Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
Mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1. Mengetahui cara pasca panen wortel dan apel yang baik
2. Mengetahui cirri-ciri apel dan wortel yang siap untuk dipanen

1.2 Dasar teori


A. Tanaman Wortel

Wortel (Daucus carota) adalah tumbuhan sayur yang ditanam sepanjang


tahun, terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan
lembab, kurang lebih pada ketinggian 1200 meter di atas permukan laut.

Sayuran ini sudah sangat dikenal masyarakat Indonesia dan populer


sebagai sumber vitamin A karena memiliki senyawa karoten (provitamin A). Beta
karoten merupakan bagian penting dari karoten. Jika tubuh diberi asupan beta
karoten maka tubuh akan membentuk vitamin A sesuai yang diperlukan tubuh
sehingga menyantap wortel menjadikan cara yang aman untuk memperoleh
vitamin A

Selain itu, wortel juga mengandung vitamin B dan C, serta zat-zat lain
yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Sosok tanamannya berupa rumput dan
menyimpan cadangan makanan dalam umbi. Mempunyai batang pendek, berakar
tunggang yang bentuk dan fungsinya berubah menjadi umbi bulat dan
memanjang. Umbi berwarna kuning kemerah-merahan, berkulit tipis, dan jika
dimakan mentah terasa renyah dan agak manis.

Menurut para botanis, wortel (Daucus carota) dapat dibedakan atas


beberapa jenis, diantaranya:

1. Jenis Imperator, yakni wortel yang memiliki umbi akar berukuran panjang
dengan ujung meruncing dan rasanya kurang manis.

2. Jenis Chantenang, yakni wortel yang memiliki umbi akar berbentuk


bulat panjang dan rasanya manis.

3. Jenis Mantes, yakni wortel hasil kombinasi dari jenis wortel imperator dan
chantenang. Umbi akar berwarna khas orange.
Adapun klasifikasi wortel dalam taksonomi tumbuhan adalah sebagai
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Umbilleferales
Family : Umbilleferae
Genus : Daucus
Spesies : Daucus carota
Wortel dapat dipanen 100 hari tergantung dari jenisnya. Pemanenan tidak
boleh terlambat karena umbi akan semakin mengeras (berkayu) sehingga tidak
disukai konsumen Pembersihan dilakukan dengan cara melepas untaian yang
menempel pada umbi wortel kemudian dilakukan pencucian.

B. Buah Apel
Apel ( Malus sylvestris Mill ) yang dikenal sekarang adalah hibrida dengan
asal-usul yang sangat kompleks. Taksonomi apel menjadi tidak jelas karena
proses hibirida, seleksi dan pemusnahan. Banyak ahli yang yakin bahwa apel-apel
yang ada sekarang ini berasal dari apel liar Malus pumilla. Bermodalkan apel liar
ini tanaman termasuk divisi Spermatophyta, kelas dikotil dan keluarga Rosaceae
ini dikembangkan. Tujuannya adalah untuk menghasilkan buah berkualitas,
berproduksi tinggi dan tahan terhadap serangan hama/penyakit (Untung,1996).
Adapun taksonomi dari buah apel adalah sebagai berikut :

Divisio : Spermatopyta

Sub Divisio : Angiosperma

Klass : Dicotyledone

Ordo : Rosales

Famili : Mallus

Speesies : Malus syilvestris Mill


Apel ( Malus sylvestris Mill ) buah yang juga masih mempunyai kesamaan
bentuk ataupun kandungan yang ada dengan buah pir, akan tetapi buah apel
mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan buah pir tersebut dalam ha
lapel juga mempunyai banyak bentuk akan tetapi beda kandungan yang ada dalam
buahnya. Walaupun apel sama persis bentuknya akan tetapi bila varietasnya
berbeda maka masih banyak perbedaannya, varietas apel yang banyak
dikembangkan di Indonesia bernacam-macam dan juga dari banyak varietas apel
Buah apel mengandung karbohidrat dalam jumlah yang cukup. Buah apel

banyak mengandung mineral yang berguna bagi kesehatan manusia. Kandungan

protein dan lemak relatif sedikit. Komponen terbesar buah apel adalah air.

