Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENELITIAN

HIBAH INTERNAL

HYGIENE DAN SANITASI PADA PENJAMAH MAKANAN DI KANTIN


UNIVERSITAS ESA UNGGUL

TIM PENELITI

Nayla Kamilia Fithri, SKM., MPH


Putri Handayani, SKM., M.KKK
Gisely Vionalita, SKM., MPH

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
TAHUN 2016

i
ii
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN........................................................................ .. ii

RINGKASAN......................................................................................................................... iii

SUMMARY..................................................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR.................................................................................................................... vii

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. viii

DAFTAR TABEL.................................................................................................................... ix

I. PENDAHULUAN............................................................................................................. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................... 4

III. TUJUAN PENELITIAN............................................................................................... 5

IV. METODE PENELITIAN............................................................................................. 5

V. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................................... 19

VI. KESIMPULAN.............................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................... 24

LAMPIRAN

iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Definisi Operasional 22
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan
Tingkat Pendidikan 27
Tabel 5.2. Distribusi Pengetahuan Penjamah Makanan
tentang Personal Hygiene 28
Tabel 5.3. Distribusi Responden berdasarkan sikap 28
Tabel 5.4 Distribusi Reseponden Berdasarkan Ketersediaan
Sarana dan Prasarana 29
Tabel 5.5. Distribusi Responden Berdasarkan Personal Hygiene
dan Saniatasi Penjamah Makanan 29
Tabel 5.6. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Personal Hygiene
dan Sanitasi Penjamah Makanan 30
Tabel 5.7 Hubungan antara Pengetahuan dengan Personal Hygiene
dan Saniatasi Penjamah Makanan 31
Tabel 5.8. Hubungan antara Sikap dengan Pengetahuan dengan Personal
Hygiene dan Sanitasi Penjamah Makanan 32
Tabel 5.9. Hubungan antara Ketersediaan Sarana dan Prasarana dengan
Personal Hygiene dan Sanitasi Penjamah Makanan 33

iv
RINGKASAN

Makanan dan minuman merupakan kebutuhan hidup yang paling utama. Makanan dan
minuman berpotensi untuk terkontaminasi bakteri patogen. Faktor yang mempengaruhi
kualitas makanan adalah perilaku penjamah makanan dalam penerapan personal hygiene dan
sanitasi makanan. Sedangkan, faktor yang mempengaruhi hygiene dan sanitasi penjamah
makanan adalah tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap dan sarana dan prasarana. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan,
pengetahuan, sikap dan ketersediaan sarana dengan personal hygiene dan sanitasi penjamah
makanan Di Kantin Esa Unggul. Penelitin ini menggunakan metode cross sectional, subjek
dalam penelitian ini adalah para penjamah makanan yang berjumlah 26 responden yang
bekerja Di Kantin Esa Unggul. Uji yang digunakan adalah uji Fisher karena data tidak
normal. Hasil penelitian ini diperolah bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat
pendidikan lulus SMP dengan jumlah (42%), sebagian besar responden mempunyai tingkat
pengetahuan baik sebesar (69%), sebanyak 65% mempunyai sikap yang baik, dan 85% sarana
dan prasarana kantin Esa unggul mempunyai sarana tang sudah memenuhi syarat, serta
separuh dari responden mempunyai praktik personal hygiene dan sanitasi yang baik sebesar
50% sedangkan 50% lainya mempunyai praktek hygiene dan sanitasi yang buruk. Hasil uji
Fisher menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan personal
hygiene dan sanitasi penjamah makanan Di Kantin Esa Unggul dengan p-value = 0,695, tidak
ada hubungan antara pengetahuan dengan personal hygiene dan sanitasi penjamah makanan
dengan p-value = 0,673, tidak ada hubungan antara sikap dengan personal hygiene dan
sanitasi penjamah dengan p-value= 1,000 dan tidak ada hubungan antara sarana dan
prasarana dengan personal hygiene dan sanitasi penjamah makanan Di Kantin Esa Unggul
dengan p-value = 0,297. Kesimpulannya bahwa tidak ada hubungan antara tingkat
pendidikan, pengetahuan, sikap dan sarana dan prasarana dengan personal hygiene dan
sanitasi penjamah makanan Di Kantin Kampus Esa Unggul.

1
SUMMARY

Food and Bevarege is very important for live. Food and beverages are potentially
contaminated by pathogenic microorganism and chemical agent. The purpose of this research
is to know the correlation between the education level, knowledge, attitude and facilities with
personal hygiene and sanitation food handler in Esa Unggul Canteen.the used methode in this
research is survey with cross Sectional Study. Result of reseach obtained data of the most
responden have the level education is Junior High school are 11 people (42%), and the most
responden have a good knowladge are 18 people (69%), and the most responden have good
attitude are 17 people (65%), and complete facilities are 22 people (85%), and 13 people
(50%) for responden have good personal hygiene and sanitation, the other have bad personal
hygiene and sanitation. Result of Fisher test, obtained the not correlation between the
education level, knowladge, attitude and facilities with personal hygiene and sanitation in The
Esa Unggul Canteen because score p-value > 0,005.

2
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdullillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa


memberikan hambamu yang tak berdaya ini kenikmatan yang tak ternilai, kebahagian yang
tak terhitung dan kepuasan yang tak terkira. Selain itu syukur Alhamdullillah juga penulis
ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulisan laporan akhir penelitian ini dapat saya selesaikan dengan baik dan tepat pada
waktunya.
Laporan hibah internal ini disusun untuk memenuhi persyaratan dan sekaligus
menjadi suatu bentuk pengabdian keprofesian sebagai dosen tetap Universitas Esa Unggul.
Semoga semua usaha yang dilakukan dalam pembuatan laporan ini dapat menjadi sesuatu
yang berguna.
Penyelesaian laporan hibah internal ini tidak lepas dari pihak-pihak yang telah
membantu dan mendukung penulis. Terimakasih kepada kedua orang tua yang selalu
mendoakan kesuksesan anak mereka. Terimakasih kepada dukungan yang tak terhingga dari
suami yang tercinta, dan terimaksih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
membantu menyelesaikan laporan akhir penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini banyak kekurangannya, maka dengan segala
kerendahan hati, penulis menerima masukan berupa saran dan kritik yang pastinya berguna
bagi penulis sebagai bahan pertimbangan untuk masa yang akan datang.
Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat dan menjadi bahan masukan yang berguna
bagi pembaca sekalian.

Jakarta, 31 Mei 2015

Nayla Kamilia Fithri, SKM., MPH

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang langsung
memegang peranan dalam peningkatan kesehatan dan kesejahteraan manusia. Masalah
makana merupakan masalah yang harus mendapat perhatian khusus dalam penyelenggaraan
kesehatan secara keseluruhan. Maka dari itu sebaiknya memenuhi standart kesehatan yaitu
aman, sehat, bergizi serta tidak menimbulkan gangguan terhadap penyakit (Agustina, 2005).
Makanan tidak saja bermanfaat bagi manusia, tetapi juga bagi pertumbuhan
mikroba pathogen oleh karenanya untuk mendapatkan keuntungan maksimal dari makanan
perlu dijaga sanitasi makanan. Gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat makanan dapat
dikelompokan menjadi keracunan makanan dan penyakit bawaan makanan (Soemirat, 2007).
Penyakit yang menonjol terkait dengan penyediaan makanan yang tidak higienes
akibat kurangnya sanitasi makanan adalah diare, gastro enteritis, dan keracunan makan.
Menurut perkiraan, sekitar 70% kasus penyakit diare karena makan yang terkontaminasi oleh
bakteri patogen seperti bakteri Coliform ( Eschercia coli, Enterobacter arogenes), Shigella
spp, Salmonella spp, dan Vivrio cholereae (WHO, 2005). Selain itu, penyebab lain dari
permasalahan makanan adalah keracunan yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang ada
dalam makanan seperti Staphylococcus, Clostridium botolinum, dan Clostridium welchii
(Azwar, 1996). Menurut data nasional penyebab terjadi foodborn diseases (penyakit bawaan
makanan) pada tahun 2002 yaitu 28% oleh mikroba patogen dan 14% oleh senyawa kimia.
Tahun 2003 yaitu 26,5% oleh mikroba patogen dan 3% oleh senyawa kimia. Tahun 2004
(Januari-Agustus) yaitu 16% oleh mikroba patogen dan 2% oleh senyawa kimia (Suwondo,
2004).
Diketahui pada tahun 1993-1997 di Amerika Serikat telah terjadi outbreak sebesar
550 kasus akibat bawaan makanan, lebih dari 40% dari outbreak tersebut disebabkan oleh
perusahaan jasa makanan/ tempat pengolahan makanan (Olsen, 2000 dalam Selman, 2008).
Pada tahun 2014 Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
menginformasikan telah terjadi 43 kasus insiden keracuana makanan di berbagai wilayah
indonesia. salah satu kejadian keracunan makanan disebabkan oleh pangan jajanan sebanyak
15 insiden keracuanan dengan jumlah korban 486 orang dan terdapat 1 orang meninggal serta
1 insiden keracunan akibat pangan jasa boga/katering dengan jumlah 748 orang.

