Anda di halaman 1dari 8

Sport and Nutrition Journal

Vol 1 No 1 - Juni 2019 (19-26)


https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/spnj/

HUBUNGAN STATUS GIZI, TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT


GIZI DENGAN KECEPATAN PADA ATLET HOCKEY KOTA SURABAYA
Nur Amin1, Yanesti Nur Avianda Lestari2*
1
Program Studi Ilmu Keolahragaan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Ngudi Waluyo, Ungaran, Kab.
Semarang, Jawa Tengah
2
Program Studi S1 Gizi, Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakan, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas
Negeri Semarang, Kota Semarang, Jawa Tengah
email : yanestinur.al@gmail.com
ABSTRAK
Permainan hoki diketahui merupakan permainan yang membutuhkan banyak energi, dimana para
pemain hoki dituntut untuk memiliki tingkat kondisi fisik yang baik yang ditunjang dengan pemenuhan
kebutuhan energi dan zat gizi optimal agar mampu mencapai prestasi yang optimal selama pertandingan.
Tujuan penelitian ini untuk mengkaji tentang gambaran status gizi serta tingkat kecukupan energi dan zat
gizi dan menganalisis korelasinya dengan kecepatan atlet hoki Kota Surabaya. Penelitian crosss sectional
pada 20 orang atlet hoki laki-laki Kota Surabaya yang dilaksanakan di Gelanggang Olahraga (GOR) Dwi
Utomo, Gresik, Jawa Timur. Pengukuran yang dilakukan pada penelitian ini meliputi berat badan, tinggi badan,
IMT, tingkat kecukupan energi dan zat gizi makro dan mikro, serta kecepatan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa status gizi IMT/U tidak berkorelasi secara signifikan terhadap kecepatan atlet hoki (p=0,266). Rata-
rata tingkat kecukupan asupan energi maupun zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, kalium, magnesium,
natrium, kalsium, dan zat besi) tidak berkorelasi secara signifikan terhadap performa kecepatan atlet hoki
(p=0,820; 0,409; 0,711; 0,491; 0,825; 0,650; 0,360; 0,789; dan 0,161). Simpulan penelitian ini adalah
status gizi IMT/U serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi tidak berkaitan dengan kecepatan atlet hoki.

Kata Kunci : status gizi, asupan, kecepatan, hoki



ABSTRACT
As known hockey game was a game that required a lot of energy, where the hockey players were
required to have a good level of physical condition that was supported with the energy and nutrient needs
optimally to be able to achieve optimal performance during the game. The purpose of this study to assess the
nutritional status as well as the adequacy of energy and nutrients and analyze its correlation with the speed
of Surabaya hockey athletes. Crosss sectional study in 20 male Surabaya hockey athletes were held in Dwi
Utomo Sport Arena, Gresik, East Java. Measurements were carried out in the study include body weight and
height, BMI, and energy adequacy level of macro and micronutrients, as well as speed. The results shows that
the nutritional status (BMI for age) not significantly correlated to the speed of hockey athletes (p = 0.266). The
average level of adequacy of energy and nutrients (carbohydrates, protein, fat, potassium, magnesium, sodium,
calcium, and iron) did not correlate significantly with the performance of the speed of hockey athletes (p =
0.820; 0.409; 0.711; 0.491; 0, 825; 0.650; 0.360; 0.789; and 0.161). It was concluded that the nutritional status
(BMI for age) as well as the adequacy of energy and nutrients are not related to the speed of hockey athletes.

