Anda di halaman 1dari 38

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Benih berkualitas salah satunya ditentukan oleh vigor benih. Benih yang

mengalami kemunduran performansi atau deteriorisasi disebabkan oleh

penyimpanan benih yang tidak tepat dan terlalu lama, menjelang masa

kadaluwarsa atau bahkan sudah melewati masa hidupnya. Benih yang sudah

mengalami masa kadaluwarsa membutuhkan penanganan tertentu. Penanganan

benih kadaluwarsa sangat dibutuhkan untuk menghasilkan bibit sebagai cikal

bakal tanaman dalam budidaya tanaman tomat. Kualitas benih merupakan faktor

yang mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tomat. Menurut Justice dan Bass

(2002), deteriorasi benih adalah menurunnya mutu, sifat dan viabilitas benih yang

mengakibatkan rendahnya vigor benih sehingga pertumbuhan dan hasil tanaman

menurun.

Benih yang bermutu tinggi adalah benih yang memiliki daya berkecambah

tinggi. Pengadaan benih yang berkualitas serta ketersediaanya tidak terlepas dari

proses perkecambahannya. Perkecambahan yang baik akan meningkatkan

persentase perkecambahan, laju perkecambahan dan daya berkecambah. Benih

bermutu ini tentunya didapat dari varietas unggul karena hal ini menjadi salah satu

komponen produksi pertanian yang sangat penting. Benih bermutu tinggi

mencakup mutu genetik, mutu fisik dan mutu fisiologis memerlukan penanganan

yang terencana dengan baik sejak tanaman dilapang, pengolahan, penyimpanan

dan distribusi. Penyimpanan benih merupakan suatu usaha untuk

mempertahankan mutu benih sampai benih tersebut ditanam oleh petani. Vigor

1
benih harus relevan dengan tingkat produksi artinya dari benih bervigor tinggi

akan dapat dicapai tingkat produksi yang tinggi. Vigor yang tinggi dapat dilihat

dari penampilan kecambah yang tahan terhadap berbagai faktor pembatas yang

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Ketahanan terhadap faktor

pembatas juga dipengaruhi oleh faktor genetis yang indentik dengan varietas

(Ichsan, 2006).

Kemunduran benih yang menyebabkan menurunnya vigor dan viabilitas

benih merupakan awal kegagalan dalam kegiatan pertanian sehingga harus

dicegah agar tidak mempengaruhi produktivitas tanaman. Benih-benih yang telah

mengalami penurunan kualitasnya seperti benih yang telah lama tersimpan atau

bahkan kadaluwarsa akan mengalami kemunduran, apabila benih tersebut

digunakan dalam usaha budidaya tanaman akan mengalami kemunduran, dan

apabila benih tersebut digunakan dalam usaha budidaya tanaman akan

memberikan pertumbuhan dan hasil yang sangat terbatas. Benih-benih yang

demikian harus terlebih dahulu diberi berbagai perlakuan sebelum ditanam.

Perlakuan sebelum tanam pada benih dapat diintegrasikan dan memberikan

keuntungan lebih pada aplikasi zat pengatur tumbuh. (Ilyas et al., 2002).

Selanjutnya Sadjad (1994) menambahkan bahwa invigorasi adalah proses

peningkatan vigor benih dengan teknik perlakuan tertentu.

Invigorasi adalah usaha yang dilakukan terhadap benih untuk

meningkatkan viabilitas dan vigor pada benih yang belum mengalami

kemunduran lanjut. Invigorasi atau priming pada benih dapat dilakukan melalui

hydropriming yaitu suatu cara perendaman benih dengan menggunakan larutan

tertentu. Bahan-bahan yang dapat digunakan pada teknik hydropriming di

2
antaranya air kelapa, ekstrak jagung, pisang ambon, tauge dan ekstrak tomat

(Raharja, 1998).

Untuk mengatasi permasalahan laju kemunduran mutu benih dapat

dilakukan dengan invigorasi. Invigorasi merupakan salah satu alternatif untuk

mengatasi mutu benih yang rendah dengan cara memperlakukan benih sebelum

ditanam. Invigorasi didefinisikan sebagai salah satu perlakuan fisik, fisiologis dan

biokimia untuk mengoptimalkan viabilitas benih, sehingga benih mampu tumbuh

cepat, dan serempak pada kondisi yang beragam (Basu dan Rudrapal, 1982).

Perlakuan invigorasi benih dapat dilakukan untuk meningkatkan vigor

pada benih yang telah mengalami kemunduran selama penyimpanan. Salah satu

teknik invigorasi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas mutu benih

tomat kadaluwarsa dengan merendam dalam larutan air kelapa muda.

Vigor merupakan kemampuan benih untuk tumbuh normal dan

berproduksi normal pada kondisi sub optimum. Menurut Yuniarti et al. (2014)

vigor benih dipengaruhi oleh berbagai faktor mulai dari ketika benih masih berada

di tanaman induk sampai pemanenan, pengolahan, ketika dalam transportasi,

sampai sebelum ditanam.

Peningkatan vigor benih dapat dilakukan dengan teknik perlakuan

perendaman dengan menggunakan air kelapa muda. Air kelapa muda merupakan

bahan organik yang mengandung mineral, sitokinin, auksin, fosfor dan kinetin

yang berfungsi mempergiat pembelahan sel serta pertumbuhan tunas dan akar

(Fatimah, 2008).

Hasil penelitian membuktikan bahwa hydropriming dapat berpengaruh

terhadap pemulihan vigor benih. Terdapat berbagai macam bahan organik yang

3
dapat digunakan dalam proses hydropriming. Hasil penelitian Kurniawan (2001)

menunjukkan bahwa konsentrasi air kelapa muda 15% dapat meningkatkan nilai

viabilitas benih cabai yang telah mengalami kemunduran. Selanjutnya

Halimursyadah (2015) menunjukan bahwa bahan ekstrak organik priming terbaik

adalah air kelapa konsentrasi 15% yang dapat meningkatkan nilai potensi tumbuh

dan waktu yang di butuhkan untuk mencapai 50% perkecambahan pada benih

cabai merah kadaluwarsa.

Menurut Salisbury dan Ross (1995), Air kelapa merupakan sumber alami

hormon tumbuh yang dipergunakan untuk memacu pembelahan sel dan juga

merangsang pertumbuhan tanaman. Endosperm cair buah kelapa yang belum

matang mengandung senyawa yang dapat memacu sitokinesis. Penggunaan air

kelapa muda untuk budidaya tanaman secara kultur jaringan sudah umum

digunakan karena air kelapa termasuk kelompok sitokinin yang mengandung

zeatin.

Untuk meningkatkan perkecambahan pada biji atau benih kadaluwarsa

diperlukan perlakuan yang khusus. Salah satu dari perlakuan khusus tersebut yaitu

dengan melakukan perendaman dalam air kelapa muda dengan konsentrasi dan

lama inkubasi tertentu yang sudah ditetapkan. Air kelapa muda dipilih dalam

penelitian ini untuk melihat perkecambahan pada benih tomat kadaluwarsa karena

dalam air kelapa muda terkandung mineral, sitokinin, auksin, fosfor dan kinetin

yang kelimanya ini merupakan hormon yang bekerja secara sinergis dalam proses

peningkatkan pembelahan, pertumbuhan sel dan perkembangan kultur sel

tanaman (Nur, 2011).

