Anda di halaman 1dari 8

Teknik Persilangan Bunga Anggrek

Thursday, July 17, 2014


Indonesia merupakan pusat keanekaragaman genetik beberapa jenis anggrek yang
berpotensi sebagai tetua untuk menghasilkan varietas baru anggrek bunga potong,
seperti Dendrobium, Vanda, Arachnis, dan Renanthera, maupun sebagai tanaman pot,
seperti Phalaenopsis dan Paphiopedilum. Prospek tanaman anggrek dianggap masih sangat
cerah untuk dikembangkan. Namun potensi ini belum dimanfaatkan secara proporsional,
hal ini dapat dilihat dari nilai ekpor anggrek Indonesia yang hanya 3 juta US$ per tahun.
Angka tersebut termasuk kecil jika dibandingkan dengan nilai ekspor Negara tetangga
Singapura 7,7 juta US$ dan Thailand 50 Juta
US$. Sementara potensi perdagangan dunia 150 juta US$ per tahun (Bank Indonesia 2004).
Rendahnya produksi anggrek
Indonesia antara lain disebabkan kurang tersedianya bibit bermutu, budidaya yang
kurang efisien serta penanganan pasca panen yang kurang baik. Untuk memenuhi
permintaan pasar yang cenderung meningkat maka diperlukan ketersediaan bibit dalam
jumlah banyak. Oleh karena itu, untuk mengembangkan anggrek di masa mendatang,
anggrek-anggrek alam ini dapat dimanfaatkan sebagai induk silangan dalam persilangan
anggrek.

Tanaman Anggrek dapat dikembangbiakkan secara vegetatif dan generatif. Secara


vegetatif tanaman anggrek dikembangbiakkan dengan menggunakan bagian vegetatif
tanaman seperti stek keiki, stek mata tunas, dan stek batang sympodial (Hendrayono 2000
dalam Andayani 2007). Cara perbanyakan vegetatif secara konvensional dianggap kurang
menguntungkan karena diperlukan waktu lama untuk memperoleh tanaman dalam jumlah
banyak. Cara perbanyakan generatif dilakukan dengan menggunakan biji yang secara
genetis akan menghasilkan tanaman yang beragam namun akan dihasilkan tanaman dalam
jumlah yang banyak. Biji pada tanaman anggrek diperoleh melalui proses penyerbukan
(pollinasi) yang diikuti dengan pembuahan. Persilangan pada tanaman anggrek tidak bisa
terjadi secara alami kecuali pada jenis anggrek tertentu, oleh karena anggrek memiliki struktur
bunga yang khas dengan kepala putik yang terletak di dalam maka sulit terjangkau serangga.
Penyerbukan alami dengan bantuan angin juga jarang terjadi. Salah satu cara adalah
penyerbukan dengan bantuan manusia. Penyerbukan dengan bantuan manusia dilakukan
melalui persilangan/ hibridisasi. Persilangan ini dilakukan untuk memperkaya keaneka-
ragaman genetik pada tanaman anggrek. Persilangan anggrek ini akan dibahas lebih lanjut
dalam tulisan ini.

Persilangan/ Hibridisasi Anggrek


Hibridisasi atau persilangan adalah metode dalam menghasilkan kultivar
tanaman baru yaitu dengan cara menyilangkan dua atau lebih tanaman yang memiliki
konstitusi genetik berbeda dengan tujuan untuk menggabungkan karekter – karakter
baik dalam satu tanaman, memperluas variabilitas genetik tanaman melalui rekombinasi
gen, dan untuk mendapatkan hibrid vigor. Pemilihan tetua atau kombinasi hibrid merupakan
hal yang sangat penting dalam pemuliaan tanaman dan hal tersebut sangat menentukan
keberhasilan atau kegagalan program pemuliaan (Poehlman dan Quick 1983 dalam
Damayanti 2006).

