Anda di halaman 1dari 10

Nama : Shalma Friska

Nim : 2110512120001
Program Studi : Agroekoteknologi
Mata Kuliah : Teknologi Produksi Benih dan Bibit Tanaman

Viabilitas dan Vigor Tanaman Cabai

Pengertian Vigor dan Viabilitas

Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala
pertumbuhan atau gejala metabolisme. Viabilitas benih dapat diukur dengan tolak
ukur daya berkecambah (germination capacity). Perkecambahan benih adalah
muncul dan berkembangnya struktur terpenting dari embrio benih serta kecambah
tersebut menunjukkan kemampuan untuk berkembang menjadi tanaman normal
pada kondisi lingkungan yang menguntungkan. Viabilitas benih menunjukkan daya
hidup benih aktif secara metabolik dan memiliki enzim yang dapat mengkatalis
reaksi metabolik yang diperlukan untuk perkecambahan dan pertumbuhan
kecambah. Viabilitas perkecambahan benih mencerminkan kemampuan benih
untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman normal pada kondisi lingkungan
yang optimum (Silva et al., 2017).
Vigor benih adalah kemampuan benih menghasilkan tanaman normal pada
lingkungan yang kurang memadai (suboptimum), dan mampu disimpan
padakondisi simpan yang sub optimum. Vigor adalah sejumlah sifat-sifat benih
yang mengidikasikan pertumbuhan dan perkembangan kecambah yang cepat dan
seragam pada cakupan kondisi lapang yang luas. Vigor benih untuk tumbuh secar
aspontan merupakan landasan bagi kemampuan tanaman mengabsorpsi sarana
produksi secara maksimal sebelum panen. Juga dalam memanfaatkan unsur sinar
matahari khususnya selama periode pengisian dan pemasakan biji. Cakupan vigor
benih meliputi aspek-aspek fisiologis selama proses perkecambahan dan
perkembangan kecambah (Danuarti, 2015).
Pengertian Tanaman Cabai

Cabai (Capsicum frutescens) merupakan komoditas yang memiliki nilai


ekonomi yang tinggi. Daerah-daerah sentra pertanaman cabai di Indonesia tersebar
mulai dari Sumatera Utara sampai Sulawesi Selatan dengan rata-rata total produksi
cabai di sentra pertanaman berkisar 841.015 ton per tahun. Secara umum
pertumbuhan tanaman cabai melalui dua fase yaitu fase vegetatif dan fase generatif,
masa vegetatif berkisar antara umur 0-40 hari setelah tanam (HST). Pada masa
vegetatif pertumbuhanya cenderung mengarah pada perkembangan batang dan
perakaran, sementara pada fase generatif berlangsung antara umur 40-5- hari
setelah tanam hingga tanaman cabai berhenti berbuah. Pada fase generatif
cenderung digunakan untuk pembungaan, pembuahan, pengisian buah,
perkembangan buah, dan pematangan buah. Dalam budidaya cabai selalu
menghadapi kendala. Salah satunya adalah penyakit tanaman, diantara penyakit
tanaman tersebut, penyakit Fusarium sp. merupakan penyakit yang sering dijumpai
di pertanaman cabai. Penyakit tersebut berperan penting dalam menurunkan
produksi cabai (Nurzannah & Bakti, 2014).