4
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penelitian adalah untuk

mengkaji unsur air kelapa muda dan lama inkubasi terhadap vigor benih tomat

kadaluwarsa.

B. Rumusan Masalah

Apakah invigorasi benih tomat kadaluwarsa dengan perlakuan air kelapa

muda dan lama inkubasi dapat mempengaruhi vigor dan viabilitas benih tomat

kadaluwarsa.

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan invigorasi dan lama inkubasi

terhadap viabilitas benih tomat kadaluwarsa.

2. Untuk mengetahui perlakuan invigorasi dan lama inkubasi yang optimum

terhadap viabilitas benih tomat kadaluwarsa.

D. Manfaat Penelitian

Memberikan informasi bagi para pelaku hortikultura tomat dalam

mengetahui permasalahan tomat kadaluwarsa.

5
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.)

Tanaman tomat merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi

manusia. Sehingga dari tahun ketahun Indonesia selalu berusaha untuk

meningkatkan produksi tomat dengan cara perluasan wilayah budidaya tomat.

Secara taksonomi tanaman tomat digolongkan sebagai berikut :

Kingdom Plantae

Divisi Spermatophyta

Subdivisi Angiospermae

Kelas Dicotyledone

Ordo Tubiflorae

Famili Solanaceae

Genus Lycopersicum

Spesies Lycopersicum esculentum Mill.

Tanaman tomat toleran terhadap beberapa kondisi lingkungan. Suhu

optimum untuk budidaya tanaman tomat berkisar 210C - 240C. Apabila suhu

melebihi 260C, hujan lebat dan mendung menyebabkan dominasi pertumbuhan

vegetatif dan masalah terhadap serangan penyakit (Zazibar, 2001). Tomat dapat

tumbuh pada kisaran pH tanah sekitar 6,0 – 6,5 karena jika pH tanah terlalu

tinggi mengakibatkan defesieni mineral. Tanaman tomat merupakan tanaman

perdu atau semak yang dapat tumbuh pada ketinggian 1 - 1600 mdpl, pada suhu

tinggi produksi rendah dan warna buahnya lebih pucat (Risaketta, 2006).

Tanaman tomat dapat tumbuh di berbagai ketinggian tempat, baik dataran tinggi

6
maupun dataran rendah. Tanaman tomat yang sesuai di dataran tinggi adalah

varietas berlian, mutiara, Martha dan kasa sedangkan varietas yang sesuai dengan

dataran rendah adalah varietas ratna, intan dan lainnya. Varietas tanaman tomat

yang ditanam di dataran tinggi maupun dataran rendah adalah varietas berlian dan

mutiara (Uswah, 2009).

B. Morfologi Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill)

a. Akar

Tanaman tomat memiliki akar tunggang, akar cabang, serta akar serabut

yang berwarna keputih-putihan dan berbau khas. Perakaran tanaman tidak terlalu

dalam, menyebar kesemua arah hingga kedalaman rata-rata 30 – 40 cm, namun

dapat mencapai kedalaman hingga 60 – 70 cm. Akar tanaman tomat berfungsi

untuk menopang berdirinya tanaman serta menyerap air dan unsur hara dari dalam

tanah. Oleh karena itu, tingkat kesuburan tanah di bagian atas sangat berpengaruh

terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi buah, serta benih tomat yang

dihasilkan (Pitojo, 2005).

b. Batang

Batang tanaman tomat bentuknya bulat dan membengkak pada buku-buku.

Bagian yang masih muda berambut biasa dan ada yang berkelenjar. Mudah patah,

dapat naik bersandar pada turus atau merambat pada tali, namun harus dibantu

dengan beberapa ikatan. Dibiarkan merata, cukup rimbun menutupi tanah.

Bercabang banyak sehingga secara keseluruhan berbentuk perdu (Rismunandar,

2001).

7
c. Daun.

Daun tomat mudah dikenali karena mempunyai bentuk yang khas, yaitu

berbentuk oval, bergerigi, dan mempunyai celah yang menyirip. Daunnya yang

berwarna hijau dan berbulu mempunyai panjang sekitar 20 - 30 cm dan lebar 15 -

20 cm. Daun tomat ini tumbuh di dekat ujung dahan atau cabang. Sementara itu,

tangkai daunnya berbentuk bulat memanjang sekitar 7 – 10 cm dan ketebalan 0,3

- 0,5 m (Wiryanta, 2004).

d. Bunga

Bunga tanaman tomat berwarna kuning dan tersusun dalam dompolan

dengan jumlah 5 - 10 bunga per dompolan atau tergantung dari varietasnya.

Kuntum bunganya terdiri dari lima helai daun kelopak dan lima helai mahkota.

Pada serbuk sari bunga terdapat kantong yang letaknya menjadi satu dan

membentuk bumbung yang mengelilingi tangkai kepala putik. Bunga tomat dapat

melakukan penyerbukan sendiri karena tipe bunganya berumah satu. Meskipun

demikian tidak menutup kemungkinan terjadi penyerbukan silang (Wiryanta,

2004).

e. Buah

Buah tomat adalah buah buni, selagi masih muda berwarna hijau dan

berbulu serta relatif keras, setelah tua berwarna merah muda, merah, atau kuning

cerah dan mengkilat, serta relatif lunak. Bentuk buah tomat beragam: lonjong,

oval, pipih, meruncing, dan bulat. Diameter buah tomat antara 2 - 15 cm,

tergantung varietasnya. Jumlah ruang di dalam buah juga bervariasi, ada yang

hanya dua seperti pada buah tomat cherry dan tomat roma atau lebih dari dua

seperti tomat marmade yang beruang delapan. Pada buah masih terdapat tangkai

8
bunga yang berubah fungsi menjadi sebagai tangkai buah serta kelopak bunga

yang beralih fungsi menjadi kelopak bunga (Pitojo, 2005).

f. Biji

Biji tomat berbentuk pipih, berbulu dan berwarna putih kekuningan dan

coklat muda. Panjangnya 3 – 5 mm dan lebarnya 2 – 4 mm. Biji saling melekat,

diselimuti daging buah, dan tersusun berkelompok dengan dibatasi daging buah.

Jumlah biji setiap buahnya bervariasi, tergantung pada varietas dan lingkungan,

maksimum 200 biji per buah. Umumnya biji digunakan untuk bahan perbanyakan

tanaman. Biji mulai tumbuh setelah ditanam 5 – 10 hari (Redaksi Agromedia,

2007).

