Hibridisasi atau persilangan dapat dilakukan secara alami dan secara mekanis
dengan bantuan manusia. Pada persilangan alami dengan bantuan pollinator. Stökl et al.
(2008) melaporkan hasil penelitiannya bahwa uji 33 bunga dari spesies O. lupercalis dan O.
iricolor bahwa di lapangan, persilangan antara O. lupercalisdan O. iricolor dibantu secara
langsung oleh pollinator A. morio dan A. nigroaeneamales. Semua spesies O.
lupercalis yang diujikan ternyata mampu melakukan persilangan hanya dengan bantuan A.
morio sementara itu pada jenis O. iricolor juga melakukan persilangan dengan
bantuan A. morio dan hanya 20% tanaman(yang diuji)
yang dibantu persilangannya oleh A. nigroaeneamales. Uji pada persilangan antara sesama
F1 hasil hibridisasi antara O. lupercalis dan O. iricolor juga mampu melakukan persilangan
sendiri dengan bantuan salah satu pollinator (36%) atau keduanya (28%).
Dalam persilangan anggrek, anggrek akan disilangkan dengan spesies anngrek yang
lain. Menurut Kartohadiprodjo dan Gandhi (2010), tipe tanaman anggrek berdasarkan tempat
tumbuhnya yaitu:
Menurut Andayani (2007) persilangan pada anggrek ini dapat dilakukan melalui
perlakuan penyerbukan sendiri atau perlakuan penyerbukan silang. Pada perlakuan
penyerbukan sendiri artinya putik satu bunga diserbuki dengan benangsari (pollen) berasal
dari bunga yang sama. Sedangkan penyerbukan silang artinya putik pada satu bunga
diserbuki dengan menggunakan serbuk sari yang berasal dari bunga pada tanaman lain tetapi
masih satu jenis tanaman. Perlakuan penyerbukan tersebut dilakukan secara acak pada
setiap bunga dalam 1 pot. Sepuluh hari setelah pelaksanaan penyerbukan dilakukan
pengamatan untuk mengetahui keberhasilan penyerbukan. Penyerbukan dikatakan berhasil
apabila tangkai bunga masih tetap segar dan berwarna hijau. Dilakukan penghitungan jumlah
bunga yang berhasil diserbuki dan jumlah bunga yang tidak berhasil diserbuki. Pengamatan
dilanjutkan sampai 2 bulan untuk mengetahui perkem-bangan buah. Dari bunga-bunga yang
berhasil diserbuki dihitung jumlah buah yang berkembang sempurna dan jumlah buah yang
gugur.
Dalam melakukan persilangan pada anggrek ada beberapa tahapan yang harus dilalui.
Menurut Damayanti (2006), tahapan dalam persilangan tanaman anggrek adalah:
a. Persiapan alat
Alat yang digunakan adalah pinset kecil dan tusuk gigi atau batang korek api. Untuk
penanaman buah secara aseptik diperlukan laminar, botol kultur, cawan petri, lampu bunsen,
pinset, scalpel, korek api, spidol untuk pelabelan, dan lampu neon 40 W untuk penerangan.
b. Pemilihan dan persiapan tanaman induk persilangan
Dasar dilakukannya persilangan-persilangan adalah untuk
memperoleh warna bunga dan bentuk bunga yang unik, ketebalan mahkota
bunga (ketahanan bunga dalam vas/vas life), keteraturan susunan bunga dan
wangi bunga.
c. Pemilihan bunga yang akan disilangkan
Dalam memilih bunga yang akan disilangkan harus diperhatikan : (i) dari satu tangkai bunga
maksimal tiga bunga yang disilangkan agar energi hanya terfokus
pada ketiga bunga tersebut; (ii) kuntum bunga terbaik adalah kuntum kedua sampai
keempat.
d. Persilangan
Kuntum induk jantan anggrek diambil tepung sarinya dengan menggunakan tusuk gigi yang
bersih. Tepung sari yang terbungkus kotak sari terletak di pusat bunga, berwarna kuning.
