Anda di halaman 1dari 53

TINGKAT KECUKUPAN ZAT GIZI, AKTIVITAS FISIK, DAN

KEBUGARAN PEGAWAI PT INDOCEMENT DI CITEUREUP


BOGOR

KHARISMA TAMIMI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tingkat Kecukupan Zat
Gizi, Aktivitas Fisik, dan Kebugaran Pegawai PT. Indocement di Citereup Bogor
adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor

Bogor, September 2014

Kharisma Tamimi
NIM I14100056
ABSTRAK
KHARISMA TAMIMI. Tingkat Kecukupan Zat Gizi, Aktivitas Fisik, dan
Kebugaran Pegawai PT. Indocement di Citerureup Bogor. Dibimbing oleh
RIMBAWAN

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat kecukupan


gizi, aktivitas fisik, dan tingkat kebugaran kardiorespiratori pegawai PT.
Indocement di Citeureup Bogor. Desain penelitian adalah cross-sectional dengan
purposive sampling, dan melibatkan 32 pegawai kantor dan 32 pegawai lapang PT
Indocement. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subjek memiliki
IMT yang normal dan tidak terdapat perbedaan IMT pada kedua kelompok
(p>0.05). Tingkat kecukupan zat gizi kedua kelompok tidak berbeda, cenderung
dalam kategori kurang. Rata-rata aktivitas fisik kelompok lapang lebih besar
daripada kelompok kantor. Sebagian besar pegawai kelompok lapang mempunyai
kategori aktivitas sedang dan kelompok kantor mempunyai kategori aktivitas fisik
ringan. Kebiasaan olahraga kelompok kantor lebih baik dibandingkan kelompok
lapang. Terdapat perbedaan aktivitas fisik dan kebiasaan olahraga antara
kelompok kantor dan lapang (p<0.05). Terdapat hubungan yang signifikan antara
usia, kebiasaan olahraga, dan aktivitas fisik dengan VO2 max pada kelompok
lapang (p<0.05), tidak ditemukan hubungan yang signifikan pada kelompok
kantor (p>0.05).
Kata kunci: aktivitas fisik, kebugaran, tingkat kecukupan zat gizi.

ABSTRACT
KHARISMA TAMIMI. Nutritional Adequacy, Physical Activity, and
Cardiorespiratory Fitness of Indocement Workers at Citeureup Bogor supervised
by RIMBAWAN.
The general objective of this study was to analyse nutritional adequacy,
physical activity, and cardiorespiratory fitness among Indocement’s workers at
Citeureup Bogor. This study which used cross-sectional design with purposive
sampling, involved 32 office subjects and 32 plant subjects. The result showed
that most of subjects had normal Body Mass Index (BMI) and found no BMI
diferrence between two groups of workers (p>0.05). There were no differences of
level macrocutrients adequacy (energy, protein, fat, and carbohydrate) between
two groups of workers, most of the subjects from two groups had low level of
macronutrients adequacy. Physical activity level of plant group was higher than
the office group, and can be categorized as moderately active, whereas that of
office group can be categorized as sedentary. The office group tended to have
better exercise habit than the plant group. Moreover, there were differences on
physical activity and habitual exercise between two groups (p<0.05).The
significant correlations between age, physical activity, and habitual exercise with
VO2 max were found on plant group (r=0.585, r=0.585), but not on office group
(p>0.05).
Keywords : fitness, nutritional adequacy, physical activity
TINGKAT KECUKUPAN ZAT GIZI, AKTIVITAS FISIK, DAN
KEBUGARAN PEGAWAI PT INDOCEMENT DI CITEUREUP
BOGOR

KHARISMA TAMIMI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi dari
Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI
MASYARAKAT FAKULTAS
EKOLOGI MANUSIA INSTITUT
PERTANIAN BOGOR BOGOR
2014
Judul : Tingkat kecukupan zat gizi, aktivitas fisik, dan kebugaran pegawai PT
Indocement di Citeureup Bogor
Nama : Kharisma Tamimi
NIM : I14100056

Disetujui oleh

Dr. Rimbawan
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Rimbawan
Ketua
Departemen

Tanggal Disetujui:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul
pada karya ilmiah ini adalah Tingkat Kecukupan Zat Gizi, Aktivitas Fisik, dan
Kebugaran Pegawai PT Indocement di Citeureup Bogor. Skripsi ini dapat
diselesaikan dengan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rimbawan selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan saran, arahan, serta dorongan kepada
penulis selama proses penyelesaian tugas akhir ini.
2. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pembimbing akademik serta
pemandu dalam seminar dan penguji pada ujian skripsi yang telah
memberikan saran, arahan kepada penulis selama menuntut ilmu di
Departemen Gizi Masyarakat hingga penyelesaian tugas akhir.
3. Dr. Devi Dwiratih, MKKK selaku pembimbing di Indocement yang telah
membantu serta mendukung dalam proses pengambilan data.
4. Ibu, Bapak, serta seluruh keluarga yang telah mendukung dan membimbing
hingga saat ini.
5. Seluruh pegawai PT. Indocement yang telah berpartisipai serta membantu
dalam penelitian ini.
6. Sahabat serta Teman-teman Gizi Masyarakat Angkatan 47 yang telah
membantu serta memberikan dukungan.

Penulis memohon maaf atas segala kekurangan ataupun kesalahan yang


penulis lakukan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor,September 2014

Kharisma Tamimi
ii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii


DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan 2
Kegunaan Penelitian 3
KERANGKA PEMIKIRAN 3
METODE 4
Desain, Tempat, dan Waktu 4
Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek 5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5
Pengolahan dan Analisis Data 6
Definisi Operasional 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Karakteristik Subjek Penelitian 11
Status Gizi 11
Tingkat Kecukupan Zat Gizi Makro 12
Aktivitas Fisik 16
Kebiasaan Olahraga 17
Tingkat Kebugaran Kardiorespiratori 18
Uji Hubungan Antar Variabel 19
SIMPULAN DAN SARAN 23
Simpulan 23
Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 24
RIWAYAT HIDUP 41
iii

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data 6


2 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi 7
3 Contoh kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR 8
4 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL 8
5 Kategori kebugaran berdasarkan VO2 max 9
6 Sebaran subjek berdasarkan usia 11
7 Sebaran subjek berdasarkan pendapatan per kapita/bulan 11
8 Sebaran subjek menurut status gizi berdasarkan IMT 12
9 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan energi 13
10 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan protein 14
11 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan lemak 14
12 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat 15
13 PAL subjek pada hari kerja dan libur 16
14 Sebaran subjek berdasarkan rata-rata aktivitas fisik selama dua hari 16
15 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan olahraga 17
16 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan merokok 18
17 Sebaran subjek berdasarkan kategori VO2 max 19
18 Sebaran subjek pegawai lapang berdasarkan usia dan VO2 max 20
19 Sebaran subjek lapang berdasarkan aktivitas fisik dan VO2 max 22
20 Sebaran subjek lapang berdasarkan kebiasaan olahraga dan VO2 max 22

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 4

DAFTAR LAMPIRAN

1 Statistik deskriptif variabel kelompok kantor 29


2 Statistik deskriptif variabel kelompok lapang 29
3 Sebaran subjek kantor berdasarkan usia dan VO2 max 30
4 Sebaran subjek kantor berdasarkan IMT dan VO2 max 30
5 Sebaran subjek lapang berdasarkan IMT dan VO2 max 30
6 Sebaran subjek kantor berdasarkan TKE dan VO2 max 30
7 Sebaran subjek lapang berdasarkan TKE dan VO2 max 31
8 Sebaran subjek kantor berdasarkan TKP dan VO2 max 31
9 Sebaran subjek lapang berdasarkan TKP dan VO2 max 31
10 Sebaran subjek kantor berdasarkan TKL dan VO2 max 31
11 Sebaran subjek lapang berdasarkan TKL dan VO2 max 32
12 Sebaran subjek kantor berdasarkan TKK dan VO2 max 32
13 Sebaran subjek lapang berdasarkan TKK dan VO2 max 32
14 Sebaran subjek kantor berdasarkan aktivitas fisik dan VO2 max 32
iv

15 Sebaran subjek kantor berdasarkan kebiasaan olahraga dan VO2 max 32


16 Sebaran subjek kantor berdasarkan kebiasaan merokok dan VO2 max 33
17 Sebaran subjek lapang berdasarkan kebiasaan merokok dan VO2 max 33
18 Hasil uji beda variabel 33
19 Hasil uji hubungan Spearman variabel kelompok kantor dengan VO2
max 33
20 Hasil uji hubungan Spearman variabel kelompok lapang dengan VO2
max 34
21 FormulirPar-Q & You 34
22 Kuesioner penelitian 35
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Undang-Undang No 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa pekerja adalah


setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia yang
bekerja hingga tahun 2013 adalah sebanyak 110.80 juta orang. Sebanyak 59 juta
pegawai di seluruh dunia terpapar berbagai bahaya kesehatan dan keselamatan
setiap harinya (WHO 2008).
Salah satu masalah kesehatan adalah penyakit degeneratif. Laporan WHO
tahun 2002 menunjukkan kasus kesakitan dan kematian akibat penyakit
degeneratif terus meningkat. Kecenderungan prevalensi penyakit degeneratif di
Indonesia seperti Diabetes Mellitus (DM) pada tahun 2013 (2.1%) lebih tinggi
dibandingkan tahun 2007 (1.1%). Peningkatan kecenderungan prevalensi juga
terjadi pada hipertensi (7.6% menjadi 9.5%) dan stroke (8.3 % menjadi 12.1%)
(Riskesdas 2013). Salah satu faktor yang menyebabkan penyakit degeneratif
adalah tingkat kebugaran. Penelitian menunjukkan bahwa rendahnya kebugaran
kardiorespiratori merupakan prediktor yang kuat dan bebas terhadap kejadian
sindrom metabolik pada laki-laki dan perempuan (La Monte et al. 2005).
Hasil pemetaan kebugaran jasmani PNS di Kantor Pemerintah Daerah dan
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Bali
pada tahun 2002 menunjukkan sebanyak 73% memiliki tingkat kebugaran jasmani
kurang, dan hanya 9.3 % pegawai memiliki tingkat kebugaran yang baik
(Rismayanthi 2012). Tingkat kebugaran berhubungan dengan beberapa faktor
seperti aktivitas fisik, dan konsumsi pangan.
Pegawai kantor cenderung memiliki aktivitas fisik yang rendah. Hal tersebut
terkait dengan berkembangnya gaya hidup sedentary. Pegawai cenderung lebih
lama menghabiskan waktu untuk duduk, misalnya duduk di depan komputer,
duduk di dalam transportansi daripada untuk bergerak. Hasil Riskesdas (2013),
menunjukkan bahwa 44.2% pegawai memiliki aktivitas sedentary antara 3.0-5.9
jam per hari. “pegawai kerah biru” (pegawai dengan status lebih rendah)
seharusnya membutuhkan pengeluaran energi yang lebih tinggi untuk melakukan
pekerjaan. Namun perkembangan teknologi menyebabkan sebagian besar pegawai
tidak mengeluarkan energi sebanyak pegawai pada beberapa tahun yang lalu.
Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
kebugaran. Penelitian Wareham et al. (2000) menunjukkan bahwa aktivitas fisik
dan VO2 max memiliki hubungan positif (p<0.01).
Faktor lain yang mempengaruhi tingkat kebugaran adalah konsumsi pangan.
Ketidakseimbangan asupan zat gizi menjadi permasalahan yang dialami pegawai.
Sebagian besar asupan zat gizi pegawai tambang berada di bawah standar
rekomendasi (Dabadher et al.2013). “pegawai kerah putih” (pegawai dengan
status lebih tinggi) dan “pegawai kerah biru” memiliki asupan energi yang
sebagian besar berasal dari lemak (Kachan et al. 2013). Penelitian Smith dan
Baghrust (1992) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat kecukupan
zat gizi antara “pegawai kerah putih”, “pegawai kerah biru”, dan petani. Penelitian
Willborn et al. (2005) menunjukkan bahwa orang-orang dengan tingkat aktivitas
2

fisik rendah cenderung memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi lemak


serta memiliki tingkat kebugaran yang rendah.
Pegawai PT. Indocement di Citeureup Bogor secara keseluruhan terdiri dari
pegawai yang bekerja di lapang dan di kantor. Perbedaan lokasi serta jenis
pekerjaan dapat menyebabkan perbedaan pada asupan zat gizi, aktivitas fisik,
serta tingkat kebugaran pegawai. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
menganalisis aktivitas fisik, konsumsi pangan serta hubungannya dengan tingkat
kebugaran pegawai kantor dan lapang PT. Indocement di Citerureup Bogor.