C. Invigorasi

Perlakuan benih secara fisiologis untuk memperbaiki perkecambahan

benih melalui proses imbibisi telah menjadi dasar dalam invigorasi benih. Pada

saat ini perlakuan invigorasi merupakan salah satu alternatif yang digunakan

untuk mengatasi mutu benih yang rendah dengan cara memperlakukan benih

sebelum ditanam untuk mengaktifkan metabolisme benih sehingga benih siap

memasuki fase perkecambahan. Selama proses invigorasi, terjadi peningkatan

kecepatan perkecambahan. Selama proses invigorasi dimulai pada saat benih

tumbuh yang sangat penting adalah sitokinin dan auksin. Selain itu, zat pengatur

tumbuh dapat meningkatkan aktivitas fisiologis tanaman, sehingga dapat

mempertinggi efesiensi penggunaan energi surya dan unsur hara. Ada beberapa

golongan zat pengatur tumbuh seperti auksin giberlin, sitokinin, asam absisat dan

eptilen ( Upreti dan Sahrma, 2016).

9
D. Invigorasi Benih

Invigorasi benih merupakan suatu proses yang dilakukan untuk

memperbaiki vigor benih yang telah mengalami deteriorasi atau kemunduran.

Terjadi peningkatan kecepatan dan keserempakan perkecambahan serta

pengurangan tekanan lingkungan yang kurang menguntungkan selama proses

invigorasi. Pada proses invigorasi, selain dapat mengendalikan air masuk ke

dalam benih juga dapat ditambahkan zat pengatur tumbuh (Ernawati et al., 2017)

Invigorasi benih dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya

dengan hydropriming (perendaman dalam air), priming dengan berbagai macam

larutan dan penambahan matriconditioning (Arief & Koes, 2010). Invigorasi

berbeda dengan pemecahan dormansi, walaupun bahan yang digunakan mungkin

sama, yaitu sama-sama zat pengatur tumbuh (ZPT), seperti perendaman biji ulin

dalam larutan ZPT sodium nitrophenolate (Purba et al., 2019). Pada proses

invigorasi selain dengan penggunaan air juga dapat ditambahkan zat lainnya

seperti ZPT baik yang alami ataupun sintetis (Ernawati et al., 2017). Perlakuan

kombinasi antara lama perendaman dan ZPT juga bisa digunakan untuk invigorasi

benih seperti yang dilakukan oleh Srilaba et al. (2018) pada biji tanaman jati.

E. Benih Kadaluarsa

Salah satu penyebab produksi yang tidak maksimal yaitu kualitas benih

yang digunakan. Pemilihan benih sangat menentukan hasil yang diperoleh.

Penggunaan benih yang tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya penurunan

hasil yang diperoleh. Salah satu kendala yang sering ditemukan adalah beredarnya

benih dengan masa aktif telah melampaui batas yang telah ditetapkan atau dengan

kata lain benih tersebut telah memasuki masa kadaluwarsa. Menurut

10
Marliah, et al. (2010)  menambahkan benih kadaluwarsa memiliki kemampuan

benih yang telah menurun hal ini dikarenakan terjadinya penurunan kemampuan

benih dan proses fisiologis didalam benih sehingga kemampuan tumbuh benih

menurun. Menurut Justice dan Bass (2002) menambahkan benih kadaluwarsa

umumnya telah mengalami deteriorasi benih yang diartikan sebagai turunnya

mutu, sifat atau viabilitas benih yang mengakibatkan rendahnya vigor benih

sehingga pertumbuhan dan hasil tanaman menurun. Sehingga dengan demikian

benih memiliki pertumbuhan yang tidak normal.

Salah satu penyebab produksi yang tidak maksimal yaitu kualitas benih

yang digunakan. Pemilihan pada benih sangat menentukan hasil yang diperoleh.

Penggunaan benih yang tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya penurunan

hasil yang diperoleh. Salah satu kendala yang sering ditemukan adalah beredarnya

benih dengan masa aktif telah melampaui batas yang telah ditetapkan atau dengan

kata lain benih tersebut telah memasuki masa kadaluwarsa. Menurut Marlian, et al

(2010) menyatakan bahwa benih kadaluwarsa ialah benih yang telah mengalami

kemunduran yang apabila digunakan dalam usaha budidaya tanaman akan

memberikan pertumbuhan dan hasil yang sangat terbatas. Oleh karenanya benih-

benih kadaluwarsa tersebut terlebih dahulu diberikan perlakuan sebelum ditanam

hal ini agar memberikan hasil yang lebih baik. Masa kadaluwarsa sangat

menentukan tingkat pertumbuhan benih, benih yang semakin lama kadaluwarsa

menyebabkan semakin menurunnya perkecambahan dari suatu benih.

F. Potensi Kelapa Muda.

Perlakuan invigorasi adalah peningkatan kembali vigor benih yang telah

mengalami penurunan viabilitas maupun kemunduran atau deteriorasi. Salah satu

11
metode dalam invigorasi adalah dengan penggunaan organik priming seperti

halnya penggunaan ZPT (zat pengatur tumbuh). Air kelapa merupakan ZPT

organik yang memiliki fungsi untuk membantu proses perkembangan dan

pertumbuhan benih. Kandungan senyawa organik air kelapa di antaranya adalah

hormone auksin, giberelin, sitokinin, (Purdyaningsih, 2013).

12
III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi Universitas

Khairun, di Kota Ternate pada tanggal 05-18 Agustus 2021.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah, gelas ukur, gelas aqua,

cawan petrik, bak perkecambahan, alat tulis dan kamera HP.

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah benih tomat hibrida

permata F1 kadaluwarsa 2 tahun, air kelapa muda, aquades, tanah top soil dan

pasir.

C. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial dengan rancangan dasar

Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari dua faktor dan diulang 3 kali.

Faktor pertama adalah penggunaan air kelapa muda (K) yang terdiri dari 5 taraf,

yaitu:

K0 = Tanpa air kelapa muda (kontrol),

K1 = Air kelapa muda konsentrasi 25%

K2 = Air kelapa muda konsentrasi 50%

K3 = Air kelapa muda konsentrasi 75%

K4 = Air kelapa muda konsentrasi 100%

Faktor kedua adalah lama inkubasi (W) yang terdiri dari 3 taraf, yaitu :
W1 = Lama inkubasi 2 jam
W2 = Lama inkubasi 4 jam
W3 = Lama inkubasi 6 jam

13
Faktor pertama dan kedua dikombinasikan sehingga terdapat 15 perlakuan

yang diulang sebanyak 3 kali ulangan (kelompok), sehigga terdapat 45 unit

penelitian.

