam suatu
negara, wilayah, maupun rumah tangga mampu mencukupi kebutuhan hidupnya
terhadap pangan sehingga dapat meningkatkan produktivitas mereka (Suharyanto
2011).
Ketahanan pangan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Salah satu
indikator yang menggambarkan tingkat ketahanan pangan adalah Global Food
Security Index (GFSI). Food and Agricultural Organization (FAO) telah
mengukur berbagai indikator ketahanan pangan 113 negara di dunia dan
mengumpulkannya dalam Global Food Security Index (GFSI). Indikator-indikator
tersebut dikelompokan dalam tiga kategori, yaitu ketersediaan, kemampuan, serta
mutu dan keamanan pangan. Berdasarkan GFSI tahun 2017, indeks ketahanan
pangan Indonesia secara keseluruhan menempati peringkat ke-69 dari 113 negara
yang diamati. Jika dilihat berdasarkan kategori, Indonesia menempati peringkat
ke-64 untuk kategori ketersediaan pangan, peringkat ke-68 untuk kategori
kemampuan, dan peringkat ke-86 untuk kategori mutu dan keamanan pangan dari
113 negara yang diamati. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih termasuk
negara dengan ketahanan pangan yang cukup dan disertai peningkatan skor
ketahanan pangan secara keseluruhan sebesar 0,2 persen dari tahun sebelumnya
(GFSI 2017).
Ketahanan pangan erat kaitannya dengan kerawanan pangan. Menurut FAO,
kelaparan, kekurangan gizi, dan kemiskinan merupakan tiga konsep yang
berhubungan dengan kerawanan pangan. Kelaparan merupakan kondisi tidak
nyaman karena konsumsi energi dari makanan yang kurang tercukupi. Semua
orang yang kelaparan dapat dikatakan rawan pangan, tetapi tidak semua orang
yang termasuk rawan pangan mengalami kelaparan. Hal tersebut dapat disebabkan
oleh hal lain, seperti kurangnya nutrisi dari pangan yang dikonsumsi. Kekurangan
gizi merupakan kekurangan, kelebihan, atau ketidakseimbangan konsumsi makro
dan/atau mikronutrien. Sementara itu, kemiskinan dikatakan sebagai penyebab
terjadinya kelaparan dan kekurangan gizi tersebut. Oleh karena itu ketiga konsep
tersebut saling berhubungan dan memengaruhi tingkat ketahanan pangan
seseorang di suatu wilayah (FAO 2008). Gambar 1 menunjukkan keterkaitan
antara kerawanan pangan, kelaparan, kekurangan gizi, dan kemiskinan yang dapat
menyebabkan penurunan produktivitas.
2

Sumber: FAO (2008)


Gambar 1 Konsep keterkaitan antara kerawanan pangan dengan kelaparan,
kekurangan gizi, dan kemiskinan
Keterkaitan antara ketahanan pangan dengan kerawanan pangan
mengartikan bahwa kerawanan pangan juga dapat menggambarkan ketahanan
pangan suatu negara. Negara yang tahan pangan memiliki tingkat kerawanan
pangan yang rendah. Salah satu indikator yang menunjukkan kerawanan pangan
suatu negara adalah jumlah penduduk yang mengalami kekurangan gizi. Jumlah
penduduk yang mengalami kekurangan gizi di Indonesia cenderung mengalami
penurunan pada periode tahun 2000 hingga 2015 (Gambar 2). Kondisi ini
memperlihatkan bahwa pada periode 2000 hingga 2015, kebijakan pangan yang
dibuat mampu mengurangi tingkat kerawanan pangan Indonesia. Kebijakan
pangan tersebut termasuk dalam implementasi kebijakan Millenium Development
Goals (MDGs). Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) yang
merupakan tujuan pertama adalah menanggulangi kemiskinan dan kelaparan. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa kebijakan Millenium Development Goals
(MDGs) berkontribusi terhadap penurunan tingkat kerawanan pangan Indonesia.
20
Jumlah terhadap total

15
populasi (%)

10

Sumber: World Bank, 2018 (data diolah)


Gambar 2 Persentase jumlah penduduk yang mengalami kekurangan gizi di
Indonesia tahun 2000 – 2015
3

Beberapa indikator sebelumnya menunjukkan bahwa Indonesia telah


mampu meningkatkan ketahanan pangan. Meskipun begitu, kerawanan pangan
menjadi hal yang tidak dapat dihindari. Penurunan jumlah penduduk yang
mengalami kekurangan gizi tidak serta merta dapat menghilangkan kerawanan
pangan suatu negara. Kerawanan pangan juga dapat terjadi jika kebutuhan pangan
penduduk tidak diikuti dengan ketersediaan pangan yang cukup. Kesenjangan
antara kebutuhan dan ketersediaan pangan dapat menyebabkan kerawanan
pangan. Jika dilihat dari sisi penawaran dan permintaan pangan, populasi dapat
menjadi salah satu faktor yang memengaruhi kesenjangan pangan.
300
250
Total penduduk
(juta jiwa)

200
150
100
50
0
2000

2016
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Sumber: World Bank, 2018 (data diolah)
Gambar 3 Jumlah total penduduk Indonesia tahun 2000 – 2016

Indonesia termasuk negara dengan populasi penduduk yang tinggi.


Peningkatan populasi penduduk Indonesia terjadi setiap tahun (Gambar 3).
Populasi penduduk yang meningkat mengindikasikan kebutuhan yang juga
meningkat. Selanjutnya permintaan pangan akan ikut mengalami peningkatan.
Menurut Aker dan Lemtouni (1999), kebutuhan pangan suatu negara dapat
dipenuhi baik melalui produksi domestik, akses pangan di luar produksi domestik
(impor atau bantuan pangan), maupun kombinasi diantara keduanya. Beberapa hal
sebelumnya menunjukkan pentingnya ketersediaan pangan untuk mencapai
ketahanan pangan. Kecukupan ketersediaan pangan penting karena akan
berdampak pada aspek lainnya, salah satunya harga pangan. Nurhemi et al. (2014)
menyatakan bahwa ketidakstabilan harga komoditas pangan sebagai kebutuhan
pokok masyarakat di Indonesia banyak dipengaruhi oleh permasalahan suplai.
Jika harga pangan meningkat, maka masyarakat akan semakin sulit mengakses
kebutuhan pangan mereka. Oleh karena itu, diperlukan ketersediaan pangan yang
cukup sehingga memenuhi kebutuhan penduduk terhadap pangan, khususnya
dalam produksi pangan domestik. Produksi pangan domestik dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor. Penelitian ini dilakukan untuk melihat respon dari beberapa
faktor terhadap ketersediaan pangan di tingkat nasional.
4

Perumusan Masalah

Ketahanan pangan merupakan isu pokok yang penting bagi seluruh negara
di dunia karena tingkat urgensinya. Kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari
tingkat ketahanan pangan suatu negara. Menurut Nurhemi et al. (2014), bahwa
ketahanan pangan merupakan isu pokok pemenuhan kesejahteraan masyarakat
yang akan menentukan kestabilan ekonomi, sosial, dan politik dalam suatu negara.
Pada tahun 1970-an, ketahanan pangan terfokus pada pentingnya
pemenuhan pangan di tingkat nasional yang dilihat dari dimensi ketersediaan
pangan. Kemudian sekitar tahun 1980, ketahanan pangan rumah tangga menjadi
fokus penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Hal ini disebabkan
ketersediaan pangan saja belum cukup untuk menjamin ketahanan pangan seluruh
individu dalam suatu wilayah. Dimensi akses pangan menjadi hal utama pada saat
itu. Setelah itu, aspek kelestarian lingkungan ikut dimasukkan dalam isu
ketahanan pangan sekitar tahun 1990 (Rachman dan Ariani 2002). Sejak saat itu,
banyak penelitian mengenai ketahanan pangan yang muncul bukan hanya pada
tingkat nasional, namun pada tingkat rumah tangga.
Terdapat beberapa penelitian ketahanan pangan yang terfokus pada tingkat
rumah tangga, khususnya di Indonesia. Di sisi lain, banyak faktor yang secara
umum memengaruhi ketahanan pangan di tingkat nasional. Menurut Applanaidu
et al. (2014), meskipun secara relatif ketahanan pangan merupakan konsep
sederhana, faktor yang memengaruhi ketahanan pangan lebih sulit untuk
ditentukan. Penyebabnya adalah luasnya konsep ketahanan pangan yang mampu
dipengaruhi oleh berbagai macam hal dari banyak sisi. Oleh karena itu, penelitian
ini secara umum bertujuan untuk mengkaji pengaruh beberapa faktor terhadap
ketersediaan pangan di tingkat nasional.
Terdapat dua poin permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini.
1. Apakah kondisi ketersediaan pangan Indonesia saat ini sudah baik?
2. Bagaimana pengaruh impor pangan, luas lahan pertanian, PDB per kapita,
modal, dan produktivitas tenaga kerja terhadap produksi pangan di
Indonesia dalam jangka panjang?

Tujuan Penelitian

Perumusan masalah di atas menunjukkan dua poin tujuan penelitian yang


hendak dicapai, yaitu:
1. mendeskripsikan kondisi ketersediaan pangan Indonesia menurut FAO,
serta
2. menganalisis pengaruh impor pangan, luas lahan pertanian, PDB per kapita,
modal, dan produktivitas tenaga kerja terhadap produksi pangan di
Indonesia.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu diterima oleh berbagai pihak, baik
penulis, pembaca, akademisi, maupun pemerintah terkait. Bagi penulis, penelitian
ini diharapkan mampu menjadi tolak ukur penulis dalam memahami fenomena
5

ekonomi yang terjadi secara nyata dan mampu menjadi pengalaman yang baik
dalam hal penelitian. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan mampu
memberikan informasi yang berguna dan membuka wawasan para pembaca. Bagi
akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dalam
melakukan penelitian terkait selanjutnya. Bagi pemerintah, khususnya
kementerian terkait, penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan referensi
dalam pembuatan kebijakan yang memengaruhi ketahanan pangan di Indonesia.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menganalisis hubungan beberapa faktor terhadap ketersediaan


pangan di Indonesia. Faktor yang diteliti adalah impor pangan, luas lahan
pertanian, PDB per kapita, modal, dan produktivitas tenaga kerja. Respon faktor
tersebut dilihat dari produksi pangan domestik sebagai proksi dari ketersediaan
pangan.
Periode penelitian ini adalah 39 tahun, yaitu tahun 1976 hingga 2014. Data
yang digunakan berupa data kuantitatif resmi Indonesia dari situs resmi, yaitu
World Bank dan Food and Agricultural Organization (FAO). Metode analisis
yang digunakan adalah Vector Error Correction Model (VECM).
Analisis yang dilakukan adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
Analisis kualitatif berupa gambaran umum ketahanan pangan Indonesia menurut
indikator FAO. Kemudian analisis kuantitatif dilakukan untuk melihat pengaruh
impor pangan, luas lahan pertanian, PDB per kapita, modal, dan produktivitas
tenaga kerja terhadap ketersediaan pangan Indonesia serta melihat respon
ketersediaan pangan Indonesia terhadap guncangan faktor-faktor tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA
Pangan memiliki tiga fungsi utama pada umumnya. Fungsi yang pertama
adalah sebagai asupan zat gizi esensial. Fungsi kedua adalah sebagai pemuasan,
seperti pemuasan terhadap rasa yang enak dan atau tekstur yang baik. Fungsi
ketiga adalah sebagai regulasi bioritme, sistem saraf, sistem imunitas, dan sistem
pertahanan tubuh secara fisiologis.
Definisi pangan sebelumnya merupakan pangan dalam arti luas. Terdapat
juga pangan khusus yang biasa disebut sebagai pangan fungsional. Berdasarkan
fungsi utama pangan secara umum, pangan fungsional termasuk ke dalam fungsi
ketiga. Pangan fungsional merupakan pangan alami, seperti buah-buahan
dan sayur-sayuran, atau pangan olahan yang mengandung komponen bioaktif
sehingga dapat memberikan dampak positif pada fungsi metabolisme manusia.
Pangan fungsional memberikan manfaat tambahan di samping fungsi gizi dasar
pangan tersebut dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Sifat pangan
fungsional ditujukan untuk seluruh populasi atau kelompok khusus yang
didefinisikan secara jelas sebagai contoh khusus untuk usia tertentu atau untuk
golongan yang memiliki sifat genetik tertentu. Selain itu, pangan fungsional juga
mencakup produk yang dibuat secara khusus untuk meningkatkan
penampilan fisik maupun kognitif.
6

Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan menjadi isu sentral dalam kerangka pembangunan


nasional. Peningkatan ketahanan pangan merupakan prioritas utama pembangunan
karena pangan merupakan kebutuhan dasar tiap individu. Menurut PP Nomor 68
Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan, ketahanan pangan merupakan hal penting
dalam rangka pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia yang
berkualitas, mandiri, dan sejahtera melalui perwujudan ketersediaan pangan yang
cukup, aman, bermutu, bergizi, dan beragam serta tersebar merata di seluruh
wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Definisi ketahanan pangan telah banyak diberikan para ahli dan berbagai
institusi. Menurut FAO, ketahanan pangan adalah kondisi ketika semua orang, di
setiap waktu, memiliki akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap kecukupan,
keamanan, dan nutrisi pangan dimana terpenuhinya kebutuhan dan preferensi
pangan untuk kehidupan yang aktif dan sehat. Pada World Food Summit (1996),
ketahanan pangan diartikan sebagai kondisi ketika semua orang secara terus
menerus, baik secara fisik, sosial, dan ekonomi mempunyai akses untuk pangan
yang memadai/cukup, bergizi, dan aman yang memenuhi kebutuhan pangan
mereka dan pilihan makanan untuk hidup secara aktif dan sehat (Ningsi 2012).
UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan mendefinisikan ketahanan pangan
sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan
terjangkau. UU Nomor 18 Tahun 2012 mengartikan ketahanan pangan sebagai
kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
aman beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan
agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
produktif secara berkelanjutan.
Menurut Bulog, UU Nomor 18 Tahun 2012 bukan hanya membahas
mengenai ketahanan pangan, melainkan juga kedaulatan pangan, kemandirian
pangan, dan keamanan pangan. Kedaulatan pangan adalah hak negara dan bangsa
yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas
pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan
sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal. Kemandirian
pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang
beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan
pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi
sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara
bermartabat. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain
yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta
tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga
aman untuk dikonsumsi.
Status ketahanan pangan dapat dilihat dari tingkat nasional/wilayah, rumah
tangga, maupun individu. Ketahanan pangan nasional dianggap sebagai
kemampuan suatu negara dalam mencukupi pangan penduduknya. Kemampuan
mencukupi pangan tersebut dilihat dari produksi pangan negara tersebut dalam
memenuhi kebutuhan permintaan pangan masyarakatnya. Istilah lainnya adalah
7

kedaulatan pangan. Kedaulatan pangan merupakan ukuran suatu negara dalam


menyediakan pangan untuk memenuhi permintaan pangan, baik melalui produksi
domestik maupun impor (Andersen 2008). Ketahanan pangan di tingkat rumah
tangga lebih menekankan pada kemampuan rumah tangga dalam mengakses
pangan yang tersedia. Sementara itu, ketahanan pangan tingkat individu lebih
menekankan pada kemampuan individu dalam memanfaatkan atau menyerap
pangan yang sudah tersedia dan dapat diakses.
Menurut FAO, ketahanan pangan dapat dilihat pada tiga dimensi, yaitu
dimensi ketersediaan, aksesibilitas, serta stabilitas dan utilitas pangan. Global
Food Security Index (GFSI) mengelompokkan indikator ketahanan pangan dalam
tiga kelompok indikator, yaitu kemampuan, ketersediaan, serta kualitas dan
keamanan pangan. Berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2012, ketahanan pangan
terdiri atas tiga pilar, yaitu ketersediaan, keterjangkauan fisik dan ekonomi, serta
stabilitas pangan yang harus tersedia dan terjangkau setiap saat dan setiap tempat.
Gambar 4 menggambarkan kerangka konsep ketahanan pangan yang memuat
aspek-aspek dalam ketahanan pangan.