Key words : nutritional status, adequacy, speed, hockey

© 2019 Universitas Negeri Semarang

19
Sport and Nutrition Journal, Vol. 1, No. 1, Juni 2019: 19-26

PENDAHULUAN descriptive dengan menggunakan rancangan


Hockey atau hoki merupakan salah satu crosss sectional yang dilakukan pada atlet hoki
cabang olahraga permainan yang dilakukan Kota Surabaya yang dilaksanakan di Gelanggang
secara tim/beregu. Masing-masing tim dalam Olahraga (GOR) Dwi Utomo, Gresik, Jawa Timur.
permainan hockey terdiri dari sebelas orang Pada penelitian ini, hanya dilakukan pengukuran
pemain. Permainan hockey merupakan olahraga antropometri dan wawancara tentang pola makan
permainan yang hampir sama dengan olahraga atlet hoki yang kemudian dinilai hubungannya
sepak bola, dimana permainan ini memiliki dengan kecepatan atlet hoki.
gaya permainan yang cepat terutama saat Subjek penelitian ini adalah atlet hoki laki-
mengumpan bola, sedikit mengolah bola dan laki dari berbagai klub hoki Kota Surabaya yang
membutuhkan kecepatan tinggi untuk berlari tergabung dalam tim hoki Provinsi Jawa Timur.
ke arah gawang lawan serta kecepatan dan Subjek penelitian diambil menggunakan teknik
ketepatan memasukkan bola ke gawang lawan. total sampling sejumlah 20 orang (Sugiyono,
Permainan hockey menggunakan stick dan bola 2012).
berukuran kecil yang dimainkan dengan cara Status gizi subjek penelitian ditentukan
didorong atau dipukul. Adapun pemain hockey menggunakan indikator IMT/U (Indeks Massa
dalam melakukan permainan dituntut memiliki Tubuh berdasarkan Usia). IMT dihitung
kondisi fisik dan psikologi yang baik (Azwar, dari berat badan hasil penimbangan subjek
2007). penelitian (kg) dan pengukuran tinggi badan (m)
Permainan hockey diketahui merupakan yang dikuadratkan. Penimbangan berat badan
permainan yang membutuhkan banyak energi, subjek penelitian mengggunakan timbangan
dimana para pemain hockey dituntut untuk digital merk Omron dengan ketelitian 0,1
memiliki tingkat kondisi fisik yang baik agar kg, serta menggunakan microtoiose dengan
mampu mencapai prestasi yang optimal selama kapasitas ukur 2 meter dan ketelitian 0,1 cm
pertandingan. Adapun kondisi fisik yang optimal untuk mengukur tinggi badan. Adapun hasil
selama bertanding tidak akan tercapai apabila pengukuran IMT kemudian dikaitkan dengan
tidak didukung dengan asupan energi dan zat gizi parameter usia subjek penelitian dan dinilai
yang memadai. Asupan zat gizi yang seimbang berdasarkan skor-Z (SD). Nilai skor-Z kemudian
dapat mempengaruhi penampilan seorang atlet dikategorikan menjadi 5 kelompok yaitu sangat
pada saat pertandingan (Heather, et al., 2006). kurus (< -3SD); kurus (> -3SD s/d < -2SD); normal
Atlet yang kebutuhan asupan energi dan zat (> -2SD s/d 1 SD); gemuk (> 1SD s/d 2SD); dan
gizinya kurang atau berlebih dapat memberikan obesitas (> 2SD) (Kemenkes RI, 2011).
efek yang kurang baik bagi fungsi fisiologis Rata-rata asupan energi dan zat gizi
tubuh. Kecukupan zat gizi, terutama karbohidrat, diperoleh dari hasil wawancara dengan subjek
lemak, dan protein sebagai sumber energi penelitian menggunakan kuesioner semi-FFQ
sangat berkaitan erat dengan pola konsumsi (Food Frequency Questionnaire) dengan rentang
atlet (Irianto, 2007). Adapun seorang atlet yang waktu 30 hari kebelakang (30 days past). Hasil
tidak terpenuhi kecukupan energi dan zat gizinya wawancara tersebut kemudian dikonversikan
melalui tatalaksana gizi yang baik maka latihan dalam bentuk satuan kalori/hari untuk rata-rata
atlet akan menjadi terhambat (Giriwijoyo & asupan energi dan satuan gram/hari untuk rata-
Sidik, 2012). Beberapa titik kritis yang banyak rata asupan zat gizi (karbohidrat, lemak, protein,
ditemui pada atlet seperti: makan dalam jumlah kalium, magnesium, natrium, kalsium, dan zat
yang tidak cukup, tidak tahu berapa yang harus besi) yang kemudian dibandingkan dengan AKG
dimakan, tidak mengkonsumsi kalori yang (Angka Kecukupan Gizi) dan dikalikan 100%
cukup, memilih makanan secara tidak seimbang menggunakan rumus :
dan benar, tidak tahu banyak tentang gizi, dan
asupan energi tidak sesuai untuk kompetisi
(Purba, 2007). Oleh karena itu, perlu adanya
Tingkat kecukupan energi dan zat gizi
penelitian yang bertujuan untuk mengkaji tentang
kemudian dikategorikan menjadi 3 kelompok
gambaran status gizi serta tingkat kecukupan
yaitu defisit (<80% AKG); adekuat (80-110%
energi dan zat gizi dan menganalisis korelasinya
AKG); dan berlebih (>110% AKG) (Widyakarya
dengan kecepatan atlet hoki Kota Surabaya.
Nasional Pangan dan Gizi, 2012).