Perumusan Masalah

Pegawai kantor cenderung memiliki jadwal kerja yang padat. Sebagian


besar pegawai kantor menghabiskan waktu untuk duduk, bekerja di depan
komputer, dan melakukan aktivitas ringan lainnya. Kesibukan dalam pekerjaan
menyebabkan pegawai kantor sering melewatkan waktu makan sehingga asupan
zat gizinya tidak seimbang. Selain itu, kebiasaan olahraga yang rendah dapat
mempengaruhi tingkat kebugaran. Disisi lain, pegawai yang bekerja di lapang
cenderung memiliki aktivitas fisik yang lebih berat serta asupan zat gizinya masih
berada di bawah standar rekomendasi. Penelitian terkait tingkat kebugaran pada
pegawai lapang di Indonesia masih sangat terbatas. Oleh karena itu peneliti
tertarik untuk membandingkan tingkat kecukupan zat gizi, aktivitas fisik, dan
tingkat kebugaran antara pegawai kantor dan lapang PT. Indocement di
Citerureup Bogor.

Tujuan

Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat kecukupan zat
gizi, aktivitas fisik, dan kebugaran kardiorespiratori pada pegawai PT Indocement
di Citeureup Bogor.

Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah
1. mengkaji karakteristik subjek (usia dan pendapatan)
2. menilai status gizi (IMT) subjek
3. menilaitingkat kecukupan zat gizi makro subjek
4. menilai aktivitas fisik dan kebiasaan olahraga subjek
5. menilai tingkat kebugaran kardiorespiratori subjek
6. membandingkaan tingkat kecukupan zat gizi makro, aktivitas fisik, dan
tingkat kebugaran respiratori antara pegawai kantor dan lapang.
7. mengkaji hubungan karakteristik, status gizi, tingkat kecukupan zat gizi
makro, aktivitas fisik subjek dengan tingkat kebugaran kardiorespiratori.
3

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi terkait pentingnya pola


makan yang seimbang, aktivitas fisik, dan tingkat kebugaran yang baik bagi
masyarakat terutama pegawai perusahaan. Selain itu, penelitian ini diharapkan
dapat menyediakan data dasar yang diperlukan untuk penyusunan program
perbaikan kesehatan terutama bagi pegawai PT Indocement di Citeureup Bogor.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kebugaran kardiorespiratori dapat diukur melalui Volume Oksigen


Maksimum (VO2 max). Perbedaan tingkat kebugaran kardiorespiratori pada
individu dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi VO2 max pada individu adalah usia, jenis kelamin dan aktivitas
fisik (Greenberg et al. 2004).
Daya tahan kardiorespiratori merupakan komponen tunggal penting dari
kebugaran fisik terkait kesehatan. Nilai daya tahan aerobik seseorang dengan berat
badan yang lebih kecil cenderung memiliki nilai daya tahan kardiorespiratori
(VO2 max) relatif lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan jumlah oksigen yang
tersedia lebih banyak untuk setiap kilogram berat badan (Hoeger 2001).
Hasil penelitian Sephard (1987) dalam Huang et al. (2005) menunjukkan
bahwa VO2 max akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia seseorang.
Penelitian Betik dan Hepple (2008) juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang negatif antara usia dengan VO2 max. semakin tinggi usia maka semakin
rendah nilai VO2 max. Penelitian Posner et al. (1995) menunjukkan bahwa
peningkatan usia menyebabkan penurunan pada kemampuan untuk melakukan
kegiatan sehari-hari terkait dengan penurunan VO2 max.
Penelitian Wareham et al. (2000) menunjukkan bahwa aktivitas fisik dan
VO2 max memiliki hubungan positif (p<0.0.01). Aktivitas fisik yang cenderung
tinggi menyebabkan kemampuan tubuh dalam mengedarkan serta memanfaatkan
oksigen meningkat, seperti yang terjadi pada orang yang memiliki kebiasaan
olahraga yang baik.
Kebiasaan olahraga juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
tingkat kebugaran seseorang. Penelitian Huang et al. (2005) menujukkan bahwa
terdapat peningkatan VO2 max secara signifikan pada subjek yang mengalami
intervensi olahraga selama lebih dari 20 minggu. Selain kebiasaan olahraga, faktor
lain yang mempengaruhi tingkat kebugaran adalah kebiasaan merokok. Nilai VO 2
kelompok perokok berat lebih rendah secara signifikan dibandingkan kelompok
perokok ringan dan sedang dengan nilai p<0.01 (Richard et al.2009).
4

Kebiasaan Kebiasaan
olahraga Usia Merokok

Penyakit
Keturunan Tingkat kebugaran (VO2 Degeneratif
max)
Status
Gizi
(IMT)
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Keterangan : Konsumsi Aktivitas


Pangan Fisik
Variabel yang tidak diteliti

Variabel yang diteliti

Hubungan yang tidak diteliti

Hubungan yang diteliti

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan desain studi cross


sectional. Penelitian dilakukan di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
Citeureup, Bogor, Jawa Barat. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni
hingga Juli 2014.
5

Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek

Subjek merupakan pegawai laki-laki PT Indocement di Citeureup Bogor.


Pengambilan subjek dilakukan secara purposive berdasarkan lokasi yang dapat
dijangkau dari Poliklinik PT Indocement. Kriteria subjek dalam penelitian yaitu
pegawai kantor maupun lapang berjenis kelamin laki-laki, dalam keadaan sehat,
tidak memiliki penyakit maupun kelainan kardiovaskuler, pernapasan, dan
persendian, serta bersedia mengikuti rangkaian penelitian.
Jumlah sampel ditentukan berdasarkan rumus uji hipotesis Lemeshow
(1997). Proporsi pegawai dengan proporsi tingkat aktivitas rendah dihitung
berdasarkan penelitian Mediawan (2010). Proporsi pegawai kantor yang memiliki
aktivitas fisik rendah yaitu 38%. Proporsi pegawai lapang dengan aktivitas fisik
rendah yaitu 10.5%. Tingkat error yang ditentukan adalah sebesar 10%. Kekuatan
uji adalah 80%. Jumlah minimal subjek yang diambil yaitu sebanyak 32 orang per
kelompok pegawai. Dengan menambahkan koreksi 10%, maka total subjek yang
diambil adalah sebanyak 72 orang.

n=

n = besar sampel minimum


Z1- /2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada 0.05
Z1- = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada 0.1
P1 = perkiraan proporsi pegawai kantor yang beraktivitas rendah
P2 = perkiraan proporsi pada pegawai lapang yang beraktivitas rendah
P = (P1 + P2)/2

Calon subjek yang memenuhi kriteria inklusi berjumlah 76 orang. Sebanyak


8 orang calon subjek tidak menyelesaikan tahap wawancara dan 4 orang calon
subjek tidak mengikuti tes kebugaran sehingga dikeluarkan dari penelitian.
Jumlah subjek akhir yang mengikuti penelitian ini adalah sebanyak 32 subjek
pegawai kantor dan 32 subjek pegawai lapang.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan merupakan data primer. Data primer diperoleh


melalui wawancara dengan kuesioner dan pengukuran langsung. Data primer
terdiri dari data karakteristik subjek (usia, besar keluarga, dan pendapatan per
bulan), status gizi, konsumsi pangan, aktivitas fisik, kebiasaan olahraga, kebiasaan
merokok, dan tingkat kebugaran. Data konsumsi pangan diperoleh dengan
melakukan recall 1x24 jam selama dua hari, yaitu pada hari kerja dan hari libur.
Aktivitas fisik subjek ditentukan dengan melakukan recall aktivitas fisik 1x24 jam
pada dua hari berbeda melalui wawancara. Tingkat kebugaran diperoleh
berdasarkan hasi test Cooper 12 menit. Tes Cooper 12 menit merupakan tes
lapang yang paling sering digunakan untuk memperkirakan VO2 max. Selama
test, subjek diminta untuk berlari atau berjalan dengan jarak tempuh semaksimal
mungkin selama 12 menit (Haff dan Charles 2011). Jenis dan cara pengumpulan
data dalam penelitian dicantumkan dalam Tabel 1.
6

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data


Variabel Jenis data Cara Pengumpulan Data
Karakteristik subjek Primer Wawancara
1. Usia
2. Pendapatan
Pola konsumsi Primer Recall 1x24 jam pada dua
1. Jenis konsumsi pangan hari berbeda
2. Jumlah konsumsi pangan
Aktivitas fisik Primer Recall aktivitas fisik 1x24
1. Jenis aktivitas jam pada dua hari berbeda
2. Alokasi waktu
Kebugaran Kardioresporatori Primer Tes Cooper 12 menit
1. Estimasi VO2 max
Status gizi Primer 1. Timbangan BB digital
1. BB 2. Stature Meter
2. TB
Kebiasaan olahraga Primer Wawancara
1. Kebiasaan olahraga
2. Frekuensi olahraga
3. Durasi olahraga
Kebiasaan merokok Primer Wawancara
1. Jumlah rokok

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh diperiksa terlebih dahulu sebelum dilakukan


pengolahan untuk memastikan tidak ada data yang terlewati. Tahapan pengolahan
data yaitu editing, coding, entry, cleaning, dan kemudian dianalisis. Pengolahan
dan analisis data dilakukan menggunakan software Microsoft Excel 2007 serta
Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0 for Windows.

Karakteristik Subjek
Data usia subjek dikategorikan menjadi (1) remaja (13-19 tahun); (2)
dewasa muda (20-30 tahun); (3) dewasa madya (31-50 tahun); (4) dewasa lanjut
(51-75 tahun). Besar keluarga dikelompokkan berdasarkan BKKBN (1998) yaitu:
(1) kecil (4 orang); (2) sedang (5-6 orang); (3) besar ((≥7 orang). Pendapatan
perkapita dikelompokkan berdasarkan BPS Jawa Barat (2014) menjadi miskin (<
Rp 302 735) dan tidak miskin (≥Rp 302 735).

Tingkat Kecukupan Zat Gizi Makro


Data konsumsi pangan diperoleh dari metode penimbangan dan food recall
1 x 24 jam selama dua hari berbeda. Data konsumsi pangan yang meliputi jenis
dan jumlah pangan, kemudian dikonversikan ke dalam kandungan gizi yaitu
energi, protein, lemak dan karbohidrat berdasarkan Daftar Komposisi Bahan
Makanan (DKBM) menggunakan program Microsoft Excel 2013. Rumus
perhitungan zat gizi makanan sebagai berikut (Hardinsyah dan Briawan 1994).
KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)
7

Keterangan:
KGij = Kandungan zat gizi ke-i dalam bahan makanan ke-j
Bj = Berat makanan ke-j yang dikonsumsi
Gij = Kandungan zat gizi ke-i dalam 100 gram BDD bahan makanan ke-j
BDDj = Bagian yang dapat dimakan dalam bahan makanan ke-j

Untuk menentukan Angka Kecukupan Gizi (AKG) subjek digunakan


rumus:
AKGI = (Ba/Bs) x AKG
Keterangan:
AKGI = Angka kecukupan gizi subjek
Ba = Berat badan aktual sehat (kg)
Bs = Berat badan standar (kg)
AKG = Angka Kecukupan Gizi (2013)

Tingkat kecukupan zat gizi makro selanjutnya diperoleh dengan cara


membandingkan jumlah konsumsi zatgizi dengan angka kecukupan gizinya.
Rumus yang digunakan adalah
TKG = (K/AKGI) x 100%
Keterangan :
TKG = Tingkat kecukupan zat gizi
K = Konsumsi zat gizi
AKGI = Angka kecukupan gizi subjek

Tingkat kecukupan zat gizi subjek kemudian dikelompokkan berdasarkan


Klasifikasi Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi. Kategori tingkat kecukupan
energi dan zat gizi disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi
Zat Gizi Klasifikasi Tingkat Kecukupan
Energi dan protein a. Defisit tingkat berat <70% angka kebutuhan
b. Defisit tingkat sedang 70-79% angka kebutuhan
c. Defisit tingkat ringan 80-89% angka kebutuhan
d. Normal 90-119% angka kebutuhan
e. Di atas angka kebutuhan ≥120% angka kebutuhan
Lemak a. Kurang <20% kebutuhan energi
b. Normal 20-30% kebutuhan energi
c. Lebih >30% kebutuhan energi
Karbohidrat a. Kurang <50% kebutuhan energi
b. Normal 50-65% kebutuhan energi
c. Lebih >65% kebutuhan energi
Sumber : Depkes (2003) dan Kemenkes (2014)

Status Gizi
Data berat badan dan tinggi badan yang diperoleh dimasukkan ke dalam
rumus perhitungan IMT
IMT = BB (kg)/ TB (m2)
8

IMT kemudian dikategorikan berdasarkan kategori (Depkes 2005), yaitu status


gizi kurang (IMT < 18,5 kg/m2), status gizi normal (IMT 18.5-25 kg/m2) dan
status gizi lebih (IMT >25 kg/m2).