Sumber: Stamoulis dan Zezza (2003)


Gambar 4 Kerangka kerja ketahanan pangan
8

1. Ketersediaan pangan
Ketersediaan pangan merupakan salah satu dimensi/aspek/indikator yang
menggambarkan ketahanan pangan. Menurut BPS, ketersediaan pangan adalah
kondisi tersedianya pangan, baik yang bersumber dari hasil produksi, cadangan,
maupun impor. Menurut Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA),
ketersediaan pangan adalah tersedianya pangan secara fisik di daerah yang
diperoleh, baik dari produksi domestik, impor/perdagangan, maupun bantuan
pangan. Dewan Ketahanan Pangan (DKP) mendefinisikan ketersediaan pangan
sebagai kondisi tersedianya pangan (termasuk pangan kaya gizi) dari hasil
produksi dalam negeri, cadangan pangan, serta pemasukan pangan, termasuk
didalamnya impor dan bantuan pangan apabila kedua sumber utama tidak dapat
memenuhi kebutuhan. Selain itu, ketersediaan pangan digambarkan sebagai
kondisi tersedianya makanan dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang
sesuai serta dipasok melalui produksi dalam negeri atau impor, termasuk bantuan
makanan (Stamoulis dan Zezza 2003).
Dimensi ketersediaan pangan diwakili oleh aspek kecukupan pangan. Aspek
kecukupan pangan dilihat dari tiga indikator, yaitu indikator persediaan pangan,
indikator tidak kekurangan pangan, dan indikator ketakutan kekurangan pangan
(BPS 2013). Berdasarkan indikator ketahanan pangan menurut FAO, ketersediaan
pangan digambarkan oleh rata-rata kecukupan suplai energi, rata-rata nilai
produksi pangan, share suplai energi pangan dari serealia dan umbi-umbian, rata-
rata suplai protein, dan rata-rata suplai protein hewani. Sementara berdasarkan
GFSI, ketersediaan pangan digambarkan oleh kecukupan suplai pangan,
pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian, infrastruktur pertanian, volatilitas
produksi pertanian, kestabilan politik, korupsi, kapasitas penyerapan urban, dan
food loss.
Terdapat perbedaan antara ketersediaan pangan dengan produksi pangan.
Ketersediaan pangan merupakan keseluruhan pangan yang tersedia dalam suatu
wilayah, termasuk dari berbagai sumber. Sementara itu produksi pangan
merupakan pangan yang tersedia dalam suatu wilayah yang merupakan hasil
produksi/ouput dari wilayah tersebut, tidak termasuk dari sumber pangan lainnya.
Maka, dapat disimpulkan bahwa produksi pangan merupakan salah satu bagian
dari ketersediaan pangan. Namun ketersediaan pangan tidak hanya mencakup
produksi pangan, tetapi juga termasuk impor pangan dan bantuan pangan.
2. Akses pangan
Ketersediaan pangan yang mencukupi pada suatu wilayah belum tentu
menjamin akses pangan yang baik oleh tiap rumah tangga. BPS menyatakan
bahwa akses pangan adalah kemapuan rumah tangga dalam memeroleh
kecukupan pangan, baik dari produksi sendiri, stok, pembelian, barter, hadiah,
pinjaman, dan bantuan pangan. Menurut DKP, akses pangan berhubungan dengan
kemampuan rumah tangga untuk memeroleh cukup pangan, baik yang berasal dari
produksi sendiri, stok, pembelian, barter, hadiah, pinjaman dan bantuan pangan.
Tersedianya pangan belum tentu mampu diakses oleh tiap rumah tangga karena
adanya berbagai keterbatasan, seperti keterbatasan akses fisik (infrastruktur pasar,
akses untuk mencapai pasar, dan fungsi pasar), akses ekonomi (kemampuan
keuangan untuk membeli makanan yang cukup dan bergizi), dan/atau akses sosial
(modal sosial yang dapat digunakan untuk mendapatkan mekanisme dukungan
informal, seperti barter, meminjam, atau adanya program dukungan sosial).
9

Sementara itu, menurut Stamoulis dan Zezza (2003), akses pangan merupakan
akses individu untuk sumber daya yang memadai dalam memeroleh makanan
yang tepat.
Aspek keterjangkauan fisik, ekonomi, dan sosial mewakili dimensi akses
pangan. Indikator yang menggambarkan aspek ini adalah indikator pangan
diproduksi di kecamatan, indikator tidak mengalami kesulitan menjangkau lokasi
penelitian, dan indikator harga pembelian yang tidak tinggi (BPS 2013).
Berdasarkan indikator ketahanan pangan oleh FAO, akses pangan digambarkan
oleh kepadatan akses jalur kendaraan, PDB per kapita, rata-rata tingkat
kekurangan gizi, rata-rata penduduk yang mengalami kerawanan pangan, dan
kedalaman defisit pangan. Sementara berdasarkan indikator GFSI,
akses/keterjangkauan pangan digambarkan oleh konsumsi pangan terhadap
pengeluaran rumah tangga, proporsi penduduk di bawah garis kemiskinan, PDB
per kapita, tarif impor pertanian, adanya program keamanan pangan, dan akses
keuangan petani.
3. Pemanfaatan pangan
Ketersediaan pangan dan akses pangan belum cukup untuk menjamin
seorang individu tahan pangan. Individu yang memiliki kecukupan ketersediaan
pangan dan akses pangan yang baik belum tentu mampu menyerap/memanfaatkan
pangan tersebut dengan baik pula. Pemanfaatan/penyerapan pangan dapat
dikatakan sebagai kemampuan individu dalam memanfaatkan/menyerap pangan
yang sudah dimiliki. Menurut Stamoulis dan Zezza (2003), pemanfaatan pangan
dapat dilihat melalui makanan yang cukup, air bersih, sanitasi, dan perawatan
kesehatan untuk mencapai keadaan kesejahteraan nutrisi yang memenuhi semua
kebutuhan fisiologis. Hal ini memunculkan pentingnya masukan non-pangan
dalam ketahanan pangan. Tidak cukup bahwa seseorang mendapatkan makanan
yang cukup jika orang tersebut tidak dapat menggunakan makanan karena sering
jatuh sakit.
Aspek yang mewakili dimensi pemanfaatan pangan adalah aspek kecukupan
asupan dan aspek kualitas air. Aspek kecukupan asupan dilihat dari indikator tidak
adanya balita kurang gizi atau balita dengan berat badan dibawah standar serta
indikator tidak adanya balita yang meninggal karena sakit. Aspek kualitas air
dapat dilihat dari sumber air minum utama dan sumber air masak utama. Semakin
baik kualitas air yang digunakan maka anggota rumah tangga semakin terhindar
dari masalah kesehatan (BPS 2013). Selain itu, aspek pemanfaatan pangan
tergantung pada fasilitas penyimpanan dan pengolahan makanan, pengetahuan dan
praktek yang berhubungan dengan penyiapan makanan, pemberian makanan
untuk balita dan anggota keluarga lainnya, distribusi makanan dalam anggota
keluarga, dan kondisi kesehatan masing-masing individu yang mungkin menurun
karena penyakit, kebersihan, air dan sanitasi yang kurang baik , serta kurangnya
akses dan fasilitas kesehatan (DKP 2015). FAO menganggap dimensi
pemanfaatan pangan ini sebagai dimensi stabilitas dan pemanfaatan pangan.
Dimensi stabilitas pangan digambarkan oleh rasio ketergantungan impor serealia,
persentase lahan produktif yang memiliki saluran irigasi, nilai impor pangan
terhadap impor keseluruhan, stabilitas politik dan absen terhadap
kejahatan/terorisme, produksi pangan per kapita, dan suplai pangan per kapita.
Dimensi pemanfaatan pangan oleh FAO digambarkan oleh akses terhadap sumber
air, akses terhadap fasilitas sanitasi, persentase balita yang tergolong kurus,
10

persentase balita yang tergolong pendek, persentase balita yang tergolong gemuk,
rata-rata penduduk dewasa yang mengalami obesitas, rata-rata wanita produktif
yang mengalami anemia, dan rata-rata intensitas bayi yang masih mengonsumsi
asi eksklusif. Sementara menurut GFSI, dimensi pemanfaatan pangan diartikan
sebagai dimensi kualitas dan keamanan pangan. dimensi kualitas dan keamanan
pangan ini digambarkan oleh diversifikasi pangan, standar nutrisi, ketersediaan
mikronutrien, kualitas protein, dan keamanan pangan.
Seiring perkembangan definisi ketahanan pangan, berbagai faktor dapat
berpengaruh secara luas terhadap ketahanan pangan suatu wilayah. Pengaruh
faktor-faktor tersebut dapat melalui sisi permintaan maupun sisi penawaran.
Dalam jangka pendek, penawaran pangan ditentukan oleh produksi pertanian, stok
pangan, perdagangan pangan, nilai tukar, konflik, dan bencana alam. Perubahan
hasil produksi pertanian itu sendiri dapat dipengaruhi oleh fluktuasi cuaca,
konflik, dan bencana alam. Pada sisi permintaan, terdapat dua saluran yang
berpengaruh di bidang makro, yaitu bantuan dan kebijakan proteksi pangan.
Kedua hal tersebut dapat menjelaskan tingginya permintaan pangan ketika terjadi
guncangan di dalam negeri. Dalam jangka panjang, penawaran pangan ditentukan
oleh berbagai faktor. Faktor yang memengaruhi penawaran pangan mulanya
datang dari adanya guncangan degradasi sumber daya alam, perubahan iklim,
serta perubahan biodiversitas dan lingkungan. Sisi permintaan pangan dalam
jangka panjang umunya dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu populasi, urbanisasi,
serta perubahan pola konsumsi dan gaya hidup (Pieters, Gariso, dan Vandeplas
2013). Selain itu masih banyak faktor lain yang dapat memengaruhi ketahanan
pangan, khususnya ketersediaan pangan, secara luas.

Teori Produksi

Produksi adalah suatu kegiatan yang mengoptimalisasikan penggunaan


input-input untuk menghasilkan suatu output tertentu. Secara ekonomi, produksi
didefinisikan sebagai usaha menciptakan nilai tambah suatu barang untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Tujuan produksi adalah menghasilkan barang dan
atau jasa yang memiliki laba dan sesuai dengan kebutuhan.
Kegiatan produksi biasa dilakukan dengan mengombinasikan beberapa
input. Antara faktor produksi (input) dan hasil produksi (output) ini terdapat
hubungan teknik yang disebut sebagai fungsi produksi. Fungsi produksi adalah
sebuah rumusan yang menunjukkan jumlah barang produksi yang tergantung pada
jumlah faktor produksi yang digunakan. Dalam Nicholson (2002), fungsi produksi
adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan matematik antara input yang
digunakan untuk menghasilkan output pada tingkat tertentu. Berdasarkan
pengertian tersebut, maka fungsi produksi dapat dirumuskan sebagai berikut.
𝑄 = 𝑓 (𝑥1 , 𝑥2 , 𝑥3 , … , 𝑥𝑛 )
Keterangan :
Q : output produksi
X1, X1, X3, …, Xn : input produksi
Fungsi produksi yang umum digunakan adalah fungsi yang menggunakan
input kapital, labor, lahan, dan teknologi. Fungsi produksi tersebut termasuk
11

dalam fungsi produksi langsung. Oleh karena itu, fungsi produksi langsung secara
umum dapat dirumuskan sebagai berikut.
𝑄 = 𝑓(𝐶, 𝐿, 𝑁, 𝑇)
Keterangan :
Q : output produksi
C : kapital/modal
L : labor/tenaga kerja
N : lahan
T : teknologi

Sementara itu, terdapat juga fungsi produksi tidak langsung. Fungsi


produksi tidak langsung menunjukkan hubungan produksi barang dengan faktor
lain diluar faktor langsung seperti pada fungsi produksi langsung. Pada penelitian
ini, fungsi produksi yang dipakai menunjukkan hubungan produksi pangan
dengan kombinasi faktor langsung dan tak langsung.

Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis faktor-faktor yang


memengaruhi ketersediaan pangan suatu negara. Applanaidu et al. (2014)
menganalisis hubungan harga pangan, pertumbuhan ekonomi, nilai tukar,
produksi biodiesel, populasi, dan pengeluaran pemerintah di sektor pertanian
terhadap indeks produksi pangan di Malaysia. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa peningkatan populasi dapat meningkatkan ketahanan
pangan. Kekhawatiran akan pemenuhan pangan akan meningkat ketika populasi
meningkat. Produksi biodiesel memengaruhi ketahanan pangan dalam jangka
panjang. Hal ini disebabkan adanya kompetisi lahan antara komoditas pangan dan
bahan bakar.
Aker dan Lemtouni (1999) membuktikan bahwa terdapat pengaruh nilai
tukar terhadap ketersediaan pangan di Maroko. Jika nilai tukar mata uang asing
terhadap mata uang domestik meningkat, maka mata uang domestik terapresiasi.
Apresiasi Dirham Maroko menyebabkan impor pangan relatif lebih murah. Hal ini
menyebabkan peningkatan impor pangan. Akibatnya ketersediaan pangan ikut
meningkat. Namun, produksi pangan domestik akan mengalami penurunan. Selain
itu, dari sisi harga, tingkat harga pangan yang rendah akan menurunkan
penawaran pangan. Hal ini disebabkan produsen pangan domestik menurunkan
produksinya.
Muraoka et al. (2017) meneliti hubungan antara akses lahan dengan
ketahanan pangan di pedesaan Kenya. Penelitian tersebut menghasilkan
kesimpulan bahwa akses terhadap lahan berkontribusi pada ketahanan pangan
nasional. Selain itu, Santangelo (2017) juga meneliti hubungan lahan dengan
ketahanan pangan. Penelitian ini menganalisis pengaruh FDI pada lahan pertanian
di negara berkembang. Hasilnya menyatakan bahwa FDI di lahan pertanian negara
berkembang berpengaruh positif terhadap ketahanan pangan melalui perluasan
penggunaan lahan untuk produksi pangan.
Penelitian Gore dan Shinde (2014) bertujuan untuk mengidentifikasi faktor
penentu dari modal publik dan privat untuk sektor pertanian di India. Penelitian
12

tersebut juga memelajari dampaknya terhadap pembentukkan modal sektor


pertanian dan pertumbuhan ekonomi. Hasilnya adalah perlu adanya strategi untuk
meningkatkan pembentukkan modal di sektor pertanian. Peningkatan investasi
menjadi kunci untuk meninggalkan kondisi stagnan sektor pertanian di India.