Kecepatan subjek penelitian diukur
METODE PENELITIAN
melalui tes lari jarak pendek (sprint) 50 meter
Penelitian ini bersifat correlational
pada lintasan lurus dan datar yang telah

20
Nur Amin, Yanesti Nur Avianda Lestari / Hubungan Status Gizi, Tngkat Kecukupan Energi, dan Zat Gizi...

ditentukan, dan waktu (detik) tempuh jarak menggunakan uji Spearman’s Correlation
lari diukur menggunakan stopwatch. Adapun dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05)
waktu sebagai nilai hasil pengukuran kemudian (Uyanto, 2009).
diklasifikasikan menjadi 5 kategori bertingkat
yaitu sangat kurang, kurang, sedang, baik, dan HASIL DAN PEMBAHASAN
sangat baik. 1. Karakteristik Subjek Penelitian
Analisis data hasil penelitian dianalisis Subjek dalam penelitian ini merupakan
menggunakan SPSS 16.0 for windows. Data atlet hoki Kota Surabaya yang tergabung
umur, berat badan, tinggi badan, IMT/U, rata-rata dalam tim inti hoki yang mewakili Provinsi
asupan energi dan zat gizi (karbohidrat, lemak, Jawa Timur sebanyak 20 atlet yang seluruhnya
protein, kalium, magnesium, natrium, kalsium, berjenis kelamin laki-laki. Subjek penelitian
dan zat besi), serta kecepatan subjek penelitian merupakan atlet pelajar yang masih berusia
dianalisis secara deskriptif dan disajikan remaja dengan rentang usia antara 14-
dalam bentuk tabel. Hubungan antara status 17 tahun. Karakteristik subjek penelitian
gizi serta rata-rata asupan energi dan zat gizi secara lengkap disajikan pada Tabel 1 dan 2.
terhadap kecepatan subjek penelitian dianalisis

Hasil pengukuran antropometri subjek Hasil penelitian ini bertentangan dengan


penelitian di lapangan, menunjukkan bahwa penelitian yang dilakukan tahun 2014 pada 100
berat badan subjek penelitian berkisar antara orang atlet lari internasional berjenis kelamin
37,5 kg sampai dengan 63 kg sedangkan tinggi laki-laki (lari jarak 100 meter hingga lari maraton)
badannya berkisar antara 144 cm sampai sepanjang tahun 1996-2011, yang menyatakan
dengan 174 cm. Adapun hasil penilaian status bahwa kecepatan menunjukkan asosiasi yang
gizi menggunakan indikator IMT/U menunjukkan signifikan dengan berat badan dan IMT (r=0,71),
bahwa sebagian besar subjek penelitian memiliki namun hanya sedikit berkorelasi dengan tinggi
status gizi normal (85%) atau yang berada pada badan (r=0,39) (Sedeaud, et al., 2014). Penelitian
rentang skor-z > -2SD s/d 1 SD. Meskipun serupa yang dilakukan pada tahun 2017 pada 46
masih terdapat subjek penelitian yang memiliki orang atlet universitas (cricket, sepakbola, hoki,
status gizi gemuk dan obesitas (10% dan 5%). dan bola tangan) di India juga menunjukkan
hasil yang berbeda dengan penelitian ini.
2. Hubungan Status Gizi dengan Penelitian tersebut menyatakan bahwa IMT
Kecepatan menunjukkan korelasi negatif yang signifikan
Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan kecepatan atlet (r=0,752; p=0,0001).
status gizi tidak berkorelasi secara signifikan Semakin tinggi nilai IMT seorang atlet maka
terhadap kecepatan atlet hoki yang ditunjukkan kemampuan kecepatan larinya akan semakin
dengan nilai p > 0,05 (p=0,266). Hal ini dikaitkan menurun. IMT merupakan indikator yang mampu
dengan sebagian besar subjek penelitian yang menggambarkan komposisi tubuh melalui berat
memiliki status gizi nomal tidak menunjukkan badan dan tinggi badan yang pada akhirnya akan
hasil tes kecepatan lari sprint 50 meter yang baik mampu mengidentifikasi status gizi seseorang.
dan sangat baik. Berdasarkan hasil penelitian, Adapun indikator berat badan dalam perhitungan
hanya 10% subjek penelitian yang memiliki IMT yang merupakan faktor penentu korelasi
status gizi normal yang menujukkan hasil kuat antara IMT dengan kecepatan seseorang,
tes kecepatan yang baik sedangkan sisanya dimana semakin berat bobot tubuh seseorang
hanya menunjukkan hasil tes dengan kategori maka semakin rendah performa kecepatan
kurang dan sedang (35% da 45%). Hubungan yang dimiliki (Dhapola & Verma, 2017).
status gizi dengan kecepatan subjek penelitian
disajikan secara lengkap pada Tabel 2.

