ABSTRAK
Prestasi tim sepak bola Indonesia semakin menurun saat ini. Kurangnya
prestasi yang dicapai oleh suatu kesebelasan sepakbola dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satunya kondisi fisik. Penelitian ini bertujuan menganalisis
faktor-faktor yang berhubungan dengan kebugaran atlet. Studi cross sectional
dilakukan pada atlet sepak bola di PPOP DKI Jakarta. Data primer dikumpulkan
dari 22 atlet. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar atlet memiliki
pengetahuan gizi sedang (54.5%), status gizi atlet normal (90.9%), tingkat
kecukupan energi defisit berat (81.8%), persen kontibusi protein defisit berat
(100%), persen kontribusi lemak defisit berat (31.8%), persen kontribusi
karbohidrat defisit berat (86.4%), tingkat kecukupan kalsium defisit (100%),
tingkat kecukupan zat besi normal (68.2%), tingkat kecukupn vitamin A normal
(100%), tingkat kecukupan vitamin C defisit (100%), dan tingkat kebugaran cukup
(63.64%). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan terdapat hubungan positif
antara persen kontribusi lemak dengan tingkat kebugaran (p<0.05), dan hubungan
negatif antara status gizi dengan tingkat kebugaran (p<0.05).
Kata kunci: pengetahuan gizi, status gizi, tingkat kebugaran, tingkat kecukupan
gizi
ABSTRACT
Latar Belakang
Sepakbola merupakan olahraga yang dimainkan oleh dua regu yang masing-
masing terdiri dari 11 pemain, dan satu tim biasa disebut dengan kesebelasan. (Nosa
dan Faruk 2013). Berbagai pertandingan diselenggarakan baik dari skala daerah
hingga skala nasional untuk mencapai prestasi olahraga yang semakin membaik
(Faruq 2008). Indonesia pernah memiliki prestasi sepak bola yang baik (Handoko
2008). Namun prestasi tim sepak bola Indonesia semakin menurun saat ini.
Kurangnya prestasi yang dicapai oleh suatu kesebelasan sepakbola dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya permasalahan internal atau
manajemen tim, penguasaan teknik yang dimiliki para pemain, penerapan taktik
strategi yang kurang tepat, dan kondisi fisik (Nosa dan Faruk 2013).
Minat menjadi pemain sepak bola nasional juga dimiliki oleh anak-anak
Indonesia. Tempat sudah tersedia bagi siapa saja anak negeri yang ingin dan sudah
berprestasi di sepak bola, yaitu di klub-klub dan di sekolah khusus. Sekolah khusus
untuk usia anak-anak bertujuan untuk menyiapkan calon-calon atlet yang
mempunyai kemampuan handal di cabang olahraga sepak bola (Handoko 2008).
Anak yang masuk ke sekolah tersebut tergolong dalam usia remaja. Remaja
merupakan peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa (Efendi dan Makhfudli
2009). Masa remaja juga akan mengalami fase pubertas ditandai oleh beberapa
perubahan diantaranya perubahan fisik. Perubahan fisik pada remaja saat pubertas
yaitu, pertambahan tinggi badan yang cepat, perkembangan seks sekunder,
perkembangan organ-organ reproduksi, perubahan komposisi tubuh, dan stamina
tubuh (Batubara 2010). Sehingga penting pada saat usia remaja untuk memulai
membentuk kekuatan dan stamina yang baik. Kekuatan dan stamina tubuh pada
remaja dapat diukur dengan menggunakan indikator kebugaran.
Kebugaran dapat dikategorikan baik apabila seseorang memiliki
kemampuan tubuh dalam melakukan pekerjaan sehari-hari tanpa adanya kelelahan
yang berlebihan, dan masih memiliki cadangan tenaga yang dapat digunakan untuk
menikmati waktu luang dengan baik (Pujiastuti dan Utomo 2003). Kebugaran
dipengaruhi aktivitas fisik, status gizi, dan status kesehatan (Rafsanjani dan
Nurhayati 2014). Status gizi adalah keadaan tubuh akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi (Almatsier 2009). Status gizi dipengaruhi oleh asupan
energi dan zat gizi. Asupan energi dan zat gizi yang cukup sangat dibutuhkan untuk
mencapai ketahanan fisik dan kondisi tubuh yang prima (Adawiyyah 2012).