Kombinasi perlakuan sebagai berikut:

K0W1 K1W1 K2W1 K3W1 K4W1

K0W2 K1W2 K2W2 K3W2 K4W2

K0W3 K1W3 K2W3 K3W3 K4W3

Penelitian ini menggunakan Rancang Acak Lengkap (RAL) dengan

perlakuan faktorial rumus sebagai berikut :

Yijk=µ+α i+ βj+ ( αβ ) ij+ ɛijk

Dengan i = 1,2, … , ɑ ; j=1,2 ,… , b ; dan k =1,2 , … ,r

Dimana :

Yijk = Nilai pengamatan

µ = Rataan umum

αi = Pengaruh utama faktor A

βj = Pengaruh utama faktor B

( αβ ) ij = Pengaruh interaksi faktor A dan B

ɛijk = Galat percobaan

D. Prosedur Penelitian

Adapun cara kerja yang digunakan dalam penelitian :

1. Persiapan alat dan bahan.

Persiapan alat dan bahan seminggu sebelum penelitian dilakukan. Alat yang

disiapkan diantaranya : bak perkecambahan, gelas ukur, cawan petrik, gelas aqua,

14
alat tulis dan kamera hp. Bahan yang digunakan antara lain : benih tomat hibrida

permata F1 kadaluwarsa 2 tahun, air kelapa muda, aquades, tanah top soil dan

pasir.

2. Pembuatan Konsentrasi Larutan Perlakuan.

a. Persiapan Aquades sebanyak 3 liter

b. Air kelapa muda yang digunakan berasal dari pohon kelapa dari tandan yang

sama dan umur panen satu hari dengan kemasakan sedang.

Rumus konsentrasi yaitu :

Vol Zat A
% Vol Zat = X 100 %
Vol Zat B

Keterangan:

Zat A = Terlarut

Zat B = Pelarut

Untuk membuat air kelapa muda dengan konsentrasi 0%, 25%, 50%, 75%,

100% adalah:

0
Konsentrasi 0%= x 1000 ml=0 ml
100

25
Konsentrasi 25 %= x 1000 ml=250 ml
100

50
Konsentrasi 50 %= x 1000 ml=500 ml
100

75
Konsentrasi 75 %= x 1000 ml=750 ml
100

100
Konsentrasi 100 %= x 1000 ml=1000 ml
100

a. Jadi didalam konsentrasi 25%, didapat air kelapa muda sebanyak 250 ml dan

ditambah dengan Aquades 750 ml hingga mencapai 1000 ml atau 1 liter.

15
b. Untuk konsentrasi 50%, 75% dan 100%, sama pembuatannya seperti

konsentrasi 25%. Akan tetapi pada konsentrasi 100% tidak menggunakan

aquades.

3. Inkubasi Benih

Benih yang sudah terpilih selanjutnya dimasukkan ke dalam gelas aqua yang

berisi aquades dan air kelapa muda dengan masing-masing ukuran dan konsentrasi

yang telah ditentukan untuk dilakukan perendaman atau inkubasi. Benih

diinkubasi sesuai dengan perlakuan diinkubasi yaitu : 2 jam, 4 jam dan 6 jam.

4. Penyemaian Benih

Penyemaian dilakukan terhadap benih yang sudah diinkubasi sesuai

perlakuan, masing-masing perlakuan membutuhkan 50 benih tomat hibrida

permata F1 kadaluwarsa. Benih di semai dalam bak perkecambahan yang telah

diisi media tanam berupa pasir dan tanah top soil dengan perbandingan 1 : 1.

E. Parameter Pengamatan

Variabel yang diamati terdiri dari variabel pertumbuhan vegetatif hingga

hasil yaitu sebagai berikut:

1. Potensi Tumbuh.

Potensi tumbuh diperoleh dengan mengamati jumlah benih yang

menunjukan gejala tumbuh pada pengamatan hari ke 14 dan dinyatakan dalam

persen. Potensi tumbuh (PT) ditandai dengan munculnya akar atau plumula yang

menembus kulit benih (ISTA, 2006) dan dihitung dengan rumus :

Jumlah benih yang menunjukan gejala tumbuh


PT = x 100 %
Jumlah benih yang diuji

16
2. Daya Kecambah.

Daya kecambah dihitung berdasarkan jumlah benih yang berkecambah

normal. Kriteria kecambah normal adalah akar panjang, daun tegak dan epikotil

batang tumbuh baik dengan kuncup plumula yang tegar. Pengamatan dilakukan

pada hari ke-3 (pengamatan 1) dan hari ke-7 (pengamatan II). (ISTA, 2006) Daya

berkecambah (DB) dihitung dengan rumus :

Jumla h KN pengamatan I + KN pengamatan II


DB= x 100 %
Jumla hbeni h yang diuji

Keterangan :

KN = Kecambahan Normal

3. Kecepatan Tumbuh

Kecepatan tumbuh diamati berdasarkan jumlah pertumbuhan kecambah

normal setiap hari. Pengamatan dilakukan pada hari ke-3 sampai hari ke-14.

Kecepatan perkecambahan dihitung dengan menggunakan rumus (ISTA, 2006) :

N 1 N2 N 12
KCT = + +⋯ +
D 1 D2 D 12

Keterangan :

KCT = Kecepatan tumbuh

N = Presentase kecambah normal

D = Hari pengamatan setelah tanam (etmal = 24)

4. Kecambah Abnormal

Pengamatan dilakukan dengan mengamati kecambah selain kecambah

normal, yaitu memiliki kekurangan pada bagian panjang akar primer atau plumula

17
tidak berkembang dan tidak tumbuh normal pada hari ke 14. Kecambah normal

dihitung dengan menggunakan rumus (ISTA, 2006)

∑ Kecambah abnormal
KA = x 100 %
∑Total benih yang ditanam

5. Benih mati

Sebanyak 2.250 benih dari 3 ulangan ditanam pada media pasir dan tanah

top soil. Pengamatan dilakukan pada hari 3 setelah tanam. Selain untuk pengujian

daya kecambah benih, perlakuan ini juga digunakan untuk melihat presentase

benih keras, benih segar tidak tumbuh dan benih mati.

∑ Benih tidak tumbuh


BM = x 100 %
∑Total benih yang ditanam

F. Analisis Data

Data pengamatan dianalisis dengan menggunakan analysis of variance

(Anova) atau sidig ragam, bila terdapat perlakuan yang berpengaruh nyata maka

dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 0,05.

18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil.

Penelitian Invigorasi Benih Tomat (Lycopersicum esculentum Mill)

Kadaluwarsa dengan Aplikasi Air Kelapa Muda dan Lama Inkubasi yang

dilakukan di Laboratorium Agroteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Khairun

Ternate.

Pengaruh larutan air kelapa muda untuk konsentrasi 0%, 25%, 50%, 75%

dan 100% tidak memberikan pengaruh interaksi terhadap potensi tumbuh, daya

kecambah, kecepatan tumbuh, keserampakan tumbuh, kecambah abnormal dan

benih mati namun memberikan hasil yang sama dan benih semakin lama

direndam akan menghasilkan hasil yang bagus terhadap semua konsentrasi.

Karena hormon yang ada didalam air kelapa makin lama diserap bisa digunakan

untuk proses perkecambahan.

1. Potensi Tumbuh.

Analisis sidik ragam menunjukan bahwa lama inkubasi (W) berpengaruh

sangat nyata terhadap potensi tumbuh sedangkan interaksinya tidak nyata. Nilai

rata-rata potensi tumbuh tanaman tomat kadaluwarsa akibat pengaruh perlakuan

perendaman air kelapa muda dan lama inkubasi yang berbeda dapat dilihat pada

Tabel 1.