21
Sport and Nutrition Journal, Vol. 1, No. 1, Juni 2019: 19-26

22
Nur Amin, Yanesti Nur Avianda Lestari / Hubungan Status Gizi, Tngkat Kecukupan Energi, dan Zat Gizi...

Atlet hoki yang menjadi subjek penelitian sebagian besar subjek penelitian yang rata-
ini merupakan atlet pelajar yang berasal dari rata tingkat kecukupan asupannya berlebih
beberapa klub hoki yang ada di Kota Surabaya, justru menunjukkan performa kecepatan yang
antara lain Airlangga Hockey Club, Al-Azhar sedang hingga baik. Hubungan rata-rata tingkat
Hockey Club, Badrussalam Hockey Club, Bima kecukupan energi dan zat gizi (karbohidrat,
UNESA Hockey Club, Dharmawangsa Hockey protein, lemak, kalium, magnesium, natrium,
Club, Farmasi Hockey Club, Kalam Kudus kalsium, dan zat besi) dengan kecepatan subjek
Hockey Club, Ittaquu Hockey Club, Libels penelitian disajikan secara lengkap pada Tabel 2.
Hockey Club, Persit Hockey Club, Sixteen Hasil peneitian ini sejalan dengan
Hockey Club, Sewelas Hockey Club dan penelitian yang dilakukan tahun 2017 pada atlet
Spemda Hockey Club. Federasi Hoki Indonesia renang yang berusia 13- 18 tahun di Klub Renang
(FHI) Jawa Timur kemudian melakukan TCS dan PPLOP Semarang sebanyak 30 orang,
seleksi atlet dari seluruh klub hoki yang ada yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan
di Kota Surabaya untuk membentuk tim hoki signifikan antara tingkat kecukupan asupan
pada tingkat Provinsi. Adanya seleksi untuk energi dan lemak terhadap kebugaran jasmani
membentuk tim yang baru membuat atlet dari (termasuk kecepatan) (p=0,269 dan p=0,054)
berbagai klub hoki beradaptasi terhadap jenis (Setiaputri, Rahfiludin, & Suroto, 2017). Adapun
dan pola latihan yang mungkin saja berbeda asupan zat gizi yang hampir semuanya defisit
dengan yang dilakukan pada klub sebelumnya. pada atlet hoki dalam penelitian ini dikarenakan
Perbedaan jenis dan pola latihan yang berbeda tidak tersedianya ahli gizi pada perhimpunan atlet
dari setiap klub hoki inilah yang diduga menjadi hoki tersebut. Berdasarkan wawancara dengan
salah satu faktor tidak signifikannya hasil subjek penelitian, mereka hanya diberikan uang
penelitian ini. Selain berat badan dan tinggi untuk membeli makanan sendiri pada saat tidak
badan yang menentukan IMT seorang atlet yang sedang melakukan pertandingan, sedangkan
kemudian juga akan menentukan kemampuan pada saat pertandingan, mereka mengkonsumsi
kecepatan seorang atlet, faktor latihan dan makanan yang sudah disediakan oeh katering.