Hibridisasi atau persilangan dapat dilakukan secara alami dan secara mekanis
dengan bantuan manusia. Pada persilangan alami dengan bantuan pollinator. Stökl et al.
(2008) melaporkan hasil penelitiannya bahwa uji 33 bunga dari spesies O. lupercalis dan O.
iricolor bahwa di lapangan, persilangan antara O. lupercalisdan O. iricolor dibantu secara
langsung oleh pollinator A. morio dan A. nigroaeneamales. Semua spesies O.
lupercalis yang diujikan ternyata mampu melakukan persilangan hanya dengan bantuan A.
morio sementara itu pada jenis O. iricolor juga melakukan persilangan dengan
bantuan A. morio dan hanya 20% tanaman(yang diuji)
yang dibantu persilangannya oleh A. nigroaeneamales. Uji pada persilangan antara sesama
F1 hasil hibridisasi antara O. lupercalis dan O. iricolor juga mampu melakukan persilangan
sendiri dengan bantuan salah satu pollinator (36%) atau keduanya (28%).

Hibridisasi dapat dijadikan sebagai motor penggerak penganekaragaman tingkat


tinggi variasi morfologi anggrek jenis Epidendrum. Adanya hibridisasi pada dua spesies
Epidendrum dapat mengarahkan ke skenario kompleks evolusi retikular. Sejumlah besar
benih hasil hibridisasi yang layak digunakan memiliki viabilitas dan fertilitas yang tinggi. Hasil
hibridisasi akan disilangbalikkan dengan tetua asalnya untuk mengetahui sifat fenotip
selanjutnya. Untuk mengetahui lebih lanjut dapat pula dilakukan pendekatan genetik pada
hibridisasi anggrek seperti yang dilakukan pada genus Epidendrum ( Marques et al . 2014 )

Bahan yang digunakan pada hibridisasi anggrek


adalah tanaman anggrek yang telah berbunga dengan
umur yang bervariasi. Namun pada umumnya tanaman yang digunakan dalam
persilangan sebelumnya telah beberapa kali berbunga. Jenis anggrek yang akan
digunakan jenis Phalaenopsis, Dendrobium, Vanda, Oncidium, Macradenia,
Epicattleya dan Colmenara. Ketujuh jenis anggrek tersebut (baik spesies ataupun
hibridanya) disilangkan secara resiprok dengan jenis lain, disilangkan dengan jenis
yang sama maupun diselfing (Damayanti 2006).

Hibridisasi dinyatakan berhasil apabila dalam satu populasi persilangan muncul


variasi seperti warna bunga, tinggi tanaman, atau bentuk tanaman dan semua itu dapat
diketahui melalui karakterisasi hasil persilangan. Parameter yang diukur dalam karakterisasi
hasil persilangan adalah variasi warna bunga, panjang daun, lebar daun, pertambahan jumlah
anakan, panjang bunga, panjang tangkai bunga, lebar bunga, panjang bibir, lebar bibir, dan
jumlah kuntum tiap tangkai (Kartikaningrum et al. 2007).

Dalam persilangan anggrek, anggrek akan disilangkan dengan spesies anngrek yang
lain. Menurut Kartohadiprodjo dan Gandhi (2010), tipe tanaman anggrek berdasarkan tempat
tumbuhnya yaitu:

1. Anggrek Epifit : tumbuh menumpang pada batang/cabang lain, contoh : anggrek


bulan, Dendrobium sp., Cattleya sp.
2. Anggrek Terestrial / Anggrek Tanah : tumbuh di tanah, contoh : Vanda sp., Arachnis sp.
3. Anggrek Litofit : tumbuh di batu-batuan contoh : Cytopdium, Paphiopedilum
4. Anggrek Saprofit : tumbuh di humus atau kompos, contoh : Calanthe, Goodyera sp.

Widiastoety (2001) dalam Andayani 2007 melaporkan bahwa persilangan akan


berhasil apabila dilakukan sehari atau dua hari setelah bunga mekar. Setiap jenis anggrek
memiliki masa subur yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu diketahui waktu yang tepat
untuk melakukan persilangan pada anggrek jenis Dendrobium agar diperoleh tingkat
keberhasilan yang tinggi.