Kerangka Pemikiran

Peningkatan populasi yang terjadi di suatu negara, khususnya Indonesia,


menyebabkan kebutuhan pangan meningkat. Permintaan masyarakat terhadap
pangan akan meningkat. Hal tersebut perlu diimbangi dengan peningkatan
penawaran pangan. Oleh karena itu, ketersediaan pangan harus dapat mencukupi
sehingga tidak terjadi kerawanan pangan.

Keterangan:
Menggambarkan hubungan antarfaktor
Menggambarkan fokus penelitian
Gambar 5 Kerangka pemikiran
Produksi domestik dan impor merupakan salah satu bagian yang dapat
menggambarkan ketersediaan pangan. Produksi pangan domestik dapat
dipengaruhi oleh berbagai hal secara luas. Input produksi, yaitu input modal dan
13

tenaga kerja, serta lahan termasuk faktor yang memengaruhi produksi pangan.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga dapat memengaruhi ketersediaan pangan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
ketersediaan pangan di Indonesia. Faktor-faktor yang dianalisis adalah luas lahan
pertanian, modal, dan produktivitas tenaga kerja sebagai input produksi, serta
pertumbuhan ekonomi dan impor pangan sebagai faktor di luar input produksi.
Pengaruh faktor tersebut dianalisis terhadap ketersediaan pangan yang
digambarkan dengan produksi pangan domestik.

Hipotesis Penelitian

Penjabaran dari latar belakang dan penelitian terdahulu memberikan


hipotesis terhadap masalah yang diteliti. Hipotesis yang pertama adalah mengenai
kondisi ketahanan pangan Indonesia. Setelah adanya perhatian khusus terhadap
status ketahanan pangan, Indonesia mulai memperbaiki kondisinya. Keikutsertaan
dalam implementasi kebijakan Millenium Development Goals (MDGs) menjadi
salah satu fokus pemerintah dalam menangani masalah pangan di Indonesia pada
periode tahun 2000 hingga 2015. Selama periode kebijakan tersebut, Indonesia
telah mampu mengurangi jumlah penduduk yang berstatus kurang gizi sebesar 9,9
persen (World Bank 2018). Saat ini, kebijakan pangan dalam MDGs tersebut
dilanjutkan melalui kebijaka Sustainable Development Goals (SDGs) untuk
periode tahun 2015 hingga 2030. Kebijakan ini juga memiliki fokus terhadap
masalah pangan, yaitu pencapaian ketahanan pangan pada tujuan kedua. Oleh
karena itu, dapat diduga bahwa kondisi ketahanan pangan Indonesia saat ini sudah
baik.
Hipotesis yang kedua adalah mengenai pengaruh beberapa faktor terhadap
ketersediaan pangan di Indonesia. Adapun hipotesis penelitian faktor-faktor
tersebut dijabarkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Hipotesis variabel independen terhadap produksi pangan domestik
Variabel Deskripsi Hipotesis
FM Impor pangan Negatif
AGRL Luas lahan pertanian total Positif
ARL Luas lahan pertanian produktif Positif
Produk Domestik Bruto (PDB) per
GDP Positif
kapita
CAP Total pembentukan modal Positif
PRODV Produktivitas tenaga kerja Positif

METODE
Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang
bersifat kuantitatif. Data yang digunakan merupakan data deret lintang atau time
14

series yang bersifat tahunan. Periode yang digunakan pada penelitian ini adalah
tahun 1976 hingga 2014.
Data sekunder yang diperoleh berasal dari instansi terkait, yaitu World Bank
dan Food and Agricultural Organization (FAO). Data-data tersebut meliputi
indeks produksi pangan, persentase impor pangan terhadap total impor, luas lahan
pertanian, luas lahan pertanian produktif, PDB riil per kapita, pembentukan
modal, dan nilai tambah pertanian per tenaga kerja. Berikut ini adalah variabel-
variabel yang digunakan dalam penelitian (Tabel 2).
Tabel 2 Variabel dalam penelitian
Variabel Simbol Satuan Sumber
Indeks produksi pangan FPD - World Bank
Impor pangan FM Persen World Bank
Luas lahan pertanian total AGRL Persen FAO
Luas lahan pertanian produktif ARL Persen FAO
PDB riil per kapita GDP Dollar US World Bank
Pembentukkan modal CAP Persen World Bank
Produktivitas tenaga kerja PRODV Dollar US FAO

Definisi Operasional

Terdapat beberapa variabel yang memerlukan penjelasan. Oleh karena itu


diperlukan definisi operasional untuk menjelaskan variabel yang digunakan dalam
penelitian ini. Berikut adalah definisi operasional masing-masing variabel.
1. Indeks produksi pangan : Ukuran produksi bahan pangan di Indonesia
yang dapat dimakan dan memiliki kandungan
gizi.
2. Impor pangan : Persentase impor pangan terhadap seluruh
komoditas perdagangan.
3. Luas lahan pertanian : Area lahan untuk sektor pertanian yang
merupakan bagian dari area lahan total.
4. Luas lahan pertanian : Area lahan pertanian yang bersifat layak
produktif ditanami.
5. Produk Domestik Bruto : Jumlah nilai tambah dari hasil produksi
(PDB) per kapita Indonesia dalam perekonomian tahun dasar
2010.
6. Pembentukkan modal : Persentase aset total terhadap GDP
7. Produktivitas tenaga kerja : Nilai tambah sektor pertanian per tenaga kerja.

Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis


kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk
menggambarkan ketahanan pangan Indonesia. Ketahanan pangan dalam penelitian
ini dilihat dari indikator-indikator yang dibuat oleh FAO. Kemudian analisis
kuantitatif digunakan untuk melihat pengaruh beberapa faktor (impor pangan, luas
15

lahan pertanian, PDB per kapita, modal, dan produktivitas tenaga kerja) terhadap
ketersediaan pangan yang dilihat dengan indeks produksi pangan Indonesia.
Model analisis yang digunakan untuk analisis kuantitatif ini adalah Vector
Error Correction Model (VECM). Dari model VECM, dapat dilihat hasil respon
variabel terhadap guncangan variabel lain oleh Impulse Response Function (IRF)
dan kontribusi suatu variabel terhadap variabel lain pada waktu mendatang
dengan Forecast Error variance Decomposition (FEVD). Pengolahan data
dilakukan menggunakan Microsoft Office Excel 2007 dan Eviews 10. Hasil
analisis kuantitatif tersebut dapat dipakai sebagai kesimpulan kualitatif
berdasarkan teori, studi pustaka, ataupun penelitian empiris.
Vector Error Correction Model (VECM)
Konsep dasar VECM adalah minimal ada satu variabel yang tidak stasioner
pada tingkat level, tetapi stasioner pada tingkat first difference. Meskipun tidak
stasioner pada level, estimasi masih dapat dilakukan dengan mekanisme koreksi
kesalahan. Hal ini dilakukan karena terdapat kointegrasi diantara variabel yang
diteliti. Adanya kointegrasi tersebut menunjukkan adanya proses penyesuaian dari
jangka pendek ke jangka panjang untuk mencegah terjadinya kesalahan yang lebih
besar.
VECM adalah bentuk VAR yang terestriksi. Model ini mampu merestriksi
kesalahan yang terjadi. Restriksi hubungan jangka panjang variabel-variabel yang
diteliti dilakukan agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasinya. Namun
hubungan dinamisasi jangka pendek tetap ada. Jadi VECM merupakan model
yang dapat memecahkan persoalan time series yang tidak stasioner pada level dan
memungkinkan terjadinya regresi palsu (spurious regression).
Adapun spesifikasi model VECM (Firdaus 2011) adalah sebagai berikut.
𝑘−1

∆𝑌𝑡 = 𝜇0𝓍 + 𝜇1𝑥 𝑥𝑡 + Π𝓍 𝑌𝑡−1 + ∑ Γ𝑥𝑖 ∆Yt−1 + 𝜀𝑡


𝑖=1
Keterangan :
Yt : vektor yang berisi variabel penelitian
μ0x : vektor intersep
μ1x : vektor koefisien regresi
t : tren waktu
Πx : αxβ ҆ dimana b ҆ mengandung persamaan kointegrasi jangka panjang
Yt -1 : variabel in-level
Гix : matriks koefisien regresi
k – 1 : ordo VECM dari VAR
εt : error term
Vektor kointegrasi menunjukkan hubungan jangka panjang dan ditunjukkan
dalam bentuk matriks kointegrasi berdasarkan banyaknya persaman jangka
panjang yang dihasilkan pada pengujian kointegrasi.
Sebelum melakukan estimasi VECM, terdapat beberapa tahap yang perlu
dilakukan. Tahap-tahapnya adalah uji stasioneritas data, uji lag optimum, uji
stabilitas, dan uji kointegrasi. Berikut penjelasan tiap tahap uji sebelum
melakukan estimasi VECM.
Uji stasioneritas data
16

Uji stasioneritas diperlukan untuk melihat ada atau tidaknya unit root pada
suatu data. Jika suatu data mengandung unit root, maka estimasi model akan sulit
dilakukan. Pengujian stasioneritas pada penelitian ini menggunakan metode
Phillips-Perron (PP) dan Augmented Dickey Fuller. Pengujian data dilakukan
sesuai tren deterministik yang terdapat pada masing-masing variabel. Jika data
stasioner di tingkat first difference, maka metode estimasi yang dapat digunakan
adalah Error Correction Model (ECM) atau Vector Error Correction Model
(VECM).
Data yang bersifat nonstasioner pada tingkat level memungkinkan
terbentuknya hubungan kointegrasi antarvariabel. Oleh karena itu diperlukan
pengujian kointegrasi. Namun, pada data yang stasioner di tingkat level juga perlu
dilakukan pengujian kointegrasi. Hal ini disebabkan terdapat kemungkinan
kesalahan dalam pengujian akar unit.
Uji lag optimum
Estimasi suatu model dapat dilakukan jika model yang diteliti dalam kondisi
stabil. Sebelum melakukan uji stabilitas model, perlu ditentukan lag optimum.
Pada penelitian ini, penentuan lag optimum diambil berdasarkan kriteria Schwarz
Information Criterion (SC).
Penentuan lag dalam analisis VAR penting dilakukan karena variabel
endogen dalam sistem persamaan akan digunakan sebagai variabel eksogen
(Enders 2004). Panjang lag harus cukup sehingga mampu menangkap dinamika
sistem yang dimodelkan. Lag yang terlalu panjang akan memperbanyak jumlah
parameter yang diduga dan akan mengurangi derajat bebas. Panjang lag yang
terlalu sedikit tidak akan menampilkan proses white noise sehingga estimasi
actual error tidak dapat dilakukan secara tepat (Gujarati 2006).
Uji stabilitas
Uji stabilitas diperlukan untuk melihat kevalidan model yang digunakan.
Pengujian ini dapat juga memastikan kevalidan IRF dan FEVD. Pengukuran roots
of characteristic polynomial dilakukan dalam pengujian ini. Jika roots of
characteristic polynomial berada dalam unit circle atau memiliki nilai absolut
kurang dari 1, maka model dapat dikatakan stabil.
Uji kointegrasi
Kointegrasi pada uji ini adalah hubungan linier antarvariabel yang
nonstasioner pada level, tetapi dapat membentuk variabel baru yang stasioner.
Pengujian ini merupakan pendekatan untuk melihat hubungan jangka panjang
antarvariabel yang terkointegrasi pada kombinasi linier variabel yang nonstasioner
pada level. Penelitian ini menggunakan uji kointegrasi Johansen dengan
membandingkan trace statistic dengan critical value.
Nilai trace statistic yang lebih besar dari pada critical value menunjukkan
bahwa persamaan tersebut memiliki kointegrasi. Persamaan yang memiliki
kointegrasi menentukan model yang digunakan adalah melalui metode VECM.
Jika hasil uji kointegrasi menunjukkan tidak adanya kointegrasi dalam persamaan,
maka metode VAR first difference yang akan digunakan untuk estimasi model.
Impulse Response Function (IRF)
17

Umumnya koefisien dalam model VECM sulit untuk diinterpretasi. Maka


para ahli menggunakan IRF untuk melihat respon guncangan suatu variabel
terhadap variabel lainnya dan pengaruhnya di masa mendatang. Analisis IRF pada
penelitian ini menggunakan metode Generalized Impulses. Pada penelitian ini,
pengaruh yang dilihat adalah respon produksi pangan terhadap guncangan impor
pangan, luas lahan pertanian, PDB per kapita, modal, dan produktivitas tenaga
kerja.
Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD)
FEVD menghasilkan informasi proporsi dari perpindahan yang urut dalam
suatu periode tertentu karena adanya guncangan dari variabel itu sendiri dan
guncangan variabel lain (Enders 2004). Selain itu, metode ini menginformasikan
relatif pentingnya tiap random innovation structural disturbance atau kekuatan
komposisi dari peranan variabel tertentu terhadap variabel lain dalam model.
Metode ini digunakan dalam penelitian untuk melihat kontribusi variabel impor
pangan, luas lahan pertanian, PDB per kapita, modal, dan produktivitas tenaga
kerja kepada variabel produksi pangan dalam beberapa periode mendatang.

Model Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode VECM. Variabel yang diteliti adalah


indeks produksi pangan, impor pangan, luas lahan pertanian, pertumbuhan
ekonomi, modal, dan produktivitas tenaga kerja. Model yang digunakan pada
penelitian ini mengacu pada penelitian Applanaidu et al. (2014). Terdapat dua
model yang digunakan dalam penelitian ini. Perbedaan antara kedua model
terdapat pada variabel lahan pertanian yang digunakan. Model pertama
menggunakan variabel luas lahan pertanian total, sedangkan model kedua
menggunakan variabel luas lahan pertanian produktif. Pembedaan variabel lahan
pertanian tersebut dilakukan untuk menunjukkan lahan pertanian yang lebih
berpengaruh terhadap produksi pangan.