aktivitas fisik juga menjadi faktor lainnya yang Akan tetapi, hal tersebut kurang sesuai dengan
mempengaruhi kemampuan dan performa prinsip perhitungan kebutuhan asupan zat
kecepatan seorang atlet. Perbedaan aktivitas gizi, dikarenakan kebutuhan zat gizi setiap
fisik setiap atlet hoki yang menjadi subjek individu berbeda-beda dan harus ada yang
penelitian juga diduga menjadi penyebab tidak menghitungkan kebutuhan tersebut, yaitu ahli gizi.
signifikannya hasil penelitian. Usia atlet yang Kurangnya manajemen penyelenggaraan
masih remaja serta aktivitas sekolah beserta makanan bagi atlet hoki pada akhirnya akan
ekstrakurikuler yang spesifik dan berbeda-beda berdampak pada pemenuhan kebutuhan energi
tentu akan mempengaruhi kondisi fisik yang dan zat gizi. Tingkat kecukupan asupan energi
akan berdampak pada performa kecepatan dan zat gizi menjadi tidak terkontrol yang
terutama pada saat tes kecepatan dilakukan. pada jangka waktu panjang akan berpengaruh
terhadap status gizi atlet, dimana status gizi
3. Hubungan Rata-Rata Tingkat atlet tentu akan menentukan kondisi fisiologis
Kecukupan Asupan dengan Kecepatan serta performa atlet baik saat latihan maupun
Hasil analisis menunjukkan bahwa rata- bertanding. Atlet hoki yang menjadi subjek
rata tingkat kecukupan asupan, baik asupan penelitian merupakan atlet hoki usia remaja
energi maupun zat gizi (karbohidrat, protein, yang merupakan masa pertumbuhan optimal
lemak, kalium, magnesium, natrium, kalsium, serta fase paling produktif dalam perkembangan
dan zat besi) tidak berkorelasi secara signifikan kemampuan motorik atlet. Selain itu atlet remaja
terhadap performa kecepatan subjek penelitian. juga memiliki aktivitas fisik yang sangat padat
Hal ini dikaitkan dengan sebagian besar subjek yaitu aktivitas sekolah, kegiatan ekstrakurikuler
penelitian yang rata-rata tingkat kecukupan energi maupun kegiatan di luar sekolah, ditambah
dan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, kalium, dengan aktivitas latihan rutin. Hal ini tentu
natrium, kalsium, dan zat besi) yang defisit justru membutuhkan asupan energi maupun zat gizi yang
menunjukkan hasil tes kecepatan lari sprint 50 lebih besar dibandingkan dengan usia lainnya.
meter yang sedang hingga baik . Hal berkebalikan Adapun telah disebutkan sebelumnya
ditunjukkan pada hasil analisis hubungan antara pula bahwa IMT dan berat badan memiliki
rata-rata tingat kecukupan asupan magnesium korelasi yang signifikan terhadap kecepatan
dengan kecepatan yang menunjukkan bahwa atlet. Jika atlet hoki memiliki berat badan