Menurut Susanto dan Saneto (1994), dari segi komposisi kimianya, buah apel

mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi.

Buah apel juga mengandung karoten, karoten memiliki aktivitas sebagai

vitamin A dan juga antioksidan yang berguna untuk menangkal serangan radikal

bebas penyebab berbagai penyakit degeneratif (Anonymous, 2005). Apel

mengandung banyak vitamin C dan B, selain itu apel kerap menjadi pilihan para

pelaku diet sebagai makanan substitusi karena kandungan gizinya. (Prihatmin,

2005)

Apel salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Apel digemari
karena rasanya yang manis dan kandungan gizinya yang tinggi. Buah apel mempunyai
kandungan air dan vitamin yang tinggi, serta kalori yang cukup kecil. Komponen penting
pada buah apel adalah pektin, yaitu sekitar 24%. Kandungan pektin pada buah apel
terdapat pada sekitar biji, di bawah kulit dan hati. Selain senyawa pektin, dalam satu
buah apel ukuran 100 gram juga terkandung banyak zat gizi (Yanuparinda dan Estiasih,
2015).Tanaman apel banyak tumbuh di Kota Malang dan Kota Batu, varietas apel yang
tersedia sekarang ini dan cukup berhasil diusahakan dengan segala kekurangannya
adalah Apel Manalagi, Anna, Wangli/Lali jiwo, Princess Noble dan Romebeauty (Baskara,
2010). Produksi apel di Kota Batu pada tahun 2014 populasi tanaman apel di Kota Batu
sebanyak 2,1 juta pohon mampu menghasilkan buah apel sebanyak 708,43 ton.
Dibandingkan tahun 2013 produksi tanaman apel turun sebesar 15 persen (Badan Pusat
Statistik, 2015).

Buah memiliki masa simpan yang relatif rendah sehingga buah dikenal sebagai
bahan pangan yang cepat rusak dan hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas masa
simpan buah. Mutu simpan buah sangat erat kaitannya dengan proses respirasi dan
transpirasi selama penanganan dan penyimpanan di mana akan menyebabkan susut
pasca panen seperti susut fisik yang diukur dengan berat, 2 susut kualitas karena
perubahan wujud (kenampakan), cita rasa, warna atau tekstur yang menyebabkan
bahan pangan kurang disukai konsumen, susut nilai gizi yang berpengaruh terhadap
kualitas buah. Mutu simpan buah akan lebih bertahan lama jika laju respirasi rendah dan
transpirasi dapat dicegah dengan meningkatkan kelembaban relatif, menurunkan suhu
udara. Pada umumnya komoditas yang mempunyai umur simpan pendek mempunyai
laju respirasi tinggi atau peka terhadap suhu rendah (Tranggono dan Sutardi, 1990
dalam Tawali, 2004).
BAB IV
PEMBAHASAN
Pemanenan merupakan saat paling kritis dan harus diperhatikan dengan
benar. Hal ini dikarenakan oleh sifat perishable yang artinya sayuran dan buah
buahan sangat mudah rusak dan busuk. Oleh sebab itu pemanenan harus
dilakukan dengan hati-hati. Penanganan pascapanen bertujuan untuk menekan
tingkat kerusakan pada buah, kerusakan akibat faktor-faktor ( mekanis,
fisiologis serta serangan hama penyakit), mempertahankan kesegaran,
meningkatkan daya simpan dan meningkatkan nilai jual.