Jurnal Viabilitas dan Vigor Cabai

Jurnal 1 : Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih


Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)
Penelitian ini dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
Faktorial (RALF) dengan dua faktor. Faktor pertama ialah metode ekstraksi
yang digunakan yaitu ekstraksi kering (E1) dan ekstraksi basah (E2) sedangkan
faktor kedua ialah penggunaan 3 genotipe (CRUB2 (G1), CRUB3 (G2),
CRUB4 (G3)) dan 1 varietas (Manteb (G4)). Pada penelitian ini digunakan 4
genotipe uji cabai rawit yaitu CRUB2 (G1), CRUB3 (G2), CRUB4 (G3) dan
varietas Manteb (G4), dengan metode ekstraksi yang digunakan yaitu ekstraksi
kering (E1) dan ekstraksi basah (E2). Maka diperoleh hasil :
a. Viabilitas dan Vigor benih
Viabilitas Benih Pada pengamatan kedua, perlakuan ekstraksi dan
genotipe memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap potensial tumbuh
maksimum benih. Disisi lain, perlakuan genotipe juga memberikan pengaruh
yang nyata terhadap laju perkecambahan benih. Selain itu juga terdapat
interaksi antar perlakuan pada variabel daya berkecambah. Potensial tumbuh
maksimum tertinggi terdapat pada perlakuan E2 dan G3 (Tabel 2). Diduga
benih dengan perlakuan E2 lebih dapat mempertahankan mutu fisiologis
selama masa simpan karena tidak adanya kulit dan daging buah yang
menyelimuti benih sehingga laju deteriorasi dapat terhambat. Kolo dan Tefa
(2016) menyatakan benih yang disimpan pada lingkungan yang kurang
menguntungkan maka viabilitas dan vigor benihnya menurun karena laju
respirasi berjalan cepat. Disisi lain G3 yang menunjukan potensial tumbuh
maksimum tertinggi diduga memiliki kandungan endosperma yang lebih tinggi
dibandingkan genotipe lain. Darmawan (2014) kandungan endosperma
berhubungan dengan kemampuan biji melakukan imbibisi dan ketersediaan
energi kimiawi potensial bagi biji.
Jurnal 2 : Pengaruh Konsentrasi Auksin Dalam Hydropriming Benih Cabai
yang Berbeda Tingkat Kadaluarsa Terhadap Viabilitas Benih
Pada penelitian ini menggunakan benih cabai merah kadaluarsa varietas
Ciko dengan tingkat kadaluarsa 4 bulan (DB 74%), 8 bulan (DB 71%), dan 12
bulan (DB 69%) dengan Faktor pertama adalah konsentrasi auksin dengan
empat taraf yaitu K0= 0 g L-1 air, K1= 2 g L-1 air, K2= 4 g L-1 air, dan K3= 6
g L-1 air. Faktor kedua yaitu tingkat kadaluarsa (T) yang terdiri dari tiga taraf
yaitu T1= 4 bulan, T2= 8 bulan dan T3= 12 bulan.
a. Pengaruh Tingkat Kadaluarsa yang Berbeda Terhadap Tolok Ukur
Viabilitas dan Vigor Benih Cabai (Capsicum annuum L.)