4
Menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 715/Menkes/SK/2003, hygiene
sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan terhadap faktor makanan, orang,
tempat, perlengkapannya yang dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.
Konsep personal hygiene/ kebersihan diri dalam kehidupan sehari-hari harus
diperhatikan karena akan mempengaruhi kesehatan seseorang. Hal-hal yang mempengaruhi
kebersihan adalah kebudayaan, kebiasaan, sosial, keluarga, pendidikan, dan presepsi
seseorang terhadap kesehatan (Adams dan Motarjemi, 2003).
Menurut WHO (2004), penjamah makanan adalah seorang yang terlibat dalam suatu
rangkaian proses pengolahan makanan mulai dari persiapan, pemasakan, pendinginan,
penyimpanan, pemanasan kembali dan penyajian makanan. Dalam proses pengolahan
makanan sesorang penjamah makanan dituntut untuk menerapkan personal hygiene yang baik
agar tidak terjadi kontaminasi pada makanan yang diolah. Pada kebanyakan kasus, makanan
terkontaminasi bukan secara sengaja tetapi karena perilaku kecerobohan penjamah makanan,
penjamah makanan tidak menerapkan personal hygiene dan sanitasi selama bekerja. Selain
itu, kurang memadainya pendidikan atau pelatihan dalam hal keamanan makan.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas makanan diantaranya adalah
pengetahuan dan perilaku penjamah makanan. Sejumlah survei terhadap Kejadian Luar Biasa
(KLB) penyakit bawaan makanan yang berjangkit di seluruh dunia memperlihatkan bahwa
sebagian besar kasus penyakit bawaan makanan terjadi akibat kesalahan penanganan pada
saat penyiapan makanan tersebut baik di rumah, jasa katering, kantin rumah sakit, kantin
sekolah, kantin pangkalan militer dan lain-lain (WHO, 2005).
Faktor yang paling penting dalam menentukan prevalensi penyakit bawaan makanan
adalah kurangnya pengetahuan di pihak penjamah makanan atau konsumen dan ketidak
pedulian terhadap pengelolaan makanan yang aman. Sejumlah survey terhadap KLB penyakit
bawaan makanan memperlihatkan bahwa sebagian besar penyakit bawaan makanan terjadi
akibat kesalahan penanganan pada saat penyiapan makanan tersebut baik di rumah, jasa
katering, kantin, rumah sakit, atau saat jamuan makan atau pesta (Hartono, 2005).
Penelitian terhadap warung makan di Tembalang (Semarang) yang dilakukan oleh
Budiyono pada tahun 2008 menyimpulkan bahwa tingkat pengetahuan tentang Hygiene dan
sanitasi makanan dari 36 responden penjamah makanan pada 36 warung makan di Tembalang
didapat responden dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 13 orang (36,1%) dan tingkat
pengetahuan kurang sebanyak 23 orang (63,9%).
Berdasarkan hasil pengamatan, terlihat bahwa masih ditemukannya petugas
penjamah makanan tidak melakukan personal hygiene dan ditemukannya perilaku-perilaku

5
yang kurang baik terhadap kebersihan diri pekerja misalnya tidak biasanyaperilaku mencuci
tangan pada saat mau mengolah atau menyajikan makanan dan masih banyak yang tidak
menggunakan sarana sanitasi seperti tidak menggunakan celemek dan penutup kepala pada
pekerja kantin Kampus Esa Unggul .
Untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hygiene dan
sanitasi penjamah makanan yang di titik beratkan pada tingkat pendidikan, pengetahuan,
perilaku dan ketersediaan sarana hygiene dan sanitasi penjamah makanan.

1.2 Perumusan Masalah


Perilaku pedagang yang tidak higienis seperti tidak mencuci tangan saat sebelum
menjamah makanan dan menjamah makanan tidak menggunakan sarana higiene dan sanitasi
penjamah makanan beresiko menimbulkan kontaminasi pada makanan sehingga dapat
menyebabkan penyakit bawaan makanan pada konsumen terutama mahasiswa yang
kebanyakan lebih suka makanan di kantin daripada membawa bekal sendiri. Perilaku tersebut
tidak sesuai dengan pedoman Depkes RI tahun 2003 tentang persyaratan higiene sanitasi
makanan. Dalam prinsip higiene dan sanitasi makanan ditekankan tentang pengetahuan, sikap
atau perilaku manusia dalam mentaati azas kesehatan, azas kebersihan dan azas keamanan
dalam menangani makanan. Dengan demikian seorang penjamah harus mempunyai
pengetahuan di bidang penyehatan makanan dan mempunyai perilaku baik serta bersikap
positif sehingga tidak menyebabkan kerusakan makanan dan menjadi sumber penularan
penyakit melalui makanan (Depkes RI, 1999).

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pengertian Hygiene dan Sanitasi Makanan


Higiene adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah kesehatan, serta berbagai usaha
untuk mempertahankan atau memperbaiki kesehatan. Higiene yang mencakup upaya
perawatan kesehatan dini, termasuk ketepatan sikap tubuh. Dalam pengertian tersebut juga
terkandung makna perlunya perlindungan bagi pekerja yang terlibat dalam proses pengolahan
makanan agar terhindar dari sakit, baik yang disebabkanoleh penyakit pada umumnya,
penyakit akibat kecelakaan atau penyakit akibat prosedur kerja yang tidak memadai
(Purnawijayanti, 2001).
Apabila ditinjau dari kesehatan lingkungan, pengertian hygiene adalah usaha kesehatan
yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya
mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh faktor lingkungan (Fathonah, 2005).
Sanitasi berasal dari kata latin “sanitas” yang berarti kesehatan Diterapkan pada
industry makanan, sanitasi adalah penciptaan dan pemeliharaan kondisi yang hygiene atau
sehat. Sanitasi adalah penerapan ilmu pengetahuan supaya makanan sehat saat diproses,
disiapkan, dan dijual di lingkungan yang bersih oleh pekerja yang sehat, untuk mencegah
kontaminasi mikroorganisme yang menyebabkan penyakit bawaan makanan , dan untuk
meminimalkan poliferasi mikroorganisme yang mengkontaminasi makanan (Marriot dan
Gravani, 2006).
Sanitasi merupakan bagian yang terpenting dari proses pengolahan pangan yang harus
dilaksanakan dengan baik. Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit
dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan
rantai perpindahan penyakit tersebut. Berkaitan dengan proses pengolahan pangan secara
khusus Labensky mendefinisikan sanitasi sebagai penciptaan atau pemeliharaan kondisi yang
mampu mencegah terjadinya kontaminasi makanan atau terjadinya penyakit yang disebabkan
oleh makanan (Purnawijayanti, 2001: 2).
Dalam industri rumah tangga yang memproduksi pangan, hygiene sanitasi sangatlah
penting karena makanan yang dihasilkan nantinya akan dikonsumsi orang lain atau
masyarakat, sehingga perlu dijaga kebersihanya. Dalam industry pangan sanitasi meliputi
kegiatan secara aseptik dalam persiapan, pengolahan dan pengemasan produk pangan,
pembersihan dan sanitasi pabrik serta lingkungan pabrik dan kesehatan pekerja secara lebih
terinci sanitasi meliputi pengawasan mutu bahan makanan, penyimpanan bahan, suplai air

7
yang baik, pencegahan kontaminasi makanan dari lingkungan, peralatan dan pekerja pada
semua tahapan proses. Karena keterlibatan manusia dalam proses pengolahan panagn sangat
besar, penerapan sanitasi pada personil yang terlibat di dalamnya perlu perhatian khusus
(Purnawijayanti, 2001).
Dari kalimat diatas dapat disimpulkan bahwa mengenai hygiene dan sanitasi makanan
adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada kesehatan dan
kebersihan makanan, minuman serta lingkungan dimana makanan itu berada.

3.1.1 Pengertian Hygiene


Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari kondisi lingkungan
terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh
lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga
terjamin pemeliharaan kesehatan. Misalnya, minum air yang direbus, mencuci tangan
sebelum memegang makanan, dan pengawasan kesegaran ataupun mutu daging (Azwar,
1990). Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan
subyeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan
tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring, serta membuang bagian makanan
yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes RI, 2004).

3.1.2 Pengertian Sanitasi


Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan
terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia seperti
pembuatan sumur yang memenuhi persyaratan kesehatan, pengawasan kebersihan pada
peralatan makan, serta pengawasan terhadap makanan (Azwar, 1990). Sanitasi adalah upaya
kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya,
misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat
sampah untuk mewadahi sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan (Depkes RI,
2004). Sanitasi makanan merupakan upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan
keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia
(Chandra, 2006). Sedangkan menurut Oginawati (2008), sanitasi makanan adalah upaya
pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik
pembusuk dan patogen dalam makanan yang dapat merusak makanan dan membahayakan
kesehatan manusia.

8
Menurut Chandra (2006) dan Oginawati (2008), tujuan dari sanitasi makanan antara
lain:
a. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan
b. Mencegah penularan wabah penyakit
c. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat
d. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan
e. Melindungi konsumen dari kemungkinan terkena penyakit yang disebarkan oleh
perantara-perantara makanan.

3.2 Pengertian Makanan


Menurut WHO, makanan adalah semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak
termasuk air, obat-obatan, dan substansi-substansi lain yang digunakan untuk pengobatan
(Chandra, 2006). Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pembuat
makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi
umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel (Depkes RI, 2003).
Makanan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya,
dimana makanan memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Makanan sebagai sumber energi, yaitu makanan memberikan panas dan tenaga pada
tubuh
b. Makanan sebagai zat pembangun, yaitu membangun jaringan tubuh yang baru,
memelihara dan memperbaiki jaringan tubuh yang sudah tua.
c. Makanan sebagai zat pengatur, yaitu mengatur proses alamiah, kimiawi, dan proses
faal dalam tubuh.
3.3 Prinsip Higiene dan Sanitasi Makanan
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 715 Tahun 2003 tentang Persyaratan
Higiene Sanitasi Jasaboga, terdapat 6 (enam) prinsip higiene dan sanitasi makanan yaitu
pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan bahan makanan,
pengangkutan makanan, penyimpanan makanan matang dan penyajian makanan (Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, 2003a).