Aktivitas Fisik
Data aktivitas fisik diperoleh melalui recall aktivitas fisik 1x24 jam pada
dua hari berbeda,meliputi jenis aktivitas yang dilakukan subjek dan lama waktu
melakukan aktivitas dalam sehari (24 jam). Data aktivitas fisik diolah
menggunakan program Microsoft Excel 2013. Besarnya aktivitas fisik yang
dilakukan subjek selama 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level).
PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat
badan dalam 24 jam. Nilai PAR (Physical Activity Rate) untuk berbagai jenis
aktivitas dan tingkat aktivitas fisik mengacu pada WHO/FAO (2001) tercantum
dalam Tabel 3.
Tabel 3 Contoh kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR
Aktivitas Fisik PAR/satuan waktu
Tidur 1.0
Berkendaraan dalam bus/mobil 1.2
Aktivitas santai (nonton TV dan mengobrol) 1.4
Makan 1.5
Duduk 1.5
Mengendarai mobil/berjalan 2.0
Memasak 2.1
Berdiri, membawa barang yang ringan 2.2
Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)

PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

PAL =
Keterangan :
PAL =Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik)
PAR =Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis
aktivitas per satuan waktu tertentu)

Data PAL yang diperoleh kemudian dikategorikan berdasarkan tabel


kategori tingkat aktivitas fisik.
Tabel 4 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL
Kategori aktivitas Nilai PAL
Sangat ringan <1.4
Ringan (sedentary lifestyle) 1.40-1.69
Sedang (active or moderately active lifestyle) 1.70-1.99
Berat (vigorous or vigorously active lifestyle) 2.00-2.40
Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)

Tingkat Kebugaran
Tingkat kebugaran diukur dengan menghitung estimasi VO2 max
berdasarkan jarak tempuh pada tes Cooper 12 menit. Pengolahan dilakukan
9

dengan menggunakan Microsoft Excel 2013. Berdasarkan Haff dan Charles


(2011), persamaan yang digunakan untuk memperkirakan VO2 max adalah
VO2 max (mL/kg/mnt) = 0.0268 x (jarak tempuh dalam km) -11.3
VO2 max kemudian dikategorikan ke dalam tingkat kebugaran laki-laki
berdasarkan (Hoeger et al. 2001).
Tabel 5 Kategori kebugaran berdasarkan VO2 max
Kategori
Usia Kurang Cukup Sedang Baik Baik Sekali
<29 <24,9 25-33,9 34-43,9 44-52,9 >53
30-39 <22,9 23-30,9 31-41,9 42-49,9 >50
40-49 <19,9 20-26,9 27-38,9 39-44,9 >45
50-59 <17,9 18-24,9 25-37,9 38-42,9 >43
Sumber: Hoeger et al. 2001

Kebiasaan Olahraga
Data kebiasaan olahraga diolah menggunakan Microsoft Excel 2013.
Kebiasaan olahraga dikategorikan berdasarkan durasi berolahraga selama
seminggu menurut Depkes (2005). Kategori kebiasaan olahraga terdiri dari (1)
kurang, jika durasi olahraga <90 menit per minggu; (2) baik, jika durasi olahraga
≥90 menit per minggu.

Kebiasaan Merokok
Data kebiasaan merokok diolah menggunakan Microsoft Excel 2013.
Kebiasaan merokok dikelompokkan berdasarkan jumlah konsumsi rokok per hari
menurut Sitepoe (2000) dalam Alamsyah (2009). Kategori kebiasaan merokok
terdiri dari (1) ringan, jika konsumsi rokok ≤ 10 batang per hari; (2) sedang, jika
konsumsi rokok 11-20 batang per hari; dan (3) berat, jika konsumsi rokok >20
batang per hari.

Definisi Operasional

Aktivitas fisik adalah kegiatan yang dilakukan selama satu hari (24 jam) meliputi
jenis dan lama waktu.
Indeks massa tubuh adalah perbandingan antara berat badan (kg) dengan
kuadrat tinggi badan (m2).
Kebiasaan merokok adalah jumlah rokok yang dihisap dalam satu hari
dinyatakan dalam batang.
Kebiasaan olahraga adalah aktivitas fisik yang dilakukan secara terstruktur dan
terencana untuk meningkatkan kesehatan atau kebugaran dinyatakan dalam
durasi kegiatan (menit) selama satu minggu.
Kebugaran kardiorespiratori adalah kemampuan sistem respirasi dan sirkulasi
untuk memberikan oksigen kepada otot selama seseorang menjalankan
aktivitas fisik serta dikategorikan berdasarkan VO2 max.
Kebutuhan zat gizi adalah jumlah zat gizi yang diperlukan selama satu hari
berdasarkan referensi AKG (2013).
1

Pendapatan per kapita perbulan adalah jumlah penghasilan per anggota


keluarga dalam satu bulan.
Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan
antarajumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan
(requirement) untuk digunakan (utilization) berbagai fungsi biologis yang
ditentukan melalui Indeks Massa Tubuh.
Subjek pegawai kantor adalah pegawai PT Indocement di Citeureup Bogor yang
sebagian besar pekerjaannya ditempatkan di kantor maupun ruangan
Subjek lapang adalah pegawai PT Indocement di Citeureup Bogor yang
sebagian besar pekerjaannya berada di lapang.
Tingkat kecukupan gizi adalah perbandingan antara jumlah konsumsi zat gizi
aktual dengan jumlah kebutuhan zat gizi yang dinyatakan dalam persen.
Usia adalah lama hidup subjek dari mulai dilahirkan hingga terlibat dalam
penelitian dan dinyatakan dalam tahun.
VO2 max adalah jumlah maksimum oksigen dalam miliLiter yang dapat
digunakan subjek selama melakukan tes Cooper 12 menit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Perusahaan

PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (ITP) merupakan salah satu


produsen bahan bangunan terbesar di Indonesia yang memproduksi berbagai jenis
semen yang dipasarkan dengan merek dagang Semen Tiga Roda. PT. ITP
didirikan pada tahun 1985 dan dioperasikan secara terpadu dengan total kapasitas
produksi per tahun mencapai 18.6 juta ton per tahun. Saat ini, PT. ITP
mengoperasikan 12 pabrik, sembilan di antaranya berlokasi di Citeureup, Bogor,
dua pabrik di Palimanan, Cirebon, Jawa Barat, dan satu pabrik di Tarjun, Kota
Baru, Kalimantan Selatan. Jumlah total pegawai di head office, Citeureup,
Cirebon, dan Tanjun adalah 6625 orang. Lokasi pekerjaan pegawai tersebar pada
beberapa tempat yaitu kantor, produksi, dan daerah pertambangan. Sebagian besar
pegawai berjenis kelamin laki-laki. Pegawai memiliki jam kerja normal dan shift.
Rata-rata lama waktu bekerja adalah 8 jam sehari. Tidak terdapat penyelenggaraan
makanan bagi pegawai. Sebagian besar pegawai membawa bekal atau
memanfaatkan fasilitas kantin untuk kegiatan makan siang.
Salah satu divisi yang terdapat di PT. Indocement adalah Divisi
Occupational Health Medical Service (OHMS). Divisi ini bertugas menangani
masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Beberapa program yang dijalankan
oleh divisi ini adalah penyuluhan tentang gizi dan kesehatan pada karyawan, dan
senam aerobik Jantung Sehat setiap 2 kali seminggu di seluruh divisi.
11

Karakteristik Subjek Penelitian

Subjek terdiri dari 32 pegawai lapang dan 32 pegawai kantor. Semua subjek
merupakan pegawai laki-laki. Sebaran subjek berdasarkan usia disajikan dalam
Tabel 6.
Tabel 6 Sebaran subjek berdasarkan usia
Kantor Lapang
Kategori Usia n % n %
Remaja 1 3 1 3
Dewasa muda 7 22 10 31
Dewasa madya 14 44 17 53
Dewasa lanjut 10 31 4 13
Total 32 100 32 100
Berdasarkan Tabel 6, pegawai kantor (44%) dan pegawai lapang (53%)
sebagian besar termasuk dalam kategori dewasa madya. Jumlah anggota keluarga
rata-rata pegawai kantor adalah sebanyak 3.5 ± 1.9 orang. Jumlah anggota
keluarga pegawai lapang adalah sebanyak 3.4 ± 2.1 orang. Pendapatan perkapita
ditentukan berdasarkan kategori BPS Jawa Barat (2014), menjadi miskin (<Rp
302 735) dan tidak miskin (≥Rp 302 735). Sebaran subjek berdasarkan
pendapatan perkapita disajikan dalam Tabel 7.
Tabel 7 Sebaran subjek berdasarkan pendapatan per kapita/bulan
Kantor Lapang
Kategori Pendapatan n % n %
Miskin 0 0 0 0
Tidak miskin 32 100 32 100
Total 32 100 32 100
Berdasarkan Tabel 7, semua pegawai kantor termasuk dalam kategori tidak
miskin (100%). Rata-rata pendapatan per kapita per bulan pegawai kantor adalah
Rp 2 464 844 ± Rp 1 718 286. Pegawai lapang memiliki sebaran yang sama, yaitu
sebanyak 100% termasuk dalam kategori tidak miskin. Rata-rata pendapatan per
kapita per bulan subjek pegawai lapang sebesar Rp 1 906 306 ± Rp 1 192 128.

Status Gizi

Menurut CDC (2014), salah satu pendekatan yang digunakan untuk


mengukur status gizi adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). Sebaran subjek
berdasarkan status gizi disajikan dalam Tabel 8.
1

Tabel 8 Sebaran subjek menurut status gizi berdasarkan IMT


Kantor Lapang
p
Kategori Status Gizi n % n %
Kurus 2 6.2 2 6.2 0.176
Normal 19 59.4 25 78.2
Gemuk 6 18.8 2 6.2
Obes 5 15.6 3 9.4
Total 32 100 32 100
Berdasarkan Tabel 8, status gizi subjek pegawai kantor dan lapang tersebar
pada kategori kurus, normal, gemuk, dan obes. Sebagian besar subjek memiliki
status gizi normal, baik kelompok kantor (59%) maupun kelompok lapang (78%).
Nilai rata-rata IMT pada kelompok pegawai kantor (23.6 ± 3.1 kg/m2) lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok pegawai lapang (22.6± 2.6 kg/m2). Meskipun
rata-rata IMT kelompok pegawai kantor lebih tinggi, hasil uji beda Mann-Whitney
tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara IMT kelompok
kantor dan lapang (p=0.157). Hal ini dapat dilihat dari sebaran jumlah masing-
masing kelompok subjek yang cukup sama. Kedua kelompok menyebar dalam
setiap kategori status gizi dengan persentase yang tidak jauh berbeda. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Silventoinen et al. (2013),
penelitian tersebut menunjukkan nilai rata-rata IMT pegawai di Jepang yang
hampir sama pada setiap kategori pekerjaan, yaitu berkisar antara 23.1 hingga
23.6 kg/m2. Penelitian lain yang dilakukan oleh Duncan et al. (2013) juga
menunjukkan hal yang sama, yaitu tidak terdapat perbedaan IMT antara “pegawai
kerah putih” (jabatan lebih tinggi) dengan “pegawai kerah biru” (jabatan lebih
rendah).

Tingkat Kecukupan Zat Gizi Makro

Angka Kecukupan Gizi (AKG) merupakan suatu kecukupan rata-rata zat


gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan usia, jenis kelamin, ukuran
tubuh, aktivitas tubuh untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Depkes
2013). AKG digunakan sebagai acuan untuk menentukan Tingkat Kecukupan Gizi
(TKG) subjek. Tingkat kecukupan zat gizi makro terdiri dari tingkat kecukupan
energi, protein, lemak, dan karbohidrat.