Kotak sari dicungkil pelan sampai tepung sarinya menempel pada alat yang dipakai, kemudian
tepung sari dibawa ke induk betina, yaitu menuju lekukan berlendir yang letaknya persis di
bawah kotak sari. Tepung sari induk jantan dilekatkan secara sempurna pada putik induk
betina, sementara itu tepung sari induk betina dibuang agar persilangannya murni. Sampai
langkah ini perkawinan sudah berlangsung.
e. Pemberian label persilangan
Tanaman diberi label tetua betina x tetua jantan, tanggal penyilangan, dan kode penyilang.
f. Pengamatan hasil persilangan
Pengamatan penunjang yang akan dilakukan antara lain terhadap :
Adapula pengamatan utama, pengamatan utama yang akan dilakukan antara lain :
Menurut Widiastoety et al. (2010) dalam pemilihan induk jantan dan betina yang akan
disilangkan harus disertai dengan penguasaan sifat-sifat kedua induk tersebut, termasuk sifat
yang dominan, seperti ukuran bunga, warna dan bentuk bunga, yang akan muncul kembali
pada turunannya. Agar penyilangan berhasil, sebaiknya dipilih induk betina yang mempunyai
kuntum bunga yang kuat, tidak cepat layu atau gugur, mempunyai tangkai putik dan bakal
buah yang lebih pendek agar tabung polen (pollen tube) dapat dengan mudah mencapai
kantong embrio yang terdapat pada bagian bawah bakal buah. Pencatatan nama kedua induk
yang disilangkan sangat penting agar tidak merusak tata namanya. Polen dari bunga yang
berukuran kecil, jika diserbukkan pada kepala putik bunga yang berukuran besar biasanya
akan mengalami kegagalan karena tabung polen tidak dapat mencapai kantong embrio.
Akibatnya pembuahan tidak terjadi dan biji tidak terbentuk. Penyilangan perlu dilakukan
secara resiprokal atau bolak-balik untuk mengetahui daya kompatibilitas silangan dan daya
fertilisasinya.
Jumlah kromosom pada anggrek yaitu n = 19-20. Dari hasil penelitian yang dilakukan
Utami dan Sri (2012) dapat diketahui bahwa jumlah kromosom baik pada
anggrek Phalaenopsis joankileup june, P. pinlong cinderela, S1 (♀ Vanda tricolor dengan
♂ Phalaenopsis joankileup june.), maupun S2 (♀ Vanda tricolordengan ♂ Phalaenopsis
pinlong cinderela), memiliki jumlah kromosom sama 2n = 40. Walaupun jumlah kromosomnya
sama, namun ukuran kromosomnya berbeda. Ukuran kromosom Vanda tricolor berkisar
antara (1,94 ± 0,16) µm sampai (4,72 ± 0,19) µm. Phalaenopsis Joane Killep June antara
(0,84 ± 0,02) µm hingga (2,97 ± 0,13) µm, Phalaenopsis Pinlong cinderela antara (2,02 ±
0,15) µm hingga (5,91 ± 0,78) µm, S1(♀ Vanda tricolor x ♂ Phalaenopsis joankileup june.)
antara (1,77 ± 0,20) hingga (1,69 ± 0,24) µm, S2 (♀ Vanda tricolor x ♂ Phalaenopsis
pinlong cinderela) antara (1,86 ± 0,03) µm sampai (6,74 ± 0,59) µm.
Penelitian lain dari klier et al. (1991) pada Cypripedium candidum dan C.
pubescens menunjukkan bahwa adanya dua aliran gen dari dua spesies yang sympatric.
Populasi hibrida sebagian besar terdiri individu yang di-backcross selanjutnya atau
rekombinan. Beberapa individu yang tampaknya satu morfologi spesies mengandung alel
penanda dari spesies lain. Di Iowa, data allozyme dan morfologi dan pertimbangan ekologi
menunjukkan dengan ekotipe prairie C. pubescens mungkin timbul sebagai akibat langsung
dari perolehan informasi genetik dari C. candidum.