Hasil Uji BNT menunjukan bahwa presentase pengamatan mengenai

potensi tumbuh tomat kadaluwarsa pada perlakuan lama inkubasi W2 (4 jam) dan

perlakuan lama inkubasi W3 (6 jam) berbeda nyata dengan perlakuan lama

19
inkubasi W1 (2 jam), tetapi perlakuan lama inkubasi W2 (4 jam) dengan

perlakuan lama inkubasi W3 (6 jam) tidak berbeda nyata.

Tabel 1. Pengaruh Faktor Tunggal Lama Inkubasi (W) Terhadap Rata-Rata


Potensi Tumbuh Benih Tomat Kadaluwarsa.
Perlakuan Rata – Rata Potensi Tumbuh (%)
W1 (2 jam) 70.53a
W2 (4 jam) 79.02b
W3 (6 jam) 80.66b
BNT 0.05 7.53
Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama berarti
berbeda tidak nyata pada taraf BNT 0,05.
2. Daya Kecambah

Analisis sidik ragam menunjukan bahwa lama inkubasi (W) tidak terjadi

perbedaan nyata terhadap daya kecambah sedangkan interaksinya tidak nyata.

Data hasil pengamatan mengenai daya kecambah benih tomat kadaluwarsa pada

perlakuan lama inkubasi W3 (6 jam) berbeda nyata dengan perlakuan lama

inkubasi W1 (2 jam) dan perlakuan lama inkubasi W2 (4 jam).

3. Kecepatan Tumbuh

Analisis sidik ragam menunjukan berpengaruh sangat nyata terhadap

kecepatan tumbuh benih tomat kadaluwarsa, sedangkan interaksinya tidak nyata.

Nilai rata-rata kecepatan tumbuh benih tomat kadaluwarsa akibat pengaruh

perlakuan perendaman air kelapa muda dan lama inkubasi yang berbeda dapat

dilihat pada Tabel 3.

Hasil Uji BNT menunjukan bahwa presentase pengamatan mengenai

kecepatan tumbuh benih tomat kadaluwarsa pada perlakuan lama inkubasi W3 (6

jam) berbeda nyata dengan perlakuan lama inkubasi W1 (2 jam), tetapi W1 (2

20
jam) tidak berbeda nyata dengan perlakuan lama inkubasi W2 (4 jam), dan juga

W2 (4 jam) tidak berbeda nyata dengan perlakuan lama inkubasi W3 (6 jam).

Tabel 3. Pengaruh Faktor Tunggal Lama Inkubasi (W) Terhadap Rata-Rata


Kecepatan Tumbuh Benih Tomat Kadaluwarsa.
Perlakuan Rata – Rata Kecepatan Tumbuh (%)
W1 (2 jam) 5.27a
W2 (4 jam) 7.93b
W3 (6 jam) 8.33b
BNT 0.05 1,50
Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama berarti
berbeda tidak nyata pada taraf BNT 0,05.

4. Keserampakan Tumbuh

Analisis sidik ragam menunjukan tidak terjadi perbedaan nyata terhadap

keserampakan tumbuh benih tomat kadaluwarsa, sedangkan interaksinya tidak

nyata. Data hasil pengamatan mengenai keserampakan tumbuh benih tomat

kadaluwarsa pada perlakuan lama inkubasi W3 ( 6 jam) berbeda nyata dengan

perlakuan lama inkubasi W1 (2 jam) dan perlakuan lama inkubasi W2 (4 jam)

tetapi perlakuan lama inkubasi W1 (2 jam) tidak berbeda nyata dengan perlakuan

lama inkubasi W2 (4 jam).

5. Kecambah Abnormal

Analisis sidik ragam menunjukan tidak terjadi perbedaan nyata terhadap

kecambah abnormal benih tomat kadaluwarsa, sedangkan interaksinya tidak

nyata. Data hasil pengamatan mengenai kecambah abnormal benih tomat

kadaluwarsa pada perlakuan lama inkubasi W3 (6 jam) berbeda nyata dengan

perlakuan lama inkubasi W1 (2 jam) dan perlakuan lama inkubasi W2 (4 jam)

21
tetapi perlakuan lama inkubasi W1 (2 jam) tidak berbeda nyata dengan perlakuan

lama inkubasi W2 (4 jam).

6. Benih Mati

Analisis sidik ragam menunjukan pengaruh sangat nyata pada perlakuan

yang diberikan terhadap benih mati, sedangkan interaksinya tidak nyata. Nilai

rata-rata benih mati tomat kadaluwarsa akibat pengaruh perlakuan perendaman air

kelapa muda dan lama inkubasi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh Faktor Tunggal Lama Inkubasi (W) Terhadap Rata-Rata Benih
Mati Tomat Kadaluwarsa.
Perlakuan Rata – Rata Benih Mati (%)
W1 (2 jam) 29.47b
W2 (4 jam) 20.80a
W3 (6 jam) 19.33a
BNT 0.05 7.52
Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama berarti
berbeda tidak nyata pada taraf BNT 0,05.

Hasil Uji BNT menunjukan bahwa presentase pengamatan benih mati

tomat kadaluwarsa tertinggi pada perlakuan tunggal lama inkubasi W1 (2 jam)

namun berbeda nyata dengan perlakuan tunggal lama inkubasi W2 (4 jam) dan

perlakuan tunggal lama inkubasi W3 (6 jam) akan tetapi pada perlakuan tunggal

lama inkubasi W2 (4 jam) dan perlakuan lama inkubasi W3 (6 jam).

B. Pembahasan.

Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa terjadi pengaruh interaksi

yang tidak nyata antara konsentrasi air kelapa muda yang mengandung sitokinin,

auksin dan mineral-mineral dengan lama inkubasi pada semua parameter

pengamatan. Pengaruh interaksi yang tidak nyata pada semua parameter

22
pengamatan menunjukan bahwa fungsi pengaruh konsentrasi air kelapa muda dan

fungsi pengaruh lama inkubasi sama saja.

1. Potensi Tumbuh.

Potensi tumbuh adalah semua benih yang hidup termasuk kecambah

abnormal, potensi tumbuh dihitung berdasarkan jumlah benih yang menunjukan

gejala tumbuh. Potensi tumbuh ditandai dengan munculnya akar atau plumula

yang menembus kulit benih (ISTA, 2006).

Benih yang disemaikan semakin hari akan semakin bertumbuh. Sejauh

mana benih bertumbuh akan memiliki batas tumbuh benih. Kemampuan tanaman

untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi besar tergantung pada kondisi

benih itu sendiri. Mugnisjah dan Setiawan (2004), menyatakan bahwa

kemampuan tanaman untuk dapat mempertahankan mutu benih berbeda-beda jika

dipandang dari individu benih yang membentuk kelompok. Potensi tumbuh

maksimum berarti benih yang dapat tumbuh baik yang normal maupun abnormal

pada batas tertentu.