Model 1 :
𝑛 𝑛 𝑛

∆𝐿𝑁𝐹𝑃𝐷𝑡 = 𝜇0 + ∑ 𝑎𝑖 ∆𝐹𝑀𝑡−𝑖 + ∑ 𝑏𝑖 ∆𝐴𝐺𝑅𝐿𝑡−𝑖 + ∑ 𝑐𝑖 ∆𝐿𝑁𝐺𝐷𝑃𝑡−𝑖


𝑖=1 𝑖=1 𝑖=1
𝑛 𝑛

+ ∑ 𝑑𝑖 ∆𝐶𝐴𝑃𝑡−𝑖 + ∑ 𝑒𝑖 ∆𝐿𝑁𝑃𝑅𝑂𝐷𝑉𝑡−𝑖 + 𝛽𝐸𝐶𝑇1𝑡−𝑖 + 𝜀1𝑡


𝑖=1 𝑖=1

Model 2 :
𝑛 𝑛 𝑛

∆𝐿𝑁𝐹𝑃𝐷𝑡 = 𝜋0 + ∑ 𝑓𝑖 ∆𝐹𝑀𝑡−𝑖 + ∑ 𝑔𝑖 ∆𝐴𝑅𝐿𝑡−𝑖 + ∑ ℎ𝑖 ∆𝐿𝑁𝐺𝐷𝑃𝑡−𝑖


𝑖=1 𝑖=1 𝑖=1
𝑛 𝑛

+ ∑ 𝑗𝑖 ∆𝐶𝐴𝑃𝑡−𝑖 + ∑ 𝑘𝑖 ∆𝐿𝑁𝑃𝑅𝑂𝐷𝑉𝑡−𝑖 + 𝛽𝐸𝐶𝑇1𝑡−𝑖 + 𝜀2𝑡


𝑖=1 𝑖=1
Keterangan :
FPDIt : Indeks produksi pangan periode ke-t
18

FMt : Impor pangan periode ke-t


AGRLt-i : Luas lahan pertanian total periode ke-(t-i)
ARLt-i : Luas lahan pertanian produktif periode ke-(t-i)
LNGDPt-i : PDB periode ke-(t-i) (dalam logaritma natural)
CAPt-i : Pembentukkan modal total periode ke-(t-i)
PRODVt-i : Produktivitas tenaga kerja periode ke-(t-i)
𝜇0 , 𝜋0 : Vektor intersep
𝑎𝑖 , 𝑏𝑖 , 𝑐𝑖 , 𝑑𝑖 , 𝑒𝑖 : Koefisien regresi tiap variabel pada model pertama
𝑓𝑖 , 𝑔𝑖 , ℎ𝑖 , 𝑗𝑖 , 𝑘𝑖 : Koefisien regresi tiap variabel pada model kedua
ECT1, ECT2 : Vektor kointegrasi jangka panjang periode ke-(t-i)
ε1t, ε2t : error term

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kondisi Ketahanan Pangan Menurut (FAO)

Tahun 1996, World Food Summit (WFS) menargetkan pengentasan


kelaparan di seluruh negara dengan mengurangi tingkat kekurangan gizi menjadi
setengah dari sebelumnya di tahun 2015. Tujuan pengurangan kelaparan itu juga
tertera pada tujuan kebijakan Millenium Development Goals (MDGs). FAO
menjadi pengawas dalam pencapaian tujuan yang dicanangkan WFS dan MDGs
tersebut. Pada tahun 2011 – 2012, metode yang digunakan FAO bertujuan untuk
mengestimasikan rata-rata tingkat kekurangan gizi melalui beberapa acuan. Hal
ini dilakukan untuk mengidentifikasi model yang paling layak untuk
mendeskripsikan kebiasaan konsumsi pangan. Metode tersebut diperbarui lagi
pada tahun 2014. Ketersediaan data mikro dari berbagai survei digunakan untuk
mengidentifikasi kebiasaan konsumsi pangan.
Selanjutnya, FAO memberikan kelompok indikator yang digunakan untuk
menggambarkan aspek ketahanan pangan suatu negara. Beberapa indikator
ketahanan pangan tersebut dilihat dalam tiga dimensi ketahanan pangan, yaitu
dimensi ketersediaan, dimensi aksesibilitas, serta dimensi pemanfaatan dan
stabilitas pangan. Indikator-indikator tersebut secara rinci dibagi menjadi empat
subindikator. Tabel 3 menunjukkan indikator-indikator ketahanan pangan menurut
FAO.

Dimensi ketersediaan
Terdapat lima indikator FAO yang menggambarkan dimensi ketersediaan
pangan suatu negara. Pertama adalah rata-rata kecukupan suplai energi pangan.
Indikator ini menggambarkan suplai energi pangan sebagai persentase permintaan
energi yang bersumber dari pangan. Rata-rata suplai kalori yang dimiliki tiap
makanan menunjukkan indikator ini. Kedua adalah rata-rata nilai produksi pangan
yang menggambarkan jumlah produksi pangan keseluruhan. Ketiga adalah suplai
energi pangan dari serealia dan umbi-umbian. Indikator ini menggambarkan
suplai energi (dalam kilo kalori per hari) yang tersedia pada serealia dan umbi-
umbian sebagai persentase dari suplai energi pangan. Keempat adalah rata-rata
suplai protein. Indikator ini menggambarkan suplai protein nasional per gram per
hari. Kelima adalah rata-rata suplai protein hewani. Rata-rata suplai protein yang
19

dihasilkan bersumber dari daging, sisaan, lemak, susu, telur, ikan, dan makanan
yang berasal dari air laut ataupun sebagainya. Seluruh indikator ini berbanding
lurus terhadap ketersediaan pangan. Semakin tinggi nilai tiap indikator maka
ketersediaan pangan akan semakin baik.
Tabel 3 Indikator ketahanan pangan menurut FAO
Dimensi Indikator Sumber
Ketersediaan Rata-rata kecukupan suplai energi pangan FAO
Rata-rata nilai produksi pangan FAO
Suplai energi pangan dari serealia dan umbi-
FAO
umbian
Rata-rata suplai protein FAO
Rata-rata suplai protein hewani FAO
Aksesibilitas Kepadatan jalur akses kendaraan WB
PDB per kapita WB
Rata-rata tingkat kekurangan gizi FAO
Rata-rata tingkat kerawanan pangan dari populasi FAO
Kedalaman defisit pangan FAO
Stabilitas Rasio ketergantungan impor serealia FAO
Persentase lahan penanaman yang dilengkapi
FAO
irigasi
Nilai impor pangan dari total komoditas
FAO
perdagangan
WB/
Stabilitas politik dan absen terhadap kejahatan
WWGI
Perubahan produksi pangan per kapita FAO
Perubahan suplai pangan per kapita FAO
WHO/
Pemanfaatan Akses terhadap sumber daya air
UNICEF
WHO/
Akses terhadap fasilitas sanitasi
UNICEF
WHO/WB
Persentase balita wasting
UNICEF
WHO/WB
Persentase balita stunting
UNICEF
WHO/WB
Persentase balita overweight
UNICEF
Rata-rata orang dewasa yang mengalami obesitas
WHO
(18 tahun ke atas)
Rata-rata wanita usia produktif yang mengalami
WHO/WB
anemia (15 – 49 tahun)
WHO/
Rata-rata wanita yang menyusui
UNICEF
20

Rata-rata kecukupan suplai Rata-rata nilai produksi pangan


energi pangan $ per kapita
%
130 300
120 200
110 100
100 0

Suplai energi pangan dari Rata-rata suplai protein


serealia dan umbi-umbian gr/kapita/hari
74 60
72 40
70
68 20
66 0 1999-01
1999-01
2000-02
2001-03
2002-04
2003-05
2004-06
2005-07
2006-08
2007-09
2008-10
2009-11
2010-12
2011-13

2000-02
2001-03
2002-04
2003-05
2004-06
2005-07
2006-08
2007-09
2008-10
2009-11
2010-12
2011-13
Rata-rata suplai protein hewani
gr/kapita/hari
20
15
10
5
0
2001-03
1999-01
2000-02

2002-04
2003-05
2004-06
2005-07
2006-08
2007-09
2008-10
2009-11
2010-12
2011-13

Sumber: FAO (2017)


Gambar 6 Perkembangan indikator ketersediaan pangan di Indonesia
Gambar 6 menunjukkan bahwa indikator ketersediaan pangan cenderung
mengalami peningkatan. Indikator yang mengalami penurunan dan kemudian
stabil hanya indikator suplai energi pangan dari serealia dan umbi-umbian. Hal ini
mengindikasikan bahwa ketersediaan pangan Indonesia secara umum membaik.

Hasil Uji Pra Estimasi

Sebelum membahas hasil estimasi, bagian ini membahas hasil uji pra
estimasi yang terdiri atas beberapa tahapan.

Hasil Uji Stasioneritas Data

Tahap pertama adalah pengujian stasioneritas data. Data deret waktu atau
time series umumnya memiliki unit root. Jika estimasi dilakukan menggunakan
data yang memiliki unit root, maka hasilnya akan menjadi semu (spurious
regression). Oleh karena itu perlu dilakukan uji stasioneritas data. Pengujian
21

stasioneritas data pada penelitian ini menggunakan uji stasioneritas Phillips-


Perron (PP) dan Augmented Dickey Fuller (ADF). Apabila hasil uji menunjukkan
nilai mutlak t-statistik PP lebih besar dari pada nilai mutlak McKinnon critical
value, maka data tersebut stasioner. Selain itu, stasioneritas data dapat dilihat dari
nilai probabilitasnya. Nilai probabilitas data yang kurang dari taraf nyata
menunjukkan bahwa data tersebut telah stasioner pada taraf nyata yang
digunakan.
Hasil uji stasioneritas menunjukkan bahwa seluruh variabel penelitian
belum stasioner pada level. Data tersebut kemudian perlu diuji kembali. Pengujian
data selanjutnya dilakukan pada tingkat first difference. Setelah melakukan uji
stasioneritas pada tingkat first difference, seluruh variabel telah stasioner pada
taraf nyata 5 persen. Artinya, seluruh variabel yang diteliti sudah tidak memiliki
unit root. Berdasarkan hasil uji stasioneritas tersebut, estimasi model VECM
dapat digunakan apabila data terkointegrasi. Tabel 4 menunjukkan hasil uji
stasioneritas data pada tingkat level dan first difference menggunakan Phillips-
Perron test dan Tabel 5 menggunakan Augmented Dickey Fuller test.
Tabel 4 Rangkuman hasil uji stasioneritas dengan PP test
Variabel Level First Difference
t-stat Prob t-stat Prob
FPD -2,266338 0,4412 -6,185560 0,0000*
FM -2,446290 0,1364 -7,084915 0,0000*
AGRL -2,133005 0,5116 -5,002546 0,0013*
ARL -1,154009 0,6840 -5,334943 0,0001*
LNGDP -2,247542 0,4510 -4,470447 0,0054*
CAP -1,868116 0,3432 -6,141232 0,0000*
LNPRODV -2,331316 0,4602 -6,922840 0,0000*
Keterangan: tanda asterisk (*) menunjukkan stasioneritas pada taraf nyata 1
persen
Tabel 5 Rangkuman hasil uji stasioneritas dengan ADF test
Variabel Level First Difference
t-stat Prob t-stat Prob
FPD -2,260112 0,4444 -6,186436 0,0000*
FM -2,446290 0,1364 -5,295965 0,0001*
AGRL -2,133005 0,5116 -5,052149 0,0012*
ARL -1,395875 0,5731 -2,788798 0,0702**
LNGDP -2,487337 0,3321 -4,499903 0,0050*
CAP -1,820758 0,3651 -6,113309 0,0000*
LNPRODV -1,228797 0,8846 -3,150576 0,1147
Keterangan: tanda asterisk (*) dan (**) menunjukkan stasioneritas pada taraf
nyata 1 persen dan 10 persen

Hasil Uji Lag Optimum


Tahapan berikutnya yang perlu dilakukan sebelum melakukan estimasi
model adalah pengujian lag optimum. Penentuan lag optimum dapat dicari
menggunakan beberapa kriteria. Kriteria informasi yang tersedia adalah
Likelihood Ratio (LR), Final Prediction Error (FPE), Akaike Information
22

Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), dan Hannan-Quin


Criterion (HQ). Kriteria tersebut menunjukkan lag optimum dari beberapa selang
yang dapat dipilih untuk melanjutkan pada tahap berikutnya. Pada pengujian ini,
kriteria yang digunakan adalah Schwarz Information Criterion (SC). Hasil uji lag
optimum menurut SC menunjukkan bahwa model yang dibentuk memiliki lag
optimum 1 untuk model pertama dan model kedua (lampiran 3).
Hasil Stabilitas
Model VAR/VECM bertujuan untuk melakukan estimasi model dengan
tingkat validitas yang tinggi. Syarat suatu model valid adalah stabilitas model.
Model VAR/VECM harus stabil pada lag optimum yang dipilih. Oleh karena itu
perlu dilakukan uji stabilitas pada model yang digunakan. Uji stabilitas dilakukan
dengan melihat nilai roots of characteristic polynomial pada lag optimal yang
dipilih. Model dapat dikatakan stabil jika seluruh roots memiliki nilai modulus
lebih kecil dari satu. Dalam hal ini dikatakan bahwa roots berada dalam unit
circle.
Hasil uji stabilitas pada model penelitian ini menyatakan bahwa model yang
digunakan stabil. Nilai modulus tiap root adalah lebih kecil dari satu pada lag
optimum 1. Nilai modulus pada model penelitian pertama terletak antara rentang
0,270954 sampai 0,990288. Pada model kedua, nilai modulus terletak antara
0,357084 sampai 0,982019 (lampiran 4). Artinya, model yang digunakan pada
penelitian ini sudah valid dan dapat digunakan untuk estimasi selanjutnya.
Hasil Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi merupakan uji yang dilakukan untuk memenuhi asumsi
stasioneritas data agar estimasi VECM dapat dilakukan. Pada hasil uji
stasioneritas sebelumnya, data yang digunakan tidak seluruhnya tidak stasioner
pada tingkat level. Namun seluruh data tersebut stasioner pada tingkat first
difference. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan hubungan jangka panjang
diantara variabel yang diteliti. Untuk melihat hal tersebut maka perlu dilakukan
uji kointegrasi.
Pengujian kointegrasi dilakukan untuk melihat adanya hubungan
antarvariabel dalam jangka panjang dalam estimasi VECM. Apabila data tersebut
memiliki kointegrasi, maka estimasi VECM dapat dilakukan. Untuk melihat
adanya kointegrasi dalam model, perlu dibandingkan nilai trace statistic value dan
Max-Eigen value dengan critical value pada Johansen Cointegration Test.
Apabila nilai trace statistic value dan Max-Eigen value lebih besar dari critical
value, maka terdapat kointegrasi dalam model. Selain itu juga dapat dilihat
berdasarkan nilai probabilitasnya. Apabila nilai probabilitas lebih kecil dari taraf
nyata yang digunakan, maka model juga dapat dikatakan terkointegrasi.
Hasil uji kointegrasi menunjukkan bahwa model penelitian pertama dan
kedua memiliki nilai trace statistic value lebih besar dari nilai critical value.
Selain itu, terdapat nilai probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen
(lampiran 5). Model penelitian pertama memiliki satu persamaan kointegrasi dan
model kedua memiliki dua persamaan kointegrasi. Hasil uji ini menyatakan bahwa
estimasi VECM dapat digunakan.
23

Hasil Estimasi VECM

Hasil estimasi VECM menunjukkan bahwa variabel impor pangan, luas


Hasil estimasi VECM menunjukkan bahwa variabel impor pangan, luas lahan
pertanian, PDB per kapita, pembentukkan modal total, dan produktivitas tenaga
kerja memiliki hubungan jangka panjang dengan produksi pangan. Hasil estimasi
VECM secara lengkap tertera pada lampiran 7. Berikut ini adalah persamaan
kointegrasi yang menunjukkan hasil estimasi VECM dalam jangka panjang.
Selain itu, untuk melihat pengaruh tiap variabel terhadap produksi pangan,
analisis IRF dan FEVD dapat menjelaskan pengaruhnya dalam beberapa periode
mendatang.
Model 1:
𝐹𝑃𝐷 = −0,015322𝐹𝑀 + 0,785852𝐿𝑁𝐺𝐷𝑃 − 0,002680𝐶𝐴𝑃
− 0,072268𝐿𝑁𝑃𝑅𝑂𝐷𝑉 + 0,018381𝐴𝐺𝑅𝐿 − 0,628571
Model 2:
𝐹𝑃𝐷 = −0,009623𝐴𝑅𝐿 + 0,889208𝐿𝑁𝐺𝐷𝑃 + 0,006245𝐶𝐴𝑃
− 0,195497𝐿𝑁𝑃𝑅𝑂𝐷𝑉 + 1,524203
Persamaan kointegrasi di atas menunjukkan bahwa variabel PDB per kapita
dan luas lahan pertanian berpengaruh positif (sesuai teori) terhadap produksi
pangan. Impor pangan berpengaruh negatif terhadap produksi pangan. Sementara
itu, pembentukkan modal total dan produktivitas tenaga kerja memiliki pengaruh
yang berlawanan dengan teori. Modal yang digunakan dalam analisis VECM
tersebut adalah modal secara total, bukan hanya modal dalam sektor pertanian
saja. Oleh karena itu, hasilnya adalah negatif terhadap produksi pangan. Hal
tersebut dapat disebabkan karena pembentukkan modal yang tumbuh bukan
didominasi oleh modal di sektor pertanian, melainkan di sektor lainnya. Selain itu,
produktivitas tenaga kerja sektor pertanian memberi pengaruh negatif terhadap
produksi pangan karena tenaga kerja sektor pertanian saat ini bukan didominasi
oleh penduduk usia produktif, melainkan didominasi oleh penduduk dengan usia
di atas 60 tahun. Di sisi lain, secara pendidikan, tenaga kerja sektor pertanian
didominasi oleh penduduk dengan tingkat pendidikan yang rendah, yaitu tamatan
Sekolah Dasar (SD). Data ketenagakerjaan sektor pertanian yang melengkapi
penjelasan ini tertera pada penjelasan respon produksi pangan terhadap
produktivitas tenaga kerja pada bagian selanjutnya (Gambar 14, Gambar 15, serta
Tabel 8).