Menurut Andayani (2007) persilangan pada anggrek ini dapat dilakukan melalui
perlakuan penyerbukan sendiri atau perlakuan penyerbukan silang. Pada perlakuan
penyerbukan sendiri artinya putik satu bunga diserbuki dengan benangsari (pollen) berasal
dari bunga yang sama. Sedangkan penyerbukan silang artinya putik pada satu bunga
diserbuki dengan menggunakan serbuk sari yang berasal dari bunga pada tanaman lain tetapi
masih satu jenis tanaman. Perlakuan penyerbukan tersebut dilakukan secara acak pada
setiap bunga dalam 1 pot. Sepuluh hari setelah pelaksanaan penyerbukan dilakukan
pengamatan untuk mengetahui keberhasilan penyerbukan. Penyerbukan dikatakan berhasil
apabila tangkai bunga masih tetap segar dan berwarna hijau. Dilakukan penghitungan jumlah
bunga yang berhasil diserbuki dan jumlah bunga yang tidak berhasil diserbuki. Pengamatan
dilanjutkan sampai 2 bulan untuk mengetahui perkem-bangan buah. Dari bunga-bunga yang
berhasil diserbuki dihitung jumlah buah yang berkembang sempurna dan jumlah buah yang
gugur.

Dalam melakukan persilangan pada anggrek ada beberapa tahapan yang harus dilalui.
Menurut Damayanti (2006), tahapan dalam persilangan tanaman anggrek adalah:
a. Persiapan alat
Alat yang digunakan adalah pinset kecil dan tusuk gigi atau batang korek api. Untuk
penanaman buah secara aseptik diperlukan laminar, botol kultur, cawan petri, lampu bunsen,
pinset, scalpel, korek api, spidol untuk pelabelan, dan lampu neon 40 W untuk penerangan.
b. Pemilihan dan persiapan tanaman induk persilangan
Dasar dilakukannya persilangan-persilangan adalah untuk
memperoleh warna bunga dan bentuk bunga yang unik, ketebalan mahkota
bunga (ketahanan bunga dalam vas/vas life), keteraturan susunan bunga dan
wangi bunga.
c. Pemilihan bunga yang akan disilangkan
Dalam memilih bunga yang akan disilangkan harus diperhatikan : (i) dari satu tangkai bunga
maksimal tiga bunga yang disilangkan agar energi hanya terfokus
pada ketiga bunga tersebut; (ii) kuntum bunga terbaik adalah kuntum kedua sampai
keempat.
d. Persilangan
Kuntum induk jantan anggrek diambil tepung sarinya dengan menggunakan tusuk gigi yang
bersih. Tepung sari yang terbungkus kotak sari terletak di pusat bunga, berwarna kuning.
Kotak sari dicungkil pelan sampai tepung sarinya menempel pada alat yang dipakai, kemudian
tepung sari dibawa ke induk betina, yaitu menuju lekukan berlendir yang letaknya persis di
bawah kotak sari. Tepung sari induk jantan dilekatkan secara sempurna pada putik induk
betina, sementara itu tepung sari induk betina dibuang agar persilangannya murni. Sampai
langkah ini perkawinan sudah berlangsung.
e. Pemberian label persilangan
Tanaman diberi label tetua betina x tetua jantan, tanggal penyilangan, dan kode penyilang.
f. Pengamatan hasil persilangan
Pengamatan penunjang yang akan dilakukan antara lain terhadap :

 Bentuk buah pada minggu ke-12 setelah persilangan;


 Warna buah pada minggu ke-12 setelah persilangan.

Adapula pengamatan utama, pengamatan utama yang akan dilakukan antara lain :

 Persentase keberhasilan persilangan antar genus/jenis dan dalam genus/jenis itu


sendiri (%)
 Diameter buah pada minggu keempat setelah persilangan (cm);
 Diameter buah pada minggu ke-12 setelah persilangan (cm);
 Panjang buah pada minggu ke-empat setelah persilangan (cm);
 Panjang buah pada minggu ke-12 setelah persilangan (cm).