3.3.1. Pemilihan Bahan Makanan


1). Bahan makanan dibagi dalam tiga golongan besar yaitu :
a. Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan sebelum
dihidangkan, seperti daging, beras, ubi, kentang, sayuran dan sebagainya;

9
b. Makanan terolah (pabrikan) yaitu makanan yang sudah dapat langsung dimakan untuk
proses pengolahan makanan lebih lanjut, seperti tahu, tempe, kecap, ikan kaleng,
kornet dan sebagainya;
c. Makanan siap santap yaitu makanan yang langsung dimakan tanpa pengolahan seperti
nasi rames, mie kuah, bakso, ayam goreng dan sebagainya.
2). Sumber bahan makanan yang baik
Untuk mendapatkan bahan makanan yang baik perlu diketahui sumber sumber
makanan yang baik. Dari hasil penelitian Winarno (1991) didapatkan kontaminasi bakteri
pada pembuatan es puter disebabkan oleh kontaminasi persiapan bahan adonan dan
kontaminasi santan yang akan dipakai untuk pembuatan es puter.
Pemilihan dan kebersihan serta mutu bahan makanan yang akan diolah dapat
merupakan suatu titik kritis dan memiliki batas kritis tertentu sebagai persyaratan bahwa
mutu bahan makanan tersebut masih dalam batas aman untuk diolah dan dikonsumsi oleh
konsumen. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 942 tahun 2003 (Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 2003b), tentang Makanan Jajanan, bahan makanan hendaknya diperoleh
dari penyediaan bahan makanan yang terdaftar dan berizin, harus dalam keadaan baik
mutunya, segar dan tidak busuk. Semua bahan olahan kemasan harus terdaftar di Departemen
Kesehatan, tidak kadaluarsa, tidak cacat atau tidak rusak.
3). Penyimpanan Bahan Makanan Bahan
Makanan yang dibeli hendaknya disimpan dalam penyimpanan bahan makanan.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 715 Tahun 2003 ( Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, 2003a) tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga mensyaratkan tersedia
ruang atau gudang untuk menyimpan bahan makanan dan terdapat sarana untuk penyimpanan
makanan dingin. Dari hasil penelitian oleh Sukmara (2002), 68% pedagang kaki lima tidak
memiliki tempat penyimpanan bahan makanan karena membeli bahan makanan untuk
dimasak habis pada hari itu. Menurut Betty (2000), ada 4 cara penyimpanan bahan makanan
yaitu :
1. Penyimpanan sejuk (cooling), yaitu suhu penyimpanan 100C – 150C untuk jenis
minuman, buah dan sayur.
2. Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan 40C – 100C untuk bahan
makanan berprotein yang akan segera diolah kembali.
3. Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan 00C – 4 0C untuk
bahan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam. 4.

10
Penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan < 0 0C untuk bahan
makanan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu > 24 jam.

3.3.2 Pengolahan Makanan


Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi
makanan yang siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah
dari prinsip-prinsip higiene dan sanitasi. Dalam istilah asing dikenal dengan sebutan Good
Manufacturing Practice (GMP) atau Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) (World
Health Organization, 1993) :
1. Persiapan Tempat Pengolahan Pengusaha dan penanggung jawab berkewajiban
menyediakan tempat pengolahan makanan atau disebut dapur yang memenuhi
standar dan persyaratan higiene dan sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran
(kontaminasi silang dan kontaminasi ulang) terhadap makanan. Beberapa hal yang
penting harus tersedia di dapur adalah: ventilasi yang cukup baik agar asap dan
udara panas dapur dapat ke luar dengan sempurna, lantai, dinding dan ruangan
bersih dan terpelihara untuk menekan kemungkinan pencemaran terhadap makanan,
meja peracikan bersih dan permukaannya tidak berpori dan halus untuk
mempermudah membersihkan, ruangan bebas lalat, kecoa dan tikus ( lalat, kecoa
dan tikus adalah sumber pencemar yang cukup potensial pada makanan).
2. Peralatan masak adalah semua perlengkapan yang diperlukan dalam proses
pengolahan makanan seperti pisau, sendok, kuali, wajan dan lain-lain harus tersedia
dalam keadaan bersih.
3. Peralatan makan dan minum yaitu piring, gelas, mangkuk, sendok atau garpu harus
dalam keadaan bersih.
4. Tersedianya sarana penyajian yang tertutup, rak penyimpanan, peralatan pencucian
yang permanen.
5. Tersedianya fasilitas sanitasi yang memenuhi persyaratan kesehatan.
Pada tahap pengolahan makanan, kemungkinan terjadinya kontaminasi makanan yang
dapat berasal dari fisik, kimia ataupun biologis. Dengan adanya kontaminasi ini akan dapat
menurunkan kualitas dan mutu makanan yang nantinya akan membahayakan kesehatan
masyarakat yang mengkonsumsinya. Kualitas air bersih turut menentukan kualitas makanan
yang dimasak. Menurut hasil penelitian Sukmara (2002), terdapat kontaminasi coliform air
bersih di tempat pengelolaan makanan Jakarta Selatan sebesar 56,4%. Pada penelitian
terhadap es dawet di Ponorogo terdapat hubungan antara kualitas air bersih dengan

11
kandungan E.coli ( Ruli, 2004) Kontaminasi tangan pengolah makanan dapat memindahkan
bakteri dan mengontaminasi makanan, terutama bakteri patogen makanan sebesar 83,9%
(Sukmara, 2002). Hal ini berarti pada saat mengolah makanan, penjamah makanan tidak
mencuci tangan, sehingga mengontaminasi makanan yang diolah. Selain itu, batas kritis
pengolahan makanan hendaknya mencapai suhu 1000C (WHO, 1993) ; makin tinggi suhu
makin rendah kontaminasi bakteri dalam makanan.

3.3.4. Penyimpanan Makanan


Masak Bakteri akan tumbuh dan berkembang dalam makanan pada suasana yang cocok
untuk hidupnya sehingga jumlahnya menjadi banyak. Sementara di dalam makanan berupa
sayuran dan buah-buahan terdapat enzim yang menjadikan buah matang. Kalau berlangsung
terus menjadi busuk (Hartono, 2006).
1). Karakteristik Pertumbuhan Bakteri Pada Makanan Masak Dipengaruhi oleh (Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, 2012) :
a. Kadar air makanan Bakteri akan tumbuh subur dalam makanan dengan tingkat aw
(aktivitas air) atau air bebas yang tinggi (0,9). Makanan yang basah sangat disukai
bakteri daripada makanan kering. Cirinya adalah dihitung dari aw yang terdapat
dalam makanan. Air bebas adalah air yang berada dalam makanan yang statusnya
bebas dan tidak terikat dengan molekul makanan. Contohnya kuah sayur, uap air
yang mencair dan lain-lain. Air bebas ini akan digunakan bakteri untuk hidup.
b. Jenis makanan Tubuh bakteri terdiri dari protein dan air. Jadi makanan yang
diperlukan oleh bakteri adalah makanan yang mengandung protein dan air. Karena
itu bakteri akan tumbuh subur pada makanan yang mengandung protein dan kadar
airnya tinggi. Makanan yang mengandung protein tinggi seperti telur, 16 daging ,
ikan dan susu serta hasil olahannya disukai oleh bakteri, sehingga mudah rusak.
Makanan yang mengandung karbohidrat seperti nasi, ubi, talas, jagung dan
olahannya tidak disukai bakteri, tetapi disukai jamur. Makanan berlemak sedikit
mengandung air sehingga disukai jamur yang menyebabkan timbulnya bau tengik.
c. Suhu makanan Suhu makanan masak yang cocok untuk pertumbuhan bakteri yaitu
suhu yang berdekatan dengan suhu tubuh manusia (370C). Pada suhu ini
pertumbuhan bakteri akan sangat cepat. Pada suhu lebih dingin atau lebih panas dari
370C, bakteri akan semakin lambat tumbuhnya. Pada suhu di bawah 100C bakteri
sama sekali tidak tumbuh dan pada suhu 600C bakteri mulai mati. Oleh karena itu

12
diusahakan makanan selalu berada pada suhu di mana kuman tidak tumbuh yaitu
pada suhu dibawah 100C atau di atas 600C.
2). Cara Penyimpanan Makanan Masak
a. Setiap makanan masak mempunyai wadah masing-masing yang terpisah.
Pemisahan didasarkan pada saat makanan mulai diolah dan jenis makanan, setiap
wadah mempunyai tutup, tetapi berventilasi yang dapat mengeluarkan uap air.
Makanan berkuah dipisahkan antara lauk dengan kuahnya.
b. Suhu Makanan kering (goreng-gorengan) disimpan dalam suhu kamar (25-300C),
makanan basah (kuah, sop, gulai) harus segera disajikan pada suhu di atas 600C.
Makanan basah yang masih lama akan disajikan disimpan pada suhu di bawah
100C.
c. Waktu tunggu Suhu makanan dalam waktu tunggu yang sudah berada di bawah
600C, segera dihidangkan dan waktu tunggunya semakin singkat. Makanan yang
disajikan panas harus tetap dipanaskan dalam suhu di atas 600C. Makanan yang
disajikan dingin disimpan di dalam keadaan dingin pada suhu di bawah 100C.
Makanan yang disimpan pada suhu di bawah 100C harus dipanaskan kembali
sebelum disajikan.

3.3.5. Pengangkutan Makanan


Pengangkutan makanan yang baik akan sangat berperan dalam mencegah terjadinya
pencemaran makanan. Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai
dari persiapan, pewadahan, orang, suhu dan kendaraan pengangkut itu sendiri (Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, 2012).
1). Pengangkutan Bahan Makanan Pencemaran selama dalam pengangkutan dapat berupa
pencemaran fisik, mikroba maupun kimia. Untuk mencegahnya adalah membuang atau
setidaknya mengurangi sumber yang akan menyebabkan pencemaran.
Caranya yaitu :
a. Mengangkut bahan makanan tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun
(B3) seperti pupuk, insektisida atau bahan berbahaya lainnya.
b. Kendaraan pengangkut makanan tidak dipergunakan untuk mengangkut bahan lain
seperti untuk mengangkut orang, hewan atau barang-barang.
c. Kendaraan yang digunakan harus diperhatikan kebersihannya agar setiap akan
digunakan untuk mengangkut makanan selalu dalam keadaan bersih.