Tingkat Kecukupan Energi


Subjek penelitian berada dalam 3 golongan usia pada tabel Angka
Kecukupan Gizi (2013). Angka Kecukupan Energi (AKE) subjek usia 19-25
tahun adalah 2725 kkal per hari. Subjek dengan usia 30-49 tahun memiliki AKE
sebesar 2625 kkal per hari. Sementara itu subjek dengan usia 50-64 tahun
memiliki AKE sebesar 2325 kkal per hari. Sebaran subjek berdasarkan tingkat
kecukupan energi disajikan dalam Tabel 9.
13

Tabel 9 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan energi


Kantor Lapang
p
Tingkat kecukupan energi n % n %
Defisit berat 17 53 10 31 0.703
Defisit sedang 5 16 8 25
Defisit ringan 3 9 7 22
Normal 6 19 7 22
Lebih 1 3 0 0
Total 32 100 32 100
Rata-rata jumlah asupan energi pada subjek pegawai kantor selama dua
hari adalah 1940 ± 434 kkal. Rata-rata jumlah asupan energi pada subjek pegawai
lapang adalah 1983 ± 430 kkal. Berdasarkan Tabel 9, sebagian besar (78%) subjek
pegawai kantor mengalami defisit energi. Hal yang sama terjadi pada pegawai
lapang, yaitu sebanyak 78% subjek mengalami defisit energi. Penelitian Sartika
(2012) menunjukkan kecenderungan hasil yang sama, yaitu sebagian besar
(92.2%) pegawai memiliki asupan energi yang kurang. Kurangnya asupan zat gizi
pegawai dapat disebabkan karena pada saat recall konsumsi pangan dilakukan
rata-rata waktu makan pegawai hanya terdiri dari tiga kali makan utama dan
pegawai sangat jarang mengkonsumsi makanan tambahan.
Rata-rata tingkat kecukupan energi subjek pegawai kantor dan pegawai
lapang adalah 73.4 ± 19.5 % dan 75.1 ± 16.2%. Rata-rata tingkat kecukupan
energi pada pegawai kantor lebih rendah 26.6% untuk dapat memenuhi anjuran
tingkat kecukupan normal menurut Kemenkes (2014). Rata-rata tingkat
kecukupan energi pada pegawai lapang 14.9% lebih rendah dibandingkan dengan
tingkat kecukupan normal menurut Kemenkes (2014). Kecenderungan hasil yang
sama ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Dabhadker et al. (2013)
pada pekerja tambang di India, hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan energi
pekerja berada di bawah standar kebutuhan gizi per hari. Selisih asupan energi
berada pada rentang 11% hingga 36.4% dari sandar kebutuhan, sehingga tingkat
kecukupan energinya termasuk kategori kurang.
Meskipun rata-rata tingkat kecukupan energi pegawai lapang lebih tinggi
dibandingkan pegawai kantor, hasil uji beda Mann-Whitney menunjukkan tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi pegawai
kantor dengan pegawai lapang (p>0.05). Hal ini sejalan dengan penelitian Smith
dan Baghrust (1992) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat
kecukupan zat gizi antara “pegawai kerah putih”, kerah biru, dan petani.

Tingkat Kecukupan Protein


Angka Kecukupan Protein (AKP) subjek usia 19-29 tahun adalah 62 g per
hari. Subjek dengan usia 30-49 tahun memiliki AKP sebesar 65 g per hari. Subjek
dengan usia 50-64 tahun memiliki AKP sebesar 65 g per hari. Sebaran subjek
berdasarkan tingkat kecukupan protein disajikan dalam Tabel 10.
1

Tabel 10 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan protein


Kantor Lapang
p
Tingkat kecukupan protein n % n %
Defisit berat 9 28 7 22 0.322
Defisit sedang 6 19 4 13
Defisit ringan 7 22 6 18
Normal 9 28 13 41
Lebih 1 3 2 6
Total 32 100 32 100
Rata-rata asupan protein selama dua hari pada subjek pegawai kantor adalah
55.4 ± 11.9 g. Rata-rata asupan protein selama dua hari pada subjek pegawai
lapang adalah 55.9 ± 11.7 g. Berdasarkan Tabel 10, pegawai kantor sebagian
besar memiliki tingkat kecukupan protein yang termasuk dalam kategori defisit
(69%), begitu pula dengan pegawai lapang sebagian besar (54%) tingkat
kecukupan protein pegawai termasuk kategori defisit. Rata-rata tingkat kecukupan
protein pegawai kantor adalah 82.4 ± 17.3%. Nilai rata-rata ini lebih rendah 7.6%
dibandingkan dengan tingkat kecukupan protein normal (Kemenkes 2014). Rata-
rata tingkat kecukupan protein pegawai lapang adalah 87.0 ± 19.4%, sehingga
perlu ditingkatkan minimal sebesar 3% untuk dapat mencapai anjuran normal
(Kemenkes 2014). Hasil penelitian Dabhadker et al. (2013) menunjukkan bahwa
asupan protein pada pekerja tambang yang diteliti berada di bawah standar
rekomendasi. Sebagian besar pekerja tambang mengalami defisiensi protein.
Walaupun rata-rata tingkat kecukupan protein pegawai lapang lebih besar
dibandingkan dengan pegawai kantor, hasil uji beda tidak menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan protein kedua kelompok
pegawai (p>0.05).

Tingkat Kecukupan Lemak


Angka Kecukupan Lemak (AKL) subjek usia 19-29 tahun adalah 91 g per
hari. Subjek dengan usia 30-49 tahun memiliki AKL sebesar 73 g per hari. Subjek
dengan usia 50-64 tahun memiliki AKL sebesar 65 g per hari. Sebaran subjek
berdasarkan tingkat kecukupan lemak disajikan dalam Tabel 11.
Tabel 11 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan lemak
Kantor Lapang
p
Tingkat kecukupan lemak n % n %
Kurang 14 44 12 38 0.354
Normal 13 41 13 41
Lebih 5 15 7 21
Total 32 100 32 100
Rata-rata jumlah asupan lemak selama dua hari pada subjek pegawai kantor
adalah 64.5 ± 18.5 g. Rata-rata jumlah asupan lemak selama dua hari pada subjek
pegawai lapang adalah 71.1 ± 22.3 g. Sebagian besar subjek kelompok kantor
memiliki tingkat kecukupan lemak pada kategori kurang (44%) dan normal
(44%). Sebagian besar kelompok lapang memiliki tingkat kecukupan lemak yang
normal (41%) dan kurang (38%). Menurut Kemenkes (2014), kecukupan lemak
15

yang baik adalah jika perbandingan komposisi energi dari lemak adalah sebesar
20-30% kebutuhan. Rata-rata kontribusi lemak terhadap energi pada kelompok
kantor adalah 22.2 ± 7.7%. Rata-rata kontribusi lemak terhadap energi pada
kelompok 24.4 ± 8.6%. Rata-rata persen kontribusi lemak terhadap energi
kelompok kantor dan lapang berada dalam rentang tingkat kecukupan normal
menurut Kemenkes (2014). Hasil tersebut berbeda dengan penelitian Dabhadker
et al. (2013) yang menunjukkan bahwa rata-rata asupan lemak pekerja tambang
memiliki asupan lemak yang rendah, yaitu dengan selisih pada rentang 18.14%
hingga 38.9% dari standar kebutuhan yang disarankan. Hal tersebut kemungkinan
disebabkan karena bentuk olahan makanan yang paling sering dikonsumsi oleh
subjek adalah digoreng menggunakan minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit
memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi sehingga konsumsi lemak subjek
meningkat. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat
kecukupan lemak pada kedua kelompok subjek (p>0.05) meskipun rata-rata
kecukupan lemak kelompok lapang lebih tinggi dibandingkan kelompok kantor.

Tingkat Kecukupan Karbohidrat


Angka kecukupan karbohidrat subjek usia 19-29 tahun adalah 375 g per
hari. Subjek dengan usia 30-49 tahun memiliki angka kecukupan karbohidrat
sebesar 394 g per hari. Subjek dengan usia 50-64 tahun memiliki angka
kecukupan karbohidrat sebesar 349 g per hari. Sebaran subjek berdasarkan tingkat
kecukupan karbohidrat disajikan dalam Tabel 12.
Tabel 12 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat
Kantor Lapang
p
Tingkat kecukupan karbohidrat n % n %
Kurang 23 72 20 63 0.476
Normal 6 19 12 38
Lebih 3 9 0 0
Total 32 100 32 100
Rata-rata jumlah asupan karbohidrat pada subjek pegawai kantor adalah
291.9 ± 86.8 g. Rata-rata jumlah asupan karbohidrat subjek pegawai lapang
selama dua hari adalah 298.5 ± 70.7 g. Sebagian besar (72%) subjek kantor
memiliki tingkat kecukupan karbohidrat yang kurang. Rata-rata persen kontribusi
karbohidrat terhadap energi pada kelompok kantor adalah 44.2 ± 14.7%.
Kemenkes (2014) menyatakan bahwa kecukupan karbohidrat yang normal jika
perbandingan komposisi energi dari karbohidrat sebesar 50-65% kebutuhan. Hal
ini berarti bahwa rata-rata persen kontribusi karbohidrat terhadap energi pada
kelompok kantor 5.8% kurang dari anjuran Kemenkes (2014).
Sebanyak 63% subjek kelompok lapang memiliki tingkat kecukupan
karbohidrat yang kurang. Rata-rata persen kontribusi karbohidrat terhadap energi
pada kelompok lapang adalah 45.0 ± 9.8%. Rata-rata ini lebih kecil sebesar 5%
dibandingkan dengan anjuran kecukupan karbohidrat yang normal dari Kemenkes
(2014). Uji beda tingkat kecukupan karbohidrat kedua kelompok menunjukkan
tidak terdapatnya perbedaan yang signifikan (p>0.05).
Data yang dsajikan pada Tabel 9, 10,11, dan 12 menunjukkan bahwa secara
umum konsumsi energi, protein, lemak, dan karbohidrat pegawai lapang lebih
1

baik dibandingkan dengan pegawai kantor. Kondisi tersebut diikuti dengan lebih
baiknya kondisi status gizi pada pegawai lapang. Almatsier (2001) menyatakan
status gizi sebagai keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik merupakan gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot-otot


rangka, membutuhkan pengeluaran energi serta memberikan manfaat bagi
kesehatan (Hoeger et al. 2001). Rata-rata PAL subjek pada hari kerja dan libur
disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 PAL subjek pada hari kerja dan libur
Rata-Rata PAL Kantor Lapang p
Hari kerja 1.69 ± 0.14 2.01 ± 0.14 0.000
Hari libur 1.61 ± 0.17 1.76 ± 0.29 0.039

Berdasarkan Tabel 13, dapat diketahui bahwa PAL hari kerja antara subjek
kantor dan lapang berbeda secara signifikan (p<0.05). Rata-rata PAL hari kerja
kelompok lapang lebih tinggi dibandingkan kelompok kantor. Aktivitas fisik hari
kerja kelompok kantor sebagian besar berada pada kategori ringan (56.3%).
Sebanyak 40.6% subjek kantor memiliki aktivitas hari kerja sedang dan 3.1%
memiliki aktivitas yang berat. Subjek pegawai lapang memiliki aktivitas fisik
yang berat (62.5%), 34.3% memiliki aktivitas fisik sedang dan 3.2% memiliki
aktivitas fisik ringan. Tingginya aktivitas fisik pada subjek lapang berkaitan
dengan jenis pekerjaan yang dilakukan di lapang seperti berjalan, naik-turun
tangga, jongkok, berdiri, dan kegiatan pertambangan, sedangkan aktivitas yang
dilakukan subjek kantor cenderung ringan hingga sedang.
Nilai PAL hari libur antara kedua kelompok juga menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan (p<0.05). Rata-rata PAL hari libur kelompok lapang
lebih tinggi dibandingkan kelompok kantor. Sebaran aktivitas fisik subjek kantor
pada hari libur terdiri dari aktivitas fisik ringan (71.9), aktivitas sedang (18.8%)
dan aktivitas sangat ringan (6.3%). Subjek lapang memiliki aktivitas fisik tingkat
ringan (37.4%), aktivitas fisik sedang (34.4%), aktivitas berat (18.8%) dan
aktivitas sangat ringan (9.4%). Sebaran subjek berdasarkan rata-rata aktivitas fisik
selama dua hari disajikan dalam Tabel 14.
Tabel 14 Sebaran subjek berdasarkan rata-rata aktivitas fisik selama dua hari
Kantor Lapang
p
Aktivitas Fisik n % n %
Ringan 24 75.0 5 15.6 0.000
Sedang 8 25.0 19 59.4
Berat 0 0.0 8 25.0
Total 32 100 32 100
Berdasarkan Tabel 14, rata-rata aktivitas fisik subjek kantor sebagian besar
(75.0%) berada dalam kategori ringan, sementara itu sebagian besar (59.4%)
17

aktifitas fisik subjek lapang termasuk dalam kategori sedang. Rata-rata aktivitas
fisik selama dua hari subjek kantor (1.65 ± 0.13) lebih rendah dibandingkan
subjek lapang (1.88 ± 0.20). Hasil uji beda Mann-Whitney menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan antara aktivitas fisik pegawai kantor dan pegawai
lapang (p<0.05). Hal tersebut didukung oleh perbedaan jenis aktivitas fisik kedua
kelompok pada hari kerja serta hari libur. Penelitian Kruger (2006) menunjukkan
bahwa subjek yang memiliki kategori pekerjaan lebih berat cenderung memiliki
proporsi aktivitas fisik sedang dan berat yang lebih tinggi dibandingkan dengan
subjek dengan pekerjaan yang lebih ringan (p<0.05). Penelitian Leino-Arjas
(2004) juga sejalan dengan hasil tersebut, yaitu “pegawai kerah biru” (jabatan
lebih rendah) cenderung memiliki total aktivitas fisik yang lebih tinggi
dibandingkan “pegawai kerah putih” (jabatan lebih tinggi).