Pengaruh Guncangan Variabel Penelitian Terhadap Ketersediaan Pangan di


Indonesia: Analisis Impulse Response Function (IRF)

Setelah mengetahui bahwa terdapat hubungan jangka panjang diantara


variabel-variabel yang diteliti maka dilakukan analisis respon terhadap guncangan
variabel tersebut. Impulse Response Function (IRF) digunakan untuk mengamati
respon antarvariabel dan peramalan kondisi variabel jika terjadi guncangan. Pada
penelitian ini, IRF digunakan untuk melihat respon produksi pangan terhadap luas
lahan pertanian dan luas lahan pertanian yang layak tanam, PDB per kapita, impor
pangan, pembentukkan modal, dan produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian.

Respon Produksi Pangan Terhadap Guncangan Luas Lahan Pertanian


24

Secara umum, produksi pangan merespon luas lahan pertanian secara


positif. Semakin luas (besar) suatu lahan pertanian maka produksi yang dihasilkan
akan meningkat. Akses terhadap pangan dapat memengaruhi ketahanan pangan
melalui ketersediaan pangan. Luas lahan pertanian merupakan salah satu akses
ketersediaan pangan. Penggunaan lahan pertanian modern dapat meningkatkan
produksi pangan (Foley et al. 2005).
Response to Generalized One S.D. Innovations Response to Generalized One S.D. Innovations

Response of LNFPD to AGRL Response of LNFPD to ARL

.03

.02
.02

.01 .01

.00 .00

-.01
-.01

5 10 15 20 25 30 5 10 15 20 25 30

Gambar 7 Hasil IRF produksi pangan terhadap luas lahan pertanian pada model
1 (AGRL) dan model 2 (ARL)
Hasil IRF pada Gambar 7 menunjukkan respon negatif produksi pangan
terhadap guncangan luas lahan pertanian total (AGRL) dalam jangka panjang.
Respon dimulai pada periode 1 dengan respon positif sebesar 0,004 persen.
Kemudian pada periode 2, produksi pangan mulai menunjukkan respon negatif
sebesar -0,002 persen. Respon negatif mulai menunjukkan kestabilan pada periode
14 sebesar -0,006 persen. Kondisi tersebut menunjukkan hal yang berlawanan
dengan hipotesis. Hal tersebut terjadi karena adanya penurunan persentase luas
lahan pertanian produktif. Peningkatan luas lahan pertanian total di Indonesia
tidak diiringi dengan peningkatan luas lahan pertanian produktif. Berikut ini
adalah data peningkatan persentase luas lahan pertanian dan penurunan persentase
luas lahan pertanian yang layak tanam di Indonesia (Gambar 8).

Persentase luas lahan Persentase luas lahan


pertanian terhadap luas pertanian produktif
lahan total 60
40 50
30 40
30
20
20
10 10
0 0
1988

2008
1976
1980
1984
1988
1992
1996
2000
2004
2008
2012

1976
1980
1984

1992
1996
2000
2004

2012

Sumber: World Bank 2018


Gambar 8 Persentase luas lahan pertanian
25

Model 2 menunjukkan hasil respon produksi pangan yang berbeda terhadap


luas lahan pertanian. Data luas lahan pertanian yang digunakan pada model 2
diubah, yaitu luas lahan pertanian total menjadi luas lahan pertanian produktif.
Hasilnya menunjukkan hal yang sesuai hipotesis penelitian. Produksi pangan
merespon luas lahan pertanian produktif secara positif. Respon positif dimulai
sejak periode awal guncangan (periode 1), yaitu sebesar 0,010 persen. Produksi
pangan sempat memberikan respon negatif pada periode 2, yaitu sebesar -0,001
persen. Kemudian respon mulai menunjukkan kestabilan pada periode 19 dengan
respon sebesar 0,020 persen. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa produksi
pangan akan berpengaruh positif terhadap luas lahan pertanian yang memiliki
produktivitas yang baik (layak tanam).
Peningkatan produksi pangan tidak akan terjadi jika peningkatan luas lahan
pertanian tidak diiringi dengan kualitas lahan yang baik. Muraokka et al. (2017)
menyatakan bahwa terdapat kontribusi dari akses lahan oleh rumah tangga
terhadap status ketahanan pangan melalui lahan produksi yang dimiliki rumah
tangga. Di Afrika terdapat hubungan kuat antara lahan pertanian dengan produksi
pertanian. Hasilnya adalah peningkatan lahan pertanian pribadi menyebabkan
peningkatan hasil panen pertanian tiap rumah tangga. Selain itu, penelitian
Santangelo (2017) menyatakan bahwa ekspansi lahan pertanian dapat
meningkatkan produksi hasil pertanian. Petani rumah tangga dapat mengakses
pangan melalui peningkatan hasil pertanian pribadi dan peningkatan pendapatan
sehingga terjadi peningkatan status ketahanan pangan. Hal tersebut umumnya
terjadi pada negara berkembang.

Respon Produksi Pangan Terhadap PDB per kapita

PDB merupakan total nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu
negara. Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dilihat dari nilai PDB per kapita
negara tersebut. Pada umumnya, tingkat produksi pangan akan memberikan
respon positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Peningkatan (penurunan) PDB
mengindikasikan adanya peningkatan (penurunan) produksi domestik suatu
komoditas, termasuk komoditas pangan. Menurut Ilham (2006), kualitas
ketahanan pangan salah satunya diindikasikan oleh pertumbuhan ekonomi. Salah
satu hal yang dapat menunjukkan ketersediaan pangan adalah ketersediaan
proteinnya. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan protein
dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Semakin tinggi
PDB suatu negara maka ketersediaan protein akan meningkat.
Fluktuasi PDB menyebabkan kemampuan akses terhadap pangan ikut
berfluktuasi. PDB merupakan faktor penentu yang signifikan, terutama dalam
sektor pertanian. Oleh karena itu, PDB sebagai penentu produksi pangan domestik
menjadi fokus penting (Aker dan Lemtouni 1999).
26

Response to Generalized One S.D. Innovations Response to Generalized One S.D. Innovations

Response of LNFPD to LNGDP Response of LNFPD to LNGDP

.03

.02
.02

.01 .01

.00 .00

-.01
-.01

5 10 15 20 25 30 5 10 15 20 25 30

Gambar 9 Hasil IRF produksi pangan terhadap pertumbuhan ekonomi pada


model 1 dan model 2
Hasil IRF pada Gambar 9 menunjukkan bahwa guncangan pertumbuhan
ekonomi direspon positif oleh produksi pangan pada model 1. Gambar tersebut
juga menunjukkan respon produksi pangan terhadap pertumbuhan ekonomi pada
model 2. Kedua model menunjukkan bahwa produksi pangan merespon
guncangan pertumbuhan ekonomi secara positif. Pertumbuhan ekonomi pada
model pertama direspon positif oleh produksi pangan pada periode awal
guncangan dengan respon sebesar 0,017 persen. Kemudian respon mulai stabil
pada periode 9 sebesar 0,025 persen.
Pada model kedua, respon produksi pangan sempat menunjukkan respon
negatif. Periode 1 menunjukkan bahwa guncangan pertumbuhan ekonomi
direspon positif oleh produksi pangan dengan respon sebesar 0,011 persen.
Kemudian pada periode 7 hingga periode periode 11 respon produksi pangan
menunjukkan respon negatif, yaitu sebesar -0.001 persen terhadap pertumbuhan
ekonomi. Namun pada periode 8, respon kembali meningkat menjadi 0,000
persen. Respon tersebut mulai stabil pada periode 16 dengan respon sebesar 0,001
persen.
Respon yang dihasilkan produksi pangan terhadap pertumbuhan ekonomi
pada penelitian ini menunjukkan hasil yang sesuai dengan hasil pada umumnya.
Produksi pangan memberikan respon positif terhadap guncangan pertumbuhan
ekonomi dalam jangka panjang. Hasil didukung oleh beberapa penelitian, salah
satunya adalah penelitian oleh Mozumdar (2012). Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan produksi pertanian memiliki
hubungan positif. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat dapat meningkatkan
investasi, salah satunya di sektor pertanian. Hal ini membantu peningkatan
beberapa faktor, termasuk produksi pertanian serta makanan yang sehat dan
bernutrisi sehingga kemungkinan yang terjadi adalah peningkatan ketahanan
pangan dan kontribusi kembali pada pertumbuhan ekonomi pedesaan.

Respon Produksi Pangan Terhadap Impor Pangan

Impor pangan merupakan salah satu sumber ketersediaan pangan. Penelitian


di Maroko menunjukkan bahwa PDB menjadi faktor yang signifikan dalam
memengaruhi ketersediaan pangan karena perannya terhadap akses kepada impor.
Fluktuasi PDB menyebabkan fluktuasi kemampuan impor sehingga kemampuan
27

akses terhadap pangan juga berfluktuasi (Aker dan Lemtouni 1999). Selain
sebagai salah satu sumber ketersediaan pangan, impor pangan juga merupakan
aspek penting dari dimensi stabilitas pangan. Indikator yang biasa digunakan
adalah rasio ketergantungan impor yang merupakan proporsi impor terhadap
ketersediaan pangan. Bourgeois et al. (2008) menyatakan bahwa di Indonesia,
komoditi kedelai, gula, dan susu merupakan komoditi fully imported dengan
ekspor yang kecil bahkan hampir nol. Berdasarkan pernyataan tersebut, stabilitas
ketersediaan pangan dapat dikatakan rendah/lemah terhadap peningkatan produksi
domestik dari ketiga komoditas tersebut. Oleh karena itu, hipotesis impor pangan
berhubungan negatif dengan produksi pangan domestik.
Response to Generalized One S.D. Innovations Response to Generalized One S.D. Innovations

Response of LNFPD to FM Response of LNFPD to FM

.03

.02
.02

.01 .01

.00 .00

-.01
-.01

5 10 15 20 25 30 5 10 15 20 25 30

Gambar 10 Hasil IRF produksi pangan terhadap impor pangan pada model 1 dan
model 2
Hasil IRF pada Gambar 10 menunjukkan bahwa guncangan impor pangan
direspon negatif oleh produksi pangan pada model 1. Gambar 10 juga
menunjukkan respon produksi pangan terhadap impor pangan pada model 2.
Kedua model menunjukkan bahwa produksi pangan merespon guncangan impor
pangan secara negatif dalam jangka panjang. Impor pangan pada model pertama
direspon negatif oleh produksi pangan pada periode awal guncangan dengan
respon sebesar -0,011 persen. Kemudian respon mulai stabil pada periode 8
sebesar -0,015 persen. Selanjutnya pada model kedua, respon produksi pangan
juga menunjukkan respon negatif. Periode 1 menunjukkan respon produksi
pangan terhadap guncangan impor pangan sebesar -0,005 persen. Respon tersebut
mulai stabil pada periode 14 dengan respon sebesar -0,006 persen.
Respon yang dihasilkan produksi pangan terhadap guncangan impor pangan
pada penelitian ini menunjukkan hasil yang sesuai dengan hasil pada umumnya.
Guncangan impor pangan direspon negatif oleh produksi pangan dalam jangka
panjang. Hal ini didukung oleh penelitian Bourgeois et al. (2008) yang
menyatakan bahwa komoditi kedelai dan gula di Indonesia memiliki rasio
ketergantungan impor sebesar 50 persen, sementara susu memiliki rasio
ketergantungan impor sebesar 100 persen pada periode 1998 – 2004. Hal tersebut
membuktikan bahwa kemampuan produksi domestik ketiga komoditas tersebut
lemah karena lemahnya dukungan dan insentif dari pemerintah terhadap produksi
pangan tersebut.
Data Kementerian Perdagangan Indonesia juga menunjukkan bahwa
beberapa komoditi pangan memiliki tren impor positif untuk tahun 2013 hingga
2017. Komoditi tersebut adalah gula, buah-buahan, dan sayuran. Artinya, ketiga
28

komoditi tersebut memiliki kemungkinan penurunan produksi domestik sehingga


peningkatan impor terjadi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Tabel 6
menunjukkan data impor pangan Indonesia.
Tabel 6 Perkembangan impor nonmigas (komoditi pangan) tahun 2013 – 2017
(dalam juta dollar AS)
Trend
HS Uraian 2013 2014 2015 2016 2017
(%)
Gandum-
10 ganduman 3.621,4 3.605,9 3.156,1 3.191,8 2.927,2 -5,33
Gula dan
17 kembang gula 1.983,2 1.567,5 1.498,6 2.367,5 2.361,0 7,91
Susu, mentega,
4 telur 1.337,0 1.374,2 911,7 832,4 990,5 -10,43
Berbagai
makanan
21 olahan 750,9 697,9 680,2 666,5 731,9 -0,97
8 Buah-buahan 667,3 789,2 666,4 848,1 1.191,6 13,11
7 Sayuran 640,8 644,0 558,1 695,9 820,7 5,89
Sumber: Statistik Kementerian Perdagangan 2018 (diolah)
Eksistensi impor pangan dapat menunjukkan kebutuhan pangan yang masih
lebih besar dari pada produksi domestik. Data BPS menunjukkan bahwa impor
pangan di Indonesia pada periode tahun 2000 hingga 2016 berfluktuasi namun
cenderung meningkat, khususnya pada komoditi pangan utama (Gambar 11).
Impor pangan utama secara dominan meningkat tiap tahun, sedangkan impor
pangan olahan berfluktuasi.