13
d. Pemakaian kendaraan yang telah mengangkut bahan kimia atau pestisida perlu
dihindari, walaupun telah dicuci masih akan terjadi pencemaran.
e. Perlakuan manusia yang menangani makanan selama pengangkutan, seperti perlakuan
makanan yang ditumpuk, diinjak, dibanting, diduduki atau bahkan menjadi alas
tempat tidur perlu dihindari. Contohnya sayuran dan buah-buahan yang diangkut antar
pasar.
f. Kendaraan yang digunakan untuk mengangkut bahan makanan dikonstruksi secara
higiene seperti kendaraan pengangkut daging dari RPH (rumah potong hewan) atau
perusahaan supplier.
2). Pengangkutan Makanan Siap Santap Makanan siap santap lebih rawan terhadap
pencemaran sehingga perlu perlakuan yang ekstra hati-hati. Oleh karena itu, dalam prinsip
pengangkutan makanan siap santap perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Setiap makanan mempunyai wadah masing-masing, isi makanan tidak terlampui penuh
untuk mencegah terjadinya kondensasi.
b. Wadah yang dipergunakan harus utuh, kuat dan ukurannya memadai dengan makanan
yang ditempatkan dan terbuat dari bahan anti karat atau bocor.
c. Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya agar tetap panas 600C atau
tetap dingin 40C.
d. Wadah selama dalam perjalanan tidak boleh terbuka sampai di tempat penyajian.
e. Kendaraan pengangkutan disediakan khusus dan tidak dipergunakan untuk keperluan
mengangkut bahan lain.
Menurut Djaja (2003), tempat pengolahan makanan yang banyak melakukan
pengangkutan matang dari dapur ke tempat penyajian adalah pedagang kaki lima. Alat
pengangkut yang digunakan sangat sederhana seperti sepeda dan gerobak, sehingga
kemungkinan makanan yang sudah matang akan terkontaminasi kembali oleh bakteri bila
cara pengangkutan tidak sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

3.3.6. Penyajian Makanan


Penyajian makanan merupakan rangkaian akhir dari perjalanan makanan. Makanan
yang disajikan adalah makanan yang siap santap. Makanan siap santap harus laik santap. Laik
santap dapat dinyatakan bilamana telah dilakukan uji organoleptik dan uji biologis. Uji
Laboratorium dilakukan secara insidental bila ada kecurigaan. Prinsip penyajian menurut
Kumpulan Modul Kursus Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman (Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 2012) terdiri dari :

14
a. Prinsip pemisahan wadah artinya setiap jenis makanan ditempatkan dalam wadah
terpisah masing-masing dan diusahakan tertutup, terutama wadah yang berada
tidak satu level dengan wadah makanan yang lainnya. Tujuannya agar makanan
tidak terkontaminasi silang, bila satu tercemar yang lainnya dapat diamankan,
memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan makanan.
b. Prinsip kadar air artinya makanan yang mengandung kadar air tinggi (kuah, soto,
saus) baru dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk mencegah makanan
cepat rusak (basi).
c. Prinsip edible part artinya setiap bahan yag disajikan dalam penyajian adalah
merupakan bahan makanan yang layak dimakan. Pemakaian bahan yang
membahayakan kesehatan harus dihindari seperti, stikker besi, tusuk gigi atau
bunga plastik. Bahan yang tidak untuk dimakan harus segera dibersihkan dari
tempat penyajian manakala acara makan dimulai. Tujuannya untuk mencegah
kecelakaan atau gangguan akibat salah makan.
d. Prinsip panas yaitu setiap penyajian makanan yang disajikan panas diusahakan
tetap dalam keadaan panas, seperti: sop, gulai, soto dan sebagainya. Untuk
mengatur suhu perlu diperhatikan suhu makanan sebelum ditempatkan dalam alat
saji panas (food warmer) harus masih berada di atas 600C.
e. Prinsip bersih artinya setiap peralatan yang digunakan seperti wadah dan tutupnya,
doos atau piring/gelas/mangkok harus bersih dan baik. Bersih artinya telah dicuci
dengan cara higiene, baik artinya utuh, tidak rusak atau cacat. Tujuannya untuk
mencegah penularan penyakit dan memberikan penampilan yang estetis.
f. Prinsip handling artinya setiap penanganan makanan maupun alat makanan tidak
kontak langsung dengan anggota tubuh terutama dengan bibir tujuannya untuk
mencegah pencemaran dari tubuh dan memberikan penampilan yang baik dan
sopan.
g. Prinsip tepat penyajian artinya pelaksanaan penyajian makanan harus tepat sesuai
dengan pesanan.

3.4 Higiene Penjamah Makanan


Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003 (Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, 2003c) menyatakan penjamah makanan adalah orang yang
secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan,
pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian. Menurut Longree (2004),

15
manusia adalah sumber dari bakteri terutama bakteri patogen yang dapat mengkontaminasi
makanan melalui tangan tenaga pengolah makanan. Pada penelitian E.coli di rumah makan
Kota Semarang, Fitri (2006) menemukan adanya hubungan antara E.coli dengan personal
higiene penjamah makanan.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh penjamah makanan pada saat
melakukan pengolahan untuk mencegah terjadinya kontaminasi secara biologi, yaitu ;
1. Tangan penjamah makanan harus dijaga kebersihannya yaitu : kuku dipotong
pendek, agar tidak menjadi tempat berkumpulnya kotoran yang dapat mencemari
makanan, mandi dua kali sehari untuk menjaga kebersihan kulit, tubuh bebas dari
kosmetik, kulit bebas luka karena menjadi media penularan penyakit.
2. Selalu mencuci tangan pada waktu melakukan aktivitas pengolahan makanan,
yaitu belum melakukan aktivitas pengolahan makanan, setelah keluar dari toilet,
untuk yang biasa merokok harus mencuci tangan setelah merokok, setelah
membuang sampah atau kotoran, ketika meracik bahan makanan, setelah
mengerjakan pekerjaaan lain diluar pengolahan makanan, seperti bersalaman atau
membersihkan alat dan mengelap.
3. Tidak merokok ketika mengolah makanan.
4. Berperilaku hidup bersih dan sehat, menjauhkan sifat/perilaku buruk seperti
menggaruk-garuk kulit, rambut, lubang hidung, telingga, selagigi atau kuku,
mencicipi makanan dengan jari atau menjilat pada peralatan kontak pada
makanan, meludah sembarangan di sembarang tempat, apabila batuk atau bersin
terbuka tidak ditutup dengan sapu tangan atau tissue, menyisir rambut di tempat
pengolahan.
5. Pakaian yang dikenakan harus selalu bersih dan rapi.
6. Semua kegiatan pengolahan makanan harus terlindung dari kontak langsung
dengan tubuh. Perlindungan kontak langsung dengan tubuh dapat dilakukan
dengan menggunakan sarung tangan dari plastik, menggunakan penjepit makanan
serta menggunakan alat lain, misalnya sendok garpu.

16
3.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hygiene dan Sanitasi Makana

3.5.1 Pengetahuan Penjamah Makanan


Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Karena dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Soekidjo Notoadmojo, 2003:127).
Penjamah makanan adalah tenaga yang secara langsung berhubungan dengan
makanan dan minuman dan peralatannya sejak dari tahap persiapan, pengolahan,
pengepakan, pengangkutan sampai dengan penyajian (Keputusan Menteri Keehatan RI
No. 715/Menkes/SK/V/2003).
Pengetahuan diperlukan sebelum melakukan suatu perbuatan secara sadar. Namun,
perbuatan yang dikehendaki mungkin tidak akan berlangsung sampai pasien
mendapatkan petunjuk yang cukup kuat untuk memicu motivasi berbuat berdasarkan
pengetahuan tersebut. Pengetahuan dapat diperoleh melalui informasi yang disampaikan
tenaga professional kesehatan, orang tua, guru, buku, media massa dan sumber lainnya.
Pengetahuan juga bisa didapat melalui pengalaman (Andry Hartono, 2005: 94).
Tingkat pengetahuan yang tinggi tentang hygiene sanitasi makanan akan
mempengaruhi para pekerja untuk menerapkan hygiene sanitasi makanan pada saat
melakukan proses produksi (Andry Hartono, 2005: 56).
Makanan yang berada di kantin akan menjadi media penularan penyakit pathogen
apabila tidak dikelola dengan baik. Penularan penyakit tersebut dapat terjadi secara
langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini Food Handler (Penjamah makanan)
memegang peranan penting dalam proses penularan penyakit.

Menurut Titin Agustina (2005) didalam pengolahan pangan mikroba dapat berasal
dari penjamah. Sumber-sumber ini dapat menyebabkan mikroba yang mungkin
menyebabkan pembusukan makanan dan mengakibatkan terjadinya suatu penyakit.
Sumber-sumber mikroorganisme penjamh dapat melalui:
a). Tangan
Tangan manusia merupakan sumber utama mikroorganisme jika kontak
langsung dengan makanan selama produksi, pengolahan dan penyajian. Apabila
tangan yang mengandung mikroba menangani secara langsung bahan makanan
yang akan atau telah diolah maka terjadilah perpindahan mikroba dari tangan ke
makanan.