(Sumber: Qodriyah Laily 2005)


Pengamatan hasil persilangan anggrek dilakukan sampai buah siap panen. Ciri-
ciri buah siap panen adalah warna kulit buah lebih cerah agak kekuningan dan khususnya
pada Dendrobium garis pada buah menjadi lebih lebar. Umur buah siap panen pada beberapa
jenis anggrek dapat dilihat pada tabel 1 berikut (Pierik 1987 dalam Damayanti 2006):

Dalam persilangan anggrek,


pemilihan tetua merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
keberhasilan suatu persilangan, namun hal yang harus sering deperhatikan selain
faktor pemilihan tetua dan sering menjadi kendala dalam proses hibridisasi adalah
perbedaan waktu dalam pematangan bunga, kepekaan atau kerusakan bagian bunga
terhadap pengaruh mekanis, serta adanya inkompatibilitas dan sterilitas (Chaudhari 1971
dalam Damayanti 2006). Diduga faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat keberhasilan
persilangan yang dilakukan dalam percobaan adalah perbedaan waktu dalam pematangan
bunga dan letak lokasi penyimpanan tanaman induk persilangan yang berbeda dan
berjarak cukup jauh, sehingga ditemui kesulitan pada saat
memantau kondisi tanaman induk dan menentukan bunga yang siap diserbuki atau
menyerbuki.

Mengenai masalah bunga yang diserbuki dan menyerbuki, dalam persilangan


anggrek Spathoglottis sp. yang dilakukan Qodriyah (2005), persilangan dilakukan secara
searah maupun dua arah (resiprok) antara bunga dengan jumlah kuntum banyak dan tangkai
bunga sedang-panjang dengan tanaman bertangkai bunga pendek. Sebelum persilangan
dilakukan pemilihan atau seleksi tetua jantan maupun betina, baik untuk tanaman pot, taman
atau bunga potong. Tetua yang digunakan berasal dari koleksi plasma
nutfah anggrekSpathoglottis. Penyerbukan dilakukan pada pagi hari pada bunga yang telah
mekar 1-2 hari. Ada penyilang anggrek yang beranggapan bahwa kuntum bunga nomor ganjil
(dihitung dari pangkal tangkai) paling baik untuk dijadikan induk betina, karena buahnya berbiji
banyak dan fertil. Induk jantan dapat diambil dari kuntum sembarang.

Menurut Widiastoety et al. (2010) dalam pemilihan induk jantan dan betina yang akan
disilangkan harus disertai dengan penguasaan sifat-sifat kedua induk tersebut, termasuk sifat
yang dominan, seperti ukuran bunga, warna dan bentuk bunga, yang akan muncul kembali
pada turunannya. Agar penyilangan berhasil, sebaiknya dipilih induk betina yang mempunyai
kuntum bunga yang kuat, tidak cepat layu atau gugur, mempunyai tangkai putik dan bakal
buah yang lebih pendek agar tabung polen (pollen tube) dapat dengan mudah mencapai
kantong embrio yang terdapat pada bagian bawah bakal buah. Pencatatan nama kedua induk
yang disilangkan sangat penting agar tidak merusak tata namanya. Polen dari bunga yang
berukuran kecil, jika diserbukkan pada kepala putik bunga yang berukuran besar biasanya
akan mengalami kegagalan karena tabung polen tidak dapat mencapai kantong embrio.
Akibatnya pembuahan tidak terjadi dan biji tidak terbentuk. Penyilangan perlu dilakukan
secara resiprokal atau bolak-balik untuk mengetahui daya kompatibilitas silangan dan daya
fertilisasinya.