Penanganan pasca panen bertujuan untuk mempertahankan kualitas buah


yang didapat. Oleh karena itu pelaksanaannya harus dilakukan dengan
mempertimbangkan kualitas buah atau sayuran yang akan dihasilkan pada akhir
proses pascapanen. Penanganan pascapanen yang dilakukan di perkebunan wortel
dan Mitra apel hampir mempunyai cara yang sama. Penanganan pasca panen
harus memperhatikan umur panen, waktu panen dan teknik pemanenan.
1. Umur Panen
A. Ciri-ciri tanaman wortel sudah saatnya dipanen adalah sebagai berikut:

1). Tanaman wortel dapat dipenen setelah berumur ± 3 bulan sejak sebar
benih atau tergantung varietasnya. Varietas ideal pemanenan pada umur
100-120 hari setelah tanam

2). Ukuran umbi telah maksimal dan tidak terlalu tua. Panen yang terlalu
tua dapat menyebabkan umbi menjadi keras dan berkatu, sehingga
kualitasnya rendah atau tidak laku dipasarkan. Demikian pula panen
terlalu awal hanya akan menghasilkan umbi berukuran kecil-kecil,
sehingga produksinya menurun.

Berikut ini adalah kriteria wortel yang dipanen umur muda atau “BabyCarrot”
dapat dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

1). Umur panen sekitar 50-60 hari setelah tanam.

2). Ukuran umbi sebesar ibu jari tangan, panjangnya antara 6-10 cm dan
diameternya sekitar 1-2 cm.
B. Ciri-ciri buah apel yang sudah saatnya dipanen adalah sebagai berikut :

1). Pada umumnya buah apel dapat dipanen pada umur 4-5 bulan
setelah bunga mekar, tergantung dari varietas dan iklim.

2). Pemanenan paling baik dilakukan pada saat tanaman mencapai


tingkat masak fisiologi (ripening), yaitu tingkat dimana buah
mempunyai kemampuan untuk menjadi masak normal setelah dipanen.
Ciri-ciri masak fisiologi adalah ukuran buah terlihat maksima, aroma
mulai terasa, warna buah tampak cerah segar dan bila ditekan terasa
kres.

2. Waktu Pemanenan
A. Wortel

Menurut (Cahyono, 2006), waktu panen wortel dalam hari (pagi,


siang, atau sore) berpengaruh terhadap kualitas umbi yang dipanen. Waktu
yang baik untuk melakukan pemanenan adalah pada pagi hari antara pukul
07.00–10.00 atau pada sore hari antara pukul 15.00–18.00, pada saat cuaca
cerah atau tidak hujan. Air hujan yang membasahi umbi wortel akan
menyebabkan wortel cepat rusak.

B. Apel

Waktu panen apel yang baik adalah pada waktu pagi dan sore hari
agar terhindar dari sinar matahari untuk menghindari terjadinya respirasi.

3. Teknik Pemanenan
A. Wortel
Menurut (Hanum, Chairani, 2008), cara pemanenan wortel
dilakukan dengan mencabut umbi beserta akarnya. Tanah sebaiknya
digemburkan terlebih dahulu, hal ini bertujuan untuk memudahkan
pencabutan wortel. Tanaman yang baik dan dipelihara secara intensif
dapat menghasilkan umbi antara 20-30 ton/hektar.
Pemanenan umbi wortel juga dapat dilakukan dengan menggunakan
mesin-mesin pertanian. Pemanenan dengan menggunakan peralatan
mekanis akan lebih menguntungkan, baik dari segi waktu, tingkat
kerusakan umbi, maupun tingkat kehilangan hasil. Di negara-negara maju,
dimana tingkat ekonomi petani sudah tinggi, pemanenan umbi wortel pada
umumnya sudah dilakukan dengan menggunakan mesin.