Potensi tumbuh merupakan persentase jumlah normal dan abnormal dari

seluruh benih yang di tanam. Hasil Uji BNT terhadap potensi tumbuh perlakuan

lama inkubasi W3 (6 jam) menunjukan hasil terbaik yaitu 80.66%. Potensi

tumbuh dihitung dari benih yang menunjukan gejala tumbuh, dimana gejala

tumbuh tersebut diawali oleh munculnya akar radikula atau calon akar.

Perkembangan akar merupakan ukuran berkembangnya benih tomat kadaluwarsa

yang dijadikan sebagai objek penelitian. Purcell dkk (2014) menjelaskan bahwa

akar adalah struktur pertama yang muncul pada proses perkecambahan. Akar yang

23
optimal diperlukan dalam mendukung kehidupan tanaman karena berfungsi

sebagai penyerap unsur hara.

2. Daya Kecambah

Daya kecambah adalah kemampuan benih atau daya hidup benih untuk

berkecambah dan berproduksi normal dalam kondisi optimum dengan kriteria

kecambah normal. Daya kecambah dihitung berdasarkan jumlah benih yang

berkecambah normal. Kriteria kecambah normal adalah akar panjang, daun tegak

dan epikotil batang tumbuh baik dengan kuncup ujung yang utuh (ISTA,2006).

Daya kecambah pada perlakuan tunggal lama inkubasi W3 (6 jam) 49.86%

merupakan presentase paling tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan

tunggal lama inkubasi W1 (2 jam) dan perlakuan tunggal lama inkubasi W2 (4

jam), dikarenakan bahwa lama inkubasi W3 (6 jam) merupakan waktu efektif

benih melakukan proses imbibisi pada fase pertama penyerapan sitokinin, auksin

dan mineral-mineral yang terkandung di dalam air kelapa muda untuk digunakan

oleh benih tomat kadaluwarsa tumbuh menjadi bibit yang siap untuk ditanam.

Menurut Torrey dalam Berlyn (1972), proses perkecambahan mencakup proses

imbibisi atau proses penyerapan air dari lingkungan, hidrasi dan aktivasi, inisiasi

pertumbuhan embrio, pemunculan embrio dari kulit benih, pertumbuhan dan

perkembangan embrio.

3. Kecepatan Tumbuh

Indeks kecepatan tumbuh adalah banyaknya biji yang berkecambah dari

sejumlah biji yang dikecambah dan dinyatakan dalam persen, indeks kecepatan

tumbuh merupakan biji yang mampu berkecambah. Hal ini memberikan gambaran

bahwa pertumbuhan bibit dan biji akan seragam, biji dikatakan berkualitas baik

24
atau tinggi bila mempunyai daya kecambah dan kecepatan tumbuh diatas 80%

(Mangoendidijo, 2007).

Kecepatan tumbuh merupakan salah satu indikator vigor. Tingginya nilai

kecepatan tumbuh menunjukan semakin tinggi pula vigor benih tersebut (Sutopo,

2004). Salah satu tolok ukur vigor kekuatan tumbuh benih adalah kecepatan

tumbuh. Kecepatan tumbuh dapat dilihat dari laju proses perkecambahan dalam

waktu yang lebih singkat.

Hasil Uji BNT kecepatan tumbuh pada perlakuan tunggal lama inkubasi

W3 (6 jam) 8.33% merupakan presentase tertinggi dan tidak berbeda nyata

dengan perlakuan tunggal lama inkubasi W1 (2 jam) dan perlakuan tunggal lama

inkubasi W2 (4 jam). Nilai ini menunjukan bahwa lama inkubasi W3 (6 jam)

mampu menyelesaikan tahap imbibisi sitokinin, auksin dan mineral-mineral yang

dimiliki oleh air kelapa muda dan memacu kecepatan tumbuh benih sehingga

membuat benih yang kadaluwarsa menjadi vigor. Nilai indeks vigor adalah nilai

yang dapat mewakili kecepatan perkecambahan benih, benih yang berkecambah

cepat mengidikasikan benih tersebut vigor. Benih yang vigor mampu tumbuh

pada berbagai macam kondisi di lapangan (Sadjad, 1994).

4. Keserampakan Tumbuh

Keserampakan tumbuh adalah kemampuan suatu benih yang berkecambah

serempak setelah dikecambahkan, uji keserampakan adalah salah satu uji vigor

kekuatan perkecambahan benih. Uji ini memberikan gambaran beberapa persen

benih-benih yang mampu berkecambah normal dilapangan bila kondisi lapangan

memadai dan sebaliknya. Keserampakan tumbuh adalah persen kecambah normal

kuat pada periode tertentu (Kartasapoetra, 2003).

25
Benih yang memiliki vigor dapat tumbuh dengan baik pada kondisi

lingkungan terbatas, sehingga pada keserampakan tumbuh pada perlakuan tunggal

lama inkubasi W3 (6 jam) 26.66% merupakan presentase tertinggi dan berbeda

nyata dengan perlakuan tunggal lama inkubasi W1 (2 jam) dan perlakuan tunggal

lama inkubasi W2 (4 jam). Lama inkubasi W3 (6 jam) merupakan lama inkubasi

benih yang tepat dalam melakukan imbibisi terhadap air kelapa muda yang

memiliki kandungan sitokinin sebagai perangsang embrio, auksin bekerja pada

saat proses perkecambahan sebagai prekusor serta mineral-mineral yang akan

digunakan dalam proses pertumbuhan embrio, sehingga benih mampu tumbuh

secara serempak dengan maksimal. Ruliyansyah (2011) mengungkapkan bahwa

perlakuan perendaman benih dengan waktu yang terlalu lama dapat berpengaruh

negatif terhadap viabilitas benih. Lama inkubasi W3 (6 jam) benih tomat

kadaluwarsa merupakan waktu yang tepat, karena dalam periode tersebut

ketersediaan oksigen dalam proses respirasi cukup, karena oksigen dalam proses

respirasi sangat diperlukan untuk proses pembongkaran zat makanan untuk

mendapatkan energi yang nantinya digunakan untuk proses perkecambahan

seperti pembentukan akar.

5. Kecambah Abnormal

Benih abnormal adalah yang mampu berkecambah namun tidak

memperlihatkan potensi untuk berkembang menjadi kecambah normal. Benih

dikatakan tumbuh abnormal apabila: kecambah cacat atau tidak seimbang

(kecambah dengan pertumbuhan lemah dan struktur pentingnya cacat), dan

kecambah lambat yang mana dalam akhir pengujian belum mencapai ukuran

normal. Jika dibandingkan dengan kecambah benih normal, pertumbuhan benih

26
abnormal ukurannya lebih kecil dari pertumbuhan kecambah normal (Yantama,

2010).

Kecambah abnormal pada perlakuan tunggal lama inkubasi W3 (6 jam)

25.6% merupakan presentase tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan

tunggal lama inkubasi W1 (2 jam) dan perlakuan tunggal lama inkubasi W2 (4

jam), dikarenakan pada perlakuan perendaman W3 (6 jam) dapat mampu

menyelesaikan tahap imbibisi sitokinin, auksin dan mineral-mineral yang dimiliki

oleh air kelapa muda dan memacu kecepatan tumbuh benih tomat kadaluwarsa.

6. Benih Mati

Benih mati adalah benih yang sampai pada akhir masa pengujian tidak

keras, tidak segar, dan tidak berkecambah. Benih mati dapat dilihat dari keadaan

benih yang telah membusuk, hal dikarenakan adanya penyakit yang menyerang

pada benih. Pada saat kultur teknik dilapangan tanaman yang menjadi induk

terserang hama dan penyakit sehingga benih tersebut berpotensi membawa

penyakit (Kartasapoetra, 2003).

Hasil Uji BNT perlakuan pada peresentase benih mati pada W1 (2 jam)

dengan nilai 29.47% merupakan yang paling tinggi dibandingkan pada perlakuan-

perlakuan lainnya, hal ini dikarenakan pada perlakuan yang lain memiliki potensi

tumbuh dan benih normal yang baik. Perkecambahan yang rendah dan umur

kecambah yang relatif lama diduga disebabkan oleh struktur kulit benih yang

keras, karena disusun oleh jaringan sklerenkim yang padat, struktur ini dapat

menghambat perkecambahan karena menghalangi proses imbibisi dan pertukaran

gas (Hartmann et al, 2011).

27
V. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan.

1. Pengaruh perlakuan lama inkubasi sangat nyata terhadap viabilitas dan vigor

benih tomat kadaluarsa.

2. Lama inkubasi 6 jam merupakan waktu terbaik untuk viabilitas berdasarkan

potensi tumbuh, daya kecambah, kecepatan tumbuh, keserampakan tumbuh,

kecambah abnormal dan benih mati.

Saran.

Dikarenakan tidak ditemukannya interaksi yang nyata antara kedua

perlakuan maka disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan

konsentrasi air kelapa muda dan lama inkubasi yang bervariasi.

28
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z., 1985. Dasar Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa, Bandung.

Anomsari, S.D. dan B. Prayudi. 2012. Budidaya Tomat. Balai Pengkajian


Teknologi Pertanian Jawa Tengah. Semarang.78 hal.

Ai, N. S dan M. Ballo. 2010. Peranan Air Dalam Perkecambahan Biji. Jurnal
ilmiah Sains. 10(2); 190-195.

AgroMedia, Redaksi. 2007. Kunci Sukses Memperbanyak Tanaman. Jakarta


Selatan : Agromedia Pustaka

Basu, R.N. and A.B. Rudrapal. 1982. Post Harvest Seed “Physiology and Seed
Invigoration Treatments.” Proceeding of the Indian Statistical Institute
Golden Jubilee International Conference on Frotiers of Research in
Agriculture-Calcuta-India. p. 374 – 397.

Chan E & Elevitch CR (2006) Cocos nucifera (coconut) ver. 2.1. Dalam: Elevitch
CR (eds) Species Profiles for Pacific Island Agroforestry. Holualoa,
Hawai,i Permanent Agriculture Resources (PAR).
http://www.traditionaltree.org. Diakses pada tanggal 12 Maret 2016.

Cahyono, B. 2008. Tomat, Usaha Tani, dan Penanganan Pasca Panen. Kanisius.
Yogyakarta.

Didit. 2010. Ca ra Budidaya Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.). . Diakses


28 April 2014.

Edsu, 2008. Perkembangan Tanaman. Jogjakarta: Pustaka Belajar.

Fatimah, Nur. 2008. “Efektifitas Air Kelapa Dan Leri Terhadap Pertumbuhan
Tanaman Hias Bromelia Pada Media Yang Berbeda (Skripsi S-1 Progdi
Biologi). Surakarta: FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta. Gergaji.
Bogor: Pusat Penelitian Hasil Hutan, Badan Penelitian dan

Halimursyadah., Jumini., dan Muthiah. 2015. Penggunaan Organik priming dan


Periode Inkubasi Untuk Invigorasi Benih Cabai Merah (Capsicum annum
L.) Kadaluarsa Pada Stadia Perkecambahan. Universitas Syiah Kuala.
Banda Aceh.

Cut Nur Ichsan (2006) Uji Viabilitas Dan Vigor Benih Beberapa Varietas Padi
(Oryza Sativa L.) Yang Diproduksi Pada Temperatur Yang Berbeda
Selama Kemasakan. J. Floratek 2 : 37 – 42 37

29
Ilyas, S. (2012). Ilmu dan teknologi Benih; Teori dan Hasil-hasil penelitian.
Bogor: PT. Penerbit IPB Press.

ISTA. 2006. Internasional rules for seed testing. Edition 20 06. Switzerland..

Justice, O. L dan L. N. Bass, 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih.


Penerjemah Rennie Roesli, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kartasapoerta, Ance G. 2003. Teknologi Benih Pengelolahan Benih dan Tuntunan


Praktikum. Rineka Cipta

Kamil, J. 1987. Teknologi Benih. Padang : Aksara Raya.

Kuswanto, H. 2003. Teknologi Pemrosesan, Pengemasan, dan Penyimpanan


Benih. Yogyakarta: Kanisius.
Khan, A. A., 1992. Preplant Physiological Seed Conditioning P. 131 – 181 .in.J.
Janick (ed) Hort. Rew. Wiley and son, New York.
Marliah. A., Mariani. N., dan Syaiful. A. 2010. Pengaruh Masa Kadaluarsa dan
Berbagai Ekstrak Bahan Organik terhadap Viabilitas dan Vigor Benih
Semangka. Universitas Syah Kuala. Banda Aceh.
Mangoendidjojo, W. 2007. Dasar – Dasar Pemuliaan Tanaman. Cetakan ke-5.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 182 halaman.
Pitojo. S. 2005. Benih Tomat. Kanisius. Yogyakarta.
Purdyaningsih. 2010. Kandungan dan Air Kelapa. Jurnal Online. Diakses Pada
Tanggal 20 Agustus 2015.
Purdyaningsih, E. (2013). Kajian Pengaruh Pemberian Air Kelapa dan Urine
Sapi Terhadap Pertumbuhan Stek Nilam. Balai Besar Perbenihan dan
Proteksi Tanaman Perkebunan.
Purcell, L. C., Salmeron and L. Ashlock. 2014. Soybean Growth and
Development. Arkansas Soybean Produktion Handbook Chapter 2.

Rahardja, P. C., 1998. Kultur Jaringan Teknik Perbanyakan Tanaman Secara


Modern. Swadaya, Jakarta.
Ruliyansyah, A. 2011. Peningkatan Performansi Benih Kacangan Dengan
Perlakuan Invigorasi. Jurnal Perkebunan dan Lahan Tropika. 1(1):13-18.

Sadjad, S., 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Gramedia, Jakarta.

Sadjad, 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dan Komparatif ke Simulatif.


Jakarta: Grasino.

30
Salisbury, Frank B dan Cleon W Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1.
Bandung: ITB.

Setiawan, A. Budi. 2015. Induksi Partenokarpi pada Tujuh genotip tomat


(Solanum lycopersicum) dengan Giberelin. Tesis. Yogyakara: UGM

Setyamidjaja. 2008. Morfologi tanaman kelapa. Kanisius. Yogyakarta. Hal : 1-24.

Suhardiyono. 2000. Tanaman Kelapa. Yogyakarta:kanisius

Sutopo. L. 2010. Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Tjitrosoepomo, G. 2007. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM.

Upreti, K.K. & Sharma, M. (2016) Role of Plant Growth Regulators in Abiotic
Stress Tolerance.In: Rao,N.S. et al. (eds.) Abiotic Stress Physiology of
Horticultural Crops. India, pp.19-46. doi:10.1007/978-81-322-
2725-0.

Wasnowati, C. 2011. Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Tomat (Lycopersicum


Esculentum Mill) Dengan Sistem Budidaya Hidroponik. Jurnal Agrovigor
Volume 4 Hal: 60.65

Watimena, G. A., 1998. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. PAU IPB, Bogor.S
Wahyuni. S. 2011. Peningkatan Daya Berkecambah dan Vigor Benih Hibrida
Melalui Invigorasi. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 30 NO. 2
2011. Balai Besar Penelitian Tanaman, Jawa Barat.

Widajati, E., E. Murniati, E.R. Palupi, T.Kartika, M.R.Suhartanto, A. Qadir.


(2013). Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor: PT. Penerbit IPB Press.

Wiryanta, W.T.B. 2004. Bertanam Tomat. Agromedia Pustaka. Jakarta.

T Yuniarti - Journal of Aquaculture …, 2014 - ejournal3.undip.ac.id

Zulkarnain. 2008. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta. 250 hl.

31
LAMPIRAN

Lampiran 1. Denah Penelitian.

K3W3 III K3W3 II K2W3 III

K4W2 I K2W1II K2W2 I III

K2W2 I III K3W3 I K3W3 III

K3W2 III K3W2 III K0W3 I II

K3W2 I K2W1II K0W3 I II U

K3W1 I K1W2 I K1W1 I

K4W1 I K2W3 III K2W2II


B T
K1W2 I III K0W1 I K1W3 III

K2W2II K0W1 I K3W3I

K2W3 I K3W2 II K2W1 I S

K1W3 III K0W2 I K2W2 I

K3W3 II K1W2II K1W2II

K1W3 I K3W1 I K1W2 I III

K0W1 I K3W3I K0W3 I

K4W3 I K3W2 II K3W1 I

KETERANGAN :

K = PERLAKUAN

W = INKUBASI

32
Lampiran 2. Anova Potensi Tumbuh.

Kuadra
Sumber derajat Jumlah t F hitung F tabel
Keragaman bebas Kuadrat Tengah   0.05 0.01
Perlakuan 14 2440.53 174.32 1.71 2.04 2.74
K 4 886.76 221.69 2.17 2.69 4.02
W 2 899.73 449.87 4.41* 3.32 5.39
Interaksi KW 8 654.04 81.76 0.80 2.27 3.17
Galat 30 3058.67 101.96      
Total 44 5499.20
KK 13.14753 %

Lampiran 3. Anova Daya Kecambah.

Sumber derajat Jumlah Kuadrat F hitung F tabel


Keragaman bebas Kuadrat Tengah   0.05 0.01
Perlakuan 14 5744 410.29 2.45 2.04 2.74
K 4 1686.222 421.56 2.52 2.69 4.02
W 2 691.7333 345.87 2.07 3.32 5.39
Interaksi KW 8 3366.044 420.76 2.52 2.27 3.17
Galat 30 5016 167.20      
Total 44 10760
KK 28.94907 %

Lampiran 4. Anova Kecepatan Tumbuh.

Sumber derajat Jumlah Kuadrat F hitung F tabel


Keragaman bebas Kuadrat tengah   0.05 0.01
Perlakuan 14 57.24 4.09 2.59 2.04 2.74
K 4 17.24 4.31 2.73 2.69 4.02
W 2 24.71 12.36 7.83** 3.32 5.39
Interaksi KW 8 15.29 1.91 1.21 2.27 3.17
Galat 30 47.33 1.58      
104.577
Total 44 8
104.577
KK 8 %

33
Lampiran 5 . Anova Keserampakan Tumbuh.

Sumber derajat Jumlah Kuadrat F hitung F tabel


Keragaman bebas kuadrat Tengah   0.05 0.01
Perlakuan 14 4175.47 298.25 1.80 2.04 2.74
K 4 1800.36 450.09 2.72 2.69 4.02
W 2 1094.93 547.47 3.31 3.32 5.39
Interaksi KW 8 1280.18 160.02 0.97 2.27 3.17
Galat 30 4957.33 165.24      
Total 44 9132.80
KK 65.14 %

Lampiran 6. Anova Kecambah Abnormal

Sumber derajat Jumlah Kuadrat F hitung F tabel


Keragaman bebas Kuadrat tengah   0.05 0.01
Perlakuan 14 622.58 44.47 0.50 2.04 2.74
K 4 48.36 12.09 0.14 2.69 4.02
W 2 60.98 30.49 0.34 3.32 5.39
Interaksi KW 8 513.24 64.16 0.72 2.27 3.17
Galat 30 2669.33 88.98      
Total 44 3291.91
KK 39.23069 %

Lampiran 7. Anova Benih Mati.

Kuadra
Sumber derajat Jumlah t F hitung F tabel
Keragaman bebas Kuadrat tengah   0.05 0.01
Perlakuan 14 2440.53 174.32 1.71 2.04 2.74
K 4 886.76 221.69 2.17 2.69 4.02
W 2 899.73 449.87 4.41* 3.32 5.39
Interaksi KW 8 654.04 81.76 0.80 2.27 3.17
Galat 30 3058.67 101.96      
Total 44 5499.20
KK 43.52286 %

34
DOKUMENTASI

Lampiran 8. Alat dan bahan yang digunakan dalam perkecambahan

Lampiran 9. Proses perendaman benih dengan air kelapa muda dan aquades

35
Lampiran 10. Proses penyemaian benih pada bak kecambah yang berisi media
tanam.

Lampiran 11. Pengamatan 3 hari setelah tanam dalam pengamatan potensi


tumbuh.

36
Lampiran 12. Pengamtan hari ke-7 pada pengamatan vigor benih.

Lampiran 13. Proses pengamatan daya kecambah pada hari ke-9 setelah tanam.

Lampiran 14. Kecambah Normal

Lampiran 15. Kecambah Abnormal

37
Lampiran 16. Benih Mati

Lampiran 17. Kriteria Kecambah Normal dan Abnormal

1. Kecambah Normal
 Memiliki akar yang panjang
 Daun tegak
 Epikotil batang tumbuh baik
 Kuncup ujung utuh
2. Kecambah Abnormal
 Akar primer pendek
 Hipokotil dan epikotil tidak terbentuk
 Kotiledon keriting, mengerut
 Daun pertama cacat, hilang, rusak dan berubah warna.

38

Anda mungkin juga menyukai