23
Sport and Nutrition Journal, Vol. 1, No. 1, Juni 2019: 19-26

berlebih tentu akan menghasilkan nilai IMT yang ini akan memicu mobilisasi lemak ebih cepat yang
tinggi pula sehingga performa kecepatannya kemudian akan mengakibatkan kelelahan pada
akan mengalami penurunan. Di sisi lain jika atlet tubuh atlet yang pada akhirnya akan berdampak
hoki memiliki berat badan yang kurang memang pada penurunan perforrma atlet. Metabolisme
akan menghasilkan nilai IMT yang rendah tetapi lemak menjadi energi tidak hanya membutuhkan
bukan berarti atlet tersebut pasti menunjukkan oksigen dalam jumlah yang banyak tetapi juga
performa kecepatan yang sangat baik, karena membutuhkan proses yang lebih panjang
semakin rendah nilai IMT menunjukkan dibandingkan dengan karbohidrat. Oleh karena
status gizi yang kurang sehingga tentu akan itu, jika hal ini terjadi pada seorang atlet yang
menurunkan performa. Hal ini diperkuat dengan tidak mendapat cukup asupan lemak, tentunya
hasil penelitian yang dilakukan tahun 2017 pada penurunan performa akan terjadi lebih cepat
pemain sepakbola berusia 9-12 tahun di Sekolah dibandingkan dengan atlet yang asupannya
Sepak Bola Sinar Harapan, Tulangan, Sidoarjo, terpenuhi sesuai kebutuhan (Primana,
Jawa Timur yang menyatakan bahwa tingkat 2000); (Damayanti, 2000); (Irianto, 2007).
kecukupan energi dan lemak menunjukkan Berbeda dengan karbohidrat dan lemak,
korelasi yang signifikan terhadap status protein hanya diperlukan sebanyak 3–5%
gizi atlet sepak bola (Amin & Lestari, 2017). sebagai sumber energi selama latihan maupun
Atlet secara mutlak membutuhkan bertanding selebihnya protein memiliki fungsi
pemenuhan energi yang sesuai dengan untuk perbaikan jaringan tubuh yang rusak,
kebutuhan untuk menjaga massa jaringan tubuh sebagai bahan pembangun/pembentuk jaringan
(massa lemak dan bebas lemak), sistim imunitas tubuh yang baru, merupakan prekursor berbagai
tubuh, fungsi reproduksi serta performa optimal hormon dan enzim untuk proses metabolism
atlet (Kandarina, 2007). Adapun pemenuhan tubuh (FIFA, 2005); (Almatsier, 2009).
energi sesuai dengan kebutuhan dapat ditentukan Adapun asupan protein yang tidak memenuhi
dari kualitas maupun kuantitas bahan makanan kebutuhan akan meningkatkan risiko cedera
yang dikonsumsi atlet, kondisi fisik, latihan pada jaringan otot atlet baik selama latihan
serta aktivitas fisik yang dilakukan atlet tersebut atau pada saat bertanding (Husaini, 2000).
(Sitorus, 2009). Tidak hanya energi, terpenuhinya Dalam kondisi cadangan glikogen otot dan
kebutuhan karbohidrat pada atlet juga pada liver sudah sangat menipis serta penggunaan
akhirnya akan mempengaruhi performa atlet baik lemak yang sudah mencapai batas, protein
saat latihan maupun bertanding. Karbohidrat mungkin akan dimobilisasi sebagai sumber
berperan sebagai sumber energi selama energi melalui proses glukoneogenesis yaitu
latihan maupun bertanding. Asupan karbohidrat proses konversi asam amino hasil pemecahan
berkaitan dengan pengaturan kadar gula darah molekul protein menjadi glukosa yang kemudian
dan simpanan glikogen dalam otot maupun liver, akan dimetabolisme untuk menghasilkan energi.
dimana gula darah maupun simpanan glikogen Apabila hal ini terjadi dalam jangka waktu yang
akan berdampak pada laju produksi energi lama, tentu fungsi utama protein akan mengalami
(Karyamitha & Adhi, 2012); (Irawan, 2007). penurunan sehingga akan meningkatkan risiko
Sama halnya dengan karbohidrat, lemak cedera dan hambatan recovery pada atlet.
merupakan salah satu sumber energi yang penting Tingginya mobilisasi protein sebagai sumber
selama latihan maupun bertanding, dimana energi juga akan memperberat kinerja ginjal
mobilisasi penggunaan lemak sebagai sumber karena adanya produk sisa metabolism protein
energi tergantung dari durasi dan intensitas yaitu nitrogen yang harus dikeluarkan melalui
latihan yang dilakukan. Latihan yang dilakukan urin. Oleh karena itu, seorang atlet haruslahh
dalam durasi panjang disertai dengan intensitas tercukupi kebutuhan energi, karbohidrat
tinggi selain membutuhkan karbohidrat sebagai dan lemaknya untuk mencegah mobilisasi
sumber energi juga membutukan lemak sebagai protein sebagai sumber energi pengganti
sumber energi tambahan. Adapun pada saat karbohidrat maupun lemak (Irawan, 2007).
tubuh mengalami penurunan cadangan glikogen Pemenuhan zat gizi mikro terutama
otot dan liver, lemak kemudian dimobilisasi untuk mineral juga memainkan peranan penting
dijadikan sumber energi, namun penggunaan dalam menunjang performa atlet selama
lemak sebagai sumber energi akan menguras latihan maupun bertanding. Kalsium memiliki
lebih banyak oksigen dibandingkan karbohidrat peranan penting dalam proses pertumbuhan
daam proses metabolisme energi. Jika asupan cepat (growth spurt) terutama bagi atlet yang
karbohidrat tidak mencukupi kebutuhan, kondisi sedang dalam usia remaja atau dalam masa