17
Ada dua kelompok mikroba yang mungkin berada pada tangan yaitu mikroba
alami dan mikroba yang sementara berada di tangan. Mikroba alami tangan
umumnya berada pada pori-pori kulit atau lubang yang lebih dalam yang
kebanyakan tidak berbahaya, seperti Staphylococcus epidermis. Akan tetapi S.
aureus yang dapat menyebabkan keracunan juga sering ditemukan. Mikroba yang
sementara ada di tangan mungkin berasal dari berbagai sumber karena tangan tidak
dicuci bersih makan menempel di tangan. Mikroba kelompok ini mungkin berasal
dari:
1. Feses, setelah pekerja menggunakan kamar kecil dan tidak mencuci bersih
tangannya. Contoh mikroba yang mungkin secara tidak sengaja ada
ditangan melalui cara ini adalah E. coli, Salmonella, C. Perfringens dsb.
2. Bahan mentah seperti daging, ayam, ikan atau alat yang terkontaminasi oleh
Salmonella, Clostridium, E.coli, V. parahaemolyticus.
3. Rongga hidung atau mulut (Staphylococcus, virus) karena pekerja secara
sadar atau tidak sadar menyentuh bagian rongga hidung, atau mulutnya.
b). Rongga hidung, mulut, tenggorokan
Setelah tangan, mikroorganisme juga mungkin berpindah dari tubuh
pekerja melalui saluran pernapasannya. Hal ini menjadi kritis, jika pekerja yang
sedang sakit tenggorokan dibiarkan bekerja.Mikroba yang disebarkan melalui
pernapasan berasal dari rongga mulut, hidung dan tenggorokan. Kelompok ini
terdiri dari bakteri yang secara alami terdapat pada saluran pernapasan seperti S.
aureus, bakteri penyebab difteri Corynebacterium diphteriae, penyebab pneumonia
Klebsiella pneumonia, Streptococcus pyogenes.
Beberapa hal yang harus diperhatikan penjamah makanan adalah:
a. Tidak merokok.
b. Tidak makan dan mengunyah.
c. Tidak memakai perhiasan, kecuali cincin kawin yang tidak terhias (polos).
d. Tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan untuk keperluannya.
e. Selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar kecil.
f. Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung dengan benar.
g. Selalu memakai pakaian kerja yang bersih, yang tidak dipakai diluar tempat
jasaboga (Keputusan Meteri Kesehatan RI No. 715/Menkes/SK/V/2003).
Penjamah makanan dapat membawa mikroorganisme pathogen tanpa
mengalami efek yang serius pada dirinya. Sekitar 20-50% orang sehat dapat

18
membawa Staphylococcus aureus pada kulit, hidung, tenggorokan dan lesi kulit
yang terinfeksi (Siti Fathonah, 2005:10).
Penjamah makanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan
makanan harus memenuhi persyaratan antara lain (Kepmenkes No. 942/
Menkes/SK/VII/2003):
a. Tidak menderita penyakit mudah menular misal: batuk, pilek, influenza, diare,
penyakit perut sejenisnya.
b. Menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya).
c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian.
d. Memakai celemek, dan tutup kepala.
e. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.
f. Menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan alas tangan.
g. Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau
bagian lainnya).
h. Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan yang disajikan dan atau tanpa
menutup mulut atau hidung.
Ada beberapa kebiasaan yang perlu di kembangkan oleh para pengolah
makanan untuk menjamin keamanan makanan yang diolahnya.

3.5.2 Sikap Penjamah Makanan


Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek baik
yang bersifat interen maupun eksteren sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat,
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut (Fitriani,
2010). Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap suatu objek dan
membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain (Notoatmodjo, 2010).
Menurut penelitian Rogers dalam Fitriani (2010) yang mengungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam dii orang tersebut terjadi proses beruntun
yaitu:
1). Awrenes (kesadaran) : yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
stimulasi terlebih dahulu
2). Interest yakni orang mulai tertarik pada stimulasi
3). Evaluation ( Menimbang-nimbang baik dan tindakan stimulasi tersebut bagi
dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi
4). Trial yaitu orang telah mulai mencoba perilaku baru

19
5). Adoption yaitu Subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus
Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan personal higiene dan sanitasi bagi
penjamah makanan perlu adanya penyuluhan dan pelatihan tentang higiene dan sanitasi
makanan yang difokuskan pada kesamaan presepsi ilmu pengetahuan terhadap sikap higiene
sanitasi yang seharusnya dilakukan kepada penjamah makanan.

3.5.3 Tersedianya Sarana Higiene dan Sanitasi Penjamah Makanan


Ketersediaan fasilitas seperti kepemilikan sarana pribadi penjamah makanan
merupakan salah satu faktor pemungkin yang menyebabkan suatu perybahaan perilaku untuk
memiliki personal higiene dan sanitasi yang baik. Sentra pedagang makanan jajanan harus
dilengkapi dengan fasilitas sanitasi untuk kebersihan penjamah makanan seperti celemek,
pakaian bersih, penutup kepala, masker, tempat cuci tangan dan sabun khusus cuci tangan
(Kepmenkes, 2003). Pengetahuan dan sikap saja belum menjamin terjadinya perilaku, masih
diperlukan sarana atau fasilitas untuk memungkinkan atau mendukung perilaku tersebut
(Notoatmojo, 2010).

20
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hygiene dan sanitasi pada penjamah makanan di kantin
Kampus Esa Unggul.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan penerapan hygiene dan
sanitasi penjamah makanan di Kantin Esa Unggul
b. Untuk mengetahui hubungan sikap dengan penerapan hygiene dan sanitasi
penjamah makanan di Kantin Esa Unggul
c. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan penerapan
hygiene dan sanitasi penjamah makanan di Kantin Esa Unggul
d. Untuk mengetahui hubungan antara ketersediaan sarana hygiene dan sanitasi
penjamah makanan dengan penerapan hygiene dan sanitasi penjamah makanan
di Kantin Esa Unggul
2.3 Manfaat Penelitian

21
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Kerangka Konsep

Variabel independen Variable dependen

 Tingkat Pendidikan Personal Hygiene dan


 Pengetahuan Sanitasi Penjamah
 Sikap Makanan
 Ketersediaan saran Hygiene
dan sanitasi

Gambar 4.1 Bagan Kerangka Konsep

4.2 Definisi Operasional


Tabel 4.1 Devinisi Operasional Variabel Penelitian
Nama Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala
(1) Operasional (3) (4) Ukur
(2) (5)
Personal Hygiene Sebuah tindakan langsung Observasi 0= kurang baik, jika Ordianal
dan Sanitasi yang dilakuakn responden tidak memenuhi
Penjamah makan dalam pelaksanaan syarat dengan skor <
hygiene dan sanitasi 23
makanan yang diperoleh 1= baik, jika
dengan observasi dengan memenuhi syarat
lembar cheklist dengan skor ≥ 23
(Sofiana, 2010)

22
(1) (2) (3) (4) (5)
Sikap Tanggapan atau reaksi Wawancara 0= kurang baik, jika Ordinal
responden yang tidak memenuhi
mendukung atau menolak syarat dengan skor <
upaya hygiene dan sanitasi 17
makanan yang diperoleh 1= baik, jika
melalui pertanyaan memenuhi syarat
terstruktur dengan dengan skor ≥ 17
menggunakan kuesioner (Sofiana, 2010)
yang meliputi: syarat
penjamah makanan, cara
mengolah makanan, cara
menyiapkan makanan
menyimpan, menyajikan
dan mengangkut makanan
serta pencucian peralatan
terdiri dari 17 pertanyaan
sikap, yang dinyatakan
dengan skor
Tingkat Pendidikan formal terakhir Wawancara 0= SD-SMP Ordinal
Pendidikan yang diterima oleh (rendah)
responden saat penelitian 1= SMA-Perguruan
dilakukan tinggi
(Sofiana,2010)
Ketersediaan Sarana pribadi yang Observasi 0= kurang baik, jika Ordinal
sarana hygiene disediakan untuk tidak memenuhi
penjamah makan penjamah makanan berupa syarat dengan skor <
tempat cuci tangan, alat 12
pelindung kerja (topi, 1= baik, jika
celemek, alas kaki dan memenuhi syarat
penutup mulut/masker) dengan skor ≥ 12
(Sofiana, 2010)

23
(1) (2) (3) (4) (5)
Pengetahuan Pemahaman responden Wawancara 0= kurang baik, jika Ordinal
mengenai hygiene dan tidak memenuhi
sanitasi makanan yang syarat dengan skor <
diukur berdasarkan 24
kemampuanya untuk 1= baik, jika
menjawab perytanyaan memenuhi syarat
dengan pada kuesioner dengan skor ≥ 24
yang meliputi: pengertian (Sofiana, 2010)
hygiene dan sanitasi
makanan, syarat penjamah
makanan, cara mengolah
makanan, cara menyiapkan
makanan, menyimpan,
menyajikan, dan
mengangkut mkanan serta
pencucian peralatan, terdiri
dari pertanyaan yang
dinyatakan dengan skor

4.3 Desain Penelitian


Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional, yaitu mengukur
tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap dan ketersediaan sarana hygiene dan sanitasi
pada penjamah makanan yang dihubungkan dengan personal hygiene dan sanitasi
penjamah makanan di Kantin Universitas Esa Unggul, dimana variaabel-variabel
tersebut diteliti pada saat bersamaan untuk mengetahui hubungan antara variabel-
variabel tersebut.

4.4 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian


Penelitian di lakukan di Kantin Kampus Universitas Esa Unggul. Penelitian
akan dilaksanakan selama 1 bulan dibulai pada bulan Maret – Juli Tahun 2016.

24
4.5 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian adalah jumlah seluruh penjamah makanan di Kantin
Kampus Universitas Esa Unggul yang berjumlah 26 orang. Penentuan sampelnya
menggunakan total sampling yaitu seluruh populasi atau penjamah makanan yang ada
di Kantin Kampus Esa Unggul.