B. Apel

Pemetikan apel dilakukan dengan cara memetik buah dengan tangan


secara serempak untuk setiap kebun
Berikut tahapan yang dilakukan pada waktu pasca panen wortel dan apel pada waktu
kunjungan lapang :
1. Pembersihan (cleaning)
Menurut Sabari et al. (1991) pencucian buah dapat meningkatkan
penampilan buah (bersih dan bercahaya) serta menekan surut bobot dan kerusakan
mekanis. Pembersihan buah di kebun wortel dan di Mitra apel dilakukan di bagian
perdagangan secara manual dengan metode pembersihannya yaitu pencucian
basah atau kering. Pencucian basah dilakukan dengan meletakkan kontainer berisi
bahan di bawah air mengalir. Bertujuan untuk membersihkan dan menghilangkan
kotoran atau sisa pestisida yang menempel. Pencucian kering dilakukan dengan
cara pengelapan menggunakan kain yang kering dan bersih.

Pada kunjungan yang telah dilakukan di kebun wortel dan di Mitra apel
pembersihan atau pencucian menggunakan pencucian kering dengan hanya
mengusap bagian yang kotor dengan pengelap, kemungkinanpencucian basah
akan dilakukan pada saat apel dan wortel tiba ditempat pengepul.

2. Penyortiran (sorting) dan Pengkelasan (grading)


Penyortiran dan pengkelasan apel di Mitra apel atau di kebun wortel
dilakukan secara manual berdasarkan pada keahlian dan pengalaman para pekerja.
Penyortiran dilakukan dengan memisahkan antara komoditi yang busuk, terserang
hama dan penyakit dengan buah yang berpenampilan baik sedangkan pengkelasan
dilakukan dengan memisahkan buah berdasarkan perbedaan besar buah yang
dapat menentukan harga jual. Menurut Winata (2006) pengkelasan dilakukan
berdasarkan kriteria warna, bentuk, tingkat kematangan dan tingkat kerusakan.
Pekerja harian Mitra apel dan di kebun wortel tidak melakukan seleksi terhadap
kualitas warna dan rasa buah sehingga keseragaman kualitas buah kurang
terjamin.

Tabel 1. Grade Apel Mitra Apel

kriteria Grade
Al AB C D
Diameter Buah 7-8 cm ke 6-7 cm 5-6 cm <5cm
atas
∑ buah /kg 4-7 7-9 10-12 14-18

Tabel 2. Syarat mutu wortel segar (SNI 01-3163-1992)


karakteristi Syarat Cara pengujian
k mutu I Mutu II
Kesamaan Seragam Seragam Organoleptik
sifat
varietas
Kekerasan Keras Keras Organoleptik
Kerataan Cukup rata Cukup rata Organoleptik
permukaan
Tekstur Tidak mengkayu Tidak mengkayu Organoleptik
Kerusakan 5 10 SP-SMP-310-1981
%
Busuk % 2 2 SP-SMP-311-1981
Diameter 31-50 bertangkai 15-30 bertangkai
daun maks 5 daun maks 5

Kegiatan penyortiran dan pengkelasan apel dan wortel dilakukan langsung


di kebun oleh tenaga kerja panen. apel dan wortel yang telah disortir diangkut ke
departemen perdagangan dan dilakukan penimbangan bobot kotor dengan alat
timbangan.

Kehilangan hasil panen biasanya disebabkan oleh buah-buah atau sayuran


yang sejak awal memiliki penampilan yang tidak layak jual, seperti banyaknya
luka akibat serangan hama dan penyakit, memar serta bentuk buah yang tidak
sempurna. Kehilangan hasil juga dapat disebabkan oleh teknik pengemasan dan
pengangkutan dari kebun ke departemen trading.. Hasil panen Junggo dikemas
dalam keranjang bambu. Menurut Sari (2008) pengemasan dengan keranjang
bambu memiliki kelemahan yaitu anyaman bambu mudah lepas sehingga tidak
cukup untuk melindungi buah, mudah berubah bentuk karena konstruksinya
lemah, banyak buah memar akibat benturan sesama buah dan daya simpan buah
rendah.