24
Nur Amin, Yanesti Nur Avianda Lestari / Hubungan Status Gizi, Tngkat Kecukupan Energi, dan Zat Gizi...

pertumbuhan. Kalsium berperan penting dalam PENUTUP


pertumbuhan tulang dan gigi, serta memegang Berdasarkan hasil penelitian tersebut
peran penting pula dalam menjaga denyut dapat diambil kesimpulan yaitu atlet hoki Kota
jantung, kontraksi relaksasi otot serta sebagai Surabaya memiliki karakteristik (usia, berat
faktor penentu dalam pembekuan darah. Adapun badan, tinggi badan, status gizi IMT/U, rata-
kekurangan asupan kalsium dalam jangka waktu rata tingkat kecukupan asupan energi dan zat
lama akan meningkatkan risiko osteoporosis gizi, serta kecepatan) yang bervariasi. Status
yang tentunya akan sangat menurunkan gizi IMT/U serta rata-rata tingkat kecukupan
performa atlet (Yusni & Amiruddin, 2015). asupan energi dan zat gizi atlet hoki tidak
Zat besi merupakan salah satu mineral berkorelasi dengan performa kecepatan. Oleh
yang juga sangat penting dalam menunjang karena itu, sebagai rekomendasi pada institusi
performa atlet. Salah satu fungsi zat besi yang menaungi cabang olahraga hoki Kota
yang penting sebagai penunjang performa Surabaya dapat memberikan ahli gizi supaya
atlet adalah sebagai kofaktor enzim dalam kebutuhan asupan energi dan zat gizi atlet
metabolisme energi. Kecukupan asupan zat terpenuhi sesuai kebutuhan. Selain itu, pada
besi akan mampu meningkatkan efisiensi atlet hoki rekomendasi yang dapat diberikan
laju metabolime energi, sehingga tubuh tidak berupa saran untuk adanya peningkatan
akan mengalami kekurangan energi karena kebugaran jasmani atlet (terutama kecepatan)
dapat terbentuk cepat dengan bantuan zat supaya adapat meningkatkan prestasi.
besi (Guyton & Hall, 2007). Apabila atlet Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya
mengalami kekurangan zat besi, laju metabolism sebaiknya dapat dilakukan penelitian serupa
akan terganggu sehingga akan memiccu namun lebih memperdalam kajiannya dengan
penumpukan asam laktat yang pada akhirnya menambahkan aktivitas fisik atlet sebagai
akan meningkatkan rasa lelah (Nuraini, 2010). salah satu variabel penelitian yang dikaji.
Selain itu zat besi berperan sebagai penyusun
hemoglobin yang merupakan alat pengangkut UCAPAN TERIMAKASIH
oksigen ke seluruh tubuh. Jika seorang atlet Penulis mengucapkan terimakasih
tidak terpenuhi asupan zat besi, tentunya akan kepada atlet hoki Kota Surabaya yang telah
mengalami gangguan dalam sistem transportasi bersedia menjadi subjek penelitian. Selain itu,
oksigen ke seluruh tubuh, khususnya pada peneliti juga berterimakasih serta memberikan
jaringan otot maupun paru-paru sehingga akan apresiasi sebesar-besarnya kepada para
berdampak pada penurunan suplai oksigen ke enumerator yang telah bersedia membantu
otot dan penurunan nilai VO2 maks yang pada peneliti dalam mengumpulkan data penelitian.
akhirnya akan berdampak pada kelemahan
otot dan kelelahan serta mengakibatkan DAFTAR PUSTAKA
penurunan performa atet selama latihan Almatsier, S. (2009). Prinsip dasar ilmu gizi.
maupun bertanding (McMurray & Ondrak, 2008). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Natrium, kalium, dan magnesium Amin, N., & Lestari, Y. (2017). Relationship
merupakan komponen mineral yang berperan of energy and nutrients adequacy
penting dalam menjaga keseimbangan cairan on nutritional status of football
elektrolit tubuh yang tentu sangat berperan players aged 9-12 years. Proceeding
dalam menunjang performa atlet. Natrium, of Surabaya International Health
kalium dan magnesium juga merupakan Conference (pp. 527-534). Surabaya:
kofaktor dalam berbagai reaksi metabolisme Universitas Nadhlatul Ulama Surabaya.
dalam tubuh terutama metabolisme energi Azwar, S. (2007). Sikap manusia
(Kapsprzak, Biernacki, Nowak, Zielinski, Kusy, & teori dan pengukurannya.
Rejewski, 2006). Terpenuhinya asupan mineral Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
tersebut tentu akan mengoptimakan proses Damayanti, D. (2000). Prokontra “carbohydrate
metabolisme energi yang pada akhirnya akan loading”. In D. K. Masyarakat, Pedoman
dapat meningkatkan performa atlet selama Pelatihan Gizi Olahraga untuk Prestasi
latihan maupun saat bertanding. Magnesium (pp. 27-36). Jakarta: Departemen
merupakan kation terbanyak yang terdapat dalam Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.
cairan intraseluler, dimana magnesium memiliki Dhapola, M. S., & Verma, B. (2017).
peran penting dalam siklus asam sitrat dan Relationship of body mass index
proses glikolisis karbohidrat (Moughan, 1999). with agility and speed. International

25
Sport and Nutrition Journal, Vol. 1, No. 1, Juni 2019: 19-26

Journal of Physical Education, Boca Raton: CRC Press.