4.6 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data


4.6.1 Jenis Pengumpulan Data
Pada penelitian ini jenis pengumpulan data diperoleh dari :
1). Data Primer
a. Wawancara
Wancara dengan menggunakan kuesiner dilakukan kepada pengolah dan penyaji
makanan untuk mengetahui tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap, ketersediaan
sarana hygiene dan sanitasi penjamah makana.
b. Observasi
Observasi dengan menggunakan tabel check list untuk mengetahui personal
hygiene dan sanitasi penjamah makanan
c. Data Sekunder
Diperoleh dari studi kepustakaan yang berkaitan dengan variabel penelitian yaitu
tentang personal hygiene dan sanitasi penjamah makanan.
4.6.2 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan dua tahap yaitu:
1) Wawancara terstruktur dengan memberikan kuesiner kepada para penjamah
makanan untuk mengetahui tingkat pendidikan, pengetahuan, dan sikap.
2) Observasi dilakukan oleh peneliti mengenai personal hygiene dansanitasi penjamah
makanan serta ketersediaan sarana hygiene dan sanitasi penjamah makanan.

4.7 Pengolahan dan Analisis Data


4.7.1 Pengolahan Data
1) Editing
Pemeriksa kelengkapan data dengan memeriksa data dengan memeriksa data,
meneliti setiap kuesioner yang diteliti untuk melihat terjadinya kesalahan
pengisian atau terlewat dalam pengisisan sehingga dapat diketahui dan diharapkan
data lebih lengkap dan jelas.

25
2) Coding
Memberikan kode pada setiap kuesioner sehingga mudah untuk memasukan,
menganalisisdata dan melakukan pengecekan ulang.
3) Scoring
Memberikan skor pada masing-masing variabel
4) Entry Data
Memasukan data kedalam program yang telah disediakan
5) Cleaning Data
Meneliti data apakah data yang dimasukkan kedalam program entry data sudah
dilakukan dengan benar

4.7.2 Analisis Data


1) Analisis Univariat
Analisis univariat yaitu analisis untuk mendeskripsikan karakteristik
seluruh variabel yang diteliti. Hasil analisis ditampilkan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi
2) Analisis Bivariat
Analisis bivariate untuk menganalisis hubungan antara variabel independent
dan variabel dependent dengan menggunakan uji statistik Fisher Exact karena data
tidak terdistribusi normal. Batas kemaknaan yang digunakan adalah 0,05. Jika nilai
p-value > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara 2 variabel yang
diuji dan sebaliknya jika p-value < 0,05 berarti ada hubungan yang bermakna
antara 2 variabel yang diuji.
Untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara variabel bebas dengan
variabel terikat, maka digunakan Coefisien Contingensi (CC). Kriteria keeratan
hubungan dengan menggunakan koefisien kontingen yaitu sebagai berikut
(sugiyono, 2007):
a. 0,00-0,19 = hubungan sangat lemah
b. 0,20-0,39 = hubungan lemah
c. 0,40-0,59 = hubungan cukup kuat
d. 0,60-0,79 = hubungan kuat
e. 0,80-1,00 = hubungan sangat kuat

26
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakana Di Kantin Universitas Esa Unggul, dimana jumlah
kantinnya sebanyak 15 kantin dan jumlah penjamah makanannya sebanyak 26 orang.
Kantin Esa Unggul terpusat menjadi 1 yang terletak di belakang Gedung Utama Esa
Unggul, lokasinya terbuka dan berdekatan dengan danau. Langganan di kantin tersebut
berasal dari seluruh mahasiswa dan kariawan yang ada Di Universitas Esa Unggul.

5.2 Distribusi Tingkat Pendidikan Responden


Responden dalam penelitian ini adalah penjamah makanan di Kantin Universitas
Esa Unggul pada Tahun 2016, sebanyak 26 responden dengan tingkat pendidikan sebagai
berikut :
Tabel. 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Tingkat Pendidikan jumlah Prosentase (%)
1. SD 3 12 %
2. SMP 11 42 %
3. SMA 8 31 %
4. Sarjana 4 15 %

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa prosentase tertinggi menurut tingkat


pendidikan responden adalah 42% yaitu berpendidikan Sekolah Menengah Pertama
(SMP) dengan jumlah 11 responden dan yang terendah adalah dengan tingkat pendidikan
Sekolah Dasar (SD) yaitu sebesar 12% dengan jumlah 3 responden.
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
tingkat pengetahuan dan perilaku tenaga kerja, makin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka baik pula perilakunya. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan
yang lebih tinggi akan memberikan peluang motivasi, sikap, disiplin dan produktifitas
yang lebih tinggi (Soekidjo, 1998).

27
5.3 Distribusi Pengetahuan Penjamah Makanan
Hasil wawancara tentang pengetahuan penjamah makanan tentang personal
hygiene di Kantin Universitas Esa Unggul adalah sebagai berikut:
Tabel 5.2 Distribusi Pengetahuan Penjamah Makanan tentang Tingkat Pengetahuan
No. Tingkat Pengetahuan Jumlah Prosentase (%)
1. Kurang 8 31 %

2. Baik 18 69 %

Berdasarkan tabel 5.2 penjamah makanan yang mempunyai tingkat pengetahuan


yang baik mempunyai prosentase yang lebih tinggi dari pada penjamah makanan yang
mempunyai tingkat pengetahuan yang rendah, yaitu sebesar 18 responden dengan
prosentase sebesar 69%.
Rata-rata pengetahuan penjamah makanan di Kantin Esa Unggul mempunyai
pengetahuan penjamah makan yang baik. Menurut Notoatmojo (2005), faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi pengetahuan anatara lain adalah pendidikan, usia dan
lingkungan kerja.

5.4 Distribusi Sikap Penjamah Makanan


Hasil wawancara dan observasi tentang sikap penjamah makanan Di Kantin
Universitas Esa Unggul adalah sebagai berikut:
Tabel 5.3 Distribusi Sikap Penjamah Makanan
No. Sikap Penjamah Jumlah Prosentase (%)
Makanan

1. Kurang 9 35%
2. Baik 17 65 %

Berdasarkan Tabel 5.3 didapatkan bahwa sikap penjamah makanan sebagian


besar tergolong baik dengan jumlah 17 responden dengan prosentase sebesar 65%.
Rata-rata responden mempunyai sikap yang baik dalam kaitanya dengan praktek
hygiene dan sanitasi penjamah makanan. pembentukan sikap dipengaruhi oleh beberapa
yaitu pengalaman pribadi, orang yang dianggap penting, media masa, serta lambang
pendidikan dan agama (Azwar, 2005).

28
5.5 Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Hasil observasi tentang ketersediaan sarana dan prasarana yang ada Di Kantin
Esa Unggul adalah sebagai berikut:
Tabel 5.4 Distribusi Ketersediaan Sarana dan Prasarana
No. Ketersediaan sarana Jumlah Prosentase (%)
dan Prasaran

1. Tidak memenuhi 4 15 %
Syarat
2. Memenuhi Syarat 22 85%

Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa ketersediaan sarana dan prasarana di


Kantin Esa Unggul secara keseluruhan telah memenuhi syarat dengan prosentase sebesar
85%. Meskipum sebagian besar kantin sudah menyediakan seluruh fasilitas hygiene dan
sanitasi makanan dengan baik, tetapai masih ada peralatan yang banyak tidak disediakan
oleh kantin di Esa unggul yang berupa celemek, penutup kepala, dan sabun untuk
mencuci tangan. Padahal fasilitas tersebut sangat penting untuk menunjang perilaku
hygiene dan sanitasi penjamah makanan, sehingga terciptanya kualitas makanan yang
sehat.

5.6 Distribusi Personal Hygiene dan Sanitasi Penjamah Makanan


Dari hasil observasi tentang personal hygiene dan sanitasi penjamah makanan di
Kantin Esa Unggul adalah sebagai berikut:
Tabel 5.5 Distribusi Personal Hygiene dan Sanitasi Penjamah Makanan
No. Ketersediaan sarana Jumlah Prosentase (%)
dan Prasaran

1. Buruk 13 50 %

2. Baik 13 50 %

Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa personal hygiene dan sanitasi penjamah
makanan Di Kantin Esa Unggul ternyata 50 % tergolong baik dan 50 % tergolong buruk.

29
5.7 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Personal Hygiene dan Saniatasi Penjamah
Makanan Di Kantin Esa unggul.
Hasil analisis bivariat antara tingkat pendidikan dengan personal hygiene dan
sanitasi penjamah makanan di Kantin Universitas Esa Unggul dapat disajikan pada tabel
5.6 sebagai berikut.
Tabel 5.6 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Personal Hygiene dan Sanitasi
Penjamah Makanan.
Personal Hygiene dan Sanitasi Total
Tingkat
Buruk Baik Nilai p
Pendidikan Jumlah %
Jumlah % Jumlah %
SD-SMP 8 57% 6 43% 14 100%
SMA-Sarjana 5 42% 7 58% 12 100% 0,695
Total 13 50% 13 %0% 26 100%

Berdasarkan tabel 5.6 Hasil analisis uji statistik bivariat antara tingkat pendidikan
dengan personal hygiene dan sanitasi penjamah makanan didapatkan hasil bahwa 14
responden dengan tingkat pendidikan SD-SMP ada 8 responden yang mempunyai
personal hygiene dan sanitasi buruk dan 6 responden yang mempunyai personal hygiene
dan sanitasi yang baik. Sedangkan 12 responden dengan tingkat pendidikan SMA-
Sarjana didapatkan 5 responden dengan personal hygiene dan sanitasi yang buruk dan 7
responden dengan personal hygiene dan sanitasi yang baik.
Berdasarkan analisis uji Fisher hubungan antara tingkat pendidikan dengan
personal hygiene dan sanitasi penjamah makanan di Kantin Esa Unggul menunjukan
nilai p-value = 0,695 (p-vulue > 0,05), dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan personal hygiene dan sanitasi penjamah
makanan Di Kantin Esa Unggul.