3. Pengemasan (packaging)
Pengemasan yang dilakukan terdiri atas pengemasan transportasi dan
pemasaran. Kemasan transportasi digunakan sejak buah dan sayuran dipanen dan
akan dibawa ke bagian pemasaran. Kemasan transportasi yang digunakan untuk
hasil panen apel dan wortel adalah kontainer plastik dan karung berlubang.
Kemasan yang digunakan untuk memasarkan buah adalah kemasan kontainer
plastik, tray foam, plastik wrapping film dan kardus.

Menurut Burdon (1991), disain atau tempat pengemasan penting


diperhatikan agar sesuai dengan fungsinya. Kemasan container atau karung
berlubang digunakan untuk penjualan apel dan wortel secara curah di pos
penjualan, kemasan packing tray foam dengan plastik wrapping film digunakan
untuk pemasaran apeldan wortel ke supermarket, sedangkan kemasan kardus
digunakan sebagai kemasan master untuk distribusi yang jauh atau bahkan keluar
negeri.

Keuntungan yang diperoleh dari adanya pengemasan adalah produk


menjadi mudah disimpan dan memberikan perlindungan terhadap kerusakan
sehingga dapat melidungi mutu serta dapat meningkatkan harga jual. Menurut
Hardenberg (1986) pengemasan tidak dapat meningkatkan mutu akan tetapi
pengemasan berfungsi dalam menjaga mutu. Perbaikan dalam pengemasan
memberikan peluang yang besar dalam pemasaran buah-buahan segar yang lebih
efisien.

Menurut Soesarno (1992), proses packaging dan transportasi produk


hortikultura merupakan proses yang sangat kritis. Proses packaging dan
transportasi yang lebih baik dapat secara signifikan mengurangi kehilangan (loses)
produk hortikultura. Keranjang bambu tidak dapat kebal terhadap kerusakan
mekanik dan pada lapisan bagian dalam akan terjadi akumulasi panas dan gas
etilen sehingga mempercepat kerusakan produk.
4. Penyimpanan (storing)
Penyimpanan buah-buahan dan sayuran segar dapat memperpanjang daya
guna sebelum akhirnya dikirim ke konsumen. Menurut Pantastico et. al (1986)
tujuan utama dilakukannya penyimpanan adalah pengendalian laju transpirasi,
respirasi, infeksi penyakit, dan mempertahankan produk dalam bentuk yang paling
berguna bagi konsumen.

Penyimpanan packing apel termasuk ke dalam penyimpanan jangka


pendek. Mitra apel hanya melakukan pemanenan serta packing pada hari
dikirimnya apel tersebut ke supermarket, baik lokal maupun luar kota. Hal
tersebut untuk mengurangi resiko kerusakan pada produk segar tersebut. Menurut
Childers (1973), apabila buah mengalami penangangan secepat mungkin setelah
dipanen maka akan sedikit kemungkinan bahaya kerusakan dan infeksi. Selain itu,
hal tersebut memberikan keuntungan untuk membuang dan menghilangkan atau
mengurangi sumber infeksi bagi apel lain, yang akan berpengaruh terhadap
kualitas, dan dapat memberikan ruang yang lebih luas dalam penyimpanan
maupun pengepakan.

5. Pengangkutan
Apel hasil panen dari kebun dikirim ke trading menggunakan sepeda
motor atau mobil bak terbuka (pick up), sedangkan pengangkutan dari trading
menuju pasar menggunakan mobil box serta truck tertutup. Jenis pengangkutan
yang digunakan untuk produk hortikultura salah satunya dipengaruhi oleh faktor
waktu dan jarak serta lingkungan (Chace dan Pantastico, 1973). Sepeda motor
digunakan untuk pengiriman apel dari kebun wisata yang jaraknya relatif dekat
dengan Mitra apel, sedangkan hasil panen kebun produksi dikirim dengan mobil
pick-up karena jaraknya yang cukup jauh dari Mitra apel.

Anda mungkin juga menyukai