Menunjukkan bahwa nilai potensi tumbuh maksimum tertinggi akibat


perlakuan tingkat kadaluarsa yang berbeda dijumpai pada tingkat kadaluarsa 4
bulan (T1) yaitu 88,00% yang berbeda nyata dengan perlakuan tingkat
kadaluarsa 8 bulan (T2) dan 12 bulan (T3). Selanjutnya daya berkecambah
tertinggi dijumpai pada tingkat kadaluarsa 4 bulan (T1) yaitu 81,00% yang
berbeda nyata dengan perlakuan tingkat kadaluarsa 12 bulan (T3) namun
berbeda tidak nyata dengan perlakuan tingkat kadaluarsa 8 bulan (T2).
Perlakuan tingkat kadaluarsa 4 bulan memberikan hasil yang lebih baik
pada peningkatan persentase potensi tumbuh maksimum sebesar 88,00% dan
daya berkecambah sebesar 81,00% dibanding dengan perlakuan tingkat
kadaluarsa 8 bulan dan 12 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama
tingkat kadaluarsa benih, akan menghasilkan nilai viabilitas dan vigor benih
yang kecil. Peningkatan umur kadaluarsa yang diikuti dengan rendahnya daya
hidup benih disebabkan oleh ketidaknormalan fisiologis dan perubahan
struktur benih, yang meliputi perubahan-perubahan pada protoplasma, inti sel,
mitokondria, plastid ribosom dan lisosom. Adanya perubahan-perubahan
tersebut mengakibatkan terjadinya kemunduran benih. Menurut Ernawati et al.
(2017) kemunduran benih beragam, baik antar jenis, antar varietas, antar lot,
bahkan antar individu dalam suatu lot benih. Kemunduran benih dapat
menimbulkan perubahan secara menyeluruh di dalam benih dan berakibat pada
berkurangnya viabilitas benih (kemampuan benih berkecambah pada keadaan
yang optimum) atau penurunan daya kecambah. Pamungkas et al. (2009)
menambahkan bahwa benih mempunyai batasan umur, artinya benih akan
mengalami penuaan dan akhirnya mati.
Jurnal 3 : Pengaruh Kombinasi Media Tanam Terhadap Viabilitas dan Vigor
Benih Cabai Merah (Capsicum annum L).
Pada penelitian ini menggunakan Perlakuan 0 = (Tanah), Perlakuan 1 =
(Tanah + Pupuk kendang (1:1), Perlakuan 2 = (Tanah + pupuk kendang +
sekam padi (1:1:1), Perlakuan 3 = (Tanah + pupuk kendang + serbuk gergaji
(1:1:1).

Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa perlakuan Tanah + Pupuk Kandang


menghasilkan indeks vigor tercepat dibandingkan perlakuan lainnya yaitu Tanah,
Tanah + Pupuk Kandang + Arang Sekam dan Tanah + Pupuk Kandang + Serbuk
Gergaji, hal ini disebabkan media tanam Tanah + Pupuk Kandang mampu
meningkatkan keseragaman pada bibit tanaman cabai merah sehingga pada
perlakuan tersebut kekuatan benih, kemampuan benih untuk menghasilkan
perakaran dan pucuk yang kuat pada kondisi yang kurang menguntungkan (sub
optimum) serta bebas dari serangan mikroorganisme, pupuk kandang jugak
menyediakan unsur hara makro dan mikro juga media tanam Tanah + Pupuk
Kandang mudah di tembus akar dan mengandung sejumlah mikroba yang baik
untuk di komposisi tanaman cabai merah. Hal ini sebagaimana teori
(Kusumaningrum et al., 2017).
Jurnal 4: Influence of Different Micronutrient on Seed Viability and Vigour
Parameters in Chilli (Capsicum annum L.) Under Storage Condition
Benih diberi perlakuan dengan mikronutrien yaitu. besi sulfat @ 0,1 %, 0,5 %,
& 1,0 %, tembaga sulfat @ 0,1 %, 0,5 %, & 1,0 %, dan seng sulfat @ 0,1 %, 0,5 %,
& 1,0 % dan benih disimpan dalam kantong plastik berukuran 700 gauge dan
kantong kertas.
Tabel 1. Pengaruh perbedaan mikronutrien dan bahan pengemas terhadap indeks
Vigor I cabai selama penyimpanan
Tabel 2. : Pengaruh perbedaan mikronutrien dan bahan pengemas terhadap indeks
Vigor II cabai selama penyimpanan