6 000,00
Jumlah impor (000 ton)

5 000,00

4 000,00

3 000,00 Utama
Olahan
2 000,00
Total
1 000,00

0,00
2011
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010

2012
2013
2014
2015
2016

Sumber: BPS (data diolah)


Gambar 11 Jumlah impor pangan utama dan pangan olahan di Indonesia pada
tahun 2000 – 2016
29

Respon Produksi Pangan Terhadap Modal

Modal merupakan salah satu input produksi, termasuk produksi pangan.


Pembentukan modal dapat menjadi proksi modal sebagai input produksi pangan.
Berdasarkan teori produksi, ketika input mengalami peningkatan maka output
akan meningkat pula. Terdapat hubungan positif antara pembentukkan modal dan
pembangunan pertanian (Gore dan Shinde 2014).
Response to Generalized One S.D. Innovations Response to Generalized One S.D. Innovations

Response of LNFPD to CAP Response of LNFPD to CAP

.03

.02
.02

.01 .01

.00 .00

-.01
-.01

5 10 15 20 25 30 5 10 15 20 25 30

Gambar 12 Hasil IRF produksi pangan terhadap pembentukkan modal pada


model 1 dan model 2
Hasil IRF pada Gambar 12 menunjukkan respon produksi pangan terhadap
guncangan pembentukkan modal. Model 1 dan model 2 menunjukkan respon
positif yang diberikan produksi pangan dalam jangka panjang. Pada model 1,
guncangan pembentukkan modal pada periode 1 direspon sebesar 0,016 persen.
Kemudian respon tersebut mulai stabil pada periode 11 sebesar 0,021 persen. Pada
model 2, guncangan pembentukkan modal direspon positif sebesar 0,006 persen
pada periode awal guncangan (periode 1). Respon tersebut mulai stabil pada
periode 16 sebesar 0,001 persen.
Respon produksi pangan terhadap guncangan pembentukkan modal pada
kedua model tersebut menunjukkan hasil yang sesuai hipotesis. Pembentukkan
modal dapat meningkatkan produksi pangan yang termasuk salah satu output
sektor pertanian. Hasil ini sesuai dengan penelitian Gore dan Shinde (2014) yang
menyatakan bahwa hubungan positif antara pembentukkan modal dengan
pembangunan pertanian. Ketika investasi meluas, laju investasi akan cepat. Hal
tersebut dibutuhkan dalam peningkatan pertanian di India. Penelitian tersebut juga
menyatakan bahwa ketidakcukupan pembentukkan modal baru telah
memperlambat laju dan pola perubahan teknologi dan pembangunan infrastruktur
dengan efek buruk pada produktivitas pertanian. Oleh karena itu, pembentukkan
modal memiliki peran penting terhadap produksi pertanian, dalam hal ini adalah
komoditas pangan.
Selain itu, Haley (1991) menyatakan dalam penelitiannya bahwa akumulasi
modal merupakan faktor penting dalam potensi pertumbuhan pertanian. Modal
cenderung menyelamatkan sumber daya lahan dan tenaga kerja pedesaan. Dengan
demikian, peningkatan penggunaan modal pertanian dapat meningkatkan
permintaan dan layanan tenaga kerja pedesaan di sektor pertanian.
30

Respon Produksi Pangan Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu input produksi. Salah satu input
produksi pangan dapat dilihat dari tenaga kerja di sektor pertanian. Produktivitas
tenaga kerja yang diproksikan dengan nilai tambah pertanian per tenaga kerja
dapat menjadi faktor yang memengaruhi produksi pangan domestik. Ketika
produktivitas mengalami peningkatan, maka output produksi juga akan
meningkat.
Response to Generalized One S.D. Innovations Response to Generalized One S.D. Innovations

Response of LNFPD to LNPRODV Response of LNFPD to LNPRODV

.03

.02
.02

.01 .01

.00 .00

-.01
-.01

5 10 15 20 25 30 5 10 15 20 25 30

Gambar 13 Hasil IRF produksi pangan terhadap produktivitas tenaga kerja pada
model 1 dan model 2
Analisis IRF pada Gambar 13 menunjukkan respon produksi pangan
terhadap guncangan produktivitas tenaga kerja. Pada model 1, produksi pangan
merespon guncangan produktivitas tenaga kerja sebesar 0,009 persen para periode
pertama. Respon tersebut mulai stabil ada periode 11 sebesar 0,017 persen.
Selanjutnya pada model 2, produksi pangan menunjukkan respon sebesar 0,010
persen pada periode awal guncangan (periode 1). Kemudian respon tersebut mulai
menunjukkan kestabilan pada periode 17 sebesar 0,005 persen.
Respon produksi pangan terhadap guncangan produktivitas tenaga kerja
pada kedua model menunjukkan hasil yang sesuai hipotesis. Produktivitas tenaga
kerja di sektor pertanian menjadi salah satu input produksi pangan. Peningkatan
produktivitas tenaga kerja sekor pertanian akan meningkatkan produksi pangan.
Tenaga kerja sektor pertanian di Indonesia lebih banyak bekerja pada
subsektor tanaman pangan dibandingkan subsektor lainnya. Pada tahun 2011
hingga 2013, tenaga kerja subsektor tanaman pangan memiliki persentase lebih
besar dari 25 persen terhadap tenaga kerja sektor pertanian di Indonesia (Gambar
14). Berdasarkan kategori usia, tenaga kerja pada subsektor tanaman pangan
mayoritas diisi oleh penduduk dengan usia lebih dari 60 tahun (Gambar 15).
Kemudian berdasarkan kategori pendidikan, tenaga kerja yang paling banyak
berkerja pada subsektor tanaman pangan adalah penduduk dengan tingkat
pendidikan tamatan SD (Tabel 7). Maka dapat dikatakan bahwa tenaga kerja
subsektor tanaman pangan di Indonesia didominasi oleh usia tua dengan tingkat
pendidikan yang masih tergolong rendah. Sementara itu, tenaga kerja subsektor
tanaman pangan memiliki kontribusi besar terhadap sektor pertanian di Indonesia.
31

100%
80%
60%
40%
20%
0%
Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus
2011 2012 2013

Subsektor tanaman pangan Pertanian dalam arti luas


Sumber: Kementerian Pertanian (2014)
Gambar 14 Share tenaga kerja subsektor tanaman pangan terhadap sektor
pertanian di Indonesia (jiwa)
4000000
3500000
3000000
2500000
2000000
1500000
1000000
500000
0
Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus
2011 2012 2013

15 - 29 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39
40 - 44 45 - 49 50 - 54 55 - 60 60 ke atas
Sumber: Kementerian Pertanian (2014)
Gambar 15 Tenaga kerja subsektor tanaman pangan berdasarkan golongan usia
di Indonesia (jiwa)
Tabel 7 Tenaga kerja subsektor tanaman pangan berdasarkan golongan tingkat
pendidikan di Indonesia (jiwa)
2011 2012 2013
Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus
Tidak/belum
pernah sekolah 2365239 2268247 2646274 2116116 2516523 2077561
Tidak tamat SD 5577089 4427896 5342032 3841468 4919659 3830050
SD 7585328 6716555 8129250 6431135 7608984 6654119
SLTP 3450010 2256235 2704077 2137458 2472311 2257967
SMA 1005072 937680 1073737 897026 1056868 1011016
SMK 459192 274091 347985 300613 429315 328267
Diploma I/II/III 54168 29428 48051 41992 48995 44571
Universitas/DIV 26340 27063 52292 48062 47802 58521
Sumber: Kementerian Pertanian (2014)
32

Pengaruh Guncangan Variabel Penelitian Terhadap Ketersediaan Pangan di


Indonesia: Analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)

Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) memiliki tujuan untuk


menjelaskan kontribusi tiap variabel terhadap guncangan yang ditimbulkan
kepada variabel utama yang diteliti. FEVD menghasilkan informasi mengenai
kepentingan relatif atau kekuatan komposisi dari tiap variabel independen dalam
memengaruhi variabel dependen. Pada penelitian ini, analisis FEVD digunakan
untuk melihat kontribusi variabel produksi pangan, impor pangan, luas lahan
pertanian, pertumbuhan ekonomi, modal, dan produktivitas tenaga kerja terhadap
produksi pangan. Jangka waktu yang digunakan dalam analisis FEVD ini adalah
30 periode. Gambar 16 dan Gambar 17 menjelaskan hasil FEVD pada penelitian
ini.
100%

95%
LNPRODV
90% CAP
LNGDP
85% AGRL
FM
80% LNFPD

75%
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Gambar 16 Hasil FEVD produksi pangan model 1

100%
90%
80%
LNPRODV
70%
60% CAP
50% LNGDP
40% ARL
30% FM
20% LNFPD
10%
0%
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Gambar 17 Hasil FEVD produksi pangan model 2
33

Gambar 16 menunjukkan bahwa pada awal periode variasi produksi pangan


masih dikontribusi oleh variabel itu sendiri. Periode ke-2, variabel lainnya mulai
ikut berkontribusi terhadap produksi pangan. Dalam jangka panjang (periode 30),
variabel yang paling dominan berkontribusi terhadap produksi pangan masih
variabel produksi pangan itu sendiri dengan kontribusi sebesar 86,55 persen.
Kontribusi terbesar selanjutnya adalah luas lahan pertanian dengan kontribusi
sebesar 8,27 persen. Selanjutnya produksi pangan dikontribusi oleh produktivitas
tenaga kerja, impor pangan, pertumbuhan ekonomi, dan modal dengan nilai
kontribusi sebesar 3,41 persen, 0,95 persen, 0,69 persen, dan 0,12 persen secara
berurutan.
Kemudian pada Gambar 17, pada awal periode (periode 1) produksi pangan
masih dikontribusi oleh variabel itu sendiri. Kemudian pada periode selanjutnya,
variabel lainnya mulai berkontribusi. Pada periode 30, kontribusi produksi pangan
masih paling dominan yaitu sebesar 80,63 persen. Luas lahan pertanian layak
tanam juga menjadi kontribusi terbesar kedua terhadap produksi pangan pada
model ini, yaitu sebesar 13,55 persen. Kontribsi terbesar selanjutnya adalah
produktivitas tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, modal, dan impor pangan
dengan respon sebesar 2,46 persen, 1,34 persen, 1,22 persen, dan 0,80 persen.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan

Hasil dan pembahasan pada penelitian ini memberikan beberapa kesimpulan


yang dijelaskan sebagai berikut.
1. Kondisi ketahanan pangan Indonesia berdasarkan indikator ketahanan
pangan FAO mengalami perkembangan yang baik selama periode tahun
1999 sampai 2016. Namun Indonesia belum dapat dikatakan memiliki status
ketahanan pangan yang tinggi. Hal tersebut disebabkan belum berkembang
baiknya perkembangan indikator ketahanan pangan pada dimensi stabilitas
dan pemanfaatan pangan. Artinya, Indonesia sudah memiliki ketersediaan
dan akses pangan yang meningkat namun belum disertai dengan stabilitas
dan pemanfaatan pangan yang juga meningkat.
2. Berdasarkan estimasi VECM, impor pangan, luas lahan pertanian, PDB per
kapita, modal, dan produktivitas tenaga kerja memiliki pengaruh jangka
panjang terhadap produksi pangan domestik di Indonesia. Hasil analisis IRF
menunjukkan bahwa guncangan lahan pertanian, PDB per kapita, modal,
dan produktivitas tenaga kerja direspon positif oleh produksi pangan.
Sementara itu guncangan impor pangan direspon negatif oleh produksi
pangan. Selanjutnya, hasil analisis FEVD menunjukkan kontribusi produksi
pangan masih dominan hingga periode akhir penelitian, sedangkan
kontribusi terkecil adalah modal (model 1) dan impor pangan (model 2).
34

Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka beberapa rekomendasi kebijakan yang


dapat diberikan penulis adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah Indonesia perlu menetapkan dan mengimplementasikan
kebijakan yang mengatur penggunaan lahan atau alih fungsi lahan yang
dapat menjaga ketersediaan dan atau tidak mengurangi luas lahan pertanian.
2. Menurut Bulog, undang-undang yang mengatur mengenai pangan bukan
hanya membahas mengenai ketahanan pangan, melainkan membahas
mengenai kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan keamanan pangan.
Ketiga hal tersebut menjadi jembatan bagi peningkatan impor dalam
memengaruhi ketahanan pangan. Negara yang dapat mencapai kemandirian
pangan mampu menahan terjadinya peningkatan impor yang terus menerus.
Dengan adanya ketergantungan terhadap impor, ketahanan pangan dapat
tercapai namun tidak diiringi dengan kemandirian pangan. Oleh karena itu
diperlukan perhatian khusus terhadap kebijakan dan implementasi dari
kebijakan yang mengatur mengenai impor pangan, seperti melakukan
seleksi impor.
3. Pertumbuhan ekonomi dan pembentukkan modal sektor pertanian perlu
dijaga agar dapat berdampak pada produksi pertanian, khususnya tanaman
pangan.
4. Kondisi tenaga kerja subsektor tanaman pangan di Indonesia menunjukkan
perlunya peningkatan pendidikan untuk pekerja sektor pertanian agar
produktivitas akan ikut meningkat.
5. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menambahkan variabel bantuan
pangan sebagai salah satu bagian ketersediaan pangan serta
mengombinasikan variabel ketersediaan pangan dengan variabel penentu
dimensi ketahanan pangan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Aker J, Lemtouni A. 1999. A Framework For Assessing Food Security In Face Of
Globalization: The Case Of Morocco.
Andersen PP. 2008. Food security: Definition and Measurement. Food Security.
1:5-7. doi: 10.1007/s12571-008-0002-y.
Aplanaidu SD, Bakar NAA, Baharudin AH. 2014. An Econometric Analysis Of
Food Security and Related Macroeconomic Variables In Malaysia: A Vector
Autoregressive Approach (VAR). (IAMC) International Agribusiness
Marketing Conference.
Bourgeois R, Napitupulu TA, Rusastra IW. 2008. The Impact of Support for
Imports on Food Security In Indonesia. CAPSA Working Paper . 101.
[DKP] Dewan Ketahanan Pangan. 2015. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan
Indonesia.
[EIU] The Economist Intelligence Unit. 2017. 2017 Global Food Sevurity Index.
35

Enders W. 2014. Applied Econometric Time Series. Ed ke-4. Hoboken (US):