Sports and Health, 4(2), 313-315. Moughan, R. (1999). Role of micronutrients
FIFA. (2005). Nutrition for football. in sport and physical activity. British
Switzerland: FIFA. Medical Bulletin, 55(3), pp. 683-690.
Giriwijoyo, H. Y., & Sidik, D. Z. (2012). Nuraini, R. (2010). Hubungan tingkat konsumsi
Ilmu kesehatan olahraga. zat besi dan vitamin c dengan
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. kesegaran jasmani anak sekolah
Guyton, A., & Hall, J. (2007). Buku ajar fisiologi dasar. Jurnal Kesehatan, 3(1), 48–57.
kedokteran, (edisi 11). Jakarta: ECG. Primana, D. (2000). Penggunaan lemak dalam
Heather, et al. (2006). Practical application olahraga . Dalam Ditjen Kesehatan
in sports nutrition. Masssachusetts, Masyarakat dan Ditjen Gizi Masyarakat,
USA: Jones and Bartlett Publisher. Pedoman pelatihan gizi olahraga untuk
Husaini. (2000). Kebutuhan protein untuk prestasi (pp. 43-47). Jakarta: Departemen
berprestasi optimal. Dalam Ditjen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.
Kesehatan Masyarakat dan Ditjen Purba, M. B. (2007). Pengaruh kebiasaan
Gizi Masyarakat, Pedoman pelatihan makan terhadap prestasi atlet. Short
gizi olahraga untuk prestasi (pp. 38- Course Nutrition and Sport, 13-
43). Jakarta: Departemen Kesehatan 14 April. Yogyakarta: Magister Gizi
dan Kesejahteraan Sosial RI. Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM.
Irawan, M. (2007). Nutrisi, energi, dan Sedeaud, A., Marc, A., Marck, A., Dor, F.,
performa olahraga. Polton Sport Schipman, J., Dorsey, M., et al. (2014).
Science & Performance Lab, 1(4), 1-12. BMI, a performance parameter for speed
Irianto, D. P. (2007). Panduan gizi lengkap improvement. PLOS ONE, 9(2), 1-7.
keluarga dan olahragawan. Setiaputri, K., Rahfiludin, M., & Suroto. (2017,
Yogyakarta: CV. Andi Offset. Juli). Hubungan konsumsi zat gizi,
Kandarina, B. (2007). Sport nutrition. Short persentase lemak tubuh dan aktivitas
Course Short Course Gizi dan fisik dengan kebugaran jasmani
Olahraga. Yogyakarta: Magister Gizi pada atlet renang. Jurnal Kesehatan
Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM. Masyarakat (e-Journal), 5(3), 166-174.
Kapsprzak, Z., Biernacki, J., Nowak, A., Zielinski, Sitorus, R. (2009). Makanan sehat dan
J., Kusy, K., & Rejewski, R. (2006). bergizi. Bandung: Yrama Widya.
Assessment of intake of essensial Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuantitatif
nutrients, vitamins and minerals and kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
selected indices of nutritional status Uyanto, S. S. (2009). Pedoman analisis
in short distance runners. Studies in data dengan SPSS Edisi
Physical Culture and Tourism, 13, 141-44. 3. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Karyamitha, N., & Adhi, K. (2012). Tingkat Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. (2012).
kecukupan gizi, aktivitas fisik, dan status Pemantapan ketahanan pangan dan
gizi atlet remaja putra sekolah menengah perbaikan gizi berbasis kemandirian
atas (SMA) negeri di Kota Denpasar dan kearifan lokal. Jakarta: Lembaga
tahun 2011. Medicina, 43(2), 95-102. Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Kemenkes RI. (2011). Standar antropometri Yusni, & Amiruddin. (2015). Pemenuhan
penilaian status gizi anak. kebutuhan kalsium dan besi atlet
Jakarta: Direktorat Bina Gizi. sepak bola junior Banda Aceh.
McMurray, R., & Ondrak, K. (2008). Jurnal Sport Pedagogy, 5(2), 1-4.
Energi expenditure of athletes.

26

Anda mungkin juga menyukai