Kebiasaan Olahraga

Olahraga merupakan aktivitas fisik yang dilakukan secara terstruktur,


terencana, dan berkesinambungan dengan mengikuti aturan-aturan tertentu dan
bertujuan untuk meningkatkan kebugaran jasmani dan prestasi (Depkes 2011).
Kebiasaan olahraga subjek dinyatakan dalam durasi berolahraga dalam satu
minggu (menit/minggu). Kebiasaan olahraga dikategorikan berdasarkan Depkes
(2005). Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan olahraga disajikan dalam Tabel 15.
Tabel 15 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan olahraga
Kantor Lapang
p
Kategori Kebiasaan Olahraga n % n %
Kurang 9 28.1 22 68.8 0.002
Baik 23 71.9 10 31.2
Total 32 100 32 100
Berdasarkan Tabel 15, sebagian besar (71.9%) subjek kantor memiliki
kebiasaan berolahraga yang baik atau memenuhi anjuran Depkes (2005), yaitu
minimal 90 menit perminggu. Rata-rata lama berolahraga dalam satu minggu pada
subjek kantor (160.3 ± 118.0 menit) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
lapang (89.1 ± 167.6 menit). Hasil uji beda Mann-Whitney menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara kebiasaan olahraga subjek
kantor dengan subjek lapang. Hal tersebut dapat dilihat dari kecenderungan
kelompok kantor yang sebagian besar berada pada kategori baik, sedangkan
kelompok lapang memiliki kecenderungan yang sebaliknya. Sebanyak 56.2%
kelompok lapang tidak terbiasa berolahraga (0 menit perminggu). Persentase
subjek kantor yang tidak berolahraga lebih sedikit, yaitu sebanyak 18.8 %.
Penelitian Leino-Arjas (2004) menunjukkan bahwa “pegawai kerah putih”
cenderung memiliki kebiasaan olahraga lebih tinggi dibandingkan “pegawai kerah
biru”. Hal ini terkait dengan beban fisik saat bekerja yang dimiliki oleh pekerja
kerah putih lebih berat dibandingkan pekerja kerah biru. Sehingga waktu luang
lebih dimanfaatkan untuk beristirahat.
1

Kebiasaan Merokok

Kebiasaan merokok subjek dinyatakan dalam jumlah konsumsi rokok per


hari. Kategori kebiasaan merokok ditetapkan berdasarkan Sitepoe (2000) dalam
Alamsyah (2009). Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan merokok disajikan
dalam Tabel 16.
Tabel 16 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan merokok
Kantor Lapang p
Kategori Merokok n % n %
Tidak 27 84.4 21 65.6 0.044
Ringan 5 15.6 6 18.8
Sedang 0 0.0 5 15.6
Total 32 100 32 100
Berdasarkan Tabel 16, sebagian besar (84.4%) kelompok kantor tidak
memiliki kebiasaan merokok, atau dapat dikatakan bahwa jumlah rokok yang
dikonsumsi selama satu hari adalah 0 batang. Kebiasaan merokok kelompok
kantor tersebar pada kategori tidak merokok dan ringan (<10 batang per hari).
Jumlah rokok terbanyak pada kelompok kantor adalah sebanyak 10 batang per
hari. Sementara itu sebanyak 65.6% kelompok lapang tidak memiliki kebiasaan
merokok. Kebiasaan merokok kelompok lapang tersebar pada kategori tidak
merokok, ringan (≤10 batang per hari), dan sedang (11-20 batang per hari).
Jumlah rokok tertinggi pada kelompok lapang adalah sebanyak 17 batang per hari.
Rata-rata jumlah rokok yang dihisap pegawai lapang (3.2 ± 5.3 batang) lebih
tinggi dibandingkan pegawai kantor (1.1 ± 2.7 batang). Hasil uji beda Independent
sample T-Test menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0.05) pada kebiasaan
merokok antara kelompok kantor dan lapang.

Tingkat Kebugaran Kardiorespiratori

Kebugaran dapat dibedakan menurut aspek yang berhubungan dengan


kinerja dan yang berkaitan dengan kesehatan. Salah satu aspek kebugaran yang
berhubungan dengan kesehatan adalah kebugaran kardiorespiratori. Kebugaran
kardiorespiratori berhubungan dengan sistem respirasi dan sirkulasi untuk
memberikan oksigen kepada otot selama seseorang menjalankan aktivitas fisik
(Gibney et al. 2005). Tingkat kebugaran kardiorespiratori dapat dihitung dengan
menggunakan Volume Oksigen Maksimum (VO2 max). VO2 max merupakan
jumlah maksimum oksigen dalam miliLiter yang dapat digunakan seseorang
dalam satu menit per kilogram berat badan. Estimasi VO2 max dalam penelitian
ini diperoleh berdasarkan tes Cooper 12 menit (Haff dan Charles 2011) yang
dikategorikan berdasarkan Hoeger et al. (2001) menurut usia dan jenis kelamin.
Sebaran subjek berdasarkan VO2 max disajikan dalam Tabel 17.
19

Tabel 17 Sebaran subjek berdasarkan kategori VO2 max


Kantor Lapang
p
Kategori VO2 max n % n %
Kurang 13 40.6 9 28.1 0.361
Cukup 14 43.8 18 56.3
Sedang 4 12.5 4 12.5
Baik 0 0.0 1 3.1
Sangat baik 1 3.1 0 0.0
Total 32 100 32 100
Berdasarkan Tabel 17, sebagian besar (59.4%) subjek kantor memiliki VO2
max yang cukup dan lebih dari cukup, sedangkan pada subjek lapang sebesar
(71.9%). Rata-rata VO2 max kelompok kantor adalah 22.9 ± 7.49 mL/kg/mnt
sedangkan rata-rata nilai VO2 max subjek lapang adalah sebesar 24.4 ± 7.57
mL/kg/mnt. Data tersebut menunjukkan bahwa secara umum tingkat kebugaran
kelompok subjek lapang relatif lebih baik dibandingkan subjek kantor. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian D’Allesio (2007) yang menunjukkan bahwa
pegawai kategori sedentary memiliki VO2 max yang lebih rendah dibandingkan
pegawai non sedentary. Meskipun rata-rata VO2 max kelompok lapang lebih
tinggi dibandingkan kelompok kantor, hasil uji beda Mann-Whitney tidak
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara VO2 max pada kedua
kelompok pegawai.
Data yang diperoleh dalam penelitian menunjukkan bahwa tingkat
kebugaran subjek yang bekerja di lapang secara umum lebih baik dibandingkan
subjek yang bekerja di kantor. Hal ini dapat dijelaskan dari kecenderungan tingkat
kecukupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat yang lebih baik pada kelompok
lapang dibandingkan kelompok kantor. Meskipun kebiasaan olahraga kelompok
kantor lebih baik, namun tingkat aktivitas fisik secara keseluruhan lebih rendah
dibandingkan dengan kelompok lapang sehingga VO 2 max kelompok kantor lebih
rendah. Selain itu, rata-rata IMT kelompok kantor lebih tinggi dibandingkan
kelompok lapang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata VO 2 max
kelompok kantor lebih rendah dibandingkan kelompok lapang. Penelitian Setty et
al. (2013) menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang kuat antara
obesitas dengan VO2 max (r=-0.88, p<0.05). Selanjutnya uji hubungan antara
variabel-variabel tersebut akan dilakukan dengan uji korelasi Spearman.

Uji Hubungan Antar Variabel

Hubungan Usia Subjek dengan VO2 max


Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan hubungan yang negatif antara
usia dengan VO2 max kelompok kantor namun hubungan tersebut tidak mencapai
nilai signifikan (r=-0.336, p=0.06). Sebaran subjek kantor berdasarkan usia dan
VO2 max dapat diketahui pada Lampiran 3. Uji korelasi Spearman antara usia
dengan VO2 max kelompok lapang menunjukkan adanya hubungan negatif yang
signifikan (r=-0.648, p=0.000). Sebaran subjek pegawai lapang berdasarkan usia
dan VO2 max disajikan pada Tabel 18.
2

Tabel 18 Sebaran subjek pegawai lapang berdasarkan usia dan VO2 max
VO2 Max Kurang Cukup Sedang Baik
Total %
n % n % n % n %
Usia
Remaja 0 0.0 1 100.0 0 0.0 0 0.0 1 100
Dewasa muda 1 10.0 6 60.0 2 20.0 1 10.0 10 100
Dewasa madya 6 35.3 9 52.9 2 11.8 0 0.0 17 100
Dewasa lanjut 2 50.0 2 50.0 0 0.0 0 0.0 4 100
Total 9 28.1 18 56.2 4 12.5 1 3.1 32 100
Hasil penelitian ini menunjukkan kecenderungan semakin bertambah usia
subjek lapang semakin meningkat persentasi VO2 max yang berada pada kategori
kurang. Menurut Sephard (1987) dalam Huang et al. (2005) VO2 max sebagai
salah satu indeks dari kebugaran kardiorespiratori mengalami penurunan secara
progresif seiring dengan bertambahnya usia seseorang. Penelitian Posner et al.
(1995) menunjukkan bahwa pertambahan usia menyebabkan penurunan pada
kemampuan dalam melakukan aktivitas fisik sehari-hari terkait dengan penurunan
VO2 max pada usia 60 tahun.
Penurunan VO2 max yang terjadi karena pertambahan usia seseorang
disebabkan oleh menurunnya determinan VO2 max. Pertambahan usia
menyebabkan penurunan dalam pengantaran oksigen otot karena penurunan
cardiac output dan kemungkinan karena maldistribusi dari cardiac output. Selain
itu, terjadi penurunan pada kapasitas oksidatif otot rangka seiring dengan
bertambahnya usia. Hal ini disebabkan oleh gangguan pada fungsi mitokondria
sehingga terjadi penurunan VO2 max otot rangka mencapai 50% (Betik dan
Hepple 2008). Hasil yang tidak signifikan pada kelompok kantor kemungkinan
disebabkan karena rata-rata pegawai kantor dengan usia yang lebih tinggi tidak
memiliki VO2 max yang rendah karena subjek tersebut memiliki kebiasaan yang
baik seperti kebiasaan olahraga yang baik, tidak merokok, dan diet yang
cenderung mencapai angka kecukupan gizi.

Hubungan IMT dengan VO2 max


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara IMT dengan VO2 max pada kelompok kantor (r= -0.277.
p=0.124) dan lapang (r=-0.285. p=0.114). Sebaran subjek berdasarkan IMT dan
VO2 max dapat diketahui pada Lampiran 4 dan Lampiran 5. Hasil uji hubungan
pada kedua kelompok memiliki nilai koefisien yang negatif, yang dapat diartikan
semakin tinggi nilai IMT semakin rendah VO 2 max. Hubungan yang tidak
signifikan kemungkinan disebabkan karena perubahan perilaku seperti
meningkatnya pengetahuan mengenai kesehatan sehingga terjadi peningkatan
dalam frekuensi atau durasi berolahraga. Hal tersebut dapat memperbaiki nilai
VO2 max.
Penelitian Ranjbar et al. (2014) menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara IMT dengan VO2 max pada subjek laki-laki
sedenter, sedangkan penelitian Setty et al. (2013) menyatakan bahwa terdapat
hubungan negatif yang kuat antara obesitas dengan VO2 max (r=-0.88. p<0.05).
Sanada et al. (2007) menyatakan bahwa orang yang memiliki massa bebas lemak
yang tinggi memiliki oksigen darah pada arteri dan vena yang lebih tinggi
sehingga memiliki tingkat VO2 max yang lebih tinggi. IMT merupakan salah satu
21

indikator lemak tubuh (CDC 2014) sehingga dapat dikatakan bahwa orang dengan
IMT yang tinggi memiliki kecenderungan massa bebas lemak yang rendah
sehingga VO2 max menjadi rendah. Hasil yang tidak signifikan kemungkinan
disebabkan karena data IMT pada kedua kelompok cenderung homogen,
sementara nilai VO2 max cenderung bevariasi yang dipengaruhi oleh faktor lain
seperti genetika, keadaan fisiologis dan status hidrasi.

Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dengan VO2 max
Hasil uji Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
Tingkat Kecukupan Energi (TKE) dengan VO 2 max subjek kelompok kantor dan
kelompok lapang (p>0.05). Hal tersebut tidak sama dengan penelitian Cuenca-
Garcia et al. (2012) yang menunjukkan bahwa tingginya tingkat kebugaran
kardiorespiratori berhubungan dengan tingginya total asupan energi. Hal yang
sama terdapat pada uji korelasi antara tingkat kecukupan protein dengan VO2
max pada kedua kelompok yang menunjukkan tidak terdapatnya hubungan yang
signifikan (p>005). Hasil uji Spearman juga menunjukkan hubungan yang tidak
signifikan antara asupan lemak dan karbohidrat dengan VO2 max pada kedua
(p>0.05). Hasil uji yang tidak signifikan pada kedua kelompok sejalan dengan
penelitian Adawiyah (2012) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
antara tingkat kecukupan protein, lemak, dan karbohidrat dengan VO2 max.
Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi dan VO 2 max dapat
diketahui pada Lampiran 6 sampai dengan Lampiran 13. Hasil penelitian ini
menunjukkan adanya kecenderungan hubungan negatif antara tingkat kecukupan
energi, protein, lemak, dan karbohidrat dengan VO2 max. Hubungan yang negatif
kemungkinan disebabkan karena tingginya subjek yang mengalami defisit zat gizi
namun hasil VO2 max tidak menunjukkan kecenderungan yang kurang. Hasil
yang tidak signifikan kemungkinan disebabkan karena terdapatnya faktor lain
yang lebih mempengaruhi nilai VO2 max subjek seperti faktor genetika yang tidak
diukur dalam penelitian ini. Selain itu VO2 max merupakan hasil kumulatif dari
perilaku lampau hingga saat ini termasuk di dalamnya adalah perilaku konsumsi
pangan, sehingga kemungkinan metode recall 1x24 jam selama dua hari pada
penelitian ini belum mampu mewakili kebiasaan makan subjek pada masa
sebelumnya. Oleh karena itu sebaiknya dilakukan pengembangan teknik recall
untuk dapat menggambarkan kebiasaan makan dengan lebih baik.

Hubungan Aktivitas Fisik dengan VO2 max


Hasil uji korelasi Spearman antara aktivitas fisik dengan VO2 max pada
kelompok kantor memiliki nilai r=0.112 dan p=0.542. Sebaran subjek pegawai
kantor berdasarkan aktivitas fisik dan VO2 max dapat diketahui pada Lampiran
14. Hasil uji korelasi menunjukkan adanya kecenderungan hubungan positif,
namun nilainya tidak signifikan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
terdapatnya faktor lain yang mempengaruhi VO2 max subjek kelompok kantor
seperti faktor genetika dan fisiologis yang mempengaruhi proses pengantaran
oksigen ke sel tubuh. Penelitian Hui et al. (2005) menyatakan bahwa tidak
terdapat hubungan antara tingkat aktivitas fisik dengan VO 2 max (r=0.30. p>0.05)
pada laki-laki.
Hasil uji hubungan pada kelompok lapang memiliki nilai r=0.585. p=0.000.
yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik
2

dengan VO2 max. Sebaran subjek kelompok lapang berdasarkan aktivitas fisik
dan VO2 max disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19 Sebaran subjek lapang berdasarkan aktivitas fisik dan VO2 max
VO2 Max Kurang Cukup Sedang Baik
Total %
n % n % n % n %
Aktivtias Fisik
Ringan 4 80.0 1 20.0 0 0.0 0 0.0 5 100
Sedang 4 21.1 13 68.4 2 10.5 0 0.0 19 100
Berat 1 12.5 4 50.0 2 25.0 1 12.5 8 100
Total 9 28.1 18 56.2 4 12.5 1 3.1 32 100
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin berat tingkat aktivitas fisik
pegawai lapang, semakin sedikit persentase subjek yang memiliki VO2 max pada
kategori kurang dan persentase subjek dengan VO2 max yang baik semakin besar.
Oleh karena itu, hubungan antara aktivitas fisik dan VO2 max pegawai lapang
bersifat positif. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Wareham et al. (2000)
yang menunjukkan bahwa aktivitas fisik dan VO2 max memiliki hubungan positif
(p<0.0.01). Aktivitas fisik yang cenderung tinggi menyebabkan kemampuan
tubuh dalam mengedarkan serta memanfaatkan oksigen meningkat, seperti yang
terjadi pada orang yang memiliki kebiasaan olahraga yang baik. Aktivitas fisik
dapat meningkatkan efisiensi mekanis dan mengurangi pengeluaran energi.
Orang-orang yang termasuk dalam kategori aktif memiliki efisiensi mekanis yang
lebih baik daripada orang-orang yang tergolong dalam kategori sedentari serta
jumlah energi yang digunakan lebih sedikit (Keytel et al. 2005).

Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan VO2 max


Uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara kebiasaan olahraga dengan VO2 max kelompok kantor walaupun
hubunganya cenderung bersifat positif (r=0.153, p=0.403), sementara itu uji
korelasi Spearman pada kelompok lapang menunjukkan hubungan yang positif
signifikan (r=0.416, p=0.018). Sebaran subjek pegawai lapang berdasarkan
kebiasaan olahraga dan VO2 max disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20 Sebaran subjek lapang berdasarkan kebiasaan olahraga dan VO2 max
VO2 Max Kurang Cukup Sedang Baik
Total %
n % n % n % n %
Olahraga
Kurang 9 40.9 10 45.5 3 13.6 0 0.0 22 100
Baik 0 0.0 8 80.0 1 10.0 1 10.0 10 100
Total 9 28.1 18 56.2 4 12.5 1 3.1 32 100

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subjek pegawai lapang dengan


kebiasaan olahraga yang baik memiliki VO2 max pada kategori cukup hingga baik
serta tidak terdapat subjek dengan kategori kurang, sedangkan subjek lapang
dengan kebiasaan olahraga yang kurang berada pada kategori kurang hingga
sedang. Hal ini dapat menjelaskan hubungan yang positif antara kebiasaan
olahraga dengan VO2 max. Semakin sering subjek berolahraga maka nilai VO2
max subjek akan semakin tinggi. Sebaran subjek kelompok kantor berdasarkan
kebiasaan olahraga dapat diketahui pada Lampiran 15. Kecenderungan hubungan
23

yang positif terdapat pada kelompok kantor. Hubungan yang tidak signifikan pada
kelompok kantor kemungkinan disebabkan karena faktor lain lebih berpengaruh
terhadap VO2 max seperti genetik dan variasi pada pemanfaatan oksigen (Kravitz
dan Lance 2002).
Penelitian Huang et al. (2005) menujukkan bahwa terdapat peningkatan
VO2 max secara signifikan pada subjek yang mengalami intervensi olahraga
selama lebih dari 20 minggu. Kebiasaan berolahraga menyebabkan peningkatan
pada volume darah dan ukuran bilik jantung, sehingga volume akhir diastolik dan
stroke volume meningkat (Doohan 2000). Peningkatan stroke volume
menyebabkan jumlah darah yang dialirkan ke seluruh tubuh meningkat, maka
jumlah oksigen yang dialirkan mealuli darah juga meningkat. Selain itu, olahraga
juga meningkatkan kapilaritas pembuluh darah, jumlah mitokondria, serta enzim
oksidatif yang berperan dalam peredaran oksigen di dalam darah (Holloszy 2008).

Hubungan Kebiasaan merokok dengan VO2 max


Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan VO2 max kelompok kantor
walaupun hubungannya cenderung bersifat negatif (r=-0.94, p=0.610). Hal yang
sama terdapat pada kelompok lapang, hubungan antara variabel cenderung negatif
namun tidak mencapai level signifikan (r=-0.120, p=0.513).
Hubungan yang negatif mengindikasikan adanya kecenderungan bahwa
semakin banyak jumlah rokok yang dihisap seseorang maka akan semakin rendah
VO2 max orang tersebut. Kecenderungan hubungan yang negatif pada penelitian
ini dapat diketahui pada tabulasi silang antara kebiasaan merokok dengan VO 2
max yang disajikan pada Lampiran 16 dan Lampiran 17. Penelitian Richard et al.
(2009) menunjukkan bahwa nilai VO2 kelompok perokok berat lebih rendah
secara signifikan dibandingkan kelompok perokok ringan dan sedang (p<0.01).
Penuruan VO2 max kemungkinan disebabkan oleh gangguan pada fungsi dan
perkembangan paru-paru sebagai dampak dari kebiasaan merokok. Selain itu
kadar karbon monoksida yang tinggi dalam darah dapat menyebabkan penurunan
kemampuan sel dalam mengikat oksigen. Karbon monoksida akan lebih mudah
terikat dengan hemoglobin (karboksi hemoglobin) dibandingkan dengan oksigen
(ASH 2013).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Subjek pada penelitian ini merupakan pegawai PT. Indocement di Citeureup


Bogor terdiri dari 32 subjek kelompok kantor dan 32 subjek kelompok lapang.
Sebagian besar subjek kantor (44%) dan subjek lapang (53%) termasuk dalam
kategori dewasa madya. Jumlah anggota keluarga subjek kantor adalah sebanyak
3.5 ± 1.9 orang, sedangkan jumlah anggota keluarga subjek lapang adalah
sebanyak 3.4 ± 2.1 orang. Seluruhsubjek pada kedua kelompok pegawai termasuk
dalam kategori tidak miskin.
2

Terdapat perbedaan aktivitas fisik kedua kelompok pegawai yang diteliti


(p<0.05). Sebagian besar subjek kantor (75%) memiliki aktivitas fisik ringan dan
kelompok lapang memiliki aktivitas fisik sedang (59.4%). Kebiasaan olahraga
kelompok kantor lebih baik dibandingkan dengan kelompok lapang.
Tidak terdapat perbedaan antara tingkat kecukupan energi, protein, lemak,
dan karbohidrat pada kedua kelompok (p>0.05), meskipun tingkat kecukupan
energi dan zat gizi pada kelompok lapang cenderung lebih baik dibandingkan
kelompok kantor.
Kedua kelompok subjek memiliki VO2 max yang tidak berbeda (p>0.05),
meskipun rata-rata VO2 max pada kelompok lapang lebih tinggi (24.4 ± 7.6)
dibandingkan dengan kelompok kantor (22.9 ± 7.5 mL/kg/mnt).
Hasil uji korelasi tidak menunjukkan adanya hubungan antara usia,
kebiasaan olahraga, IMT, aktivitas fisik, tingkat kecukupan zat gizi makro dengan
VO2 max pada kelompok kantor (p>0.05), sedangkan korelasi yang signifikan
ditemukan antara usia, kebiasaan olahraga, dan aktivitas fisik dengan VO2 max
pada kelompok lapang (p<0.05).
Secara keseluruhan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok
lapang memiliki tingkat kecukupan zat gizi, aktivitas fisik, status gizi, dan tingkat
kebugaran yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kantor.

Saran

Saran pada penelitian ini bagi pegawai adalah pegawai sebaiknya lebih
memperhatikan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi agar dapat memenuhi
kebutuhan gizi sehari-hari. Selain itu pegawai perlu meningkatkan kebugaran
dengan cara meningkatkan aktivitas fisik dengan meningkatkan pemanfaatan
fasilitas serta program kebugaran yang terdapat di PT. Indocement. Saran bagi
perusahaan agar perusahaan dapat menyediakan makanan pada waktu untuk
makanan selingan agar dapat membantu meningkatkan pemenuhan kebutuhan zat
gizi pegawai. Selain itu perusahaan sebaiknya menyediakan waktu tambahan bagi
pegawai untuk dapat melakukan aktivitas olahraga. Untuk mengetahui kebiasaan
makan dan aktivitas fisik subjek dengan lebih tepat diperlukan pengembangan
teknik recall makanan dan aktivitas.