Upaya lain untuk memperkaya keanekaragaman anggrek misalnya


pada Phalaenopsis sp. dapat dilakukan dengan persilangan intergenerik dengan jenis lain.
Anggrek jenis lain yang dapat disilangkan dengan anggrek bulan adalah anggrek
jenis Vanda sp. Dalam persilangan intergenerik ini, Utami dan Sri (2012) melakukan penelitian
dalam tiga tahun. Tahun pertama penelitian tentang pembuktian bahwa
Anggrek Phalaenopsis sp. kompatibel untuk dipersilangkan dengan Vanda tricolor. Tahun
kedua penelitian telah diperoleh planlet anggrek hasil
persilangan Phalaenopsis sp dengan Vanda tricolor yang ditumbuhkan pada berbagai
media organik secara in vitro. Penelitian Tahun ketiga dilakukan untuk mengetahui metode
aklimatisasi yang terbaik untuk pertumbuhan planlet anggrek hasil persilangan dan untuk
mengetahui perbedaan kromosom hasil persilangan yang telah dilakukan dengan kromosom
induknya.

Jumlah kromosom pada anggrek yaitu n = 19-20. Dari hasil penelitian yang dilakukan
Utami dan Sri (2012) dapat diketahui bahwa jumlah kromosom baik pada
anggrek Phalaenopsis joankileup june, P. pinlong cinderela, S1 (♀ Vanda tricolor dengan
♂ Phalaenopsis joankileup june.), maupun S2 (♀ Vanda tricolordengan ♂ Phalaenopsis
pinlong cinderela), memiliki jumlah kromosom sama 2n = 40. Walaupun jumlah kromosomnya
sama, namun ukuran kromosomnya berbeda. Ukuran kromosom Vanda tricolor berkisar
antara (1,94 ± 0,16) µm sampai (4,72 ± 0,19) µm. Phalaenopsis Joane Killep June antara
(0,84 ± 0,02) µm hingga (2,97 ± 0,13) µm, Phalaenopsis Pinlong cinderela antara (2,02 ±
0,15) µm hingga (5,91 ± 0,78) µm, S1(♀ Vanda tricolor x ♂ Phalaenopsis joankileup june.)
antara (1,77 ± 0,20) hingga (1,69 ± 0,24) µm, S2 (♀ Vanda tricolor x ♂ Phalaenopsis
pinlong cinderela) antara (1,86 ± 0,03) µm sampai (6,74 ± 0,59) µm.

Penelitian lain dari klier et al. (1991) pada Cypripedium candidum dan C.
pubescens menunjukkan bahwa adanya dua aliran gen dari dua spesies yang sympatric.
Populasi hibrida sebagian besar terdiri individu yang di-backcross selanjutnya atau
rekombinan. Beberapa individu yang tampaknya satu morfologi spesies mengandung alel
penanda dari spesies lain. Di Iowa, data allozyme dan morfologi dan pertimbangan ekologi
menunjukkan dengan ekotipe prairie C. pubescens mungkin timbul sebagai akibat langsung
dari perolehan informasi genetik dari C. candidum.

Hasil penelitian yang ditulis Pinheiro et al. (2010) pada persilangan Epidendrum
fulgens dan E. puniceoluteum menunjukkan bahwa keragaman genetik lebih tinggi
pada E. fulgens daripada E. puniceoluteum meliputi semua populasi dan parameter yang
digunakan. Hal ini mungkin mencerminkan perbedaan dalam ukuran populasi yang ditemukan
(lebih tinggi dalam E. fulgens). Epidendrum fulgens dan E. puniceoluteum dari Imbituba
memiliki perbedaan yang signifikan dari hasil uji dengan metode HWE (Hardy–Weinberg
equilibrium) karena defisit heterozigot. Tiga zona hibrida menyimpang dari HWE,
menunjukkan penyimpangan dari perkawinan acak akibat persilangan yang dilakukan.

Referensi:
Andayani Neny 2007. Pengaruh Waktu Pollinasi Terhadap Keberhasilan Persilangan Anggrek
Dendrobium. Buletin Ilmiah Instiper 14 (2): 14-21.

Bank Indonesia 2004. Bunga Potong. http://www.bi.go.id. Diakses 15 Maret 2014.