5.8 Hubungan antara Pengetahuan dengan Personal Hygiene dan Saniatasi Penjamah
Makanan Di Kantin Esa unggul.
Hasil analisis bivariat antara pengetahuan dengan personal hygiene dan sanitasi
penjamah makanan di Kantin Universitas Esa Unggul dapat disajikan pada tabel 5.7
sebagai berikut.

30
Tabel 5.7 Hubungan antara Pengetahuan dengan Personal Hygiene dan Sanitasi Penjamah
Makanan.
Personal Hygiene dan Sanitasi Total
Pengetahuan Buruk Baik Nilai p
Jumlah %
Jumlah % Jumlah %
Buruk 5 63% 3 43% 8 100%
Baik 8 44% 10 56% 18 100% 0,673
Total 13 50% 13 50% 26 100%

Berdasarkan tabel 5.7 didapatkan data bahwa terdapat 8 responden dengan


pengetahuan buruk ada 5 yang mempunyai personal hygiene dan sanitasi yang buruk
pula dan hanya 3 responden dengan personal hygiene dan sanitasi yang baik. Sedangkan,
terdapat 18 responden dengan pengetahuan baik ada 10 diantaranya mempunyai personal
hygiene dan sanitasi yang baik pula sedangkan 8 diantaranya mempunyai personal
hygiene dan sanitasi yang buruk.
Hasil uji statistik dengan uji fisher didapatkan nilai p-value sebesar 0,673 (p-
value > 0,005). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
pengetahuan dengan personal hygiene dan sanitasi makanan pada penjamah makanan Di
Kantin Esa Unggul.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari pada
tahun 2010 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan tentang hygiene dan sanita penjamah makanan dengan perilaku personal
hygiene dan sanitasi petugas penjamah makanan Di Unit Gizi RSJD Dr. AMINO
Gondohutomo Semarang dan hubungannya berpola linier negatif. Dikemukakan juga
bahwa tinggi pengetahuan tentang hygiene dan sanitasi makanan belum tentu diikuti
semakin baik prakteknya dalam hygiene dan sanitasi makanan.
Penelitian ini bertentangan dengan teori Lawrence Green, menurut Green perilaku
dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu faktor predisposing, mencakup pengetahuan dan
sikap masyarakat terhadap kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat
pendidikan, tingkat sosial ekonomi; faktor enabling yaitu tersedianya sumber-sumber
yang diperlukan khususnya untuk mendukung terjadinya perubahan perilaku seperti
adanya fasilitas bagi petugas, terjangkaunya fasilitas tersebut dari pemukiman
masyarakat; dan faktor reinforcing yaitu sikap dan perilaku dari petugas yang

31
bertanggung jawab terhadap perubahan perilaku masyarakat yang menjadi sasaran.
Dalam hal ini pengetahuan tidak memegang peranan penting terhadap praktek hygiene
dan sanitasi penjamah makanan di kantin Esa Unggul, hal ini mungkin di pengaruhi oleh
faktor lain seperti lingkungan maupun kebiasaan seseorang. Banyak yang mengetahui
bahwa memakai celemek, menutup kepala dan mencuci tangan sebelum mengolah
makanan itu penting pada saat menjamah makanan tetapi banyak dari para penjamah
mengabaikan hal tersebut karena kebiasaan sehari-hari mereka serta lingkungan yang
tidak mendukung seperti tidak adanya fasilitas seperti tidak tersedianya celemek dan
penutup kepala. Selain itu dimungkin kan juga disebabkan oleh faktor sempel yang
sangat sedikit yang mana tidak bisa membuktikan hubungan antara sikap dan personal
hygiene dan sanitasi penjamah makanan di Kantin Esa Unggul.

5.9 Hubungan antara Sikap dengan Personal Hygiene dan Saniatasi Penjamah Makanan Di
Kantin Esa unggul.
Hasil analisis bivariat antara Sikap dengan personal hygiene dan sanitasi
penjamah makanan di Kantin Universitas Esa Unggul dapat disajikan pada tabel 5.8
sebagai berikut.
Tabel 5.8 Hubungan antara Sikap dengan Personal Hygiene dan Sanitasi Penjamah
Makanan.
Personal Hygiene dan Sanitasi Total
Sikap Buruk Baik Nilai p
Jumlah %
Jumlah % Jumlah %
Buruk 5 56% 4 44% 9 100%
Baik 8 47% 9 53% 17 100% 1,000
Total 13 50% 13 %0% 26 100%

Berdasarkan tabel 5.8 di dapatkan bahwa 9 responden dengan sikap yang buruk 5
diantaranya mempunyai personal hygiene dan sanitasi penjamah makanan yang bururk
pula sedangkan 4 diantaranya memepunyai personal hygiene dan sanitasi yang baik.
Untuk responden dengan sikap penjamah makanan yang baik 9 diantaranya mempunyai
personala hygiene dan sanitasi yang baik pula dan 8 sisanya mempunyai personal
hygiene dan sanitasi yang buruk.
Hasil uji statistik dengan uji fisher didapatkan nilai p-value sebesar 1,000 (p-
value > 0,005). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara

32
sikap dengan personal hygiene dan sanitasi makanan pada penjamah makanan Di Kantin
Esa Unggul.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sella tahun 2016
bahwa tidak ada bhubungan antara sikap dengan personal hygiene penjamah makanan di
Kantin SMA Muhammadiyah 2 Surabaya. Dalam penelitian tersebut dikemukakan
bahwa sikap tidak selalu berpengaruh pada perilaku seseorang karena sikap merupakan
bentuk respon dari suatu stimulus. Manusia akan selalu bertindak atau berbuat diperlukan
adanya niat yang dapat membentuk perilaku seseorang dalam situasi dan kondisi di
lingkungan sekitarnya. Perilaku tersebut juga dipengaruhi oleh beberapa faktor internal
maupun eksternal meliputi kepribadian personal, lingkungan, sosial ekonomi, ras, jenis
kelamin, pendidikan dan keturunan.
Penelitian ini sangat bertentangan dengan teori Green yang mengungkapkan
bahwa perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor salah satunya adalah sikap. Ini dimungkinkan
bahwa perilaku penjamah makanan dipengaruhi oleh faktor lain, seperti adanya pengaruh
dari rekan/teman sesama penjamah makanan. Selain itu dimungkin kan juga disebabkan
oleh faktor sempel yang sangat sedikit yang mana tidak bisa membuktikan hubungan
antara sikap dan personal hygiene dan sanitasi penjamah makanan di Kantin Esa Unggul.

5.10 Hubungan antara Ketersediaan Sarana dan Prasarana dengan Personal Hygiene dan
Saniatasi Penjamah Makanan Di Kantin Esa unggul.
Hasil analisis bivariat antara ketersediaan sarana dan prasaranadengan personal
hygiene dan sanitasi penjamah makanan di Kantin Universitas Esa Unggul dapat
disajikan pada tabel 5.6 sebagai berikut.

Tabel 5.9 Hubungan antara Ketersediaan Sarana dan Prasarana dengan Personal Hygiene
dan Sanitasi Penjamah Makanan.
Ketersediaan Personal Hygiene dan Sanitasi Total
sarana dan Buruk Baik Nilai p
Jumlah %
prasarana Jumlah % Jumlah %
Buruk 3 75% 1 25% 4 100%
Baik 10 46% 12 56% 22 100% 0,297
Total 13 50% 13 %0% 26 100%

33
Berdasarkan tabel 5.9 di dapatkan bahwa 4 kantin dengan ketersediaan sarana dan
prasarana yang tidak memenuhi syarat 3 diantaranya mempunyai personal hygiene dan
sanitasi penjamah makanan yang buruk sedangkan 1 responden diantaranya memepunyai
personal hygiene dan sanitasi yang baik. Untuk kantin dengan ketersediaan sarana dan
prasarana kantin yang memenuhi syarat 12 responden dikantin tersebut ternyata
mempunyai personala hygiene dan sanitasi yang baik dan 8 sisanya mempunyai personal
hygiene dan sanitasi yang buruk.

Hasil uji statistik dengan uji fisher didapatkan nilai p-value sebesar 0,297 (p-
value > 0,005). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
ketersediaan sarana dan prasarana dengan personal hygiene dan sanitasi makanan pada
penjamah makanan Di Kantin Esa Unggul.

34
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukakan, maka dapat diperoleh berbagai
kesimpulan, yaitu sebagai berikut:
1. Rata-rata tingkat pendidikan penjamah makanan Di Kantin Esa Unggul adalah
lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu sebesar 42%.
2. Pengetahuan penjamah makanan Di Kantin Esa Unggul tentang hygiene dan sanitasi
makanan sebagian besar sudah tergolong baik dengan prosentase sebesar 69%.
3. Sikap penjamah makanan Di Kantin Esa Unggul tentang hygiene dan sanitasi
makanan sudah tergolong baik dengan prosentase sebesar 65%.
4. Ketersediaan sarana dan prasana Di Kantin Esa Unggul sebagian besar sudah
memenuhi sayarat dengan prosentase 85%.
5. Personal hygiene dan sanitasi penjamah makanan Di Kantin Esa Unggul 50% sudah
melakukannya dengan baik, tetapi sisanya memiliki personal hygiene yang buruk.
6. Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan personal hygiene dan sanitasi
penjamah makanan Di Kantin Esa Unggul.
7. Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan personal hygiene dan sanitasi
penjamah makanan Di Kantin Esa Unggul.
8. Tidak ada hubungan anatara sikap dengan personal hygiene dan sanitasi penjamah
makanan Di Kantin Esa Unggul.
9. tidak ada hubngan anatara ketersediaan sarana dan prasarana dengan personal
hygiene dan sanitasi penjamah makanan Di Kantin Esa Unggul.