Wiley.
[FAO] Food and Agricultural Organization. 2008. An Introduction to the Basic
Concepts of Food Security. Food Security Information.
[FAO] Food and Agricultural Organization. 2018. FAO Arable Land of Share In
Agricultural Land [Internet]. [diunduh Februari 2018]. Tersedia pada:
www.fao.org.
[FAO] Food and Agricultural Organization. 2018. FAO Food Production Index
[Internet]. [diunduh Februari 2018]. Tersedia pada: www.fao.org.
Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series.
Bogor (ID): IPB Press.
Foley JA, DeFries R, Asner GP, Barford C, Bonan G, Carpenter SR, Chapin FS,
Coe MT, Daily GC, Gibbs HK et al. 2005. Global Consequences of Land Use.
Science, 309:570-574. doi: 10.1126/science.1111772.
Gore SDV, Shinde SD. 2014. An Analysis of Capital Formation in Indian
Agriculture and ITS Implications for More Inclusive Growth of Indian
Economy. Journal of Poverty, Investment and Development.
Gujarati D. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta (ID): Erlangga.
Haley, SL. 1991. Capital Accumulation and The Growth of Aggregate
Agricultural Production. Agricultural Economic. 6: 129 – 157.
Ilham N. 2006. Efektivitas Kebijakan Harga Pangan Terhadap Ketahanan Pangan
dan Dampaknya Pada Stabilitas Ekonomi Makro [Disertasi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Kementerian Pertanian. 2014. Statistik Ketenagakerjaan Sektor Pertanian Tahun
2014. Jakarta: Kementerian Pertanian
Khan REA, Azid T, Toseef MU. 2012. Determinants of food security in rural
areas of Pakistan. International Journal of Social Economics. 39(12): 951 –
964.
Mozumdar L. 2012. Agricultural Productivity and Food Security In The
Developing World. The Bangladesh Journal of Agricultural Economics.
35(1&2): 53 – 69.
Muraoka R, Jin S, Jaynec TS. 2017. Land access, land rental and food security:
Evidence from Kenya. Land Use Policy. 70: 611-622. doi:
10.1016/j.landusepol.2017.10.045.
Nicholson, W. 2002. Micreconomic Theory: Basic Principle and Extensions. New
York: Harcort Brace Colege Publishers.
Ningsi BAW. 2012. Pemodelan Ketahanan Pangan Indonesia dengan
menggunakan Partial Least Square Path Modelling (PLS-PM) [Tesis]. Bogor
(ID): IPB.
Nurhemi, Soekro SRI, Suryani G. 2014. Pemetaan Ketahanan Pangan di
Indonesia: Pendekatan TFP dan Indeks Ketahanan Pangan. BI Working Paper.
36

Pieters H, Guariso A, Vandeplas A. 2013. Conceptual Framework For The


Analysis Of The Determinants Of Food and Nutrition Security. Food Secure
Working Paper. 13.
Rachman HPS, Ariani M. 2002. Ketahanan Pangan: Konsep, Pengukuran, dan
Strategi. 20: 12 – 24.
Republik Indonesia. 1996. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang
Ketahanan Pangan. Lembaran Negara RI Tahun 2002. Jakarta: Sekretariat
Negara.
Republik Indonesia. 1945. Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Republik Indonesia. 1996. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
Lembaran Negara RI Tahun 1996. Jakarta: Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. 2012. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan. Lembaran Negara RI Tahun 2012. Jakarta: Sekretariat Negara.
Santangelo GD. 2017. The impact of FDI in land in agriculture in developing
countries on host country food security. Jurnal of World Business. 53:72-84.
doi: 10.1016/j.jwb.2017.07.006.
Stamoulis K, Zezza A. 2003. A Conceptual Framework for National Agricultural,
Rural Development, and Food Security Strategies and Policies. ESA Working
Paper. 03 – 07.
Suharyanto H. 2011. Ketahanan Pangan. Jurnal Sosial Humaniora. 4(2): 186 –
194.
[WDI] World Development Indicators. 2018. Agricultural Land [Internet].
[diunduh Februari 2018]. Tersedia pada: http://data.worldbank.org/data
[WDI] World Development Indicators. 2018. Capital Formation of GDP
[Internet]. [diunduh Februari 2018]. Tersedia pada:
http://data.worldbank.org/data
[WDI] World Development Indicators. 2018. Food Imports [Internet]. [diunduh
Februari 2018]. Tersedia pada: http://data.worldbank.org/data
[WDI] World Development Indicators. 2018. Food Production Index [Internet].
[diunduh Februari 2018]. Tersedia pada: http://data.worldbank.org/data
[WDI] World Development Indicators. 2018. GDP Per Capita US$ [Internet].
[diunduh Februari 2018]. Tersedia pada: http://data.worldbank.org/data
[WDI] World Development Indicators. 2018. Value Added in Agricultural per
worker [Internet]. [diunduh Februari 2018]. Tersedia pada:
http://data.worldbank.org/data
37

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil uji stasioneritas data pada tingkat level dan first difference
dengan Phillips-Perron test
Produksi Pangan (FPD)
Null Hypothesis: FPD has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 3 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -2.266338 0.4412


Test critical values: 1% level -4.219126
5% level -3.533083
10% level -3.198312

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: D(FPD) has a unit root


Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 3 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -6.185560 0.0000


Test critical values: 1% level -4.226815
5% level -3.536601
10% level -3.200320

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Impor Pangan (FM)


Null Hypothesis: FM has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 0 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -2.446290 0.1364


Test critical values: 1% level -3.615588
5% level -2.941145
10% level -2.609066

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.


38

Null Hypothesis: D(FM) has a unit root


Exogenous: Constant
Bandwidth: 2 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -7.084915 0.0000


Test critical values: 1% level -3.621023
5% level -2.943427
10% level -2.610263

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Luas lahan Pertanian (AGRL)


Null Hypothesis: AGRL has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 0 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -2.133005 0.5116


Test critical values: 1% level -4.219126
5% level -3.533083
10% level -3.198312

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: D(AGRL) has a unit root


Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 3 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -5.002546 0.0013


Test critical values: 1% level -4.226815
5% level -3.536601
10% level -3.200320

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.


39

Luas lahan Pertanian Produktif (ARL)


Null Hypothesis: ARL has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 7 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -1.154009 0.6840


Test critical values: 1% level -3.615588
5% level -2.941145
10% level -2.609066

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: D(ARL) has a unit root


Exogenous: Constant
Bandwidth: 36 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -5.334943 0.0001


Test critical values: 1% level -3.621023
5% level -2.943427
10% level -2.610263

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

PDB riil perkapita (LNGDP)


Null Hypothesis: LNGDP has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 2 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -2.247542 0.4510


Test critical values: 1% level -4.219126
5% level -3.533083
10% level -3.198312

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.


40

Null Hypothesis: D(LNGDP) has a unit root


Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 2 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -4.470447 0.0054


Test critical values: 1% level -4.226815
5% level -3.536601
10% level -3.200320

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Pembentukkan Modal (CAP)


Null Hypothesis: CAP has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 1 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -1.868116 0.3432


Test critical values: 1% level -3.615588
5% level -2.941145
10% level -2.609066

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: D(CAP) has a unit root


Exogenous: Constant
Bandwidth: 2 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -6.141232 0.0000


Test critical values: 1% level -3.621023
5% level -2.943427
10% level -2.610263

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.


41

Produktivitas Tenaga Kerja (LNPRODV)


Null Hypothesis: LNPRODV has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 3 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -2.331316 0.4062


Test critical values: 1% level -4.273277
5% level -3.557759
10% level -3.212361

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: D(LNPRODV) has a unit root


Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 0 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -6.922840 0.0000


Test critical values: 1% level -4.296729
5% level -3.568379
10% level -3.218382

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Lampiran 2 Hasil uji stasioneritas data pada tingkat level dan first difference
dengan Augmented Dickey Fuller test

Produksi Pangan (FPD)


Null Hypothesis: FPD has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.260112 0.4444


Test critical values: 1% level -4.219126
5% level -3.533083
10% level -3.198312

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.


42

Null Hypothesis: D(FPD) has a unit root


Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.186436 0.0000


Test critical values: 1% level -4.226815
5% level -3.536601
10% level -3.200320

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Impor Pangan (FM)

Null Hypothesis: FM has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.446290 0.1364


Test critical values: 1% level -3.615588
5% level -2.941145
10% level -2.609066

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: D(FM) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.295965 0.0001


Test critical values: 1% level -3.626784
5% level -2.945842
10% level -2.611531

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.


43

Luas lahan Pertanian (AGRL)


Null Hypothesis: AGRL has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.133005 0.5116


Test critical values: 1% level -4.219126
5% level -3.533083
10% level -3.198312

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: D(AGRL) has a unit root


Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.052149 0.0012


Test critical values: 1% level -4.226815
5% level -3.536601
10% level -3.200320

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Luas lahan Pertanian Produktif (ARL)


Null Hypothesis: ARL has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 3 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.395875 0.5731


Test critical values: 1% level -3.632900
5% level -2.948404
10% level -2.612874

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.


44

Null Hypothesis: D(ARL) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.788798 0.0702


Test critical values: 1% level -3.632900
5% level -2.948404
10% level -2.612874

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

PDB riil perkapita (LNGDP)


Null Hypothesis: LNGDP has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.487337 0.3321


Test critical values: 1% level -4.226815
5% level -3.536601
10% level -3.200320

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: D(LNGDP) has a unit root


Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.499903 0.0050


Test critical values: 1% level -4.226815
5% level -3.536601
10% level -3.200320

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.


45

Pembentukkan Modal (CAP)


Null Hypothesis: CAP has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.820758 0.3651


Test critical values: 1% level -3.615588
5% level -2.941145
10% level -2.609066

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: D(CAP) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.113309 0.0000


Test critical values: 1% level -3.621023
5% level -2.943427
10% level -2.610263

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Produktivitas Tenaga Kerja (LNPRODV)


Null Hypothesis: LNPRODV has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.228797 0.8846


Test critical values: 1% level -4.323979
5% level -3.580623
10% level -3.225334

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.


46

Null Hypothesis: D(LNPRODV) has a unit root


Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.150576 0.1147


Test critical values: 1% level -4.323979
5% level -3.580623
10% level -3.225334

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Lampiran 3 Hasil Uji Lag Optimum


Model 1

VAR Lag Order Selection Criteria


Endogenous variables: FPD FM LNGDP CAP
LNPRODV AGRL
Exogenous variables: C
Date: 05/14/18 Time: 00:09
Sample: 1976 2014
Included observations: 30

Lag LogL LR FPE AIC SC HQ

0 -102.9548 NA 5.75e-05 7.263651 7.543890 7.353302


0.024785
1 71.05337 266.8125 6.12e-09 -1.936891 * -1.309334
55.53291 - -
2 120.0530 * 3.53e-09* 2.803533* 0.839580 1.638070*

* indicates lag order selected by the criterion


LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion
47

Model 2

VAR Lag Order Selection Criteria


Endogenous variables: FPD FM ARL LNGDP CAP
LNPRODV
Exogenous variables: C
Date: 05/20/18 Time: 07:30
Sample: 1976 2014
Included observations: 30

Lag LogL LR FPE AIC SC HQ

0 -115.4493 NA 0.000132 8.096622 8.376861 8.186273


1.409371
1 50.28458 254.1253 2.44e-08 -0.552306 * 0.075251
55.15332 - -
2 98.94928 * 1.44e-08* 1.396619* 2.246494 0.231156*

* indicates lag order selected by the criterion


LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion

Lampiran 4 Hasil Uji Stabilitas VAR


Model 1

Roots of Characteristic Polynomial


Endogenous variables: FPD FM LNGDP
CAP LNPRODV AGRL
Exogenous variables: C
Lag specification: 1 1
Date: 05/14/18 Time: 00:09

Root Modulus

0.990288 0.990288
0.827460 - 0.197376i 0.850675
0.827460 + 0.197376i 0.850675
0.846550 0.846550
-0.000296 - 0.270953i 0.270954
-0.000296 + 0.270953i 0.270954

No root lies outside the unit circle.


VAR satisfies the stability condition.
48

Model 2
Roots of Characteristic Polynomial
Endogenous variables: FPD FM ARL LNGDP
CAP LNPRODV
Exogenous variables: C
Lag specification: 1 1
Date: 05/20/18 Time: 07:31

Root Modulus

0.982019 0.982019
0.820047 - 0.219885i 0.849015
0.820047 + 0.219885i 0.849015
0.691336 0.691336
0.204497 - 0.292729i 0.357084
0.204497 + 0.292729i 0.357084

No root lies outside the unit circle.


VAR satisfies the stability condition.

Lampiran 5 Hasil Uji Kointegrasi

Model 1
Date: 05/14/18 Time: 00:10
Sample (adjusted): 1978 2013
Included observations: 30 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend (restricted)
Series: FPD FM LNGDP CAP LNPRODV AGRL
Lags interval (in first differences): 1 to 1

Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)

Hypothesized Trace 0.05


No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None * 0.873747 137.4970 117.7082 0.0016


At most 1 0.667889 75.41289 88.80380 0.3104
At most 2 0.477980 42.34430 63.87610 0.7632
At most 3 0.339003 22.84283 42.91525 0.8837
At most 4 0.261916 10.42264 25.87211 0.9057
At most 5 0.042782 1.311719 12.51798 0.9954

Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level


* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
49

Model 2
Date: 05/20/18 Time: 07:32
Sample (adjusted): 1978 2013
Included observations: 30 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend (restricted)
Series: FPD FM ARL LNGDP CAP
LNPRODV
Lags interval (in first differences): 1 to 1

Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)

Hypothesized Trace 0.05


No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None * 0.813836 139.4382 117.7082 0.0011


At most 1 * 0.716670 89.00437 88.80380 0.0484
At most 2 0.495561 51.17012 63.87610 0.3633
At most 3 0.397040 30.64085 42.91525 0.4646
At most 4 0.365194 15.46372 25.87211 0.5362
At most 5 0.059197 1.830643 12.51798 0.9780

Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level


* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
50

Lampiran 6 Hasil Estimasi VECM

Model 1
Vector Error Correction Estimates
Date: 05/14/18 Time: 00:10
Sample (adjusted): 1978 2013
Included observations: 30 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]

Cointegrating Eq: CointEq1

FPD(-1) 1.000000

FM(-1) 0.015322
(0.00084)
[ 18.2914]

LNGDP(-1) -0.785852
(0.05197)
[-15.1205]

CAP(-1) 0.002680
(0.00059)
[ 4.53595]

LNPRODV(-1) 0.072268
(0.03194)
[ 2.26286]

AGRL(-1) -0.018381
(0.00196)
[-9.37851]

@TREND(76) -0.007974
(0.00187)
[-4.26124]

C 0.628571
51

Error Correction: D(FPD) D(FM) D(LNGDP) D(CAP) D(LNPRODV) D(AGRL)

CointEq1 0.068659 -87.21124 1.267017 124.4767 1.753173 5.918066


(0.52814) (22.1642) (0.51139) (60.0963) (0.84493) (10.2781)
[ 0.13000] [-3.93478] [ 2.47758] [ 2.07129] [ 2.07494] [ 0.57580]

D(FPD(-1)) -0.100332 68.38336 -0.092017 -65.15639 -0.937941 -1.776837


(0.39634) (16.6328) (0.38377) (45.0983) (0.63406) (7.71300)
[-0.25315] [ 4.11136] [-0.23977] [-1.44476] [-1.47926] [-0.23037]

D(FM(-1)) 0.000456 0.353080 -0.009325 -0.374675 -0.022233 0.116233


(0.00640) (0.26837) (0.00619) (0.72767) (0.01023) (0.12445)
[ 0.07130] [ 1.31563] [-1.50600] [-0.51489] [-2.17320] [ 0.93396]

D(LNGDP(-1)) -0.227182 -34.71471 0.354802 28.07334 0.367300 -9.795956


(0.27069) (11.3600) (0.26211) (30.8017) (0.43306) (5.26790)
[-0.83926] [-3.05587] [ 1.35365] [ 0.91142] [ 0.84815] [-1.85956]