DAFTAR PUSTAKA

[ASH] Action on Smoking and Health. 2013. Smoking, heart, and circullation
[internet]. [diacu 2014 September 1]. Tersedia dari: http://ash.org.uk
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Tenaga kerja [internet]. [diacu 2014 Agustus
20]. Tersedia dari: http://www.bps.go.id .
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2104. Jumlah dan persentase penduduk miskin, garis
kemiskinan, indeks kedalaman kemiskinan (P1), dan indeks keparahan
kemiskinan (P2) menurut ProvinsiMaret 2014 [internet]. [2014 September
20]. Tersedia dari: www.bps.go.id.
25

[CDC] Center of Disease Control. 2012. Physical activity [internet]. [diacu 2014
Agustus 20].Tersedia dari: http://www.cdc.gov.
. 2014. Body mass index. [internet]. [diacu 2014 Agustus
20]. Tersedia dari: http://www.cdc.gov
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Panduan
kesehatan olahraga bagi petugas kesehatan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.[internet]. [diacu 2014 Agustus 25]. Tersedia
dari:www.depkes.go.id
. 2005. Pedoman Tatalaksana Gizi Usia Lanjut untuk
Tenaga Kesehatan. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat Ditjen
Binkesmas
. 2009. Pedoman Pembinaan Kebugaran Jasmani Jemaah
Haji Bagi Petugas Kesehatan di Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jenderal
Bina Kesehatan Masyarakat.
[FAO] Food Association Organization. 2001. Human Energy Requirements. WHO
Technical Report Series, no. 724. Geneva (CH): World Helath Organization.
[Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. 2011. Strategi Nasional Penerapan
Pola Konsumsi Makanan dan Aktivitas Fisik untuk Mencegah Penyakit
Tidak Menular. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2014. Angka Kecukupan Gizi yang
Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Jakarta: Direktorat Bina Gizi, Direktorat
Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
Alamsyah RM. 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok dan
hubungannya dengan status penyakit periodontal remaja di Kota Medan
tahun 2007 [tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Betik AC, Hepple RT. 2008. Determinants of VO 2 max decline with aging: an
integrated perspective. Appl Physiol Nutr Metab.33(1):130-140. doi:
10.1139/H07-174.
D’Alessio P, Savino M, Santoro A, Gabrielli FA, Pisanello C, Natali R, Loperfido
F. 2007. Cardiorespiratory fitness and arterial stifness in sedentary and not
sedentary hypertensive workers. G Ital Med Lav Ergon. 3 :820-1.
Dabhadker K, Renu S, Aradhana S. 2013. Nutrition of coal mine workers: a case
study of Korba Coal Mine, Chhattisgarh). IJSTR. 5(2):278-287. doi:
22778616.
Doohan J. 2000. Cardiac output and blood preassure [internet]. [diacu 2014
Agustus 20]. Tersedia dari: http://www.biosbcc.net.
Duncan MJ, Hannah MB, William KM. 2010. Physical activity levels by
occupational category in non-metropolitan Australian adults. J Physcl Act
Health. 7-718-723.
Gibney MJ, Barrie M, Margett JMK, Leoney A. Palupi W, Erita AH, editor. 2005.
Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2

Greenberg JS, George BD, Barbee MO. 2004. Physical Fitness and Wellness:
Changing The Way You Look, Feel, and Perform. Illinois (US): Human
Kinetics.
Haff GG, Charles D. 2011. Laboratory Manual for Exercise Physiology. Illinois
(US): Human Kinetics.
Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan perencanaan asupan pangan. Bogor
(ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hoeger WWK, Sharon AH, Marie AB. 2001. Personal Nutrition Principles and
Labs for Fitness and Wellness. Belmont (US): Wadsworth.
Holloszy JO. 2008. Regulation by exercise of skeletal muscle content of
mitochondria and Glut 4. J Physiol Pharmacol. 7:5-18.
Huang G, Cheryl AG, Zung VT, Wwayne H. 2005. Controlled endurance exercise
training and VO2 max changes in older adults: a meta-analysis. Prev Cardio.
8(4):217-225. doi: 10.1111/j.0197-3118.2005.04324.x.
Hui SSC, Neil T, BrianT. 2005. Relationship between physical activity, fitness,
and CHD risk factors in middle-age Chinese. J Physic Activ Health. 3:307-
323.
Kachan DBS, John EL, Evelyn PD, Kristopher LA, William GL, Lora EF, Alberto
JCM, David JL. 2013. Nutrient intake and adherence to dietary
recommendations among US workers. J Occup Environ Med. 54(1): 101-
105. doi: 10.1097/JOM.0b013e31823ccafa.
Keytel L, Geodecke J, Noakes T. 2005. Prediction of energy expenditure from
heart rate monitoring during submaximal exercise. J sports Sci. 23(3):289-
297.
Kruger J, Yore MM, Ainsworth BE, Macera CA. 2006. Is participation in
occupational physical activity associated with lifestyle physical activity
levels?. J Occup Environ Med. 48(11):1143-1148.
La Monte MJ, Carolyn EB, Radim J, James BK, Timothy SC, Steven NB. 2005.
Cardiorespiratory fitness is inversely assosiated with the incidence of
metabolic syndrom: a prospective study of men and women. Circulation.
112:505-512. doi: 10.1161/CIRCULATIONAHA.104.503805.
Ledigwe HJ, Heidi MB, Laura KK, Mary KS, Jennifer DS, Beth CT, Barbara JR.
2006. Dietary energy density is associated with energy intake and weight
status in US adults. Am J Clin Nutr . 88 (6): 1362-1368
Leino-Arjas P, Solovieva S, Riihimaki H, Kirjonen J, Telama R. 2004. Leisure
time physicl activity and strenuousness of work as predictors of physical
functioning: a 28 year follow up of a cohort industrial employees. Occup
Environ Med. 61:1032-1038. doi: 10.1136/oem.2003.012054.
Mediawan S. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat aktivitas fisik
pegawai di Palang Merah DKI Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
27

Posner JD, McCully KK, Landsberg LA. 1995. Physical determinants of


independence in mature women. Arch Phys Med Rehabil.76:373–380.
Putri HP. 2011. Hubungan tingkat pengetahuan gizi dengan asupan zat gizi pada
body builder [Skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponogoro.
Ranjbar K, Maryam N, Meysam G. 2012. Relationship between anthropometric
factors, repiratory exchange ratio and energi expenditure with maximal
oxygen uptake among sedentary men. ZJMS. 16(6): 20-24.
Restiaty I. 2012. Pengukuran kebugaran jasmani bagi pegawai lingkungan
Kementerian Kesehatan RI [internet]. [diacu 2014 januari 5]. Tersedia
dari:http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/5253
Richard RS, Larry TW, Walker P, Brian A, Anthony R, Andrew SJ. 2009. The
effect of habitual smoking and measured and predicted VO2 max. J Physic
Activ Health. 6:667-673.
Rismayanthi C. 2012. Tes kebugaran jantung paru dengan metode rockport bagi
karyawan Dinas Kesehatan Provinsi DIY [internet]. diacu 2014 januari 5].
Tersedia dari: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/cerika-
rismayanthi-sor/tes-kebugaran-dinkes-2012-metode-rockport.pdf.
Sanada K, Kuchika T, Miyachi M. Effect of age on ventilatory threshold and peak
oxygen uptake normalised for regional skeletal muscle in Japanese men and
women aged 20-80 years. Eur J Appl Physiol. 99(5): 475-483.
Sartika I. 2012. Analisis gizi kerja karyawan crew plant dan crew mm pada PT
Cipta Kridatama Kontraktor PT Arutmin Indonesia Tambang Batulicin
[skripsi]. Jakarta(ID): Universitas Indonesia.
Setty P, Padmanabha BV, Doddamani BR. 2013. Correlation between obesity and
cardio respiratory fitness. Inn J Med Sci. 2(2): 300-304. Doi:
10.5455/ijmsph.2013.2.298-302
Silventoinen K, Takashi T, Pekka M, Ossi R, Eero L, Michikazu S, Tea L. 2013.
Occupational class differences in body mass index and weight gain in Japan
and Finland. J Epidemiol. 23(6):443–450. doi: 10.2188/jea.JE20130023.
Smith dan Baghrust AM, Baghrust KI. 1992. Public health implication of dietary
differences between social status and occupational category groups. J
Epidemiol Com Health. 46(4): 409-416.
Turner JS, Helms DB. 1991. Lifespan Development. Fort Worth (US): Harcourt
Brace.
Wareham NJ, Man-Yu W, Nicholas ED. 2000. Glucose intolerance and physical
inactivity: the relative importance of low habitual energy expenditure and
cardiorespiratory fitness. Am J Epidemiol. 152(2):132-139.
Wilborn C, Jacquelline B, Bill C, Travis H, Melyn G, Paul LB, Erika N, Jennifer
W, Richard K. 2005. Obesity:prevalence, theories, medical consequences,
management, and research directions. JISSN. 2:4-31. doi:10.1186/1550-
2783-2-2-4.
2

Wilmore JH, Costill DL. 2005. Physiology of Sport and Exercise. Dallas (US):
Human Kinetics.
29

Lampiran 1 Statistik deskriptif variabel kelompok kantor


Variabel Minimum Maksimum Rataan Std. Deviasi
Tingkat Kecukupan
46.00 107.00 75.09 19.49
Energi
Tingkat Kecukupan
45.00 126.00 86.97 17.32
Protein
Tingkat Kecukupan
12.00 49.00 24.41 7.69
Lemak
Tingkat Kecukupan
46.00 107.00 75.09 14.7
Karbohidrat
Aktivitas Fisik 1.46 2.00 1.65 0.13
VO2 Max 11.10 46.30 22.92 7.48
Kebiasaan Olahraga 0.00 420.00 160.31 118.01
IMT 17.78 29.30 23.51 3.09
Usia 19.00 56.00 40.34 12.34
Rokok 0.00 10.00 1.06 2.69
Pendapatan/kap 700000 8000000 2460006 1718286

Lampiran 2 Statistik deskriptif variabel kelompok lapang


Variabel Minimum Maksimum Rataan Std. Deviasi
Tingkat Kecukupan
36.00 120.00 73.38 19.49
Energi
Tingkat Kcukupan
44.00 127.00 82.38 17.32
Protein
Tingkat Kecukupan
8.00 44.00 22.16 7.69
Lemak
Tingkat Kecukupan
23.00 89.00 44.19 14.70
Karbohidrat
Aktivitas Fisik 1.50 2.36 1.89 0.13
VO2 Max 12.00 44.00 24.44 7.48
Kebiasaan Olahraga 0.00 840 89.06 118.01
IMT 17.18 29.30 22.58 3.09
Usia 19.00 54 36.22 12.34
Rokok 0.00 17.00 3.22 5.25
Pendapatan/kap 3120000 5000000 1906300 1192130
3

Lampiran 3 Sebaran subjek kantor berdasarkan usia dan VO2 max


VO2 Max Kurang Cukup Sedang Sangat
Baik Total %
Usia n % n % n % n %
Remaja 0 0.0 1 100.0 0 0.0 0 0.0 1 100
Dewasa muda 3 42,9 3 42,9 1 14,3 0 0.0 7 100
Dewasa madya 7 50.0 6 42.9 0 0.0 1 7.1 14 100
Dewasa lanjut 3 30.0 4 40.0 3 30.0 0 0.0 10 100
Total 13 40.6 14 43.8 4 12.5 1 3.1 32 100

Lampiran 4 Sebaran subjek kantor berdasarkan IMT dan VO2 max


VO2 Max Kurang Cukup Sedang Sangat Baik
Total %
n % n % n % n %
IMT
Kurus 1 50.0 1 50.0 0 0 0 0 2 100
Normal 5 26.3 10 52.6 3 15.8 1 5.3 19 100
Gemuk 4 66.7 2 33.3 0 0.0 0 0.0 6 100
Obes 3 60.0 1 20.0 1 20.0 0 0.0 5 100
Total 13 40.6 14 43.8 4 12.5 1 3.1 32 100

Lampiran 5 Sebaran subjek lapang berdasarkan IMT dan VO2 max


VO2 Max Kurang Cukup Sedang Baik
Total %
n % n % n % n %
IMT
Kurus 1 50.0 1 50.0 0 0 0 0 2 100
Normal 6 24.0 15 60.0 3 12.0 1 4.0 25 100
Gemuk 0 0.0 1 50.0 1 50.0 0 0.0 2 100
Obes 2 66.7 1 33.3 0 0.0 0 0.0 3 100
Total 9 28.1 18 56.2 4 12.5 1 3,1 32 100