Kecukupan gizi individu merupakan jumlah masing-masing zat gizi yang
dianjurkan agar dapat hidup sehat yang diperoleh dari makanan atau minuman
(Basir 2008). Kecukupan energi dan zat gizi yang tidak terpenuhi dapat
menyebabkan seseorang kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja, dan
melakukan aktivitas fisik, sehingga dapat menurunkan produktivitas (Almatsier
2009).
Berbekalkan latar belakang diatas, maka peneliti ingin menganalisis
hubungan antara pengetahuan gizi, kecukupan gizi, dan status gizi dengan
kebugaran atlet sepak bola di PPOP DKI Jakarta
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
METODE PENELITIAN
Sampel pada penelitian ini adalah atlet yang terdaftar di PPOP DKI Jakarta,
dan sedang menerima pendidikan dan pembinaan. Sampel didapatkan dengan cara
mengambil total populasi yang merupakan atlet pada cabang olahraga sepak bola.
Jumlah populasi pada cabang olahraga sepak bola di PPOP DKI Jakarta adalah 22
atlet.
Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dari contoh melalui pengukuran lansung dan menyebarkan
kuesioner, serta melalui hasil test kebugaran yaitu tes balke yang dilakukan. Data
primer ini meliputi data karakteristik contoh, data pengetahuan gizi, antropometri
berupa berat badan dan tinggi badan, konsumsi pangan, dan tingkat kebugaran yang
berupa hasil test balke. Sedangkan data sekunder yang dibutuhkan yaitu jumlah
siswa dan gambaran umum mengenai PPOP DKI Jakarta.
Pengolahan dan Analisis Data
Karakteristik Subyek
Pengetahuan Gizi
Pengukuran pengetahuan gizi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
pengetahuan subjek terhadap gizi. Pengukuran pengetahuan gizi dilakukan dengan
menggunakan kuesioner yang terdiri dari pertanyaan sebanyak 25 soal. Jawaban
dari setiap soal diberi nilai dengan menggunakan sistem angka yang kemudian
dipersentasekan dengan skor jawaban total. Menurut Khomsan (2000), rentang nilai
skor pengetahuan gizi dikategorikan menjadi kurang (<60), sedang (60-80), dan
baik (>80). pengetahuan gizi atlet sebagian besar tergolong sedang dengan
persentase 54.5%. Rata-rata skor yang diperoleh yaitu 59.01±12.091. Menurut
Mariani (2002) menyatakan bahwa kurangnya pengetahuan akan gizi dapat
mengakibatkan sesorang salah dalam memilih bahan dan cara penyajian. Namun,
apabila seseorang dengan pengetahuan gizi yang baik biasanya dapat
mempraktikan pola makan sehat agar terpenuhi kebutuhan gizinya, dan mencapai
gizi yang optimal. Pengetahuan tentang gizi bermanfaat bagi atlet, karena dapat
memberikan keuntungan diantaranya memberikan informasi terkait pemilihan
bahan pangan yang sesuai kebutuhan energi dan merupakan dasar utama bagi
penampilan prima seorang atlet pada saat melakukan berbagai aktivitas fisik,
misalnya pada saat latihan, bertanding, dan saat pemulihan, baik setelah latihan
maupun setelah bertanding. Berikut sebaran atlet berdasarkan pengetahuan gizi
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Sebaran subjek berdasarkan pengetahuan gizi
Jumlah
Pengetahuan Gizi
n (%)
Kurang (< 60 %) 10 45.5
Sedang (60-80%) 12 54.5
Total 22 100
Rata-rata ± SD 59.01±12.091
Konsumsi Pangan
Status Gizi
Kebugaran
UJI HUBUNGAN
Korelasi mengukur kekuatan dari hubungan linear antar sepasang variabel. Hasil
dari analisis berupa koefisien korelasi dan hubungan signifikansi untuk masing-masing
variabel. Koefisien korelasi (r) menunjukkan kekuatan hubungan. Nilai r bervariasi
antara -1 hingga +1, dimana apabila suatu semakin mendekati +1 maka hubungan
antara dua variabel tersebut semakin kuat dalam arah positif, apabila bernilai mendekati
-1 maka hubungannya besifat kuat dalam arah negatif. Sedangkan apabila nilai
mendekati 0 maka berarti tidak ada hubungan linear (Bewick 2013).
Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Kecukupan Gizi
Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, hubungan antara pengetahuan gizi
dengan tingkat kecukupan energi, tingkat kecukupan lemak, tingkat kecukupan
karbohidrat, dan tingkat kecukupan kalsium adalah positif, sedangkan hubungan
antara pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan besi,
tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan vitamin C adalah negatif dengan
kekuatan yang lemah atau dapat diabaikan, dan nilai p menunjukkan tidak ada
hubungan yang signifikan (p>0.05). Hasil ini sesuai dengan penelitian Mawaddah
dan Hardiansyah (2008) yang menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan
antara tingkat kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.
Hasil ini juga sesuai dengan penelitian Imaddudin (2012) yang menunjukkan
hubungan yang tidak signifikan antara pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan
energi (p=0.326, r= -0.209), artinya semakin baiknya tingkat pengetahuan gizi tidak
berhubungan dengan penurunan tingkat kecukupan energinya. Hal ini diduga
karena tidak hanya pengetahuan gizi saja yang mempengaruhi konsumsi. Ada
faktor-faktor lain yang mempengaruhi konsumsi gizi seseorang, seperti uang saku,
dan kebiasaan makan. Meskipun tingkat pengetahuan gizi baik dan diikuti dengan
praktek gizi yang baik namun belum tentu atlet mengetahui jumlah kebutuhan gizi
masing-masing secara pasti.
Tabel 6 Hubungan pengetahuan gizi dengan kecukupan gizi
Pengetahuan Gizi
Kecukupan Gizi
r p
Energi 0.172 0.445
Protein -0.239 0.285
Lemak 0,010 0.966
Karbohidrat 0.247 0.267
Kalsium 0.108 0.632
Besi -0.078 0.731
Vitamin A -0.086 0.702
Vitamin C -0.053 0.816
Simpulan
Saran
Sebagian besar pola konsumsi atlet masih perlu ditingkatkan, karena belum
memenuhi tingkat kecukupan energi dan zat gizi yang dianjurkan khusus bagi atlet.
Atlet sebaiknya mengonsumsi makanan yang telah disediakan oleh pihak PPOP dan
tidak memilih-milih dalam mengonsumsi makanan. Pendidikan gizi yang baik juga
sangat diperlukan bagi atlet dalam usaha untuk mencapai pengetahuan gizi dalam
yang pengaturan diet yang optimal. Gizi yang optimal akan sangat mempengaruhi
performa dan kebugaran atlet dalam olahraga.
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyyah AR. 2012. Analisis hubungan antara kecukupan gizi dan status gizi
dengan tingkat kebugaran mahasiswa IPB [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Amelia IN, Syauqy A. 2014. Hubungan antara asupan energi dan aktivitas fisik
dengan persen lemak tubuh pada wanita peserta senam aerobik. Journal of
Nutrition College 3(1): 200-205.
Arisman. 2016. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.
Basir. 2008. Tingkat pengetahuan gizi, sikap dan asupan zat gizi pada dewasa awal
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Batubara JRL. 2010. Adolescent development (perkembangan remaja). Sari
Pediatri. 12 (1): 21-29.
Bewick V, Liz C, Jonathan B. 2003. Statistic review 7: Correlation and regression.
Critical care. 7:451-459.
Citra A. 2015. Hubungan Intensitas Latihan, Status Gizi dan Tingkat Kecukupan
Zat Gizi dengan Tingkat Kebugaran pada Mahasiswi Ukm Beladiri
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Damayanti RA, Muniroh L, Farapti. 2016. Perbedaan tingkat kecukupan zat gizi
dan riwayat pemberian asi ekslusif pada balita stunting dan non stunting.
Jurnal Media Gizi Indonesi. 11(1): 61-69.
Desmita. 2005. Psikologi perkembangan. Bandung (ID) : PT remaja Rosdakarya.
Efendi F, Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan Praktik
dalam Keperawatan. Jakarta (ID): Salemba Medika.
Faruq MM. 2008. Meningkatkan Kebugaran Jasmani melalui Permainan dan
Olahraga Sepak Bola. Jakarta (ID): Gramedia Widiasarana Indonesia.
Fikawati S, Syafiq A, Puspasari P. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Asupan Kalsium pada Remaja di Kota Bandung. Jurnal Kedokteran Trisakti
Universa Medicina. 24(1): 1-19.
Gibson RS. 2005. Principles of Nutrition Assesment. New York: Oxford University
Press.
Griwijoyo S. 2006. Ilmu Kesehatan Olahraga (Sport Medicine). Bandung (ID):
FPOK Uiversitas Pendidikan Indonesia.
Handoko A. 2008. Sepak Bola Tanpa Batas. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Imadudin MAH. 2012. Hubungan antara karakteristik atlet, tingkat kecukupan gizi
dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet taekwondo di SMA Ragunan
Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan
Dasar 2013. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
[Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pedoman Gizi
Olahraga Prestasi. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Lingga L. 2010. Health Secret of Pepper. Jakarta (ID): Elex Media Komputindo
Mariani. 2002. Hubungan pola asuh makan, konsumsi pangan dan status gizi anak
balita [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mawaddah N, Hardiansyah. 2008. Pengetahuan, sikap, dan praktek gizi serta
tingkat konsumsi ibu hamil di kelurahan kramat jati dan kelurahan ragunan
propinsi DKI Jakarta. Jurnal Gizi dan Pangan. 30(1): 30-42.
Nosa AS, Faruk M. 2013. Survei tingkat kebugaran jasmani pada pemain persatuan
sepakbola Indonesia lumakang. Jurnal Prestasi Olahraga. 1(1): 1-8.
Nurcahyo H. 2008. Ilmu Kesehatan Jilid II. Jakarta (ID): Depdiknas.
Prakoso DP, Hartoto S. 2015. Pengukuran tingkat kebugaran jasmani terhadap
siswa yang mengikuti ekstrakurikuler bolavoli di sma dr.soetomo Surabaya.
Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. 3 (1): 9-13.
Pujiastuti, Utomo. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta (ID): EGC.
Putri CDC. 2010. Faktor determinan kesegaran jasmani pada remaja putri di SMA
negeri 2 semarang [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Rafsanjani R, Nurhayati F. 2014. Hubungan antara status gizi dan kebiasaan
berolahraga dengan tingkat kebugaran jasmani. Jurnal Pendidikan
Olahraga dan Kesehatan. 2 (1): 30 – 33.
Riyadi H. 2007. Diktat Mata Kuliah Gizi Olahraga. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor
Soraya D. 2017. Hubungan pengetahuan gizi, tingkat kecukupan zat gizi, dan
aktivitas fisik dengan status gizi guru SMPN 1 Dramaga Bogor [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): EGC
Widiastuti PA, Kushartanti BMW, Kandarina BJI. 2009. Pola makan dan
kebugaran jasmani altet pencak silat selama pelatihan daerah pekan
olahraga nasional XVII provinsin Bali tahun 2008. Jurnal Gizi Klinik
Indonesia 6(1): 13-20.
Wijayanti N. 2017. Fisiologi Manusia dan Metabolisme Zat Gizi. Malang: UB
Press.
Zulfa NN. 2014. Analisis biaya konsumsi pangan dan hubungannya dengan tingkat
kecukupan gizi taruna akademi imigrasi, Depok, Jawa Barat.[Skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.