Hasil penelitian yang ditulis Pinheiro et al. (2010) pada persilangan Epidendrum
fulgens dan E. puniceoluteum menunjukkan bahwa keragaman genetik lebih tinggi
pada E. fulgens daripada E. puniceoluteum meliputi semua populasi dan parameter yang
digunakan. Hal ini mungkin mencerminkan perbedaan dalam ukuran populasi yang ditemukan
(lebih tinggi dalam E. fulgens). Epidendrum fulgens dan E. puniceoluteum dari Imbituba
memiliki perbedaan yang signifikan dari hasil uji dengan metode HWE (Hardy–Weinberg
equilibrium) karena defisit heterozigot. Tiga zona hibrida menyimpang dari HWE,
menunjukkan penyimpangan dari perkawinan acak akibat persilangan yang dilakukan.
Referensi:
Andayani Neny 2007. Pengaruh Waktu Pollinasi Terhadap Keberhasilan Persilangan Anggrek
Dendrobium. Buletin Ilmiah Instiper 14 (2): 14-21.
Chaudari HK 1971. Elementary Principles of Plant Breeding. Second Edition. New Delhi, India: Oxford and IBH
Publishing Co.
Damayanti Farida 2006. Laporan Akhir Program Hibah Kompetisi (PHK) A3: Pembentukan Beberapa Hibrida
Anggrek serta Pengaruh Beberapa Media Perkecambahan dan Media Perbanyakan Cepat secara In Vitro pada
Beberapa Anggrek Hibrida. Bandung: Jurusan Budidaya Pertanian, Universitas Padjajaran.
Jensen NF 1983. Crop Breeding as a Design Science. In K. M. Rawal and M. N. Wood (Eds). Crop
Breeding. Madison, Wisconsin USA: The American Society of Agronomy, Inc. and The Crop Science of Society,
Inc.
Kartikaningrum Suskandari, Dyah Widiastoety, Yusdar Hilman, Nina Solvia, dan RW Prasetio 2007. Laporan Akhir:
Koleksi, Karakterisasi dan Konservasi In Vivo Plasma Nutfah Anggrek. Segunung: Balai Penelitian Tanaman Hias
Segunung, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian.
Kartohadiprodjo Nies Sumardi dan Gandhi Prabowo 2010. Asyiknya Memelihara Anggrek. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Klier K, MJ Leoschke, and JF Wendel 1991. Hybridization and Introgression in White and Yellow Ladyslipper
Orchids (Cypripedium candidum and C.pubescens). The Journal of Heredity 82(4): 305-318.
Pierik RLM 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Dordrecht: MArtinus Nijhoff Publishers.
Pinheiro Fa´Bio, Fa´Bio De Barros, Clarisse Palma-Silva, Diogo Meyer, Michael F. Fay, Roge´ Rio M. Suzuki,
Christian Lexer and Salvatore Cozzolino 2010. Hybridization and introgression across different ploidy levels in the
Neotropical orchids Epidendrum fulgens and E. puniceoluteum(Orchidaceae). Molecular Ecology 19(18): 3981–
3994
Poehlman JW and JS Quick 1983. Crop Breeding In Hungry World, In K.M. Rawal and M.N.
Wood (Eds.) Crop Breeding. Madison Wisconsin. USA: The American Society of Agronomy, Inc. and The
Crop Science of Society, Inc.
Qodriyah Laily 2005. Teknik Hibridisasi Anggrek Tanah Songkok (Spathoglottis plicata). Buletin Teknik
Pertanian 10(2): 76-82.
Stökl Johannes, Philipp M Schlüter, Tod F Stuessy, Hannes F Paulus, Günter Assum, and Manfred Ayasse 2008.
Scent Variation and Hybridization Cause The Displacement of A Sexually Deceptive Orchid Species. American
Journal of Botany 95(4): 472–481.
Utami Dwi Susilo dan Sri Hartati 2012. Perbaikan Genetik Anggrek melalui Persilangan Intergenerik dan
Perbanyakan Secara In Vitro dalam Mendukung Perkembangan Anggrek di Indonesia. Agrineça 12(2): 104-116.
Widiastoety D 2001. Perbaikan Genetic dan Perbanyakan Bibit secara In Vitro dalam Mendukung Perkembangan
Anggrek di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 20 (4): 138-143.
Widiastoety Dyah, Nina Solvia, dan Muchdar Soedarjo 2010. Potensi AnggrekDendrobium dalam Meningkatkan
Variasi dan Kualitas Anggrek Bunga Potong. Jurnal Litbang Pertanian 29(3): 101-106.