Chaudari HK 1971. Elementary Principles of Plant Breeding. Second Edition. New Delhi, India: Oxford and IBH
Publishing Co.

Damayanti Farida 2006. Laporan Akhir Program Hibah Kompetisi (PHK) A3: Pembentukan Beberapa Hibrida
Anggrek serta Pengaruh Beberapa Media Perkecambahan dan Media Perbanyakan Cepat secara In Vitro pada
Beberapa Anggrek Hibrida. Bandung: Jurusan Budidaya Pertanian, Universitas Padjajaran.

Hendaryono DPS 2000. Pembibitan Anggrek dalam Botol. Yogyakarta: Kanisius.

Jensen NF 1983. Crop Breeding as a Design Science. In K. M. Rawal and M. N. Wood (Eds). Crop
Breeding. Madison, Wisconsin USA: The American Society of Agronomy, Inc. and The Crop Science of Society,
Inc.

Kartikaningrum Suskandari, Dyah Widiastoety, Yusdar Hilman, Nina Solvia, dan RW Prasetio 2007. Laporan Akhir:
Koleksi, Karakterisasi dan Konservasi In Vivo Plasma Nutfah Anggrek. Segunung: Balai Penelitian Tanaman Hias
Segunung, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian.

Kartohadiprodjo Nies Sumardi dan Gandhi Prabowo 2010. Asyiknya Memelihara Anggrek. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Klier K, MJ Leoschke, and JF Wendel 1991. Hybridization and Introgression in White and Yellow Ladyslipper
Orchids (Cypripedium candidum and C.pubescens). The Journal of Heredity 82(4): 305-318.

Nurmalinda Evi Savitri Iriani, Anggraeni Santi dan Titi


Haryati. 1999. Kelayakanfinancial teknologi budidaya anggrek. Segunung: Balai Penelitian Tanaman Hias
Segunung, Cianjur.

Pierik RLM 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Dordrecht: MArtinus Nijhoff Publishers.

Pinheiro Fa´Bio, Fa´Bio De Barros, Clarisse Palma-Silva, Diogo Meyer, Michael F. Fay, Roge´ Rio M. Suzuki,
Christian Lexer and Salvatore Cozzolino 2010. Hybridization and introgression across different ploidy levels in the
Neotropical orchids Epidendrum fulgens and E. puniceoluteum(Orchidaceae). Molecular Ecology 19(18): 3981–
3994

Poehlman JW and JS Quick 1983. Crop Breeding In Hungry World, In K.M. Rawal and M.N.
Wood (Eds.) Crop Breeding. Madison Wisconsin. USA: The American Society of Agronomy, Inc. and The
Crop Science of Society, Inc.

Qodriyah Laily 2005. Teknik Hibridisasi Anggrek Tanah Songkok (Spathoglottis plicata). Buletin Teknik
Pertanian 10(2): 76-82.

Stökl Johannes, Philipp M Schlüter, Tod F Stuessy, Hannes F Paulus, Günter Assum, and Manfred Ayasse 2008.
Scent Variation and Hybridization Cause The Displacement of A Sexually Deceptive Orchid Species. American
Journal of Botany 95(4): 472–481.
Utami Dwi Susilo dan Sri Hartati 2012. Perbaikan Genetik Anggrek melalui Persilangan Intergenerik dan
Perbanyakan Secara In Vitro dalam Mendukung Perkembangan Anggrek di Indonesia. Agrineça 12(2): 104-116.

Widiastoety D 2001. Perbaikan Genetic dan Perbanyakan Bibit secara In Vitro dalam Mendukung Perkembangan
Anggrek di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 20 (4): 138-143.

Widiastoety Dyah, Nina Solvia, dan Muchdar Soedarjo 2010. Potensi AnggrekDendrobium dalam Meningkatkan
Variasi dan Kualitas Anggrek Bunga Potong. Jurnal Litbang Pertanian 29(3): 101-106.

Anda mungkin juga menyukai