Benih yang diberi perlakuan mikronutrien dan disimpan dalam kantong


plastik menunjukkan keunggulan nyata pada parameter mutu benih selama
penyimpanan. Di antara perlakuan yang berbeda, benih diberi perlakuan seng sulfat
@ 1,0% (T9) mencatat tingkat perkecambahan yang jauh lebih tinggi (76,5%)
dibandingkan semua perlakuan dan tingkat perkecambahan terendah (39 %) terlihat
pada T0(Benih tidak dilapisi) pada akhir penyimpanan 6 bulan.
Benih diberi perlakuan besi sulfat @ 0,5 % (T2) mencatat indeks vigor I
(534,4) dan indeks vigor II (2,455) yang jauh lebih tinggi dibandingkan semua
perlakuan dan Indeks Vigor I terendah (161,45) & II (0,872) terlihat pada T3(besi
sulfat @ 1,0 %) pada akhir penyimpanan 6 bulan.
Jurnal 5 : Effect Of Organic And Inorganic Pelleting Materials And Storage
Environment On Viability And Vigour Of Chilli Seeds During Storages
Benih dipelet dengan T1: Kontrol, T2: Serbuk daun arappu 100g/kg biji T3:
Serbuk daun mimba 100g/kg benih T4: KH2PO4 (2,0%) T5: KNO3 (1,0%) T6:
K2SO4 (1,0%) T7: Thiram (3g/kg) + Imidacloprid (600 g/lit) jumlah bubuk daun
mimba yang dibutuhkan 100 g/kg, Serbuk daun arappu 100 g/kg KH2PO4 2%,
KNO3 1%, K2SO4 1% dan Thiram (3g/kg) + Imidacloprid (600 g/lit) diolah dan
pelet dilakukan dengan menggunakan permen karet arabika sebagai bahan perekat.
Kadar air benih dibawa 10 sampai 12 persen setelah pelet sebelum disimpan
Tabel 1. Pengaruh perlakuan benih terhadap indeks vigor benih (panjang) selama
penyimpanan periode dalam cabai

Pengaruh perlakuan benih terhadap indeks vigor benih (panjang) cukup


nyata sepanjang periode penyimpanan Benih yang diberi perlakuan Thiram (3g/kg)
+ Imidacloprid (600 g/lit) mencatat indeks vigor (panjang) benih tertinggi secara
signifikan (793.44, 601.91, 455.87 dan 412.54), sedangkan benih yang tidak diberi
perlakuan (kontrol) dicatat nyata indeks vigor benih (panjang) terendah (535,57,
332,57, 275,92 dan 239.74) masing-masing setelah masa penyimpanan dua, empat,
enam dan delapan bulan.
Tabel 2. Pengaruh perlakuan benih terhadap indeks vigor benih (massa) selama
penyimpanan periode dalam cabai

Pengaruh perlakuan benih terhadap indeks vigor benih (massa) cukup nyata
sepanjang periode penyimpanan. Benih yang diberi perlakuan Thiram (3g/kg) +
Imidacloprid (600g/lit) (T7) mencatat indeks vigor benih tertinggi secara signifikan
(massa) (3,6813, 3,0526, 2,3953 dan 1,8098), sedangkan secara signifikan benih
terendah indeks kekuatan (massa) (2,3767, 1,8311, 1,3365 dan 1,1123) dicatat oleh
benih tetap sebagai tidak diobati (kontrol) setelah dua, empat, enam dan delapan
bulan penyimpanan.
DAFTAR PUSTAKA

Kolo, E. & A. Tefa. (2016). Pengaruh kondisi simpan terhadap viabilitas dan vigor
benih tomat (Lycopersicum esculentum, Mil). Jurnal Pertanian
Konservasi Lahan Kering, 1(3),112-115.

Darmawan, A.C., Respatijarti & L. Soetopo. 2014. Pengaruh tingkat kemasakan


benih terhadap pertumbuhan dan produksi cabai rawit (Capsicum
frutescent L.) varietas Comexio. J. Protan. 2(4):339-346.

Ernawati., P. R & Suroso, B. (2017). Respon benih cabai merah (Capsicum


annumm L.) kadaluarsa terhadap lama perendaman air kelapa muda
terhadap viabilitas, vigor dan pertumbuhan bibit. J. Agritrop, 15(1),71-83.

Pamungkas, F., Darmanti, T.S & Raharjo, B. (2009). Pengaruh konsentrasi dan
lama perendaman dalam supernatan kultur Bacillus sp. 2 ducc-br-k1.3
terhadap pertumbuhan stek horisontal batang jarak pagar (Jatropha curcas
l.). J. Sains dan Mat, 17(3), 131-140.

Anda mungkin juga menyukai