6.2 Saran
Dari kesimpulan diatas, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut :
1. Sebaiknya para pengusaha kantin melengkapi sarana dan prasarana yang belum
tersedia untuk menunjang perilaku hygiene dan sanitasi penjamah makanan yang
baik, antara lain celemek, penutup kepala dan sabun cuci tangan.

35
2. Sebaiknya pihak kampus mengadakan pelatihan dan penyuluhan tentang hygiene dan
sanitasi pada penjamah makanan dengan mendatangkan pelatih dari dinas kesehatan
atau dari yang ahli tentang hygiene dan sanitasi makanan secara berkesinambungan .
3. Sebaiknya pihak Kampus Esa Unggul membuat Tim Pengawas untuk melakukan
pembinaan dan pengawasan pada seluruh penjamah makanan Di Kantin Esa Unggul
secara rutin, agar para penjamah makanan betul-betul menjaga kualitas makanan
dengan melakukan praktek hygiene dan sanitasi penjamah yang baik dan benar.

36
DAFTAR PUSTAKA

Adams M dan Moetarjemi Y. 2003 . Dasar-dasar Keamanan Makanan Untuk Petugas


Kesehatan. Jakarta:EGC

Agustina, Titin. 2005. Pentingnya Higiene Penjamah Makanan Tradisional, Proceeding Seminar
Nasional Memebangun Citra Pangan Tradisonal tanggal 15 April 2005.
Semarang: Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas Teknik Universitas
Negeri Semarang.

Azwar Azrul. 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya

Azwar, Saifudin. 2011. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Badan Pengawas Obat dan makanan (BPOM). 2012. Laporan Tahunan Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia.

Budiyono. 2008. Tingkat Pengetahuan dan Praktik Penjamah Makanan tentang Higiene dan
Sanitasi Makanan Pada Warung Makan Di Tembalang Kota Semarang. Semarang:
UNDIP

Chandra Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC

Fathonah, Siti. 2006. Higiene dan Sanitasi Makanan. Semarang: Fakultas Teknik Universitas
Negeri Semarang

Hartono, Andri. 2005. Penyakit bawaan Makanan. Jakarta: EGC

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia No. 715/Menkes/SK/2003 Tentang Persyaratan


Hygiene sanitasi Jasa Boga. Jakarta: Kepmenkes

Longree K. 1980. Quantity Food Sanitation. Wiley Intescine: Thrid Edition

Selman A Carol dan Green R Laura. 2008. Environmental Specialist Self Reported Foodborne
IlneeeOutbreak Investigation Oractices. Jurnal Of Environmental Health January-
February Page 16-21. Volume 70. No.6

Soekidjo Notoatmojo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Soemirat, Juli, 2009. Kesehatan Lingkungan, Yogyakarta; Gadjah Mada University Press.

Sofianan Erna. 2012. Hubungan Hygiene dan Sanitasi dengan Kontaminasi Escherechia Coli
pada Jajanan Di Sekolah Dasar Kecamatan Tapos Depok Tahun 2012. Skripsi.
FKM UI Depok

Sukmara, Uus. 2000. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Imunisasi Toksoid Ibu Hamil Di
Puskesmas Sukamanah Kabupaten Bogor Tahun 2000. Tesis. Program
Pascasarjana. Depok: Universitas Indonesia

37
Suwondo, A. 2004. Makalah Food Born Diseases Sebagai nya Kontaminasi dan Bahan Toksik
pada Pangan. Seminar Nasional pangan dan Kesehatan Semarang: UNDIP

WHO. 2005. Penyakit Bawaan Makanan Fokus Pendidikan Kesehatan . Jakarta: EGC

Oginawati, K. 2008. Sanitasi Makanan dan Minuman. Penerbit Institut Teknologi Bandung Press.
Bandung.

Purnawijayanti, Hiasinta. 2001. Saniatasi, Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan
Makanan. Yogyakarta: Kanisius

38
LAMPIRAN

Lampiran 1 : Personalia Penelitian


No Nama Lengkap Jabatan Program Studi / Alokasi Waktu
Fungsional Fakultas (Jam / Minggu)
1 Nayla Kamilia Fithri, Dosen Tetap Kesehatan 4 jam/minggu
SKM., MPH. Masyarakat /FIKES
2 Putri Handayani, Dosen Tetap Kesehatan 2 jam/minggu
SKM., MKK. Masyarakat/FIKES
3 Gisely Vionalita, Dosen Tetap Kesehatan 2 jam/minggu
SKM., M.Sc Masyarakat/FIKES

Lampiran 2 : Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No Deskripsi Bulan ke
1 2 3 4
1 Proposal dan survay lapangan
2 Pengumpulan data
- Entry data
5 Analisa data
6 Laporan hasil penelitian
7 Publikasi ilmiah

Lampiran 3 : Anggaran Penelitian


I. Rekapitulasi Biaya
No Uraian Jumlah
1 Gaji/ Upah 1.280.000
2 Instrumen Penelitian 620.000
3 Bahan Habis Pakai 700.000

39
3 Lain-lain 1.120.000
3.720.000
Total Anggaran
(Tiga Juta Tujuh Ratus Sepuluh Ribu Rupiah)

II. Gaji/ upah


No. Jumlah
Jumlah Upah/jam Jumlah/ Total
Pelaksanaan Kegiatan Pekan 4
Personalia (Rp) pekan Biaya
Bulan
1. Peneliti utama 1 10.000 4 16 640.000
2. Pembantu peneliti/tenaga 2 10.000 2 16 640.000
pendukung
JUMLAH 1.280.000

III. Instrumen Penelitian

Biaya
No. Uraian Kegunaan
(Rupiah)
1. Kuesiner 4 kuesioner x 26 Pengumpulan data dan 520.000
responden @ 5000 wawancara

2. Transportasi Pengumpulan data 100.000


Jumlah 620.000

IV. Bahan Habis Pakai


Biaya Satuan Biaya
No. Uraian Volume
(Rupiah) (Rupiah)
1. Kertas A4 2 rim 50.000 100.000
2. Catridge printer + Tinta 1 500.000 500.000
2. USB 8G 1 100.000 100.000
Jumlah 700.000

40
V. Anggaran Lain-lain
No. Jenis Pengeluaran Biaya
1. Souvenir bagi responden (26 orang) 520.000
2. Pembuatan laporan + Ethical clearance 300.000
3. Publikasi 300.000
Jumlah 1.120.000

41
BIODATA PENGUSUL PENELITIAN

A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap (dengan gelar) Nayla Kamilia Fithri, SKM. MPH.
2 Jenis Kelamin L/P
3 Jabatan Fungsional -
4 NIP/NIK/No. identitas lainnya 215010562
5 NIDN 0315058802
6 Tempat dan Tanggal Lahir Jember, 15 Mei 1988
7 E-mail nayla.kamilia@esaunggul.ac.id
8 Nomor Telepon/HP 085743408805
9 Alamat Kantor jl Raya Arjuan no. 9 Kebun Jeruk Jakarta Barat
10 Nomor Telepon/Faks 021-5674223
11 Lulusan yg telah dihasilkan S-1= 20 orang; S-2= 0 orang; S-3= 0 orang
1. AMDAL
12 Mata Kuliah yang diampu 2. Pengolahan Limbah Industri
3. Manajemen Sanitasi Rumah Sakit

B. Riwayat Pendidikan
Program: S-1 S-2 S-3
Universitas
Universitas
Nama PT Negeri -
Gadjah Mada
Semarang
Kesehatan Kesehatan
Bidang Ilmu -
Masyarakat Masyarakat
Tahun Masuk-Lulus 2006-2011 2011-2014 -
Faktor-faktor
Pemanfaatan yang
tumbuhan air berhubungan
azzola dengan kualitas
Judul Skripsi/Tesis/Disertasi mycrophyla biologi udara -
untuk dalam rumah di
pengolahan sekitar TPA
limbah cair tahu Piyungan
Yogyakarta
Nama Pembimbingan/Promotor Eram Tunggul Dra. Susi -
P., S.KM, Iravati, Apt.,
M.Kes. Ph.D

42
C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir
(Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)
Pendanaan
No. Tahun Judul Penelitian
Sumber* Jml (Juta Rp)
1 2015 Faktor-faktor yang mempengaruhi UEU 8.350.000
kualitas mikrobiologi udara di ruang
kelas Universiatas Esa Unggul
2 2015 Pengaruh Presipse Resiko Keselamatan UEU 3.580.000
terhadap Perilaku Keselamatan
Berkendara pada Mahasiswa Penggunaa
Kendaraan Roda Di Universitas Esa
Unggul
*Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian DIKTI maupun dari sumber
lainnya
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir
Pendanaan
No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat
Sumber* Jml (Juta Rp)
1
2
*Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema pengabdian kepada masyarakat DIKTI
maupun dari sumber lainnya

E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir


Nama Volume/
No. Tahun Judul Artikel Ilmiah
Jurnal Nomor/Tahun
1
2
3
Dst

F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir


Waktu dan
No. Nama Pertemuan Ilmiah/Seminar Jurnal Artikel Ilmiah
Tempat
1
2
3
Dst

G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir


Jumlah
No. Judul Buku Tahun Penerbit
Halaman
1

43
Jumlah
No. Judul Buku Tahun Penerbit
Halaman
2
3
Dst

H. Perolehan HKI dalam 5-10 Tahun Terakhir


No. Judul/Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/ID
1
2
3
Dst

I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5


Tahun Terakhir
Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Tempat Respon
No. Tahun
Lainnya yang Telah Diterapkan Penerapan Masyarakat

J. Penghargaan dalam 10 Tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi


lainnya)
Institusi Pemberi
No. Jenis Penghargaan Tahun
Penghargaan
1
2
3
Dst

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak-
sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan penelitian internal Universitas Esa Unggul.

Pengusul, 31 Mei 2016

44
(Nayla Kamilia Fithri, SKM., MPH)

45

Anda mungkin juga menyukai