Lampiran 6 Sebaran subjek kantor berdasarkan TKE dan VO2 max


VO2 Max Kurang Cukup Sedang Sangat Baik
Total %
n % n % n % n %
TKE
Defisit berat 6 35.3 9 52.9 1 5.9 1 5.9 17 100
Defisit sedang 2 40.0 1 20.0 2 40.0 0 0.0 5 100
Defisit ringan 2 66.7 1 33.3 0 0.0 0 0.0 3 100
Normal 3 50.0 3 50.0 0 0.0 0 0.0 6 100
Lebih 0 0.0 0 0.0 1 100.0 0 0.0 1 100
Total 13 40.6 14 43.8 4 12.5 1 3.1 32 100
31

Lampiran 7 Sebaran subjek lapang berdasarkan TKE dan VO2 max


VO2 Max Kurang Cukup Sedang Baik
Total %
n % n % n % n %
TKE
Defisit berat 2 20.0 5 50.0 3 30.0 0 0.0 10 100
Defisit sedang 2 25.0 6 75.0 0 0.0 0 0.0 8 100
Defisit ringan 3 42.9 3 42.9 1 14.3 0 0.0 7 100
Normal 2 28.6 4 57.1 0 0.0 1 14.3 7 100
Total 9 28.1 18 56.2 4 12.5 1 3.1 32 100

Lampiran 8 Sebaran subjek kantor berdasarkan TKP dan VO2 max


VO2 Max Kurang Cukup Sedang Sangat Baik
Total %
n % n % n % n %
TKP
Defisit berat 2 22.2 7 77.8 0 0.0 0 0.0 9 100
Defisit sedang 2 33.3 2 33.3 2 33.3 0 0.0 6 100
Defisit ringan 5 71.4 2 28.6 0 0.0 0 0.0 7 100
Normal 4 44.4 3 33.3 1 11.1 1 11.1 9 100
Lebih 0 0.0 0 0.0 1 100.0 0 0.0 1 100
Total 13 40.6 14 43.8 4 12.5 1 3.1 32 100

Lampiran 9 Sebaran subjek lapang berdasarkan TKP dan VO2 max


VO2 Max Kurang Cukup Sedang Baik
Total %
n % n % n % n %
TKP
Defisit berat 1 14.3 4 57.1 2 28.6 0 0.0 7 100
Defisit sedang 1 25.0 3 75.0 0 0.0 0 0.0 4 100
Defisit ringan 1 16.7 3 50.0 1 16.7 1 16.7 6 100
Normal 6 46.2 6 46.2 1 7.7 0 0.0 13 100
Lebih 0 0.0 2 100.0 0 0.0 0 0.0 2 100
Total 9 28.1 18 56.2 4 12.5 1 3.1 32 100

Lampiran 10 Sebaran subjek kantor berdasarkan TKL dan VO2 max


VO2 Max Kurang Cukup Sedang Sangat Baik
Total %
n % n % n % n %
TKL
Kurang 4 286 7 50.0 3 21.4 0 0.0 14 100
Normal 6 46.2 6 46.2 0 0.0 1 7.7 13 100
Lebih 3 60.0 1 20.0 1 20.0 0 0.0 5 100
Total 13 40.6 14 43.8 4 12.5 1 3.1 32 100
3

Lampiran 11 Sebaran subjek lapang berdasarkan TKL dan VO2 max


VO2 Max Kurang Cukup Sedang Baik
Total %
n % n % n % n %
TKL
Kurang 4 33.3 6 50.0 2 16.7 0 0.0 12 100
Normal 2 15.4 8 61.5 2 15.4 1 7.7 13 100
Lebih 3 42.9 4 57.1 0 0.0 0 0.0 7 100
Total 9 28.1 18 56.2 4 12.5 1 3.1 32 100

Lampiran 12 Sebaran subjek kantor berdasarkan TKK dan VO2 max


VO2 Max Kurang Cukup Sedang Sangat Baik
Total %
n % n % n % n %
TKK
Kurang 10 43.5 10 43.5 2 8.7 1 4.3 23 100
Normal 3 50.0 2 33.3 1 16.7 0 0.0 6 100
Lebih 0 0.0 2 66.7 1 33.3 0 0.0 3 100
Total 13 40.6 14 43.8 4 12.5 1 3.1 32 100

Lampiran 13 Sebaran subjek lapang berdasarkan TKK dan VO2 max


VO2 Max Kurang Cukup Sedang Baik
Total %
n % n % n % n %
TKK
Kurang 5 25.0 12 60.0 3 15.0 0 0.0 20 100
Normal 4 33.3 6. 50.0 1 8.3 1 8.3 12 100
Total 9 28.1 18 56.2 4 12.5 1 3.1 32 100

Lampiran 14 Sebaran subjek kantor berdasarkan aktivitas fisik dan VO2 max
VO2 Max Kurang Cukup Sedang Sangat Baik
Total %
n % n % n % n %
Aktivitas
Ringan 10 41.7 10 41.7 4 16.7 0 0.0 24 100
Sedang 3 37.5 4 50 0 0.0 1 12.5 8 100
Total 13 40.6 14 43.8 4 12.5 1 3.1 32 100

Lampiran 15 Sebaran subjek kantor berdasarkan kebiasaan olahraga dan VO2


max
VO2 Max Kurang Cukup Sedang Sangat Baik
Total %
n % n % n % n %
Olahraga
Kurang 5 55.6 4 44.4 0 0.0 0 0.0 9 100
Baik 8 34.8 10 43.5 4 17.4 1 4.3 23 100
Total 13 40.6 14 43.8 4 12.5 1 3.1 32 100
33

Lampiran 16 Sebaran subjek kantor berdasarkan kebiasaan merokok dan VO2


max
VO2 Max Kurang Cukup Sedang Sangat Baik
Total %
n % n % n % n %
Rokok
Bukan 10 37.0 12 44.4 4 14.8 1 3.7 27 100
Ringan 3 60.0 2 40.0 0 0.0 0 0.0 5 100
Total 13 40.6 14 43.8 4 12.5 1 3.1 32 100

Lampiran 17 Sebaran subjek lapang berdasarkan kebiasaan merokok dan VO2


max
VO2 Max Kurang Cukup Sedang Baik
Total %
n % n % n % n %
Rokok
Bukan 7 33.3 10 47.6 3 14.3 1 4.8 21 100
Ringan 0 0.0 5 83.3 1 16.7 0 0.0 6 100
Sedang 2 40.0 3 60.0 0 0.0 0 0.0 5 100
Total 9 28.1 18 56.2 4 12.5 1 3.1 32 100

Lampiran 18 Hasil uji beda variabel


Variabel p
IMT 0.176
Tingkat kecukupan energi 0.703
Tingkat kecukupan protein 0.322
Tingkat kecukupan lemak 0.354
Tingka kecukupan karbohidrat 0.476
Aktivitas fisik 0.000
Kebiasaan olahraga 0.002
Kebiasaan merokok 0.044

Lampiran 19 Hasil uji hubungan Spearman variabel kelompok kantor dengan VO2
max
Variabel Koefisien korelasi (r) p
Usia -0.336 0.060
IMT -0.277 0.124
Tingkat kecukupan energi -0.179 0.327
Tingkat kecukupan protein -0.086 0.640
Tingkat kecukupan lemak -0.162 0.377
Tingka kecukupan karbohidrat -0.061 0.739
Aktivitas fisik 0.112 0.542
Kebiasaan olahraga 0.153 0.403
Kebiasaan merokok -0.940 0.610
3

Lampiran 20 Hasil uji hubungan Spearman variabel kelompok lapang dengan


VO2 max
Variabel Koefisien korelasi (r) p
Usia -0.648 0.000
IMT -0.285 0.114
Tingkat kecukupan energi -0.130 0.480
Tingkat kecukupan protein -0.174 0.340
Tingkat kecukupan lemak -0.210 0.248
Tingka kecukupan karbohidrat -0.043 0.815
Aktivitas fisik 0.585 0.000
Kebiasaan olahraga 0.416 0.018
Kebiasaan merokok -0.120 0.513

Lampiran 21 FormulirPar-Q & You

Lingkarilah jawaban yang anda pilih

1. Pernahkah anda mendengar dokter yang mengatakan bahwa


anda menderita suatu kelainan jantung ? Ya/ Tidak

2. Apakah anda seringkali mengalami nyeri dada atau nyeri di


jantung anda?
Ya/ Tidak

3. Seringkah anda merasa akan pingsan atau mengeluh rasa pusing


kepala yang agak parah ? Ya/ Tidak

4. Pernahkah dokter memberitahukan kepada anda bahwa tekanan


darah anda terlalu tinggi ? Ya/ Tidak

5. Pernahkah dokter memberitahu kepada anda bahwa anda mengidap


suatu masalahpersendian atau tulang ? Ya/ Tidak

6. Apakah anda membawa serta obat-obat berdasarkan resep, seperti


obat untuk kelainanjantung, tekanan darah tinggi , diabetes ? Ya/ Tidak

7. Apakah terdapat suatu alasan fisik yang belum disebutkan diatas


bahwa anda seharusnya tidak boleh mengikuti suatu program aktivitas
fisik ? Ya/ Tidak
35

Lampiran 22 Kuesioner penelitian

KUESIONER
AKTIVITAS FISIK, DAN TINGKAT KEBUGARAN KARDIORESPIRATORI PT INDOCEMEN

1. Tanggal Wawancara : 2014


2. Enumerator :
3. No.Responden :
4. Nama lengkap Responden :
5. No. Telpon/Hp :
6. Alamat tempat tinggal :

7. Divisi/bagian :

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
3

A. ANTROPOMETRI

1. Umur :
2. TB : 3. BB :

4. IMT B. SOSIAL/EKONOMI

1. Jumlah Anggota Keluarga :.........orang


2. Pendapatan rata-rata/ bulan : Rp

B1. Kebiasaan Merokok


1. Apakah Anda merokok ? a. Ya b. Tidak
2. Kapan Anda mulai merokok?
3. Berapa banyak konsumsi rokok Anda? per hari/minggu/bulan*
4. Jika Anda telah berhenti merokok, kapan Anda berhenti
merokok?
*: lingkari salah satu

B2. Kebiasaan Olahraga

1. Apakah anda biasa melakukan olahraga? A. Ya b. Tidak


2. Berapa kali anda berolahraga dalam 1 minggu? kali
3. Berapa lama rata-rata waktu tiap berolahraga? menit
4. Jenis olahraga yang sering dilakukan
37

FOOD RECALL 1x24 JAM (HARI KERJA)

Nama : Hari, Tanggal :

Waktu Menu Bahan Jumlah (URT) Sisa


Pagi
(06.00-09.00)

Selingan pagi
(09.00-12.00)

Siang
(12.00-15.00)

Sore
(15.00-17.00)

Malam
3

RECALL AKIVITAS FISIK 1x24 JAM ( HARI KERJA)

Nama : Hari, Tanggal :

Waktu Jenis aktivitas Durasi


39

FOOD RECALL 1x24 JAM (HARI LIBUR)

Nama : Hari, Tanggal :

Waktu Menu Bahan Jumlah (URT) Sisa


Pagi
(06.00-09.00)

Selingan pagi
(09.00-12.00)

Siang
(12.00-15.00)

Sore
(15.00-17.00)

Malam
4

RECALL AKIVITAS FISIK 1x24 JAM ( HARI LIBUR)

Nama : Hari, Tanggal :

Waktu Jenis aktivitas Durasi


41

RIWAYAT HIDUP

Kharisma Tamimi merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan


Zainal Arifin dan Ria Dewi. Penulis lahir di Tangerang pada tanggal tiga
november 1992. Penulis menempuh pendidikan di SMAN 4 Bogor. Selama masa
SMA penulis pernah menjadi peserta Olimpiade Kimia di Akademi Kimia
Analisis Bogor dan melanjutkan studi di Departemen Gizi Masyarakat Institut
Pertanian Bogor pada tahun 2010 melalui Jalur Undangan Masuk IPB (USMI).
Selama masa kuliah, penulis mengikuti organisasi Music Agricultural
Expression (MAX!!) serta menjadi Sekretaris Divisi Musik pada tahun 2012-
2013. Penulis pernah terlibat dalam kepanitiaan acara di IPB seperti Art
Collaboration and Revolutionary Action dan Nutrition Fair 2013.
Penulis pernah menjadi asisten praktikum Matakuliah Ekologi Pangan dan
Gizi tahun 2014. Penulis melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Profesi di
Pekalongan selama dua bulan pada tahun 2013. Penulis melaksanakan Internship
Dietetic selama 3 minggu di RSUD Pasar Rebo Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai