PENDAHULUAN
1
dalam penyimpanan hingga penaburan perlu diketahui dengan pasti kadar air
optimum yang seharusnya dipertahankan untuk setiap jenis tanaman agar
viabilitas benih tidak hilang (Samuel dkk, 2010).
Dilaporkan bahwa biji salam mudah tumbuh namun cepat menurun
perkecambahannya dalam beberapa hari. (Foragri, 2012). Oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian variasi kadar air biji salam terhadap fisiologi
perkecambahnnya.
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penurunan kadar air biji salam
menggunakan silica gel dan pengaruh variasi kadar air terhadap
perkecambahannya.
1.4 Manfaat
Tersedianya informasi mengenai fisiologi perkecambahan biji salam pada
kadar air yang berbeda sehingga diketahui tipe bijinya yang berguna sebagai dasar
penyimpanan biji yang bermanfaat untuk pelestarian benih.
Adapun tujuan dari program kerja selama PKL di LIPI adalah dapat
mengetahui berbagai penelitian dan pekeejaan yang ada pada bidang
Zoologi,bidang Botani dan bidang Mikrobiologi. Selama di bidang Botani,
2
penelitian yang kami kerjakan adalah Studi Variasi Kadar Air Biji Salam
(Syzygium polyanthum (Wight.) Walpers) Terhadap Fisiologi Perkecambahannya.
Penelitian tersebut kami kerjakan di Laboratorium Fisiologi Makropropagasi dan
Konservasi Benih, Bidang Botani, Cibinong Science Center
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
mm, buah muda berwarna hijau, setelah masak menjadi merah gelap, rasanya
manis agak sepat. Biji bulat, diameter sekitar 1 cm, berwarna coklat.
Daun salam digunakan terutama sebagai rempah pewangi masakan di sejumlah
negeri di Asia Tenggara, baik untuk masakan daging, ikan, sayur mayur, maupun
nasi. Daun ini dicampurkan dalam keadaan utuh, kering ataupun segar, dan turut
dimasak hingga makanan tersebut matang. Rempah ini memberikan aroma herba
yang khas namun tidak keras. Di pasar dan di dapur, salam kerap dipasangkan
dengan laos alias lengkuas. Kayunya berwarna coklat jingga kemerahan dan
berkualitas menengah. Kayu yang tergolong ke dalam kayu kelat (nama
perdagangan) ini dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan dan perabot rumah
tangga. Kulit batangnya mengandung tanin, kerap dimanfaatkan sebagai ubar
(untuk mewarnai dan mengawetkan) jala, bahan anyaman dari bambu dan lain-
lain. Kulit batang dan daun salam biasa digunakan sebagai bahan ramuan
tradisional untuk menyembuhkan sakit perut. Buah salam juga dapat dimakan,
rasanya manis sepat.
Secara tradisional, daun salam digunakan sebagai obat sakit perut. Daun salam
juga dapat digunakan untuk menghentikan buang air besar yang berlebihan.
Pohon salam bisa juga dimanfaatkan untuk mengatasi asam urat, stroke, kolesterol
tinggi, tekanan darah tinggi (Hipertensi), melancarkan peredaran darah, radang
lambung/maag (gastritis), diare, gatal-gatal, kencing manis (Diabetes mellitus),
dan lain-lain. Penggunaan daun salam sebagai obat di atas disebabkan oleh
kandungannya yakni pada daun salam kering terdapat sekitar 0,17% minyak
esensial, dengan komponen penting eugenol dan metil kavikol di dalamnya.
Ekstrak etanol dari daun menunjukkan efek anti jamur dan anti bakteri,
sedangkan ekstrak metanolnya merupakan anti cacing, khususnya pada
nematoda kayu pinus Bursa phelenchus xylophilus. Kandungan kimia yang
dikandung tumbuhan ini adalah minyak atsiri, tannin, dan flavonoida.
5
memulai proses perkecambahan. Karena tidak semua benih dapat memenuhi
kadar air yang ditetapkan untuk memulai proses perkecambahan. Ada beberapa
tipe-tipe biji berdasarkan tingkat kadar air yang baik untuk memulai proses
perkecambahan. Pada biji tipe ortodok, memiliki kemampuan berkecambah yang
baik meskipun kadar airnya rendah 5-10%. Tipe benih rekalsitran adalah biji
yang memiliki kadar air tinggi , umumnya di atas 40%, kadar air di bawah itu
akan menurunkan viabilitas perkecambahan biji. Sehingga benih rekalsitran tidak
dapat disimpan lama pada kondisi kadar air yang tinggi.
Menurut (Kamil, 1982) ada beberapa metoda yang digunakan untuk
mengukur kadar air biji diantaranya dengan memakai:
1. Bermacam-macam alat pengukur kadar air biji otomatis atau setengah
otomatis, seperti Universal Moisture Taster, Burrow Moisture Recorder,
Burrows Model 700, Digital Moisture Computer dan lain-lain.
2. Metoda tungku
Dengan cara ini, contoh biji (biji basah) baru dipanen dikeringkan di
dalam tungku (oven) listrik pada suhu 105˚-110˚ C selama 24 jam terus-
menerus. Sesudah biji tadi didinginkan di dalam eksikator kemudian
ditimbang lagi (didapat berat kering). Kadar air (KA) biji dihitung
menurut rumus :
a. Kadar air biji = (Berat basah – Berat kering)/(Berat basah) x 100%.
Berat kering ini disebut KA berdasarkan berat basah (wet weight
basis) biasa dipakai pada industri (biji, daging, dan lain-lain).
b. Kadar air biji = (Berat basah – Berat kering)/(Berat kering) x 100%.
Berat kering ini disebut KA berdasarkan berat kering (Dry Weight
Basis) biasa dipakai unuk penelitian ilmiah (scientific research).
6
matang fisiologis, berat kering maksimum ini hanya dipengaruhi oleh keadaan,
terutama oleh kelembaban udara. Selama beberapa hari berat kering ini
berfluktuasi sesuai dengan kering basahnya udara. Kemudian kalau belum juga
dipanen, berat kering ini akan turun sebesar 15-25%. Turunnya (hilang) berat
kering ini disebabkan oleh karena masih terjadi perombakan zat makanan
cadangan pada endosperm atau kotiledon dan transfer zat makanan kepada
jaringan tersebut telah dihentikan. Oleh sebab itu disarankan agar panenan
dilakukan pada waktu berat kering maksimum segera setelah matang fisiologis
tercapai.
7
lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke
titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah
diuraikan tadi di daerah meristematik untuk menghasilkan energi bagi kegiatan
pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima adalah
pertumbuhan dari kecamabah melalui proses pembelahan, pembesaran dan
pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh. Sementara daun belum dapat berfungsi
sebagai organ untuk fotosintesa maka pertumbuhan kecambah sangat tergantung
pada persediaan makanan yang ada dalam biji (Sutopo, 1985).
8
silica yang dihasilkan melalui penggumpalan sol natrium silikat (NaSiO2). Sol
mirip agar – agar ini dapat didehidrasi sehingga berubah menjadi padatan atau
butiran mirip kaca yang bersifat tidak elastis. Sifat ini menjadikan silicagel
dimanfaatkan sebagai zat penyerap, pengering dan penopang katalis. Garam –
garam kobalt dapat diabsorpsi oleh gel ini. Silica gel yang siap untuk digunakan
berwarna biru. Unit ini mempunyai indikator khusus, ketika silica gel telah
menyerap banyak kelembapan, ia akan berubah warnanya menjadi pink(merah
muda). Ketika ia berubah menjadi warna pink(merah muda), ia tidak bisa lagi
menyerap kelembapan. Ia harus meregenerasi, hal ini dapat dilakukan dengan
memanaskannya di dalam oven sampai warnanya berubah menjadi biru dan
kembali bisa digunakan.
9
BAB III
KEADAAN UMUM
10
• Memperkuat kerjasama dan membentuk jaringan diantara pemangku
kepentingan yang bergerak dalam isu keanekaragaman hayati, ekosistem
dan lingkungan agar masyarakat Indonesia menjadi peduli, berdaya,
mandiri, cerdas dalam meamanfaatkan dan melestarikan keanekaragaman
hayati.
• Meningkatkan peran serta masyarakat dan sektor swasta serta mendorong
otonomi daerah dalam menggali dan memanfaatkan potensi sumber daya
alamnya secara optimum, lebih adil dan berkelanjutan melalui pengelolaan
yang bertanggungjawab dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
11
berikatan dengan kewenangan LIPI sebagai Otoritas Keilmuan berdasarkan
Peraturan Pemerintah No.7 dan 8 Tahun 1999, yang tugasnya antara lain:
- Memonitor izin perdagangan dan realisasi perdagangan, serta memberikan
rekomendasi kepada Otoritas Pengelola tentang pembatasan pemberian izin
perdagangan tumbuhan dan satwa karena bedasarkan evaluasi secara
biologis pembatasan seperti itu perlu dilakukan (PP No.8 Th. 1999 Pasal
66);
- Bertindak sebagai pihak yang independen memberikan rekomendasi
terhadap konservasi internasional di bidang konservasi tumbuhan dan satwa
(PP No. 8 Th. 1999 pasal 66);
- Memberikan pertimbangan kepada Otoritas Pengelola mengenai perubahan
dari jenis tumbuhan dan satwa (PP No.8 Th 1999 pasal 66);
- Memberikan pertimbangan kepada Otoritas Pengelola mengenai perubahan
dari jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi menjadi tidak dilindungi
dan sebaliknya (PP. No.7 pasal 5);
- Memberikan saran mengenai metoda standar pemantauan terhadap populasi
tumbuhan (penjelasan PP No. 7 Th. 1999 pasal 11);
- Memberikan rekomendasi mengenai pengkajian, penelitian dan
pengembangan terhadap jenis tumbuhan dan satwa liar Indonesia yang
dilakukan di luar negri (PP. N. 8 Th. 1999 Pasal 6 ayat 2);
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Pusat penelitian Biologi
membawahi satu bagian Tata Usaha dan emat Bidang yaitu Bidang Botani,
(Herbarium Bogoriense, Treub dsb), Zoologi (Museum Zoologicum
Bogoriense), Mikrobiologi dan Bidang Sarana dan pengelolaan Koleksi.
12
riset dasar yang berorientasi pada pembangunan berkelanjutan berwajah
kemanusiaan.
3.4.1 Kelompok Penelitian Fisiologi Tumbuhan
Melakukan penelitian fisiologi perbanyakan, fisiologi pasca panen dan
fisiologi stress. Penelitian fisiologi perbanyakan diutamakan pada jenis-jenis
tanaman hias. Tanaman obat-obatan, pisang dan tumbihan langka secara in-vitro.
Penelitian biologi pasca panen diarahkan pada konservasi biji, pengujian
kemasakan buah, tingkat ketuaan panen buah, kualitas kematangan buah, tingkat
ketuaan panen buah dan pengaruh suhu terhadap perkecambahan.
1. Ruang Lingkup Penelitian
Laboratorium Makropropagasi dan Konservasi Benih merupakan salah
satu bagian dari kelompok Penelitian Fisiologi Konservasi Bidang Botani,
Pusat Penelitian Biologi-LIPI.
2. Tujuan Kegiatan
a. Pencapaian keilmuan perbenihan;
b. Berperan dalam pelestaria tumbuhan Indonesia dari kepunahan
melalui pengembangan pembibitan, regenerasi sumber benih dan
penyimpanan meterial propagasi;
c. Mengembangkan tekologi makropropagasi;
d. Membangun pemahaman tentang fungsi benih dan kegunaannya;
e. Membangun standarisasi benih menuju industri biji;
3. Kegiatan penelitian
a. Mempelajari fisiologi biji yang meliputi daya hidup biji, dormansi biji,
kandungan kimia biji, kadar air biji, perkecambahan biji, pertumbuhan
bibit, seed production dan harbest time.
b. Mempelajari morfologi, anatomi, sifat-sifat biji-bijian dari tumbuhan
Indonesia, pola dan tipe perkecambahan.
c. Mempelajari perbanyaka n secara vegetatif (steak, umbi, tunas, stolon,
corm, okulasi, grafting, layering) pada tumbuhan endemik, langka dan
tumbuhan berpotensi lainnya.
d. Mempelajari biologi penyimpanan biji dan bahan propagasi lainnya.
13
e. Mempelajari pertumbuhan jenis-jenis tumbuhan yang berbiji
rekalsitran, langka, endemik dan tumbuhan berpotensi lainnya sebagai
sumber biji.
f. Mempelajari ekologi biji dan pemencaran bjii.
4. Peralatan laboratorium
Peralatan yang tersedia di Laboratorium Fisiologi makropropagasi dan
Konservasi Benih meliputi alat pengukur kadar air, konduktifitas ion suhu
optimal, pengeringan, penyimpanan dan perkecambahan.
5. Fasilitas Lain
1. Rumah kaca
2. Lahan penelitian/kebun percobaan
3. Rumah Paranet
4. Ruang Annex untuk persiapan penelitian
6. Pelayanan Masyarakat
Laboratorium Fisiologi Makropropagasi dan Konservasi juga akan
melayani masyarakat sesuai dengan fasilitas yang tersedia meliputi:
1. Bimbingan bagi para mahasiswa yang mempelajari perbenihan.
2. Menyediakan bibit yang berkualitas untuk penghijauan, penedug jalan,
tanaman hias, bibit buah-buahan dan benih-benih yang dihasilkan dari
kegiatan lapang.
3. Pelayanan kegiatan konservasi tumbuhan dan lingkungan.
14
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
2.3 Metode
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif
dengan pengujian secara laboratoris. Pengujian secara laboratoris meliputi
pengamatan morfologi buah dan biji, pengukuran kebocoran ion, dan variasi
penurunan kadar air setelah dan sebelum diperlakukan dengan silica gel.
16
2.8 Pengeringan biji
Untuk menurunkan kadar air biji digunakan silica gel dengan berat yang berbeda
Penggunaan silica (1:3)
Biji yang telah dicuci bersih dan dikering-anginkan di timbang dan
masukkan kedalam kantong plastik kedap udara. Silica gel ditimbang dengan
berat 1/3 dari berat biji yaitu dengan perbandingan1 bagian silicandan 3 bagian
biji, (1:3), kemudian silica gel dibungkus menggunakan kain kasa. Selanjutnya
silica dimasukkan kedalam kantong plastik yang berisi biji selama 24 jam.
17
2.10 Uji Viabilitas
Uji Viabilitas dilakukan dengan mengecambahkan biji :
Biji di pilih sebanyak 450 buah untuk 3 perlakuan, setiap perlakuan, diulang
3 kali dan setiap ulangan @50 biji. Biji dikecambahkan didalam petridish yang
dilapisi dengan tisu yang telah dibasahin menggunakan aquades. Untuk
menghitung persentase perkecambahan jumlah biji yang berkecambah dicatat
setiap hari secara kumulatif sampai hari ke-7.
Persentase perkecambahan
Persentase perkecambahan menunjukkan jumlah kecambah normal yang
dapat dihasilkan oleh benih murni pada kondisi lingkungan tertentu dalam jangka
waktu yang telah ditetapkan. Persentase perkecamahan dihitung setelah hari ke-7
dan dapat dihitung menggunakan rumus (Sutopo, 1985) :
(%) perkecambahan = Jumlah kecambah normal yang dihasilkan x 100%
Jumlah contoh benih yang diuji
Kecepatan Perkecambahan
Untuk menghitung kecepatan berkecambah, biji yang ditanam untuk
berkecambah, dapat dihitung dengan menghitung jumlah hari yang diperlukan
untuk munculnya radikula maupun plumula (Sutopo, 1985). Kecepatan
berkecambah berhubungan dengan ciri vigoritas dari suatu benih (Suhaeti,1988;
Sutopo 1998). Vigoritas benih adalah kemampuan benih untuk berkecambah pada
kondisi lingkungan yang kurang optimal, benih yang cepat berkecambah berarti
mempunyai vigor yang tinggi.
Rumus kecepatan berkecambah (Sutopo, 1985) :
Keterangan:
N = jumlah benih yang berkecambah pada satuan waktu tertentu
T = menunjukkan jumlah waktu antara awal pengujian sampai dengan akhir dari
interval tertentu suatu pengamatan.
Nilai perkecambahan dihitung pada akhir pengamatan 7 hari setelah
dikecambahkan dengan rumus Gzabator (Hartman et all., 1990).
18
GV = PV x MDG
keterangan:
GV = Germination Value/ Nilai perkecambahan
PV = Peak Value/ titik dimana pertambahan jumlah biji yang berkecambah paling
banyak dibagi dengan jumlah hari untuk mencapai perkecambahan tersebut.
MDG = Mean Daily Germination/ persentase perkecambahan terakhir dibagi
jumlah hari untuk mencapai perkecambahan akhir.
19
BAB V
Tabel 5.3 Pengaruh perlakuan terhadap kadar air, kebocoran ion, persentase
perkecambahan, kecepatan perkecambahan dan nilai perkecambahan
pada biji salam (Syzygium polyanthum)
Persentase
Kebocoran Perkecamba Kecepatan Nilai
Perlakuan KA (%) Ion han Perkecambahan Perkecamba
(µScm-1) (%) (rata-rata hari) -han
Keterangan :
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap kolom berarti tidak
berbeda nyata pada uji Duncan 5%.
20
Kadar Air
Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa penggunaan silica (1:3) maupun
(3:1) dapat menurunkan kadar air secara nyata (Tabel 5.3). Pengeringan benih
salam menggunakan silika selama 24 jam dengan perbandingan (1:3)
menyebabkan menurunnya kadar air 8,03% dari kontrol atau kadar air benih awal,
yaitu dari kadar air 54,25% menjadi 46,22%, sedangkan dengan penggunaan silica
(1:1) selama 24 jam terjadi penurunan kadar air sebesar 10,90% dari kontrol atau
kadar air awal yaitu dari 54,25% menjadi 43,35%. Penurunan kadar air dengan
silica (1:1) lebih tinggi disebabkan jumlah silica yang lebih banyak sehingga
mampu menyerap air didalam biji lebih besar.
Dari hasil perhitungan rata-rata kadar air setelah dan sebelum diperlakukan
dengan silica menunjukkan bahwa, biji salam memiliki kadar air lebih dari 40%.
Jenis biji yang memiliki kadar air di atas 40%, termasuk kedalam jenis biji
rekalsitran. Jenis biji ini, jika di simpan dengan kandungan air yang rendah akan
cepat mengalami kemunduran viabilitas.
Persentase perkecambahan
Persentase perkecambahan biji salam di tinjau dari segi perlakuan,
menunjukkan perbedaan nyata (Tabel 5.3). Secara berturut-turut yaitu 99,33%
(kontrol), 68,67% (perlakuan silica 1:3) dan 41,33 % (perlakun silica 1:1)
21
Pada perlakuan menggunakan perbandingan silica (1:1) mempunyai persentase
perkecambahan yang rendah yaitu 41,33 % dibandingkan dengan perlakuan yang
lain. Hal ini disebabkan penyimpanan menggunakan silica gel dengan
perbandigan (1:1) dapat menurunkan kadar air yang menyebabkan menurunnya
viabilitas perkecambahan biji salam.
Selain itu, biji salam merupakan tipe benih rekalsitran, tipe ini diketahui
memiliki keterbatasan yaitu cepat menurunnya viabilitas benih sejalan dengan
menurunnya kadar air dan kecepatan kerusakan sel akibat pengeringan dan
temperatur rendah. Sehingga, untuk mendapatkan perkecambahan biji salam yang
baik, sebaiknya biji salam pada saat di panen langsung disemai.
Kecepatan perkecambahan
Biji Salam mulai berkecambah pada hari ke 2 sampai hari ke 4 sejak di
kecambahkan. Penentuan perkecambahan dilakukan dengan menghitung jumlah
hari yang diperlukan untuk munculnya radikel. Dari hasil pengamatan selama 7
hari dapat diketahui bahwa dari perlakuan penyimpanan dengan kadar silica:biji
(1:1) yaitu 5,52 hari. Penyimpanan menggunakan silica dengan perbandingan
(1:1) memerlukan waktu yang lama untuk berkecambah hal ini sangat berbeda
nyata dengan kontrol yang hanya memerlukan waktu 3,49 hari untuk
berkecambah. Nilai kecepatan perkecambahan ini dapat dilihat pada (Tabel 5.3).
Nilai Perkecambahan
Nilai perkecambahan ditetapkan pada akhir pengamatan (7 hari setelah
dikecambahkan) ditampilkan pada pada Tabel 5.3 Berdasarkan analisis secara
statistik menggunakan uji Duncans taraf 5%, nilai perkecambahan biji salam.
menunjukkan perbedaan nyata antara perlakuan , yaitu 266,90c (pada kontrol);
75,50b (perlakuan silica:biji =1:3); dan 52,52a (perlakuan silica:biji= 1:1). Nilai
perkecambahan tertinggi adalah pada kontrol 266,90c berbeda nyata dengan 2
perlakuan silica lainnya. Nilai perkecambahan merupakan kombinasi antara
persentase perkecambahan dan kecepatan berkecambah. Dari Tabel 5.3 dapat
dilihat bahwa pada kontrol memiliki persentase perkecambahan paling tinggi dan
paling cepat berkecambah dibandingkan 2 perlakuan lainnya. Dengan demikian
pada kontrol menghasilkan nilai perkecmbahan paling tinggi. Hal tersebut dapat
22
dibuktikan dengan presentase perkecambahan hariannya yang dapat dilihat pada
kurva sigmoid (Gambar 5.4).
Tipe Perkecambahan
23
Myrtaceae, khususnya genus Syzygium mempunyai tipe perkecambahan epigeal,
bibit dengan type epygeal adalah bibit di mana cotyledonnya terangkat di atas
permukaan tanah sewaktu pertumbuhannya. Terangkatnya cotyledon ini ke atas
permukaan tanah disebabkan oleh pertumbuhan dan perpanjangan hypocotyl
sedangkan ujung arah kebawah sudah tertambat ke tanah dengan akar-akar lateral.
Hypocotyl membengkok dan bergeser ke arah permukaan tanah, kemudian
menembus dengan merekahnya, lalu muncul dipermukaan tanah.
Hal ini dibuktikan pada (gambar 5.4) dengan penanaman benih salam
selama 2 minggu, tampak cotyledonnya mulai terangkat di atas permukaan.
24
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
1. Dalam penentuan kadar air, seharusnya digunakan suhu yang tinggi 105˚C
agar biji cepat turun kadar airnya dan tidak diperlukan waktu yang lama.
2. Sebelum ditanam dalam media, seharusnya biji direndam kedalam larutan
fungisida dithane M 45 2% agar biji tidak di tumbuhi jamur saat ditanam.
3. Dalam penyimpanan biji menggunakan silica gel, seharusnya dilakukan
didalam eksikator agar tidak mengganti silica gel dalam beberapa jam
kedepan.
25
DAFTAR PUSTAKA
Hartmann, H. T, D.E. Kester dan F.T. Davies. 1990. Plant Propagation. Principles
and Practices. 5 th edition. Prentice – Hall Inc, New Jersey, 647 p.
Setyowati, N. & N.W. Utami. 2008. Pengaruh tingkat ketuaan buah, perlakuan
perendaman dengan air dan larutan GA3 terhadap perkecambahan Brucea
javanica (L.) Merr. BIODIVERSITAS 9(1): 13-16.
Suhaeti, T. 1988. Metode Pengujian dan Perawatan Mutu Benih. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Hutan dan Proyek Pendidikan dan Latihan Dalam
Rangka Peng-Indonesiaan Tenaga Kerja Pengusahaan Hutan, Bogor, 32h.
Sutopo, L. 1985. Teknologi Benih. Penerbit CV. Rajawali, Jakarta.
26
Utami, N. W. dan H. Sutarno, 2007. Suhu Kardinal Perkecambahan Biji
Brucacea javanica(L.) Merr. dan Respon Fisiologi Pengeringan Bijinya.
BIODIVERSITAS Journal of Biological Diversity. Vol 8 (2) : Hal.140-
143.
27