D(CAP(-1)) 0.003120 -0.001031 -0.002854 -0.046563 -0.003415 0.092564


(0.00273) (0.11467) (0.00265) (0.31090) (0.00437) (0.05317)
[ 1.14173] [-0.00900] [-1.07890] [-0.14977] [-0.78117] [ 1.74081]

D(LNPRODV(-1)) 0.192046 2.197533 0.072147 6.598875 -0.100330 -0.557923


(0.14634) (6.14126) (0.14170) (16.6515) (0.23411) (2.84784)
[ 1.31234] [ 0.35783] [ 0.50916] [ 0.39629] [-0.42856] [-0.19591]
52

D(AGRL(-1)) -0.012414 -0.558138 -0.010164 0.545797 -0.028080 -0.036789


(0.00964) (0.40473) (0.00934) (1.09740) (0.01543) (0.18768)
[-1.28721] [-1.37903] [-1.08842] [ 0.49736] [-1.81996] [-0.19602]

C 0.047249 -1.399714 0.029617 1.487574 0.069066 0.683151


(0.01767) (0.74153) (0.01711) (2.01058) (0.02827) (0.34386)
[ 2.67401] [-1.88761] [ 1.73106] [ 0.73987] [ 2.44325] [ 1.98670]

R-squared 0.187513 0.688561 0.527623 0.367166 0.320126 0.342438


Adj. R-squared -0.071005 0.589467 0.377321 0.165810 0.103803 0.133214
Sum sq. resids 0.021799 38.39234 0.020438 282.2512 0.055793 8.255845
S.E. equation 0.031478 1.321025 0.030480 3.581843 0.050359 0.612589
F-statistic 0.725338 6.948560 3.510426 1.823467 1.479848 1.636703
Log likelihood 65.83790 -46.26806 66.80485 -76.19216 51.74149 -23.21402
Akaike AIC -3.855860 3.617871 -3.920323 5.612810 -2.916100 2.080934
Schwarz SC -3.482207 3.991524 -3.546671 5.986463 -2.542447 2.454587
Mean dependent 0.038048 -0.068615 0.035507 0.269053 0.031239 0.288185
S.D. dependent 0.030417 2.061755 0.038626 3.921697 0.053196 0.657981

Determinant resid covariance (dof


adj.) 5.79E-10
Determinant resid covariance 9.00E-11
Log likelihood 91.55108
Akaike information criterion -2.436739
Schwarz criterion 0.132123
Number of coefficients 55
53

Model 2
Vector Error Correction Estimates
Date: 05/20/18 Time: 07:32
Sample (adjusted): 1978 2013
Included observations: 30 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]

Cointegrating Eq: CointEq1 CointEq2

FPD(-1) 1.000000 0.000000

FM(-1) 0.000000 1.000000

ARL(-1) 0.009623 -2.560117


(0.00682) (0.74060)
[ 1.41194] [-3.45682]

LNGDP(-1) -0.889208 -1.427019


(0.28914) (31.4188)
[-3.07537] [-0.04542]

CAP(-1) -0.006245 0.770697


(0.00244) (0.26491)
[-2.56152] [ 2.90923]

LNPRODV(-1) 0.195497 -1.097579


(0.15294) (16.6191)
[ 1.27826] [-0.06604]

@TREND(76) -0.012337 -0.325423


(0.00656) (0.71303)
[-1.88007] [-0.45639]

C -1.524203 123.0435
54

D(LNPROD
Error Correction: D(FPD) D(FM) D(ARL) D(LNGDP) D(CAP) V)

CointEq1 0.262817 -50.36968 9.256929 1.312906 163.1816 1.104980


(0.36998) (18.9633) (12.5546) (0.33006) (29.6562) (0.69913)
[ 0.71035] [-2.65617] [ 0.73733] [ 3.97781] [ 5.50244] [ 1.58050]

CointEq2 0.000203 -0.331356 0.173676 0.010222 1.066123 0.011382


(0.00339) (0.17380) (0.11506) (0.00302) (0.27180) (0.00641)
[ 0.05979] [-1.90654] [ 1.50939] [ 3.37914] [ 3.92245] [ 1.77629]

D(FPD(-1)) -0.335961 52.52856 -0.789177 -0.378110 -120.3101 -0.737452


(0.35232) (18.0578) (11.9552) (0.31430) (28.2402) (0.66575)
[-0.95357] [ 2.90891] [-0.06601] [-1.20303] [-4.26025] [-1.10770]

D(FM(-1)) -0.000541 -0.183862 0.183842 -0.007338 -0.250166 -0.016360


(0.00458) (0.23462) (0.15533) (0.00408) (0.36691) (0.00865)
[-0.11821] [-0.78366] [ 1.18356] [-1.79700] [-0.68181] [-1.89138]

D(ARL(-1)) -0.009848 -0.608123 0.358032 -0.004780 -0.026383 -0.004799


(0.00487) (0.24961) (0.16525) (0.00434) (0.39036) (0.00920)
[-2.02220] [-2.43631] [ 2.16657] [-1.10023] [-0.06759] [-0.52152]

D(LNGDP(-1)) -0.060956 -41.58485 -10.92202 0.568420 54.21217 0.538170


(0.24434) (12.5232) (8.29101) (0.21797) (19.5848) (0.46170)
[-0.24948] [-3.32061] [-1.31733] [ 2.60781] [ 2.76807] [ 1.16562]
55

D(CAP(-1)) 0.002396 -0.054736 0.103106 -0.002973 0.006539 -0.004198


(0.00237) (0.12159) (0.08050) (0.00212) (0.19015) (0.00448)
[ 1.00983] [-0.45018] [ 1.28086] [-1.40492] [ 0.03439] [-0.93660]

D(LNPRODV(-1)) 0.194615 9.791955 -1.257991 -0.098961 -4.365242 -0.388838


(0.11929) (6.11392) (4.04772) (0.10641) (9.56141) (0.22541)
[ 1.63149] [ 1.60158] [-0.31079] [-0.92997] [-0.45655] [-1.72505]

C 0.044458 -1.016822 0.231287 0.033384 3.125356 0.053234


(0.01499) (0.76825) (0.50862) (0.01337) (1.20144) (0.02832)
[ 2.96606] [-1.32356] [ 0.45474] [ 2.49665] [ 2.60134] [ 1.87949]

R-squared 0.377078 0.643836 0.496177 0.692592 0.759243 0.272780


Adj. R-squared 0.139774 0.508155 0.304244 0.575485 0.667525 -0.004256
Sum sq. resids 0.016713 43.90578 19.24432 0.013301 107.3806 0.059678
S.E. equation 0.028211 1.445943 0.957286 0.025167 2.261275 0.053309
F-statistic 1.589011 4.745207 2.585163 5.914147 8.278090 0.984638
Log likelihood 69.82307 -48.28088 -35.90843 73.24888 -61.69589 50.73168
Akaike AIC -4.054871 3.818726 2.993896 -4.283259 4.713059 -2.782112
Schwarz SC -3.634512 4.239085 3.414255 -3.862900 5.133419 -2.361753
Mean dependent 0.038048 -0.068615 -0.252667 0.035507 0.269053 0.031239
S.D. dependent 0.030417 2.061755 1.147660 0.038626 3.921697 0.053196

Determinant resid covariance (dof


adj.) 1.06E-09
Determinant resid covariance 1.25E-10
Log likelihood 86.67392
Akaike information criterion -1.244928
Schwarz criterion 1.931119
Number of coefficients 68
56

Lampiran 7 Hasil Impulse Response Function (IRF)

Model 1
Response to Generalized One S.D. Innovations
Response of FPD to FPD Response of FPD to FM

.03 .03

.02 .02

.01 .01

.00 .00

-.01 -.01

5 10 15 20 25 30 5 10 15 20 25 30

Response of FPD to LNGDP Response of FPD to CAP

.03 .03

.02 .02

.01 .01

.00 .00

-.01 -.01

5 10 15 20 25 30 5 10 15 20 25 30

Response of FPD to LNPRODV Response of FPD to AGRL

.03 .03

.02 .02

.01 .01

.00 .00

-.01 -.01

5 10 15 20 25 30 5 10 15 20 25 30
57

Model 2
Response to Generalized One S.D. Innovations
Response of FPD to FPD Response of FPD to FM

.02 .02

.01 .01

.00 .00

-.01 -.01

5 10 15 20 25 30 5 10 15 20 25 30

Response of FPD to ARL Response of FPD to LNGDP

.02 .02

.01 .01

.00 .00

-.01 -.01

5 10 15 20 25 30 5 10 15 20 25 30

Response of FPD to CAP Response of FPD to LNPRODV

.02 .02

.01 .01

.00 .00

-.01 -.01

5 10 15 20 25 30 5 10 15 20 25 30
58

Lampiran 8 Hasil Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)


Model 1

Period S.E. FPD FM LNGDP CAP LNPRODV AGRL

1 0.031478 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000


2 0.046993 93.59075 0.102283 4.113672 0.305408 1.092306 0.795580
3 0.057578 90.89812 0.455543 5.535616 0.203645 1.335950 1.571129
4 0.067721 90.16459 0.494330 5.764417 0.153732 1.391849 2.031082
5 0.076944 89.44708 0.582293 6.054288 0.124122 1.505213 2.287002
6 0.084650 88.65633 0.702311 6.472314 0.109160 1.581272 2.478612
7 0.091851 88.30516 0.735711 6.629078 0.100816 1.598505 2.630727
8 0.098845 88.10465 0.752779 6.693091 0.093066 1.624780 2.731635
9 0.105183 87.80826 0.796803 6.838933 0.087269 1.659412 2.809321
10 0.111065 87.59455 0.823910 6.945247 0.083736 1.673820 2.878738
11 0.116814 87.49011 0.832210 6.982354 0.080515 1.682851 2.931958
12 0.122284 87.36357 0.848873 7.038391 0.077460 1.698699 2.973006
13 0.127423 87.23380 0.866792 7.103328 0.075267 1.710075 3.010737
14 0.132410 87.15626 0.874681 7.136554 0.073485 1.715754 3.043271
15 0.137257 87.08936 0.882276 7.163986 0.071697 1.723433 3.069246
16 0.141890 87.01144 0.892928 7.201520 0.070194 1.731341 3.092576
17 0.146372 86.95127 0.900096 7.229477 0.069000 1.736118 3.114038
18 0.150754 86.90628 0.904954 7.248171 0.067856 1.740532 3.132207
19 0.155000 86.85758 0.911239 7.270473 0.066796 1.745710 3.148200
20 0.159117 86.81245 0.916960 7.291796 0.065913 1.749716 3.163167
21 0.163144 86.77758 0.920891 7.307034 0.065112 1.752847 3.176541
22 0.167079 86.74432 0.924934 7.321766 0.064345 1.756288 3.188350
59

23 0.170912 86.71108 0.929175 7.337279 0.063666 1.759465 3.199336


24 0.174663 86.68294 0.932519 7.350008 0.063061 1.761982 3.209489
25 0.178341 86.65795 0.935474 7.361028 0.062486 1.764434 3.218630
26 0.181941 86.63312 0.938583 7.372390 0.061954 1.766878 3.227070
27 0.185469 86.61041 0.941363 7.382795 0.061475 1.768970 3.234984
28 0.188934 86.59037 0.943740 7.391728 0.061027 1.770867 3.242264
29 0.192337 86.57115 0.946096 7.400409 0.060604 1.772755 3.248990
30 0.195679 86.55283 0.948357 7.408792 0.060215 1.774488 3.255317

Cholesky Ordering: FPD FM LNGDP CAP LNPRODV


AGRL
60

Model 2

Period S.E. FPD FM ARL LNGDP CAP LNPRODV

1 0.028211 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000


2 0.040286 89.47447 0.570648 6.238822 0.008583 0.033449 3.674026
3 0.049944 85.11653 3.398898 5.385467 0.488698 1.453492 4.156910
4 0.059241 85.43207 3.705335 3.895372 0.645260 2.346464 3.975499
5 0.067552 85.18401 3.420588 4.261159 0.800356 2.638797 3.695085
6 0.075184 84.18368 2.939468 5.941981 0.941095 2.586681 3.407096
7 0.082070 82.97245 2.520217 7.884535 1.045329 2.397247 3.180226
8 0.088104 81.92603 2.205709 9.544739 1.111341 2.199054 3.013132
9 0.093496 81.18581 1.966873 10.77984 1.155018 2.027838 2.884631
10 0.098406 80.77731 1.782155 11.57292 1.184687 1.886751 2.796174
11 0.102919 80.60808 1.639478 12.02976 1.205967 1.776052 2.740661
12 0.107165 80.57015 1.527123 12.28669 1.222321 1.691495 2.702215
13 0.111249 80.59589 1.435342 12.43411 1.235729 1.626110 2.672825
14 0.115211 80.64196 1.358691 12.52774 1.247451 1.574302 2.649862
15 0.119064 80.68133 1.293154 12.60511 1.258169 1.532168 2.630063
16 0.122823 80.70445 1.235207 12.68469 1.268075 1.496326 2.611253
17 0.126490 80.71212 1.182911 12.77009 1.277195 1.464344 2.593336
18 0.130062 80.70824 1.135450 12.85913 1.285547 1.435079 2.576551
19 0.133542 80.69752 1.092238 12.94818 1.293137 1.408062 2.560865
20 0.136932 80.68447 1.052823 13.03329 1.299987 1.383052 2.546376
21 0.140237 80.67207 1.016897 13.11171 1.306160 1.359955 2.533211
22 0.143463 80.66163 0.984158 13.18243 1.311738 1.338736 2.521312
23 0.146615 80.65343 0.954265 13.24567 1.316802 1.319301 2.510533
24 0.149699 80.64720 0.926890 13.30224 1.321424 1.301504 2.500742
61

25 0.152720 80.64238 0.901738 13.35322 1.325671 1.285183 2.491802


26 0.155682 80.63843 0.878537 13.39969 1.329594 1.270170 2.483579
27 0.158590 80.63492 0.857049 13.44253 1.333235 1.256302 2.475965
28 0.161445 80.63162 0.837076 13.48236 1.336625 1.243435 2.468881
29 0.164252 80.62840 0.818454 13.51964 1.339791 1.231449 2.462265
30 0.167011 80.62523 0.801044 13.55466 1.342752 1.220245 2.456069

Cholesky Ordering: FPD FM ARL LNGDP CAP


LNPRODV
62

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Sheilla Lokanita Rahayu yang lahir di Kecamatan


Bumiayu, Brebes pada tanggal 20 November 1996. Penulis merupakan anak
pertama dari dua bersaudara dari pasangan Sail dan Muji Rahayu. Tahun 2002
hingga 2008, penulis menjalankan pendidikan di SDN 01 Kutajaya, Pasar Kemis,
Tangerang. Kemudian tahun 2008 hingga 2011, penulis melanjutkan pendidikan
di SMPN 12 Kota Tangerang. Tahun 2011 hingga 2014, penulis kembali
melanjutkan pendidikan di SMAN 2 Kota Tangerang. Tahun 2014, penulis
diterima di Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur ujian tulis, yaitu
SBMPTN.

Anda mungkin juga menyukai